Pemanfaatan Abu Sekam Padi (Rice Husk Ash) Pada Pembuatan Batako Dengan Tambahan Perekat Limbah Padat Abu Terbang Batubara (Fly Ash) Sibolga

(1)

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI ( RICE HUSK ASH )

PADA PEMBUATAN BATAKO

DENGAN TAMBAHAN PEREKAT LIMBAH PADAT

ABU TERBANG BATUBARA ( FLY ASH ) SIBOLGA

TESIS

Oleh

MUHAMMAD FAHRUDDIN

087026015/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 0


(2)

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI ( RICE HUSK ASH ) BINJAI

PADA PEMBUATAN BATAKO

DENGAN PEREKAT LIMBAH PADAT ABU TERBANG

BATUBARA ( FLY ASH ) SIBOLGA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika pada Program Pascasarjana

Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD FAHRUDDIN

087026015/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 0


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis :

Nama Mahasiswa : Nomor Induk Mahasiswa : Program Studi :

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI ( RICE HUSK ASH ) PADA PEMBUATAN BATAKO DENGAN TAMBAHAN PEREKAT LIMBAH PADAT ABU TERBANG BATUBARA ( FLY ASH )

MUHAMMAD FAHRUDDIN 087 026 015

FISIKA

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D ) ( Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc ) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan


(4)

Telah diuji Pada

Tanggal : 22 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Anggota : 1. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc 2. Prof. Drs. Muhammad Syukur, MS 3. Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc 4. Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc


(5)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Tempat / tanggal lahir Alamat Rumah Telepon / HP e-mail Instansi Tempat Bekerja Alamat Instansi Telepon

Muhammad Fahruddin

Kotamadya Binjai / 15 Oktober 1969

Jl. Pembangunan Gg. Keluarga No.3 Kel. Helvetia Timur – Medan, 20124

+62618443756 / +6281265419187 -

SMA Kemala Bhayangkari – 1 Medan Jl. K.H. Wahid Hasyim No. 1 M Medan +62618211591

DATA PENDIDIKAN

SD SMP SMA Diploma -3 Pend.Fisika Strata - 1 Pend.Fisika Strata - 2 Fisika

Negeri No. 023903 Binjai Negeri – 1 Binjai Swasta Taman Siswa Binjai FMIPA Universitas Sumatera Utara FPMIPA Univ. Muslim Nusantara Medan Program Studi Magister Fisika Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Tamat : 1982 Tamat : 1985 Tamat : 1988 Tamat : 1991 Tamat : 2001 Tamat : 2010


(6)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI ( RICE HUSK ASH ) PADA PEMBUATAN BATAKO

DENGAN TAMBAHAN PEREKAT LIMBAH PADAT ABU TERBANG BATUBARA ( FLY ASH ) SIBOLGA

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 22 Juni 2010

Muhammad Fahruddin


(7)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Muhammad Fahruddin NIM : 087 026 015

Program Studi : Ilmu Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ( Non-Exclusive Royalty Free Right ) atas Tesis saya yang berjudul :

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI ( RICE HUSK ASH ) PADA PEMBUATAN BATAKO

DENGAN TAMBAHAN PEREKAT LIMBAH PADAT ABU TERBANG BATUBARA ( FLY ASH ) SIBOLGA

Beserta perangkat yang ada ( jika diperlukan ). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini. Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 22 Juni 2010


(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Kami ucapkan terima kasi sebesar-besarnya kepada pemerintah Republik Indonesia c.q. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dana sehingga kami dapat melaksanakan Program Magiter Sains pada Program Studi Magister Ilmu fisika Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, Sp.(CTM), Sp.A(K)

Atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains.

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Eddy Marlianto, M.Sc , atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi mahasiswa Program Magister Sains pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika, Prof. DR. Eddy Marlianto, M.Sc, Sekretaris Program Studi Fisika Drs. Nasir Saleh, M. Eng. Sc beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Fisika Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, selaku Pembimbing Utama yang penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran kepada kami hingga selesainya penelitian ini.

5. Pak Mulkan dan kawan-kawan di sekretariat Program studi Fisika yang telah banyak memberikan bantuan untuk kegiatan administrasi.

6. Ayahanda Aman Jeman dan Ibunda Nurliana serta isteri tersayang Maria Murniati dan anak-anakku tercinta Fahmi Alkhoiri Nugroho dan Muhammad Tsaqila Wicaksono yang telah banyak memberikan dorongan moril, semangat dan perhatian sehingga kami dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Demikianlah, kiranya budi baik yang telah diberikan mendapat balasan yang berkah dari Allah SWT. Semoga kita semua diberikan taufiq, hidayah dan inayahNya dalam memanfaatkan segala ciptaannya bagi kesejahteraan ummat manusia, Amin Ya Rabbal ‘Alamin.


(9)

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI ( RICE HUSK ASH )

PADA PEMBUATAN BATAKO

DENGAN TAMBAHAN PEREKAT LIMBAH PADAT

ABU TERBANG BATUBARA ( FLY ASH ) SIBOLGA

ABSTRAK

Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan fly ash dan pemanfaatan Rice Husk Ash ( RHA ) untuk pembuatan beton telah dilakukan. Penelitian ini memanfaatkan kedua limbah, yaitu fly ash dan RHA yang dicampur dengan semen, pasir dan air untuk menghasilkan produk yang bernama batako, dengan perbandingan semen : pasir : air = 1 : 4 : 0,6. Untuk penggunaan fly ash 20% dan 30% dari volume semen, prosentase RHA yang digunakan dimulai dari 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari volume pasir. Sampel uji berbentuk kubus dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm, dan bentuk balok dengan ukuran 12 cm x 3 cm x 3 cm. Nilai optimum yang dihasilkan dari penggunaan semen 80% dan fly ash 20% serta RHA 25% adalah untuk kuat tekan 4,31 MPa, Kuat patah 3,60 MPa dan kekerasan 78,7 RHN ( Rockwell Hardness Number ), sedangkan densitas 1,71 g/cm3 terjadi pada penggunaan RHA 15% serta serapan air 15,50% terjadi pada penggunaan RHA 20% dari volume pasir dan produk batako yang dihasilkan dapat dikategorikan dengan mutu A2. Nilai optimum yang dihasilkan dari penggunaan semen 70% , fly ash 30% dan RHA 25% adalah untuk kuat tekan 5,37 MPa, kuat patah 3,20 MPa, serapan air 15,50%, sedangkan densitas 1,74 g/cm3 terjadi pada penggunaan RHA 20% dan kekerasan 83,7 RHN ( Rockwell Hardness Number ) terjadi pada penggunaan RHA 15% dan produk batako yang dihasilkan dapat dikategorikan dengan mutu B1. Hasil pengamatan foto mikroskopik menunjukkan bahwa butir-butir fly ash dan RHA tersebar merata pada bidang batako, yang berarti telah terjadi ikatan antar partikel dengan baik.


(10)

THE EXPLOITING OF RICE HUSK ASH

FOR THE MAKING OF BATAKO WITH THE SIBOLGA FLY ASH DENSE WASTE GLUE

ABSTRACT

Many kinds of analysis about the utilizing of fly ash and Rice Husk Ash (RHA) for the making of concrete have been conducted. The analysis done here uses the two of wastes they are; fly ash and RHA mixed with cement, sand, and water to result the product what is called batako, with the comparison cement : sand : water = 1 : 4 : 0,6. For the use of fly ash 20% and 30% of the volume of cement, percentage of RHA used is started from 5%, 10%, 15%, 20% and 25% of the sand volume. The sample of the test is in cube with 5 cm x 5 cm x 5 cm, and in log with 12 cm x 3 cm x 3 cm. the optimum value resulted by the use of cement is 80% and fly ash 20% and RHA 25% is for the compressive strength 4,31 MPa, flexural strength 3,60 MPa and hardness 78,7 RHN (Rockwell Hardness Number), while the density is 1,71 g/cm3 happens on the use of RHA 15% and the water absorption 15,50% occurs on the use of RHA 20% of the sand volume and batako product which is resulted can be quality categorized A2. The optimum value resulted from the use of cement is 70% , fly ash 30% and RHA 25% is for compressive strength 5,37 MPa, flexural strength 3,20 MPa, water absorption 15,50%, while the density is 1,74 g/cm3 happens on the use of RHA 20% and hardness 83,7 RHN (Rockwell Hardness Number) occurs on the use of RHA 15% and the batako product resulted can be quality categorized B1. From the photo analysis using microscopic we can see the bits and pieces of spreads out equally to the batako bar, which means there is a good interaction between particle.


(11)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACK. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian 1.5. Batasan Masalah TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Padat Abu Terbang Batubara ( fly ash ) 2.2. Sifat Kimia dan Sifat Fisika Fly Ash

2.3. Abu Sekam Padi ( Rice Husk Ash ) 2.4. Semen

2.4.1. Sifat Fisika Semen Portland type I 2.4.2. Sifat Kimia semen Portland type I 2.5. Agregat

2.6. Air 2.7. Batako

2.8. Pengujian Karakteristik

2.8.1. Kekuatan Tekan ( Compressive Strength )

i ii iii iv vii viii x 1 1 5 5 6 6 7 7 8 9 12 13 13 14 14 15 17 17


(12)

BAB III

BAB IV

2.8.2. Kekuatan Patah ( Flexural Strength ) 2.8.3. Densitas dan Penyerapan Air

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat yang Dibutuhkan 3.2.2. Bahan yang Digunakan 3.3. Variabel dan Parameter Penelitian 3.4. Alat Pengumpul Data Penelitian 3.5. Prosedur Pembuatan sample Pengujian

3.5.1. Pengayakan Bahan 3.5.2. Pencampuran Bahan 3.5.3. Pencetakan Sampel 3.6. Karakterisasi ( Pengujian )

3.6.1. Densitas ( Density ) dan Serapan Air ( Water Absortion )

3.6.2. Kuat Tekan ( Compressive Strength ) 3.6.3. Kuat Patah ( Flexural Strength ) 3.6.4. Kekerasan ( Hardness )

3.6.5. Foto Mikroskopik HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Memanfaatkan Limbah Abu Terbang Batubara ( Fly Ash )

4.1.1. Hasil Pengukuran Densitas ( Density )

4.1.2. Hasil Pengukuran Serapan Air ( Water Absorbtion )

4.1.3. Hasil Pengujian Kuat Tekan ( Compressive Strength ) 17 18 19 19 19 19 20 22 22 22 24 24 25 26 26 27 27 28 29 30 30 30 33 35


(13)

BAB V

4.1.4. Hasil Pengujian Kuat Patah (Flexural Strength ) 4.1.5. Hasil Pengujian Kekerasan ( Hardness )

4.1.6. Hasil Foto Mikroskopik

4.2. Komposisi Optimum untuk Menghasilkan Batako yang Baik

4.3. Besar Pengaruh Abu Terbang Batubara ( Fly Ash ) dan Limbah Abu Sekam Padi ( RHA ) Terhadap Karakteristik Batako

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan.

