KARAKTERISASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGANMETODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK DAN MULTIATRIBUT PADA LAPANGAN “PRB’

(1)

(2)

HYDROCARBON RESERVOIR CHARACTERISTICS WITH

ACOUSTIC IMPEDANCE INVERSION METHOD AND

MULTI-

ATTRIBUTE ON “PRB” FIELD

By

Syayid Anwar Sukarno

ABSTRACT

Acoustic impedance inversion method and multi-attribute analysis are geophysics method which used for known about rock properties on target area in subsurface. Inversion technique is backward modeling who from seismic section devide wavelet. Techniques to create subsurface models with seismic data and well data as control. This study did acoustic impedance and multi-attribute analysis on TKF and BKF layer in Keutapang Formation. Crossplot has been done for known about log properties. Petro-physics analysis parameter (porosity, P-Wave, dan density) is approximated by acoustic impedance will facilitate interpretation rock properties characterization.Propect zone on TKF layer have AI value about 17.470 to 18.600 ((ft/s)*(gr/cc)) with 650 to 700 (m/s) near PRB-26 well on anticlin structur then also have zone near PRB-29 well with AI value about 17.250 to 18.500 ((ft/s)*(gr/cc)) and 675 s.d 750 (m/s) on time structural maps. Prospect zone on BKF layer have AI balue about 19.600 to 20.800 ((ft/s)*(gr/cc)) and 850 to 950 (m/s) northwestward from PRB-29 anticline cover. Rock properties distribution can be good mapping on first zone TKF layer which have 25% to 27% porosity with rock velocity about 2.320 to 2.450 (m/s) and density 2,325 to 2,478 (gr/cc), and then on second zone have 25,6% to 27,5% porosity with density 2,43 to 2,56 (gr/cc) and rock velocity value 2.300 to 2.350 (m/s). Properties distribution on BKF layer have porosity value 21,6% to 22,5% with rock velocity 2.700 to 2.900 (m/s) and density 2,285 to 2,456 (gr/cc).


(3)

KARAKTERISASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN

METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK DAN

MULTIATRIBUT PADA LAPANGAN “PRB’

Oleh

Syayid Anwar Sukarno

ABSTRAK

Metoda inversi impedansi akustik dan analisis multiatribut merupakan metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui properti batuan yang pada suatu daerah target tertentu di bawah permukaan bumi. Teknik Inversi merupakan

backward modeling yaitu dari hasil bagi seismic section dengan wavelet. Teknik membuat model bawah permukaan dengan data seismik dan data sumur sebagai kontrol. Penelitian ini melakukan analisis impedansi akustik dan multiatribut pada

layer TKF dan BKF pada formasi Keutapang. Crossplot dilakukan untuk mengetahui properti log. Analisis parameter petrofisika (porosity, P-Wave, dan density) yang didekati dengan AI akan mempermudah interpretasi dalam mengkaraterisasi properti batuan. Zona prospek pada layer TKF memiliki nilai AI 17.470 s.d. 18.600 ((ft/s)*(gr/cc)) dengan 650 s.d. 700 (m/s) dekat sumur PRB-26 pada struktur antiklin kemudian terdapat juga zona pada ujung antiklin dekat sumur PRB-29 dengan nilai AI 17.250 s.d. 18.500 ((ft/s)*(gr/cc)) dengan 675 s.d. 750 (m/s) pada peta struktur waktu. Zona prospek pada layer BKF memiliki nilai AI 19.600 s.d. 20.800 ((ft/s)*(gr/cc)) dan 850 s.d. 950 (m/s) arah baratlaut dari sumur PRB-29 yaitu pada struktur ujung tutupan antiklin. Sebaran properti batuan dapat dipetakan dengan baik pada layer TKF zona pertama memiliki porositas 25 s.d. 27 % dengan kecepatan batuan 2.320 s.d. 2.450 (m/s), dan densitas yaitu 2,325 s.d. 2,478 (gr/cc) kemudian pada zona kedua memiliki porositas 25,6 s.d. 27,5 % dengan densitas 2.43 s.d. 2,56 (gr/cc) dan memiliki kecepatan batuan 2.300 s.d. 2.530 m/s. Sebaran properti pada layer BKF memiliki nilai porositas 21,60 s.d. 22,5 % dengan kecepatan batuan 2.700 s.d. 2.900 m/s dan densitas 2,285 s.d. 2,456 gr/cc.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

MOTTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

SANWACANA ... ix

PERSEMBAHAN ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian. ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional ... 4

2.2 Kerangka Tektonik ... 7

2.3 Statigrafi Regional ... 9


(8)

xii

2.4.3 Formasi Baong ... 10

2.4.4 Formasi Keutapang ... 10

2.4.5 Formasi Seureula ... 10

2.4.6 Formasi Juleu Rayeu ... 11

2.5 Petroleum Sistem ... 11

2.5.1 Potensial Reservoir ... 11

2.5.2 Batuan Induk ... 12

2.5.3 Perangkap Hidrokarbon ... 12

2.5.4 Migrasi ... 12

2.6 Struktur Geologi Daerah Penelitian ... 13

BAB III TEORI DASAR 3.1 Konsep Dasar Seismik Refleksi ... 15

3.2 Sifat Fisika Batuan ... 17

3.2.1 Densitas ... 17

3.2.2 Kecepatan ... 17

3.2.3 Porositas ... 18

3.3 Impedansi Akustik ... 20

3.4 Wavelet ... 21

3.4.1 Ekstraksi Wavelet ... 23

3.5 Seismogram Sintetik ... 24

3.6 Teori Dasar Seismik Inversi ... 25

3.6.1 Konsep Dasar Seismik Inversi ... 25

3.7 Metode Inversi Seismik ... 27

3.7.1 Inversi bandlimited ... 27

3.7.2 Inversi Model Based ... 28

3.7.3 Inversi Sparse Spike ... 29

3.8 Multiatribut Seismik ... 30

3.9 Atribut Amplitudo ... 31


(9)

xiii

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

4.2 Bahan dan Alat ... 33

4.3 Pengolahan Data ... 33

4.3.1 Proses Pengikatan Data Sumur ... 35

4.3.2 Picking Horizon ... 36

4.3.3 Proses Model Inisial... 36

4.3.4 Proses Inversi ... 36

4.3.5 Proses Multiatribut ... 38

4.3.6 Proses Pemetaan (slicing) ... 38

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data ... 39

5.2 Analisis Crossplot ... 40

5.3 Ekstraksi Wavelet dan Well Seismic Tie ... 41

5.4 Identifikasi Patahan dan Picking Horizon ... 45

5.5 Seismik Inversi Model Based ... 47

5.5.1 Model Inisial... 47

5.5.2 Analisis Inversi ... 47

5.6 Multiatribut ... 48

5.7 Ekstraksi Atribut RMS ... 52

5.8 Penentuan Sumur Usulan ... 53 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Skala penentuan baik atau tidaknya kualitas nilai porositas batuan suatu reservoir ... 19 2. Hasil analisis error dan korelasi dari beberapa teknik inversi sumur

PRB-21………37

3. Hasil analisis error dan korelasi dari beberapa teknik inversi

pada sumur PRB-26 ... 37 4. Hasil analisis error dan korelasi dari beberapa teknik inversi

pada sumur PRB-29 ... 37 5. Hasil analisis multiatribut pada beberapa properti batuan ... 38 6. Perbandingan Ekstraksi Wavelet Statistical dan Usewell ... 42 7. Analisis Inversi Model Based, Bandlimited dan Sparse Spike pada tiga sumur acuan ... 48


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Fisiografi Cekungan Sumatera Utara ... 6

2. Statigrafi Cekungan Sumatera Utara ... 8

3. Porositas dan matrik suatu batuan... ... 20

4. Jenis Wavelet ... 22

5. Pemodelan ke depan dan ke belakang ... 26

6. Tipe-tipe teknik inversi seismik ... 27

7. Ilustrasi penghitungan Amplitudo RMS ... 32

8. Diagram alir penelitian ... 34

9. Flowchart inversi ... 31

10. Base Map Area Penelitian ... 39

11. Crossplot Density vs AI dan Porosity vs AI layer TKF – BKF... 40

12. Crossplot Porosity vs AI dari layer TKF –TKF’ ... 41

13. Bentuk geometri dan amplitudo hasil ekstraksi wavelet ... 43

14. Well Seismic Tie sumur PRB-21 pada crossline 467 dan inline 273 ... 44

15. Well Seismic Tie sumur PRB-26 pada crossline 532 dan inline 484 ... ………. 44

16. Well Seismic Tie sumur PRB-26 pada crossline 532 dan inline 575 ... 45

17. Horizon pada layer TKF (biru) dan BKF (hitam) penampang seismik xline 467 ... 46


(12)

xv

20. Penampang Vertikal Multiatribut AI pada X-line 467 ... 49 21. Penampang Vertikal Multiatribut Porosity pada X-line 467 ... 49 22. Penampang Vertikal Multiatribut P-wave pada X-line 467 ... 49 23. Crossplot multiatribut dari porositas, densitas dan akustik

impedansi ... 50 24. Analisis validasi multiatribut dari porositas, densitas dan akustik

impedansi. ... 51 25. Time map Overlay RMS Amplitude data segy. ... 52 26. Sumur usulan pada Time Map layer dan RMS Amplitude layer TKF

dan BKF ... 55 27. Sumur usulan pada slicing beberapa property pada layer TKF dari

Software Petrel 2009.1. ... 56 28. Sumur usulan pada slicing beberapa property pada layer BKF dari


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lapangan ”PRB” merupakan bagian dari antiklin Kuala Simpang Barat yang mempunyai arah baratlaut-tenggara. Reservoir produktif lapangan ini berasal dari

Formasi Keutapang. Lapangan ”PRB” terletak kurang lebih 57 km arah baratlaut dari Pangkalan Berandan dan termasuk dalam wilayah adimistrasi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara geologi, posisi tektonik lapangan “PRB” merupakan produk dari proses tektonik yang berlangsung sejak Paleogen. Posisi tektonik lapangan “PRB” adalah di Dalaman Tamiang. Di sebelah utara berbatasan dengan rendahan Langsa. Bagian barat dibatasi oleh cekungan Alur Pika Low, dan bagian timur oleh Tinggian yang besar.

