Keragaan produksi ternak domba prolifik

.
KERAGAAN PRODUKSI TERNAK DOMBA PROLlFlK

Oleh :

ISMETH INOUNU

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1996

PRODUCTION PERFORMANCE OF PROLIFIC SHEEP
ABSTRACT
Production and economic performance of ewes from three different
genotypes of prolificacy was evaluated from f 980 to 1993.
(Fed'FecJ'),

Non-carriers

carriers (FecJF~ecJ')and homozygotes (Fec.JFFecJF)for a gene


affecting prolificacy, averaged 1.I 9; 2.12 and 2.96 of ovulation rate, respectively.
This difference in turn resulted in variability of ewe productivity and management
level required for each genotype. Genotype and Management interaction effect
was significant source of variation of embryonic suwivd
at weaning
affected

(8s).

8s.

(DHE) and of litter weight

While parity did not significantly affect DHE but significantly

Ewe gestation gain (PKB) was negatively related to DHE, on the

contrary it was positively related to BS.

Phenotypic and genetic correfations


between weights at birth, at weaning, at mating and at lambing were generally
positive. This variability in the ewe production as a result of the differences in
genotype and management level practiced were economically evaluated. The
result shows that an increase of management practiced toward better
management was followed by an increase of ewe production (BS) per head.
However, these increases required higher input, which was expressed in the total
production cost.

Ewes with ~ e d ~ F e c J
genotype
+
gained the highest gross

margin if high level of management was practiced, followed by FecJFFec~F
genotype. On the low level of management, ewes carrying the F e d F gene did
not show their superiority since they gained lower gross margin compared with

the non-carrier ewes.


ISMETH INOUNU, Keragaan Produksi Ternak Domba Prolifik (dibawah
bimbingan Harimurti Martojo sebagai Ketua, Asikin Natasasmita, Ahmad Ansori
Mattjik. Subandriyo dan Tjeppy
Domba-domba dari

P.

D. Soedjana masingmasing sebagai anggota).
Jawa terkenal kerena kemampuannya untuk

rnenghasilkan anak banyak (prolifik).

Dengan jarak kelahiran delapan bulan,

maka dalam setahun domba-domba dari P.Jawa rnampu menghasilkan 2 ekor
anak per induk.
Di Stasiun Pemuliaan Balai PenelitianTernak di Cicadas, Kabupaten Bogor
dari tahun 1980 sampai dengan tahun 1990 telah dilakukan penelitian untuk
mencari penyebab tingginya angka keragamsn jumlah anak sekelahiran pada
domba-domba di P. Jawa. Batas atas jumlah anak sekelahiran ditentukan oleh

jumlah ovum yang diovulasikan oleh seekor betina.

Hasil-hasil sebelumnya

membuktikan bahwa sifat reproduksi ternak domba ini dipengaruhi oleh gen
tunggal FedF, yang bekeja secara aditif,

sehingga keragaman jumlah ovum

yang dilepaskan oleh seekor induk tergantung dari genotipe induk tersebut.
Kehadiran gen FecJf pada populasi dornba di Indonesia, mengakibatkan ternakternak ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:

ternak dengan genotipe

FecJFFedF(prolifikasi tinggi), ~ e c . J ~ ~ (prolifikasi
ed'
medium) dan Fed'FecJ'
(prolifikasi rendah). Hal ini mengakibatkan pula terjadinya variasi dalam jumlah
anak yang dilahirkan. Akibat adanya interaksi dengan lingkungan, ternyata gen
F e d Fini tidak saja berpengaruh pada jumlah ovulasi dan jumlah anak lahir; tetapi


juga secara tidak langsung terhadap bobot lahir, mortalitas, bobot sapih, dan
urnur kawin.

Dengan rnengetahui sifat-sifat reproduksi dan produksi sejak dini

akan dapat rnembantu dalam seleksi individu-individu calon bibit yang akan
dikernbangkan lebih lanjut, dan rnernpercepat pengeluaran ternak-ternak sisa
seleksi untuk digunakan sebagai ternak bakalan pada usaha penggernukan.
Penelitian ini bertujuan untuk rnengamati sifat reproduksi dan produksi
domba dengan prolifikasi rendah, sedang dan tinggi yang dikembangkan di Balai
Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor dan yang telah diidentifikasi sejak usia muda.
serta untuk rnengetahui kapan suatu genotipe tertentu berproduksi paling tinggi
dan pada lingkungan yang bagaimana produksi tinggi tersebut dicapai.
Selanjutnya rnengingat untuk rnencapai produksi tinggi tersebut diperlukan input
yang berbeda-beda pada masing-masing genotipe, rnaka penelitian ini juga
rnencari genotipe rnana yang paling rnenguntungkan ditinjau dari segi ekonorni.
Dari hasil penelitian ini dan dwi hasil pembahasan maka dapatlah ditarik
kesimputan sebagai berikut:
Rataan laju ovulasi (LO) adalah 1.96 buah per induk, keragarnannya

dipengaruhi oleh interaksi genotipe dan manajernen.

Induk-induk dengan

genotipe FecJFFecJFlebih responsif terhadap perubahan msnajemen.

Satu

duplikat gen F e d F dapat meningkatkan LO sebanyak 0.79-1. I buah tergantung
rnanajernen yang diterapkan. Kenaikan bobot badan induk sebanyak satu kg.
diiringi dengan kenaikan LO sebanyak 0.03 buah.
Keragarnan daya hidup ernbrio (DHE) dipengaruhi oleh interaksi genotipe
dan rnanajemen. Dengan rataan DHE sebesar 85.79'0, seperti pada hainya LO,

indukinduk dengan genotipe FecJFFec.JFlebih responsif terhadap perubahan
manajemen.

Peningkatan manajemen ke arah yang lebih baik menurunkan

angka DHE.


Hal ini erat kaitannya dengan kapasitas tampung uterus yang

terbatas pada angka 3.06 buahhnduk.
Rataan jumlah anak sekelahiran (JAS) yang didapatkan adalah sebesar
1.77 ekor per induk. Keragaman JAS dipengaruhi oieh genotipe dan interaksi
manajemen dengan paritas induk serta pertambahan bobot badan induk (PKB).
Kehadiran satu duplikat gen F e d Fdapat meningkatkan JAS sebanyak 0.8 ekor
per induk. Pada indukinduk yang baru pertama kali beranak dihasilkan JAS
5.5% lebih rendah dibandingkan induk-induk yang tefah beranak dua kali.

