Paper Hukum Pidana Penjara

PAPER PIDANA PENJARA
MATA KULIAH
HUKUM PIDANA
Dosen pengampu :
1. Ngabiyanto, SPd., MSi
2. Eta Yuni Lestari, SPd, MH

DISUSUN OLEH

:

Tiwi Apriyani

( 3301414046 )

Siti Nurdiana

( 3301414064 )

Novia Indah Pujayanti


( 3301414070 )

Dewi A’ Yuni

( 3301414075 )

Anggriani Puspitaningrum

( 3301414080 )

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015

A. Pengertian Pidana Penjara
Pidana penjara adalah salah satu bentuk dari pidana perampasan kemerdekaan. Pidana
penjara atau hukuman penjara mulai dipergunakan terhadap orang Indonesia sejak tahun
1918. Hukuman ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang, yaitu berupa

hukuman penjara dan kurungan. Hukuman penjara lebih berat dari kurungan karena
diancamkan terhadap berbagai kejahatan. Adapun pidana kurungan lebih ringan karena
diancamkan terhadap pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan karena kelalaian.
Hukuman penjara ditujukan kepada penjahat yang menunjukkan watak buruk dan nafsu jahat.
Hukuman penjara minimum satu hari dan maksimum seumur hidup. Hal ini diatur dalam
pasal 12 KUHP yang berbunyi sebagai berikut.
1. Hukuman penjara itu adalah seumur hidup atau untuk waktu tertentu.
2. Hukuman penjara selama waktu tertentu sekurang kurangnya adalah satu hari dan
paling lama 15 tahun berturut turut.
3. Hukuman penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk 20 tahun berturut
turut dalam hal kejahatan yang dapat dihukum dengan hukuman mati, hukuman
penjara seumur hidup, dan hukuman penjara sementara, yang putusannya diserahkan
kepada hakim dan dalam hal hal yang melewati waktu 15 tahun karena tambahan
hukuman sebab melakukan kejahatan kejahatan secara concursus atau karena
mengulangi melakukan kejahatan atau karena yang telah ditentukan dalam pasal 52.
4. Lamanya hukuman penjara itu sekali kali tidak boleh melebihi waktu 20 tahun.

Ada beberapa sistem dalam pidana penjara, yaitu:
1. Pensylvania system: terpidana menurut sistem ini dimasukkan dalam sel-sel tersendiri,
ia tidak boleh menerima tamu baik dari luar maupun sesama napi, dia tidak boleh

bekerja di luar sel satu-satunya pekerjaan adalah membece buku suci yang diberikan
padanya. Karena pelasanaanya dilakukan di sel-sel maka disebut juga cellulaire
system.
2. Auburn system: pada waktu malam ia dimasukkan dalam sel secara sendiri-sendiri,
pada waktu siangnya diwajibkan bekerja dengan narapidana lainnya, tetapi tidak
boleh saling berbicara di antara mereka, biasa disebut dengan silent system.

3. Progressive system: cara pelaksanaan pidana menurut sistem ini adalah bertahap,
biasa disebut dengan english/ire system.
Dalam penjara-penjara besar, orang hukuman penjara dibagi dalam empat kelas (Bab VII
R.P.) yakni yang dimaksud dalam:
Kelas I

orang yang dihukum seumur hidup dan orang yang menjalankan hukuman

sementara, mereka yang berbahaya bagi orang lain. Dal Undang-undang tidak dijelaskan
mengenai pengertian napi yang dianggap berbahaya, akan tetapi pengertian bahaya ini erat
kaitannya dengan masalah keselamatan, baik napi yang lain maupun bagi petugas Lembaga
Permasyarakatan.
Kelas II


orang yang menjalankan hukuman penjara lebih dari 3 bulan.

Kelas III

diperuntukkan bagi mereka yang sebelumnya menjadi penghuni kelas II, yang

selama 6 bulan menjalani hukuman menunjukkan perbuatan-perbuatan yang baik (sesuai
dengan tata tertib yang ditentukan).
Kelas IV

yaitu diperuntukkan bagi mereka yang dijatuhi hukuman kurang dari 3 bulan.

Di bawah ini dapat disimak beberapa hal berhubungan dengan ketentuan pidana penjara yang
dapat menjadi jus cunstituendum, yaitu sebagai berikut:
1. Pidana penjara dijatuhkan untuk semur hidup atau untuk waktu tertentu. Waktu
tertentu dijatuhkan paling lama lima belas tahun berturut-turut atau paling singkat satu
hari, kecuali ditentukan minimum khusus.
2. Jika dapat dipilih antara pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau jika ada
pemberatan pidana atas tindak pidana yang dijatuhi pidana penjara lima belas tahun

maka pidana penjara dapat dijatuhkan untuk waktu dua puluh tahun berturut-turut.
3. Jika terpidana seumur hidup telah menjalani pidana paling kurang sepuluh tahun
pertama dengan berkelakuan baik, Menteri Kehakiman dapat mengubah sisa pidana
tersebut menjadi pidana penjara paling lama lima belas tahun.
4. Pelepasan bersyarat:
a. Menteri Kehakiman dapat memberikan keputusan pelepasan bersyarat apabila
terpidana telah mengalami setengah dari pidana penjara yang dijatuhkan,
sekurang-kurangnya sembilan bulan dan berkelakuan baik.

b. Dalam pelepasan bersyarat ditentukan masa percobaan yaitu selama sisa
waktu pidana penjara yang belum dijalani ditambah dengan satu tahun.
Adapun syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan ialah sebagai
berikut:


Terpidana tidak akan melakukan tindak pidana



Terpidana harus melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, tanpa

mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik
c. Terpidana yang mengalami beberapa pidana penjara berturut-turut, jumlah
pidananya dianggap sebagai satu pidana.
d. Pelepasan bersyarat tidak dapat ditarik kembali setelah melampaui tiga bulan
terhitung sejak habisnya masa percobaan, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan
terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana dalam masa percobaan dan
tuntutan berakhir karena putusan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap. Jangka waktu antara saat mulai menjalani pelepasan bersyarat dan menjalani
kembali
e.

pidana

tidak

dihitung

sebagai

menjalani


pidana.

Mekanisme yang terkait dengan pelepasan bersyarat ialah sebagai berikut:

Pada pelaksanaan hukuman penjara dikenal pembebasan bersyarat sebagaimana dimuat
dalam pasal 15 KUHP yang berbunyi sebagai berikut.
“(1) orang yang dihukum penjara, apabila telah lewat 2/3 dari waktu hukuman yang
sebenarnya dan pula paling sedikit 9 bulan dari waktu tersebut telah berlalu, dapat dibebaskan
dengan syarat”
Institusi “pembebasan bersyarat” diadakan dengan maksud untuk mengadakan masa
peralihan antara ketidak bebasan dipenjara dengan kebebasan penuh dalam masyarakat.
Keputusan untuk pembebasan bersyarat itu diberikan oleh menteri kehakiman ( pasal 16 KUHP ).
Menurut penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :


Pencabutan pelepasan bersyarat ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul Hakim
Pengawas.




Apabila Hakim Pengawas mengusulkan pencabutan, dapat memberi perintah kepada
polisi agar terpidana ditahan. Hal tersebut diberitahukan kepada Menteri Kehakiman.



Penahanan tersebut paling lama 60 hari.



Jika penahanan tersebut disusul dengan penghentian sementara waktu atau
pencabutan pelepasan bersyarat, terpidana dianggap meneruskan menjalani pidana
sejak ditahan.



Selama masa percobaan, pengawasan, dan pembinaan berlangsung oleh pejabat
pembimbing dari Departemen Kehakiman yang dapat diminta bantuan kepada
pemerintah daerah, lembaga sosial, atau orang lain.


DAFTAR PUSTAKA

1. Sutarto, Suryono.1991.Hukum Acara Pidana. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
2. Moeljatno. 2008. Asas- asas Hukum Pidana. Jakarta : PT Asdi Mahasatya