1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kota Solo atau juga dikenal kota Surakarta merupakan salah satu kota pusat kebudayaan Jawa. Hal ini menjadikan kota Solo sebagai salah satu kota
tujuan wisata yang ada di Indonesia. Selain itu di kota Solo terdapat industri- industri, pusat perbelanjaan, sekolah yang berkembang cukup pesat, sehingga
kota Solo merupakan tujuan sebagian besar masyarakat untuk berwisata, berbelanja dan bersekolah, baik dari dalam kota Solo maupun dari daerah lain.
Dari faktor tersebut menyebabkan pertumbuhan penduduk yang pesat di sekitar kawasan kota Solo tersebut sehingga munculnya kawasan pemukiman
baru. Dengan pesatnya perkembangan kota Solo ini menyebabkan meningkatnya volume lalu lintas yang tersedia, sementara kapasitas jalan
masih tetap, sementara itu perkembangan teknologi otomotif yang cukup pesat juga telah membawa dampak terhadap padatnya lalu lintas transportasi di jalan
raya. Peningkatan jumlah pemakai jalan atau banyaknya alat transportasi
yang ada tidak diimbangi dengan luasnya jalan raya hal ini menyebabkan padatnya arus lalu lintas. Kepadatan lalu lintas dapat menyebabkan
kemacetan, pelanggaran lalu lintas, bahkan bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Munculnya kemacetan, pelanggaran dan kecelakaan
lalu lintas tersebut kadang tidak disebabkan oleh luasnya jalan raya yang ada,
namun banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor tersebut adalah belum tertibnya para pemakai jalan untuk mematuhi peraturan lalu
lintas. Untuk dapat mewujudkan lalu lintas yang baik, diperlukan ketaatan.
Usaha ketaatan diri terhadap hukum dan peraturan tidak hanya pada keadaan lahiriah, melainkan harus merupakan daya upaya, agar ketaatan itu meresap
dan membaku sehingga membentuk sikap dan tingkah laku yang terpola dan ketaatan ini lazim dinamakan disiplin. Oleh karena itu, seharusnya para
pemakai jalan seharusnya mempunyai sikap disiplin, yaitu dengan mematuhi peraturan dan perundangan-perundangan yang berlaku.
Peraturan dan perundang-undangan yang ada saat ini sebenarnya sudah cukup untuk membuat keamanan dalam berlalu lintas. Hanya saja sistem lalu
lintas yang ada, misalnya sistem perwaktuan lampu lalu lintas yang tepat belum dikaji secara serius sehingga sering terjadi kemacetan di lampu lalu
lintas. Perundang-undangan yang ada sudah cukup kompleks untuk mengatur para pengguna jalan dan aparatnya. Permasalahan yang mendasar adalah
kedisiplinan yang kurang dalam berlalu lintas. Oleh karena itu, perlunya ketaatan dan kepatuhan kepada peraturan yang ada sangat diperlukan untuk
meningkatkan tingkat keamanan di jalan.
1
Salah satu faktor yang mempengaruhi kedisiplinan adalah penegakan aturan yang ada. Sikap disiplin merupakan sarana dalam menegakan norma-
norma dan peraturan sehingga tercapai tujuan yaitu berlangsungnya kehidupan
1
Novika Ginanto. 2010. “Menciptakan Keamanan di Jalan Melalui Disiplin Diri dalam Berlalu Lintas”. Karya Tulis. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal: 6-7.
yang wajar dan baik. Penegakan hukum menurut Sukanto adalah suatu proses penyerasian antara nilai-nilai hukum, kaidah kaidah hukum dan pola sikap
tindak dalam kenyataan.
2
Proses tersebut bertujuan untuk menegakkan keadilan secara umum penegakan hukum dipengaruhi oleh faktor kepatuhan,
penghindaran atau menentang secara terang-terangan. Dalam hal pengertian kepatuhan masyarakat terhadap hukum dapat dikatakan merupakan perilaku
disiplin, sedangkan pengertian penghindaran merupakan pelanggaran terhadap aturan.
