Pemanfaatan Limbah Debu Terbang Batubara (Fly Ash), Kulit Kerang, Dan Batu Apung (Pumice) Sebagai Bahan Substitusi Semen Dan Pasir Dalam Pembuatan Batako

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU TERBANG BATUBARA

(FLY ASH), KULIT KERANG, DAN BATU APUNG

(PUMICE) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM

PEMBUATAN BATAKO

TESIS

Oleh

SUFRIADY

087026014/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU TERBANG BATUBARA

(FLY ASH), KULIT KERANG, DAN BATU APUNG

(PUMICE) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM

PEMBUATAN BATAKO

TESIS

Oleh

SUFRIADY

087026014/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

 

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU TERBANG BATUBARA

(FLY ASH), KULIT KERANG, DAN BATU APUNG

(PUMICE) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM

PEMBUATAN BATAKO

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magíster Sains dalam Program Studi Magister Fisika

pada Program Pascasarjana Fakultas MIPA

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUFRIADY

087026014/FIS

PROGRAM MAGISTER FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(4)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : PEMANFAATAN LIMBAH DEBU

TERBANG BATUBARA (FLY ASH), KULIT KERANG, DAN BATU APUNG (PUMICE) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI SEMEN DAN PASIR DALAM

PEMBUATAN BATAKO

Nama Mahasiswa : SUFRIADY

Nomor Induk Mahasiswa : 087026014 Program Studi : Magister Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Drs. Muhammad Syukur, M.S Dr. Anwar Dharma S, M.S Ketua Anggota

Ketua Program Studi, D e k a n,


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU TERBANG BATUBARA

(FLY ASH), KULIT KERANG, DAN BATU APUNG

(PUMICE) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM

PEMBUATAN BATAKO

T E S I S

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 7 Juni 2010

S U F R I A DY


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

N a m a : SUFRIADY

N I M : 087026014

Program Studi : Magister Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive

Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU TERBANG BATUBARA (FLY ASH), KULIT KERANG, DAN BATU APUNG(PUMICE) SEBAGAI

BAHAN SUBSTITUSI SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 7 Juni 2010


(7)

Telah diuji pada Tanggal : 7 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Drs. Muhammad Syukur, M.S Anggota : 1. Dr. Anwar Dharma S, M.S

2. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc 3. Dr. Marhaposan Situmorang


(8)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap Berikut Gelar : Drs. Sufriady

Tempat dan Tanggal Lahir : Kwala Bingai, 9 Mei 1968

Alamat Rumah : Jln. Trans Sumatera Martopotan,

Langgapayung, Kecamatan Sungai Kanan, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara.

Telepon/Faks/HP : 081376165173

E-mail : 1. drs_sufriady@yahoo.co.id

2. drs.sufriady@gmail.com

Blogg/Website : http://mygudangilmu.wordpress.com

Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 1 Rantau Selatan, Dinas

Pendidikan Pemkab Labuhanbatu, Rantauprapat, Sumatera Utara.

Alamat Kantor : Jln. K.H. Dewantara, Rantauprapat,

Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara

Telepon : (0624) 21359

Website : http://www.smansaransel.sch.id

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri No. 050660 Kwala Bingai, Stabat,

Kab. Langkat Tamat : 1981

SMP : SMP Negeri 1 Stabat, Kab. Langkat Tamat : 1984

SLTA : SMA Negeri 1 Stabat, Kab. Langkat Tamat : 1987


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang diberi judul ”Pemanfaatan Limbah Debu Terbang Batubara (Fly Ash), Kulit Kerang, dan Batu Apung (Pumice) sebagai Bahan Substitusi Semen dan Pasir dalam Pembuatan Batako”.

Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu yang telah memberikan bantuan dana serta izin sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan Program Magister Sains pada Program Studi Magister Fisika Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTMH, (CTM), Sp.Ak

2. Dekan Fakultas Matemátika dan Ilmu Pengetahuan Alam sekaligus sebagai Ketua Program Studi Magíster Fisika Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc.

3. Sekretaris Program Studi Magister Fisika Universitas Sumatera Utara, Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc.

Terima kasih tak terhingga dan penghargaan setinggi – tingginya penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Drs. Muhammad Syukur,MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah menuntun, membimbing, dan memberikan dorongan hingga selesainya penelitian ini.

Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada orang tua, Ayahanda Tukidjo Edy dan Ibunda Painah, beserta istri tercinta Wahyuni, S.Pd, dan anak – anakku terkasih yang senantiasa memberikan motivasi dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, pengertian, dan pengorbanan baik moril maupun materil.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Sekolah (Drs.H.Abdul Manan Ritonga, SE, M.AP) dan seluruh staf dewan guru SMA Negeri 1 Rantau Selatan, Rantauprapat atas segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Fisika Universitas Sumatera Utara.

Semoga kita selalu diberi taufik dan hidayahNya dalam memanfaatkan segala ciptaanNya bagi kesejahteraan umat manusia.

Medan, Juni 2010


(10)

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU TERBANG BATUBARA

(FLY ASH), KULIT KERANG, DAN BATU APUNG

(PUMICE) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM

PEMBUATAN BATAKO

ABSTRAK

Batako dalam penelitian ini dibuat dari campuran semen, debu terbang batubara

(fly ash), kulit kerang, pasir, batu apung (pumice) dan air dengan faktor air semen

0,57. Tujuan penelitian adalah pemanfaatan limbah fly ash dan kulit kerang sebagai substitusi semen, serta pumice sebagai substitusi pasir. Komposisi sampel digunakan perbandingan matriks : Agregat = 1 : 4 (dalam % volume). Substitusi Semen-1 terdiri dari Fly Ash : Kulit Kerang = 1 : 1 dan Substitusi Semen-2 terdiri atas Fly Ash : Kulit Kerang = 2 : 1 (dalam perbandingan berat). Substitusi semen divariasi dari 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%, 40%, 45%, 50% pada Substitusi Pasir 20%. Substitusi Pasir divariasi 0%, 5%, 10%, 15%, 20%,25%,30%,35%,40%,45% dan 50% pada Substitusi Semen-2 20%. Substitusi Semen-2 divariasi dari 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% untuk variasi substitusi pasir 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Sampel uji dibentuk balok dengan ukuran 12 cm x 3 cm x 3 cm dan silinder dengan diameter 5,082 cm. Setelah pengeringan secara alami 28 hari ditemukan Kuat tekan maksimum 79,34 kgf/cm2 (7,775 MPa) dan minimum 37,45 kgf/cm2 (3,670 MPa), penyerapan air maksimum 18,73% dan minimum 10,03 %, densitas maksimum 1792 kg/m3 dan minimum 1549 kg/m3, kuat patah maksimum 1,960 MPa dan minimum 0,926 MPa, kuat impak maksimum 2,300 J/cm2 (23000 J/m2) dan minimum 0,744 J/cm2 (7440 J/m2) ; Batako yang dihasilkan tergolong type II, type III, dan type IV ; Pemakaian Substitusi Semen-1 pada Substitusi Pasir 20% menghasilkan kuat tekan lebih baik daripada pemakaian Substitusi Semen-2, dengan kuat tekan maksimum masing-masing yaitu 74,66 kgf/cm2 (7,317 MPa) dan 72,69 kgf/cm2 (7,123 MPa) terjadi pada saat Substitusi Semen 20% ; Jumlah semen yang dapat disubstitusi oleh Substitusi Semen-2 maksimum 50% bersamaan dengan pemakaian Substitusi Pasir 10% - 50% menghasilkan batako type III dan type IV; Pasir yang dapat disubstitusi oleh batu apung maksimum 50% bersamaan dengan pemakaian Substitusi Semen-2 dari 10% - 50% menghasilkan batako type II , type III, dan type IV.

Kata kunci : Batako, semen, debu terbang batubara (fly ash), kulit kerang, batu apung (pumice), pasir.