5.2. Saran .

38 41 43

45

47

48 48 49 DAFTAR PUSTAKA 50


(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 2.2 2.3 3.1 3.2 4.1

Komposisi Kimia Salah Satu Jenis Abu Terbang Batubara Persyaratan Kimia Pozolan ( DPU:1989 )

Batas Maksimum Ion Klorida

Komposis Semen, Fly Ash, Pasir dan Air Komposisi Semen, Fly Ash, Pasir, RHA dan Air Hasil Pengujian Sampel Batako

8 11 15 21 21 46


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 2.2 2.3 2.4 4.1.a 4.1.b 4.1.c 4.1.d 4.1.e 4.1.f 4.1.g Batako Berlubang Batako Solid

Sketsa Pengujian Kuat Patah

Diagram Alir Proses Pembuatan Sampel Batako

Grafik Hubungan Fraksi Semen dengan Densitas Untuk Penggunaan Fly Ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari Volume Semen

Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Densitas Untuk Penggunaan Fly Ash 20% dari Volume Semen dan Komposisi RHA 5%,10%, 15%, 20% dan 25% dar Volume Pasir

Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Densitas Untuk Penggunaan Fly Ash 30% dari Volume Semen dan Komposisi RHA 5%,10%, 15%, 20% dan 25% dar Volume Pasir

Grafik Hubungan Fraksi Semen dengan Serapan Air Untuk Penggunaan Fly Ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari Volume Semen

Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Serapan Air Untuk Penggunaan Fly Ash 20% dari Volume Semen dan Komposisi RHA 5%,10%, 15%, 20% dan 25% dar Volume Pasir

Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Serapan Air Untuk Penggunaan Fly Ash 30% dari Volume Semen dan Komposisi RHA 5%,10%, 15%, 20% dan 25% dar Volume Pasir

Grafik Hubungan Fraksi Semen dengan Kuat Tekan Untuk Penggunaan Fly Ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari Volume Semen 16 16 18 23 31 32 32 34 34 35 36


(16)

4.1.h 4.1.i 4.1.j 4.1.k 4.1.l 4.1.m 4.1.n 4.1.o 4.1.p 4.1.q

Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Kuat Tekan Untuk Penggunaan Fly Ash 20% dari Volume Semen dan Komposisi RHA 5%,10%, 15%, 20% dan 25% dar Volume Pasir

Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Kuat Tekan Untuk Penggunaan Fly Ash 30% dari Volume Semen dan Komposisi RHA 5%,10%, 15%, 20% dan 25% dar Volume Pasir

Grafik Hubungan Fraksi Semen dengan Kuat Patah Untuk Penggunaan Fly Ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari Volume Semen

Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Kuat Patah Untuk Penggunaan Fly Ash 20% dari Volume Semen dan Komposisi RHA 5%,10%, 15%, 20% dan 25% dar Volume Pasir

Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Kuat Patah Untuk Penggunaan Fly Ash 30% dari Volume Semen dan Komposisi RHA 5%,10%, 15%, 20% dan 25% dar Volume Pasir

Grafik Hubungan Fraksi Semen dengan Kekerasan Untuk Penggunaan Fly Ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari Volume Semen

Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Kekerasan Untuk Penggunaan Fly Ash 20% dari Volume Semen dan Komposisi RHA 5%,10%, 15%, 20% dan 25% dar Volume Pasir

Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Kekerasan Untuk Penggunaan Fly Ash 30% dari Volume Semen dan Komposisi RHA 5%,10%, 15%, 20% dan 25% dar Volume Pasir

Foto Mikroskopik Sampel Batako Untuk Penggunaan Fly Ash 20% dari Volume Semen dan RHA 10% dari Volume Pasir Foto Mikroskopik Sampel Batako Untuk Penggunaan Fly Ash 30% dari Volume Semen dan RHA 15% dari Volume Pasir

37 37 39 40 41 42 42 42 44 44


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

A B C

D E F

Pengukuran dan Perhitungan Karakteristik Batako Gambar Sampel dan Alat Uji Sampel

Daftar Perhitungan Konversi Banyak Bahan ( Stof ) dan Hawa ( Lucht ) serta Air yang Dibutuhkan

Korelasi Nilai Kekerasan Brinell, Rockwell dan Vickers Syarat dan Ketentuan Pembuatan Batako

Daftar Konversi Ayakan dari Mesh ke Mikron

L-1 L-14

L-17 L-19 L-20 L-22


(18)

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI ( RICE HUSK ASH )

PADA PEMBUATAN BATAKO

DENGAN TAMBAHAN PEREKAT LIMBAH PADAT

ABU TERBANG BATUBARA ( FLY ASH ) SIBOLGA

ABSTRAK

Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan fly ash dan pemanfaatan Rice Husk Ash ( RHA ) untuk pembuatan beton telah dilakukan. Penelitian ini memanfaatkan kedua limbah, yaitu fly ash dan RHA yang dicampur dengan semen, pasir dan air untuk menghasilkan produk yang bernama batako, dengan perbandingan semen : pasir : air = 1 : 4 : 0,6. Untuk penggunaan fly ash 20% dan 30% dari volume semen, prosentase RHA yang digunakan dimulai dari 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari volume pasir. Sampel uji berbentuk kubus dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm, dan bentuk balok dengan ukuran 12 cm x 3 cm x 3 cm. Nilai optimum yang dihasilkan dari penggunaan semen 80% dan fly ash 20% serta RHA 25% adalah untuk kuat tekan 4,31 MPa, Kuat patah 3,60 MPa dan kekerasan 78,7 RHN ( Rockwell Hardness Number ), sedangkan densitas 1,71 g/cm3 terjadi pada penggunaan RHA 15% serta serapan air 15,50% terjadi pada penggunaan RHA 20% dari volume pasir dan produk batako yang dihasilkan dapat dikategorikan dengan mutu A2. Nilai optimum yang dihasilkan dari penggunaan semen 70% , fly ash 30% dan RHA 25% adalah untuk kuat tekan 5,37 MPa, kuat patah 3,20 MPa, serapan air 15,50%, sedangkan densitas 1,74 g/cm3 terjadi pada penggunaan RHA 20% dan kekerasan 83,7 RHN ( Rockwell Hardness Number ) terjadi pada penggunaan RHA 15% dan produk batako yang dihasilkan dapat dikategorikan dengan mutu B1. Hasil pengamatan foto mikroskopik menunjukkan bahwa butir-butir fly ash dan RHA tersebar merata pada bidang batako, yang berarti telah terjadi ikatan antar partikel dengan baik.


(19)

THE EXPLOITING OF RICE HUSK ASH

FOR THE MAKING OF BATAKO WITH THE SIBOLGA FLY ASH DENSE WASTE GLUE

ABSTRACT

Many kinds of analysis about the utilizing of fly ash and Rice Husk Ash (RHA) for the making of concrete have been conducted. The analysis done here uses the two of wastes they are; fly ash and RHA mixed with cement, sand, and water to result the product what is called batako, with the comparison cement : sand : water = 1 : 4 : 0,6. For the use of fly ash 20% and 30% of the volume of cement, percentage of RHA used is started from 5%, 10%, 15%, 20% and 25% of the sand volume. The sample of the test is in cube with 5 cm x 5 cm x 5 cm, and in log with 12 cm x 3 cm x 3 cm. the optimum value resulted by the use of cement is 80% and fly ash 20% and RHA 25% is for the compressive strength 4,31 MPa, flexural strength 3,60 MPa and hardness 78,7 RHN (Rockwell Hardness Number), while the density is 1,71 g/cm3 happens on the use of RHA 15% and the water absorption 15,50% occurs on the use of RHA 20% of the sand volume and batako product which is resulted can be quality categorized A2. The optimum value resulted from the use of cement is 70% , fly ash 30% and RHA 25% is for compressive strength 5,37 MPa, flexural strength 3,20 MPa, water absorption 15,50%, while the density is 1,74 g/cm3 happens on the use of RHA 20% and hardness 83,7 RHN (Rockwell Hardness Number) occurs on the use of RHA 15% and the batako product resulted can be quality categorized B1. From the photo analysis using microscopic we can see the bits and pieces of spreads out equally to the batako bar, which means there is a good interaction between particle.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

PLTU sebagai salah satu industri yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar biasanya menghasilkan limbah padat hasil pembakaran berupa abu terbang ( fly ash ), slag ( bottom ash ) dan lumpur flue gas desulfurization. Sehubungan dengan meningkatnya jumlah pembangunan PLTU berbahan bakar batubara di Indonesia, maka jumlah limbah fly ash juga akan meningkat. Jumlah limbah PLTU pada tahun 2000 telah mencapai 1,66 juta ton dan pada tahun 2006 mencapai 2 juta ton. Saat ini limbah padat tersebut umumnya ditampung di penampungan abu ( ash lagoon ) dan terakumulasi dalam jumlah yang sangat banyak.

Kendala yang dihadapi perusahaan pemakai batubara dalam mengelola limbah hasil pembakaran batubara ( LHPB ) adalah terbatasnya lahan untuk penyimpanan sementara LHPB, sedangkan LHPB setiap hari terus bertambah dan yang memanfaatkan LHPB sangat terbatas. Jika limbah tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal akan menimbulkan dampak sosial dan lingkungan. Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan fly ash banyak dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan, salah satunya adalah dengan memanfaatkan limbah padat abu terbang batubara ( fly ash ) sebagai tambahan perekat dalam pembuatan bata beton ( batako ).

Adapun yang menjadi alasan penggunaan fly ash sebagai tambahan perekat pada pembuatan batako diantaranya karena fly ash memiliki ukuran butir yang lebih halus dan memiliki warna yang lebih terang ( keabu-abuan ) dari pada bottom ash serta butiran fly ash bervariasi dalam ukuran dan struktur yang dimilikinya. Perbedaan ini terutama merupakan fungsi dari tiga faktor utama, yaitu komposisi kimia ,


(21)

temperatur zona pembakaran dan waktu tinggal ( residence time ) dari butiran pada zona pembakaran. Secara umum butir fly ash berkisar antara 0,1 µm sampai 200 µm. Sedangkan dari struktur hasil analisa Scanning Electron Microscope ( SEM ) ( Natusch et al, 1985 ), butiran fly ash terbagi dalam lima bagian, yaitu :

1. Butiran besar dengan bentuk tak beraturan. Butiran ini banyak terdapat pada fraksi lebih besar dari 74 µm.

2. Butiran bundar yang berlubang yang sering disebut cenosperes. Butiran ini terdapat pada fraksi 20 – 74 µm, dan berat jenisnya kurang dari 1 g/cm3. 3. Butiran bundar yang tak berlubang ( solid ), terdapat pada fraksi 10 µm. atau

lebih kecil.

4. Butiran bundar berlubang dengan sejumlah butiran solid ( 5-100) yang terperangkap di dalamnya.

5. Aglomerat dari butiran-butiran kecil ( < 10 µm ) yang membentuk butiran besar yang tak beraturan. Banyak terdapat pada fraksi lebih besar dari 74 µm.