Salah satu kebutuhan publik yang sangat sentral adalah transportasi. Salah satu bentuk transportasi yang sedang berkembang sekarang adalah Bus
Rapid Transit BRT System atau biasa disebut busway di masyarakat Indonesia. BRT sendiri pertama kali dikembangkan di DKI Jakarta pada tahun
2004 dan kemudian diterapkan pada 13 kota lain yaitu Batam, Bogor, Yogyakarta, Semarang, Pekanbaru, Bandung, Manado, Gorontalo, Palembang,
Surakarta, Sarbagita,Ambon, dan Tangerang. BRT merupakan transportasi berbentuk bus yang diatur dan dibentuk dalam suatu sistem transportasi.
Proyek ini merupakan proyek pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah daerah sebagai langkah untuk mereformasi sistem angkutan umum
konvesional menjadi sistem angkutan umum baru. Solo sebagai salah satu kota besar di Indonesia mulai mengembangkan
Bus Rapid Transit BRT System pada tahun 2010. BRT di kota ini diluncurkan dengan nama Bus Batik Solo Trans pada 1 September 2010. BST
2
Irene Klavert. 2007. “Kedisiplinan Berlalu Lintas Pengemudi Angkutan Kota di Kota Semarang Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Penegakan Hukum Lalu Lintas”. Skripsi. Semarang:
Universitas Katolik Soegijapranata. Hal: 9.
sebagai alat transportasi umum yang cepat, nyaman, aman dan tepat waktu baik dari infrastruktur, kendaraan dan jadwal. Hadirnya BST ini diharapkan
dapat membantu masyarakat dalam menjalankan segala aktivitas mereka. Salah satu harapan adanya BST ini adalah bisa menjadi pilihan untuk
angkutan umum yang memiliki kemudahan akses, kenyamanan, dan ketepatan waktu dan keamanan. Kemudahan untuk dapat menggunakan sarana angkutan
ini yaitu tempat pemberhentian di tempat-tempat yang strategis, kenyamanan pembawa bus, pengemudi-pengemudi disiplin dan tanggung jawab, dan tertib
dijalan sehingga penumpang nyaman, bebas pengamen dan pedagang asongan Mengingat penumpangnya adalah umum dari berbagai kalangan ada pelajar,
mahasiswa, karyawan, dan mungkin wisatawan yang akhir-akhir ini banyak promosi untuk wisatawan-wisatawan yang berkunjung ke Solo. Bagi kalangan
pelajar mahasiswa maupun karyawan ketepatan waktu adalah penting sehingga mereka dapat mengatur jam-jamnya kegiatannya sehubungan dengan
transportasi. Dengan adanya BST ini diharapkan pula dapat menarik masyarakat untuk lebih menggunakan kendaraan umum daripada kendaraan
atau mobil pribadi sehingga kemacetan dan kecelakaan lalu lintas dapat diminimalisir.
Dalam jangka waktu dua bulan setelah BST beroperasi, banyak hal-hal yang seharusnya tidak terjadi masih mendapatkan toleransi dari Perusahaan
Umum Damri Unit Bus Kota Surakarta, selaku pihak yang mengoperasikan fasilitas layanan transportasi perkotaan berjenis Bus Rapid Transit itu. Salah
satunya adalah menurunkan penumpang tidak pada tempat yang seharusnya, yaitu di halte atau shelter yang telah disediakan.
Menurut Kabid Angkutan Dishub Sri Indarjo, moda transportasi itu sering menurunkan penumpang tidak pada shelter yang telah disediakan.
Padahal, sesuai ketentuan bahwa BST harus menurunkan penumpang pada tempat pemberhentian, yakni shelter. Dia menyatakan, harusnya pengemudi
tidak bersedia jika ada penumpang meminta turun di sembarang tempat. Alasannya, bus layaknya Trans Jakarta tersebut dioperasikan untuk
mengangkut dan menurunkan penumpang sesuai dengan kebutuhannya. Kalau menurunkan di sembarang tempat, itu sama halnya dengan bus
gembel. BST harus menurunkan pada shelter.