Peningkatan satu kg bobot badan induk (PKB) diikuti dengan meningkatnya JAS
sebanyak 0.04 ekor.
Rataan total bobot badan anak saat lahir (BL) adalah 3.43 kg. Keragaman
B L dipengaruhi oleh genotipe dan interaksi rnanajemen dengan paritas induk.
lndukinduk prirnipara (beranak pertama kali) menghasilkan E L lebih rendah
dibandingkan indukinduk yang tefah beranak dua kdi.
Rataan daya hidup anak prasapih (DHA) didapatkan sebesar 73.9396,
keragamannyadipengaruhi oleh interaksigenotipe dan manajemen, paritas induk
dan pertambahan bobot badan induk. Pada paritas pertarna induk mempunyai

DHA 11% lebih rendah dibandingkan pada paritas kedua. Kenaikan pertambahan
bobot badan induk sebesar 1 kg meningkatkan DHA sebesar 2.3 persen.
Keragaman totai bobot badan anak saat sapih

(6s)dipengaruhi oleh

interaksi genotipe dan manajemen, paritas induk dan pertambahan bobot badan

induk (PKB). Raban BS yang didapat adalah 13.12 kg.
Bobot badan betina saat kawin (BK) adalah 23.49 kg.

interaksi

manajemen dan genotipe di samping paritas induk mernpengaruhi keragarnan

BK. Bobot betina saat pertama kdi kawin adalah 20.55 kg. Flataan Bobot betina
saat beranak (BB) adalah 26.40 kg atau 11% lebih tinggi dibandingkan BK.
Bobot betina saat pertama kaIi beranak (88) adalah 24.41 kg. Keragarnan 85
dipengaruhi oleh interaksi rnanajemen dan paritas induk.
Makin dekatnya jarak umur antara sifat bobot badan yang diamati akan

diikuti dengan kian tingginya angka korelasi fenotipik. EL rnempunyai korelasi
fenotipik dan genotipik yang tinggi dengan BS.
Peningkatan manajernen ke arah yang lebih baik diikuti dengan
peningkatan produksi bobot sapih per induk, narnun demikian perbaikan
rnanajemen ini

menuntut

peningkatan input

meningkatnya total biaya produksi.

yang

tercerrnin dari

kian

Induk-induk dengan genotipe Fec~~FecJ'


menghasilkan rnarjin kotor paling tinggi apabila manajemen tinggi diterapkan,
disusul ofeh induk-induk dengan genotipe FecJFFecJF.Pada manajemen rendah
induk-induk karier gen ~ e o tidak
J ~ tampak keunggulannya karena rnernpunyai
rnarjin kotor yang lebih rendah dibandingkan induk-induk nonkarier.
Dari kesimpulan di atas dapatlah disarankan agar pernilihan induk-induk
untuk pengembangan usaha disesuaikan dengan kondisi rnanajernen yang akan
diterapkan dan genotipe induk yang akan dikernbangkan, karena masing-masing
genoitpe induk rnernerlukan input yang berbeda untuk mencapai hasil yang
optimum.

KERAGAAN PRODUKSI TERNAK DOMBA PROLlFlK

Oleh :

ISMETH lNOUNU

Disertasi sebagai salah satu syaat untuk
memperoleh gelar Doktor pada Program
Pascasarjana, lnstihrt Pertanisn Bogor


PROGRAM PASCASARJANA
fNSTlTUT PERTANIAN BOGOR
1996

Keragaan Produksi Temak Domba
Prolink
Narna Mahasiswa

lsmeth rnounu

Nomor Pokok

91513

1. Kornisi Pembimblng

4

Martolo

Ketua

Prof. Dr. Asikin Natasasrnita
Anggots

Dr. Ir. Subandrlvo. M.Sc.
Anggota
2. Ketua Bidang Keahiian

flmu Ternak

Tanggal Lulus: 12 September 1996.

Dr. lr. Ahmad Ansori Mattilk
Awgo-

\

Dr. Ir. T i e ~ p v0. ~gediana.M.Sc.
Anggota

ix

KATA PENGANTAR
Penelitian mengenai keragaan produksi dan ekonomi ternak domba pada
tiga genotipe berbeda dilakuksn dilokasi Cicadas dan Bogor yang merupakan
stasiun pemuliaan Wai Penelitian Ternak. Ciawi-Bagor. Penelitian ini bertujuan
untuk

mendapatkan

informasi

rnengenai

potensi

ternak

domba

yang

reproduksinya dipengaruhi oleh gen prolifik (gen F ~ c J ~dimana
),
sebagian ternak
dapat beranak banyak dan sebagian lagi beranak tunggal, serta kondisi fluktuasi
manajemen yang rnengakibatkan terjadinya perbedaan produktivitas ternak dari
masingmasing genotipe ternak.

Hal tersebut menjadi topik dari penulisan

disertasi ini.
Ide penulisan disertasi ini datang dari Prof. Dr. G.E.

Bradford dari

Universitas California Davis di Arnerika Serikat, yang juga sekaligus mensponsori
biaya kutiah penulis (melalui program kerjasarna "SR-CRSP) di Program
Pascasarjana IPB, sejak dari program S2 sarnpai program S3 saat ini. Untuk itu
penulis rnengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan materif maupun
moril, yang selama ini penulis rasakan.

Beliau dengan tidak bosan-bosannya

rnendorong penulis untuk melanjutkan studi sarnpai kejenjang akadernik yang
paling tinggi.
Seorang bapak pemuliaan yang tidak hanya rnernuliakanternak tetapi lebih
banyak mendidik manusia adalah Bapak Prof. Dr. Harirnurti Martojo. Beliaulah
yang menyambut penulis untuk hadir di Iingkungan IPB. Dimana pada lingkungan
tersebut penulis dididik.

Dengan prinsip adanya interaksi lingkungan dengan

X

kemampuan seseorang, walaupun penulis dalam keadaan patah semangat, beliau
mengarahkan penulis untuk dapat melanjutkan studi bahkan kejenjang yang tidak
pernah penulis irnpikan. Semoga yang Mahakuasa membaias segala kebaikan
beliau dan mernberi kekuatan kepada beliau untuk terus berkarya.
Penulisan disertasi ini diarahkan pula oleh Prof. Dr. Asikin Natasamita
sebagai seorang ahli dalarn bidang produksi ternak ruminansia kecil, beliaulah
yang mengarahkan penutisan desertasi ini sehingga bobot ilmiahnya semakin
terasa. Dr. A. A. Mattjik sangat berperan dalam pengarahan penulisan disertasi
ini terutarna dafam Mdang statistik. Dr. Subandriyo yang penulis kenal sejak
tahun 1981, membantu penulis tidak saja dari bidang pemuliaan tetapi juga dari
bidang statistik serta mernberi kemudahan untuk mendapatkan kepustakaan.
Penulisan ini menjadi lebih iengkap setelah Dr. T. D. Soedjana rnengarahkan
penulis untuk rnelakukan tinjauan ekonornis.

Untuk itu penulis mengucapkan

banyak terima kasih atas bimibingan dan saran dari Sapak-bapak sekalian.
Tanpa izin dari Bapak Kepala Balai Penelitian Ternak, tidaklah mungkin
penulis dapat melanjutkan studi di IPB ini, untuk itu penulis rnengucapkan terima
kasih atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan studi
ini.
Terirna kasih penulis sampaikan kepada teman-teman Ir. Bambang Setiadi

MS., Ir. Bess Tiesnamurti M.Sc., Ir. Atien Priyanti M.Sc., yang telah banyak
memberi saran dan kritik sehingga meningkatkan mutu ilmiah dari penulisan ini.

xi
Pada kesempatan ini penulis sarnpaikan juga terima kasih kepada kedua
orang tua penulis yang telah mendidik penulis untuk rnerangkak, berjalan dan
beriari, serta tidak putus-putusnya mendorong penulis untuk berdiri kembali
manakala penulis jatuh terpuruk.