(11)

THE UTILIZATION OF THE WASTE OF FLY ASH,

CLAMSHELL, AND PUMICE AS SUBSTITUTION

OF CEMENT AND SAND IN PRODUCING

CONCRETE BRICKS

ABSTRACT

The concrete bricks in this research are produced from the mixture of cement, fly ash, clamshell, sand, pumice, and water with the water – cement ratio 0,57. The purpose of this research is to determine the wastage of fly ash, clamshell that can be utilized as cement substitution and pumice as sand substitution. The matrix comparison aggregate = 1 : 4 (in % volume) is used by this concrete bricks. The substitution of cement-1 are fly ash : clamshell = 1 : 1 and the substitution of cement-2 are fly ash : clamshell = 2:1 (in ratio of weight). The substitution of cement is varied by 0%,5%, 10%,15%,20%, 25%, 30%, 35%,40%, 45%,50% in the substitution of sand 20%. The substitution of sand is varied by 0%,5%,10%, 15%,20%,25%,30%,35%,40%, 45%,50% while the substitution of cement-2 20%. The substitution of cement-2 is varied by 10%,20%, 30%,40%, 50% in the substitution of sand 10%,20%,30%, 40%,50%. The sample test is generated in orthogonal form with measurements 12 cm x 3 cm x 3 cm and in cylindrical with diameter 5,082 cm. After curing time in 28 days, the maximum of the compressive

strength 79,34 kgf/cm2 (7,775 MPa) and minimum 37,45 kgf/cm2 (3,670 MPa),

the maximum of water absorption 18,73% and minimum 10,03 %, maximum of

density 1792 kg/m3 and minimum 1549 kg/m3, maximum of bending strength 1,960

MPa and minimum 0,926 MPa, maximum of impact strength 2,300 J/cm2 (23000

J/m2) and minimum 0,744 J/cm2 (7440 J/m2) are obtained; The category of

concrete bricks are type II, type III and type IV; Concrete bricks with the substitution of cement-1 have more compressive strength compare to the concrete bricks with the substitution of cement-2 for the substitution of sand 20%, each of

them has its maximum compressive strength of 74,66 kgf/cm2 (7,317 M Pa) and

72,69 kgf/cm2 (7,123 MPa) when the amount of cement substitution is 20% ; The

amount of cement can be substituted by The substitution of cement-2 up to 50% in the use of sand substitution of 10% - 50% is produced the concrete bricks in type III and type IV ; The sand can be substituted up to 50% in the use of substitution of cement-2, 10% - 50%, has produced concrete bricks in type II, type III, and type IV.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ………... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ... 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN ... 4

1.4 MANFAAT PENELITIAN ... 4

1.5 BATASAN MASALAH ……… 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEBU TERBANG BATUBARA (FLY ASH) …... 6

2.2 KULIT KERANG ………... 8

2.3 BATU APUNG (PUMICE) ……… 10

2.4 BATAKO ……… 12

2.5 SEMEN ………... 13

2.6 AGREGAT ... 14

2.7 AIR ... 15

2.8 KARAKTERISTIK BATAKO 2.8.1 Sifat Fisis ... 15

2.8.2 Sifat Mekanik ... 16


(13)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 TEMPAT dan WAKTU PENELITIAN

