Pendugaan Stok Karbon di Atas Permukaan Tanah di Arboretum Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN

Lampiran 1. Jenis Pohon di Arboretum USU 2013
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

18
19
20
21
22
23

Nama Pohon
Pulai
Mahoni
Mindi
Jati Putih
Jati
Ketapang
Kemiri
Karet
Sengon
Sentang
Cemara
Durian

Sentul
Melinjo
Saga
Nangka
Petai Cina
Suren
Jengkol
Kepayang
Manglid
Kecutran
Cingkam

Nama Latin
Alstonia scholaris
Swietenia mahagoni
Melia azedarach
Gmelina arborea
Tectona Grandis
Terminalia catappa
Aleurites moluccana

Hevea brasiliensis
Albazia falcataria
Azadirachta excelsa
Casuarina equisetifolia
Durio zibethinus
Sandoricum koetjape
Gnetum gnemon
Adenanthera pavonina
Artocarpus heterophyllus
Leucaena leucocephala
Toona surenii
Archidendron pauciflorum
Pangium edule
Magnolia blumei
Spathodea campanulata
Bischofia javanica
Jumlah Total

Jumlah
385

305
283
233
160
75
67
60
56
52
23
17
16
10
9
8
2
1
1
1
1

1
1
1767

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Kandungan biomassa dan stok karbon Arboretum USU
No

Nama Latin

1
2

Nama
Pohon
Mindi
Jati

Biomassa

(ton)
1.7956
1.1745

Biomassa
(ton/ha)*
0.0277
0.0181

S. Karbon
(ton/ha)*
0.0127
0.0083

Jumlah

3

Pulai


Alstonia scholaris

0.8871

0.0137

0.0063

385

4

Jati putih

Gmelina arborea

0.4334

0.0067


0.0031

233

5

Mahoni

Swietenia mahagoni

0.3559

0.0055

0.0025

305

6


Kemiri

Aleurites moluccana

0.1182

0.0018

0.0008

67

7
8

Ketapang
Sentang

Terminalia catappa
Azadirachta excelsa


0.1223
0.0871

0.0019
0.0013

0.0009
0.0006

75
52

Melia azedarach
Tectona grandis

283
160

9


Sengon

Albazia falcataria

0.0524

0.0008

0.0004

56

10

Cemara

Casuarina equisetifolia

0.0712

0.0011

0.0005

23

11

Karet

Hevea brasiliensis

0.0574

0.0009

0.0004

60

12

Durian

Durio zibethinus

0.0394

0.0006

0.0003

17

13

Nangka

Artocarpus heterophyllus

0.0247

0.0004

0.0002

8

14

Sentul

Sandoricum koetjape

0.0196

0.0003

0.0001

16

15

Kecutran

Spathodea campanulata

0.0272

0.0004

0.0002

1

16
17

Petai cina
Saga

Leucaena leucocephala
Adenanthera pavonina

0.0119
0.0128

0.0002
0.0002

0.0001
0.0001

2
9

18

Melinjo

Gnetum gnemon

0.0083

0.0001

0.0001

10

19

Jengkol

Archidendron pauciflorum

0.0026

0.00004

0.00002

1

20

Krepayung

Pangium edule

0.0020

0.00003

0.00001

1

21

Cingkam

Bischofia javanica

0.0014

0.00002

0.00001

1

22

Suren

Toona sinensis

0.0008

0.00001

0.000006

1

23

Manglid

Manglid

0.0007

0.00001

0.000005

1

5.31

0.08

0.04

1767

TOTAL

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Kelas dimeter (DBH/ dimeter breathe height) pohon pada Arboretum
Universitas Sumatera Utara
No

Nama Pohon

Nama Latin

1

Mindi

Melia azedarach

DBH Rata-rata (m)
0,26

2
3

Jati
Pulai

Tectona grandis
Alstonia scholaris

0,27
0,33

4

Jati putih

Gmelina arborea

0,30

5

Mahoni

Swietenia mahagoni

0,24

6

Ketapang

Terminalia catappa

0,24

7

Kemiri

Aleurites moluccana

0,31

8

Sentang

Azadirachta excelsa

0,25

9

Cemara

Casuarina equisetifolia

0,25

10

Karet

Hevea brasiliensis

0,22

11

Sengon

Albazia falcataria

0,28

12

Durian

Durio zibethinus

0,26

13

Kecutran

Spathodea campanulata

0,84

14

Nangka

Artocarpus heterophyllus

0,31

15

Sentul

Sandoricum koetjape

0,24

16

Saga

Adenanthera pavonina

0,23

17

Petai cina

Leucaena leucocephala

0,43

18

Melinjo

Gnetum gnemon

0,29

19

Jengkol

Archidendron pauciflorum

0,34

20

Kepayang

Pangium edule

0,25

21

Cingkam

Bischofia javanica

0,21

22

Suren

Toona sinensis

0,22

23

Manglid

Magnolia blumei

0,22

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Daftar berat jenis pohon pada Arboretum USU
Berat jenis (g/cm3)

Nama Pohon

Nama Latin

1

Pulai

Alstonia scholaris

0.38

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Nangka
Ketapang
Durian
Karet
Kemiri
Sentul
Cingkam
Petai Cina
Manglid
Sentang
Suren
Kepayang
Kecutran
Jengkol
Melinjo
Cemara
Saga
Jati putih
Mahoni
Mindi
Sengon
Jati

Artocarpus heterophyllus
Terminalia catappa
Durio zibethinus
Hevea brasiliensis
Aleurites moluccana
Sandoricum koetjape
Bischofia javanica
Leucaena leucocephala
Magnolia blumei
Azadirachta excelsa
Toona sinensis
Pangium edule
Spathodea campanulata
Archidendron pauciflorum
Gnetum gnemon
Casuarina equisetifolia
Adenanthera pavonina
Gmelina arborea
Swietenia mahagoni
Melia azedarach
Albazia falcataria
Tectona grandis

0.61
0.59
0.64
0.46
0.31
0.49
0.75
0.40
0.35
0.60
0.39
0.66
0.39
0.40
0.40
1.11
0.66
0.40
0.43
0.53
0.33
0.75