Hanya yang Mahakuasalah yang dapat

memberi balasan kepadanya.
Kepada Nurhasanah Hidayafi, sebagai isteri yang mendampingi penulis
dalam kesulitan yang harus dilalui selama penulis rnenyelesaikan studi ini
diucapkan banyak terima kasih, juga kepada Aristogama dan Adiwicaksana
sernoga kalian dapat rnenyelesaikan studi kalian lebih baik dari penulis sebagai
bapaknya.
Akhir kata semoga karya tulis ini dapat menjadi bahan bacaan yang
berguna bagi mereka yang memeriukannya, serta sernoga dengan selesainya
studi penulis dijenjang akademik yang paling tinggi ini justru rnembuat penulis
semakin rendah hati dan lebih mengenal lagi akan kebesaran yang Mahakuasa
yang menciptakan langit dan bumi serta seisinya.

xii

Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 1 Januari 1955 sebagai anak
ketiga dari Bapak lsmu Athar dan Ibu 6. Zubaedah.

Penulis rnenyelesaikan

Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama serta Sekolah Menengah Atas di
Bandung.

Pada tahun 1980 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (UNPAD), juga di Bandung.

Di

Bandung pula penulis rnenikah dengan Ir. Nurhasanah Hidayati dan dikaruniai
dua orang anak lelaki, Aristogama yang lahir di Bogor pada bulan April 1982,
dan Adiwicaksana juga lahir di h g o r pada bulan September 1983. Penulis rnulai
bekerja sebagai pengajar tidak tetap go1 Ilb di Fakultas Peternakan UNPAD pada
tahun 1978.

Setelah meyelesaikan studinya di S1 penulis bekerja di Balai

Penelitian Ternak Ciawi, sejak tahun 1981 hingga saat ini.

Penulis mendapat

beasiswa dari "Small-Ruminant, Cotlaborative Research Support Project1*
Universitas California Davis dari Amerika Serikat pada tahun 1987 untuk
rnencapai gelar S2 di tPB, selanjutnya pada tahun 1991 penulis kembali
mendapatkan kesernpatan untuk rnelanjutkan studi kejenjang 53 di IPB Bogor
dengan sponsor yang sama.

xiii

DAFTAR I
S
1
Halaman
ix
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
RIWAYAT HIDUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xii
xiii
DAFTARlSl ........................................
DAFTARTABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xv
xix
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTARLAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xx
PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
Penemuan Gen Prolifik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
KeragaanReproduksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
Kondisi Ternak Untuk Pasar Non Tradisional dan Ekspor . . . . . . . 10
11
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bobot Lahir . . . . . . . . . . . . . .
17
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bobot Sapih . . . . . . . . . . . . .
19
Pertumbuhan Pasca Sapih . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
27
Analisis Ekonorni . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
MATERI DAN METODE . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
24
24
Lokasi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
24
Ternak ............................................
26
Perkawinan Ternak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kelahiran Anak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
27
28
Tatalaksana Pemeliharaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
29
Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
31
Metode Analisis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Ripitabilitas, Heritabilitas, Korelasi Fenotipik dan Genetik ........ 33
Metode Analisis Ekonomi
40
HASIL DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
49
Laju Ovulasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
49
55
Daya Hidup Embrio . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jumlah Anak seketahiran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
67
Bobot Lahir Total Per lnduk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
68
Daya Hidup Anak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
74
Bobot Sapih Total Per lnduk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
83
Bobot lnduk Pada Saat Kawin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
88
93
BobotBeranak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Ripitabilitas, Heritabilitas, Korelasi Fenotipik dan Korelasi Genetik . 98
98
Ripitabilitas dan Heritabilitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Uorelasi Fenotipik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
100
Korelasi Genetik
102
Fungsi Produksi
103
. . . . . . . . . 107
Biaya dan Penerirnaan

.
.
.

..............................

.

.

.*

.

xiv

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 114
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTARPUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 117
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
126

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

Teks
Domba-domba prolifik di dunia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Pertambahan bobot-badan harian (PBBH) pada domba Jawa dan
target untuk mencapai bobot ternak komersil

...............
Model dan peubah yang digunakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Peubah yang digunakan untuk menduga komponen peragam . .

Analisis Peragam Saudara tiri seinduk

...................

Jumlah konsumsi hijauan dan pakan tambahan pada tiga tipe
kefahiran dan tingkat manajemen berbeda selama satu periode
produksi (8 bulan) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Asumsi biaya dan penerimaan

.........................

Jumlah pengamatan (N), rataan kuadrat terkecil (LSM) dan salah
baku (SE) dari laju ovulasi (LO) pada tiga genotipe prolifikasi dan
manajemen yang berbeda . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Distribusi (46) anak kedalam kelompok genotipe berdasarkan
kelasifikasi pejantan d m induk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jumlah pengamatan (N), Rataan kuadrat terkecil
(LSM) dan Salah
baku (SE) dari daya hidup embryo (%) pada tiga genotipe prolifikasi
dengan manajemen yang berbeda . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Daya hidup embryo (DHE)berdasarkan taju owlasi (LO) induk dan
kapasitas tampung uterus (KTU)

.......................

Jumlah pengamatan (N),rataan kuadrat terkecil (LSM) dan salah
baku (SE) dari jumlah anak sekelahiran (JAS) dari tiga genotipe
yangberbeda . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

xvi
Jurnlah pengamatan (N), rataan kuadrat terkecil (LSM) dan salah
baku (SE) dari jurnlah anak sekelahiran (JAS) dari rnanajernen yang
berbeda . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jumlah pengamatan (N), rataan kuadrat terkecil (LSM) dan salah
baku (SE) dari jurnlah anak seketahiran (JAS) dornba pada
berbagai tingkat paritas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jurnlah pengarnatan (N), rataan kuadrat terkecil (LSM) dan safah
baku (SE) dari bobot lahir total (BL) pada tiga genotipe prolifikasi
berbeda

.........................................

Jurnlah pengarnatan (N), rataan kuadrat terkecil (LSM) dan salah
baku (SE) dari bobot lahir totaI (BL) pada rnanajernen berbeda . .
Jurnlah pengamatan (N), rataan kuadrat terkecil (LSM) dan salah
baku (SE) dari bobot lahir total (BL) domba pada berbagai tingkat
paritas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jurnlah pengarnatan (N), rataan kuadrat terkecil (LSM) dan salah
baku (SE) dari daya hidup anak (DHA) pada tiga genotipe prolifikasi
dan rnanajemen yang berbeda . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jumlah pengamatan (N), rataan kuadrat terkecil (LSM) dan salah
baku (SE) dari daya hidup anak (DHA) pada berbagai tingkat
pantas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jurnlah pengamatan (N),rataan kuadrat terkecil (LSM) dan salah
baku (SE) dari pertarnbahan bobot badan induk selama
kebuntingan (PKB) pada tiga genotipe prolifikasi dan rnanajernen
yangberbeda

.....................................