3
Bentuk pelanggaran lain, kondektur BST terkadang tidak memberikan kartu Smart Card kepada penumpang. Menurut Sri Indarjo, jajaran Dishub
telah membuat shock teraphy pada awak BST sehingga angka pelanggaran tersebut bisa menurun dengan tajam. Ia menceritakan, pekan lalu pihaknya
telah menyita 2 buah Buku Uji Kendaraan dari BST yang melanggar. Mereka kepergok tidak menyerahkan kartu Smart Card kepada penumpang. “Dengan
melakukan penyitaan surat tersebut harapannya awak BST bisa jera,”
4
Hasil penelitian Agus Joko Purwadi dan Mena Saebani 2008 tentang “Upaya Meningkatkan Disiplin Berlalu Lintas di Kalangan Pelajar dan
Mahasiswa dalam Rangka Mensukseskan Program Bengkulu Kota Pelajar
3
Arif M. Iqbal. 2010. BST Tak Turunkan Penumpang di Shelter, Dianggap Pelanggaran” dalam
Artikel. Rabu
Legi, 19
September 2010.
http:suaramerdeka.comv1index.phpramadanramadan_news2010091965513BST-Tak- Turunkan-Penumpang-di-Shelter-Dianggap-Pelanggaran. Hal: 1. Diakses 6 Juni 2012 pukul 15:36:
32.
4
Dhefi Nugroho. 2011. “Dishub Buat Awak BST Jera” dalam Portal Informasi Solo, 15 April 2011. http:www.timlo.netbaca8908dishub-buat-awak-bst-jera. Hal: 1. Diakses Senin, 23
Juli 2012 pukul 15:59:07.
BKP”,
5
diketahui bahwa pelanggaran peraturan, tata tertib, etika, dan disiplin berlalu lintas dapat dilakukan, baik secara sengaja maupun tidak, oleh siapa
saja, termasuk kalangan pelajar, mahasiswa, dan para pengguna lalu lintas jalan lainnya. Bentuk-bentuk pelanggaran disiplin berlalu lintas antara lain: 1
memberhentikan jalan kendaraan secara tiba-tiba; 2 memberhentikan kendaraan di tikungan atau persimpangan jalan; 3 menjalankan kendaraan
secara pelan-pelan di tengah-tengah jalur jalan; 4 mendahului kendaraan lain pada posisi yang relatif mepet; 5 nekad melanggar tanda-tanda lampu lalu
lintas; 6 menjalankan kendaraan yang tidak memiliki alat-alat kelengkapan kendaraan dan kelengkapan jalan lampu depan, sein, lampu rem, rem yang
pakem, klakson, kaca spion, dan sebagainya, serta tidak memiliki kelengkapan jalan, seperti SIM dan STNK; 7 berkendaraan sambil mengaktifkan telepon
seluler, entah digunakan untuk menerima telepon, menelepon, ataupun ber- SMS; dan 8 memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi di keramaian lalu
lintas jalan yang relatif ramai. Perkembangan teknologi dalam bidang transportasi tak seharusnya
membuat masyarakat menjadi terbuai dengan kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan. Kedisiplinan sangatlah diperlukan agar kita bisa menjadi
manusia yang lebih baik dengan lingkungan yang lebih baik pula. Keberadaan BST dengan beragam kemudahan dan kenyamanan ini, semestinya menjadi
satu hal yang mampu ’menggembleng’ kedisiplinan masyarakat.
5
Agus Joko Purwadi Mena Saebani. 2008. “Upaya Meningkatkan Disiplin Berlalu Lintas di Kalangan Pelajar dan Mahasiswa dalam Rangka Mensukseskan Program Bengkulu Kota
Pelajar BKP”. Jurnal Media Infotama. Volume 3 No 6 Bln 11 Th. 2008.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengambil judul “Kedisiplinan Berlalu Lintas Pengemudi Batik Solo Trans BST
Pencarian Model Pembinaan Pengemudi Berlalu Lintas”
B. Pembatasan Masalah