No

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Dokumentasi di lapangan

Gambar 1. Batu peresmian Arboretum USU

Gambar 2. Plakat dan tegakan pohon pada Arboretum USU

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Pengukuran diameter pohon

Gambar 4. Pengambilan koordinat pohon

Gambar 5. Kondisi jalan pada Arboretum USU

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho dan Sidiyasa. 2006. Pendugaan karbon dalam rangka pemanfaatan fungsi
hutan sebagai penyerap karbon. Balai Penelitian Kehutanan Samboja.
Manuskrip.ational Conference onference on
Adiriono T. 2009. Pengukuran Kandungan Karbon (Carbon Stock) dengan Metode
Karbonasi pada Hutan Tanaman Jenis Acacia crassicarpa [tesis].Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada.
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta.
Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten
Sukabumi.
2012.
Teknologi
Perbenihan
Mindi.
Sukabumi.
http://www.bp4kabsukabumi.net [26 Juni 2013].
Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A
Primer. FAO.Forestry Paper. USA. 134:10-13.
Catur W. dan Sidiyasa K. 2001. Model pendugaan biomassa pohon mahoni
(swietenia macrophylla king) di atas permukaan tanah.
Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang No. 41 tahun 1999 Tentang
Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.
Departemen Kehutanan RI. 2007. Kesatuan Pengelolaan Hutan dan Perubahan Iklim
Global. http://www.dephut.go.id. [21 Desember 2013].
Departemen Kehutanan. 2011. Penentuan Kawasan Hutan. Departemen Kehutanan
Republik Indonesia. Jakarta.
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2002. Informasi Singkat Benih. Direktorat
Perbenihan Tanaman Hutan. Bandung.
Gultom, J.F. 2012. Pemetaan Sebaran Pohon Bagian Selatan Arboretum Universitas
Sumatera Utara, Kecamatan Kuala Bekala, Kabupaten Deli Serdang,
Sumatera Utara. USU. Medan.
Hairiah K, Sitompul SM, Noordwijk M, Palm C. 2001. Methods for Sampling
Carbon Stock Above and Below Ground. Bogor. ICRAF Southeast Asia.
Hairiah K., SM Sitompul, M Van Noordwijk, C Palm. 2001a. Carbon Stocks of
Tropical Land Use System as Part of The Global C Balance; Effects of Forest
Conversion and Option For Clean Development Activities. ASB Lecture Note
4A. ICRAF, Bogor, 49pp.w

Universitas Sumatera Utara

Hairiah, K. dan Surbakti R. 2007. Petunjuk Praktis Pengukuran Karbon Tersimpan di
Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre, ICRAF
Southeast Asia, Bogor.

IPCC (The International Panel on Climate Change). 2000. Special Report on
Emissions Scenarios. Cambridge: Cambridge University Press. 599 pp.
Ketterings, QM, Coe R, Noordwijk. M Ambagu Y, Palm. CA. 2001. Reducing
uncertainty in the use of allometric biomass equation for predicting above
ground tree biomass in mixed secondary forest. Forest Ecology and
Management 146: 199-209.
Kiyoshi, M. 2002. Measurement of Biomass in Forest. JICA.Jepang..
Mahfudz, Yudohartono, T.P., dan Sugeng, P. 2005. Sekilas Jati. Laporan Akhir.
Puslitbang Bioteknologi dan Pemuliaan tanaman Hutan. Yogyakarta.
Muslimin dan Abdul. 2007. Pola Pertumbuhan Pulai Darat (Alstonia angustiloba
Miq) di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Ekspose Hasil-hasil
Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. 20 September
2006. Padang.
Perhutani KPH Jember. 2007. Mahoni. http://www.kphjember.com [26 Juni 2013].
Rifyunando, Regi. 2011. Estimasi stok karbon mangrove di kawasan cagar alam
leuweung sancang kecamatan Cibalong kabupaten Garut. Universitas
pendidikan Indonesia. Bandung.
Ruslandi. 2007. Petunjuk Teknis Pengukuran Stok Karbon Pada Plot Contoh
National Forest Inventory (NFI).Direktorat Jenderal Planologi Kementerian
Kehutanan. Jakarta.
Rusmantoro. 2003. Hutan Sebagai Penyerap Karbon. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Sjostrom, S. 1995. Kimia kayu. terjemahan Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Sugiharto. 2007. Deforestasi dan Degradasi Hutan
Agroindonesia Vol IV No169. 9-15 Oktober 2007.

Menurun.

Mingguan

Suhendang, E. 2002. Pengantar Kehutanan. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan.
Institute Pertaniaan Bogor. Bogor.

Universitas Sumatera Utara

Tambunan, A.S. 2012. Pemetaan Sebaran Pohon Di Arboretum Universitas Sumatera
Utara Bagian Utara, Kecamatan Kuala Bekala, Kabupaten Deli Serdang,
Sumatera Utara. USU. Medan.
Walpole, Ronald E. 1993. Pengantar statistika. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.

Universitas Sumatera Utara

Widjaja H. 2002. Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor.
Zak, D.R., K.S. Pregitzer, P.S. Curtis, C.S. Vogel, W.E. Holmes and J. Lussenhop.
2000. Atmospheric C02 Soii-N Availability, and Allocation of Biomass and
Nitrogen by Populustremuloides. Ecological Application, Vol. 10 No.
1:3+46.at: International Conference on Presented..

Universitas Sumatera Utara

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Agustus
2013. Tempat penelitian adalah di Arboretum Universitas Sumatera Utara seluas
64,813 Ha di Kwala Bekala. Analisis dan perhitungan data di lakukan di
Laboratorium Manajemen Terpadu Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.

Gambar 1.Lokasipenelitian (Arboretum Universitas Sumatera Utara)

Alat Penelitian
Adapun alat – alat yang digunakan adalah kompas, meteran, phi-band, abney
level, camera, patok, tali plastik atau tambang, parang, plastik, label, alat tulis, tally
sheet, kalkulator.

Universitas Sumatera Utara

Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan metode Sensus yaitu pengukuran diameter
seluruh pohon di Arboretum USU, serta metode deskripsi kuantitatif dan deskripsi
kualitatif. Metode deskripsi kuantitatif dilakukan dalam tiga tahap yaitu penelitian
lapangan, penelitian pustaka dan analisis data. Sedangkan metode deskripsi kualitatif
adalah penjelasan untuk data-data yang bersifat kuantitatif.
A. Jenis Data
Data-data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer yaitu data yang pengambilannya dilakukan langsung di lapangan yaitu berupa
data diameter tegakan pohon. Data sekunder adalah data letak geografis lokasi
penelitian, tipe iklim dan peta lokasi penelitian.Pada penelitian ini metode
pengambilan data dilakukan dengan metode Sensus.
Parameter pohon yang diukur adalah dbh (diameter setinggi dada) atau diukur
1,3 m dari permukaan tanah. Pengambilan data dari lapangan dilakukan dengan
metode Non-destructive (tidak melakukan pengrusakan terhadap objek penelitian).
Karbon Tersimpan
Potensi pohon sebagai penyerap dan penyimpan karbon dapat diketahui
penaksiran (estimasi) biomasa atau stok karbon pohon atau hutan. Setelah mendapat
parameter pohon yang diukur adalah dbh (diameter breathe high/ diameter setinggi
dada), maka data yang diperoleh dimsukkan ke dalam rumus pendugaan biomassa
yang telah ada sesuai dengan rumus setiap jenis pohon. Sehingga dapat diperkirakan
stok karbon yang tersimpan setiap jenis pohon, lalu hasil perhitungan stok karbon

Universitas Sumatera Utara

dari setiap jenis pohon ditotalkan sehingga diperoleh stok karbon dari luasan yang
diukur.
Konsentrasi karbon dalam bahan organic biasanya sekitar 46 % (Hairiah dan
Rahayu, 2007), maka estimasi jumlah karbon tersimpan per komponen dapat dihitung
denganmengalikan total berat biomassanya dengan konsentrasi karbon. Jadi berat
kering komponen penyimpan karbon dalam suatu luasan tertentu kemudian
dikonversi ke nilai karbonnya dengan perhitungan :
Stok karbon (ton/ha) = Biomassa per satuan luas x 0,46
Dari hasil perhitungan stok karbon akan diperoleh besarnya penyerapan CO2 oleh
tanaman dengan menggunakan rumus:

Ket :

Serapan CO2

= Total CO2 yang diserap

Mr CO2

= Berat molekul senyawa (44)

Mr C

= Berat molekul relatif atom C (12)

Kandungan C

= Stok karbon (ton/ha)

Universitas Sumatera Utara

Pendugaan stok karbon didapatkan

melalui pendugaan biomassa dengan

menggunakan rumus yaitu:
Tabel 2.Persamaan pendugaan biomassa beberapa jenis pohon.
Jenispohon

Rumus Biomassa

Sumber

Jati (Tectona grandis)

Y= 0,153

(Adinugroho dan
Sidiyasa, 2006).