Persentase (96)total bobot lahir dari total produksi induk dari tiga
genotipe prolifikasi pada rnanajernen yang betbeda ..........
Jurnlah pengarnatan (N), rataan kuadrat terkecil (LSM) dan salah
baku (SE) dari bobot *h
total (BS) pada tiga genotipe prolifikasi
dan manajemen yang berbeda . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jurnlah pengarnatan (N), rataan kuadrat terkecil (LSM) dan salah
baku dari bobot sapih total (6s) pada berbagai tingkat paritas . .

65

Jurnlah pengamatan (N), rataan kuadrat terkecil (LSM) dan salah
baku (SE) dari bobot kawin (BK) pada tiga genotipe prolifikasi dan
manajemen yang berbeda . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jumlah pengamatan (N), rataan kuadrat terkecil (LSM) dan satah
baku (SE) dari bobot kawin (BK) berdasarkan paritas induk

....

Jurnlah pengamatan (N), rataan kuadrat terkecil (LSM) dan salah
baku dari bobot saat beranak (BB) pada paritas induk dan
manajernen yang berbeda . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Nilai dugaan ripitabilitas (r) dan heritabilitas (h2)untuk sifat-sifat laju
ovulasi (LO), daya hidup embrio (DHE), lama kebuntingan (LKB),
jumlah anak sekelahiran (JAS), bobot lahir total (BL), daya hidup
anak (DHA), bobot sapih total (BS), bobot kawin (BK) dan bobot
beranak (88) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Dugaan korelasi fenotipik (r,) antara bobot betina saat dilahirkan
(BL), bobot saat sapih (m),bobot saat kawin (BK) dan bobot saat
beranak (66) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Dugaan korelasi genetik (re) antara bobot betina saat dilahirkan
(BL), bobot saat sapih (BS), bobot saat kawin (BK) dan bobot saat
beranak (65). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Nitai koefisien dugaan parameter yang diperoleh dari fungsi
produksi pada tingkat rnanajernen rendah (MNJ-1)

..........

Nilai koefisien dugaan parameter yang diperoleh dari fungsi
produksi pada tingkat rnanajernen sedang (MNJ-2)

..........

Nilai koefisien dugaan parameter yang diperoleh dari fungsi
produksi pada tingkat rnanajemen tinggi (MNJ-3) . . . . . . . . . . . .
Estirnasi marjin kotor usaha ternak dornba tipe kelahiran tunggal
pada tiga tingkat rnanajernen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Estimasi marjin kotor usaha ternak domba tipe kelahiran kernbar
pada tiga tingkat manajemen ..........................
Estirnasi marjin kotor usaha ternak domba tipe kelahiran triplet pada
tiga tingkat rnanajernen ..............................

xviii

. .. ..

36.

Distribusi (96)tipe kelahiran berdasarkan genotipe ternak

37.

Majin kotor (Rp) berdasarkan genotipe induk dan tingkat
manajemen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

113
113

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman
Teks

1.

2.
3.
4.

Rataan laju ovulasi (LO) pada masing-masing genotipe dari bhun
1983-1993 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

49

Rataan daya hidup embrio {DHE) pada masing-masing genotipe
dari tahun 1983-1993 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

57

Rataan jumlah anak sekelahiran (JAS)
genotipe dari tahun 1981-1993

62

pada masing-masing

.........................
Distribusi (%) jumlah anak sekelahiran berdasarkan genotipe . . .

63

Rataan total bobot lahii per induk (BL) pada masing-masing
genotipe dari tahun 1981-1993

69

Rataan daya hidup anak pra-sapih per induk (DHA) pada masingmasing genotipe dari tahun 1981-3 993 . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

75

7.

Rataan total bobot sapih anak per induk (BS) pada masing-masing
genotipe dari tahun 1981-1993 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

a4

8.

Rataan bobot kawin induk (BK) pada masing-masing genotipe dari
tahun 1981-1993 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

88

Rataan bobot saat beranak (BB) pada masing-masing genotipe dari
tahun 1981-1993 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

94

Total bobot sapih per induk (kg) pada tiga manajemen (MNJ)
dengan tiga tipe kelahiran (TKL) berbeda . . . . . . . . . . . . . . . . .

104

Nisbah revenue-cost (WC)dari tiga tipe ketahiran pada manajemen
yangberbeda . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

111

5.

6.

9.
10.
11.

........................

Nomor

Hataman
Teks

1.

2.
3.
4.
5.

6.

7.
8.
9.

Jumlah pengamatan (N), Rataan nilai kuadrat terkecil (LSM) dan
Salah baku (SE) untuk Iaju ovulasi (LO). . . . . . . . . . . . . . . . . . .

126

Jumlah pengamatan (N), Rataan nilai kuadrat terkecil (LSM) dan
Salah baku (SE) untuk Daya hidup embrio (DHE) . . . . . . . . . . .

128

Jurnlah pengamatan (N), Rataan nilai kuadrat terkecil (LSM) dan
Sdah baku (SE) untuk Jumlah anak sekelahiran (JAS) . . . . . . .

330

Jumlah pengamatan (N), Rataan nilai kuadrat terkecil (LSM) dan
Salah baku (SE) untuk Bobot lahir total (BL) . . . . . . . . . . . . . . .

132

Jumlah pengamatan (N), Rataan nilai kuadrat terkecil (LSM) dan
Salah baku (SE) untuk Daya hidup anak (DHA)

134

Jumlah pengamatan (N), Rataan nilai kuadrat terkecil (LSM) dan
Salah baku (SE) untuk Bobot sapih total (9s). . . . . . . . . . . . . . .

136

Jumlah pengamatan (N), Rataan nilai kuadrat terkecil (LSM) dan
Saiah baku (SE) untuk Bobot kawin (BK) . . . . . . . . . . . . . . . . . .

138

Jumlah pengamatan (N). Rittaan nifai kuadrat terkecil fLSM) dan
Salah baku (SE) untuk Bobot beranak (66) . . . . . . . . . . . . . . .

140

Nilai usaha pembibitan dengan skala usaha 120 ekor induk
berdasarkan input-output per induk per periode

142

.............

.............

PENDAHULUAN

Domba-domba dari P. Jawa terkenal kerena kemampuannya untuk
menghasilkananak banyak (prolifik). Mason (1978) melaporkan prolifikasi domba
dari P. Jawa sebesar 170, 156 dan 136 persen. masing-masing untuk domba
Priangan, domba ekor gemuk dan domba lokal ekor tipis. Dilaporkan pula bahwa
ternak-ternak ini mampu untuk beranak sepanjang tahun. Denganjarak kelahiran
delapan butan, rnaka dalarn dua tahun seekor induk domba dari P. Jawa dengan
kelahiran tunggal mampu menghasilkan 3 ekor anak per induk atau 1.5 ekor anak
per induk per tahun.
Di Stasiun Pemuliaan Balai Penelitian Ternak. Cicadas. Kabupaten Bagor
dari tahun 1980 sampai dengan tahun 1990 telah dilakukan penelitian untuk
mencari penyebab tingginya angka keragaman jurnlah anak sekelahiran pada
domba-domba di P. Jawa.