Struktur lapangan “PRB” terletak di dalam Cekungan Sumatera Utara. Cekungan Sumatera Utara dibatasi oleh tinggian barisan dibagian barat, Lengkung Asahan di bagian timur sedang ke utara membuka dan berangsur ke Cekungan Laut Andaman. Cekungan Sumatera Utara terdiri dari sub cekungan dan tinggian dengan pola kelurusan utara-selatan, meliputi tinggian Sigli, Dalaman Jawa, tinggian Lhok Sukon, Dalaman Lhok Shukon, tinggian Alur Siwah, Dalaman Tamiang, tinggian Hyang Besar, Pakol Horst Graben dan Glaga Horst Graben.


(14)

Berdasarkan data yang telah tercatat sebelumnya, saat ini terdapat 56 (lima puluh enam) sumur dengan 11 sumur produksi minyak, 2 produksi gas dan 43 sumur lainnya ditinggalkan. Nilai cadangan pada layer TKF (Top Keutapang Formation)

tercatat ± 2 juta barrel, sedangkan pada layer BKF (Bottom Keutapang Formation) memiliki nilai cadangan ± 1 juta barrel. Sampai pada saat ini masih termasuk zona produktif hidrokarbon terutama pada layer TKF (Top Keutapang Formation) dan BKF (Bottom Keutapang Formation), mendorong dilakukannya evaluasi kembali potensi hidrokarbon pada struktur ini. Hal lain yang mendorong penulis melakukan penelitian pada layer TKF (Top Keutapang Formation) dan BKF (Bottom Keutapang Formation) adalah belum adanya kajian impedansi akustik dan multiatribut pada layer tersebut. Penelitian ini melakukan analisis multiatribut terhadap beberapa properti batuan yaitu (porositas, densitas, dan kecepatan), sehingga memiliki nilai tambah dibandingkan penelitian yang hanya melakukan analisis impedansi akustik.

1.2. Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah data seismik yang digunakan merupakan data Non Preserve 3D PSTM, data sumur acuan yang digunakan untuk inversi adalah sumur PRB-21, PRB-26 dan PRB-29 yang memiliki kelengkapan data log (checkshot, sonic, density dan porosity). Inversi pada penelitian ini adalah inversi Impedansi Akustik menggunakan inverse Modelbased Hard Constrain

dengan batasan window ±10 ms dari TKF (Top Keutapang Formation) sampai BKF (Bottom Keutapang Formation). Multiatribut yang dilakukan pada penelitian ini yaitu (Porositas, Densitas, dan Kecepatan). Untuk analisa atribut pada seismik 3D berupa RMS Amplitude.


(15)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut;

a. Mendapatkan zona prospek hidrokarbon berdasarkan analisis peta inversi impedansi akustik dan multi atribut seismik pada daerah penelitian,

b. Mengetahui sebaran properti batuan (densitas, porositas, kecepatan dan AI) yang terdapat pada layer TKF dan BKF,

c. Mendapatkan zona pasir reservoir hidrokarbon pada daerah penelitian dalam layer TKF dan BKF, dan

d. Menganalisis jenis inversi yang paling baik untuk diterapkan pada

lapangan “PRB”.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

karakteristik reservoir hidrokarbon daerah “PRB” berdasarkan proses inversi impedansi akustik dan multiatribut dari data seismik dan log.


(16)

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1. Struktur Regional

Struktur “PRB” terletak kurang lebih 57 km arah baratlaut dari Pangkalan Berandan dan termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Lapangan minyak “PRB” diketemukan pada tahun 1979 oleh Pertamina. Pemboran pertama dilakukan melalui sumur PRB-1 pada bulan Februari 1979 dengan kedalaman hingga 1232 m. Lapangan “PRB” merupakan bagian dari antiklin “PRB” yang mempunyai arah baratlaut-tenggara. Reservoir produktif lapangan ini berasal dari Formasi Keutapang. Struktur “PRB” telah memulai produksi pada bulan Oktober 1979 melalui sumur “PRB” 1 dari lapisan reservoir zona H-10, produksi selama 3 bulan dari zona ini menghasilkan 10 juta barrel minyak dan 900,50 Milion Standard Cubic Feet per Day gas. Struktur “PRB” terletak di dalam Cekungan Sumatera Utara. Cekungan Sumatera Utara dibatasi oleh Tinggian Barisan (Pegunungan Barisan) di bagian barat, Lengkung Asahan di bagian timur sedang ke utara membuka dan berangsur ke Cekungan Laut Andaman. Cekungan Sumatera Utara terdiri dari sub cekungan dan tinggian dengan pola kelurusan utara-selatan dan atau baratlaut-tenggara, meliputi Tinggian Sigli, Dalaman Jawa, Tinggian Arun-Lhok Sukon, Dalaman Lhok Shukon, Tinggian Alur Siwah, Dalaman Tamiang, Tinggian Hyang Besar, Pakol Horst Graben dan Glaga Horst Graben. Posisi tektonik struktur


(17)

“PRB” adalah di Dalaman Tamiang. Di sebelah utara berbatasan dengan Langsa Low. Bagian barat dibatasi oleh cekungan Alur Pika Low, dan bagian timur oleh tinggian yang besar. Posisi tektonik “PRB” sendiri merupakan produk dari proses tektonik yang berlangsung sejak Paleogen. Formasi Keutapang yang menjadi target umumnya dicirikan oleh batupasir regresif. Proses regresi berjalan terus. Sejak akhir pengendapan Formasi Baong sehingga lingkungan laut menjadi lebih dangkal dan bahkan menjadi lingkungan deltaik – transisi dengan perubahan fasies yang tinggi. Lingkungan delta semakin dominan pada umur pengendapan Formasi Keutapang. Sumber material pengendapan di kawasan Dalaman Tamiang berasal dari Bukit Barisan (barat). Umur Formasi Keutapang adalah miosen akhir hingga paleosen. Interval produktif di Struktur “PRB” pada umumnya terdapat pada Formasi Keutapang. Batupasir pada formasi ini umumnya berukuran butir halus hingga sedang dengan porositas sekitar 15 sampai 27 %. Interval batupasir yang merupakan pengendapan delta, umumnya memproduksi minyak dan beberapa mengandung gas atau asosiasi minyak dengan gas. Formasi ini diendapkan pada miosen akhir hingga paleosen. Sebagian besar dari batupasir dari Keutapang merupakan batupasir yang berukuran butir halus sampai sedang dan tingkat kompaksi dari butiran lepas hingga tekompaksi dengan baik. Mineral seperti mika, plagioklas dan glaukonit dapat ditemukan pada formasi ini, namun secara keseluruhan tubuh batuannya terdiri dari kuarsa dan partikel lempung. Total ketebalan gross dari formasi Keutapang bawah berkisar antara 700 sampai dengan 1000 m.


(18)

Gambar 1. Fisiografi Cekungan Sumatera Utara (Pertamina, 2000).

6

Batas

batas Cekungan Sumatera

Utara;

Barat daya;

Pegunungan Bukit Barisan

Barat laut;

Tinggian Malaka

Selatan;

Busur Asahan

Utara;


(19)

2.2. Kerangka Tektonik

Secara umum struktur “PRB” terletak di dalam Cekungan Sumatera Utara. Cekungan Sumatera Utara terdiri dari subcekungan dan tinggian dengan pola kelurusan utara– selatan dan atau baratlaut-tenggara, meliputi Tinggian Sigli, Dalaman Jawa, Tinggian Arun-Lhok Sukon, Dalaman Lhok Shukon, Tinggian Alur Siwah, Dalaman Tamiang, Tinggian Hyang Besar, Pakol Horst Graben dan Glaga Horst Graben. Secara geografis Struktur “PRB” terletak kurang lebih 57 km barat laut dari Pangkalan Berandan dan termasuk kedalam wilayah adimistrasi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara tektonik posisi tektonik Struktur “PRB” berada pada Dalaman Tamiang, sedangkan sebelah utara berbatasan dengan Langsa Low. Bagian barat dibatasi oleh cekungan Alur Pika Low, dan bagian timur oleh Tinggian Yang Besar. Posisi tektonik “PRB” sendiri merupakan produk dari proses tektonik yang berlangsung sejak Paleogen.

Pulau Sumatera sebagai bagian dari Lempeng Sunda (Sunda Microplate) dipercaya telah mengalami perputaran searah jarum jam akibat pengaruh seretan Lempeng India terhadap Lempeng Eurasia ke arah utara. Pendapat lainnya bahwa Pulau Sumatera pada awalnya berorientasi utara menuju selatan namun proses penunjaman (subduction) menyebabkan Pulau Sumatera terputar berlawanan arah jarum jam. Perputaran berlawanan arah jarum jam ini dimulai sejak Kala Eosen sebagai hasil dari proses peregangan dan pemekaran Cekungan Thai dan Cekungan Malay. Sedangkan cekungan Sumatera Utara terbentuk sebagai horst dan graben hasil dari proses pensesaran ulir (wrenching) menganan sepanjang batas barat lempeng Benua Eurasia selama akhir Eosen sampai awal Oligosen.