Mahoni (Swietenia mahagoni)

(Adinugroho dan

Y= 0,048

Sidiyasa, 2006).
Sengon (P. falcataria)

Y= 0,0272

(Sugiharto, 2002)

Pinus

Y= 0,0417

(Waterloo, 1995)

Mindi

Y = 0.188

(Hairiah et al. 2001)

Jambu-jambuan

Y= 0,61094

(Katterings, 2001)

Akasia mangium

Y= 0,060255

(Adiriono 2009)

Acacia crassicarpa

Y= 0,083

(Adiriono 2009)

Pohon bercabang

Y= 0,11 ρ

(Hairiah et al.1999)

Pohon tidak bercabang

Y= 3,14 ρ H

Keterangan :

Y
ρ
DBH
H

/40

(Hairiah et al.1999)

: Jumlah biomassa (ton/ ha)
: Berat jenis kayu ( g cm-3 )
: Diameter setinggi dada (1,3 m)
: Tinggi pohon

Universitas Sumatera Utara

Alur Penelitian
Berikut adalah alur penelitian yang dirancang untuk mendapatkan hasil sesuai
dengan yang sebenarnya di lapangan:

Universitas Sumatera Utara

Tinjau lokasi (Arboretum USU,
Koala Bekala, Deli Serdang)

Perancangan Metode Pengambilan Data

Penerapan Metode Sensus

Pengukuran Diameter dan Identifikasi Jenis Pohon

Pencatatan Data Hasil Pengukuran

Pengolahan dan Perhitungan Data

Biomassa

Karbon

Serapan Karbon

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Jenis Pohon di Arboretum USU
Adapun jenis-jenis pohon yang terdapat pada Arboretum USU dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis Pohon di Arboretum USU
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Nama Pohon
Pulai
Mahoni
Mindi
Jati Putih
Jati
Ketapang
Kemiri
Karet
Sengon
Sentang
Cemara
Durian
Sentul
Melinjo
Saga
Nangka
Petai Cina
Suren
Jengkol
Kepayang
Manglid
Kecutran
Cingkam

Nama Latin
Alstonia scholaris
Swietenia mahagoni
Melia azedarach
Gmelina arborea
Tectona Grandis
Terminalia catappa
Aleurites moluccana
Hevea brasiliensis
Albazia falcataria
Azadirachta excels
Casuarina equisetifolia
Durio zibethinus
Sandoricum koetjape
Gnetum gnemon
Adenanthera pavonina
Artocarpus heterophyllus
Leucaena leucocephala
Toona surenii
Archidendron pauciflorum
Pangium edule
Magnolia blumei
Spathodea campanulata
Bischofia javanica
Jumlah Total

Jumlah
385
305
283
233
160
75
67
60
56
52
23
17
16
10
9
8
2
1
1
1
1
1
1
1767

Data terbaru yang diperoleh dari Arboretum USU pada Desember 2013

Pohon-pohon di arboretum USU, selain menghasilkan kayu, terdapat juga
pohon yang menghasilkan buah-buahan dan pohon yang menghasilkan sayuran.

Universitas Sumatera Utara

Adapun jenis pohon buah-buahan yaitu Kemiri (Aleurites moluccana), Sentul
(Sandoricum koetjape), Durian (Durio zibethinusI), dan Nangka (Artocarpus
heterophyllus) dan 3 jenis pohon yang menghasilkan

sayuran yaitu Petai cina

(Leucaena leucocephala), Melinjo (Gnetum gnemon) dan Jengkol (Archidendron
pauciflorum).

Gambar 2. Pulai (Alstonia scholaris)

Pulai (Alstonia spp.) merupakan salah satu jenis pohon yang mempunyai
nilai ekonomi tinggi. Pohon ini termasuk tanaman asli Indonesia (indigenous spesies)
dan cepat tumbuh (fast growing spesies) serta mempunyai daerah penyebaran hampir
di seluruh Indonesia. Pulai sangat prospektif untuk dikembangkan dalam
pembangunan hutan tanaman karena kegunaan kayu pulai cukup banyak dan saat ini
permintaannya cukup tinggi. Kegunaan kayu pulai antara lain untuk pembuatan peti,
korek api, hak sepatu, kerajinan seperti wayang golek dan topeng, cetakan beton,
pensil slate dan pulp. Beberapa industri yang menggunakan bahan baku kayu pulai

Universitas Sumatera Utara

adalah industri pensil slate di Sumatera Selatan, industri kerajinan topeng di
Yogyakarta dan industri kerajinan ukiran di Bali (Muslimin dan Abdul, 2007).

Gambar 3. Mindi (Melia azedarach)

Mindi (Melia azedarach Linn.) merupakan jenis pohon hutan yang termasuk
dalam famili Meliaceae. Jenis ini tumbuh tersebar di pulau Jawa, Bali, Nusa
Tenggaara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Mindi seringkali tumbuh pada daratan
tertier tanah liat, berbatu dan berpasir, tanah vulkanis, di bukit-bukit rendah sampai
dengan ketinggian 100 m dpl (tipe curah hujan A-C). Kayu mindi dapat digunakan
dalam bentuk kayu utuh seperti komponen rumah, komponen meubel dan barang
kerajinan. Daun dan biji mindi digunakan sebagai pestisida kontak. Ekstrak daun
mindi digunakan sebagai bahan untuk mengendalikan hama termasuk belalang
(Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten
Sukabumi, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4. Mahoni (Swietenia mahagoni)

Pohon mahoni (Swietenia mahagoni) termasuk kategori pohon besar dengan
tinggi mencapai 35-40 m dan diameter mencapai 125 cm. Pohon mahoni bisa
mengurangi polusi udara sekitar 47% - 69% sehingga disebut sebagai pohon
pelindung sekaligus filter udara dan daerah tangkapan air. Sifat mahoni yang dapat
bertahan hidup di tanah gersang menjadikan pohon ini sesuai ditanam di lahan kritis
(Perhutani Jember, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. Jati Putih (Gmelina arborea)

Pohon Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) menyebar alami di Asia terutama
Asia Tenggara dan Asia Timur. Di hutan alam, pohon ini selalu tersebar dan
berkelompok dengan jenis lain. Kayu gmelina dapat digunakan untuk bahan
konstruksi ringan dan pulp. Beberapa bagian pohon dapat digunakan untuk obat dan
daunnya untuk pakan ternak. Pohon ini berbunga dan berbuah setiap tahun. Daerah
alami pohon gmelina beriklim musim dan mulai berbunga pada musim kemarau
ketika pohon menggugurkan daun. Di luar daerah alaminya, periode pembungaan dan
pembuahan tidak jelas (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 6. Jati (Tectona grandis)