Fly ash dengan butiran yang berbentuk bundar atau bola-bola beraturan biasanya sangat aktif, sehingga mudah mengeras apabila dicampur dengan kapur atau air. Ukuran butir yang cukup halus ini mempunyai luas permukaan spesifik yang besar dan erat hubungannya dengan keaktifan yang baik. Dilihat dari segi komposisi kimianya, fly ash banyak mengandung silika yang amorf dan dapat memberi sumbangan keaktifan, sehingga dengan mudah mengadakan kontak dan bereaksi dengan kapur yang ditambahkan, membentuk kalsium silikat yang banyak. Kadar silika di dalam fly ash harus lebih besar dari 40%. Reaksi yang terjadi pada pencampuran tersebut adalah :

Ca(OH)2 + SiO2 + H2O xCaO.ySiO2.zH2O

Dengan x = 2-3, y = 1 dan z = 0,5-3. Senyawa kalsium silikat tersebut bertanggung jawab pada proses pengerasan campuran. Selain mengandung silika, fly ash yang baik sebagai campuran bahan bangunan tertentu juga mengandung oksida-oksida Al2O3


(22)

Seperti diketahui reaksi antara bahan pozolan, seperti fly ash adalah penggabungan kapur dengan senyawa SiO2 dan Al2O3 aktif. Selain kalsium silikat hidrat yang

diperoleh dari silika aktifnya, juga terbentuk trikalsium aluminat hidrat. Hasil reaksi antara silika dan alumina dalam kondisi basah melepaskan Ca(OH)2 sehingga pH-nya

bertambah. Dalam keadaan basah, senyawa besi ( Fe2O3, Fe(OH)3 ) akan

mengaktifkan sisa Al2O3 dan SiO2 ( bertindak sebagai katalisator ) untuk dapat

bereaksi dengan Ca(OH)2. Dilain pihak Fe hidroksida sendiri mempunyai keaktifan

yang lemah terhadap Ca(OH)2. Telah diketahui pula bahwa Fe2O3 bebas dalam semen

hanya akan mempengaruhi warna dan tidak memberikan kekerasan. Kenaikan

kadar Fe2O3 dapat menurunkan kadar C3A dalam semen. Besarnya kadar kalsium

silikat dan bahan aktif lainnya terhadap proses pengerasan sangat tergantung pula pada proses pengolahannya, mulai dari pembentukan sampel uji sampai waktu Curing ( pelembaban dan perendaman ) yang diperlukan. Biasanya pengerasan akan bertambah dengan meningkatnya waktu pelembaban dan perendaman. Hal ini dapat dimengerti karena pada pelembaban dan perendaman tersebut akan terjadi reaksi yang lebih sempurna dan terbentuk senyawa kalsium silikat hidrat yang lebih banyak. Selain faktor pengolahan tersebut, kandungan unsur lain, seperti adanya karbon yang terlalu banyak akan menurunkan kuat tekan atau pengerasan. Oleh karena itu disyaratkan kadar karbon harus < 8%. Selain itu Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sampel uji batako adalah jenis semen yang digunakan, ada tidaknya bahan tambahan ( additive ), agregat yang digunakan, kelembaban dan suhu ketika pengeringan serta kecepatan pembebanan ( Putra, D.F. et al, 1996 ).

Pada penelitian ini, peneliti juga akan menggunakan bahan tambahan selain abu terbang batubara ( fly ash ) yaitu abu sekam padi ( rice husk ash atau disingkat dengan RHA ) yang akan dikombinasikan dengan semen, pasir dan air kemudian dicampur dengan komposisi tertentu untuk menghasilkan adukan ( mortar ) yang selanjutnya dicetak menjadi sampel uji batako.

Abu sekam padi ( RHA ) yang diperoleh dari hasil pembakaran sekam, berkisar antara 16 – 23 % dengan kandungan silika sebesar 95%.


(23)

Dari kandungan silika tersebut, maka RHA dapat digolongkan sebagai salah satu bahan yang memiliki sifat pozolanik. Total alkali pada abu sekam padi ( 1,5 % ) dalam pembuatan batako memberikan dampak peningkatan kuat tekan yang baik. Abu sekam padi adalah sebagai limbah pembakaran sekam padi yang bermanfaat untuk peningkatan mutu beton, mempunyai sifat pozolan dan mengandung silika yang sangat menonjol, bila unsur ini dicampur dengan semen akan menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi ( Bali, I., Prakoso, A.,2002 ).

Sisa pembakaran sekam padi yang berupa abu sekam memiliki kandungan silika yang tinggi, yaitu 94% – 96% ( Houston, 1972 ). Kandungan oksida silika ( SiO2)

yang tinggi memberikan sifat pozolanik yang baik pada RHA jika dimanfaatkan sebagai bahan tambah parsial pada semen, terutama untuk memperbaiki daerah transisi antara agregat dengan pasta semen di dalam beton. Mohammad ( 2009 ) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi kekuatan beton, yaitu : 1. Kekuatan pasta semen.

2. Kualitas agregat.

3. Daya lekat antara pasta semen dengan agregat.

Kekuatan pasta semen memegang peranan paling penting yang dipengaruhi secara langsung oleh kualitas semen, air dan porositas pastanya. Porositas yang kecil akan meningkatkan kekuatan pasta semen dan sangat dipengaruhi oleh perbandingan air dengan semen ( water cement ratio, w/c ) di dalam campuran. Kualitas agregat yang menentukan adalah kekuatannya, kekasaran permukaannya dan gradasinya, disamping harus dijamin terbebas dari kotoran dan bahan-bahan kimia reaktif. Agregat mengisi sekitar 70% volume beton sehingga kekuatan beton tidak terlepas dari kekuatan agregat dan daya lekat pasta terhadap permukaan agregat. Priyosulistyo,H.et al ( 1999 ), menyebutkan bahwa reaktivitas antara silika di dalam RHA dengan kalsium hidroksida dalam pasta semen dapat berpengaruh pada peningkatan mutu beton.


(24)

Dengan demikian abu terbang batubara ( fly ash ) memiliki sifat sebagai pengikat jika dicampur dengan air, disamping itu juga merupakan pengikat pasir. Pasir silika mempunyai sifat hydrophilic, yaitu sifat yang dimiliki sebuah material untuk menarik dan mengikat air pada permukaanya. Sedangkan abu sekam padi ( RHA) merupakan material bersifat sebagai pengisi yang mengandung unsur-unsur bermanfaat dalam meningkatkan kuat tekan dan kuat tarik beton. Penggunaan abu sekam padi akan mengurangi porositas beton dan sekaligus meningkatkan daya lekat antara pasta semen dengan agregat. Maka pemanfaatan abu terbang batubara ( fly ash ) dan abu sekam padi ( RHA ) sebagai material adalah untuk mengurangi pemakaian semen pada campuran beton.

1.2. Perumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Apakah abu terbang batubara Sibolga memenuhi parameter sebagai perekat pada pembuatan batako ?

2. Bagaimana komposisi fly ash yang digunakan untuk mengetahui hasil yang optimum?

3. Seberapa besarkah pengaruh limbah abu terbang batubara dan limbah abu sekam padi terhadap karakteristik batako ?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini :

1. Untuk memanfaatkan limbah abu terbang batubara dalam pembuatan batako. 2. Untuk mengetahui hasil yang optimum dari komposisi fly ash yang digunakan. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh limbah abu terbang batubara dan


(25)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :

1. Tambahan informasi tentang karakteristik batako yang menggunakan limbah fly ash dan abu sekam padi pada komposisi semen, pasir dan air.

2. Memberdayakan fungsi limbah abu terbang batubara dan abu sekam padi untuk pembuatan batako.

3. Masukan bagi industri batako untuk menghasilkan produk dengan menggunakan material alternatif.

1.5. Batasan Masalah

Limbah yang digunakan pada penelitian ini adalah abu sekam padi dan limbah padat abu terbang batubara. Sedangkan uji terhadap sampel batako hasil percobaan adalah uji kuat tekan, uji kuat patah, uji densitas dan penyerapan air serta foto mikroskopik.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah padat abu terbang batubara ( fly ash )

Abu batubara sebagai limbah tidak seperti gas hasil pembakaran, karena merupakan bahan padat yang tidak mudah larut dan tidak mudah menguap sehingga akan lebih merepotkan dalam penanganannya. Apabila jumlahnya banyak dan tidak ditangani dengan baik, maka abu batubara tersebut dapat mengotori lingkungan terutama yang disebabkan oleh abu yang beterbangan di udara dan dapat terhisap oleh manusia dan hewan juga dapat mempengaruhi kondisi air dan tanah di sekitarnya sehingga dapat mematikan tanaman. Akibat buruk terutama ditimbulkan oleh unsur-unsur Pb, Cr dan Cd yang biasanya terkonsentrasi pada fraksi butiran yang sangat halus ( 0,5 – 10 µm ). Butiran tersebut mudah melayang dan terhisap oleh manusia dan hewan, sehingga terakumulasi dalam tubuh manusia dengan konsentrasi tertentu dapat memberikan akibat buruk bagi kesehatan ( Putra,D.F. et al, 1996 ).

Abu terbang batubara umumnya dibuang di ash lagoon atau ditumpuk begitu saja di dalam area industri. Penumpukan abu terbang batubara ini menimbulkan masalah bagi lingkungan. Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan. Saat ini abu terbang batubara digunakan dalam pabrik semen sebagai salah satu bahan campuran pembuat beton. Selain itu, sebenarnya abu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam:

1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan 2. Penimbun lahan bekas pertambangan

3. Recovery magnetic, cenosphere, dan karbon

4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori 5. Bahan penggosok (polisher)


(27)

6. Filler aspal, plastik, dan kertas 7. Pengganti dan bahan baku semen

8. Aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization) 9. Konversi menjadi zeolit dan adsorben

2.2. Sifat Kimia dan Sifat Fisika Fly Ash

Komponen utama dari abu terbang batubara yang berasal dari pembangkit listrik adalah silika (SiO2), alumina, (Al2O3), besi oksida (Fe2O3), kalsium ( CaO ) dan

sisanya adalah magnesium, potasium, sodium, titanium dan belerang dalam jumlah yang sedikit. Rumus empiris abu terbang batubara ialah: Si1.0Al0.45Ca0.51Na0.047Fe0.039Mg0.020K0.013Ti0.011

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Salah Satu Jenis Abu TerbangBatubara

Komponen Sub Bituminous( % )

SiO2 40-60

Al2O3 20-30

Fe2O3 4-10

CaO 5-30

MgO 1-6

SO3 1-6

Na2O 0-2

K2O 0-4


(28)

Sifat kimia dari abu terbang batubara dipengaruhi oleh jenis batubara yang dibakar dan teknik penyimpanan serta penanganannya. Pembakaran batubara lignit dan sub-bituminous menghasilkan abu terbang dengan kalsium dan magnesium oksida lebih banyak dari pada jenis bituminous. Namun, memiliki kandungan silika, alumina, dan karbon yang lebih sedikit dari pada bituminous. Dan pada penelitian ini jenis batubara yang digunakan adalah jenis sub-bituminous yang berasal dari PLTU Labuhan Angin Sibolga.