(20)

Gambar 2.2. Kolom Stratigrafi Regional dan kaitannya dengan sitem hidrokarbon di Cekungan Sumatera Utara. (Rhiady, dkk, 1998)

A. Sedimen Syn Rift (Oligosen – Miosen Awal)

Gambar 2. Statigrafi Cekungan Sumatera Utara (Pertamina, 2000) Zona Penelitian


(21)

2.3. Stratigrafi Regional

Secara umum, stratigrafi pada cekungan Sumatera Utara dibagi menjadi dua bagian, yaitu endapan sedimen saat pemekaran cekungan dan endapan yang tersedimentasi pasca pemekaran cekungan. Pada awal pengisian cekungan, diendapkan sedimen klastik awal pembentukan cekungan tarikan, berupa klastik kasar batupasir dan konglomerat. Kelompok sedimen ini dikenal sebagai formasi Prapat atau disebut juga formasi Bruksah. Formasi Prapat yang diendapkan sebagai endapan kipas aluvial secara berangsur berubah menjadi endapan aluvial di sebelah timurnya, menindih secara tidak selaras formasi Tampur yang berumur Eosen.

2.4. Formasi Daerah Penelitian 2.4.1. Formasi Bampo

Formasi ini dicirikan oleh, litologi batulempung hitam atau batulumpur, tidak mengandung mikrofosil plankton. Lingkungan pengendapan di perkirakan dari lakustrin hingga deltaik (inner sublitoral). Umur formasi Bampo adalah Oligosen hingga Miosen bawah.

2.4.2. Formasi Belumai

Formasi Belumai dicirikan oleh batupasir karbonatan, batugamping klastik yang menunjukkan berkembangnya fasies marine dalam kondisi transgresif. Formasi Belumai ini berkembang di bagian selatan dan timur cekungan sedang di utara berkembang dengan litologi batupasir. Umur formasi Belumai adalah Miosen bawah hingga awal Miosen tengah .


(22)

2.4.3. Formasi Baong

Formasi Baong dicirikan oleh berkembangnya serpih lingkungan laut dengan perselingan batupasir. Formasi ini dibagi menjadi tiga. (a). Anggota Formasi Baong bagian bawah, (b). Anggota bagian tengah dicirikan oleh dominasi batupasir (Middle Baong Sand), dan (c). Anggota Formasi Baong bagian atas dicirikan oleh Serpih. Lingkungan Pengendapan formasi ini dibangun oleh lebih dari sekali siklus genang laut yang kemudian air laut menjadi susut pada saat pengandapan bagian atas formasi sebagai akibat pengangkatan Pegunungan Barisan

2.4.4. Formasi Keutapang

Formasi Keutapang umumnya dicirikan oleh batupasir regresif. Proses regresi berjalan terus Sejak akhir pengendapan Formasi Baong sehingga lingkungan laut menjadi lebih dangkal dan bahkan menjadi lingkungan deltaik dengan perubahan fasies yang tinggi. Lingkungan delta semakin dominan pada umur pengendapan Formasi Keutapang. Sumber material pengendapan di kawasan Dalaman Tamiang berasal dari Bukit Barisan. Umur Formasi Keutapang adalah Miosen akhir hingga Paleosen awal.

2.4.5. Formasi Seureula

Formasi ini dicirikan oleh selang-seling batupasir, batulempung dan serpih, menunjukkan umur Paleosen Bawah . Banyak foraminifera planktonik dan bentonik mengindikasikan lingkungan pengendapan Neritik Tengah. Di bagian atas khususnya, lingkungan menjadi dangkal yakni Neritik Tengah hingga Transisi.


(23)

2.4.6. Formasi Juleu Rayeu

Formasi ini dicirikan oleh batupasir dengan selingan batulempung atau serpih. Lingkungan pengendapan adalah laut dangkal sampai pasang surut. Di beberapa tempat ditemukan konglomerat dan batubara tipis. Umur Formasi Juleu Rayeu adalah Paleosen Atas.

2.5. Sistem Petroleum

2.5.1. Potensial Reservoir

Interval produktif di Struktur “PRB” pada umumnya terdapat pada Formasi Keutapang. Batupasir pada formasi ini umumnya berukuran butir halus hingga sedang dengan porositas sekitar 15 sampai dengan 33 %. Interval batupasir yang merupakan fasies delta ini umumnya memproduksi minyak dan beberapa mengandung gas atau asosiasi minyak dengan gas. Formasi ini diendapkan pada Miosen Akhir hingga Paleosen. Sebagian besar dari batupasir dari Keutapang merupakan batupasir yang telah dewasa, dengan ukuran butir halus sampai sedang dan tingkat kompaksi dari butiran lepas hingga tekompaksi dengan baik. Mineral seperti mika, plagioklas dan glaukonit dapat ditemukan pada formasi ini, namun secara keseluruhan tubuh batuannya terdiri dari kuarsa dan partikel lempung. Total ketebalan gross dari Formasi Keutapang Bawah berkisar antara 700 sampai dengan 1000 m namun ketebalan individu reservoir dapat hanya mencapai 3 sampai 10 m, berupa lapisan batupasir yang bertumpukan. Interval batupasir yang merupakan fasies delta ini umumnya memproduksi minyak dan beberapa mengandung gas atau asosiasi minyak dengan gas. Reservoir potensial lainnya adalah batupasir anggota Formasi Baong Tengah dan karbonat Formasi Belumai.


(24)

2.5.2. Batuan Induk

Batulempung dari Formasi Bampo yang mengisi deposenter lokal pada saat rifting

berlangsung, sebagai endapan lakustrin, berpotensi sebagai batuan induk yang utama. Batuan induk dari Formasi ini diperkirakan matang 11 juta tahun yang lalu (Miosen Tengah). Batuan serpih lain yang juga berpotensi sebagai batuan induk adalah serpih Formasi Belumai dan serpih Formasi Baong, yang diperkirakan matang 10,5 sampai 5,5 juta tahun yang lalu (Miosen Akhir). Tipe Kerogen dari Formasi Bampo adalah Humic (vitrinit) sedangkan untuk Formasi Belumai dan Baong Bawah adalah Sapropelic dan Humic.

2.5.3. Perangkap Hidrokarbon

Reservoir pada Struktur “PRB” adalah batupasir pada Formasi Keutapang. Tipe perangkap pada Struktur ini adalah berupa perangkap struktur dan perangkap stratigrafi, sedangkan yang bertindak sebagai penyekat adalah sisipan serpih dari lingkungan deltaik sebagai Intraformational shale dari Formasi Keutapang itu sendiri. Proses pemerangkapan ini terjadi pada kala Paleosen awal hingga Paleosen Akhir pada saat rejim tektonik kompresi yang menghasilkan pelipatan dan sesar-sesar naik.

2.5.4. Migrasi

Proses migrasi dari batuan induk menuju reservoir sangat berkaitan dengan tahap kematangan dari batuan induknya sendiri, oleh karena itu secara umum proses migrasi ini dikelompokan menjadi 3 tahap;

a. Migrasi dari batuan induk pada formasi Bampo ke reservoir batupasir di formasi Belumai pada kala Miosen tengah dengan pola migrasi vertikal dan lateral dengan media migrasi berupa sesar–sesar bongkah,


(25)

b. Migrasi dari batuan induk pada formasi Bampo, Belumai dan Baong bawah menuju reservoir pada formasi Belumai, Baong dan Keutapang pada Miosen dengan pola migrasi lateral dengan media migrasi berupa sesar-sesar normal, dan c. Migrasi dari batuan induk pada formasi Belumai dan Baong Bawah menuju

reservoir pada formasi Belumai, Baong (Bawah dan Tengah) dan Keutapang dengan pola migrasi vertikal.

Untuk Struktur “PRB” yang mempunyai reservoir produktif dari batupasir pada formasi Keutapang, maka migrasi yang mungkin terjadi adalah pada Paleosen awal hingga Paleosen akhir.

2.6. Struktur Geologi Daerah Penelitian

Konfigurasi cekungan busur belakang (back arc basins) Sumatera dari utara hingga ke selatan dikontrol oleh proses wrenching sehingga baik tegasan ekstensi maupun kompresi pada daerah back arc basin ini akan terhubung dengan sistem sesar Sumatera. Sistem sesar ulir (wrench fault) yang berkembang akan membentuk arsitektur bawah permukaan yang sangat khas, diantaranya adalah flower structure

dan karena sifatnya yang batuan dasar yang terulir (basement involved), sehingga pengaruh wrenching ini akan bisa dijumpai dari bagian terdalam hingga ke lapisan sedimen (detached) teratas. Formasi Keutapang merupakan sekuen sedimen yang berada pada posisi dangkal dari konfigurasi bawah permukaan daerah studi. Namun demikian, pengaruh wrench fault dari sistem tegasan Andaman ini akan tetap terlihat sebagai flower structure splays. Evolusi struktur yang terjadi pada daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh proses subduksi Lempeng Hindia terhadap mikro Lempeng Sunda. Secara regional, terjadi tiga tahapan evolusi struktur pada daerah studi. Tahap pertama adalah pada pertengahan Miosen hingga akhir Miosen, terjadi pengendapan


(26)

formasi Keutapang disertai dengan pembentukan flower structure yang menyobek lapisan serpih formasi Baong akibat aktivitas subduksi. Tahap kedua adalah pada Paleosen, dimana terjadi proses thrusting terhadap formasi Belumai, Baong dan Keutapang akibat dari sistem Tegasan Sumatera. Tahap terakhir (Holosen), terjadi

wrenching oleh Sistem Tegasan Andaman yang mengakibatkan shale flowage dari Baong shale, menghasilkan diapiric zone. Interpretasi penampang seimik menunjukkan bahwa daerah “PRB” merupakan daerah yang terdeformasi oleh struktur dengan kuat. Formasi Keutapang dan Formasi lainnya yang lebih tua terlipat dan terpatahkan pada beberapa seting tektonik.. Sesar-sesar normal arah timurlaut- barat daya membentuk konfigurasi graben. Sesar normal ini menyobek secara tegak lurus sesar naik (reversal) yang lebih tua. Sesar tua yang dapat diamati pada daerah

“PRB” adalah sesar normal arah timurlaut-baratdaya. Sesar normal terbentuk sebelum formasi Keutapang diendapkan sehingga dapat kita asumsikan bahwa usia sesar-sesar ini adalah sekira Miosen Tengah. Sistem Tegasan Andaman pada Holosen memicu terjadinya proses wrenching pada Pulau Sumatera, sehingga dampaknya dapat tercermin pada pola lipatan yang tergeserkan. Pola lipatan tersebut bergeser mengikuti arah menganan sesuai dengan arah gerak (slip) dari sesar ulir Sumatera (Sumatran Wrench Fault). Dengan adanya proses wrenching ini, sesar-sesar yang telah ada sebagian teraktifkan kembali dan membentuk konfigurasi struktur seperti yang terhampar saat ini.