Saat ini penelitian masih dilanjutkan di Stasiun

Penelitian Ternak, lokasi Bogor. Batas atas jumlah anak sekelahiran ditentukan
oleh jumlah ovum yang diovulasikan oieh seekor betina.

Hasil analisa data

membuktikan bahwa sifat reproduksi ternak domba ini dipengaruhi ofeh gen
tunggal FecJF, yang bekerja secara aditif, sehingga keragaman jumlah ovum
yang dilepaskan oleh seekor induk tergantung dari genotipe induk tersebut
(Bradford et a/.. 1991).
Kehadiran gen F e d F pada populasi domba di Indonesia, mengakibatkan
ternak-ternak ini dapat dibagi menjadi tiga kdompok yaitu:

ternak dengan

2
genotipe FecJF~ec.JF
(prolifikasi tinggi), FedFFecJ+ (profifikasi sedang) dan
FecJ'FecJ'

(prolifikasi rendah).

Hal ini rnengakibatkan pula terjadinya variasi

dalarn jurnlah anak yang dilahirkan. Akibat adanya interaksi dengan lingkungan,
ternyata gen F e d F ini tidak saja berpengaruh pada jurnlah ovulasi dan jurnlah
anak lahir; tetapi juga secara tidak langsung terhadap bobot tahir, mortalitas,
bobot sapih, dan umur kawin.

Dengan rnengetahui sifat-sifat reproduksi dan

produksi sejak dini akan dapat rnernbantu dalarn seleksi individu-individu cdon
bibit yang akan dikernbangkan lebih fanjut, dan rnernpercepat pengeluaranternakternak sisa seleksi untuk dgunakan sebagai ternak bakalan pada usaha
penggernukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati sifat reproduksi dan produksi
dornba dengan prozifikasi rendah, sedang dan tinggi yang dikernbangkan di Balai
Penelitian Ternak. Ciawi Bogor dan yang telah diidentifikasi sejak usia rnuda,
serta untuk rnengetahui kapan suatu genotipe tertentu berproduksi paling tinggi
dan pada lingkungan yang bagairnana produksi tinggi tersebut dicapai.
Setanjutnya mengingat untuk mencapai produksi tinggi fersebut diperlukan input
yang berbeda-beda pada masing-masing genotipe, rnaka penelitian ini juga
mencari genotipe rnana yang paling menguntungkan ditinjau dari segi ekonomi.

TINJAUAN PUSTAKA

Penemuan Gen Prolifik
Dornba-domba di P. Jawa dikenal rnernpunyai sifat keragarnan jurnlah
anak sekelahiran yang tinggi.

Banyak betina rnernpunyai anak satu atau dua

ekor saja, tetapi frekuensi betina-betina yang mernpunyai anak 3, 4 clan 5 ekor
lebih tinggi dari yang diharapkan untuk suatu populasi dengan rataan jurnlah anak
sekelahiran sekitar dua ekor (Bradford et a/.,1984). Laporan-iaporan

dari

peternak di pedesaan menyatakan bahwa pada induk-induk tertentu cendemng
untuk mempunyai anak banyak secara berulang. Catatan produksi dornba dari
Balitnak mernperkuat adanya pola beranak yang dernikian.
Kernatian anak dari tipe kelahiran 3 atau lebih sangat tinggi (fnounu et al.,
1982), sehingga potensi keuntungan dari beiina dengan jurnlah anak banyak ini
tidak terlihat. Betina-betina yang rnerawat anak banyak membutuhkan tingkat
nutrisi yang sangat baik pada fase sebelum dan sesudah kelahiran dan juga
rnernerlukan perawatan serta perhatian yang lebih banyak, jika persentase anak
hidup yang tinggi ingin dicapai.

Apabila dalarn suatu kelompok ternak dapat

diprediksi jurnlah anak yang akan dilahirkan, hal tersebut akan sangat rnembantu
dalarn pengembangan rnanajernen yang efisien. Kelornpok ternak yang beranak
banyak akan lebih produktif pada kondisi pakan dan manajernen yang tinggi
sedangkan induk-induk beranak tunggal dapat beradaptasi pada kondisi pakan
yang buruk (Bradford, et a/.,1984).

ltulah sebabnya identifikasi ternak

4

berdasarkan jurnlah anak yang dilahirkannya menjadi sangat penting.
Pacia awalnya penelitian ternak domba di Bslitnak bertujuan untuk
mernpelajari potensi produksi ternak l o ~ 5 e s i terutarna
a
yang ada di
PJewa.

Vntuk itu pada tahun /=I

dibeli dornba d&

Garut Jawa Barat

-d

sebanyak 20 ekor betina dan 15 ekor pejantan, dari Sernarang Jawa Tengah 22
ekor betina dan 6 ekor pejantan, dan dari Grati Jawa Tirnur sebanyak 38 ekor
betina dan 5 ekor pqantan, sebagai tambahan terhadsp ternak yang telah ada
sejak tahun 1978 yaitu sebanyak 60 ekor betina dan 2 &or pejantan, yang
sebelurnnya juga dibeli dari daerah Garut, Jawa Barat.
Catatan produksi sampai tahun 1982&ri ternak-ternak yang dibeli tersebut
ditambah catatan produksi dari ternak-ternak yang tefah ada di Stasiun
Percobaan sejak tahun 1978, rnenunjukkan adanya pola beranak yang tetap.
yaitu ada beberapa induk yang beranak banyak secara berulang dan ada pula
bebwapa induk yang selalu beranak tunggal. Hasil ini rnenarik perhatian Prof.
Bradford dari U.C. Davis yang berkunjung ke Balitnak pada saat itu.

Beliau

meiihat ada kernungkinan reproduksi pada domba-domba ini dipengaruhi oleh gen
yang mirip dengan gen Booroola pada domba Booroola Merino.
kelanjutannya pada bulan April-&lei

Sebagai

1983 difakukan pengarnatan terhadap Iaju

ovulasi ternak-ternak ini dengan teknik laparoskopi, sebanyak dua kali.

Pada

saat itu jurnlah ternak yang tedibat adalah 90 ekor betina Garut. 37 ekor betina
Ekor Gernuk dari Grati beserfa I 3 ekor anaknya, dan 18 ekor betina dari
Semarang beserta 4 ekor anaknya. Dengan teknik laparoskopi ini betina-betina

5

tersebut diamati produksi sel telurnya (laju ovulasi) dengan cara menghitung
jumlah "corpus luteum (CL)" yang dihasilkannya.