Kandungan karbon dalam abu terbang diukur dengan menggunakan Loss Of Ignition Method (LOI), yaitu suatu keadaan hilangnya potensi nyala dari abu terbang batubara. Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075 mm. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai 1000 m2/kg, sedangkan ukuran partikel rata-rata abu terbang batubara jenis sub-bituminous 0,01mm – 0,015 mm, luas permukaannya 1-2 m2/g, massa jenis ( specific gravity ) 2,2 – 2,4 dan bentuk partikel mostly spherical , yaitu sebagian besar berbentuk seperti bola, sehingga menghasilkan kelecakan (workability ) yang lebih baik ( Nugroho,P dan Antoni, 2007 )

2.3. Abu Sekam Padi (Rice Husk Ash )

Sekam padi adalah kulit yang membungkus butiran beras, dimana kulit padi akan

terpisah dan menjadi limbah atau buangan. Jika sekam padi dibakar akan

menghasilkan abu sekam padi. Secara tradisional, abu sekam padi digunakan sebagai bahan pencuci alat-alat dapur dan bahan bakar dalam pembuatan batu bata.

Penggilingan padi selalu menghasilkan kulit gabah / Sekam padi yang cukup banyak yang akan menjadi material sisa. Ketika bulir padi digiling, 78% dari beratnya akan


(29)

menjadi beras dan akan menghasilkan 22% berat kulit sekam. Kulit sekam ini dapat digunakan sebagai bahan bakar dalam proses produksi. Kulit sekam terdiri 75% bahan mudah terbakar dan 25% berat akan berubah menjadi abu. Abu ini dikenal sebagai Rice Husk Ash ( RHA ) yang memiliki kandungan silika reaktif sekitar 85%- 90%. Dalam setiap 1000 kg padi yang digiling akan dihasilkan 220 kg ( 22% ) kulit sekam. Jika kulit sekam itu dibakar pada tungku pembakar, akan dihasilkan sekitar 55 kg ( 25% ) RHA. Untuk membuat RHA menjadi silika reaktif yang dapat digunakan sebagai material pozzolan dalam beton maka diperlukan kontrol pembakaran dengan temperatur tungku pembakaran tidak boleh melebihi 800oC sehingga dapat dihasilkan RHA yang terdiri dari silika yang tidak terkristalisasi. Jika kulit sekam ini terbakar pada suhu lebih dari 850oC maka akan menghasilkan abu yang sudah terkristalisasi menjadi arang dan tidak reaktif lagi sehingga tidak mempunyai sifat pozzolan. Setelah pembakaran kulit sekam selama 15 jam dengan suhu yang terkontrol maka akan dihasilkan RHA yang berwarna putih keabu-abuan atau abu-abu dengan sedikit warna hitam. Warna hitam menandakan bahwa temperatur tungku pembakaran terlalu tinggi yang menghasilkan abu yang tidak reaktif. RHA kemudian dapat digiling untuk mendapatkan ukuran butiran yang halus. RHA sebagai bahan tambahan dapat digunakan dengan mencampurkannya pada semen untuk mendapatkan beton dengan kuat tekan rendah( Nugraha,P dan Antoni, 2007).

Sesuai SK SNI S-04-1989-F ( DPU: 1989 ) pozolan adalah bahan yang mengandung silika. Penambahan mineral berupa silika ke dalam campuran beton merupakan salah satu cara meningkatkan mutu pasta semen yang berarti juga meningkatkan mutu beton yang dihasilkan. Adapun persyaratan kimia pozolan yang dapat digunakan sebagai bahan campuran tambahan menurut SK SNI S-04-1989-F ( DPU: 1989 ) dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :


(30)

Tabel 2.2. Persyaratan Kimia Pozolan ( DPU: 1989 )

Sekam padi tidak dapat digunakan sebagai material pengganti pasir tanpa mengalami proses pembakaran. Dua faktor yang perlu diperhatikan pada proses pembakaran yaitu kadar abu dan unsur kimia dalam abu. Kadar abu menjadi penting sebab hal ini menunjukkan atau menentukan berapa jumlah sekam yang harus dibakar agar menghasilkan abu sesuai kebutuhan. Selama proses pembakaran sekam

padi menjadi abu mengakibatkan hilangnya zat-zat organik yang lain dan menyisakan zat-zat yang mengandung silika.

Pada proses pembakaran akibat panas yang terjadi akan menghasilkan perubahan struktur silika yang berpengaruh pada dua hal yaitu tingkat aktivitas pozolan dan kehalusan butiran abu. Pada tahap awal pembakaran, abu sekam padi menjadi kehilangan berat pada suhu 100oC, pada saat itulah hilangnya sejumlah zat dari sekam padi tersebut. Pada suhu 300oC, zat-zat yang mudah menguap mulai terbakar dan memperbesar kehilangan berat. Kehilangan berat terbesar terjadi pada

No Senyawa Kadar ( % )

1. Jumlah oksida SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 70

2. SiO2 maksimum 5

3. Hilang pijar maksimum 6

4. Kadar air maksimum 3


(31)

suhu antara 400oC -500oC, pada tahap ini pula terbentuk oksida karbon. Di atas suhu 600oC ditemukan beberapa formasi kristal quartz . Jika temperatur ditambah, maka sekam berubah menjadi kristal silika ( Wijanarko, W., 2008 ).

Sejumlah kristal dengan bentuk tidak beraturan dapat dihasilkan dengan mengatur suhu pembakaran di bawah 500oC dengan kondisi teroksidasi dalam waktu yang agak lama atau pembakaran di atas 800oC dengan waktu pembakaran tidak lebih dari satu menit. Jika lama pembakaran abu sekam padi tidak lebih dari satu jam pada suhu 900oC dihasilkan abu dengan bentuk kristal yang masih tak beraturan. Jika pembakaran dilakukan selama lebih dari lima menit pada suhu 1000oC akan dihasilkan bentuk-bentuk kristal silika yang lebih beraturan bentuknya. Hubungan waktu dan suhu pembakaran juga mempengaruhi kadar halus butiran, sebuah parameter yang berhubungan terhadap reaktivitas abu sekam padi ( Wijanarko, W.,2008 ), makin halus butiran abu sekam padi maka akan semakin baik kualitas beton batako yang dihasilkan, karena abu sekam padi yang halus akan mudah menyatu dengan bahan-bahan lain dalam campuran beton batako.

2.4. Semen

Dalam dunia konstruksi, jika semen dicampur dengan air dalam jumlah yang

proporsional, akan memiliki kemampuan mengikat butiran-butiran agregat halus dan kasar menjadi material yang kita sebut sebagai beton. Oleh karena aplikasi semen selalu berhubungan dengan air, sehingga semen yang kita kenal sekarang dapat dikategorikan sebagai semen hidrolis. Disebut demikian karena jika semen tersebut dicampur dengan air,mampu menghasilkan suatu reaksi hidrasi, setting (pengikatan) dan hardening serta produk padatan yang tetap stabil di dalam air (Hidayat,S.,2009 ). Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis semen portland type I, yakni jenis semen yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat luas dan dapat digunakan untuk seluruh aplikasi yang tidak membutuhkan persyaratan khusus. Semen portland adalah semen hidrolis yang terutama terdiri dari silikat-silikat


(32)

kalsium yang bersifat hidrolis bersama bahan-bahan tambahan yang biasa digunakan yaitu gypsum ( Sagel et al , 1994:1 ). Semen portland ( PC ) dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium atau batu kapur ( CaO ), Alumina ( Al2O3 ), pasir silikat ( SiO2 ) dan bahan biji besi ( FeO2 ) dan

senyawa-senyawa MgO dan SO3, penambahan air pada mineral ini akan menghasilkan suatu

pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu ( Nawy, 1990:9 ).

Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat ( Murdock and Brook, 1993 ).

Perbandingan bahan-bahan utama penyusun semen portland adalah kapur ( CaO ) sekitar 60% - 65%, silika ( SiO2 ) sekitar 20% - 25% dan oksida besi serta alumina

( Fe2O3 dan Al2O3 ) sekitar 7% - 12%.

2.4.1. Sifat Fisika Semen Portland type I

1. Kehalusan butir ( Fineness ) ; menurut ASTM butir butir semen yang lewat ayakan No. 200 harus lebih dari 78%.

2. Kepadatan ( Density ) ; menurut ASTM berat jenis semen yang diisyaratkan adalah 3,15 Mg/m3, tetapi pada kenyataan berat jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,05 Mg/m3 sampai 3,25 Mg/m3.

3. Waktu Pengikatan ( Setting Time ) ; waktu ikat awal ( initial setting time ) berkisar 1 sampai 2 jam dan final setting time tidak boleh lebih dari 8 jam. 4. Kekuatan Tekan ; untuk 3 hari minimum 125 kg/cm2, untuk 7 hari minimum

200 kg/cm2.

2.4.2. Sifat Kimia Semen Portland Type I

1. Kesegaran semen ; pengujian kehilangan berat akibat pembakaran ( Loss of ignition ) dilakukan pada semen dengan suhu 900 – 1000oC, jika dilakukan selama 15 menit dalam keadaan normal akan kehilangan berat sekitar 2% ( batas maksimum 4% ).


(33)

2. Bagian tak larut maksimum 1,5%. ( Mulyono,T., 2005 ).

2.5. Agregat

Hampir tiga perempat volume beton ditempati oleh agregat, sehingga

karakteristik agregat akan menentukan kualitas beton. Ditinjau dari aspek ekonomis, harga agregat dalam satuan berat yang sama jauh lebih murah dari pada semen. Agregat merupakan bahan yang bersifat kaku dan memilki stabilitas volume dan durabilitas yang baik pada pasta semen. Untuk menghasilkan beton yang baik, agregat halus maupun agregat kasar harus memiliki gradasi atau komposisi ukuran yang proporsional ( Hidayat, S., 2009 ).

Pada penelitian ini agregat kasar yang digunakan adalah pasir yang lolos ayakan dengan ukuran 0,710 mm sedangkan agregat halus yang berfungsi sebagai filler, digunakan RHA yang lolos ayakan ukuran 0,250 mm.

2.6. Air

Secara umum air yang digunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak boleh

mengandung minyak, asam alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton. Sebaiknya dipakai air tawar yang dapat diminum. Air yang digunakan dalam pembuatan beton pra-tekan dan beton yang akan ditanami logam aluminium ( termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat ) tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan ( Mulyono, T., 2005 ). Untuk perlindungan terhadap korosi, konsentrasi ion klorida maksimum yang terdapat dalam beton yang telah mengeras pada umur 28 hari yang dihasilkan dari bahan campuran termasuk air, agregat, bahan bersemen dan bahan campuran tambahan tidak boleh melampaui nilai batas seperti pada tabel berikut :


(34)

Tabel 2.3. Batas Maksimum Ion Klorida

Sumber : PB 1989 :23

2.7. Batako

Pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan bahan tambah lainnya (additive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu dan proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran yang digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.

Menurut SNI 03-0349-1989, Conblok ( Concrete Blok ) atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya ( additive ), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding. Sedangkan menurut Heinz dan Koesmartadi ( 2003 ), batu-batuan yang tidak dibakar, dikenal dengan nama batako ( bata yang dibuat secara pemadatan dari trass, kapur dan air ).