(27)

BAB III

TEORI DASAR

3.1. Konsep Dasar Seismik Refleksi

Pengertian secara lebih spesifik tentang inversi seismik dapat didefinisikan sebagai suatu teknik pembuatan model bawah permukaan dengan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol (Sukmono, 2000). Definisi tersebut menjelaskan bahwa metode inversi merupakan kebalikan dari pemodelan dengan metode ke depan (forward modeling) yang berhubungan dengan pembuatan seismogram sintetik berdasarkan model bumi membagi metode inversi seismik dalam dua kelompok, yaitu inversi pre-stack dan inversi

post-stack. Inversi post-stack terdiri dari inversi rekursif (Bandlimited), inversi berbasis model (Model Based) dan inversi Sparse Spike. Inversi pre-stack terdiri atas inversi amplitudo (AVO = Amplitude Versus Offset) dan inversi waktu penjalaran (traveltime) atau tomografi (Russell, 1996). Metode seismik refleksi merupakan metode yang sering digunakan untuk mencari hidrokarbon. Kelebihan metode seismik dibanding metode yang lain adalah resolusi horisontalnya yang lebih baik. Refleksi seismik terjadi ketika ada perubahan impedansi akustik sebagai fungsi dari kecepatan dan densitas pada kedudukan sinar datang yang


(28)

tegak lurus, yaitu ketika garis sinar mengenai bidang refleksi pada sudut yang tegak lurus, persamaan dasar dari koefesien refleksi adalah;

i i i i i i i i i i i i Z Z Kr Z Z V V V V 1 1 1 1 1 1                 (1) dimana, i adalah densitas lapisan ke-i, Vi adalah kecepatan lapisan ke-i, dan Zi adalah Impedansi Akustik ke-i. Dengan mengetahui harga reflektifitas suatu media, maka dapat diperkirakan sifat fisik dari batuan bawah permukaan. Trace

seismik dibuat dengan mengkonvolusikan wavelet sumber dengan deret koefesien refleksi reflektor bumi. Konvolusi merupakan operasi matematis yang menggabungkan dua fungsi dalam domain waktu untuk mendapatkan fungsi ketiga. Model satu dimensi seismik trace paling sederhana merupakan hasil konvolusi antara reflektivitas bumi dengan suatu fungsi sumber seismik dengan tambahan komponen bising dan secara matematis dirumuskan sebagai (Russel, 1996);

St = Wt * rt (2) dengan, St adalah seismogram seismik, Wt adalah wavelet seismik, dan rt adalah reflektivitas lapisan bumi. Persamaan (2) dilakukan penyederhanaan dengan mengasumsi komponen bising nol. Seismogam sintetik dibuat berdasarkan

wavelet yang digunakan pada persamaan diatas. Seismogram sintetik adalah tidak lain dari model respon total seismik terhadap model dari beberapa batas refleksi pada seksi pengendapan. Metode seismik refleksi dewasa ini masih menjadi salah satu metode yang paling umum digunakan untuk mengindentifikasi akumulasi minyak dan gas bumi.


(29)

3.2. Sifat Fisika Batuan 3.2.1. Densitas

Densitas merupakan sifat fisis yang secara signifikan dipengaruhi oleh porositas. Jika distribusi densitas batuan dibawah permukaan diketahui, maka secara potensial informasi perlapisan dapat diketahui. Besarnya densitas batuan porus yang disusun oleh mineral dan fluida yang seragam dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (Wyllie, 1956):

(3)

dengan, ρb adalah densitas bulk batuan, adalah porositas batuan, adalah densitas matrik batuan, dan adalah densitas fluida. Dapat dipahami bahwa densitas turun lebih cepat pada reservoir yang terisi gas dibanding reservoir yang terisi minyak. Besarnya densitas batuan suatu material dipengaruhi oleh: (1). Jenis dan jumlah mineral serta persentasenya, (2). Porositas batuan, dan (3) Fluida pengisi rongga. Nilai densitas turun lebih cepat pada reservoir gas dibandingkan pada reservoir minyak. Karena nilai densitas sangat berpengaruh pada nilai kecepatan primer dan sekunder serta AI, maka nilai densitas tersebut akan berperan penting pada interpretasi data seismik untuk identifikasi jenis reservoir. 3.2.2. Kecepatan

Terdapat dua jenis kecepatan gelombang seismik yang berperan penting dalam interpretasi data seismik, yaitu kecepatan gelombang P (gelombang kompresi) dan gelombang S (gelombang shear). Kedua jenis gelombang ini memiliki karakter yang berbeda-beda, gelombang S tidak dapat merambat dalam medium fluida dengan arah pergerakan partikel tegak lurus terhadap arah penjalaran gelombang


(30)

sedangkan gelombang P dapat merambat dalam medium fluida dengan arah pergerakan partikel searah dengan arah perambatan gelombangnya. Persamaan kecepatan kedua gelombang tersebut dalam parameter elastis dapat dituliskan dalam bentuk (Hilterman, 1997). Parameter penting lain dalam interpretasi seismik adalah ratio Poisson’s yang dapat digunakan untuk analisis litologi.

Poisson’s ratio (σ) adalah parameter elastis yang dapat dinyatakan sebagai fungsi kecepatan gelombang P dan kecepatan gelombang S .

3.2.3. Porositas

Porositas suatu medium adalah perbandingan volume rongga-rongga pori terhadap volume total seluruh batuan yang dinyatakan dalam persen. Suatu batuan dikatakan mempunyai porositas efektif apabila bagian rongga-rongga dalam batuan saling berhubungan dan biasanya lebih kecil dari rongga pori-pori total. Ada dua jenis porositas yang dikenal dalam teknik reservoir, yaitu porositas absolut dan porositas efektif. Porositas absolut adalah perbandingan antara volume poripori total batuan terhadap volume total batuan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai persamaan berikut;

Porositas Absolut (φ) = ...(4) Sedangkan porositas efektif adalah perbandingan antara volume pori-pori yang saling berhubungan dengan volume batuan total, yang secara matematis dituliskan sebagai berikut;

Porositas Efektif (φ) = ...(5)

Perbedaan dari kedua jenis porositas tersebut hanyalah untuk mempermudah dalam pengidentifikasi jenis porositas. Menurut Koesoemadinata (1978),


(31)

penentuan kualitas baik tidaknya nilai porositas dari suatu reservoir adalah seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Skala penentuan baik tidaknya kualitas nilai porositas batuan suatu reservoir (Koesoemadinata, 1978).

Harga Porositas (%) Skala

0 – 5 Diabaikan (negligible)

5 – 10 Buruk (poor)

10 – 15 Cukup (fair)

15 – 20 Baik (good)

20 – 25 Sangat baik (very good)

>25 Istimewa (excellent)

Nilai porositas batuan biasanya diperoleh dari hasil perhitungan data log sumur, yaitu dari data log densitas, log neutron, dan log kecepatan. Secara umum porositas batuan akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman batuan, karena semakin dalam batuan akan semakin kompak akibat efek tekanan diatasnya. Nilai porositas juga akan mempengaruhi kecepatan gelombang seismik. Semakin besar porositas batuan maka kecepatan gelombang seismik yang melewatinya akan semakin kecil, dan demikian pula sebaliknya. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi nilai porositas adalah:

a. Butiran dan karakter geometris (susunan, bentuk, ukuran dan distribusi). b. Proses diagenesa dan kandungan semen.

c. Kedalaman dan tekanan.

Susunan porositas dan matrik dalam suatu batuan dapat ditunjukkan pada gambar berikut ini;


(32)

Gambar 3. Porositas dan matrik suatu batuan (Koesoemadinata, 1978).

3.3. Impedansi Akustik (IA)

Impedansi Akustik (IA) dapat didefinisikan sebagai sifat fisis batuan yang nilainya dipengaruhi oleh jenis litologi, porositas, kandungan fluida, kedalaman, tekanan dan temperatur. Berdasarkan pengertian tersebut maka IA dapat digunakan sebagai indikator jenis litologi, nilai porositas, jenis hidrokarbon dan pemetaan litologi dari suatu zona reservoir. Secara matematis Impedansi Akustik dapat dirumuskan sebagai berikut;

IA = .v (6) dengan,  adalah densitas (gr/cm³), dan v adalah kecepatan gelombang seismik (m/s). Pemantulan gelombang seismik akan terjadi jika ada perubahan atau kontras IA antara lapisan yang berbatasan. Perbandingan antara energi yang dipantulkan dengan energi datang pada keadaan normal dapat ditulis sebagai berikut;

E(pantul) E(tang)KR2 (7) )

( )

(IA2 IA1 IA1 IA2

KR   (8) Pori-pori

 Porositas  Tipe fluida Matrix

 Tipe  Ketajaman


(33)

) (

)

( i 1Vi 1 iVi i 1Vi 1 iVi

KR     (9) )

( )

(IAi 1 IAi IAi 1 IAi

KR (10) dari persamaan (7) didapat untuk kasus lapisan tipis, maka persamaan diatas dapat ditulis kembali menjadi;

i

 

i

i

i IA KR KR

IA1 1 1 (11) Harga kontras IA dapat diperkirakan dari harga amplitudo refleksi, dimana semakin besar amplitudo refleksi maka semakin besar kontras IA. Impedansi Akustik seismik memberikan resolusi lateral yang bagus tapi dengan resolusi vertikal yang buruk. Sedangkan IA sumur memberikan resolusi vertikal yang sangat baik tetapi resolusi lateralnya buruk.