Pengamatan sernentara

menunjukkan bahwa dari 744 ekor betina yang dapat diamati produksi sel
telurnya sebanyak dua kali, ada 97 ekor betina yang rnenghasilkan jumlah CL
yang sama banyaknya antara birahi yang pertama dengan birahi yang kedua.
Dari penelusuranlebih lanjut, ternyata betina dengan CL yang tinggi juga berasal
&ti

induk yang rnenghasilkan anak banyak, demikian pula betina dengan jurnlah

CL yang rendah berasal dari induk yang beranak sedikit. Berdasarkan hasit ini

Bradford ef a/.(1984) menduga adanya gen tipe Booroola yang mempengaruhi
laju ovutasi pada domba-domba E3ooroolaAAerino. Namun untuk membuktikannya
diperlukan tebih banyak data dan dengan garis keturunan yang jelas. Untuk itu
diiakukan perkawinan pada domba-dornba yang telah diiakukan klasifikasi
berdasarkan hasil laparoskopi (jumlah CL)dan catatan jumlah anak yang pernah
dilahirkannya. Pada tahap ini klasifikasi pada k i n a baru dilakukan dengan cara
rnengelompokkan betinabetina yang mempunyai laju ovulasi .rendah (12)dan
betina yang mempunyai laju ovulasi tinggi (23). Klasifikasi ini dilakukan pada
semua betina, baik yang berasal dari Garut, Semarang maupun yang berasai dari
Grati.

Perkawinan dilakukan dengan mengawinkan kedua kelompok betina

tersebut dengan kelornpok pejantan dari Garut. Sedangkan klasifikasi pejantan
dilakukan dengan memperhatikanjumlah anak dari betinaketurunannya, dan juga
dibeli beberapa pejantan lagi dari Garut dengan tipe kelahiran yang telah
diketahui (pejantan tipe kelahiran tunggal dan tipe kefahiran 4). Pengamatan taju

6

ovuiasi dengan teknik yang sama dilakukan dua kali Iagi.

Hasilnya lebih

menguatkan lagi dugaan akan adanya gen tunggal yang mempengaruhi
reproduktivitas pada domba-domba ini, dengan ripitabilitas untuk laju ovulasi
sebesar 0.80 d m untuk jurnlah anak sekelahiran 0.35 (Bradford et aL, 1986)
Pada tahun 1990 dalam suatu konferensi di Toulouse, Perancis, gen yang
mempengaruhi reproduktivitas pada domba dari Balitnak ini dinamakan gen
"Fecundity Javawatau disingkat gen Fed; selanjutnya untuk gen pembawa sifat
jumlah an& banyak diberi notasi gen FedF,sedangkan untuk gen pembawa sifat
jumlah anak sedikit diberi notasi gen Fed' (Elsen et a/.,1991).
Pada tahun 1993 Dr. J. Hetzel dari CSlRO Australia, tertarik untuk
mempetajari hubungan antara gen FecJ dengan gen FecB dari Booroola Merino,
sehingga dilakukanlah kerjasama penelitian untuk mencari metoda yang tepat
untuk mendeteksi gen F e d ini.

Hal ini dilakukan dengan cara mengawinkan

betina-betina dengan genotipe FecJ'FecJ* dengan pejantan FecJFFec4+dan
betina-betina dengan genotipe ~ e c J ~ F e cdengan
~+
pejantan FecJ'FecJ',
kemudian diambil contoh darah dari hasii perkawinan ini dan juga dari tetuanya.
Penentuan genotipe keturunannyadilakukan dengan teknik laparoskopi sebanyak
empat kali, dengan kriteria yang sama seperti yang diajukan oleh Bradford ef a/.
(1991). Hasil sementara dari analisis DNA dengan menggunakan metode yang

sama seperti yang dilakukan pada gen FecB, didapatkan adanya keterkaitan
antara penciri OarHH55 dengan FecJF, seperti halnya pada gen FecB
(Punwadaria et

&.,

1995).

Sampai saat ini penefitian ini masih berfangsung,

7
dalam tahap penyempurnaan metode yang tepat untuk mendeteksi gen F e d .
Apabila metode ini telah berhasil dengan baik maka untuk mendeteksi pqantan
karier gen FedFakan dapat dilakukan dengan mudah.

Keragaan Reproduksl
Batas atas keragaan reproduksi adalah jumlah sel telur yang dihasilkan
oleh seekor induk per satu siklus birahi, yang diamati dengan cara menghitung
jumlah "corpus luteum" (badan kuning) dari kedua indung tetur pada hari ke S t 0
setelah birahi.

Faktor lingkungan merupakan faktor pendukung apakah batas

atas tersebut dapat dicapai.

Laju 0 W I ~ S dan
I * JumIah Anak Sskelahlran:

Laju ovulasi adatah rataan

jumlah sel tdur yang dihasilkan oleh seekor induk setiap siklus birahi. Di dunia
ini ada beberapa bangsa domba yang sangat prolifik, ditandai dengan laju owlasi
dan jumlah anak sekelahiran yang tinggi.

8
Domba-domba proiifik di dunia'

'Tabel 1 .

I

Bangsa

Laju Ovulasi

Jumlah anak
sekelahiran

Rataan

Kisaran

Rataan

Kisaran

Finnsheep

3.5

1-9

2.6

1-7

Romanov

3.4

1-7

1-5

D'Man

2.8

1 -8

Booroola Merino

4.2

1-1 1

3-6
1-7

Cambridge

4.0

1-13

2.6
2.1
2.5
2.6

Priangan2

2.1

1 3

1.8

1-5

1 -8

1: Bindon dan Piper (1986).

i!. Bradford el a/.(1986).
Dari sekian banyak bangsa-bangsa dornba yang prolifik ini baru domba
Booroola Merino dan

Domba Jawa (Priangan. Ekor Gemuk, dan lokal dari

Semarang) yang telah diteliti secara intensif penyebab tingginya laju ovulasi ini.
Pada dornba Booroola Merino dan DombaJawa, temyata ada gen tunggal.
masing-masing gen

FecB dan

nlempengaruhi la@ ovulasi.
memudahkan kita untuk

gen

F e d F secara berturut-turut, yang

Penemuan akan adanya gen tunggal ini

rneningkatkan penanganan ternak.

Sehingga

perneliharan ternak dapat dilakukan berdasarkan genotipenya. Hal ini penting
karena pada ternak-ternak dengan prolifikasi tinggi diperlukan banyak pakan
tambahan untuk meningkatkan daya hidup anak.

Apabila jurnlah pakan yang

siima diberikan pada domba non-karier, ha1 ini merupakan pernborosan yang
akan menurunkan keuntungan.
Dari beberapa pubtikasi (Hohenboken dan Clarke. 1981; Bradford, 1985)

9

diketahui bahwa peningkatan jumlah anak sekelahiran secara ekonomis
menguntungkan dibandingkan induk yang menghasitkan satu ekor anak saja
setiap kelahirannya. Bindon et at. (1984)mefaporkan bahwa kenaikan jumlah
anak saat lahir 0.77 ekor per induk beranak, menghasilkan kelebihan keuntungan
sebesar 24%.

Hal ini disebabkan total bobot liter anak saat sapih lebih tinggi

pada induk yang beranak kembar dibandingkan induk yang beranak tunggat.
lnounu et d.(I993)melaporkan bahwa rataan bobot sapih dari induk yang
melahirkan tunggal, kembar dua dan tiga addah sebesar 10.5. 12.3dan 13.1 kg
per induk secara berturut-turut pada kondisi lingkungan yang normal.