Batako merupakan komponen non struktural yang disusun dari semen , pasir dan air. Menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (1982) pasal 6, “Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi

lembab”. Mutu batako sangat dipengaruhi oleh komposisi dari penyusun - penyusunnya, disamping itu dipengaruhi oleh cara pembuatannya yaitu melalui

Jenis Beton Batas ( % )

Beton pra-tekan

Beton bertulang yang selamanya berhubungan dengan klorida Beton bertulang yang selamanya kering atau terlindung dari basah Konstruksi beton bertulang lainnya

0,06 0,15 1,00 0,30


(35)

proses manual ( cetak tangan ) dan pres mesin. Perbedaan dari proses pembuatan ini dapat dilihat dari kepadatan permukaannya.

Batako yag diproduksi dipasaran umumnya memiliki ukuran panjang 36 - 40 cm, lebar 8 – 10 cm, dan tinggi 18 - 20 cm., sehingga untuk membuat dinding seluas 1 m2, dibutuhkan batako pres kira-kira sebanyak 15 buah.

Batako terdiri dari 2 jenis , yaitu batako jenis berlubang ( hallow ) dan batako yang padat ( solid ). Dari hasil pengetesan terlihat bahwa batako yang jenis solid lebih padat dan mempunyai kekuatan yang lebih baik. Batako berlubang

mempunyai luas penampang lubang dan isi lubang masing-masing tidak melebihi 5% dari seluruh luas permukaannya.

Gambar 2.1 Batako Berlubang Gambar 2.2 Batako Solid

Kekuatan dari batako dipengaruhi komposisi penyusunnya yaitu jenis semen dan pasir yang dipakai , dan perbandingan jumlah semen terhadap agregat dan air.

Batako yang baik adalah yang masing-masing permukaannya rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi.

Persyaratan batako menurut PUBI-(1982) pasal 6 antara lain adalah “permukaan batako harus mulus, berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ± 400 mm, ± lebar 200 mm, dan tebal 100-200 mm, kadar air 25-35 % dari berat, dengan kuat tekan antara 2 – 7 N/mm2”


(36)

2. 8. Pengujian Karakteristik

2.8.1 Kekuatan Tekan (Compressive Strength).

Pemeriksaan kuat tekan mortar dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan

kekuatan tekan mortar dari mortar yang sebenarnya apakah sesuai dengan kuat tekan yang direncanakan atau tidak.

Standar yang digunakan pada pengujian ini adalah ASTM C 270-2004 dan ASTM C 780. Alat yang digunakan pada tes uji tekan mortar adalah Hydraulic Compresive Strength Machine tipe MAC-200.

Pembebanan diberikan sampai benda uji runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja. Beban maksimum dicatat sebagai massa ( m ).

Besarnya kekuatan tekan suatu bahan merupakan perbandingan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan bahan dikali percepatan gravitasi ( g = 9,8 m/s2 ) dengan luas penampang bahan yang mengalami gaya tersebut.

Secara matematis besarnya kekuatan tekan suatu bahan :

Kekuatan tekan : P =

A F

( 2.1 )

F = gaya tekan maksimum yang menyebabkan beban hancur ( N ) F = m.g

A = luas penampang ( m2 )

2.8.2. Kekuatan Patah ( Flexural Strength )

Kekuatan patah menyatakan ukuran ketahanan bahan terhadap tekanan

mekanis dan tekanan panas (thermal sterss). Persamaan kekuatan patah ( Flexural Strength ) suatu bahan dinyatakan sebagai berikut :

Kekuatan patah = 2

2 3

bd PL


(37)

L

Dengan, P = gaya penekan ( N )

L = jarak 2 penumpuan ( m ) b dan d = dimensi sampel ( m ) b

d dimensi sampel

Gambar 2.3. sketsa pengujian kuat patah

2.8.3. Densitas dan Penyerapan Air

Untuk pengukuran densitas dan penyerapan air digunakan metoda Archimedes dan dihitung dengan persamaan :

Densitas =

)

( g k

b s

W W W

W

− x ρair ( 2.3 )

Dengan, Ws = massa sampel kering ( g )

Wb = massa sampel setelah direndam air ( g )

Wg = massa sampel digantung di dalam air ( g )

Wk = massa kawat penggantung ( g )

massa sampel jenuh – massa sampel kering

Serapan air = x 100 % (2.4) massa sampel kering

Pada Penelitian ini kawat penggantung yang digunakan adalah benang dengan massa benang dianggap nol ( Wk = massa benang = 0 ).


(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di :

Balai Riset Perindustrian Tanjung Morawa Waktu penelitian :

Penelitian ini dilakukan pada Pebruari 2010 – April 2010

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat yang dibutuhkan

1. Untuk menimbang bahan digunakan neraca.

2. Ayakan dengan ukuran 0,355 mm digunakan untuk mengayak semen dan fly ash , ayakan dengan ukuran 0,710 mm untuk mengayak pasir dan

ayakan dengan ukuran 0,250 mm digunakan untuk mengayak RHA. 3. Cetakan Benda Uji (Sampel)

a. Benda uji berbentuk kubus dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm untuk uji tekan, densitas, kekerasan dan serapan air. b. Benda uji berbentuk balok dengan ukuran 12 cm x 3 cm x 3 cm

untuk uji patah.

4. Oven untuk mengeringkan agregat.

5. Talam untuk wadah mencampur bahan-bahan.

6. Mesin vakum untuk mengeringkan air. 7. Sendok semen ( skrap )


(39)

8. Alat uji kekuatan tekan 9. Uji kekuatan patah 10. Alat uji kekerasan 11. Mikroskop Elektron

3.2.2. Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini : 1. Limbah abu terbang batubara ( fly ash ) 2. Limbah abu sekam padi ( RHA )

3. Semen Portland 4. Pasir

5. Air

Untuk menentukan komposisi bahan baku mengacu pada proporsi campuran agregat dalam beton yaitu sekitar 70% - 80% atau perbandingan semen terhadap agregat 1 : 4 ( T. Mulyono, 2005 ) sehingga sampel batako pada penelitian ini mengacu pada batako standar dengan komposisi semen : pasir : air = 1 : 4 : 0,6. disajikan pada tabel berikut :


(40)

Tabel 3.1. Komposisi Semen ,Fly Ash , Pasir dan Air Pengikat / Perekat

Sampel

Fraksi Semen Fraksi Fly ash

Fraksi Pasir Fraksi Air I II III IV V VI 1=142 gr 0.9=128 gr 0,8=114 gr 0,7=100 gr 0,6=85 gr 0,5=71 gr - 0,1=9 gr 0,2=18 gr 0,3=27 gr 0,4=36 gr 0,5=45 gr 4=770 gr 4=770 gr 4=770 gr 4=770 gr 4=770 gr 4=770 gr 0,6=82 gr 0,6=82 gr 0,6=82 gr 0,6=82 gr 0,6=82 gr 0,6=82 gr

Fly ash yang digunakan mulai dari 10%, 20% , 30% , 40% dan 50% dari volume semen.

Tabel 3.2. Komposisi semen , fly ash , pasir , RHA dan air

Pengikat / Perekat Agregat

Sampel

Fraksi Semen Fraksi Flyash Pasir RHA

Air I II III IV V VI VII VIII IX X 0,8=114 gr 0,8=114 gr 0,8=114 gr 0,8=114 gr 0,8=114 gr 0,7=100 gr 0,7=100 gr 0,7=100 gr 0,7=100 gr 0,7=100 gr 0,2=18 gr 0,2=18 gr 0,2=18 gr 0,2=18 gr 0,2=18 gr 0,3=27 gr 0,3=27 gr 0,3=27 gr 0,3=27 gr 0,3=27 gr 4=770 gr 4=770 gr 4=770 gr 4=770 gr 4=770 gr 4=770 gr 4=770 gr 4=770 gr 4=770 gr 4=770 gr 0,2=12 gr 0,4=24 gr 0,6=36 gr 0,8=48 gr 1,0=60 gr 0,2=12 gr 0,4=24 gr 0,6=36 gr 0,8=48 gr 1,0=60 gr 0,6=82gr 0,6=82gr 0,6=82gr 0,6=82gr 0,6=82gr 0,6=82gr 0,6=82gr 0,6=82gr 0,6=82gr 0,6=82gr

Fly ash yang digunakan 20% dan 30% dari volume semen serta RHA yang diisikan 5% , 10% , 15% ,


(41)

Tabel 3.1. untuk sampel A, bahan-bahan yang digunakan adalah semen, fly ash, pasir dan air. Sampel ini dibuat untuk mengambil nilai parameter yang optimum kemudian dikombinasikan dengan RHA.

Tabel 3.2. untuk sampel B, bahan-bahan yang digunakan adalah semen, fly ash, pasir, RHA dan air. Sampel ini kemudian dijadikan sebagai sampel pengujian.

3.3. Variabel dan Parameter Penelitian

a. Yang menjadi variabel tetap pada penelitian ini adalah komposisi semen , pasir dan air sedangkan variabel bebas adalah komposisi RHA dan fly ash

b. Parameter penelitian

Parameter adalah ukuran data yang akan diperoleh dari hasil penelitian. Yang menjadi parameter pada penelitian ini adalah :

1. Kuat tekan 2. Kuat patah 3. Kekerasan 4. Densitas 5. Serapan air 6. Foto mikroskopik

3.4. Alat Pengumpul Data Penelitian

Alat pengumpul data adalah instrumen yang digunakan untuk menemukan parameter yaitu : Neraca , Alat uji tekan , Alat uji patah, alat uji kekerasan dan mikroskop optik.

3.5. Prosedur Pembuatan Sampel Pengujian


(42)

Sampel A ( Fly Ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari Volume Semen )

Sampel B ( Fly Ash 20% dan 30% dari Volume Semen , RHA 5%, 10%, 15%, 20%

dan 25% dari Volume Pasir )

Gambar 2.4. Diagram Alir Proses Pembuatan Sampel Batako

Fly ash Semen Portland Air

Mortar

( Campuran Fly ash, Pasir, Semen ,Air )

Pengeringan 28 hari Penimbangan

Pencetakan Pasir

Pengujian

( tekan , patah , kekerasan, densitas , serapan air )

Semen Portland Pasir RHA

Mortar

( Campuran : Semen, Fly ash, Pasir, RHA, Air )

Fly ash Air

Pencetakan

Pengeringan 28 hari Pengujian


(43)

3.5.1 Pengayakan Bahan

Prinsip kerja :

1. Semen diayak dengan menggunakan ayakan berukuran 0,355 mm. 2. Fly ash diayak dengan meggunakan ayakan berukuran 0,355 mm. 3. Pasir yang telah kering oven pada suhu ± 100 °C diayak dengan

menggunakan ayakan berukuran 0,710 mm.

4. RHA diayak dengan menggunakan ayakan berukuran 0,250 mm. Hasilnya seperti yang tertera pada tabel 3.1 dan tabel 3.2

3.5.2. Pencampuran Bahan

Untuk sampel A :

Masukkan semen, fly ash dan pasir ke dalam talam kemudian diaduk dengan sendok semen ( skrap ) sampai campuran merata. Setelah itu tambahkan air ke dalam adukan dan diamkan ± 4 menit kemudian diaduk sampai merata. Adukan ( mortar ) siap untuk dicetak.