3.4. Wavelet

Wavelet adalah gelombang harmonik yang mempunyai interval amplitudo, frekuensi, dan fasa tertentu (Sismanto, 2006). Berdasarkan konsentrasi energinya

wavelet dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu: a. Zero Phase Wavelet

Wavelet berfasa nol (zero phase wavelet) mempunyai konsentrasi energi maksimum di tengah dan waktu tunda nol, sehingga wavelet ini mempunyai resolusi dan standout yang maksimum. Wavelet berfasa nol (disebut juga wavelet simetris) merupakan jenis wavelet yang lebih baik dari semua jenis wavelet yang mempunyai spectrum amplitude yang sama. b. Minimum Phase Wavelet

Wavelet berfasa minimum (minimum phase wavelet) memiliki energi yang terpusat pada bagian depan. Dibandingkan jenis wavelet yang lain dengan


(34)

spektrum amplitudo yang sama, wavelet berfasa minimum mempunyai perubahan atau pergeseran fasa terkecil pada tiap-tiap frekuensi. Dalam terminasi waktu, wavelet berfasa minimum memiliki waktu tunda terkecil dari energinya.

c. Maximum Phase Wavelet

Wavelet berfasa maksimum (maximum phase wavelet) memiliki energi yang terpusat secara maksimal dibagian akhir dari wavelet tersebut, jadi merupakan kebalikan dari wavelet berfasa minimum.

d. Mixed Phase Wavelet

Wavelet berfasa campuran (mixed phase wavelet) merupakan wavelet yang energinya tidak terkonsentrasi di bagian depan maupun di bagian belakang.

Gambar 4. Jenis-jenis wavelet berdasarkan konsentrasi energinya, yaitu mixed phase wavelet (1), minimum phase wavelet (2), maximum phase wavelet (3), dan


(35)

3.4.1. Ekstraksi Wavelet

Jenis dan tahapan dalam pembuatan (ekstraksi) wavelet adalah sebagai berikut (Ariadmana Y, 2006):

a. Ekstraksi Wavelet Secara Teoritis

Wavelet ini dibuat sebagai wavelet awal untuk menghasilkan seismogram sintetik. Seismogram sintetik ini kemudian diikatkan dengan data seismik dengan bantuan checkshot. Apabila ternyata checkshot sumur itu tidak ada, maka korelasi dilakukan dengan cara memilih event-event target pada sintetik dan menggesernya pada posisi event-event data seismik (shifting). Korelasi antara data seismogram sintetik dan data seismik ini akan mempengaruhi hasil pembuatan wavelet tahap selanjutnya. Korelasi yang dihasilkan dengan cara ini biasanya kurang bagus karena wavelet yang digunakan bukan wavelet dari data seismik.

b. Ekstraksi Wavelet Secara Statistik dari Data Seismik

Jenis ekstraksi wavelet selanjutnya adalah ekstraksi wavelet dari data seismik secara statistik. Ekstraksi dengan cara ini hanya menggunakan data seismik dengan masukan posisi serta window waktu target yang akan diekstrak. Untuk memperoleh korelasi yang lebih baik, maka dilakukan

shifting pada event-event utama. Jika perlu dilakukan stretch dan squeeze

pada data sintetik. Namun karena stretch dan squeeze sekaligus akan merubah data log, maka yang direkomendasikan hanya shifting. Biasanya, korelasi yang didapatkan dengan cara statistik dari data seismik akan lebih besar bila dibandingkan dengan wavelet teoritis.


(36)

c. Ekstraksi Wavelet Secara Deterministik

Ekstraksi wavelet dengan cara ini akan memberikan wavelet yang akan lebih mendekati wavelet sebenarnya dari data seismik. Ekstraksi ini dilakukan terhadap data seismik sekaligus dengan kontrol data sumur, sehingga akan memberikan wavelet dengan fasa yang tepat. Namun ekstraksi ini hanya akan memberikan hasil yang maksimal jika data sumur sudah terikat dengan baik. Ekstraksi wavelet secara statistik dan pengikatan yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil ekstraksi

wavelet secara deterministik dengan kualitas yang baik. Untuk menghasilkan sintetik dengan korelasi optimal, maka dilakukan shifting

dan bila diperlukan maka dapat dilakukan stretch dan squeeze, akan tetapi hal tersebut tidak dianjurkan

3.5. Seismogram Sintetik

Seismogram sintetik merupakan hasil konvolusi antara deret koefisien refleksi dengan suatu wavelet . Proses mendapatkan rekaman seismik ini merupakan sebuah proses pemodelan kedepan (forward modeling). Koefisien refleksi diperoleh dari perkalian antara kecepatan gelombang seismik dengan densitas batuannya. Sedangkan wavelet diperoleh dengan melakukan pengekstrakan pada data seismik dengan atau tanpa menggunakan data sumur dan juga dengan wavelet

buatan. Seismogram sintetik sangat penting karena merupakan sarana untuk mengidentifikasi horison seismik yang sesuai dengan geologi bawah permukaan yang diketahui dalam suatu sumur hidrokarbon (Munadi dan Pasaribu, 1984). Identifikasi permukaan atau dasar lapisan formasi pada penampang seismik


(37)

memungkinkan untuk ditelusuri kemenerusannya pada arah lateral dengan memanfaatkan data seismik. Konvolusi antara koefisien refleksi dengan wavelet

seismik menghasilkan model trace seismik yang akan dibandingkan dengan data riil seismik dekat sumur. Seismogram sintetik dibuat untuk mengkorelasikan antara informasi sumur (litologi, kedalaman, dan sifat-sifat fisis lainnya) terhadap penampang seismik guna memperoleh informasi yang lebih lengkap dan komprehensif (Sismanto, 2006).

3.6. Teori Dasar Seismik Inversi 3.6.1. Konsep Dasar Seismik Inversi

Ada beberapa pengertian mengenai seismik inversi. Diantaranya adalah oleh Menke yang mengatakan bahwa inversi merupakan integrasi teknik matematik dan statistik untuk memperoleh informasi yang berguna mengenai sifat fisik berdasarkan obsevasi terhadap sistem tersebut. Pendapat diatas masih bersifat umum, bukan secara langsung mendefinisikan seismik inversi. Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa inversi merupakan proses yang secara langsung menentukan nilai impedansi dengan data trace seismik yang ada. Nilai impedansi berhubungan dengan koefisien refleksi lapisan bumi yaitu (Schultz, 1994);

i i i i IA IA IA IA KR      1

1 (12)

dengan, IAi sama dengan .Vi, dan i adalah lapisan ke-1, 2, 3, …….n. Inversi

seismik merupakan suatu teknik untuk membuat model geologi bawah permukaan dengan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol. Pengembalian dari rekaman seismik merupakan suatu pemodelan ke depan (forward modeling). Dalam kasus ini input data adalah AI atau deret koefisen refleksi pada


(38)

lapisan permukaan itu sendiri yang kemudian dimodelkan ke depan dalam rekaman seismik (Sukmono, 1999). Algoritma pemodelan ke depan merupakan suatu proses konvolusi antara wavelet seismik terhadap deret koefisien refleksi pada permukaan. Dengan kata lain, inversi seismik merupakan pemodelan ke belakang , dimana inputnya merupakan rekaman seismik yang dimodelkan inversi ke dalam penampang AI. Algoritma pemodelan inversi ini pada dasarnya, merupakan dekonvolusi antara rekaman seismik dan gelombang seismik yang kemudian menghasilkan penampang seismik.

Koefisien Refleksi dari Data Log * Wavelet = Sintetik Seismogram (Sumuran)

Sintetik Seismogram / Wavelet = Koefisien Refleksi (Sumuran dan Luar Sumuran)

Gambar 5. pemodelan ke depan dan ke belakang (Sukmono, 2000).

Secara umum metoda seismik inversi adalah suatu proses untuk mengubah data seismik yang berupa kumpulan nilai-nilai amplitudo ke dalam kumpulan nilai impedansi. Proses utama yang dilakukan dalam metoda ini adalah dekonvolusi yang mengubah dari trace seismik menjadi reflektifitas. Walaupun setiap perangkat lunak memiliki langkah-langkah yang berbeda, terdapat kesamaan proses yang penting dalam seismik inversi seperti pengikatan data sumur dengan data seismik, estimasi wavelet, pemodelan geologi, dan proses inversinya sendiri. Metoda seismik inversi terbagi menjadi dua berdasarkan proses stack data seismiknya, yaitu inversi pre-stack dan inversi post-stack. Inversi pre-stack dapat digunakan untuk melihat pengaruh fluida yang dapat memberikan efek perubahan


(39)

amplitudo terhadap offset. Sedangkan di bawah ini akan dibahas sedikit tentang beberapa inversi post-stack yaitu inversi rekursif, sparse spike, dan model based.

Gambar 6. Tipe-tipe teknik inversi seismik (Sukmono, 1999). 3.7. Metode Seismik Inversi

3.7.1. Inversi bandlimited

Inversi rekursif atau disebut dengan inversi bandlimited adalah algoritma inversi yang mengabaikan efek wavelet seismik dan memperlakukan seolah-olah trace seismik merupakan kumpulan koefisien refleksi yang telah difilter oleh wavelet

fasa nol. Metoda ini paling awal digunakan untuk menginversi data seismik dengan persamaan dasar (Russel, 1996);

i i i i i i i i i i i i i Z Z r Z Z V V V V 1 1 1 1 1 1                 (13)

dengan, r adalah koefisien refleksi,  adalah densitas, V adalah kecepatan gelombang P, dan Z adalah Impedansi Akustik. Mulai dari lapisan pertama, impedansi lapisan berikutnya ditentukan secara rekursif dan tergantung nilai impedansi akustik lapisan di atasnya dengan perumusan sebagai berikut

          i i i i Z r 1 r 1 * Z


(40)

Keuntungan penggunaan Metoda Seismik Inversi Rekursif daintaranya sebagai berikut:

a. Metoda ini menggunakan data seismik sebagai input, sehingga berdasarkan trace seismik dan menggunakan wavelet berfasa nol agar memberikan hasil yang baik.

b. Metoda ini merupakan metoda yang sederhana dengan algoritma yang terbatas yang memberikan hasil berupa resolusi dengan bandwidth yang sama dengan data seismik.

Permasalahan yang terjadi pada inversi rekursif adalah sebagai berikut:

a.Kehilangan komponen frekuensi rendah (efek bandlimited). Seismik inversi rekursif didasarkan pada dekonvolusi klasik yang mengasumsikan reflektivitas random dan wavelet dengan fasa minimum atau nol, akibatnya hanya dihasilkan wavelet berfrekuensi tinggi dan tidak mencakup deret koefisien refleksi secara lengkap.

b. Sensitif terhadap noise akibat tanpa memperhitungkan bentuk wavelet dasar, sehingga dapat menghasilkan lapisan baru yang semu.

3.7.2. Inversi Model Based

Inversi Model Based mengikuti model konvolusi. Pada inversi Model Based,

reflektivitas didefinisikan sebagai sekuen yang memberikan kecocokan yang paling baik pada data seismik. Dengan kata lain, kita mencari reflektivitas yang dikonvolusikan dengan wavelet untuk memberikan pendekatan yang terbaik dengan trace seismik. Inversi Model Based dikembangkan untuk memecahkan masalah yang muncul pada metode rekursif diantaranya yaitu pengaruh akumulasi


(41)

noise, bad amplitude, dan bandlimited seismik data (Sukmono, 1999). Keuntungan penggunaan metoda inversi berbasiskan model antara lain:

a. Metoda ini menghindari inversi secara langsung dari data seismik itu sendiri. b. Hasil keluaran inversi merupakan bentuk model yang dapat sesuai dengan data

input.

c. Nilai kesalahan terdistribusi dalam solusi dari proses inversi. d. Efek multipel dan adanya atenuasi dapat ditampilkan dalam model. Kekurangan menggunakan metoda inversi berbasis model adalah:

a. Sifat sensitif terhadap bentuk wavelet, dimana dua wavelet berbeda dapat mengahasilkan trace seismik yang sama.

b. Sifat ketidak-unikan untuk wavelet tertentu dimana semua hasil sesuai dengan trace seismik pada lokasi sumur yang sama.

3.7.3. Inversi SparseSpike

Metoda inversi sparse-spike mengasumsikan bahwa reflektivitas suatu model dianggap sebagai rangkaian spike yang jarang dan tinggi ditambahkan deret spike kecil dan kemudian dilakukan estimasi wavelet berdasarkan asumsi model tersebut. Inversi sparse-spike menggunakan parameter yang sama seperti inversi berbasis model dengan konstrain. Input parameter tambahan pada metoda ini adalah menentukan jumlah maksimum spike yang akan dideteksi pada tiap trace

seismik dan treshold pendeteksian spike. Setiap penambahan spike baru yang lebih kecil dari spike sebelumnya akan memodelkan trace lebih akurat lagi. Keuntungan penggunaan metoda Inversi Sparse-spike;


(42)

a. Data yang digunakan dalam perhitungan, sama seperti pada proses inversi rekursif.

b. Dapat menghasilkan inversi secara geologi.

c. Informasi frekuensi rendah termasuk dalam solusi secara metematik. Kekurangan metoda Inversi Sparse-Spike antara lain:

a. Hasil akhir inversi ini kurang detail.

b. Hanya komponen “blocky” saja yang terinversikan.

c. Secara statistik, subyek metoda inversi jenis ini digunakan untuk data yang mempunyai masalah noise.

3.8. Metoda Multi-Atribut

Analisis seismik multi-atribut adalah salah satu metode statistik menggunakan lebih dari satu atribut untuk memprediksi beberapa properti fisik dari bumi. Pada analisa ini dicari hubungan antara log dengan data seismik pada lokasi sumur dan menggunakan hubungan tersebut untuk memprediksi atau mengestimasi volum dari properti log pada semua lokasi pada volum seismik. Statistik dalam karakteristik reservoir digunakan untuk mengestimasi dan mensimulasikan hubungan spasial variabel pada nilai yang diinginkan pada lokasi yang tidak mempunyai data sampel terukur. Hal ini didasarkan pada kenyataan yang sering terjadi di alam bahwa pengukuran suatu variabel di suatu area yang berdekatan adalah sama. Kesamaan antara dua pengukuran tersebut akan menurun seiring dengan bertambahnya jarak pengukuran. Mengidentifikasi tiga sub-kategori utama pada teknik analisa multiatribut yaitu:

a. Perluasan dari co-kriging untuk melibatkan lebih dari satu atribut sekunder untuk memprediksi parameter utama.


(43)

b. Metode yang menggunakan matriks kovariansi untuk memprediksi suatu parameter dari atribut input yang telah diberikan bobot secara linear. c. Metode yang menggunakan Artificial Neural Networks (AANs) atau

teknik optimisasi non-linear untuk mengkombinasikan atribut-atribut menjadi perkiraan dari parameter yang diinginkan.

3.9. Atribut Amplitudo

Atribut amplitudo merupakan atribut terdasar dari tras seismik yang diturunkan dari perhitungan statistik. Atribut amplitudo ini banyak digunakan untuk mengidentifikasi anomali amplitudo akibat adanya hidrokarbon seperti bright spot

ataupun dim spot. Amplitudo seismik juga umum digunakan untuk pemetaan fasies dan sifat reservoir. Perubahan lateral amplitudo sering dipakai pada studi-studi stratigrafi untuk membedakan satu fasies dengan fasies lainnya. Misalnya secara umum lapisan-lapisan yang konkordan akan mempunyai amplitudo yang lebih tinggi, “hummocky” sedikit lebih rendah dan “chaotic” paling rendah. Lingkungan yang kaya akan pasir umumnya mempunyai amplitudo yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang kaya akan serpih. Perbedaan rasio batupasir dan batuserpih ini dengan mudah dapat dilihat pada peta amplitudo. Kegunaan atribut amplitudo adalah untuk mengidentifikasi parameter-parameter diantaranya gros litologi, akumulasi gas dan fluida, dan gros porositas batupasir.

3.9.1. Amplitudo RMS (Root Mean Square)

Amplitudo RMS merupakan akar dari jumlah energi dalam domain waktu (amplitudo dikuadratkan) bisa dikatakan amplitudo rata-rata dari jumlah amplitude yang ada. Karena nilai amplitudo diakarkan sebelum dirata-ratakan


(44)

24.46 RMS ) 25 38 ... 0 (5 8 1 RMS a 8 1 RMS 2 2 2 2 N 1 i 2 i      

maka Amplitudo RMS sangat sensitif terhadap nilai amplitudo yang ekstrim dapat juga berguna untuk melacak perubahan litologi seperti pada kasus pasir gas. Persamaan atribut amplitudo RM yaitu;

a N 1 RM S Amplitudo N 1 i 2 1  

(15)

dimana, N adalah jumlah sampel amplitudo pada jendela analisis, dan a adalah besar amplitudo.


(45)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non Preserve. Data sumur acuan yang digunakan untuk inversi adalah sumur PRB-21, PRB-26 dan PRB-29 yang memiliki kelengkapan data log (checkshot, sonic, density dan neutron porosity). Sedangkan jumlah sumur yang ada pada lapangan

“PRB” adalah 56 sumur dengan 9 sumur minyak, 6 sumur gas dan sisanya

suspended well.


(46)

5.2. Analisis Crossplot

Berikut analisis Crossplot yang dilakukan pada penelitian ini;

Gambar 11.Crossplot Density vs AI (kiri) dan Porosity vs AI (kanan) dari layer

TKF hingga BKF

Pada analisis crossplot penelitian ini nilai untuk cut off Gamma Ray adalah 91 GAPI. Analisis Crossplot Density versus AI tidak dapat memisahkan sand dan

shale, begitu juga pada analisis crossplot Porosity versus AI. Overlaping yang terjadi pada analisis crossplot ini dikarenakan window antara top marker hingga

bottom marker yang terlalu lebar yaitu sekitar ± 450 ms. Penyebab lain dikarenakan formasi pada penelitian ini adalah sand dengan sisipan shale. Untuk mendapatkan analisis crossplot yang baik, pada penelitian ini crossplot digunakan

pada TKF hingga TKF’ dan BKF hingga BKF’.

AI

Density

AI


(47)

Berikut analisis crossplotnya;

Gambar 12.Crossplot Porosity vs AI (kiri) dari layer TKF –TKF’ dan dari BKF

–BKF’

Pada (Gambar 12) sudah dapat dipisahkan antara shale dan sand dengan menggunakan marker bayangan dari TKF yaitu TKF’, begitu pula dapat dipisahkan antara shale dan sand dengan menggunakan marker bayangan dari

BKF yaitu BKF’.

5.3. Ekstraksi Wavelet dan Well-Seismik Tie

Proses ekstraksi wavelet dapat dilakukan dengan beberapa metoda.

a. Dengan menggunakan cara statistik, yaitu dengan mengekstraksi wavelet dari

volume data seismik disekitar zona target, dan

b. Menggunakan data sumur, dimana wavelet diekstraksi disekitar lokasi sumur. AI

AI

Porosity Porosity


(48)

Sumur dikonversi dari kedalaman menjadi fungsi waktu dengan menggunakan data chekshot. Proses ekstraksi wavelet tersebut dilakukan secara berulang (try and error) hingga menghasilkan correlate yang tinggi.

Tabel 6. Perbandingan Ekstraksi Wavelet Statistical dan Usewell Wavelet PRB- 21 PRB - 26 PRB – 29 Rata- Rata

Correlation Correlation Time

Shift

Correlation Time Shift

Correlation Time Shift

Usewell 0,704 0 0,518 0 0,460 0 0,5606 Statistical 0,704 0 0,834 0 0,613 0 0,7177

Korelasi adalah metode untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan dua peubah atau lebih yang digambarkan oleh besarnya koefisien korelasi. Koefisien korelasi adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan antar dua variabel atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih, tetapi semata-mata menggambarkan keterkaitan linier.

Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi wavelet dengan metoda diatas. Dari beberapa metoda yang digunakan tersebut, korelasi yang paling baik untuk sumur PRB-21, PRB-26 dan PRB-29 adalah hasil ekstraksi wavelet menggunakan metoda statistical disekitar marker saja yaitu -15 ms dari TKF dan + 15 ms dari BKF.


(49)

Gambar 13. Bentuk geometri dan amplitudo hasil ekstraksi wavelet

Wavelet hasil ekstraksi ini kemudian dikonvolusikan dengan impedansi akustik (sonic dikalikan density) untuk membuat seismogram sintetik yang akan digunakan dalam proses well seismic tie. Sebelum melakukan proses well seismic tie ini, data sumur (sonic) terlebih dahulu dikonversi dari domain kedalaman menjadi domain waktu dengan menggunakan data checkshot. Proses well seismic tie pada dasarnya banyak dipengaruhi oleh proses stretch/squeeze dengan toleransi pergeseran sekitar 10 ms. Batas pergeseran tersebut perlu diperhatikan karena jika melebihi 10 ms akan menyebabkan data sumur mengalami shifting. Hal ini akan berpengaruh pada saat penentuan nilai fasa dari data sumur tersebut, dimana nilai fasanya akan mengalami pergeseran dari nilai fasa sebenarnya.

Proses pemilihan wavelet sangat mempengaruhi nilai korelasi yang didapatkan pada saat proses well tie. Korelasi yang baik antara seismogram sintetik yang dihasilkan wavelet pilihan dengan trace seismik dapat memudahkan dalam proses picking horizon dan analisis inversi.


(50)

Gambar 14. Well Seismic Tie sumur PRB-21 pada crossline 467 dan inline 273.

Gambar 15. Well Seismic Tie sumur PRB-26 pada crossline 532 dan inline 484. Korelasi = 0,744

Seismogram sintetic

Korelasi = 0,834

Trace Seismic

Seismogram sintetic


(51)

Gambar 16. Well Seismic Tie sumur PRB-29 pada crossline 461 dan inline 575.

5.4. Identifikasi Patahan dan Penarikan Horison

Picking horizon yang dilakukan pada penelitian ini adalah pada Top Keutapang dan Bottom Keutapang Formasi yang merupakan zona interest penelitian, dengan dipandu oleh well marker sumur PRB-21, PRB-26 dan PRB-29. Picking horizon pada Top Keutapang Formasi berada pada peak sedangkan pada Bottom

Keutapang Formasi terletak pada Through. Pada picking horizon layer TKF dan BKF ini dilakukan pada software Petrel 2009.1.Hal itu disebabkan lebih baiknya tampilan kontras warna sehingga kemenerusan reflektor dan identifikasi patahan akan lebih baik. Kesulitan picking horizon pada penelitian ini dikarenakan data seismik yang digunakan dalam penelitian adalah data 3D maka diperlukan quality control pada inline. Output dari picking horizon ini yaitu time map.

Korelasi = 0,674

Seismogram sintetic


(52)

Gambar 17. Horizon pada layer TKF (biru) dan BKF (hitam) penampang seismik xline 467.

Gambar 18. Time Map layer TKF (kiri) dan layer BKF (kanan).

TKF


(53)

5.5. Inversi Model Based Hard Constrain

5.5.1. Model Inisial

Model inisial merupakan nilai AI sumur yang diperoleh dari perkalian log densitas (RHOB) dengan log sonic. Model inisial direkonstruksi dari data tiga sumur acuan yaitu sumur PRB-21, PRB-26 dan PRB-29 yang telah terkorelasi secara baik sehingga dapat digunakan sebagai kontrol hasil inversi terhadap kemenerusan lapisan secara lateral.

Gambar 19. Penampang Initial Model pada Xline 467 melewati sumur PRB -21

5.5.2. Analisis Inversi

Pada peneltian ini menggunakan metode inversi Modelbased Hard Constrain, sebelumnya juga dilakukan perbandingan terhadap inversi Bandlimited dan Linier Sparse Spike. Teknik Inversi Modelbased Hard Constrain lebih baik dari teknik inversi lainnya dikarenakan metode ini pada saat dilakukan trial and error, metode ini memiliki tingkat error yang kecil dan memiliki korelasi yang besar apabila dibandingkan dengan metode inversi Sparse spike dan Bandlimited.


(54)

Tabel 7. Analisis Inversi Model Based, Bandlimited dan Sparse Spike pada tiga sumur acuan

Teknik Inversi

PRB-21 PRB-26 PRB-29

Error AI Korelasi Error AI Korelasi Error AI Korelasi

Model Based 903,95 0,9842 769,63 0,9775 1521,23 0,9548 Bandlimited 1202,43 0,8537 1079,51 0,8438 1768,79 0,9331

Sparse Spike 966,79 0,9060 917,67 0,9470 1916,96 0,9179 5.6. Multiatribut

Multiatribut bertujuan memodelkan log sumur dari hasil ektraksi/turunan data seismik untuk mencari atribut-atribut yang memiliki korelasi terbaik antara model log dengan log sumur (log daerah penelitian). Nilai error dan korelasi dihasilkan dari persamaan regresi linear antara data log dengan data atributnya. Pada multiatribut AI, porositas dan kecepatan sudah baik dan terlihat menerus (Gambar 20 s.d. 22). Pada multiatribut Acoustic Impedance didapatkan

Correlation 0,919 dengan Average error 0,081 ((ft/s)*(g/cc)) dari Validation

(Gambar 24), sedangkan hasil crossplot diperoleh nilai error 0,01 dan correlation

sebesar 0,990 (Gambar 23). Multiatribut untuk Porosity didapatkan nilai Average error 0,203 (%) dengan correlation 0,797 dari Validation (Gambar 24),

sedangkan hasil crossplot diperoleh nilai error 0,19 dan correlation sebesar 0,809 (Gambar 23). Pada Multiatribut density Average error 0,15 (gr/cc) dengan

correlation 0,85 dari Validation, sedangkan hasil crossplot diperoleh nilai error

0,12 dan correlation 0,878. Pada Multiatribut P-wave didapatkan nilai Average error 0,07 (gr/cc) dengan correlation 0,93 dari Validation (Gambar 24),


(55)

Gambar 20. Penampang vertikal multiatribut AI pada X-line 467

Gambar 21. Penampang vertikal multiatribut Porosity pada X-line 467


(56)

Gambar 23. Analisis crossplot multiatribut dari porositas, densitas dan akustik impedansi


(57)

Gambar 24. Analisis validasi multiatribut dari porositas, densitas dan akustik impedansi


(58)

5.7. Ekstraksi Atribut RMS

Setelah didapatkan peta struktur waktu dari hasil kontur pada layer TKF dan BKF kemudian dilakukan ekstraksi atribut seismik dengan bantuan Petrel 2009.1. Atribut seismik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu atribut amplitudo RMS. Ekstraksi atribut amplitudo RMS dilakukan pada volume Data awal 3D seismik

Non Preserve. Penggunaan atribut ini dilakukan untuk melihat penyebaran sand.

Berdasarkan anomali RMS amplitude yang tinggi di indikasikan mempunyai lapisan sand yang tebal.

Gambar 25. Time map Overlay RMS Amplitude data segy

Lingkungan yang kaya akan pasir umumnya mempunyai amplitudo yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang kaya akan serpih. Perbedaan rasio batupasir-batuserpih ini dengan mudah dapat dilihat pada peta amplitudo. Gambar atribut Amplitudo RMS diatas menunjukan bahwa anomali amplitudo tinggi merata di bagian NW - SE, yang ditunjukan dengan warna kuning sampai merah dengan


(59)

nilai amplitudo 45.000 hingga 65.000 (Gambar 25). Anomali tinggi ini disebabkan karena adanya kontras impedansi dari kontak antara batu pasir yang memiliki impedansi yang lebih tinggi dengan batu lempung yang memiliki impedansi lebih rendah. Alasan mengapa kontras impedansi yang dibandingkan adalah antara sand stone dengan shale karena pada umumya pada lapisan reservoir di lapangan

“PRB” ini terdapat perselingan antara sand stone dengan shale. Dengan menghubungkan nilai atribut amplitudo serta overlay map dari hasil multiatribut pada lapangan PRB akan membantu dalam penentuan zona prospek secara lateral. Daerah anomali tinggi tersebut berada disekitar tutupan (antiklin) yang memungkinkan hidrokarbon terjebak didalamnya.

