Pembahasan Karakterisasi Thermal Bahan dengan Differential Scanning

commit to user 44 Gambar 4.8. Kurva karakterisasi thermal bahan PVC

4.1.3.2. Pembahasan

Karakterisasi thermal dilakukan untuk mengetahui suhu fabrikasi, perubahan fase bahan dari keras menjadi lunak untuk bahan polimer amorf ditunjukkan pada fase gelas transisi. Dari hasil pengujian menggunakan Differential Scanning Calorimetry DTA didapatkan kurva karakteristik thermal bahan dengan suhu gelas transisi. Gambar 4.6 dan 4.7 merupakan hasil pengujian bahan dengan menggunakan Differential Scanning Caloimetry DSC Mettler Toledo type 821. Fase gelas transisi ditunjukkan dengan grafik endo down artinya adalah semakin ke bawah bahan tersebut menyerap panas pada saat dipanaskan. Hubungan antara suhu dan endo down pada grafik tersebut adalah bahan akan semakin besar menyerap panas seiring dengan kenaikan suhu. Termogram hasil analisis DSC dari suatu bahan polimer akan memberikan informasi titik transisi kaca Tg, yaitu suhu pada saat polimer berubah dari bersifat kaca menjadi seperti karet, titik kristalisasi Tc, yaitu pada saat polimer berbentuk kristal, titik leleh Tm, yaitu saat polimer berwujud cairan, dan titik commit to user 45 dekomposisi Td, yaitu saat polimer mulai rusak. Pada grafik hanya menunjukkan fase glass transisi karena suhu yang digunakan tidak mencapai suhu kristalisasi. Prinsip dasar yang mendasari teknik pengukuran DSC adalah, bila sampel mengalami transformasi fisik seperti transisi fase, lebih atau kurang, panas harus mengalir ke referensi untuk mempertahankan keduanya pada temperatur yang sama. Lebih atau kurang panas yang harus mengalir ke sampel tergantung pada apakah proses ini eksotermik atau endotermik. Misalnya, sebagai sampel padat meleleh, cairan itu akan memerlukan lebih banyak panas mengalir ke sampel untuk meningkatkan suhu pada tingkat yang sama sebagai acuan. Hal ini disebabkan penyerapan panas oleh sampel karena mengalami transisi fase endotermik dari padat menjadi cair. Demikian juga, sampel ini mengalami proses eksotermik seperti kristalisasi, panas yang lebih sedikit diperlukan untuk menaikkan suhu sampel. Dengan mengamati perbedaan aliran panas antara sampel dan referensi, diferensial scanning kalorimeter mampu mengukur jumlah panas yang diserap atau dilepaskan selama transisi tersebut. Pada polimer, khususnya plastik, definisi temperatur tinggi adalah suhu diatas 135 C. Pada temperatur tinggi, polimer tidak hanya melunak, tetapi juga dapat mengalamidegradasi termal. Sebuah plastik yang mengalami pelunakan pada temperatur tinggi tetapi mulai mengalami degradasi termal pada suhu yang jauh lebih rendah hanya dapat digunakan pada suhu di bawah suhu dia mulai mengalami degradasi. Menentukan temperatur aplikasi membutuhkan pengetahuan mengenai perilaku degradasi termal dari polimer tersebut. Titik pelunakan pada polimer sangatlah ditentukan oleh tipe polimer yang digunakan. Pada polimer amorf, suhu yang penting adalah Tg glass transition temperature. Sedangkan, pada polimer kristalin dan semi-kristalin, suhu yang penting terletak pada Tm melting point Kasmayadi, Murwani 2007. Karena suhu glass transisi merupakan suhu dimana bahan mulai melunak masih padat tetapi sudah lunak dan suhu ini selalu ada di bawah suhu kristalisasi, maka dari hasil pengujian seperti pada Gambar 4.7 dan 4.8 dapat diketahui bahwa fabrikasi serat optik dari bahan tersebut dapat dilakukan minimal pada suhu 120 C. commit to user 46 Suhu mempunyai pengaruh terhadap viskositas bahan akan tetapi penentuan suhu tidak dapat dilakukan dengan cara langsung begitu saja, dengan thermograph hasil pengujian bahan, dapat dilakukan pengamatan suhu terhadap proses pencetakan serat optik berbahan polimer. 4.2. Fabrikasi Serat Optik Polimer 4.2.1. Hasil

4.2.1.1. Fabrikasi Inti Core

Fabrikasi serat optik polimer dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan penekanan terhadap diameter core serat optik polimer. Penekanan dan suhu memberikan pengaruh terhadap viskositas bahan, ketika suhu dinaikkan interaksi antar partikel atau gaya kohesi bahan semakin kecil, begitu pula dengan viskositas bahan yang semakin kecil. Semakin kecil viskositas bahan akan semakin encer. Semakin encer bahan mengakibatkan bahan akan mudah keluar dari cetakan. Ketika bahan keluar dari cetakan dengan adanya tarikan menjadikan diameter serat optik terbentuk. Dalam proses pencetakan ada beberapa hal yang mempengaruhi diameter yaitu suhu, penekan, serta kecepatan putar motor penggulung. Jika kecepatan putar motor penggulung konstan pengaruhnya adalah keseragaman diameter serat optik polimer. Tidak hanya itu saja suhu dan penekanan juga memberikan pengaruh terhadap aliran fluida bahan ketika dipanaskan. Pada fabrikasi pertama, dilakukan pencetakan dengan menggunakan bakal core yang berupa silinder pejal, bakal core dari bahan PMMA yang sebelumnya telah diuji sifat optik berupa serapan cahaya serta indek bias, dan sifat thermal untuk mengetahui suhu fabrikasinya. Dalam penelitian ini, telah dihasilkan beberapa serat optik dengan core PMMA. PMMA yang berupa silinder pejal langsung dicetak dengan cara dimasukkan ke dalam cetakan dan dipanaskan di dalam furnace. Proses pemanasan dilakukan dengan variasi suhu untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap diameter. Penekanan diberikan agar bahan yang ada di dalam cetakan keluar. Pemberian penekanan dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan bahan akan mengeras kembali di dalam cetakan. Suhu