3.1.1 Tempat Penelitian ... 21

3.1.2 Waktu Penelitian ... 21

3.2 ALAT dan BAHAN 3.2.1 Alat ... 21

3.2.2 Bahan ... 21

3.3 PENYEDIAAN DEBU TERBANG BATUBARA (FLY ASH), KULIT KERANG, dan BATU APUNG (PUMICE) ... 22

3.4 VARIABEL dan PARAMETER ... 22

3.5 DIAGRAM ALIR ... 23

3.6 PREPARASI SAMPEL BATAKO ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 DENSITAS (DENSITY) ………... 31

4.2 PENYERAPAN AIR (WATER ABSORPTION) ……. 40

4.3 KUAT TEKAN (COMPRESSIV STRENGTH) …… 48

4.4 KUAT PATAH (BENDING STRENGTH) ……….... 61

4.5 KUAT IMPAK (IMPACT STRENGTH) ……… 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN ……….……. 75

5.2 SARAN ………... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel J u d u l Halaman

2.1 Komposisi Kimia Fly Ash (Debu Terbang Batubara)

Limbah PLTU Labuhan Angin Tapanuli Tengah ... 7

2.2 Jumlah dan Perkiraan Produksi Fly Ash dan Bottom Ash oleh PLTU di Indonesia ... 8

2.3 Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang ... 9

2.4 Komposisi Kimia Batu Apung ... 11

2.5 Persyaratan Fisik Batako PUBI ... 19

2.6 Persyaratan Fisis Batako SNI ... 20

3.1 Komposisi Sampel A ... 27

3.2 Komposisi Sampel B ... 28

3.3 Komposisi Sampel C ... 29


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar J u d u l Halaman

2.1 Tumpukan Debu Terbang Batubara (Fly Ash) PLTU Labuhan

Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah ... 7

2.2 Kulit Kerang ... 10

2.3 Batu Apung (Pumice) ... 11

2.4 Bentuk Batako ... 12

2.5 Contoh Benda Uji Bending Strength ... 18

2.6 Contoh Benda Uji Impak ... 19

3.1 Diagram Alir Pembuatan Batako ... 23

4.1 Hubungan Densitas terhadap Penambahan Substitusi Semen-1 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20% ………... 32

4.2 Hubungan Densitas terhadap Penambahan Substitusi Semen-2 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20% ……….. 33

4.3 Perbandingan Densitas antara Batako yang Menggunakan Substitusi Semen-1 dengan Substitusi Semen-2 pada Substitusi Pasir Tetap 20% ……… 34

4.4 Hubungan Densitas terhadap Penambahan Substitusi Pasir pada Kondisi Substitusi Semen-2 Tetap 20% …………... 35

4.5 Hubungan Densitas terhadap Perubahan Substitusi Pasir untuk Substitusi Semen-2 Tetap ……… 36

4.6 Hubungan Densitas dengan Perubahan Jumlah Substitusi Semen-2 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap ……….. 38

4.7 Hubungan Penyerapan Air terhadap Penambahan Substitusi Semen-1 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20% ………. 40

4.8 Hubungan Penyerapan Air terhadap Penambahan Substitusi Semen-2 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20% ……….. 41


(16)

4.9 Perbandingan Penyerapan Air terhadap Penambahan

Substitusi Semen pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20% … 42

4.10 Hubungan Penyerapan Air terhadap Penambahan Substitusi

Pasir Pada Kondisi Substitusi Semen-2 Tetap 20% ………. 43

4.11 Hubungan Penyerapan Air dengan Perubahan Jumlah

Substitusi Pasir pada Kondisi Substitusi Semen-2 Tetap …… 44

4.12 Perbandingan Kenaikan Penyerapan Air Akibat Perubahan

Substitusi Pasir pada Kondisi Substitusi Semen-2 Tetap …… 45

4.13 Hubungan Penyerapan Air dengan Perubahan Jumlah

Substitusi Semen-2 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap …... 46

4.14 Perbandingan Kenaikan Penyerapan Air Akibat Perubahan Substitusi Semen-2 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 10%,

20%, 30%, 40% dan 50% ………..……….. 47

4.15 Hubungan Kuat Tekan terhadap Penambahan Substitusi

Semen-1 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20% ... 49

4.16 Hubungan Kuat Tekan terhadap Penambahan Substitusi

Semen-2 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20% ... 50

4.17 Perbandingan Kuat Tekan Batako antara Penggunaan Substitusi Semen-1 dengan Substitusi Semen-2 pada

Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20% ………. 52

4.18 Hubungan Kuat Tekan terhadap Penambahan Substitusi Pasir

Pada Kondisi Substitusi Semen-2 Tetap 20% ……….... 53

4.19 Hubungan Kuat Tekan terhadap Jumlah Penambahan

Substitusi Pasir pada Kondisi Substitusi Semen-2 Tetap ….... 55

4.20 Hubungan Kuat Tekan terhadap Penambahan Substitusi

Semen-2 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap ……….. 56

4.21 Hubungan Kuat Patah dengan Variasi Semen-1 pada

Substitusi Pasir 20% ……… 61

4.22 Hubungan Kuat Patah dengan Variasi Penggunaan Substitusi

Semen-2 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20% ………. 62

4.23 Perbandingan Nilai Kuat Patah antara Batako yang Menggunakan Substitusi Semen-1 dengan Substitusi


(17)