Untuk sampel B :

Masukkan semen, fly ash, pasir dan RHA ke dalam talam kemudian aduk dengan skrap sampai campuran merata. Setelah itu tambahkan air ke dalam adukan dan diamkan ± 4 menit kemudian diaduk sampai merata. Adukan ( mortar ) siap untuk dicetak.

Hasil pencampuran dari komposisi seperti yang disajikan oleh tabel 3.1 ( sampel A ) adalah untuk mengetahui peranan fly ash dalam kekuatan sampel, sedangkan hasil pencampuran dari komposisi seperti yang disajikan oleh tabel 3.2 ( sampel B ) adalah untuk mengetahui peranan RHA dalam kekuatan sampel.


(44)

3.5.3. Pencetakan Sampel A. Jenis Cetakan

Cetakan sampel terdiri atas cetakan berbentuk balok dan cetakan berbentuk

kubus. Cetakan berbentuk balok memiliki ukuran 12 cm x 3 cm x 3 cm dan sampel yang dihasilkan digunakan untuk pengujian densitas, serapan air dan kuat patah. Sedangkan cetakan berbentuk kubus memilki ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm dan sampel yang dihasilkan digunakan untuk pengujian densitas, serapan air, kuat tekan dan kekerasan.

Campuran setiap sampel dari tabel 3.1 ( sampel I, II, III, IV,V, VI ) dan tabel 3.2 ( sampel I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X ), adukannya dapat digunakan untuk mencetak satu sampel balok dan tiga sampel kubus.

B. Pencetakan

1. Sampel berbentuk balok

a. Timbang hasil adukan ( mortar ) sebanyak 210 gram lalu masukkan ke dalam cetakan berbentuk balok, kemudian dipadatkan dengan menggunakan alat pemadat.

b. Setelah dipadatkan, keluarkan dari cetakan kemudian dikeringkan secara alami tanpa dijemur panas matahari selama 28 hari.

c. Selanjutnya siap dilakukan pengujian pada sampel. 2. Sampel berbentuk kubus

a. Timbang hasil adukan ( mortar ) sebanyak 230 gram lalu masukkan ke dalam cetakan berbentuk kubus, kemudian padatkan dengan menggunakan alat pemadat.

b. Setelah dipadatkan, keluarkan dari cetakan kemudian dikeringkan secara alami tanpa dijemur panas matahari selama 28 hari.


(45)

Pada proses pengeringan baik pada sampel balok maupun sampel kubus, yang pertama kali mengering adalah bagian permukaan dari sampel kemudian bagian dalam sampel berdifusi, air dari bagian dalam disalurkan ke permukaan lalu menguap karena difusi sangat berhubungan dengan suhu ( Peter A. Thornton & Vito J. Colangelo, 1985 ). Pengeringan dilakukan di tempat yang temperaturnya rendah ( 20 ± 5 )oC dan terhindar dari sinar matahari langsung.

c. Selanjutnya siap dilakukan pengujian pada sampel.

3.6. Karakterisasi ( Pengujian )

3.6.1. Densitas ( Density ) dan Serapan Air ( Water Absorbtion )

Pengujian densitas dan serapan air dari masing-masing sampel berdasarkan komposisi yang telah dibuat, dilakukan dengan menggunakan prinsip Archimedes dan mengacu pada standar ASTM C-00-2005.

Prosedur pengujian densitas :

1. Sampel balok dan kubus yang telah dikeringkan selama 28 hari, masing-masing ditimbang dengan menggunakan neraca, dicatat sebagai massa kering ( Ws ).

2. Setelah massa kering dicatat, kemudian sampel balok dan kubus tersebut direndam di dalam air selama 24 jam.

3. Setelah direndam selama 24 jam, kemudian sampel balok dan kubus dikeluarkan dari dalam air selanjutnya ditiriskan hingga air tidak lagi menetes dari sampel. 4. Setelah itu sampel balok dan kubus masing-masing ditimbang dengan

menggunakan neraca, dicatat sebagai massa basah ( Wb ).

5. Kemudian masing-masing sampel balok dan kubus di timbang dengan cara menggantungkan sampel dalam air dan tidak menyentuh alas wadah air, dicatat sebagai massa dalam air ( Wg ).

Dengan diperoleh nilai-nilai besaran massa kering ( Ws ), massa basah ( Wb ) dan

massa dalam air ( Wg ), maka nilai densitas dan serapan air dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan 2.3 dan persamaan 2.4


(46)

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kuat tekan ( compressive strength ) beton dengan benda uji berbentuk kubus dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm yang dibuat dan dimatangkan ( curing ) di laboratorium. Kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan. Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalah Hydraulic Compresive Strength Machine tipe

MAC-200 dan pengujian dilakukan dengan mengacu pada standar ASTM C-270-2004 dan ASTM C-780 serta SNI 03-6825-2002.

Prosedur pengujian melalui tahapan sebagai berikut :

1. Sampel kubus berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm dihitung luas permukaannya ( A = sisi x sisi ).

2. Sebelum pengujian, alat ukur terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk berada tepat di angka nol.

3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pada posisi pemberian gaya.

4. Arahkan switch on-off ke arah on, sehingga pembebanan akan bergerak secara otomatis dengan kecepatan konstan.

5. Ketika sampel telah pecah, arahkan switch pada posisi off , sehingga motor penggerak akan berhenti. Kemudian catat besar gaya yang ditampilkan pada panel display.

6. Hitung nilai kuat tekan dengan persamaan 2.1

3.6.3. Kuat Patah ( Flexural Strength )

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat patah beton dari sampel uji yang

berbentuk balok dengan ukuran 12 cm x 3 cm x 3 cm. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah TORSEE’S UNIVERSAL TESTING MACHINE

berkapasitas 5000 kg. Pengujian dilakukan dengan mengacu pada ASTM C 133-97 dan ASTM C 348-2002. Prosedur pengujian melalui tahapan sebagai berikut :


(47)

2. Alat ukur terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.

3. Tempatkan sampel uji tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya, dan arahkan tombol on – off ke posisi on sehingga pembebanan akan bergerak secara otomatis.

4. Ketika sampel uji patah, arahkan tombol ke posisi off agar motor penggerak berhenti.Kemudian catat besar angka yang ditampilkan pada panel display.

5. Hitung nilai kuat patah dengan menggunakan persamaan 2.2.

3.6.4. Kekerasan ( Hardness )

Kekerasan suatu bahan adalah ketahanan ( daya tahan ) suatu bahan terhadap

daya benam dari bahan lain yang lebih keras dan dibenamkan kepadanya. Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui kekerasan bahan dan data yang didapat sangat penting di dalam proses perlakuan panas, juga mempunyai korelasi dengan nilai tegangan – regangan pada uji tekan. Pengujian kekerasan Brinell merupakan pengujian standar secara industri, tetapi karena penekanannya dibuat dari bola baja yang berukuran besar dengan beban besar, maka bahan lunak atau keras sekali tidak dapat diukur kekerasannya. Pengujia kekerasan Rockwell cocok untuk semua material yang keras dan yang lunak, penggunaannya sederhana dan penekanannya dapat dengan leluasa ( Surdia,T.dan Saito,S.,1985 ). Uji kekerasan dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain : Brinell, Rockwell dan Vickers, ketiga metode tersebut memiliki perbedaan pada jenis material dan bentuk indentor atau penetrator (benda yang dibenamkan ke benda uji) dan juga nilai dari ketiga metode dapat saling dikorelasikan satu dengan yang lain ( tabel korelasi nilai kekerasan Brinell, Rockwell dan Vickers terlampir ). Pada penelitian ini pengujian sampel batako menggunakan metode Brinell dengan menggunakan alat EQUOTIP


(48)

HARDNESS TESTER yang memiliki nomor seri SN 716 – 0915 Vers.1.16 jenis portable.

Cara pengujian :

1. Siapkan sampel batako dengan syarat permukaannya harus rata. 2. Hindarkan permukaan sampel terhadap pengaruh panas dan dingin.

3. Letakkan tapak indentor pada permukaan sampel dan tekan secara tegak lurus.

4. Baca nilai kekerasan pada monitor alat.

3.6.5. Foto Mikroskopik

Foto mikroskopik yang dilakukan pada sampel batako bertujuan untuk mengamati struktur dari material yang digunakan, dan untuk mengamati ada atau tidak ikatan antar partikel secara kohesif dan adhesif. Pengamatan pada mikroskop dilakukan dari sampel batako yang mengalami uji patah, karena diharapkan dapat diamati adanya ikatan tersebut.

Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran 100 kali untuk sampel batako yang menggunakan fly ash 20% dari volume semen dan perbesaran 200 kali untuk sampel batako yang menggunakan fly ash 30% dari volume semen.


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Memanfaatan Limbah Abu Terbang Batubara ( Fly Ash ) Dalam Pembuatan Batako

Fly ash adalah material yang berasal dari sisa pembakaran batubara yang tidak

terpakai, dan kebanyakan dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga uap ( PLTU ) yang dapat mencapai 1 juta ton per tahun ( P. Nugraha dan Antoni, 2007 ).

Material ini mempunyai kadar semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozzolanik. Sebagian besar terdiri dari SiO2, Al2O3, Fe2O3 dan CaO. Kandungan inilah yang

dijadikan dasar oleh peneliti untuk menggunakan limbah abu terbang batubara dalam pembuatan batako.

Setelah batako dicetak dan berumur 28 hari, dilakukan pengujian yang meliputi : densitas, daya serap, kuat tekan, kuat patah, kekerasan dan analisa mikrostruktur.

4.1.1. Hasil Pengukuran Densitas ( Density )

Nilai densitas sangat ditentukan oleh jumlah persentase dari mateial yang digunakan. Hasil pengukuran densitas dari sampel batako yang memiliki komposisi semen, pasir, air dan fly ash seperti pada gambar grafik 4.1.a dengan komposisi campuran seperti pada tabel 3.1.


(50)

Gambar 4.1.a. Grafik Hubungan Fraksi Semen dengan Densitas Untuk Penggunaan Fly Ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari Volume Semen.

Pada gambar 4.1.a terlihat bahwa setelah sampel batako berumur 28 hari nilai densitas dari keenam variasi campuran yang berbeda, yaitu pada penggunaan Fly Ash 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari volume semen menunjukkan perbedaan yang kecil. Nilai densitas dari sampel batako berkisar antara 1,67 g/cm3 – 1,76 g/cm3. Dalam hal ini peneliti mengambil nilai densitas yang akan divariasikan dengan limbah abu sekam padi ( RHA ) adalah untuk prosentase 70% dan 80% semen dengan komposisi campuran seperti pada tabel 3.2, hasilnya seperti gambar 4.1.b.


(51)

Gambar 4.1.b. Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Densitas Untuk Penggunaan

Fly Ash 20% dari Volume Semen dan komposisi RHA 5%, 10%, 15%, 20% dan

25% dari volume pasir.