5.8. Penentuan Sumur Usulan

Penentuan sumur usulan pada zona prospek hidrokarbon dilakukan berdasarkan peta atribut RMS Amplitude, peta porositas, peta AI, peta densitas dan peta kecepatan berikut adalah lokalisir sumur usulan pada zona prospek layer TKF dan BKF. Pada Penentuan sumur usulan ini diawali dari daerah yang mempunyai

sand yang tebal dilihat dari sebaran RMS Amplitude. Setelah itu zona yang mempunyai daerah sand tebal di overlay pada daerah yang memiliki Low AI, Low Density, Low P-wave dan high Porosity. Pada Penelitian ini dilakukan 2 (dua) kali analisis zona prospek layer TKF dan layer BKF masih besarnya cadangan pada

layer TKF sekitar 1954 juta barrel, sedangkan pada layer BKF memiliki nilai cadangan 1850 juta barrel. Hal ini dilakukan dikarenakan window antara layer


(60)

menggunakan dua software yaitu Petrel 2009.1 dan Humpson Russel 8 untuk mengetahui sebaran property batuan yang di analisis multiatribut. Pada kenampakan sebaran property batuan dari hasil Petrel 2009.1 dan Humpson Russel 8 tidak ada perbedaan, hanya penampang pada Humpson russel 8 tidak di overlay pada time map. Maka dalam pengidentifikasian zona produktif pada hasil Petrel 2009.1 dan Humpson Russel 8 tidak ada perbedaan. Penentuan sumur usulan pada zona prospek layer TKF dan BKF ini diambil pada daerah reservoir sepanjang antiklin yang memanjang baratlaut-tenggara pada daerah tinggian yaitu sekitar 650 s.d. 750 m/s (Gambar 26). Sumur usulan pada layer TKF berada dekat sumur PRB-26 yaitu pada baratlaut dan dekat sumur PRB-29 yaitu pada arah Barat. Penentuan sumur usulan pada zona prospek layer TKF berdasarkan low acoustic Impedance sekitar 17.470 s.d. 18.600 ((ft/s)*(g/cc)), high porosity sekitar 25,5 s.d. 27 %, low Density sekitar 2,325 s.d. 2,478 (g/cc) dan low P-wave sekitar 2.300 s.d. 2.530 m/s (Gambar 27). Sumur usulan pada zona prospek pada layer

BKF terdapat pada arah baratlaut dari sumur PRB-29 masih dalam daerah

reservoir lapangan “PRB” memiliki nilai Low Acoustic Impedance sekitar 19.600 s.d. 20.800 ((ft/s)*(g/cc)), high porosity sekitar 21,58 s.d. 22,5 %, low Density

sekitar 2,28 s.d. 2,456 (g/cc) dan low P-wave sekitar 2.700 s.d. 2.900m/s (Gambar 28).


(61)

Gambar 26. Sumur usulan pada Time Map layer dan RMS Amplitude layer TKF dan BKF


(62)

Gambar 27. Sumur usulan pada slicing beberapa property layer TKF dari Software Petrel 2009.1.


(63)

Gambar 28. Sumur usulan pada slicing beberapa property layer BKF dari Software Petrel 2009.1


(64)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Zona prospek pada layer TKF memiliki nilai AI sekitar 17.470 s.d. 18.600 ((ft/s)*(gr/cc)) dan 650 s.d. 700 (m/s) dekat sumur PRB-26 pada struktur antiklin kemudian terdapat juga zona pada ujung antiklin sekitar sumur PRB-29 dengan AI yaitu sekitar 17.250 s.d. 18.500 ((ft/s)*(gr/cc)) dengan 675 s.d. 750 (m/s) pada peta struktur waktunya. Zona prospek layer BKF memiliki nilai AI yaitu sekitar 19.600 s.d. 20.800 ((ft/s)*(gr/cc)) dan 850 s.d. 950 (m/s) arah baratlaut dari sumur PRB-29 yaitu pada struktur ujung tutupan antiklin.

2. Sebaran properti batuan dapat terpetakan dengan baik pada layer TKF zona pertama memiliki porositas 25 s.d. 27 % dengan kecepatan batuan 2.320 s.d. 2.450 (m/s), dan densitas yang yaitu 2,4 s.d. 2,5 (gr/cc) kemudian pada zona kedua memiliki porositas yaitu 25,6 s.d. 27,5 % dengan densitas 2,43 s.d. 2,56 (gr/cc) dan memiliki kecepatan batuan 2.300 s.d. 2.530 m/s. Sebaran properti pada layer BKF memiliki porositas yang yaitu 21,6 s.d.


(65)

22,5 % dengan kecepatan batuan 2.700 s.d. 2.900 m/s dan densitas rendah 2,28 s.d. 2,46 gr/cc.

3. Zona pasir pada daerah penelitian diketahui sebarannya dari respon atribut RMS Amplitude yang tinggi pada layer TKF (Top Keutapang Formation)

dengan dua zona dan satu zona pada layer BKF (Bottom Keutapang Formation).

4. Teknik inversi Model based memiliki korelasi rata-rata terbaik yaitu 0,97 terhadap data sumur dibandingkan dengan teknik inversi bandlimited yang memiliki korelasi rata-rata 0,87 dan dengan inversi sparse spike dengan korelasi rata-rata 0,90.

5. Time Window pada zona penelitian dari TKF (Top Keutapang Formation)

hingga BKF (Bottom Keutapang Formation) yang terlalu lebar ± 450 ms menghasilkan crossplot yang kurang baik.

6. Zona prospek hidrokarbon terdapat pada struktur antiklin sepanjang baratlaut–tenggara.

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan metode lain seperti AVO (Amplitude Variation with Offset)

yang dapat mendeteksi fluida yang terkandung pada reservoir ataupun inversi EI yang dapat membedakan litologi berdasarkan sifat elastisitasnya.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Ariadmana, Y. 2006. Karakterisasi Reservoar Batu Gamping Pada Formasi Baturaja, Lapangan Raudatu, Cekungan Sunda Menggunakan Metode Inversi Seismik Berbasis Model, Skripsi S-1 Program Studi Geofisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Badley, M.E. 1985. Practical Seismic Interpretation, Prentice Hall.

Branches, Rafael E. 2002. Seismic Attributes to Pseudo-well-log Volume Using Neural Networks : Practical Considerations, The Leading Edge, vol. 21, no. 10, Pp. 996-1001.

Hilterman, F.J. 1997. Seismik Amplitude Interpretation, Distinguished Instructor Shourt Course, EAGE.

Koesoemadinata, R.P. 1978. Geologi Minyak dan Gas Bumi. Jilid I Edisi kedua, ITB, Bandung.

Munadi, S. dan Pasaribu. 1984. Aspek Fisis Seismologi Eksplorasi. Universitas Indonesia, Jakarta.

Russell, B. H. 1996. Installation and Tutorials. Hampson-Russell Software Service Ltd. USA.

Schultz, P. S. 1994. Seismic GuidedEstimation of Log Properties, The Leading Edge, vol. 13, Pp. 305-315.

Sismanto. 2006. Dasar-Dasar Akuisisi dan Pemrosesan Data Seismik, Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sukmono, S. 1999. Interpretasi Seismik Refleksi, Teknik Geofisika ITB, Bandung. Sukmono, S. 2000. Seismik Inversi untuk Karakterisasi Reservoir, Departemen

Teknik Geofisika, ITB, Bandung.

Wyllie, M. 1956. Elastic wave velocities in heterogeneous and porous media,


(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

(73)

(74)

(75)

(76)

(77)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

IMPEDANCE ACOUSTIC INVERISION TO CHARACHTERIZE RESERVOIR IN MIRZA-YURNELI FIELD CENTRAL SUMATERA BASIN INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR PADA LAPANGAN MIRZA-YURNELI SUMATERA TENGAH

14 67 86

KARAKTERISASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK DAN MULTIATRIBUT PADA LAPANGAN “PRB’

4 14 95

KARAKTERISASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK DAN MULTIATRIBUT PADA LAPANGAN “PRB’

1 10 77

KARAKTERISASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK DAN MULTIATRIBUT PADA LAPANGAN “PRB’

1 7 77

IDENTIFIKASI PATAHAN DAN KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN METODE SEISMIK ATRIBUT DAN METODE SEISMIK INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK PADA LAPANGAN TEAPOT DOME U.S.A

1 8 14

IDENTIFIKASI PATAHAN DAN KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN METODE SEISMIK ATRIBUT DAN METODE SEISMIK INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK PADA LAPANGAN TEAPOT DOME U.S.A

0 0 14

ANALISIS PERBANDINGAN METODE SEISMIK INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK MODEL BASED, BAND LIMITED, DAN SPARSE SPIKE UNTUK KARAKTERISASI RESERVOAR KARBONAT LAPANGAN “NBL” PADA CEKUNGAN NIAS

0 0 13

ANALISIS PERBANDINGAN METODE SEISMIK INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK MODEL BASED, BAND LIMITED, DAN SPARSE SPIKE UNTUK KARAKTERISASI RESERVOAR KARBONAT LAPANGAN “NBL” PADA CEKUNGAN NIAS

0 1 13

ANALISIS PERBANDINGAN METODE SEISMIK INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK MODEL BASED, BAND LIMITED, DAN SPARSE SPIKE UNTUK KARAKTERISASI RESERVOAR KARBONAT LAPANGAN “NBL” PADA CEKUNGAN NIAS

0 0 13

Karakterisasi Reservoar menggunakan Aplikasi Seismik Atribut dan Inversi Seismik Impedansi Akustik, Studi Kasus Lapangan Teapot Dome, Wyoming - ITS Repository

1 2 93