Semen-2 pada Substitusi Pasir 20%. ………... 63

4.24 Hubungan Kuat Patah Batako terhadap Variasi Penggunaan

Substitusi Pasir pada Kondisi Substitusi Semen-2 20% …… 63

4.25 Hubungan Kuat Patah terhadap Substitusi Pasir pada Kondisi

Substitusi Semen-2 Tetap ……… 64

4.26 Hubungan Kuat Patah terhadap Substitusi Semen-2 pada

Kondisi Substitusi Pasir Tetap ... 66

4.27 Hubungan Kuat Impak terhadap Substitusi Semen-1

pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20% ... 68

4.28 Hubungan Kuat Impak terhadap Substitusi Semen-2

pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20% ... 69

4.29 Perbandingan Nilai Kuat Impak antara Batako yang

Menggunakan Substitusi Semen-1 dengan Substitusi Semen-2

pada Substitusi Pasir 20% ………... 70

4.30 Hubungan Kuat Impak terhadap Substitusi Pasir pada

Kondisi Substitusi Semen-2 Tetap 20% ……… 70

4.31 Hubungan Kuat Impak terhadap Substitusi Pasir pada

Kondisi Substitusi Semen-2 Tetap ………..…… 72

4.32 Hubungan Kuat Impak terhadap Substitusi Semen-2 pada

Kondisi Substitusi Pasir Tetap ……… 73


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

J u d u l

Halaman

A KONVERSI KOMPOSISI SAMPEL DARI VOLUM

KE MASSA ... L-1

B DATA HASIL PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN

DENSITAS ... L-5

C DATA HASIL PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN

PENYERAPAN AIR ……….. L-14

D DATA HASIL PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN

KUAT TEKAN ……….. L-23

E DATA HASIL PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN

KUAT PATAH ……… L-32

F DATA HASIL PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN

KUAT IMPAK ……… L-41

G HASIL ANALISIS KOMPOSISI KIMIAWI FLY ASH ... L-50

H SURAT KETERANGAN PENELITIAN ... L-51

I FOTO ALAT / BAHAN / KEGIATAN PEMBUATAN


(19)

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU TERBANG BATUBARA

(FLY ASH), KULIT KERANG, DAN BATU APUNG

(PUMICE) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM

PEMBUATAN BATAKO

ABSTRAK

Batako dalam penelitian ini dibuat dari campuran semen, debu terbang batubara

(fly ash), kulit kerang, pasir, batu apung (pumice) dan air dengan faktor air semen

0,57. Tujuan penelitian adalah pemanfaatan limbah fly ash dan kulit kerang sebagai substitusi semen, serta pumice sebagai substitusi pasir. Komposisi sampel digunakan perbandingan matriks : Agregat = 1 : 4 (dalam % volume). Substitusi Semen-1 terdiri dari Fly Ash : Kulit Kerang = 1 : 1 dan Substitusi Semen-2 terdiri atas Fly Ash : Kulit Kerang = 2 : 1 (dalam perbandingan berat). Substitusi semen divariasi dari 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%, 40%, 45%, 50% pada Substitusi Pasir 20%. Substitusi Pasir divariasi 0%, 5%, 10%, 15%, 20%,25%,30%,35%,40%,45% dan 50% pada Substitusi Semen-2 20%. Substitusi Semen-2 divariasi dari 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% untuk variasi substitusi pasir 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Sampel uji dibentuk balok dengan ukuran 12 cm x 3 cm x 3 cm dan silinder dengan diameter 5,082 cm. Setelah pengeringan secara alami 28 hari ditemukan Kuat tekan maksimum 79,34 kgf/cm2 (7,775 MPa) dan minimum 37,45 kgf/cm2 (3,670 MPa), penyerapan air maksimum 18,73% dan minimum 10,03 %, densitas maksimum 1792 kg/m3 dan minimum 1549 kg/m3, kuat patah maksimum 1,960 MPa dan minimum 0,926 MPa, kuat impak maksimum 2,300 J/cm2 (23000 J/m2) dan minimum 0,744 J/cm2 (7440 J/m2) ; Batako yang dihasilkan tergolong type II, type III, dan type IV ; Pemakaian Substitusi Semen-1 pada Substitusi Pasir 20% menghasilkan kuat tekan lebih baik daripada pemakaian Substitusi Semen-2, dengan kuat tekan maksimum masing-masing yaitu 74,66 kgf/cm2 (7,317 MPa) dan 72,69 kgf/cm2 (7,123 MPa) terjadi pada saat Substitusi Semen 20% ; Jumlah semen yang dapat disubstitusi oleh Substitusi Semen-2 maksimum 50% bersamaan dengan pemakaian Substitusi Pasir 10% - 50% menghasilkan batako type III dan type IV; Pasir yang dapat disubstitusi oleh batu apung maksimum 50% bersamaan dengan pemakaian Substitusi Semen-2 dari 10% - 50% menghasilkan batako type II , type III, dan type IV.