Dari gambar 4.1.b terlihat bahwa densitas sampel batako yang menggunakan fly ash 20% dari volume semen dan RHA yang diisikan sebanyak 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari volume pasir cenderung menurun jika dibandingkan dengan densitas sampel batako sebelum diisi RHA, yaitu berkisar 1,68 g/cm3 – 1,71 g/cm3. Hal ini disebabkan karena berat jenis fly ash = 0,66 g/cm3 lebih kecil dari berat jenis semen = 1,04 g/cm3 dan berat jenis RHA = 0,45 g/cm3 juga lebih kecil dari berat jenis pasir = 1,41 g/cm3.

Gambar 4.1.c. Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Densitas Untuk Penggunaan Fly Ash 30% dari Volume Semen dan komposisi RHA 5%, !0%, 15%, 20% dan 25% dari volume pasir.


(52)

Nilai densitas untuk penggunaan fly ash 30% dari volume semen sedikit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan penggunaan fly ash 20% dari volume semen ( seperti pada gambar 4.1.c ). Hal ini dapat terjadi karena semakin meningkatnya kepadatan dari sampel batako akibat penambahan prosentase penggunaan fly ash, sehingga nilai densitasnya berkisar antara 1,71 g/cm3 – 1,74 g/cm3. Maka dapat disimpulkan bahwa penyebab naiknya densitas dari sampel batako dengan berbagai variasi campuran dapat diakibatkan karena pengaruh dari limbah RHA yang memilki densitas lebih besar dibandingkan densitas dari fly ash maupun densitas semen.

4.1.2. Hasil Pengukuran Serapan Air (Water Absorbtion )

Serapan air sangat dipengaruhi oleh rongga-rongga udara yang terdapat dalam sampel batako, sedangkan rongga-rongga udara tergantung pada kwalitas pemadatan. Semakin banyak rongga berarti semakin banyak mengandung udara yang berarti semakin besar resapan air yang dialami sampel batako dan akhirnya sangat mempengaruhi kuat tekan dari batako. Pengukuran serapan air pada sampel batako menggunakan prinsip Archimedes. Hasil pengukuran serapan air pada sampel batako yang menggunakan fly ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari volume semen dengan komposisi campuran seperti pada tabel 3.1 ditunjukkan oleh gambar 4.1.d


(53)

Gambar 4.1.d. Grafik Hubungan Fraksi Semen dengan Serapan Air Untuk Penggunaan Fly Ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari Volume Semen

Nilai serapan air dari gambar 4.1.d di atas berkisar antara 9,55 % - 11,60 %.

Nilai serapan air untuk sampel batako yang menggunakan fly ash 20% dari volume semen dengan komposisi campuran seperti pada tabel 3.2 ditunjukkan oleh gambar 4.1.e berikut :

Gambar 4.1.e. Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Serapan AirUntukPenggunaan Fly Ash 20% dari Volume Semen dan Komposisi RHA 5%, 15%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari Volume Pasir.

Dengan penambahan RHA pada campuran semen, pasir, air dan fly ash ternyata dapat meningkatkan serapan air pada sampel batako, karena kandungan air pada sampel lebih diserap dengan adanya penambahan butir RHA. Nilai serapan air pada gambar 4.1.e berkisar antara 15,50 % - 16,85 %.


(54)

Nilai serapan air untuk sampel batako yang menggunakan fly ash 30% dari volume semen dengan komposisi campuran seperti tabel 3.2 ditunjukkan pada gambar 4.1.f.

Gambar 4.1.f. Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan serapan Air Untuk Penggunaan Fly Ash 30% dari Volume semen dan Komposisi RHA 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari Volume Pasir.

Untuk sampel batako yang mendapat tambahan fly ash 30% dari volume semen ternyata tidak banyak mengalami perubahan pada nilai serapan airnya, bahkan cenderung turun. Nilai serapan air pada gambar 4.1.f berkisar antara 15,50% - 16,94%. Kesimpulan dari hasil pengukuran serapan air pada sampel batako dapat dinyatakan bahwa penyebab naiknya serapan air disebabkan karena perbedaan bentuk partikel, besarnya ukuran rata-rata ataupun luas permukaan dari limbah RHA dibandingkan dengan limbah fly ash dan semen, sehingga mengakibatkan timbulnya ronggga-rongga yang lebih banyak pada sampel batako tersebut.

4.1.3.Hasil Pengujian Kuat Tekan ( Compressive Strength )

Pengujian kuat tekan dilakukan untuk menentukan kuat tekan sampel batako

dengan sampel uji berbentuk kubus setelah berumur 28 hari. Hasil pengujian kuat tekan untuk penggunaan fly ash dengan komposisi campuran 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% seperti pada tabel 3.1 ditunjukkan gambar 4.1.g.


(55)

Gambar 4.1.g. Grafik Hubungan Fraksi Semen dengan Kuat Tekan Untuk Penggunaan Fly Ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari Volume semen.

Hasil pengujian kuat tekan sampel batako yang menggunakan fly ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% menunjukkan adanya penurunan kuat tekan yang signifikan pada prosentase semen 50% dan 60%. Nilai maksimum untuk komposisi seperti tabel 3.1 terjadi pada prosentase semen 70% dan 80%, nilai inilah yang dijadikan dasar oleh peneliti untuk mengkombinasikan campuran semen, pasir, air dan fly ash dengan RHA untuk melihat apakah komposisi tersebut dapat menghasilkan batako yang baik. Nilai kuat tekan gambar 4.1.g berkisar antara 2,27 MPa – 3,26 MPa.

Hasil pengujian kuat tekan sampel batako yang menggunakan fly ash 80% dari volume semen dan komposisi campuran RHA 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari volume pasir seperti pada tabel 3.2 diperlihatkan oleh gambar 4.1.h.


(56)

Gambar 4.1.h. Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Kuat Tekan Untuk Penggunaan Fly Ash 20% dari Volume Semen dan Komposisi RHA 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari Volume Pasir.

Grafik gambar 4.1.h menunjukkan adanya peningkatan kuat tekan dari sampel batako yang menggunakan fly ash 80% dari volume semen dengan komposisi RHA 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari volume pasir, terutama pada prosentase RHA 20% dan 25%. Hal ini disebabkan karena rongga-rongga antara pasir,semen dan fly ash diisi oleh butiran-butiran RHA. Nilai kuat tekan dari gambar 4.1.h berkisar antara 3,23 MPa – 4,31 MPa. Pada pengujian kuat tekan sampel batako yang menggunakan fly ash 30% dari volume semen dan komposisi RHA seperti tabel 3.2 menghasilkan grafik yang ditunjukkan oleh gambar 4.1.i.

Gambar 4.1.i. Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Kuat Tekan Untuk Penggunaan Fly Ash 30% dari Volume Semen dan Komposisi RHA 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari Volume Pasir.

Dengan penambahan fly ash pada sampel batako untuk gambar 4.1.i di atas ternyata semakin meningkatkan kuat tekan terutama pada prosentase RHA 10%, 15%, 20%


(57)

dan 25%. Nilai kuat tekan berada pada kisaran 2,29 MPa – 5,37 MPa. Dari hasil pengujian kuat tekan pada sampel batako dapat disimpulkan bahwa peningkatan kuat tekan terjadi akibat adanya penggunaan limbah fly ash dan limbah RHA. Pertambahan kuat tekan mortar semen portland adalah berbanding lurus dengan pertambahan rasio gel/ruang, tidak tergantung pada umur, faktor air semen asal, maupun identitas semen. Rasio gel/ruang adalah angka padatan produksi hidrasi dibagi ruang yang tersedia. Dengan kata lain rasio ini adalah representasi dari porositas kapiler dari pasta( P.Nugraha dan Antoni, 2007:184 ). Porositas dari mortar sangat menentukan kekuatan produk. Sebelum hidrasi mulai, ruang yang tersedia terisi air. Setelah hidrasi berkembang sampai keadaan tertentu, ruang yang tersedia adalah jumlah volume semen yang terhidrasi dan pori kapiler yang masih tersisa. Penggunaan fly ash sebagai pengganti sebagian semen dan penggunaan RHA sebagai filler akan menunda lebih lanjut perkembangan hidrasi mortar, khususnya untuk elemen yang tebal. Pada saat hidrasi terbentuk gel CSH yang yang berasal dari campuran fly ash dan RHA yang akan mengisi ruangan antara partikel semen yang menyebabkan pasta menjadi kaku dan kemudian mengeras. Pembentukan lebih lanjut akan mengisi pori-pori kapiler sehingga porositas pasta menurun dan kuat tekan bertambah. Kekuatan mortar disebabkan oleh gaya kohesi antar partikel gel dan antar kristal dengan gaya ikatan kimia. Dengan demikian kekuatan mortar akan dipengaruhi oleh banyaknya ikatan per volume, kekuatan ikatan dan kekuatan partikel gel itu sendiri.

4.1.3. Hasil Pengujian Kuat Patah ( Flexural strength )

Pengujian kuat patah dilakukan pada sampel batako dalam bentuk balok berukuran 12 cm x 3 cm x 3 cm. Untuk sampel yang menggunakan fly ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari volume semen seperti pada tabel 3.1 hasil pengujiannya ditunjukkan oleh gambar 4.1.j.


(58)

Gambar 4.1.j. Grafik Hubungan Fraksi Semen dengan Kuat Patah Untuk Penggunaan Fly Ash 0%, 10%, 20%,30%, 40% dan 50% dari volume Semen.

Hasil pengujian kuat patah pada sampel batako berbentuk balok yang menggunakan fly ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari volume semen, tampak bahwa kuat patah tertinggi terjadi pada prosentase semen 100% dan terendah pada prosentase semen 50%. Sedangkan nilai optimum kuat patah ketika campuran menggunakan fly ash terjadi pada prosentase semen 70% dan 80%. Nilai kuat patah dari gambar 4.1.j berkisar antara 1,8 MPa – 2,7 MPa.

Pada pengujian sampel batako yang menggunakan fly ash 20% dari volume semen dan komposisi RHA 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari volume pasir seperti pada tabel 3.1 hasilnya ditunjukkan oleh gambar 4.1.k.


(59)

Gambar 4.1.k. Grafik Hubungan Fraksi Semen dengan kuat Patah Untuk Penggunaan Fly Ash 20% dari volume Semen dan Komposisi RHA 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari Volume pasir.

Dari gambar 4.1.k tampak bahwa setelah penambahan RHA pada campuran semen, pasir, air dan fly ash kuat patah sampel batako mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan sampel pada gambar 4.1.j. Nilai kuat patah berkisar antara 3,0 MPa – 3,6 MPa.

Hasil pengujian kuat patah pada sampel batako yang menggunakan fly ash 30% dari volume semen dan komposisi RHA 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari volume pasir ditunjukkan oleh gambar 4.1.l.


(60)

Gambar 4.1.l. Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Kuat Patah Untuk Penggunaan Fly ash 30% dari Volume semen dan komposisi RHA 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%dari Volume Pasir

Hasil Pengujian kuat patah sampel batako dari gambar 4.1.l tampak bahwa setelah komposisi campuran mendapatkan penambahan fly ash menjadi 30% dari volume semen, kuat tekan kembali menurun, nilai kuat patah berkisar antara 2,1 MPa – 3,2 MPa. Hal ini terjadi karena kandungan kapur pada fly ash terutama untuk fly ash kelas C yang memiliki kandungan kapur tinggi. Oleh karenanya penambahan prosentase dari fly ash harus diperhatikan karena dapat menyebabkan penurunan kekuatan batako.