Jati (Tectona grandis) merupakan salah satu tanaman yang banyak menyebar
di Asia dengan curah hujan antara 1200-3000 mm/tahun dan dengan ketinggian
antara 0-1300 mdpl. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan terhadap
kebakaran karena kulit kayunya yang tebal. Kayu jati merupakan kayu kelas satu
karena kekuatan, keawetan dan keindahannya. Selain kayu, daun jati juga dapat
digunakan sebagai pembungkus makanan, bahkan beberapa jenis serangga hama jati
juga dimanfaatkan masyarakat sebagai makanan seperti belalang jati dan ulat jati
(Endoclita) (Mahfudz dkk, 2002).
Pohon di Arboretum USU sebagian besar ditanam secara kelompok atau per
blok tanam. Lahan di dalam Arboretum USU masih banyak yang dibiarkan kosong
tanpa tanaman kayu dan ditanami tanaman pertanian seperti singkong dan jagung.
Tanaman pertanian ini ditanami di bawah tegakan pohon dan dan lahan yang kosong.
Tanaman pertanian ditanami di bawah tegakan pohon. Penyebaran pohon di
arboretum USU masih kurang efektif karena dalam Arboretum USU masih banyak
daerah yang tidak ditanami dengan pohon.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Biomassa dan Stok Karbon Arboretum USU
Hasil yang diperoleh dari lokasi penelitian USU dapat dilihat dari Tabel 4
berikut ini:
Tabel 4.Hasil pengukuran biomassa dan stok karbon di Arboretum USU
No

Nama Latin

1
2

Nama
Pohon
Mindi
Jati

Biomassa
(ton)
1.7956
1.1745

Biomassa
(ton/ha)*
0.0277
0.0181

S. Karbon
(ton/ha)*
0.0127
0.0083

Jumlah

3

Pulai

Alstonia scholaris

0.8871

0.0137

0.0063

385

4
5

Jati putih

Gmelina arborea

0.4334

0.0067

0.0031

233

Mahoni

Swietenia mahagoni

0.3559

0.0055

0.0025

305

6

Kemiri

Aleurites moluccana

0.1182

0.0018

0.0008

67

7
8

Ketapang
Sentang

Terminalia catappa
Azadirachta excelsa

0.1223
0.0871

0.0019
0.0013

0.0009
0.0006

75
52

9

Sengon

Albazia falcataria

0.0524

0.0008

0.0004

56

10

Cemara

Casuarina equisetifolia

0.0712

0.0011

0.0005

23

11

Karet

Hevea brasiliensis

0.0574

0.0009

0.0004

60

12

Durian

Durio zibethinus

0.0394

0.0006

0.0003

17

13

Nangka

Artocarpus heterophyllus

0.0247

0.0004

0.0002

8

14

Sentul

Sandoricum koetjape

0.0196

0.0003

0.0001

16

15

Kecutran

Spathodea campanulata

0.0272

0.0004

0.0002

1

16
17

Petai cina
Saga

Leucaena leucocephala
Adenanthera pavonina

0.0119
0.0128

0.0002
0.0002

0.0001
0.0001

2
9

18

Melinjo

Gnetum gnemon

0.0083

0.0001

0.0001

10

19

Jengkol

Archidendron pauciflorum

0.0026

0.00004

0.00002

1

20

Krepayung

Pangium edule

0.0020

0.00003

0.00001

1

21

Cingkam

Bischofia javanica

0.0014

0.00002

0.00001

1

22

Suren

Toona sinensis

0.0008

0.00001

0.000006

1

23

Manglid

Manglid

0.0007

0.00001

0.000005

1

5.31

0.08

0.04

1767

TOTAL

Melia azedarach
Tectona grandis

283
160

Keterangan: * Jumlah biomassa dan stok karbon setelah dibagi dengan luas area Arboretum USU
seluas 64,813 ha dan S. karbon adalah Stok karbon.

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari luas Arboretum USU seluas 64, 813 Ha,
maka jumlah biomassa total adalah 0,08 ton/ha. Sedangkan jumlah stok karbon total
yang terdapat pada Arboretum USU adalah sekitar 0,04 ton/ ha. Sementara itu, dari
Tabel 4 dapat dilihat bahwa biomassa dan stok karbon terbesar adalah dari jenis

Universitas Sumatera Utara

pohon Mindi (Melia azedarach) yaitu sekitar 0,0277 ton/ha dan 0,0127 ton/ha,
dimana jumlah total dari pohon Mindi (Melia azedarach) yang terdapat di Arboretum
USU adalah 283 pohon. Sedangkan jumlah biomassa dan stok karbon paling sedikit
yang terdapat pada Arboretum USU adalah dari jenis pohon Manglid yaitu sekitar
0,00001 ton/ha dan 0,000005 ton/ha, dimana jumlah pohon Manglid yang terdapat
pada Arboretum USU adalah 1 pohon. Berikut adalah grafik dari kandungan
biomassa dan stok karbon setiap jenis pohon yang ada di Arboretum USU:

Gambar 7. Grafik kandungan biomassa pada Arboretum USU

Universitas Sumatera Utara

Gambar 8. Grafik kandungan Stok Karbon pada Arboretum USU

Tingginya biomassa dan stok karbon dari jenis pohon Mindi (Melia
azedarach) memiliki jumlah yang cukup besar atau yang terbanyak kedua walaupun
jumlah pohonnya sebanyak 283 serta berat jenis yang cukup besar yaitu sekitar 0,53
g/cm2, dibandingkan pohon Pulai (Alstonia scholaris) dan pohon Mahoni (Swietenia
mahagoni). Selain itu juga perbedaan diameter ketiga pohon tersebut juga hampir
sama Hal ini disebabkan pertumbuhan jenis pohon Mindi yang cepat, sehingga
menghasilkan diameter pohon yang cukup besar pula. Hal ini juga sesuai dengan
pernyataan Hairiah dan Rahayu (2007), yang menyatakan bahwa tingkat
penyimpanan C suatu lahan ditentukan pula oleh rata-rata penyimpanan C per siklus
tanam (Time-averaged C stock), sehingga pohon yang pertumbuhannya cepat dapat
menyimpan C lebih cepat, tetapi resiko emisi CO2 akan meningkat pula melalui
pembakaran dan peningkatan laju dekomposisi.
Menurut Sjostrom (1998) makin besar potensi biomassa tegakan diakibatkan oleh
makin tua umur tegakan tersebut. Hal ini disebabkan karena diameter pohon mengalami
pertumbuhan melalui pembelahan sel yang berlangsung secara terus menerus dan akan
semakin lambat pada umur tertentu. Pertumbuhan tersebut terjadi di dalam kambium arah
radial sehingga terbentuk sel-sel baru yang akan menambah diameter batang. Hal ini

sejalan dengan pendapat Walpone (1993) bahwa terdapat hubungan erat antara
dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan biomasanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Catur dan Sidiyasa (2001) juga mendukung
pendapat ini, dimana biomassa pada setiap bagian pohon meningkat secara
proporsional dengan semakin besarnya diameter pohon sehingga biomassa pada