Kata kunci : Batako, semen, debu terbang batubara (fly ash), kulit kerang, batu apung (pumice), pasir.


(20)

THE UTILIZATION OF THE WASTE OF FLY ASH,

CLAMSHELL, AND PUMICE AS SUBSTITUTION

OF CEMENT AND SAND IN PRODUCING

CONCRETE BRICKS

ABSTRACT

The concrete bricks in this research are produced from the mixture of cement, fly ash, clamshell, sand, pumice, and water with the water – cement ratio 0,57. The purpose of this research is to determine the wastage of fly ash, clamshell that can be utilized as cement substitution and pumice as sand substitution. The matrix comparison aggregate = 1 : 4 (in % volume) is used by this concrete bricks. The substitution of cement-1 are fly ash : clamshell = 1 : 1 and the substitution of cement-2 are fly ash : clamshell = 2:1 (in ratio of weight). The substitution of cement is varied by 0%,5%, 10%,15%,20%, 25%, 30%, 35%,40%, 45%,50% in the substitution of sand 20%. The substitution of sand is varied by 0%,5%,10%, 15%,20%,25%,30%,35%,40%, 45%,50% while the substitution of cement-2 20%. The substitution of cement-2 is varied by 10%,20%, 30%,40%, 50% in the substitution of sand 10%,20%,30%, 40%,50%. The sample test is generated in orthogonal form with measurements 12 cm x 3 cm x 3 cm and in cylindrical with diameter 5,082 cm. After curing time in 28 days, the maximum of the compressive

strength 79,34 kgf/cm2 (7,775 MPa) and minimum 37,45 kgf/cm2 (3,670 MPa),

the maximum of water absorption 18,73% and minimum 10,03 %, maximum of

density 1792 kg/m3 and minimum 1549 kg/m3, maximum of bending strength 1,960

MPa and minimum 0,926 MPa, maximum of impact strength 2,300 J/cm2 (23000

J/m2) and minimum 0,744 J/cm2 (7440 J/m2) are obtained; The category of

concrete bricks are type II, type III and type IV; Concrete bricks with the substitution of cement-1 have more compressive strength compare to the concrete bricks with the substitution of cement-2 for the substitution of sand 20%, each of

them has its maximum compressive strength of 74,66 kgf/cm2 (7,317 M Pa) and

72,69 kgf/cm2 (7,123 MPa) when the amount of cement substitution is 20% ; The

amount of cement can be substituted by The substitution of cement-2 up to 50% in the use of sand substitution of 10% - 50% is produced the concrete bricks in type III and type IV ; The sand can be substituted up to 50% in the use of substitution of cement-2, 10% - 50%, has produced concrete bricks in type II, type III, and type IV.


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Di Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara telah berdiri PLTU Labuhan Angin, yang telah diresmikan pengoperasiannya oleh Presiden RI, Bapak Susilo Bambang Yudoyono, pada tanggal 28 Januari 2010, menghasilkan tenaga listrik sebesar 2 x 115 MW. Satu sisi hal ini memberikan dampak positif bagi kebutuhan energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

PLTU menggunakan bahan bakar batubara sebagai sumber energi ketel uapnya. Pembakaran batubara menghasilkan limbah, baik bottom ash maupun fly ash (debu terbang batubara). Dari hasil pantauan langsung ke lahan pembuangan limbah, ternyata telah tertumpuk ratusan meter kubik limbah fly ash yang hanya digunakan sebagai penimbun lahan rendah dan belum ada upaya untuk memanfaatkan limbah tersebut ke dalam bentuk lain. Pada masa yang akan datang, produksi debu terbang batubara (fly ash) ini tentu akan memberikan masalah bagi lingkungan sekitar tempat pembuangan, dan juga akan menimbulkan persoalan baru yaitu berupa kesulitan mencari tempat lahan penampungan pembuangan limbah. ”Produksi Debu Terbang Batubara (Fly Ash) di dunia pada tahun 2000 diperkirakan berjumlah 349 milyar ton” (Wang dan Wu, 2006). Oleh karena itu penelitian ini berupaya memanfaatkan limbah tersebut agar tidak menimbulkan masalah lingkungan di kemudian hari dan memberikan tambahan nilai ekonomis bagi limbah tersebut.