4.1.4. Hasil Pengujian Kekerasan ( Hardness )

Dari Hasil pengujian kekerasan pada sampel batako berbentuk kubus di peroleh data dalam bentuk grafik seperti pada gambar 4.1.m, gambar 4.1.n dan gambar 4.1.o berikut :


(61)

Gamabar 4.1.m. Grafik Hubungan Fraksi Semen dengan Kekerasan Untuk Penggunaan Fly Ash 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari Volume Semen

Gambar 4.1.n. Grafik HubunganFraksi RHA dengan Kekerasan Untuk Penggunaan Fly Ash 20% dari volume Semen dan komposisi RHA 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari volume Pasir.

Gambar 4.1.o. Grafik Hubungan Fraksi RHA dengan Kekerasan Untuk Penggunaan Fly Ash 30% dari Volume semen dan Komposisi RHA 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari Volume Pasir.


(62)

Hasil pengujian kekerasan pada sampel batako gambar 4.1.m menunjukkan nilai kekerasan pada prosentase semen 70% adalah 116 ( BHN ) = 67,6 ( RHN ) dan nilai kekerasan pada prosentase semen 80% adalah 127 ( BHN ) = 72,5 ( RHN ). Ketika komposisi semen, pasir, air dan fly ash dengan prosentase 20% dari volume semen ditambahkan RHA pada prosentase 5%, 10%, 15% dan 20% dari volume pasir ( gambar 4.1.n ) kekerasan sampel tidak menunjukkan adanya kenaikan ataupun penurunan nilai kekerasan yang signifikan, kecuali pada prosentase RHA 25% dari volume pasir nilai kekerasan meningkat menjadi 150 ( BHN ) = 78,7 (RHN ). Kemudian sampel batako pada gambar 4.1.o ditambahkan lagi fly ash dengan prosentase 30% dari volume semen sehingga penggunaan semen menjadi tinggal 70% maka tampak grafik pada prosentase RHA 10% dari volume pasir ( kekerasan 155 BHN = 82,7 RHN ) dan 15% dari volume pasir ( kekerasan 158 BHN = 83,7 RHN ) nilai kekerasan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan nilai kekerasan pada prosentase RHA 25% dari volume pasir pada grafik gambar 4.1.n. ( untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran A tabel A.4 , tabel A.8 dan tabel A.12). Hal ini dapat terjadi karena dengan penambahan limbah fly ash dan limbah RHA pada adukan mortar menyebabkan pori-pori dari pasta semen dan pasir terisi padat oleh butir-butir limbah tersebut.

4.1.5. Hasil Foto Mikroskopik

Foto mikroskopik yang dilakukan pada sampel batako bertujuan untuk mengamati ada atau tidak ikatan yang terjadi antar material yang digunakan. Hasil foto mikroskopik dari sampel batako ditunjukkan oleh gambar 4.1.p dan 4.1.q.


(63)

Gambar 4.p. Foto Mikroskopik Sampel Batako Untuk Penggunaan Fly Ash 20% dari Volume semen dan RHA 10% dari Volume Pasir ( 100 X )

Gambar 4.q. Foto Mikroskopik Sampel Batako Untuk Penggunaan FlyAsh 30% dari Volume semen dan RHA 15% dari Volume pasir ( 200 X )


(64)

Hasil Pengamatan dari gambar 4.1.p dan 4.1.q yang merupakan hasil foto mikroskoskopik menunjukkan bahwa baik butir fly ash ( abu-abu ) maupun butir RHA ( merah jambu ) tersebar merata pada bidang batako, yang berarti bahwa ikatan antar partikel ( adhesif dan kohesif ) terjadi dengan baik.

4.2. Komposisi Optimum untuk Menghasilkan Batako yang Baik

Batako yang baik adalah memiliki permukaan rata dan saling tegak lurus serta

mempunyai kuat tekan yang tinggi. Kekuatan batako dipengaruhi oleh komposisi, kualitas dan perlakuan terhadap material penyusunnya. Menurut PUBI- ( 1982 ) bahwa ,“permukaan batako harus mulus, berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ± 400 mm, lebar ± 200 mm dan tebal ± 100 – 200 mm, penyerapan air rata-rata maksimum 25% untuk mutu B2 dan 35% untuk mutu B1, kuat tekan antara 2 – 7 N/mm2 “ ( Lampiran E ).

Hasil dari pengujian yang dilakukan pada sampel batako, serapan air dari sampel yang menggunakan fly ash 10% - 50% dari volume semen berkisar antara 10,38 % - 11,60 %. Nilai serapan air optimum dihasilkan oleh sampel yang menggunakan fly ash 30% dari volume semen, yaitu 10,38 %

Untuk sampel batako yang menggunakan fly ash 20 % dan tambahan limbah RHA 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari volume pasir menghasilkan serapan air yang berkisar antara 15,50 % - 16,85 %. Nilai serapan air optimum dihasilkan oleh sampel yang menggunakan fly ash 20% dan RHA 20 %, yaitu 15,50 %.

Untuk sampel batako yang menggunakan fly ash 30 % dari volume semen dan RHA 5% - 25% dari volume pasir menghasilkan serapan air yang berkisar antara 15,50% - 16,94%. Nilai serapan air optimum dihasilkan oleh sampel yang menggunakan fly ash 30 % dan RHA 25 %, yaitu 15,50 %.


(65)

Sedangkan kuat tekan yang dihasilkan oleh sampel batako untuk penggunaan fly ash 10% - 50% berkisar antara 2,27 MPa – 3,21 MPa. Kuat tekan optimum dihasilkan oleh sampel yang menggunakan fly ash 30 %, yaitu 3,21 MPa.

Kuat tekan yang dihasilkan oleh sampel batako yang menggunakan fly ash 20 % dari volume semen dan RHA 5% - 25% dari volume pasir, berkisar antara 3,23 MPa – 4,31 MPa. Kuat tekan optimum dihasilkan oleh sampel yang menggunakan fly ash 20% dan RHA 25%, yaitu 4,31 MPa.

Kuat tekan yang dihasilkan oleh sampel batako yang menggunakan fly ash 30% dari volume semen dan RHA 5% - 25% dari volume pasir, berkisar antara 2,29 MPa – 5,37 MPa. Kuat tekan optimum dihasilkan oleh sampel yang menggunakan fly ash 30% dan RHA 25%, yaitu 5,37 MPa.

Untuk lebih jelasnya, hasil pengujian sampel batako dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini :

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Sampel Batako Kandungan Fly Ash (%) Kandungan RHA (%)

Serapan Air (%)

Serapan Air Optimum

(%)

Kuat Tekan (MPa) Kuat Tekan Optimum (MPa) 10-50 30 20 20 20 30 30 - - 5 - 25

20 25 5 - 25

25 10,38 –11,60 - 15,50 –16,85 - - 15,50 –16,94 - - 10,38 - 15,50 - - 15,50

2,27 – 3,21 - 3,23 – 4,31

- - 2,29 – 5,37

- - 3,21 - - 4,31 - 5,37


(1)

LAMPIRAN C

DAFTAR PERHITUNGAN KONVERSI BANYAK BAHAN (STOF) DAN HAWA (LUCHT) SERTA AIR YANG DIBUTUHKAN

UNTUK PEMBUATAN ADUKAN / PEREKAT (SPESIE)

A B C A + C

No Nama Bahan Bangunan Bahan Sesungguhnya (Vestestof) ( % ) Hawa Bagian Yang Kosong (Lucht)

Air Bahan Perekat

Basah

Keterangan

1 2 3 4 5 6 7

1. Kapur Koral 0.34 0.66 0.18 0.52 2. Kapur batu

gamping

0.325 0.675 0.225 0.55 3. PC.(Portland

Cement)

0.51 0.49 0.25 0.76 4. Trass (Muria) 0.48 0.52 0.25 0.73 5. Semen Merah

(S.M)

0.57 0.43 0.175 0.745

1 ltr. PC = 1.25 Kg 1 kantong = 50 Kg a 40 liter 6. Pasir 0.60 0.40 0.075 0.675 7. Batu kricak/

kerikil

0.52 0.48 0.-- 0.52 Satu dan lainnya menurut jenis 8. Pecahan bata

merah

Contoh Perhitungan : 1 M 3 campuran : 1 Semen : 4 Pasir : 0.6 Air

1 M 3 Semen P.C = 1 x 0.76 M 3 = 0.76 M 3 4 M 3 Pasir = 4 x 0.675 M 3 = 2.7 M 3

J u m l a h = 3.46 M 3


(2)

Jadi banyak bahan yang dibutuhkan untuk 1 M 3 adalah : (Dalam Besaran Volume)

46 . 3

0 . 1

x 1 M 3 Semen P.C x 0.76 = 0.289 M 3

46 . 3

0 . 4

x 1 M 3 Pasir x 0.675 = 0.780 M 3

46 . 3

6 . 0

x 1 M 3 Air x 0.001 M 3 = 0.0002 M 3

J u m l a h = 1.069 M 3

Selanjutnya untuk perbandingan berat atau massa; maka masing-masing bahan dikalikan dengan massa jenisnya.


(3)

LAMPIRAN D

KORELASI NILAI KEKERASAN BRINELL, ROCKWELL DAN VICKERS L-19


(4)

LAMPIRAN E

SYARAT DAN KETENTUAN PEMBUATAN BATAKO Tabel 1. Persyaratan Fisik Batako

Kekuatan Tekan Bruto Minimum*) (Kgf/cm2)

Batako Mutu

Rata-rata dari benda uji Masing-masing benda uji

Penyerapan Maksimum (% Berat)

A1 20 17 -

A2 35 30 -

B1 50 45 35

B2 70 65 25

Sumber : PUBI, 1982:27

*) Kuat tekan bruto adalah beban keseluruhan pada waktu benda uji pecah dibagi dengan luas ukuran nominal batako, termasuk luas lubang serta cekung tepi.

Tabel 2. Ukuran Standar dan Toleransi Ukuran Nominal*)

(mm)

Tebal Kelopak (Dinding Rongga) Minimum (mm) Jenis

Panjang Lebar Tebal Luar Dalam

Tipis 400±3 200±3 100±2 20 15

Sedang 400±3 200±3 150±2 20 15

Tebal 400±3 200±3 200±2 25 20

Sumber PUBI, 1982:28

*) Ukuran nominal sama dengan ukuran batako sesungguhnya ditambah 10 mm, tebal siar/adukan.

Klassifikasi Mutu Batako :

Mutu A1 ; adalah batako yang digunakan hanya untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu

terlindung dari cuaca luar.

Mutu A2 ; adalah batako yang digunakan hanya untuk hal-hal seperti tersebut L-20


(5)

tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindung dari cuaca luar (untuk konstruksi di bawah atap).

Mutu B2 ; adalah batako untuk konstruksi yang memikul beban dan dapat digunakan pula untuk konstruksi yang tidak terlindung.


(6)

LAMPIRAN F

DAFTAR KONVERSI AYAKAN DARI MESH KE MIKRON