Universitas Sumatera Utara

setiap bagian pohon mempunyai hubungan dengan diameter pohon. Menurut Ahmadi
(1990) dalam Aminudin (2008) batang merupakan kayu yang 40-45 % tersusun oleh
selulosa. Selulosa merupakan molekul gula linear yang berantai panjang yang
tersusun oleh karbon, sehingga makin tinggi selulosa maka kandungan karbon akan
makin tinggi. Makin besar diameter pohon diduga memiliki potensi selulosa dan zat
penyusun kayu lainnya akan lebih besar. Lebih tingginya karbon pada bagian batang
erat kaitannya dengan lebih tingginya biomassa bagian batang jika dibandingkan
dengan bagian pohon lainnya. Faktor ini yang menyebabkan pada kelas diameter
yang lebih besar kandungan karbonnya lebih besar.
Total jumlah keseluruhan pohon yang didapat pada Arboretum USU adalah
1767 pohon. Adapun junlah pohon yang paling banyak adalah dari jenis pohon Pulai
yaitu 385 pohon sedangkan jumlah pohon yang terkecil adalah dari jenis Jengkol,
Manglid, Krepayung, Suren, Kecutran, dan Cingkam dengan masing-masing
jumlahnya 1 pohon. Sementara itu dari 1768 jumlah semua pohon yang ada di
Arboretum USU, terdapat 23 jenis pohon secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Gultom (2012) dan Tambunan (2012), terdapat 23 jenis pohon di
Arboretum USU yang terdiri dari pohon penghasil kayu, buah dan sayuran. Lima
jenis pohon yang paling banyak ditemukana dalah Gmelina/ Jati (Gmelina arborea),
Pulai (Alstonia scholaris), Mahoni (Swietenia mahagoni), Mindi (Melia azedarach),
dan Ketapang (Terminalia catappa). Penanaman jenis yang tepat pada lahan yang
sesuai merupakan cara yang tepat dalam pengembangan Arboretum.
Jumlah stok karbon yang terdapat pada setiap jenis pohon adalah 46 % dari
jumlah biomassa yang terkandung di dalamnya. Hal inilah yang mendasari peneliti

Universitas Sumatera Utara

dalam melakukan perhitungan jumlah stok karbon yang terdapat pada Arboretum
USU. Hal ini didasarkan pada pernyataan Hairiah dan Rahayu (2007), yang
menyatakan bahwa stok karbon diestimasi dari biomassanya dengan mengikuti aturan
46% biomassa adalah karbon, metode estimasi biomassa salah satunya adalah metode
alometrik.
Presentase stok karbon meningkat sejalan dengan peningkatan biomassa. Stok
karbon berbanding lurus dengan kandungan biomassanya. Semakin besar kandungan
biomassa, maka stok karbon juga akan semakin besar. Hal ini berarti peningkatan
jumlah biomassa pada akhirnya akan meningkatkan dengan karbon yang dapat
diserap dari atmosfer. Ketika pohon mengalami pertumbuhan, terjadi penyerapan
CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan hasilnya berupa biomassa yang
dialokasikan ke ranting, daun, batang dan akar.
Tumbuhan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan menyerap gas asam
arang (CO ) dari udara melalui proses fotosintesis, yang selanjutnya diubah menjadi
karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun
dalam tubuh tanaman. Proses penimbunan karbon (C) dalam tubuh tanaman hidup
dinamakan proses sekuestrasi (C- sequestration ). Dengan demikian mengukur
jumlah yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat
menggambarkan banyaknya CO di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan
pengukuran cadangan yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati
(nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan CO yang tidak dilepaskan ke
udara lewat pembakaran.

Universitas Sumatera Utara

Karbon yang diserap tumbuhan selama fotosintesis, bersama-sama dengan
nutrien yang diambil dari tanah, menghasilkan bahan baku untuk pertumbuhan
(Setyawanet al., 2002). Dalam proses fotosintesis, CO2 dari atmosfer diikat oleh
vegetasi dan disimpan dalam bentuk biomassa. Carbon sink berhubungan erat dengan
biomassa tegakan. Jumlah biomassa suatu kawasan diperoleh dari produksi dan
kerapatan biomassa yang diduga dari pengukuran diameter, tinggi, dan berat jenis
pohon. Biomassa dan carbon sink pada hutan tropis merupakan jasa hutan diluar
potensi bio fisik lainnya, dimana potensi biomassa hutan yang besara dalah menyerap
dan menyimpan karbon guna pengurangan CO2 di udara. Manfaat langsung dari
pengolahan hutan berupa hasil kayu hanya 4,1%, sedangkan fungsi optimal hutan
dalam penyerapan karbon mencapai 77,9% (Darusman, 2006).
Jumlah biomassa dan stok karbon antar lahan berbeda-beda, tergantung pada
keanekaragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara
pengelolaannya. Penyimpanan karbon pada suatu lahan menjadi lebih besar bila
kondisi kesuburan tanahnya baik, karena biomasa pohon meningkat, atau dengankata
lain di atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan olehbesarnya di dalam tanah (bahan
organik tanah). Untuk itu pengukuran banyaknya karbon yang disimpan dalam setiap
lahan perlu dilakukan.
Semakin tinggi berat jenis suatu jenis pohon, maka akan semakin tinggi pula
biomassa serta stok karbon jenis pohon tersebut. Dan sebaliknya, semakin kecil berat
jenis suatu jenis pohon, maka semakin kecil pula besar biomassa dan stok karbonnya.
Hal tersebut juga berbanding lurus dengan diameter pohon. Semakin besar diameter,
maka akan semakin besar pula biomassa dan stok karbonnya dan sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Berikut adalah daftar beberapa jenis pohon yang ada padaArboretum USU:
Tabel 4. Daftar berat jenis pohon pada Arboretum USU
No

Berat jenis (g/cm3)

Nama Pohon

Nama Latin

1

Pulai

Alstonia scholaris

0.38

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Nangka
Ketapang
Durian
Karet
Kemiri
Sentul
Cingkam
Petai Cina
Manglid
Sentang
Suren
Kepayang
Kecutran
Jengkol
Melinjo
Cemara
Saga
Jati putih
Mahoni
Mindi
Sengon
Jati

Artocarpus heterophyllus
Terminalia catappa
Durio zibethinus
Hevea brasiliensis
Aleurites moluccana
Sandoricum koetjape
Bischofia javanica
Leucaena leucocephala
Magnolia blumei
Azadirachta excelsa
Toona sinensis
Pangium edule
Spathodea campanulata
Archidendron pauciflorum
Gnetum gnemon
Casuarina equisetifolia
Adenanthera pavonina
Gmelina arborea
Swietenia mahagoni
Melia azedarach
Albazia falcataria
Tectona grandis

0.61
0.59
0.64
0.46
0.31
0.49
0.75
0.40
0.35
0.60
0.39
0.66
0.39
0.40
0.40
1.11
0.66
0.40
0.43
0.53
0.33
0.75

Pentingnya Pengukuran Cadangan Karbon
Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena
terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut
dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau karbon dioksida
(CO2 ), metana (CH) dan nitrous oksida (NO) yang lebih dikenal dengan gas rumah
kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan

Universitas Sumatera Utara

iklim bumi dan keseimbangan ekosistem. Salah satu syarat dalam pelaksanaan
penurunan emisi karbon melalui skema
Verifiable)

yaitu

sistem

untuk

MRV (Measurable Reportable dan

mendokumentasikan,

melaporkan,

dan

memverifikasikan perubahan cadangan karbon secara transparan, konsisten, dapat
dibuktikan secara lengkap dan akurat. Di Indonesia, ketersediaan data cadangan
karbon di hutan dan lahan-lahan pertanian berbasis pepohonan masih sangat terbatas.
Hal tersebut disebabkan karena ketersediaan petunjuk pelaksanaan pengukuran
cadangan karbon yang memenuhi standard internasional tetapi bisa dilaksanakan di
tingkat lokal masih sangat terbatas.
Karbon dapat dilakukan sebagai dasar jual beli cadangan karbon. Dimana
negara maju atau negara industri mempunyai kewajiban untuk memberi kompensasi
kepada negara atau siapapun yang dapat mengurangi emisi atau meningkatkan
serapan CO2 (Karbondioksida). Hal ini sesuai pernyataan Sugiharto (2007) bahwa
dalam protokol Kyoto dikenal dengan adanya mekanisme pembangunan bersih atau
Clean Development Mechanism (CDM), dimana negara-negara industri dan negara
penghasil polutan diberi kesempatan untuk melakukan kompensasi dengan cara
membayar negara negara berkembang untuk mencadangkan hutan tropis yang mereka
miliki sehingga terjadi penyerapan dan penyimpanan sejumlah besar karbon. Dengan
potensi hutan yang masih luas yang dimiliki Indonesia, tentu hal ini menjadi peluang
emas bagi negara kita untuk memperoleh manfaat besar dari keberadaan hutannya
dengan memperoleh insentif dari perdagangan karbonyang dapat dialokasikan untuk
proyek atau program lingkungan seperti rehabilitasi dan konservasi.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Hasil yang diperoleh dari Arboretum USU terdapat 23 jenis pohon yang
terdiri dari pohon kehutanan dan pohon buah-buahan, lima jenis pohon yang
dominan ditemukan adalah Pulai (Alstonia scholaris), Mindi (Melia
azedarach), Gmelina (Gmelina Arborea), Jati (Tectona Grandis) dan Mahoni
(Swietenia mahagoni).
2. Jumlah biomassa total pada Arboretum USU adalah 0,08 ton/ha. Sedangkan
jumlah stok karbon total yang terdapat pada Arboretum USU adalah sekitar
0,04 ton/ ha. Sementara itu, biomassa dan stok karbon terbesar adalah dari
jenis pohon Mindi (Melia azedarach) yaitu sekitar 0,0277 ton/ha dan 0,0127
ton/ha. Sedangkan jumlah biomassa dan stok karbon paling sedikit yang
terdapat pada Arboretum USU adalah dari jenis pohon Manglid yaitu sekitar
0,00001 ton/ha dan 0,000005 ton/ha.
Saran
Jumlah stok karbon Arboretum USU yang didapat dari penelitian ini bukanlah
jumlah stok karbon keseluruhan, masih banyak tanaman di Arboretum USU yang
masih dalam kriteria pancang dan tiang. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk memperoleh jumlah stok karbon Arboretum USU secara keseluruhan.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Indonesia
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaanya sebagai hutan tetap. Kawasan
hutan perlu ditetapkan untuk menjamin kepastian hukum mengenai status kawasan
hutan, letak batas dan luas suatu wilayah tertentu yang sudah ditunjuk sebagai
kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap. Penetapan kawasan hutan juga
ditujukan untuk menjaga dan mengamankan keberadaan dan keutuhan kawasan hutan
sebagai penggerak perekonomian lokal, regional, nasional, serta penyangga
kehidupan lokal, regional, nasional dan global (Departemen Kehutanan, 2011).
Menurut UU RI No. 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan. Pengertian hutan dapat ditinjau dari beberapa faktor antara lain: wujud
biofisik lahan dan tumbuhan, fungsi ekologi, kepentingan kegiatan operasional
pengelolaan atau kegiatan tertentu lainnya, dan status hukum lahan hutan
(Departemen Kehutanan, 2007).
Hutan bukan hanya kumpulan pohon-pohon yang dieksploitasi hasil kayunya
saja, tetapi hutan merupakan persekutuan hidup alam hayati atau suatu masyarakat
tumbuhan yang kompleks yang terdiri atas pohon-pohon, semak, tumbuhan bawah,
jasad renik tanah, hewan, dan alam lingkungannya. Semuanya itu mempunyai
keterkaitan yang saling bergantung satu sama lain. Selain saling bergantung, di dalam

Universitas Sumatera Utara

hutan juga terjadi persaingan dalam penyerapan unsur hara, air, sinar matahari,
ataupun tempat tumbuh (Arief, 2001).
Hutan hujan tropis terdapat di wilayah yang memiliki ciri-ciri yaitu iklim
yang selalu basah, tanah podsol, latosol, aluvial, dan regosol, drainase tanah baik,
serta terletak jauh dari pantai. Tegakannya didominasi oleh pohon-pohon yang selalu
hijau dan tidak menggugurkan daun. Hutan hujan tropis juga memiliki berbagai jenis
kayu penting yang berasal dari suku dipterocarpaceae seperti Shorea, Dipterocarpus,
Vatica, dan Dryobalanops, serta genus-genus lain seperti Agathis, Altingia, Dialium,
Duabanga, Dyera, Gossanepinus, Kompassia, dan Octomeles. (Suhendang (2002).
Menurut Kementerian Kehutanan (2011), Indonesia mengalami perubahan
penutupan hutan dan lahan yang cukup cepat. Perubahan ini terutama terjadi setelah
adanya perubahan iklim politik di Indonesia sejak tahun 1999. Aktivitas pemantauan
penutupan lahan secara nasional dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pemantauan penutupan lahan menggunakan Citra Landsat 7 ETM+ dengan
resolusi spasial 30 meter (citra resolusi sedang) sehingga dianggap cocok
untuk melakukan pemantauan sumber daya hutan pada skala nasional. Dengan
resolusi spasial 30 meter cukup memudahkan penafsir dalam mengidentifikasi
obyek-obyek yang ada diatas citra. Sementara itu citra resolusi sedang
umumnya mampu untuk menjangkau wilayah yang relative luas karena
cakupan sapuan citra satelitnya yang cukup luas (185 km).
2. Pemetaan penutupan lahan dengan citra Landsat 7 ETM+ ini hanya bisa
dilakukan setiap tiga tahunan mengingat sulitnya untuk mendapatkan citra
satelit yang bebas awan.

Universitas Sumatera Utara

3. Penggunaan citra resolusi tinggi seperti Quickbird atau Ikonos akan
memberikan informasi yang lebih detil namun biasanya hanya dapat
menjangkau wilayah yang relative sempit.
4. Pemetaan penutupan lahan menggunakan sistem klasifikasi 23 kelas
penutupan lahan. Penafsiran citra dilakukan dengan metode penafsiran visual
dengan mendelineasi kelas penutupan lahan dengan kunci interpretasi.
Karbon Hutan
Cadangan karbon pada berbagai kelas penutupan lahan di hutan alam berkisar
antara 7,5 – 264,70 ton C/ha. Secara umum pada hutan lahan kering primer mampu
menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan hutan lahan
kering sekunder karena pada hutan sekunder telah terjadi gangguan terhadap
tegakannya. Kebakaran, ekstraksi kayu, pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam
dan kejadian atau aktivitas lainnya di kawasan hutan yang menyebabkan
berkurangnya potensi biomassa yang berindikasi langsung terhadap kemampuannya
menyimpan karbon. Pola tersebut juga terjadi pada hutan rawa primer dan hutan rawa
sekunder. Selanjutnya pada hutan lahan kering relatif memiliki kemampuan
menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar daripada hutan rawa dan mangrove
karena kemampuannya dalam membangun tegakan yang tinggi dan berdiameter besar
sebagai tempat menyimpan karbon (Hairiah et al.,2001).
Cadangan karbon untuk berbagai jenis pohon dan umur di hutan tanaman.
Kemampuan hutan tanaman dalam menyimpan karbon lebih rendah dibandingkan
hutan alam. Pada hutan tanaman didominasi oleh tanaman yang cenderung

Universitas Sumatera Utara

monokultur dan tanaman berumur muda. Apabila dilihat dari produktivitasnya
menyimpan karbon (persatuan luas dan per satuan waktu) maka ada kemungkinan
hutan tanaman akan memiliki kemampuan menyimpan karbon pada tegakannya
dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan di hutan alam karena daurnya lebih
pendek (Hairiah et al.,2001).
Kemampuan hutan tanaman dalam menyimpan karbon lebih rendah
dibandingkan hutan alam. Pada hutan tanaman didominasi oleh tanaman yang
cenderung monokultur dan tanaman berumur muda. Apabila dilihat dari
produktivitasnya menyimpan karbon (persatuan luas dan per satuan waktu) maka ada
kemungkinan hutan tanaman akan memiliki kemampuan menyimpan karbon pada
tegakannya dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan di hutan alam karena
daurnya lebih pendek (Hairiah et al.,2001).
Cadangan karbon pada kawasan non hutan pada berbagai jenis tanaman dan
umur berkisar antara 0,7 – 932,96 ton/ha. Kemampuan penyimpan karbon dapat juga
terjadi diluar kawasan hutan pada beberapa pemanfaatan lahan yang terdapat berbagai
tumbuhan. Savana atau padang rumput dan semak belukar memiliki keterbatasan
dalam menyimpan karbon, sementara untuk hutan kota dan ruang terbuka hijau yang
didominasi oleh tumbuhan berupa pepohonan kemampuan menyimpan karbonnya
lebih tinggi bahkan hampir sama dengan kawasan hutan lahan kering primer. Lahan
yang kelola masyarakat dalam bentuk agroforestri yang di dalamnya terdapat
pepohonan juga potensial dalam menyimpan karbon (Hairiah et al.,2001).
Jumlah karbon yang tersimpan dalam hutan di seluruh dunia mencapai 830
milyar ton. Jumlah ini sama dengan kandungan karbon dalam atmosfir yang terikat

Universitas Sumatera Utara

dalam CO2. Secara kasar, sekitar 40% atau 330 milyar ton karbon tersimpan dalam
bagian pohon dan bagian tumbuhan hutan lainnya di atas permukaan tanah,
sedangkan sisanya sekitar 60% atau 500 milyar ton tersimpan dalam tanah hutan dan
akar-akar tumbuhan di dalam tanah (Suhendang, 2002).
Panjang jangka penyimpanan karbon di dalam hutan akan sangat tergantung
pada pengelolaan hutannya sendiri termasuk cara mengatasi gangguan yang mungkin
terjadi. potensi penyerapan karbon ekosistem dunia tergantung pada tipe dan kondisi
ekosistemnya yaitu komposisi jenis, struktur dan sebaran umur (khusus untuk hutan)
(Hairiah dkk, 2001).
Peran Hutan Sebagai Penyerap Karbon
Carbon sink adalah istilah yang kerap digunakan di bidang perubahan iklim.
Istilah ini berkaitan dengan fungsi hutan sebagai penyerap (sink) dan penyimpan
(reservoir) karbon. Emisi karbon ini umumnya dihasilkan dari kegiatan pembakaran
bahan bakar fosil pada sektor industri, transportasi dan rumah tangga. Ketika terjadi
penebangan hutan, kebakaran atau perubahan tata guna lahan, karbon tersebut akan
dilepaskan kembali ke atmosfer (Rusmantoro, 2003).
Siklus karbon di dalam biosfer meliputi dua bagian siklus penting, di darat
dan di laut. Keduanya dihubungkan oleh atmosfer yang berfungsi sebagai fase antara.
Siklus karbon global melibatkan transfer karbon dari berbagai reservoir. Jika
dibandingkan dengan sumber karbon yang tidak reaktif, biosfer mengandung karbon
yang lebih sedikit, namun demikian siklus yang terjadi sangat dinamik di alam (Vlek,
1997).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Karbon di dalam berbagai reservoir dari siklus global
Lokasi
Udara
Darat

CO2-atmosfer
Biomassa
Bahan organik tanah
Produksi bersih/tahun
Pelepasan dari fosil
Laut
Biomassa
C-organik terlarut
C-anorganik (HCO3)
Produksi bersih/tahun
Sedimen C-anorganik (HCO3)
Batu bara dan minyak

Satuan C (ton x 1010)
70
59
85
6.3
0.5
0.3
100
3.500
45
2.000.000
1.000

Sumber: IPPC The International Panel on Panel Climate Change (2000)

Sejumlah besar kalsium karbonat dalam lebih dari 10 juta tahun yang lalu
telah terlarut dan tercuci dari permukaan daratan. Sebaliknya, dalam jumlah yang
sama telah terpresipitasi dari air laut ke dalam lantai dasar laut. Waktu tinggal
(residence time) karbon di dalam atmosfer dalam pertukarannya dengan hidrosfer
berkisar antara 5 – 10 tahun, sedangkan dalam pertukarannya dengan sel tanaman dan
binatang sekitar 300 tahun. Hal ini berbeda dalam skala waktu dibandingkan dengan
residence time untuk karbon terlarut (ribuan tahun) dan karbon dalam sedimen dan
bahan bakar fosil (jutaan tahun) (Vlek, 1997).
Hasil inventarisasi gas-gas rumah kaca di Indonesia dengan menggunakan
metoda IPCC 1996, diketahui bahwa pada tahun 1994 emisi total CO2 adalah
748,607 Gg (Giga gram), CH4 sebanyak 6,409 Gg, N2O sekitar 61 Gg, NOX
sebanyak 928 Gg dan CO sebanyak 11,966 Gg. Adapun penyerapan CO2 oleh hutan
kurang lebih sebanyak 364,726 Gg, dengan dem ikian untuk tahun 1994 tingkat emisi
CO2 di Indonesia sudah lebih tinggi dari tingkat penyerapannya. Indonesia sudah
menjadi net emitter, sekitar 383,881 Gg pada tahun 1994. Hasil perhitungan

Universitas Sumatera Utara

sebelumnya, pada tahun 1990, Indonesia masih sebagai net sink atau tingkat
penyerapan lebih tinggi dari tingkat emisi. Berapapun kecilnya Indonesia sudah
memberikan kontribusi bagi meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca secara
global di atmosfer (Widjaja, 2002).
Pemanasan Global
Pemanasan global adalah salah satu isu lingkungan penting yang saat ini
menjadi perhatian berbagai pihak. Akibat pemanasan global, terjadi peningkatan
temperatur rata-rata laut dan daratan bumi yang disebabkan oleh kegiatan industri dan
semakin berkurangnya penutupan lahan khususnya hutan akibat laju deforestasi
akhir-akhir ini. Menurut Departemen Kehutanan (2007), penyebab dari pemanasan
global adalah efek gas rumah kaca yaitu energi yang diterima dari sinar matahari
yang diserap sebagai radiasi gelombang pendek dan dikembalikan keangkasa sebagai
radiasi inframerah gelombang panjang. Gas-gas rumah kaca menyerap radiasi
inframerah dan terperangkap di atmosfer dalam bentuk energi panas. Peristiwa ini
dikenal dengan efek rumah kaca dimana panas yang masuk akan terperangkap di
dalamnya dan tidak dapat menembus ke luar sehingga dapat membuat kondisi umum
menjadi lebih panas.
Sugiharto (2007) menyatakan bahwa berbagai upaya telah dilakukan untuk
mengatasi masalah pemanasan global, salah satunya dengan meningkatkan
kemampuan hutan yang luasannya semakin menurun sehingga tetap mampu
mempertahankan fungsi ekologi hutan sebagai penyangga sistem kehidupan. Pada
protokol Kyoto dikenal dengan adanya mekanisme pembangunan bersih atau Clean
Development Mechanism (CDM), dimana negara-negara industri dan negara

Universitas Sumatera Utara

penghasil polutan diberi kesempatan untuk melakukan kompensasi dengan cara
membayar negara negara berkembang untuk mencadangkan hutan tropis yang mereka
miliki sehingga terjadi penyerapan dan penyimpanan sejumlah besar karbon. Dengan
potensi hutan yang masih luas yang dimiliki Indonesia, tentu halini menjadi peluang
emas bagi negara kita untuk memperoleh manfaat besar dari keberadaan hutannya
dengan memperoleh insentif dari perdagangan karbonyang dapat dialokasikan untuk
proyek atau program lingkungan seperti rehabilitasi dan konversi.
Siklus karbon pada ekosistem hutan menyangkut proses penyerapan dan emisi
karbon ke atmosfer. Proses ini dipengaruhi oleh beberapa faktor atau kondisi yaitu :
1) Kondisi vegetasi yang meliputi jenis atau tipe vegetasi atau hutan; 2) Kondisi
tempat tumbuh dan lingkungan yang meliputi faktor edafis, klimatis dan faktor hayati
lainnya; 3) Kondisi pengelolaan yang meliputi pengaturan ruang (tata ruang),
penentuan peruntukan/penggunaanlahan dan hutan; 4) Kondisi gangguan seperti
perubahan lingkungan, kemarau, ledakan gangguan hama dan penyakit, gangguan
perbuatan manusia seperti pembakaran, eksploitasi tidak terkelola dengan baik dan
lain-lain (Melillo et al., 1993 dalam Zak et al., 2000).
Siklus Karbon merupakan proses penyerapan dan emisi karbon, yang hasil
akhirnya adalah akumulasi atau stok karbon di tegakan atau hutan. Neraca Karbon
akan menggambarkan perubahan stok karbon dari waktu ke waktu di dalam
ekosistem hutan tersebut di dalam suatu ruang. Ada beberapa konsep umum yang
mengukur hasil yang terjadi pada siklus karbon ini yaitu: 1) Produksi Primer Bruto
(Gross Primary Production) yang merupakan penyerapan karbon dari atmosfer
melalui proses fotosintesis dengan bantuan energi matahari dan klorofil pada

Universitas Sumatera Utara

vegetasi; 2) Produksi Primer Neto (Net Primary Production) merupakan gambaran
jumlah energi yang difiksasi menjadi bahan kimia (karbon) oleh vegetasi dikurangi
oleh energi respirasi oleh vegetasi (autotrophic) berupa pelepasan karbon dioksida ke
atmosfer; dan Produksi Ekosistem Neto (Net Ecosystem Production), merupakan
gambaran metabolisme ekosistem total yaitu pembentukan bahan organik (karbon)
neto di suatu ekosistem (Hairiah et al.,2001).
Neraca Karbon dapat sebagai salah satu cermin kualitas tata kelola ekosistem
hutan. Faktor penting yang terkait mempengaruhi neraca karbon antara lain: 1) Faktor
yang mempengaruhi siklus karbon (fotosintesis, respirasi dan dekomposisi); 2) Faktor
prasyarat berupa kepastian ruang kelola, kepastian bentuk penggunaan/pengelolaan,
kepastian hak pengelolaan, yang dijamin secara legal; dan Faktor harmonisasi
kepentingan para pihak di dalam pengelolaan ekosistem hutan, untuk pencapaian
tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan(Brown et al.,1995).
Arboretum
Arboretum berasal dari bahasa latin arboreta (pohon) dan rium (tempat),
dengan demikian arboretum merupakan tempat atau wilayah untuk menanam pohon.
Arboretum adalah tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk
tujuan penelitian atau pendidikan. Secara umum arboretum memiliki kegunaan
sebagai tempat mengkoleksi berbagai jenis pohon. Arboretum sangat layak untuk
dijadikan objek wisata edukatif karena selain memiliki nilai estetika dan keindahan,
di dalamnya terdapat beraneka ragam jenis flora maupun fauna untuk dijadikan objek
penelitian. Di perkotaan, arboretum dapat dijadikan sebagai solusi pemenuhan ruang

Universitas Sumatera Utara

terbuka hijau, konservasi keanekaragaman hayati, mitigasi perubahan iklim, serta
daerah resapan air (Hairiah, et al., 2007).
Arboretum telah terdapat di beberapa kota di Indonesia antara lain, Arboretum
Nyaru Menteng-Bukit Batu (Palangkaraya), Arboretum Bogor, Arboretum Bangko
(Jambi), dll. Namun tidak sedikit kota besar maupun kota kecil yang belum
memenuhi luas RTH dan belum memiliki arboretum. Bahkan saat ini justru
pembangunan diarahkan untuk kemajuan sektor industri dan perekonomian. Padahal,
jika ingin menambah sektor perekonomian tanpa mengurangi nilai natural suatu kota,
misalnya dengan mengembangkan suatu arboretum sebagai pusat pendidikan dan
penelitian di ibu kota. Di beberapa kampus di Indonesia kini juga telah memiliki
arboretum sebagai tempat pendidikan, penelitian dan konservasi misalnya, Arboretum
Kehutanan UGM, Arboretum UNPAD, Arboretum Kehutanan IPB, Arboretum
Sumber Brantas (Batu), dll (Hairiah, et al., 2007).
Menurut Hairiah (2007), arboretum memiliki banyak manfaat, diantaranya
adalah sebagai berikut:


Tempat pembelajaran mengenai lingkungan dan keanekaan hayati untuk
berbagai jenjang pendidikan dan umum.



laboratorium lapangan, arboretum merupakan sumber daya plasma nutfah
(bank genetik) yang menyimpan berbagai koleksi jenis tanaman langka
khususnya dari daerah jawa barat, tanaman obat-obatan, tanaman pohon
produksi dan kolam percobaan, berbagai jenis hewan liar.



Melindungi mata air yang ada di sekitar kawasan arboretum

Universitas Sumatera Utara



Melestarikan model ekologi pedesaan seperti pekarangan tradisional,
rumah baduy, kolam, sawah, kebun dan lain-lain.



Tempat wisata pendidikan dan rekreasi.
Menurut Gultom (2012) dan Tambunan (2012), terdapat 22 jenis pohon di

Arboretum USU yang terdiri dari pohon kehutanan dan pohon buah-buahan. 5 jenis
pohon kehutanan yang paling banyak ditemukan adalah Pulai (Alstonia scholaris)
yang berjumlah 384 pohon, Mindi (Melia azedarach) berjumlah 265 pohon, Gmelina
(Gmelina Arborea) berjumlah 236 pohon, Jati (Tectona Grandis) berjumlah 127
pohon dan Mahoni (Swietenia mahagoni) berjumlah 75 pohon. Penanaman jenis yang
tepat pada lahan yang sesuai merupakan cara yang tepat dalam pengembangan
Arboretum. Arboretum USU seluas 64, 813 Ha dibangun di lahan Kampus USU
Kuala Bekala. Arboretum USU yang disahkan pada tahun 2006 masih tergolong baru
dan akan digunakan sebagai tempat di