Selain limbah anorganik seperti fly ash tersebut di atas, maka di daerah Tanjungbalai juga terdapat limbah organik dalam bentuk kulit kerang yang pemanfaatannya juga belum maksimal. Pada umumnya masyarakat nelayan


(22)

Tanjungbalai memanfaatkan kulit kerang hanya sebagai penimbun lahan rendah. Jika hal ini dibiarkan, tentu akan memberikan pengaruh negatif pada lingkungan. Dari segi komposisi kimia, debu terbang batubara (fly ash) banyak mengandung silika yang amorf (>40%) dan dapat memberikan sumbangan keaktifan (mempunyai sifat pozzolan untuk dibuat bata/block dengan campuran kapur padam), sehingga dengan mudah mengadakan kontak dan bereaksi dengan kapur yang ditambahkan membentuk senyawa kalsium silikat, yang bertanggungjawab pada proses pengerasan campuran atau massa (Suhanda dan

Hartono, 2009 ). Dengan demikian, pemanfaatan limbah debu terbang batubara

(fly ash) dengan kulit kerang ( sumber kapur) diharapkan dapat dijadikan sebagai

substitusi semen.

Neville (1995) menyatakan bahwa penggunaan batu apung dalam pembuatan beton telah dimulai sejak zaman dahulu. Batu apung (pumice) adalah batu vulkanis yang berpori, ringan, dan mengapung di atas air, dengan kerapatan massa antara 500 sampai 800 kg/m3 dengan kemampuan insulasi panas dan suara yang baik, namun memiliki daya serap air serta susut yang besar pula, (Petra Christian

University Library, 2006). Komposisi kimia batu apung (pumice) (±75%) terdiri

atas silikon, kalsium, dan magnesium.

Pemakaian batu bata dan batako sebagai bahan bangunan pembuat dinding sudah populer dan menjadi pilihan utama masyarakat di Indonesia. Namun dari bahan-bahan bangunan ini mempunyai kelemahan tersendiri yaitu berat permeter kubiknya yang cukup besar sehingga berpengaruh terhadap besarnya beban mati yang bekerja pada struktur bangunan.

Beban mati pada struktur bangunan dapat diminimalkan dengan pengurangan berat sendiri yaitu dengan menggunakan bahan-bahan yang ringan. Berbagai macam cara ditempuh untuk mengantisipasi, yaitu penggunaan bahan-bahan alternatif berupa penggunaan bahan limbah dari jenis bahan organik maupun anorganik.


(23)

Menurut Seta (2010), berbagai bahan bangunan alternatif dibuat dengan tujuan untuk memberikan berbagai kemudahan dan kecepatan dalam mewujudkan sebuah bangunan. Bicara soal dinding lagi misalnya. Membuat dinding dari bata merah mulai dirasa lama. Ini antara lain karena ukuran bata kecil-kecil (6 cm x 10 cm x 20 cm), sehingga ketika harus merangkainya menjadi sebuah dinding (katakanlah 3m x 3m) dibutuhkan waktu lebih satu hari. Untuk satu meter persegi dinding, paling tidak seorang tukang harus menyusun 40 – 50 bata dan merangkainya satu per satu dengan adonan semen. Waktu pembuatan bisa dipercepat bila menggunakan bahan alternatif seperti batako atau beton ringan. Jika menggunakan batako atau beton ringan berukuran 10 cm x 20 cm x 40 cm, membangun dinding bisa lebih cepat. Untuk membuat satu meter persegi dinding, paling tidak si tukang cukup merangkai 10 - 15 batako atau beton aerasi ringan.

