422
Volume 5, Nomor 3, Desember 2016
Jurnal RechtsVinding, Vol. 5 No. 3, Desember 2016, hlm. 421–438
Jurnal R ech
tsVinding BPHN
A. Pendahuluan
Salah satu
tujuan pemberantasan
indak pidana korupsi di Indonesia adalah pengembalian kerugian keuangan negara
1
demi kepeningan masyarakat dan menganisipasi
terjadinya berbagai krisis di berbagai bidang. Opimalisasi pengembalian kerugian keuangan
negara juga menjadi dasar dirumuskannya pemidanaan terhadap korporasi
2
Pelaku korupsi. Namun dalam prakiknya terdapat kendala
dalam usaha pengembalian kerugian keuangan negara melalui pemidanaan terhadap korporasi
Pelaku korupsi baik dari aspek substansi, struktur maupun kultur hukum.
Padahal idak sedikit perkara korupsi yang diinisiasi oleh pengurus korporasi yang
melakukan kegiatan korupif merugikan keuangan negara untuk dan atas nama serta
demi keuntungan korporasinya. Ironisnya penegak hukum idak sepenuhnya mampu
dan berhasil melakukan pemulihan kerugian
keuangan negara tersebut disebabkan adanya berbagai modus penghilangan jejak dan
penyembunyian aset hasil korupsi yang cukup susah untuk pembukian berikut masalah
pembukian dan eksekusinya.
Salah satu solusi dan mulai diperimbangkan penerapannya untuk opimalisasi pengembalian
kerugian negara yang diakibatkan oleh korupsi yang Pelakunya korporasi adalah pendekatan
restoraif jusice. Adanya pendekatan restoraif jusice ditandai dengan perubahan prinsip
pemberantasan korupsi dari primum remedium menjadi
ulimum remedium. Sarana sanksi pidana digunakan setelah sanksi lain berupa
administrasi atau perdata idak mampu secara efekif dan eisien menanggulangi kejahatan
korporasi beserta pemulihan kerugian keuangan negara yang diakibatkannya.
Melalui restoraif jusice diharapkan korporasi menjadi kooperaif mengembalikan
kerugian keuangan negara yang dikorupsinya tanpa harus menghadapi penuntutan di hadapan
persidangan. Apresiasi penerapan restoraif jusice memiliki kompensasi pengalihan
atau
penghapusan pertanggungjawaban
pidana. Perimbangan depenalisasi didukung dengan alasan rasional terkait stabilitas
ekonomi nasional, implikasi terhadap nasib buruh korporasi, dan dampak sosial akibat
pemidanaan korporasi yang justru lebih inggi dan fundamental konsekuensinyadapat
memanik munculnya krisis di berbagai bidang.
Pada dasarnya pendekatan restoraif jusice sudah dianut oleh instrumen hukum
internasional dan dijadikan salah satu solusi mengatasi kelemahan dari pendekatan
retribuif jusice.
3
Khusus untuk konvensi
1
Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kepentingan hukum yang hendak dilindungi adalah keuangan negara. Maksud dibentuknya norma hukum dalam tindak pidana korupsi adalah korporasi
mempunyai pertanggungjawaban pidana pada tindak pidana korupsi, agar uang negara yang telah dikorupsi dan disimpan dalam bentuk apapun, baik yang disimpan dalam bentuk kekayaan korproasi dapat kembali kepada
negara. Agus Rusianto, Tindak Pidana Pertanggungjawaban Pidana: Tinjauan Kritis Melalui Konsistensi antara Asas, Teori, dan Penerapannya.
Jakarta: Kencana, 2015, hlm. 252.
2
Korporasi merupakan subyek hukum yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang korporasi. Individulah yang memiliki kekuatan untuk membentuk, mengoperasikan, dan membubarkan sebuah
korporasi. Hifdzil Alim Dkk, Pemidanaan Korporasi Atas Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Pusat Kajian anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2013, hlm. 4.
3
Dalam United Nation Officer for Drug Control and Crime Prevention dalam Hendbook on Justice for Victim menjelaskan bahwa kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam konsep dan penerapan pendekatan retributif
telah memberikan dorongan untuk beralih kepada pendekatan restorative justice. Pendekatan restoratif justice
423
Restoraif Jusice dalam Pemidanaan Korporasi Pelaku Korupsi Demi Opimalisasi ... Budi Suhariyanto Volume 5, Nomor 3, Desember 2016
Jurnal R ech
tsVinding BPHN
internasionalpemberantasan korupsi yaitu United Naions Covenion Against Corrupion
UNCAC tahun 2003 sudah mencantumkan secara implisit dalam
aricle 26 Liability of Legal Persons yang membuka kemungkinan
pertanggungjawaban korporasi idak berupa sanksi pidana tetapi juga dapat diterapkan
sanksi di luar pidana yang efekif dan proporsional. Dinyatakan bahwa negara
Pihak wajib mengusahakan agar korporasi yang bertanggungjawab tersebut dikenakan
sanksi pidana atau non-pidana yang efekif, proporsional dan bersifat larangan, termasuk
sanksi keuangan. Kata sambung “atau” menjadi penanda bahwa pilihan penggunaan kebijakan
penegakan hukum pidana jadi bersifat ulimum remedium keika sanksi non pidana dianggap
idak dapat diandalkan. Dalam konteks ini dapat diarikan UNCAC mengarahkan negara
pihak untuk mendahulukan upaya penyelesaian denganpendekatan restoraif jusice dari pada
retribuif jusice dalam menangani perkara korporasi yang terlibat indak pidana korupsi.
Bagi Indonesia, sesungguhnya pendekatan restoraif jusice dalam perkara pidana sudah
mulai diakomodasi. Secara paradigmaik telah terjadi pergeseran dari penegakan hukum pidana
yang berlandaskan retribuif jusice menuju
kepada restoraif jusice. Akan tetapi pergeseran
paradigmaik dari retribuif jusice menuju kepada restoraif jusice ini idak mengenai
dan berlaku pada semuajenis perkara pidana. Baru perkara pidana anak, sistem peradilannya
sudah menganut dan mengedepankan
pendekatan restoraif jusice. Terhadap perkara
korupsi masih mengacu pada ketentuan bahwa pengembalian kerugian negara akibat korupsi
idak dapat menghapuskan pemidanaan. Bukan idak mungkin pendekatan restoraif
jusice dapat diperimbangkan keberlakuannya untuk perkara korupsi di kemudian hari.
Mengingat persoalan penegakan hukum pemberantasan korupsi terhadap korporasi
selalu mengalami kendala dan kesulitan sehingga alternaif solusi penerapan restoraif jusice demi
opimalisasi pengembalian kerugian keuangan negara dapat diakomodasi. Olehnya menarik
untuk dikaji dengan mengetengahkan beberapa permasalahan yaitu:Bagaimanakah eksistensi
sistem pemidanaan terhadap korporasi pelaku indak pidana korupsidi Indonesia? Apa saja
kendala dalam prakik pemidanaan korporasi Pelaku indak pidana korupsi di Indonesia? dan
Bagaimana landasan perimbangan penerapan restoraif jusice dalam pemidanaan korporasi
Pelaku korupsi sebagai upaya opimalisasi pengembalian kerugian keuangan negara
Indonesia?
B. Metode Peneliian