Aplication of Near Infrared to Determine Viability of Ciherang Paddy (Oryza sativa) Seed

APLIKASI TEKNOLOGI NEAR INFRARED UNTUK
PENDUGAAN VIABILITAS BENIH PADI (Oryza sativa)
VARIETAS CIHERANG

JONNI FIRDAUS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aplikasi Teknologi Near Infrared
untuk Pendugaan Viabilitas Benih Padi (Oryza sativa) Varietas Ciherang adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2013

Jonni Firdaus
NRP F151100101

ii

ABSTRACT
JONNI FIRDAUS. Aplication of Near Infrared to Determine Viability of
‘Ciherang’ Paddy (Oryza sativa) Seed. Supervised by ROKHANI HASBULLAH,
USMAN AHMAD, and M. RAHMAD SUHARTANTO.
Near infrared (NIR) spectroscopy in the range of 1000-2500 nm was studied for
its ability to predict the seed viability such as germability, vigor index, maximum
growth potential and the biochemistry composition such as water content, soluble
protein, and free faty acid of the ciherang paddy seed following 0, 2, 4, 6 and 8
days acclerated aging (45oC, RH >90%). A total of 60 sample groups consist of 40
g paddy seed per sample ware used. Fourty samples were used for calibration and
20 samples were used for validation. Artificial neural network (ANN) and partial
least squares (PLS) regression methods were used to build the prediction model.
The good model should have a low standard error of calibration (SEC), a low
standard error of performance (SEP), a high correlation coefficient, a small
difference between SEC and SEP and have ratio performance deviation (RPD)

higher than 2.5. The result showed that kind of original and pre processing spectra
influenced the value of evaluation ANN and PLS model. The structure of ANN
also influence the value of evaluation model. The best model to predict
germability was 10-5-3 ANN using standard normal variate of reflectan spectra
with RPD = 2.2359 and r validation = 0.8947, to predict vigor index was 10-5-1
ANN using 2nd derivative of reflectan spectra with RPD=3.6842 and r validation
0.9645, to predict maximum growth potential was 10-5-1 ANN using 2nd
derivative of reflectan spectra with RPD=2.5572 and r validation 0.9204, to
predict water content was PLS using absorbant spectra with RPD=9.6028 and r
validation 0.9946, to predict soluble protein was 5-5-1 ANN using 2nd derivative
of reflectan spectra with RPD=3.9615 and r validation 0.9686, and to predict free
faty acid was 10-20-1 ANN model using 2nd derivative of absorbant spectra with
RPD=4.0290 and r validation 0.9688.
Keywords : Viability, seed, paddy, near infrared (NIR), artificial neural network
(ANN), partial least square (PLS)

ii

RINGKASAN
JONNI FIRDAUS. Aplikasi Teknologi Near Infrared untuk Pendugaan Viabilitas

Benih Padi (Oryza sativa) Varietas Ciherang. Dibimbing oleh ROKHANI
HASBULLAH, USMAN AHMAD, dan M. RAHMAD SUHARTANTO.
Benih memiliki peranan yang penting dalam peningkatan produksi padi.
Kebutuhan benih bermutu cenderung meningkat seiring dengan tuntutan
peningkatan produksi padi nasional untuk mengimbangi laju pertumbuhan
penduduk. Kebutuhan benih nasional, berdasarkan luas panen pada tahun 2011
seluas 13.204.000 ha dengan asumsi penggunaan benih 20 kg/ha, mencapai
264.080 ton (Kementan 2012). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan
upaya dari seluruh komponen sistem perbenihan agar benih dapat diperoleh petani
dengan mudah pada saat dibutuhkan.
Salah satu komponen sistem perbenihan adalah subsistem pengendalian
mutu yang berperan dalam menjamin mutu benih yang beredar di pasaran.
Parameter penting dalam menentukan mutu benih adalah kemampuan benih untuk
hidup (viabilitas benih). Indikasi viabilitas benih merupakan kinerja yang
menunjukkan bahwa benih hidup dan dapat diduga melalui daya berkecambah
benih.
Saat ini, pengujian viabilitas membutuhkan waktu yang cukup lama (5-14
hari) (SNI 01-6233.1 2003). Sementara itu, tingginya tingkat kebutuhan benih di
lapangan harus segera dipenuhi agar petani dapat menanam tepat waktu. Jika
benih bermutu tidak tersedia di pasaran saat musim tanam, maka petani akan

menggunakan benih seadanya yang memiliki mutu rendah akibatnya produksi
yang dicapai juga rendah. Oleh karena itu dibutuhkan suatu cara pengujian
viabilitas benih yang lebih cepat
Salah satu alternatif metode yang dapat digunakan adalah penggunaan
gelombang Near Infrared (NIR). NIR dapat diaplikasikan untuk mendeteksi
bahan organik yang kaya dengan ikatan O-H (seperti air, karbohidrat, lemak),
ikatan C-H dan ikatan N-H (protein, asam amino). Sementara itu secara kimia di
dalam benih berisi cadangan makanan dan senyawa yang berpengaruh terhadap
perkecambahan benih. Pada benih viabel terdapat kandungan protein yang lebih
tinggi dari yang tidak viabel yang ditunjukkan pada panjang gelombang 1722 dan
2110 nm. Selain itu lemak juga berpengaruh terhadap perkecambahan dimana
terdapat pemisahan yang jelas antara benih yang viabel dengan yang tidak viabel
yang dapat dideteksi pada panjang gelombang 1350 nm.
Penelitian terdahulu mengenai pemanfaatan NIR untuk menduga viabilitas
benih bayam hanya sebatas pemisahan antara benih viabel dan non viabel pada
benih tunggal. Pada penelitian ini teknologi NIR digunakan untuk menduga nilai
viabilitas dari kelompok benih. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
metode evaluasi viabilitas benih padi menggunakan gelombang NIR dan jaringan
saraf tiruan sehingga nantinya penentuan nilai viabilitas benih padi dapat
dilakukan dengan cepat.


Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-November 2012 di Laboratorium
Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Laboratorium Ilmu Teknologi
Benih, dan Laboratorium Plant Analysis, Institut Pertanian Bogor.
Bahan yang digunakan adalah benih padi sawah varietas Ciherang yang
diperoleh dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, yang dipanen
pada Februari 2012. Alat yang digunakan adalah NIR spectroscopy, komputer,
environmental chamber, alat pengecambah benih, dan timbangan digital.
Sebanyak 40 gram x 12 unit sampel (untuk setiap lama pengusangan) benih
direndam dalam 1 liter larutan dithane (2 g/liter) selama 15 menit lalu dibilas
sekali dengan 1 liter aquades, kemudian ditiriskan dan dikeringanginkan selama 3
jam pada ruangan ber-AC dengan suhu 25 oC. Benih dibagi menjadi 12 unit dan
dimasukkan ke dalam kantung streamin. Selanjutnya sampel diusangkan pada
suhu 45oC dan RH>90% selama 0, 2, 4, 6 dan 8 hari.
Sampel yang telah diusangkan diambil data reflektannya pada panjang
gelombang 1000-2500 nm. Sampel yang telah diambil data reflektannya
kemudian dianalisa parameter kimianya berupa kadar air, protein terlarut, dan
asam lemak bebas. Kemudian benih dikecambahkan, menggunakan metode uji
kertas digulung dalam plastik, sebanyak 50 bulir dengan 3 ulangan. Pengamatan
dilakukan pada hari kelima dan ketujuh dan dihitung kecambah normal, abnormal

dan benih mati yang didasarkan pada SNI 01-6233.1 (2003). Kemudian dihitung
parameter viabilitas berupa daya berkecambah, indeks vigor, dan potensi tumbuh
maksimum.
Hasil pengukuran NIR diperoleh 180 data reflektan. Data reflektan
ditransformasi menjadi data absorban dengan persamaan log(1/Reflektan).
Selanjutnya terhadap data reflektan dan absorban dilakukan pra pengolahan data
berupa normalisasi 0-1, standard normal variate, turunan pertama SavitzkyGolay dan turunan kedua Savitzky-Golay.
Model jaringan saraf tiruan (JST) yang digunakan adalah back propagation
yang terdiri dari 3 lapisan yaitu input, hidden dan output. Fungsi aktivasi yang
digunakan adalah fungsi sigmoid pada lapisan hidden dan fungsi identitas pada
lapisan output. Input jaringan berupa komponen utama dari spektra asli maupun
yang telah diberi praperlakuan. Sebelum dilakukan penentuan komponen utama,
terlebih dahulu dilakukan pembagian data spektra yaitu data kalibrasi 2/3 bagian
(120 data) dan data validasi 1/3 bagian (60 data). Analisa komponen utama (PCA)
menggunakan software SPSS Statistic 19. Variasi jumlah komponen utama yang
digunakan adalah 5, 10, 15 dan 20 komponen. Output layer terdiri dari 2 variasi
yaitu single output dan multi output yang merupakan kombinasi dari nilai
parameter . Hidden layer ditentukan dengan jumlah unit 5, 10, 15, 20. Variasi
input, hidden dan ouput layer dikombinasikan menjadi 800 skenario. Setiap
skenario dilatih menggunakan software MATLAB R2008b. Proses pelatihan

bertujuan meminimumkan total eror, pelatihan akan berhenti bila eror pada set
validasi tidak turun lagi sebanyak 5 iterasi. Laju pelatihan yang digunakan adalah
0.01 dan koefisien momentum 0.9.
Sebagai pembanding dilakukan juga pendugaan viabilitas menggunakan
model partial least square (PLS) dengan software NIRCal 5.2. Pemilihan model
JST dan PLS terbaik dilakukan dengan mengevaluasi nilai Standard Error of
Calibration (SEC), Standard Error of Performance (SEP), koefisien korelasi (r),

Ratio performance deviation (RPD). Model yang baik memiliki nilai SEC, SEP,
perbedaaan SEC dengan SEP yang kecil dan memiliki nilai koefisien korelasi
yang tinggi, serta memiliki nilai RPD ≥2.5. Semakin tinggi nilai RPD
menunjukkan model yang dibangun semakin akurat.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa karakteristik spektra absorban benih
padi menunjukkan beberapa puncak gelombang yang menggambarkan komposisi
kimia dominan benih padi yaitu pati (1200, 1450, 2100, 2276, 2500 nm), selulosa
(1780, 2336 nm), dan air (1450, 1940 nm). Spektra pada rentang 1000-1015,
2070-2085, 2148-2178 nm yang merupakan wilayah penyerapan protein dan pada
1350, 1415 nm yang merupakan wilayah penyerapan lemak memiliki bentuk
gelombang yang sama antar lama waktu pengusangan namun intensitas
penyerapannya berbeda.

Semakin lama waktu pengusangan menyebabkan peningkatkan kadar air
benih, penurunan kandungan protein terlarut dan peningkatan asam lemak bebas
yang juga diindikasikan oleh intensitas spektra absorban-SNV pada wilayah
penyerapan masing-masing serta diikuti oleh penurunan viabilitas benih.
Model terbaik untuk menduga kadar air adalah PLS dengan input
absorban, protein terlarut adalah JST 5-5-1 dengan input turunan kedua reflektan,
asam lemak bebas adalah JST 5-20-1 dengan input turunan kedua absorban, daya
berkecambah adalah JST 10-5-3 dengan input standar normal variate reflektan,
indeks vigor adalah JST 10-5-1 dengan input turunan kedua reflektan dan potensi
tumbuh maksimum adalah JST 10-5-1 dengan input turunan kedua reflektan.
Berdasarkan nilai RPD parameter yang terakurat dilakukan pendugaannya
dengan NIR beturut-turut adalah kadar air benih, kandungan asam lemak bebas,
protein terlarut, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum dan terakhir daya
berkecambah. Berdasarkan nilai r, SEC, SEP dan RPD pada parameter viabilitas
(daya berkecambah, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum), aplikasi NIR
berpotensi digunakan untuk menduga nilai viabilitas benih secara non-destruktif.
Kata kunci : Viabilitas, benih, padi, near infrared (NIR), jaringan saraf tiruan
(JST), partial least square (PLS)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

APLIKASI TEKNOLOGI NEAR INFRARED UNTUK
PENDUGAAN VIABILITAS BENIH PADI (Oryza sativa)
VARIETAS CIHERANG

JONNI FIRDAUS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc

Judul Tesis
Nama
NRP

: Aplikasi Teknologi Near Infrared untuk Pendugaan Viabilitas
Benih Padi (Oryza sativa) Varietas Ciherang
: Jonni Firdaus
: F151100101

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si

Ketua

Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr
Anggota

Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Si
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 5 Februari 2013

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
yang diberikan kepada penulis sehingga karya ilmiah dengan judul “Aplikasi
Teknologi Near Infrared untuk Pendugaan Viabilitas Benih Padi (Oryza sativa)
Varietas Ciherang” berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si,
Dr. Ir Usman Ahmad, M.Agr. dan Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Si. selaku
komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan dalam
penyusunan karya ilmiah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kapada :
1. Orang tua tercinta Rustam Effendi dan Asnidarwati, istri tercinta Andi
Dalapati, STP, MP, anak-anak tercinta Muhammad Mujahid Pangera dan
Ahmad Zikrillah Pangera, serta adik-adik tercinta Safril Hidayat, SKom,
Mukhlis Junaidi, SP dan Khairil Hamdi atas doa, nasehat dan dukungan yang
diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan.
2. Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan beasiswa kepada penulis
selama menempuh pendidikan.
3. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah yang telah
menugaskan penulis untuk menempuh pendidikan.
4. Rekan-rekan Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan 2010 yang telah
membantu pelaksanaan penelitian ini.
5. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2013

Jonni Firdaus

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Balimbingan, Kecamatan Tanah Jawa,
Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada tanggal 19 Juni 1981 dari pasangan
Bapak Rustam Effendi dan Ibu Asnidarwati. Penulis merupakan anak pertama dari
empat bersaudara.
Penulis mengikuti pendidikan di SD Negeri 091504 (1987-1993), SMP
Negeri 1 (1993-1996) dan SMU Negeri 1 (1996-1999) di Kecamatan Tanah Jawa,
Kabupaten Simalungun. Selanjutnya penulis mengikuti pendidikan tinggi pada
Program Studi Teknik Pertanian (1999-2003), Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Penulis bekerja sebagai peneliti bidang teknologi pertanian dan mekanisasi
pertanian pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah (2005sekarang) yang merupakan salah satu unit kerja Badan Litbang Kementrian
Pertanian. Pada tahun 2010 penulis mendapat kesempatan untuk melaksanakan
tugas belajar pada Program Magister Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
IPB yang dibiayai oleh Badan Litbang Kementrian Pertanian RI.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xxiii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................................ 3
Tujuan ................................................................................................................. 3
Kegunaan............................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5
Viabilitas Benih ................................................................................................... 5
Kemunduran Benih ............................................................................................. 6
Pengusangan Cepat (Rapid Aging)...................................................................... 8
Komposisi Benih Padi ......................................................................................... 9
Near Infrared Spectroscopy .............................................................................. 11
Pendugaan Viabilitas Benih Menggunakan NIR .............................................. 13
Jaringan Saraf Tiruan ........................................................................................ 14
Analisis Komponen Utama ............................................................................... 18
METODOLOGI .................................................................................................... 21
Waktu dan Tempat ............................................................................................ 21
Alat dan Bahan .................................................................................................. 21
Prosedur Penelitian............................................................................................ 23
Persiapan Sampel .......................................................................................... 23
Pengukuran Spektra Reflektan NIR .............................................................. 25
Pengujian Viabilitas Benih............................................................................ 27
Pengukuran Kadar Air .................................................................................. 28
Pengukuran Kadar Protein Terlarut .............................................................. 28
Pengukuran Kadar Asam Lemak Bebas ........................................................ 29
Pembangunan Model Jaringan Saraf Tiruan ................................................. 30
Pembangunan Model Kalibrasi NIR dengan Model PLS ............................. 31
Evaluasi Model JST dan PLS ........................................................................ 32
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 35
Karakteristik Gelombang NIR Benih Padi ........................................................ 35
Pengaruh Pengusangan terhadap Kadar Air Benih Padi ................................... 37
Pengaruh Pengusangan terhadap Protein Terlarut ............................................ 38
Pengaruh Pengusangan terhadap Asam Lemak Bebas...................................... 39
Pengaruh Pengusangan Terhadap Viabilitas Benih .......................................... 40

xviii

Model PCA –JST Propagasi Balik .................................................................... 42
Deskripsi Data ............................................................................................... 42
Principal Component Analysis (PCA)........................................................... 42
Model Jaringan Saraf Tiruan ......................................................................... 44
Model Partial Least Square .............................................................................. 48
Deskripsi Data ............................................................................................... 48
Hasil kalibrasi dan validasi NIR dengan model PLS .................................... 49
Evaluasi Model JST dan PLS ............................................................................ 49
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 54
Kesimpulan ........................................................................................................ 54
Saran .................................................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 57
L A M P I R A N ................................................................................................... 61

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Komposisi kimia beras pecah kulit (brown rice) ............................................. 9

2

Komposisi kimia sekam padi ......................................................................... 10

3

Komposisi asam lemak pada beras pecah kulit (%) ....................................... 10

4

Panjang gelombang yang berhubungan dengan protein ................................ 12

5

Ikatan atom dan struktur kimia yang merupakan puncak gelombang pada
spektra absorban benih padi ........................................................................... 36

6

Karakteristik nilai parameter benih padi yang digunakan dalam kalibrasi dan
validasi ........................................................................................................... 42

7

Persentase variasi kumulatif 20 komponen utama ......................................... 43

8

Model JST terbaik untuk setiap parameter pengamatan ................................ 46

9

Karakteristik nilai parameter benih padi yang digunakan dalam kalibrasi dan
validasi ........................................................................................................... 48

10 Model PLS terbaik untuk setiap parameter pangamatan ............................... 49
11 Hasil evalusai model JST dan PLS untuk masing-masing parameter ............ 51

xx

DAFTAR GAMBAR

1

Halaman
Benih padi varietas ciherang .......................................................................... 21

2

Near Infrared Spectroscopy ........................................................................... 22

3

Environmental chamber ................................................................................. 22

4

Germinator ..................................................................................................... 22

5

Chamber Plastik ............................................................................................. 22

6

Benih di dalam kantung strimin ..................................................................... 23

7

Sampel dalam chamber plastik ...................................................................... 23

8

Penempatan kain kanebo............................................................................... 23

9

Bagan alir persiapan sampel .......................................................................... 24

10 Bagan alir pengambilan data .......................................................................... 25
11 Penempatan chamber plastik di dalam environmental chamber ................... 25
12 Pengecambahan metode uji kertas digulung dalam plastik pada germinator 25
13 Penempatan sampel pada petridish dan NIRFlex saat pengambilan spektra 26
14 Mekanisme pengambilan data spektra sampel pada NIRFlax petri solid ...... 26
15 Contoh struktur jaringan saraf tiruan ............................................................. 31
16 Bagan alir proses kalibrasi dan validasi model JST ....................................... 33
17 Bagan alir proses kalibrasi dan validasi model PLS ...................................... 34
18 Spektra reflektan benih padi .......................................................................... 35
19 Spektra absorban benih padi .......................................................................... 36
20 Pengaruh lama pengusangan pada suhu 45oC dan RH >90% terhadap (a)
Kadar air, (b) Spektra Absorban-SNV pada 1450 nm ................................... 37
21 Pengaruh lama pengusangan pada suhu 45oC dan RH >90% terhadap (a)
protein terlarut, (b) Spektra Absorban-SNV pada 1000-1015nm, (c) Spektra
Absorban-SNV pada 2070-2085 nm, (d) Spektra Absorban-SNV pada 21482178nm .......................................................................................................... 38
22 Pengaruh lama pengusangan pada suhu 45oC dan RH >90% terhadap (a) asam
lemak bebas, (b) Spektra absorban-SNV pada 1350 nm, (c) Spektra absorbanSNV pada 1415 nm ........................................................................................ 40
23 Pengaruh lama pengusangan pada suhu 45 oC dan RH 90% dengan daya
berkecambah, indeks vigor dan potensi tumbuh maksimum ......................... 41
24 Hasil kalibrasi dan validasi model JST terpilih ............................................. 47
25 Hasil kalibrasi dan validasi model PLS terpilih ............................................. 50

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

Berbagai praperlakuan terhadap spektra reflektan dan absorban................... 63

2

Total variasi kumulatif dari 20 komponen utama .......................................... 65

3

Skenario dan hasil kalibrasi-validasi untuk setiap parameter ........................ 67

4

Kode pemrograman dan struktur input dan target JST pada MATLAB
R2008b ......................................................................................................... 111

5

Kombinasi struktur JST terbaik untuk setiap jenis spektra .......................... 113

6

Jenis spektra terbaik untuk setiap kombinasi jumlah output JST ................ 119

7

Hasil kalibrasi dan validasi model PLS untuk setiap parameter dengan
berbagai spektra ........................................................................................... 121

8

Nilai refrensi hasil pengukuran standard setiap parameter .......................... 123

9

Karakteristik nilai refrensi berdasarkan lama pengusangan ........................ 125

xxiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Benih memiliki peranan yang penting dalam peningkatan produksi padi.
Kebutuhan benih bermutu cenderung meningkat seiring dengan tuntutan
peningkatan produksi padi nasional untuk mengimbangi laju pertumbuhan
penduduk. Kebutuhan benih nasional, berdasarkan luas panen pada tahun 2011
seluas 13.204.000 ha dengan asumsi penggunaan benih 20 kg/ha, mencapai
264.080 ton (Kementan 2012). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan
upaya dari seluruh komponen sistem perbenihan agar benih dapat diperoleh petani
dengan mudah pada saat dibutuhkan.
Salah satu komponen sistem perbenihan adalah subsistem pengendalian
mutu yang berperan dalam menjamin mutu benih yang beredar di pasaran.
Subsistem pengendalian mutu melakukan serangkaian pengujian di laboratorium
hingga dikeluarkan sertifikat yang menyatakan bahwa benih tersebut telah
memenuhi standar mutu yang ditentukan. Salah satu parameter penting dalam
menentukan mutu benih adalah kemampuan benih untuk hidup (viabilitas benih).
Indikasi viabilitas benih merupakan kinerja yang menunjukkan bahwa benih hidup
dan dapat diduga melalui daya berkecambah benih.
Saat ini, pengujian viabilitas membutuhkan waktu yang cukup lama (5-14
hari) (SNI 01-6233.1 2003). Sementara itu, tingginya tingkat kebutuhan benih di
lapangan harus segera dipenuhi agar petani dapat menanam tepat waktu. Jika
benih bermutu tidak tersedia di pasaran saat musim tanam, maka petani akan
menggunakan benih seadanya yang memiliki mutu rendah, akibatnya produksi
yang dicapai juga rendah. Oleh karena itu dibutuhkan suatu cara pengujian
viabilitas benih yang lebih cepat.
Salah satu alternatif metode yang dapat digunakan untuk mempercepat
waktu pengujian viabilitas benih adalah penggunaan gelombang Near Infrared
(NIR). Teknologi NIR dikenal sebagai salah satu metode pendugaan mutu bahan
yang bersifat nondestruktif. Kelebihan metode ini antara lain: dapat menganalisa
dengan kecepatan tinggi, tidak menimbulkan polusi, penggunaan preparat contoh

2

yang sederhana, dan tidak memerlukan bahan kimia. Pemanfaatan NIR dilakukan
dengan mengkorelasikan secara statistik sinyal Near Infrared pada beberapa
panjang gelombang tertentu dengan karakteristik atau kandungan bahan yang
diukur.
Aplikasi NIR diawali oleh Noris dan Hart pada tahun 1965 yang mengukur
kadar air dalam biji dengan menggunakan transmittance spectroscopy pada
panjang gelombang 1940 nm (Andrianyta 2006). Selanjutnya, Jordon menyatakan
bahwa NIR dapat diaplikasikan untuk bahan-bahan organik yang kaya dengan
ikatan O-H seperti kadar air, karbohidrat, dan lemak, ikatan C-H seperti bahanbahan organik turunan minyak bumi, dan ikatan N-H seperti protein dan asam
amino (Ruiz 2001).
Secara kimia di dalam benih berisi cadangan makanan dan senyawa yang
berpengaruh terhadap perkecambahan benih (Copeland dan McDonald 1995).
Pada benih viabel terdapat kandungan protein yang lebih tinggi dari yang tidak
viabel yang ditunjukkan pada panjang gelombang 1722 dan 2110 nm (Soltani
2003). Selain itu lemak juga berpengaruh terhadap perkecambahan, dimana
terdapat pemisahan yang jelas antara benih bayam yang viabel dengan yang tidak
viabel yang dapat dideteksi pada panjang gelombang 1350 nm (Olesen et al.
2110).
Penelitian terdahulu mengenai pemanfaatan NIR untuk menduga viabilitas
benih bayam bersifat kualitatif yaitu hanya sebatas pemisahan antara benih viabel
dan non viabel pada benih tunggal (Olesen et al. 2110). Pada penelitian ini
teknologi NIR yang dikombinasikan dengan jaringan saraf tiruan digunakan untuk
menduga nilai viabilitas secara kuantitatif dari kelompok benih.
Penggunaan gelombang NIR dalam penentuan viabilitas benih didasarkan
pada absorbansi kandungan biokimia dalam benih terhadap gelombang NIR.
Proses kemunduran benih, menyebabkan berubahnya kandungan biokimia benih
yang sejalan dengan penurunan viabilitas hingga benih tersebut kehilangan daya
tumbuhnya (mati). Pada penelitian ini tujuan dari penggunaan gelombang NIR
adalah untuk deteksi awal viabilitas benih padi sehingga diharapkan viabilitas
benih dapat diketahui lebih cepat dan akurat.

3

Perumusan Masalah

Tingkat kebutuhan benih yang tinggi pada tingkat petani tidak dapat segera
dipenuhi secara cepat oleh para komponen perbenihan. Salah satu penyebab
terjadinya hal tersebut dikarenakan oleh pengujian viabilitas benih membutuhkan
waktu yang relatif lama. Salah satu alternatif solusi untuk masalah ini adalah
penggunaan gelombang NIR untuk menduga viabilitas benih secara cepat dan
akurat.

Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode
evaluasi viabilitas benih padi sawah menggunakan gelombang NIR.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. mempelajari karakteristik gelombang NIR pada benih padi
2. mempelajari perubahan kadar air, protein terlarut, asam lemak bebas, dan
viabilitas benih akibat lama waktu pengusangan
3. mempelajari perubahan spektra NIR benih padi akibat lama waktu
pengusangan pada panjang gelombang yang berhubungan dengan kadar air,
protein terlarut, dan asam lemak bebas
4. menentukan model jaringan saraf tiruan (JST) dan partial least square (PLS)
terbaik untuk pendugaan viabilitas benih.

Kegunaan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menduga viabilitas benih padi
menggunakan gelombang NIR dan JST sehingga proses pengujian viabilitas benih
dapat dilakukan dengan lebih cepat. Dengan peningkatan kecepatan uji viabilitas
benih maka diharapkan dapat menjamin ketersediaan benih di lapangan tepat pada
saat dibutuhkan.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Viabilitas Benih

Viabilitas benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal pada
kondisi optimum (Sadjad et al. 1999). Viabilitas benih dapat diindikasikan
sebagai kinerja yang menunjukkan bahwa benih dalam keadaan hidup. Viabilitas
benih didefenisikan sebagai daya hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui
gejala metabolisme benih atau gejala pertumbuhan. Menguji viabilitas benih
bertujuan untuk mengetahui kemampuan benih tumbuh di lapang sebelum
ditanam (Sadjad 1972).
Ada dua jenis viabilitas benih yaitu viabilitas optimum dan viabilitas
suboptimum. Viabilitas optimum adalah kemampuan hidup benih untuk tumbuh
menjadi tanaman normal dan berproduksi normal pada kondisi lingkungan yang
optimum. Kondisi optimum bagi benih adalah bila air, oksigen dan cahaya
tersedia serta suhu di sekitar benih optimum (Qadir 1994).
Tolok ukur viabilitas benih potensial adalah daya berkecambah benih dan
berat kering kecambah normal. Pengujian daya berkecambah perlu dilakukan
karena suatu kelompok benih terdiri dari populasi individu benih, dimana masingmasing memiliki kemampuan sendiri untuk tumbuh menjadi tanaman dewasa
(Copeland & McDonald 1995). Daya berkecambah merupakan proporsi benih
yang tumbuh menjadi kecambah normal pada kondisi lingkungan yang optimum.
Peubah ini paling banyak digunakan dalam penilaian viabilitas benih (Qadir
1994).
Menurut Sadjad (1994) viabilitas benih dijabarkan dalam tiga periode.
Periode I adalah periode benih dibangun dimulai dari antesis hingga benih
mencapai viabilitas maksimum pada fase matang fisiologis. Periode II adalah
masa pemprosesan dan penyimpanan benih. Pada periode ini idealnya viabilitas
benih harus dapat dipertahankan pada viabilitas maksimumnya hingga pada
waktunya benih harus ditanam. Namun pada kenyataanya viabilitas benih
sesungguhnya mengalami penurunan. Periode III merupakan periode kritis dimana

6

benih sudah harus ditanam karena telah terjadi penurunan viabilitas walaupun
kondisi penyimpanan dilakukan secara ideal.
Benih merupakan benda hidup, yang di dalamnya terdapat berbagai
komponen kimiawi seperti karbohidrat, lemak, protein, air, dan substansi lain
(Sudjindro 1994). Menurut Copeland dan McDonald (1995), secara kimia di
dalam benih berisi cadangan makanan dan substansi yang berpengaruh terhadap
perkecambahan benih.
Masuknya air dan oksigen ke dalam benih tidak selalu diikuti oleh proses
pertumbuhan. Perombakan bahan cadangan dapat terjadi tetapi energi yang
dihasilkan tidak dimanfaatkan untuk proses translokasi sintesa melainkan
terbuang sia-sia sehingga terjadi kemunduran benih dalam kurun waktu
penyimpanan (Sadjad 1994).

Kemunduran Benih

Kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologi benih yang dapat
menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih baik fisik, fisiologis maupun
biokimia (Sadjad 1972; Kapoor et al. 2011) yang dapat menurunkan viabilitas
(Sadjad 1972; Kapoor et al. 2011), vigor (Kapoor et al. 2011), kapasitas hidup,
kekuatan tumbuh dan daya berkecambah yang akhirnya benih menjadi mati
(Sadjad 1972).
Benih dengan tingkat kemunduran masing-masing dapat dicerminkan dari
nilai uji viabilitas (Sadjad 1972). Salah satu kriteria terjadinya kemunduran yang
telah diakui secara luas adalah menurunnya daya berkecambah (Kapoor et al.
2011).
Kecepatan kemunduran dipengaruhi oleh kadar air dan suhu selama
penyimpanan, peningkatan kadar air dan suhu dapat mempercepat proses
kemunduran benih (Kapoor et al. 2011).
Ada beberapa teori yang menyebabkan kemunduran benih. Bewley (1986)
meyebutkan kemunduran benih terjadi akibat perubahan komposisi kimia dan
perubahan/kerusakan membran sel. Bewley (1986) dan Gholami dan Golpayegani

7

(2011) menerangkan bahwa kerusakan membran sel adalah salah satu penyebab
dari kemunduran benih.
Membran sel terdiri dari lipid bilayer (fosfolipid) yang mengandung protein.
Sangat banyak asam lemak yang tergabung pada struktur lipid membran yaitu
asam lemak jenuh (palmitat dan stearat) dan asam lemak tak jenuh (oleat, linoleat,
linolenat). Lipid bilayer berfungsi sebagai penyangga seluruh proses keluar
masuknya material dari dalam maupun keluar sel (Bewley 1986).
Benih yang memiliki kadar air tinggi, diatas 14%, akan mengalami
peroksidasi lemak akibat aktifitas enzim lipoksigenase dan menghasilkan radikal
bebas. Radikal bebas akan merusak lemak membran sehingga permeabilitasnya
meningkat. Peningkatan permeabilitas tersebut erat hubungannya dengan
kemunduran benih. Selain itu pada kadar air yang tinggi pospolipid akan
mengalami hidrolisis yang menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas.
Akumulasi asam lemak bebas yang terus-menerus mengakibatkan penurunan pH
seluler, lebih lanjut akan merusak enzim dan menurunkan aktifitasnya (Copeland
dan McDonald 1995).
Radikal bebas yang terbentuk akibat peroksidasi lemak tidak hanya
menyerang komponen lemak membran, tetapi juga menyerang struktur protein
benih (Copeland dan McDonald 1995). Robert (1972) juga menyatakan bahwa
penurunan viabilitas disebabkan adanya denaturasi protein yang terjadi pada asam
nukleat yang dapat menyebabkan kerusakan inti sel sehingga mempengaruhi
fungsi sel secara menyeluruh. Selain itu terjadi juga denaturasi lipoprotein
membran yang menyebabkan menurunya integritas membran, serta rusaknya
protein enzim yang menyebabkan menurunya reaksi biologis pada saat benih
dikecambahkan.
Kapoor et al. (2011) mengatakan bahwa protein merupakan salah satu faktor
penting yang mempengaruhi kemunduran benih. Dari beberapa varietas padi yang
diamati selama kemunduran buatan selama 96 jam, dilaporkan bahwa terjadi
penurunan daya berkecambah yang juga diikuti oleh penurunan kandungan
protein terlarut walaupun penurunannya tidak signifikan.

8

Pengusangan Cepat (Rapid Aging)

Sadjad (1972) menyebutkan rapid aging methode digunakan dalam
mengukur daya simpan benih dengan memberikan kondisi suhu dan kelembaban
yang tinggi kepada benih untuk terjadi proses kemunduran secara buatan.
Kecepatan kehilangan vigor selama penyimpanan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti suhu, kelembaban dan konsentrasi O2 atau CO2. Harington
(1972) menyebutkan bahwa setiap penurunan kadar air 1% atau penurunan suhu 5
o

C dari kondisi penyimpanan normal dapat memperpanjang masa simpan benih

menjadi duakalinya.
Gholami dan Golpayegani (2011) mengasumsikan bahwa benih mengalami
kemunduran 500 kali lebih cepat pada suhu 40 oC dengan kadar air 18% bila
dibandingkan pada kondisi suhu 20 oC dengan kadar air 8%. Oleh karena itu
pengusangan cepat dapat dikembangkan sebagai suatu teknik pengusangan
tersendiri. Untuk mempelajari perubahan fisiologi dan biokimia yang terjadi pada
kemunduran

benih,

pengusangan

cepat

telah

banyak

digunakan.

Pada

pengusangan cepat, benih mengalami kemunduran dengan sendirinya dengan
penggunaan kelembaban dan suhu tinggi (> 90%, ≥ 40 ºC).
Kapoor et al. (2011) melaporkan bahwa penggunaan pengusangan cepat 45
o

C dan RH 100% pada padi selama 96 jam memperlihatkan adanya penurunan

daya berkecambah, kandungan gula, dan kadar protein terlarut serta peningkatan
kadar air benih. Sementara itu dengan perlakuan yang sama selama 5 hari
Gholami

dan

Golpayegani

(2011) melaporkan terjadi penurunan

daya

berkecambah dan penurunan aktifitas peroxidase serta peningkatan kadar asam
lemak bebas dan kebocoran ion.
Das et al. (2010) melakukan penelitian terhadap benih padi dengan
penyimpanan pada suhu 45

o

C dan RH 100% selama 15 hari, dan

membandingkannya dengan benih padi yang disimpan pada kondisi ruang. Dari
hasil penelitiannya terjadi penurunan terhadap daya berkecambah, kandungan
protein, dan pati serta terjadi peningkatan terhadap kebocoran ion dan kandungan
gula.

9

Dari data hasil penelitian yang dilakukan oleh Cutrisni (2011) yang
melakukan pengusangan cepat menggunakan suhu 45 oC dan RH 100% terhadap 2
varietas dan 3 genotipe padi sawah dapat ditentukan hubungan antara lama waktu
pengusangan dengan rata-rata daya berkecambah benih yang memenuhi
persamaan :
DB = 0.0008056t2 - 0.714t + 87.11
dimana DB adalah daya berkecambah (%) dan t adalah lama waktu pengusangan
(jam)
Komposisi Benih Padi

Benih padi terdiri dari beras dan sekam. Bagian beras terdiri dari 90.490.6% endosperm, 0.8 – 1.1 embrio%, 2.0-2.1% skutellum, serta perikarp, testa,
dan aleuron 6.5%. Komposisi kimia utama beras pecah kulit adalah karbohidrat
disamping senyawa-senyawa lain seperti protein, lemak, abu dan serat kasar
(Saenong et a.l 1989). Komposisi kimia beras dapat dilihat pada Tabel 1.
Sementara sekam menempati 18-28% dari benih (Juliano 1972) dengan komposisi
seperti
Tabel 2.
Tabel 1 Komposisi kimia beras pecah kulit (brown rice)
Komponen
Persentase
Karbohidrat
84.83
Protein
9.78
Lemak
2.20
Abu (mineral)
2.09
Serat Kasar
1.10
Sumber : Leonard dan Martin (1963)

Dinding sel dari perikarp tebalnya sekitar 2 mikron yang terdiri atas protein,
hemiselulosa, dan selulosa. Endosperm dan embrio diselubungi oleh lapisan
aleuron. Dinding sel aleuron juga terdiri atas protein, hemiselulosa, dan selulosa.
Protein pada benih padi terdiri atas protein albumin, globulin, prolamin, dan
glutelin. Fraksi protein terbanyak adalah glutelin yang memiliki sifat tidak larut
dalam air (Saenong et al. 1989).

10

Pada umumnya asam lemak pada biji-bijian didominasi oleh asam lemak
tidak jenuh yang dapat menyebabkan kerusakan selama penyimpanan. Komposisi
asam lemak pada beras pecah kulit disajikan pada Tabel 3. Oleat, linoleat, dan
linolenat adalah golongan asam lemak tidak jenuh. Oleat dan linolenat menempati
jumlah terbesar dari asam lemak yang ada pada benih padi yang merupakan
penyebab kemunduran benih padi dengan adanya aktifitas enzim lipoksigenase
(Saenong et al. 1989).
Tabel 2 Komposisi kimia sekam padi
Komponen
SiO2
CaO
MgO
Na2O
K2O
Fe2O3
P2O5
Al dan MnO

Persentase
94.23
1.27
0.23
0.78
2.13
0.51
0.53
Tidak terukur

Sumber: Grist (1975)

Sepertiga dari total lemak berada pada embrio. Fraksi fosfilipid sebagai
lemak penyusun membran sel bervariasi antara 3% - 12% dari total lemak (Juliano
1972).

Tabel 3 Komposisi asam lemak pada beras pecah kulit (%)
Total Lemak
Phospolipid
Asam Lemak
(Lugay dan Juliano) (Yasumatsu dan Morotaka)
Laurat
Tidak terukur
0.0
0.0
Meristat
0.4
0.5
0.7
Palmitat
20.3
19.8
20.7
Palmitoleat
0.2
0.0
0.0
Stearat
1.6
0.5
0.7
Oleat
41.3
33.9
34.4
Linoleat
34.6
44.2
40.4
Linolenat
1.0
1.2
3.2
Arakhidat
0.6
0.0
0.0
Sumber: Juliano (1972)

11

Near Infrared Spectroscopy

Near Infrared merupakan gelombang elektromagnetik di antara gelombang
tampak dan gelombang infrared dengan kisaran panjang gelombang antara 750 2600 nm (Murray & Williams 1990).
Semua bahan organik terdiri dari atom-atom, terutama karbon, oksigen,
hidrogen, nitrogen, pospor dan sulfur. Atom-atom tersebut terikat secara kovalen
dan elektrovalen membentuk molekul. Ketika molekul-molekul tersebut mendapat
energi radiasi dari luar, maka molekul-molekul tersebut mengalami perubahan
energi potensial. Molekul-molekul akan bergetar pada frekuensi yang sebanding
dengan panjang gelombang tertentu pada zona infrared. Analisis spektra Near
Infrared Reflectance (NIR) merupakan suatu metode yang menggunakan dan
menginterpretasikan getaran-getaran

tersebut kepada prosedur analisis yang

sederhana, cepat dan tidak menimbulkan limbah (Murray & Williams 1990).
Spektrum pantulan NIR dihasilkan karena ada korespondensi dengan
frekuensi vibrasi dari molekul-molekul yang ada dalam bahan organik yang
bersifat spesifik, sedangkan yang tidak berkorespondensi tidak memantulkan
gelombang infrared (Osborne et al. 1993).
Muray dan Williams (1990) menerangkan bahwa radiasi elektromagnetik
dapat diekspresikan dalam batasan-batasan seperti frekuensi (f), panjang
gelombang ( ), dan jumlah gelombang (v1). Frekuensi dinyatakan dalam satuan
seperdetik yang menunjukkan jumlah gelombang secara lengkap yang terjadi
dalam satu unit waktu. Panjang gelombang adalah jarak dalam mikrometer atau
nanometer antara titik yang ekivalen pada gelombang secara berturut-turut.
Sedangkan jumlah gelombang adalah banyaknya gelombang dalam tiap satu
sentimeter rentetan gelombang yang ditulis sebagai resiprokal sentimeter.
Hubungan ketiga parameter tersebut dijelaskan sebagai berikut:
f = c………………………..……………………………………………(1)
v1 = 1/ ………………………………………………………...…………(2)
dimana:

f = frekuensi dalam siklus per detik (Hertz, Hz)
= panjang gelombang (m)
c = kecepatan cahaya (2,998x1010 cm/detik)