Fly Ash atau silica fume sering digunakan untuk menghasilkan beton mutu tinggi

(Hidayat, 2009). Sedangkan Batu Apung (Pumice) juga memiliki kandungan

silika (SiO2) yang tinggi sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai

campuran untuk membuat beton mutu tinggi. Demikian pula kandungan zat kapur (CaO) pada Kulit Kerang yang melebihi dari 50% serta kandungan – kandungan alumina dan senyawa silika yang bersifat pozzolan dapat juga digunakan sebagai bahan baku beton (mortar). Dengan optimalisasi pemanfaatan limbah Debu Terbang Batubara (Fly Ash) dan limbah Kulit Kerang sebagai substitusi semen serta Batu Apung (Pumice) sebagai substitusi pasir dalam mortar (batako) diharapkan akan dapat memberikan solusi bagi limbah yang meresahkan lingkungan dan menghasilkan batako yang lebih ringan. Dengan demikian hal ini akan memberikan nilai tambah ekonomis bagi limbah tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah Debu Terbang Batubara (Fly Ash) dapat digunakan sebagai bahan substitusi semen dalam campuran pembuatan batako?


(24)

2. Apakah Kulit Kerang dapat digunakan sebagai bahan substitusi semen dalam campuran pembuatan batako?

3. Apakah Batu Apung (Pumice) dapat digunakan sebagai bahan substitusi pasir untuk memperingan batako?

4. Bagaimanakah karakteristik pengaruh pemberian Debu Terbang Batubara (Fly Ash) dan Kulit Kerang sebagai substitusi semen serta Batu Apung (Pumice) sebagai substitusi pasir dalam pembuatan batako?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Memanfaatkan Debu Terbang Batubara (Fly Ash) sebagai substitusi semen pada campuran pembuatan batako.

2. Memanfaatkan kulit kerang sebagai substitusi semen pada campuran pembuatan batako.

3. Memanfaatkan Batu Apung (Pumice) sebagai substitusi pasir pada campuran pembuatan batako.

4. Melakukan Uji Karakteristik batako setelah diberi campuran Debu Terbang Batubara (Fly Ash), Kulit Kerang, dan Batu Apung (Pumice).

1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa Debu Terbang Batubara (Fly Ash) dan Kulit Kerang secara bersama dapat dimanfaatkan sebagai substitusi semen serta Batu Apung (Pumice) sebagai substitusi pasir dalam pembuatan batako.

2. Mengubah status limbah Debu Terbang Batubara (Fly Ash) dan limbah Kulit Kerang yang merupakan ancaman bagi lingkungan menjadi bernilai ekonomis. 3. Penelitian ini dapat memberikan hasil pembuatan batako yang lebih spesifik


(25)

1.5 BATASAN MASALAH Batasan Penelitian adalah :

1. Debu Terbang Batubara (Fly Ash) yang digunakan adalah Fly Ash limbah hasil pembakaran batubara pada PLTU Labuhan Angin, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

2. Kulit Kerang yang digunakan adalah kulit kerang yang menjadi limbah dari hasil nelayan Tanjungbalai, Provinsi Sumatera Utara, setelah dipanaskan pada suhu 500oC dan dihaluskan hingga lolos ayakan 63 µm.

3. Untuk mengetahui pengaruh jumlah Kulit Kerang terhadap Karakteristik batako digunakan campuran antara Fly Ash : Kulit Kerang 1:1 dan 2:1 (dalam perbandingan persentase berat).

4. Untuk mengetahui pengaruh substitusi semen terhadap karakteristik batako digunakan campuran Fly Ash dan Kulit Kerang dengan perbandingan 2 : 1. 4. Batu Apung (Pumice) yang digunakan dalam penelitian ini adalah batu apung

yang berada di Sungai Bingei, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, setelah dipanaskan pada suhu 100oC (menghilangkan kadar air) dan lolos ayakan 1,0 mm.

5. Semen yang digunakan adalah semen Portland type I (PCC).

6. Air yang digunakan adalah adalah air aqua dengan faktor air semen 0,57. 7. Pengujian karakteristik sample batako dilakukan setelah pengeringan secara

alami selama 28 hari, dengan jenis – jenis pengujian sebagai berikut : Uji Densitas, Uji Penyerapan Air, