BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Kebijakan Utang

Kebijakan utang menggambarkan keputusan yang diambil oleh manajemen dalam menentukan sumber pendanaannya dari pihak ketiga untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. Kreditor dan pemegang saham tertarik pada kemampuan perusahaan untuk membayar bunga pada saat jatuh tempo dan untuk membayarkan kembali jumlah pokok utang pada saat jatuh tempo.

Pembiayaan dengan utang, memiliki 3 implikasi penting (1) memperoleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang terbatas, (2) kreditur melihat ekuitas, atau dana yang disetor pemilik, untuk memberikan margin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada kreditur, (3) jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran bunga, maka pengembalian atas modal pemilik akan menjadi lebih besar. Akan tetapi, jika pengembalian yang diperoleh atas investasi yang dibiayai dengan dana


(2)

pinjaman dibandingkan dengan bunga, maka pengembalian atas modal pemilik semakin kecil. Kebijakan utang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal. Penentuan kebijakan utang ini berkaitan dengan struktur modal karena utang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi utang yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila perusahaan menggunakan utang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan opersional perusahaan (Mamduh, 2004).

Utang dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu (Riyanto, 1995: 227) : (1) Utang jangka pendek (short-term debt), yaitu utang yang jangka waktunya kurang dari satu tahun. Sebagian besar utang jangka pendek terdiri dari kredit perdagangan, yaitu kredit yang diperlukan untuk dapat menyelengggarakan usahanya, meliputi kredit rekening koran, kredit dari penjual (levancier crediet), kredit dari pembeli (afnemers crediet), dan kredit wesel. (2) Utang jangka menengah (intermediate-term debt), yaitu utang yang jangka waktunya lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Kebutuhan membelanjai usaha melalui kredit ini karena adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi melalui kredit jangka pendek maupun kredit jangka panjang. Bentuk utama dari utang jangka menengah adalah term loan dan lease financing. (3) Utang jangka panjang (long-term debt) yaitu utang yang jangka waktunya lebih dari


(3)

sepuluh tahun. Utang jangka panjang ini digunakan untuk membiayai ekspansi perusahaan. Bentuk utama dari utang jangka panjang adalah pinjaman obligasi (bonds-payable) dan pinjaman hipotik (mortage).

a) Trade Off Theory

Teori ini menganggap bahwa penggunaan utang 100 persen sulit dijumpai. Kenyataannya semakin banyak utang, maka semakin tinggi beban yang harus ditanggung. Satu hal yang penting bahwa dengan meningkatnya utang, maka semakin tinggi probabilitas kebangkrutan. Beban yang harus ditanggung saat menggunakan utang yang lebih besar adalah biaya kebangkrutan, biaya keagenan, beban bunga yang semakin besar dan sebagainya.

Menurut Mamduh (2004: 309) bahwa biaya kebangkrutan dapat cukup signifikan dapat mencapai 20 persen nilai perusahaan. Biaya tersebut mencakup dua hal :

1. Biaya langsung : biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, pengacara, dan lainnya yang sejenis.

2. Biaya tidak langsung : biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal.

b) Pecking Order Theory

Teori pecking order menetapkan suatu urutan keputusan pendanaan dimana para manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, utang dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir (Mamduh, 2004:


(4)

313). Penggunaan utang lebih disukai karena biaya yang dikeluarkan untuk utang lebih murah dibandingkan dengan biaya penerbitan saham. Secara spesifik, perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi dalam penggunaan dana sebagai berikut :

1. Perusahaan lebih menyukai internal financing (dana internal). Dana internal tersebut diperoleh dari laba yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.

2. Perusahaan menyesuaikan target dividend payout ratio terhadap peluang investasi mereka, sementara mereka menghindari perubahan dividen secara drastis.

3. Kebijakan dividen yang sticky ditambah fluktuasi profitabilitas dan peluang investasi yang tidak dapat diproksi, berarti terkadang aliran kas internal melebihi kebutuhan investasi namun terkadang kurang dari kebutuhan investasi.

4. Apabila pendanaan eksternal diperlukan, pertama-tama perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman, yaitu mulai dari penerbitan utang convertible bond, dan alternatif paling akhir adalah saham.

c) SignalingTheory

Brigham dan Houston (2004: 40) menyatakan bahwa sinyal adalah suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek


(5)

perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan modal baru dengan cara-cara lain seperti dengan menggunakan utang.

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manajer dan pemegang saham tidak mempunyai akses informasi perusahaan yang sama. Ada informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut sehingga terdapat informasi yang tidak simetri (asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham. Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah. Dengan kata lain, perilaku manajer dalam hal menentukan struktur modal, dapat dianggap sebagai sinyal oleh pihak luar (Mamduh, 2004: 314).

d) Agency Approach

Menurut Mamduh (2004: 316), struktur modal disusun sedemikian rupa untuk mengurangi konflik antar berbagai kepentingan. Sebagai contoh, pemegang saham dengan pemegang utang akan mempunyai konflik kepentingan. Pemegang saham dengan manajemen juga akan mengalami konflik kepentingan. Pada konflik pertama, jika utang mencapai jumlah yang signifikan dibandingkan dengan saham, maka pemegang saham akan tergoda melakukan substitusi aset. Dalam hal ini, pemegang saham akan beroperasi dengan meningkatkan risiko perusahaan. Risiko perusahaan yang meningkat


(6)

menguntungkan bagi pemegang saham karena kemungkinan memeroleh keuntungan tinggi semakin besar.

Sebaliknya, hal tersebut bukan merupakan berita baik bagi pemegang utang. Pay-off pemegang utang akan tetap sebasar bunga yang dibayarkan, tidak peduli berapa besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan.

Sebaliknya, pemegang saham akan memeroleh bagian besar jika keuntungan perusahaan meningkat. Jika terjadi kerugian, pemegang saham tidak terlalu merugi karena taruhannya di perusahaan (proporsi saham diperusahaan) tidak terlalu besar jika utang semakin banyak. Untuk mencegah situasi semacam ini, pemegang utang akan membebani bunga yang semakin tinggi dengan meningkatnya utang. Struktur modal dengan sedemikian merupakan kompromi antara kepentingan pemegang saham dengan pemegang utang.

Dalam situasi kedua, jika manajemen tidak mempunyai saham di perusahaan, maka keterlibatan manajer akan semakin berkurang. Dalam situasi tersebut manajer cenderung mengambil tindakan yang tidak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Ada konflik antara pemegang saham dengan manajer. Konflik tersebut dapat dipecahkan jika manajemen mempunyai saham 100 persen di perusahaan. Dalam situasi tersebut kepentingan manajer dengan pemegang saham akan menyatu. Dalam kenyataannya pemegang saham ingin berbagi risiko (agar risiko tidak terlalu tinggi), dan akan terjadi kepemilikan manajemen yang parsial (tidak 100


(7)

persen). Trade-off semacam ini akan mengarah pada struktur modal yang optimal.

2. Pengertian Kepemilikan Institusional

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba.

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal.


(8)

Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Menurut Shleifer and Vishny (dalam Barnae dan Rubin, 2005) bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Begitu pula penelitian Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan.

Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain:

1) Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat menguji keandalan informasi.

2) Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.

3. Pengertian Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen menyangkut keputusan apakah laba akan dibayarkan sebagai dividen payout atau ditahan untuk reinvestasi dalam perusahaan. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah kesempatan investasi yang tersedia, ketersediaan biaya modal alternatif dan preferensi pemegang saham untuk menerima pendapatan pada saat ini atau di masa yang akan datang.


(9)

Terdapat dua teori yang saling bertentangan mengenai kebijakan dividen yang seharusnya dianut oleh perusahaan. Yang pertama adalah teori yang dikembangkan oleh Modligiani dan Miller (1961) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak relevan. Modligiani dan Miller (1961) menyatakan juga bahwa dengan suatu keputusan investasi tertentu, rasio dividen yang dibagikan tidak ada pengaruhnya dengan nilai perusahaan. Inti dari pendapat mereka bahwa kebijakan dividen tidak relevan. Menurut Modligani dan Miller (1961) sebagai penganjur utama teori ketidakrelevanan dividen (dividend irrelevance theory), bahwa nilai perusahaan (perubahan harga saham) hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta resiko bisnisnya, dengan kata lain mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan tergantung semata-mata pada laba yang dihasilkan oleh aktivanya bukan pada bagaimana laba tersebut dibagikan diantara pembayaran dividen dengan laba yang ditahan.

Di lain pihak, Gordon dan Lintner (1956), mengemukakan teori bird in the hand. Mereka berpendapat bahwa dividen akan kecil risikonya jika dibandingkan dengan kenaikan nilai modal, dan oleh karena itu biaya ekuitas perusahaan akan naik apabila dividen dikurangi. Dengan demikian suatu perusahaan dapat menetapkan suatu rasio pembagian dividen yang tinggi dan menawarkan hasil dividen yang tinggi guna meminimumkan biaya modalnya. Disamping itu, pembagian dividen merupakan suatu pertanda bagi investor, dimana kenaikan dividen yang sangat besar menandakan bahwa manajemen


(10)

merasa optimis, sedangkan penurunan dividen menunjukkan bahwa manajemen, pesimistis atas masa depan perusahaan. Kebijakan dividen perusahaan akan menarik minat dari kalangan investor tertentu yang sepaham dengan kebijakan dividen perusahaan.

Bird in the Hand Theory yang diajukan Gordon dan Lintner (1956), mengemukakan bahwa ada hubungan antara nilai perusahaan dengan kebijakan dividen. Mereka mengemukakan bahwa nilai perusahaan akan dimaksimumkan oleh rasio pembayaran dividen yang tinggi, karena investor menganggap bahwa resiko dividen tidak sebesar resiko kenaikan nilai modal. Dengan kata lain investor lebih menyukai keuntungan dalam bentuk dividen daripada keuntungan yang diharapkan dari kenaikan nilai modal.

Dalam prakteknya, kebijakan dividen sangat dipengaruhi oleh peluang investasi dan ketersediaan dana untuk membiayai investasi baru. Kenyataan ini cenderung menimbulkan kebijakan dividen residual. Kebijakan dividen residual adalah kebijakan tentang besarnya pembayaran dividen yang sama dengan laba aktual dikurangi dengan laba yang perlu ditahan untuk membiayai anggaran modal perusahaan yang optimal. (Keown, 2003) mengemukakan beberapa langkah yang perlu diikuti dalam menentukan besarnya rasio pembagian dividen pada kebijakan dividen residual ;

1. Menentukan anggaran barang modal yang optimal,

2. Menentukan jumlah modal yang dibutuhkan untuk membelanjai anggaran tersebut,


(11)

3. Sedapat mungkin menggunakan laba yang ditahan untuk memenuhi komponen penyertaan modal,

4. Membayar dividen, jika laba yang tersedia lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk mendukung anggaran modal yang optimal. (Keown, 2003), juga mengemukakan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan dividen, diantaranya adalah :

1. Kendala atas pembagian dividen 2. Peluang investasi

3. Ketersediaan dan biaya dari sumber modal alternatif

4. Pengaruh kebijakan dividen terhadap biaya ekuitas perusahaan

4. Pengertian Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala yang dapat diklasifikasikan dalam besar kecilnya perusahaan dengan berbagai cara, antara lain dengan total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan stabilitas penjualan (Hol dan Wijst, 2006). Penentuan ukuran perusahaan ada juga didasarkan pada total aset perusahaan (Soejoko & Soubiantoro, 2007). Besar kecilnya ukuran suatu perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal, semakin besar perusahaan maka akan semakin besar pula dana yang dibutuhkan perusahaan untuk melakukan investasi. Semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka kecenderungan menggunakan modal juga semakin besar, hal ini disebabkan


(12)

karena perusahaan besar membutuhkan dana yang besar pula untuk menunjang operasionalnya.

A. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Tujuan Variabel Hasil Penelitian 1. Rizka dan

Ratih (2009) Meneliti beberapa faktor yang mempengaruh i kebijakan utang perusahaan Independen : Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dividen, pertumbuhan perusahaan, free cash flow, dan profitabilitas Dependen: Kebijakan utang Kepemilikan institusional, profitabilitas, dan free cash flow berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang sedangkan variabel kepemilikan manajerial, dividen, dan pertumbuhan perusahaan tidak menunjukkan hasil yang signifikan.


(13)

2. Dennys dan Deasy (2012) Meneliti faktor yang mempengaruh i kebijakan utang perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI Independen: Struktur aset, profitabilitas, set peluang investasi, ukuran perusahaan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, pertumbuhan perusahaan, dan bisnis risiko Dependen: Kebijakan utang Struktur aset, profitabilitas, set peluang investasi, dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang sedangkan variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, pertumbuhan perusahaan, dan bisnis risiko tidak menunjukkan hasil yang signifikan. 3. Christine Dwi

dan Lydia (2012) Meneliti faktor yang mempengaruh Independen: Kepemilikan manajerial, Struktur aset, profitabilitas, ukuran


(14)

i kebijakan utang pada perusahaan manufaktur di BEI kepemilikan institusional, kebijakan dividen, struktur aset, profitabilitas, ukuran perusahaan, dan free cash flow Dependen: Kebijakan utang

perusahaan, dan free cash flow menunjukkan hasil yang signifikan sedangkan variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan kebijakan dividen tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan utang 4. Robby dan

Desmiyawati (2012) Meneliti faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan utang pada perusahaan manufaktur di Independen: Kepemilikan manajerial, profitabilitas, kepemilikan institusional, dan kebijakan dividen Kepemilikan institusional dan kebijakan dividen menunjukkan hasil yang siginfikan sedangkan kepemilikan manajerial dan


(15)

BEI Dependen: Kebijakan utang

profitabilitas tidak menunjukkan hasil yang signifikan

5. Yoko Mulviawan (2012)

Meneliti faktor yang mempengaruh i kebijakan utang pada perusahaan realestate dan property di BEI

Independen: Profitabilitas, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran

perusahaan Dependen: Kebijakan utang

Ketiga faktor tersebut

menunjukkan hasil yang tidak

signifikan terhadap kebijakan utang

B. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penulisan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama adalah mencari dan mempelajari penelitian terdahulu berupa jurnal dan simposium yang terkait dengan topik penelitian yakni faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan utang perusahaan manufaktur di BEI tahun 2010-2012. Kemudian, hipotesis dikembangkan mengenai setiap faktor yang teridentifikasi terhadap kebijakan utang, yaitu kepemilikan institusional, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan. Setelah hipotesis


(16)

dikembangkan maka langkah selanjutnya adalah menentukan judul dari penelitian.

Tahap berikutnya adalah tahap pengumpulan data. Data yang diperlukan dalam penelitian ini diambil dari situs www.idx.co.id. Data yang dikumpulkan berupa Debt Equity Ratio, persentase kepemilikan investor institusional, total aktiva (akan dilakukan log). Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka dilanjutkan dengan tahap pengujian pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Setelah itu, dilakukan analisa terhadap hasil penelitian, melakukan pengujian atas hipotesis yang telah dibentuk dan disusun kesimpulan dan saran berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan. Skema kerangka pemikiran adalah sebagai berikut :

C. Hipotesis Penelitian

1. Hubungan kepemilikan institusional dengan kebijakan utang

Sheiler dan Vishny (1986) menyatakan bahwa adanya pemegang saham besar seperti kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen dengan pengawasan yang lebih optimal. Wahidahwati (2002), Listyani (2003), Zulhawati (2004), Masdupi (2005) menemukan kehadiran kepemilikan institusional dapat mengurangi utang perusahaan dalam rangka meminimalkan total biaya keagenan utang.


(17)

Penelitian Wahidawati (2002) menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negative dan signifikan terhadap kebijakan utang. Hasil ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Masdupi (2005), dan Listyani (2003). Hasil penelitian tersebut berbeda dengan yang dilakukan oleh Rizka dan Ratih (2009) yang menunjukkan kepemilikan institusional memiliki pengaruh searah dengan prediksi kebijakan utang perusahaan. Semakin tinggi INST, maka akan semakin tinggi kebijakan utang perusahaan. Hasil dari penelitian ini mendukung teori bahwa kepemilikan institusional memiliki wewenang lebih besar bila dibandingkan dengan pemegang saham kelompok lain untuk cenderung memilih proyek yang lebih berisiko dengan harapan akan memperoleh keuntungan yang tinggi.

Hasil penelitian Haryono (2004) juga menemukan hubungan yang positif antara kepemilikan institusional dengan utang, karena kebijakan utang menyebabkan perusahaan dimonitor oleh debtholder. Kepemilikan institusional yang lebih mementingkan stabilitas pendapatan akrena berkurang nya agency conflict dalam perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kebijakan utang perusahaan

2. Hubungan kebijakan dividen dengan kebijakan utang

Rozeff (1982) dalam Wahidahwati (2002) menyatakan bahwa pembayaran dividen adalah bagian dari monitoring aktivitas perusahaan oleh principal


(18)

terhadap pihak manajemen sebagai agent. Perusahaan akan cenderung untuk membayar dividen yang lebih besar jika manajemen memiliki proporsi saham yang lebih rendah.