12

Untuk mempermudah dalam NIR spektroskopi frekuensi dinyatakan dalam
panjang gelombang dengan formula
(nm) = 10,000,000 / v1 (cm-1)………………………………………….(3)
Perbandingan antara intensitas energi datang (I) dengan energi yag terjadi
pada bahan (Io ) disebut transmittance (T)
T= I/Io……………………………………………………………………(4)
Berdasarkan hukum Beer/Lambert, jumlah intensitas yang diserap oleh
bahan atau absorbance (A)
Log10 (Io/I) = log10 (I/T) = kcl = A………………………………………(5)
Saat radiasi mengenai partikel-partikel sampel maka radiasi dipantulkan,
diserap atau diteruskan. Nilai yang terukur berupa nilai radiasi pantulan (reflektan,
R) yang dapat ditransformasikan kedalam radiasi yang diserap (absorban) dengan
persamaan:
A= log10 (1/R)……………………………………………………………(6)
Komponen utama dari substansi organik adalah protein, karbohidrat, lemak,
air, mineral dan vitamin (Murray dan Williams 1990). Jordon menyatakan bahwa
NIR diaplikasikan untuk bahan bahan organik yang kaya dengan ikatan O-H
(seperti kadar air, karbohidrat, dan lemak), ikatan C-H (seperti bahan-bahan
organik turunan minyak bumi), dan ikatan N-H (seperti protein dan asam amino)
(Ruiz 2001). Beberapa panjang gelombang yang berhubungan dengan protein
disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Panjang gelombang yang berhubungan dengan protein
Ikatan atom yang berasosiasi dengan Protein
Kombinasi ikatan atom : N-H bend 2nd overtone; Kombinasi CH stretch/C-O stretch; Kombinasi C=O stretch/N-H plane/C-N
stretch
C=O carbonyl stretch 2nd overtone dari amida primer (Amida I)
C-H stretch aromatik 1st overtone
N-H stretch 1st overtone
N-H stretch 2nd overtone
Sumber: Workman (2001)

Panjang
Gelombang

2148-2200 nm
2030-2080 nm
1620-1700 nm
1480-1550 nm
975-1015 nm

13

Pendugaan Viabilitas Benih Menggunakan NIR

Aplikasi Near inrfrared telah banyak digunakan dalam bidang petanian.
NIR dapat digunakan untuk mengklasifikasikan sampel benih dalam bentuk bulk
maupun tunggal. Dalam spektra NIR juga mengandung informasi mengenai
karakter fisik benih seperti berat, ukuran dan bulk density. Selain itu NIR dapat
mengklasifikasikan viabilitas benih dalam kemunduran benih dan dapat
mengidentifikasi benih kosong. Selanjutnya NIR juga dapat digunakan dalam
membedakan beberapa varietas dari biji-bijian. Dalam perbenihan NIR juga dapat
digunakan dalam mengkuantifikasi kadar air dan kandungan kimia seperti protein
dan minyak (lemak). Penggunaan NIR juga telah mengarah kepada pembuatan
alat sortasi berdasarkan pada perbedaan karakteristik benih (Lestander 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Soltani (2003) menyimpulkan bahwa benih
beechnuts (Fagus orientalis) viabel dapat dibedakan dari benih non-viabel dengan
menggunakan NIR yang dianalisa dengan PLS dan menunjukkan error yang
rendah. Pada benih viabel ditemukan bahwa terdapat kandungan protein yang
lebih tinggi dari yang tidak viabel karakteristik ini ditunjukkan oleh puncak
gelombang pada 1722 nm dan 2110 nm.
Olesen et al. (2011) telah melakukan penelitian penggunaan NIR dalam
penentuan viabilitas benih bayam (Spinacia oleracea L.) secara individu dengan
menggunakan extended canonical variates analysis (ECVA). Dari hasil
penelitiannya lemak berperan dalam pengusangan dan perkecambahan. Pada
Pengusangan cepat lipid peroksidasi menyebabkan kerusakan pada membran sel
dan berkontribusi dalam penurunan viabilitas benih. Perubahan kimia tersebut
menyebabkan pemisahan yang jelas antara benih yang diusangkan dengan benih
yang tidak diusangkan. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan dalam
penyerapan golombang pada struktur CH2, CH3 and HC=CH yang merupakan
gugus penyusun lemak. Bentuk puncak yang muncul hampir sama tetapi intensitas
gelombang penyerapannya berbeda pada panjang gelombang 1350 nm. Error yang
terjadi pada pengklasifikasian benih viabel dan tidak viabel berkisar antara 1.7% 10.5%. Dari hasil penelitan ini menunjukkan bahwa NIR berpotensi sebagai
metode untuk menduga viabilitas benih

14

Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki
karakteristik seperti jaringan saraf biologis. Jaringan saraf yang saling
berhubungan ini memiliki kemampuan untuk merespon setiap masukan yang
diberikan dan dapat mempelajari, mengadaptasi setiap kondisi lingkungan yang
diberikan (Peterson 1995).
Fungsi utama dari saraf biologi adalah menghasilkan keluaran berdasarkan
jumlah dari perkalian sinyal antar neuron dengan karateristik fungsi pseudostep.
Fungsi kedua neuron adalah untuk mengubah laju transmisi pada sinapsis untuk
optimasi jaringan secara keseluruhan. Model jaringan saraf tiruan menirukan
perkalian input-input dan satu output, penggantian fungsi hubungan input-output
dan pembobot sinapsis yang adaptif (Takagi 1997).
JST pada dasarnya digunakan untuk model yang tidak linear, JST sangat
baik digunakan sebagai alat untuk melakukan analisa karena mempunyai
algoritma yang fleksibel, bisa dilatih dengan cepat dan toleran terhadap error
yang besar. Berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh JST membuat permodelan
ini banyak digunakan dalam berbagai aplikasi (Mardison 2010).
Cara kerja JST adalah dengan menjumlahkan seluruh masukan setelah
diberi suatu pembobot dan memasukan hasil penjumlahan ini dalam suatu fungsi
aktifasi yang berfungsi untuk mengubah suatu nilai yang tidak terbatas menjadi
nilai yang terbatas atau dikenal dengan fungsi pemampat. Untuk mendapatkan
kemampuan noda yang lebih tinggi maka dirangkaikan beberapa buah noda
mengikuti konfigurasi seri paralel membentuk JST. Noda-noda lapisan input tidak
melakukan perhitungan tapi hanya mendistribusikan masukan (Andrianyta 2006).
Aturan belajar dalam JST adalah untuk mengubah-ubah faktor pembobot
yang terdapat dalam JST tersebut dan merupakan serangkaian algoritma yang
dapat mengadaptasi/mengubah-ubah faktor pembobotnya sehingga memperoleh
bobot yang diinginkan (sesuai target yang ditentukan). Kemampuan JST terletak
pada nilai-nilai bobot interkoneksinya. Untuk memperoleh nilai bobot yang benar
JST dilatih berdasarkan suatu prosedur yang disebut training set (pelatihan).

15

Peterson (1995), mengklasifikasikan JST berdasarkan strategi pelatihan atas tiga
kelas yaitu:
1.