Hal ini

belum memperfihatkan keunggulan dari induk-induk yang beranak kembar &lam
produksi anak sampai disapih. Namun, dengan peningkatan kondisi lingkungan
(peningkatan kualitas dan kuantitas pakan), bobot sapih tersebut meningkat
secara berturut-turut menjadi 15.2, 20.1 dan 24.4 kg per induk yang beranak
tunggal, kembar 2 dan 3. Pada kondisi dernikian baru terlihat keistirnewaan dari
induk-induk yang beranak banyak. Namun, keistimewaan dari domba Indonesia
tersebut belum banyak dipelajari dari segi ekonomi, sehingga belum merangsang
pengusaha untuk bergerak dalarn bidang usaha ternak domba.

Penyebab lain

adalah rendahnya harga karkas, karena kuatitas karkas masih di bawah kualitas
karkas domba irnpor. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot
badan dan kualitas karkas pada ternak domba adalah faktor genetik.
Untuk menangani ha1 tersebut di atas telah dilakukan persilangan betina
lokal dengan pejantan t i p besar (St. Croix) untuk mendapatkan bobot serta

10
kualitas karkas yang tinggi sekaligus dengan jumlah anak yang banyak (Inounu
et al.. 1995).

Kondlsi Temaic Untuk Pasar Non-Tradislonal Dan Ekspor
Pada Tabel 2 di bawah ini terlihat pertumbuhan domba Jawa (Inounu et

al., 1993) dan target pertumbuhan untuk mencapai bobot ternak yang secara
komersil diterima di pasar non-tradisional dan ekspor. Pada pasaran tersebut
yang dikehendaki adalah ternak domba dengan bobot badan 35 kg.
Tabef 2.

Pertambahan bobot badan harian (PBBH) pada domba Jawa dan
target untuk rnencapai bobot ternak kornersil.
Karakter

Tipe Kebahiran
Tunggal

Kernbar

Triplet

Bobot Lahir' (Kg):

2.60

1.83

1.43

Bobot Sapih' (Kg):

15.20

10.50

8.1 0

140

96

74

35

35

35

108

1 34

147

PBBH 0-3 bulan' (g):
Standar Bobot jual, 9 bulan (Kg):

ITarget PBBH 3-9 bulan (9):

umber:

lnounu et at. (1993). Bobot sapih pada umur 3 bulan.

Dari Tabei 2 di atas jelas terlihat bahwa untuk ternak-ternak yang
dilahirkan tunggal, tidak ada hambatan untuk mencapai target produksi tersebut,
karena pertambahan bobot badan harian (PBBH) sebesar itu banyak dilaporkan.

Masdah mulai timbul jika ternak dilahirkan lebih dari satu ekor per induk, karena

11

pertumbuhan sebesar 134 dan 147 glhari untuk ternak kembar dan ternak triplet
akan sukar dicapai.

Kalaupun dapat dicapai dengan pemberian pakan yang

bermutu tinggi akan sangat tidak ekonomis. Salah satu cara untuk pemecahan
masalah yang telah dilakukan adalah dengan mernperbaikimutu genetiknya, yaitu
dengan cross breeding (terminal sire).

Faktor-faktor Yang Wmpengaruhi Bobot Lahir
Hansard dan Berry (1969) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi bobot lahir seekor ternak adalah: intra-uterin (lingkungan fetus),
genotip induk, lingkungan induk, genotip anak, paritas, nutrisi, jenis kelamin, dan
umur induk.

Faknor in-utetfn

(lingkungan fetus>

Pada spesies pofytocous (beranak

banyak dafam satu kelahiran), peningkatan jumlah anak sekelahiran diiringi
dengan menurunnya laju pertumbuhan prenatal karena variasi dalam fungsi
plasenta dan lamanya kebuntingan. Keterlambatan pertumbuhan fetus pada
ternak yang berasal dari jumlah anak sekelahiran yang banyak semakin jelas
dengan bertambahnya umur kebuntingan. Untuk beberapaalasan yang tak jelas.
pengaruh jumlah anak sekelahiran pada bobot fetus tebih terfihat pada hewan
rodensia laboratorium dibandingkan pada babi. Lambatnya pertumbuhan prenatal tidak disebabkan ofeh pengaruh mekanik dari banyaknya fetus dalam satu
tanduk uterin (uterine horn), tetapi mungkin disebabkan oleh terbatasnya pasokan

12
gizi darah dari induk.

Namun, peningkatan konsumsi kalori pada induk tidak

mengakibatkan peningkatan yang nyata pada bobot fetus di atas batas normal
yang disebabkan oleh genotip fetus.
Pada tahap awal dari perkembangan fetus, pasokan nutrisi selalu cukup.
tetapi kemudian, saat fetus rnenjadi lebih besar dan tumbuh setiap hari, nutrisi
merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi pertumbuhan.

Secara

umum dapat dikatakan bahwa jumlah pasokan darah induk dengan semua
kandungan gizinya yang

mencapai fetus

inilah yang

menentukan laju

pertumbuhan fetus. Setelah lahir, bila makanan cukup, pengaruh genetik dari
bapak mulai tampak perannya, tetapi pada saat yang sama, karena lambatnya
laju pertumbuhan pada tahap akhir kebuntingan, nafsu makan akan diatur pada
tingkat yang sesuai dengan ukuran dan laju pertumbuhan seperti sebelum lahir
saat pusat nafsu makan (appetite centre) di hypothalamus sedang dikembangkan
(Widdowson dan McCane, 1975) dikutip oleh Widdowson (1980).
Plasenta adalah tempat fetus tumbuh dan berkembang sebelum
kelahirannya. Plasenta sering dihubungkan sebagai organ fetus. Karena semua
gizi yang rnencapai fetus diangkut oleh plasenta, sering diasumsikan bahwa
pertumbuhan prenatal ditentukan oleh plasenta, dan plasenta yang kecil
rnenghambat pertumbuhan prenatal. Namun mungkin pula bahwa fetus yang
kecil tejadi karena secara genetis mempunyai potensi pertumbuhan yang rendah
atau kemungkinan lain adalah pasakan makanan yang buruk dari induk akan
rnembentuk plasentayang kecil, seperti halnyayang terjadi pa& organ-organ lain

13

yang menjadi kecil karena buruknya pasokan makanan induk (Gruenwald, 1967).
Aherne (1966) melaporkan bahwa pada manusia ada hubungan alometrik
antara bobot plasenta dengan bobot fetus. Besar plasenta dapat dibatasi oleh
berbagai macam proses-proses maternal, dan kemudian keterbatasan plasenta
akan menghambat pertumbuhan fetus.

Pengaruh maternal yang secara tidak

langsung ini diperantarai oleh plasenta. Pada spesies tertentu terdapat hubungan
yang erat antara ukuran pfasenta dengan bobot fetus. Pertumbuhan anak yang
kerdil, yang sering terlihat pada anak babi yang berasaf dari jumlah anak
sekelahiran yang tinggi, erat hubungannya dengan ukuran pfasenta yang kecil.
Secara anatomi plasenta bertindak sebagai sumber cadangan darah dalam
sirkulasi maternal. Aliran darah pada arteri uterin dapat rnenjadi rendah jika
terdapat banyak plasenta dalam satu tanduk uterin dibandingkan jika hanya satu
plasenta saja. Penurunan aliran darah &pat menyebabkan menurunnya pasokan
oksigen terutama pada piasenta-plasenta yang terletak lebih jauh jaraknya.
e
KeabnorrnaIan vaskuler plasenta tersebut seperti i n t r a ~ t e ~ ntransfusion
syndrome mempengaruhi secara nyata pertumbuhan prenatal.

Faktorgenerik

Besarnya fetus banyak dipengaruhi ofeh genotip fetus dan

induk, dan fetus lain yang berada dalam uterus tersebut.

Kontribusi maternal

terhadap keragaman ukuran fetus febih besar dibandingkan kontribusi paternal.
McCallum (1898) dan Montgomery (1962) yang dikutip oleh Widdowson
(1980)rnendapatkan bahwa bayi yang baru lahir telah mempunyai jurnlah serat-

14

serat otot secara penuh.

Pertumbuhan otot setelah lahir semata-mata

disebabkan oleh pembesaran (hypertrophy) dari serat-serat yang telah ada sejak
lahir.

Penelitian yang serupa pada babi yang dilaporkan oleh Stickland,

Widdowson dan Goldspink (1975) yang dikutip oleh Widdowson (1980)
menunjukkan bahwa jumIah serat-serat dalam otot indikator pada kaki depan
(musculus flexor digiti minimi brevis) mempunyai jumlah yang sama antara
individu an&-anak sekelahiran, tetapi berbeda antara anggota anak sekelahiran
yang satu dengan anak sekdahiran lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah
serat-serat otot ditentukan secara genetik, tetapi kita tahu pula bahwa ukuran dari
serat-serat otot tergantung dari makanan dan besar dari individu tersebut, dan
berapa banyak otot itu bekerja.
Pada domba ada kecenderungan bahwa pejantan tipe besar berasal dari
tipe kelahiran tunggal, sehingga secara genotip diduga domba tersebut termasuk
ternak non-karier (normaf) untuk gen prolifik. Apabila seleksi dilakukan hanya
berdasarkan bobot badan, ha1 ini akan berakibat menurunnyarataan jumlah anak
lahir pada peternakan tersebut.

Untuk memecahkan masalah tersebut perlu

dilakukan tiga pola perkawinan, yaitu pada satu kelompok khusus untuk
mengembangkan ternak homozigot prolifik (FecdFFecJp, satu kelompok lagi
khusus bagi pengembangan ternak hornozigot non-prolifik (FecJ'FecJ*), yang
ketiga adalah persilangannya, yakni ternak heterozigot ( F d F F e d + ) . Betinabetina heterozigot inilah yang digunakan sebagai usaha ternak kornersil yakni
dengan mengawinkan betina yang heterosigot dengan pejantan tipe besar,

15

sehingga akan didapatkanjumlah anak seketahiran yang relatif banyak (2.1 1 ekor
per induk) dan mempunyai daya tumbuh yang tinggi, sehingga kombinasi dari
keduanya dapat mendukung tujuan usaha penggemukan (Bradford, 1993).
Selain itu, perturnbuhan prenatal yang besar erat hubungannya dengan
ukuran tubuh induk yang besar.

lnounu et at. (1993) rnenganjurkan untuk

memilih calon induk dengan bobot minimal 23 kg pada saat perkawinan pertama
untuk domba ekor tipis. Sifat genetik dari bapaknya menentukan batas atas dari
ukuran anak saat lahir bila induknya besar, tetapi ukuran plasenta merupakan
faktor pembatas ukuran anak saat lahir apabila induknya kecil.

Hal ini

disebabkan oleh nutrisi maternal dan bukan disebabkan oleh inherifan
sitoptasmik, ha1 ini terlihat dari penelitian dengan cara embrio transfer (Hafez,

1969~1)Hunter
.
(1956) mefakukan penelitianpersilangan resiprokalantaradomba
bangsa besar Border Leicester dengan domba bangsa kecil Welsh.

Hasilnya

terlihat adanya pengaruh maternal pada penyitangan resiprokal: anak domba
persilangan dengan induk besar fampak tebih berat dari anak domba persilangan
dan bangsa induk kecil. Perbandingan antara persilangan dan bangsa murninya
dari induk berbangsa besar dan kecil secara berturut-turut, menunjukkan bahwa
pejantan yang kecil sedikit pengaruhnya pada bobot lahir dibandingkan dari
pejantan yang besar yang dikawinkan dengan induk yang kecil.
Permanen atau tidaknya pengaruh maternal pada perbedaan ukuranukuran tubuh anak dikemudian hari ditentukan oieh tingkat perkembangan fetus
saat dilahirkan (Harnmond, 1961). Pada domba, tulang cannon tidak berkembang

16
secara penuh pada saat lahir, pengaruh maternal pada ukuran tubuh akan
rnenghiiang dengan bertarnbahnya urnur, walaupun perbedaan bobot masih
tarnpak sarnpai pada urnur beberapa bufan (Hunter, 1956).

FBktor nutrlsl nzaQemaI: Fetus sangat mengagumkan ditinjau dari segi nutrisi.
Walaupun pada kondisi induk yang sangat kekurangan gizi, fetus tetap saja
turnbuh dan akan mencapai bobot fahir harnpir normal.

Pada situasi yang

tertentu bobot fetus proporsional terhadap konsumsi kalori dari induk.

Pada

dornba, kadar zat gizi pada akhir kebuntingan rnernpunyai pengaruh yang nyata
terhadap bobot lahir. Bila induk mengalami kekurangan gizi selarna sepetiiga
akhir kebuntingan, ia akan mernproduksi anak yang kerdil walaupun ia rnendapat
rnakanan yang baik selarna awal kebuntingannya. Sebaliknya kadar zat gizi yang
tinggi pada akhir kebuntingan rnenghasilkan anak dengan ukuran yang normal
(Wallace, 1948). Pada sepertiga akhir kebuntingan variasi dalarn bobat fetus
rnenggarnbarkan perbedaan dari faktor genetik, jurnlah anak sekelahiran, status
gizi dan kesehatan dari induk. Bila induk rnendapatkan cukup rnakanan, bobot
tahir cenderung untuk mencapai batas atas dari kemarnpuan genetiknya. Ebbot
lahir dari anak tunggal dari induk domba yang diberi rnakanan tingkat tinggi pada
setengah akhir kebuntingan tidak lebih besar dari anak tunggal yang induknya
rnendapat kadar gizi yang sedang.

Anak dornba jantan turnbuh lebih cepat

seberurn dilahirkan daripada anak betina (Hafez, 1969a). tnounu el a/.(1994)
meiaporkan bahwa induk-induk yang rnendapatkan kadar protein konsentrat yang

17

lebih tinggi (16% vs. 20%) pada sepertiga akhir kebuntingan rnenghasilkan anak
dengan bobot Iahir lebih tinggi terutama pada tipe kelahiran kernbar, demikian
pula dengan daya hidupnya. Gizi induk yang buruk selama akhir kebuntingan
akan rnenyebabkan rnenurunn