Larasati (2011) menyatakan bahwa untuk mengurangi biaya keagenan diperlukan pembayaran dividen. Dalam konteks ini perusahaan yang memiliki dividen payout ratio yang tinggi menyukai pendanaan dengan modal sendiri sehingga mengurangi agency cost. Disamping itu pembayaran dividen dapat dilakukan setelah kewajiban terhadap pembayaran bunga dan cicilan utang dipenuhi. Adanya kewajiban tersebut akan membuat manajer semakin berhati-hati dan efisien menggunakan utang.

Murni dan Adriana (2007), Larasati (2011), Christine dan Lidya (2012) dan Susanto (2011) menemukan bahwa kebijakan dividen memiliki pengaruh terhadap kebijakan utang. Sebaliknya Indahningrum dan Handayani (2009), Djabid (2007) dan Soesetio (2008) menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan utang. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H2 : Kebijakan dividen berpengaruh terhadap kebijakan utang perusahaan

3. Hubungan ukuran perusahaan dengan kebijakan utang

Besar kecilnya suatu perusahaan sangat berpengaruh terhadap struktur modal, terutama berkaitan dengan kemampuan memperoleh pinjaman. Perusahaan besar yang telah terdiversifikasi, lebih mudah untuk memasuki


(19)

pasar modal, menerima penilaian kredit yang lebih tinggi dari bank komersial untuk utang-utang yang diterbitkan dan membayar tingkat bunga yang lebih rendah dari utangnya. Salah satu alasannya adalah perusahaan lebih mudah menerima pinjaman karena nilai aktiva yang dijadikan jaminan lebih besar serta tingkat kepercayaan bank juga lebih tinggi (Soesetio 2008). Susanto (2011), Dennys dan Deasy (2012), dan Wiliandri (2011) menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan utang. Hal ini bertentangan dengan penelitian Steven dan Lina (2011) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan utang. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan utang

Gambar 2.2

Diagram Model Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Kepemilikan Institusional


(20)

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran

Penelitian terdahulu:

- Rizka & Ratih (2007) - Robby & Desmiyawati (2012) - Dennys & Deasy (2012) - Yoko Mulviawan (2012) - Christine & Lydia (2012)

-Kebijakan

Dividen

Ukuran Perusahaan

Kebijakan Utang


(21)

Menentukan hipotesis dalam penelitian : Pengaruh kepemilikan institusional, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan utang.

Menentukan judul penelitian : “Pengaruh kepemilikan institusional, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan utang perusahaan manufaktur di BEI tahun

2010-2012”.

Menentukan variabel penelitian

Kebijakan utang (Y)

Kepemilikan institusional (X1)

Kebijakan dividen (X2)

Ukuran Perusahaan (X3)

Mengumpulkan data dari www.idx.co.id

Melakukan analisis statistik dengan SPSS 21 : Uji asumsi klasik(uji multikolinearitas, uji normalitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas)

Uji hipotesis (uji –t, uji-F, uji koefisien determinasi)

Hipotesis ditolak Hipotesis tidak ditolak

Menyusun kesimpulan dan saran Menyusun kesimpulan dan saran


(1)

dikembangkan maka langkah selanjutnya adalah menentukan judul dari penelitian.

Tahap berikutnya adalah tahap pengumpulan data. Data yang diperlukan dalam penelitian ini diambil dari situs www.idx.co.id. Data yang dikumpulkan berupa Debt Equity Ratio, persentase kepemilikan investor institusional, total aktiva (akan dilakukan log). Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka dilanjutkan dengan tahap pengujian pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Setelah itu, dilakukan analisa terhadap hasil penelitian, melakukan pengujian atas hipotesis yang telah dibentuk dan disusun kesimpulan dan saran berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan. Skema kerangka pemikiran adalah sebagai berikut :

C. Hipotesis Penelitian

1. Hubungan kepemilikan institusional dengan kebijakan utang

Sheiler dan Vishny (1986) menyatakan bahwa adanya pemegang saham besar seperti kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen dengan pengawasan yang lebih optimal. Wahidahwati (2002), Listyani (2003), Zulhawati (2004), Masdupi (2005) menemukan kehadiran kepemilikan institusional dapat mengurangi utang perusahaan dalam rangka meminimalkan total biaya keagenan utang.


(2)

Penelitian Wahidawati (2002) menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negative dan signifikan terhadap kebijakan utang. Hasil ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Masdupi (2005), dan Listyani (2003). Hasil penelitian tersebut berbeda dengan yang dilakukan oleh Rizka dan Ratih (2009) yang menunjukkan kepemilikan institusional memiliki pengaruh searah dengan prediksi kebijakan utang perusahaan. Semakin tinggi INST, maka akan semakin tinggi kebijakan utang perusahaan. Hasil dari penelitian ini mendukung teori bahwa kepemilikan institusional memiliki wewenang lebih besar bila dibandingkan dengan pemegang saham kelompok lain untuk cenderung memilih proyek yang lebih berisiko dengan harapan akan memperoleh keuntungan yang tinggi.

Hasil penelitian Haryono (2004) juga menemukan hubungan yang positif antara kepemilikan institusional dengan utang, karena kebijakan utang menyebabkan perusahaan dimonitor oleh debtholder. Kepemilikan institusional yang lebih mementingkan stabilitas pendapatan akrena berkurang nya agency conflict dalam perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kebijakan utang perusahaan

2. Hubungan kebijakan dividen dengan kebijakan utang

Rozeff (1982) dalam Wahidahwati (2002) menyatakan bahwa pembayaran dividen adalah bagian dari monitoring aktivitas perusahaan oleh principal


(3)

terhadap pihak manajemen sebagai agent. Perusahaan akan cenderung untuk membayar dividen yang lebih besar jika manajemen memiliki proporsi saham yang lebih rendah.

Larasati (2011) menyatakan bahwa untuk mengurangi biaya keagenan diperlukan pembayaran dividen. Dalam konteks ini perusahaan yang memiliki dividen payout ratio yang tinggi menyukai pendanaan dengan modal sendiri sehingga mengurangi agency cost. Disamping itu pembayaran dividen dapat dilakukan setelah kewajiban terhadap pembayaran bunga dan cicilan utang dipenuhi. Adanya kewajiban tersebut akan membuat manajer semakin berhati-hati dan efisien menggunakan utang.

Murni dan Adriana (2007), Larasati (2011), Christine dan Lidya (2012) dan Susanto (2011) menemukan bahwa kebijakan dividen memiliki pengaruh terhadap kebijakan utang. Sebaliknya Indahningrum dan Handayani (2009), Djabid (2007) dan Soesetio (2008) menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan utang. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H2 : Kebijakan dividen berpengaruh terhadap kebijakan utang perusahaan

3. Hubungan ukuran perusahaan dengan kebijakan utang

Besar kecilnya suatu perusahaan sangat berpengaruh terhadap struktur modal, terutama berkaitan dengan kemampuan memperoleh pinjaman. Perusahaan besar yang telah terdiversifikasi, lebih mudah untuk memasuki


(4)

pasar modal, menerima penilaian kredit yang lebih tinggi dari bank komersial untuk utang-utang yang diterbitkan dan membayar tingkat bunga yang lebih rendah dari utangnya. Salah satu alasannya adalah perusahaan lebih mudah menerima pinjaman karena nilai aktiva yang dijadikan jaminan lebih besar serta tingkat kepercayaan bank juga lebih tinggi (Soesetio 2008). Susanto (2011), Dennys dan Deasy (2012), dan Wiliandri (2011) menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan utang. Hal ini bertentangan dengan penelitian Steven dan Lina (2011) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan utang. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan utang

Gambar 2.2

Diagram Model Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Kepemilikan Institusional


(5)

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran

Penelitian terdahulu:

- Rizka & Ratih (2007) - Robby & Desmiyawati (2012) - Dennys & Deasy (2012) - Yoko Mulviawan (2012) - Christine & Lydia (2012)

-Kebijakan

Dividen

Ukuran Perusahaan

Kebijakan Utang


(6)

Menentukan hipotesis dalam penelitian : Pengaruh kepemilikan institusional, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan utang.

Menentukan judul penelitian : “Pengaruh kepemilikan institusional, kebijakan dividen, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan utang perusahaan manufaktur di BEI tahun

2010-2012”.

Menentukan variabel penelitian

Kebijakan utang (Y)

Kepemilikan institusional (X1)

Kebijakan dividen (X2)

Ukuran Perusahaan (X3)

Mengumpulkan data dari www.idx.co.id

Melakukan analisis statistik dengan SPSS 21 : Uji asumsi klasik(uji multikolinearitas, uji normalitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas)

Uji hipotesis (uji –t, uji-F, uji koefisien determinasi)

Hipotesis ditolak Hipotesis tidak ditolak

Menyusun kesimpulan dan saran Menyusun kesimpulan dan saran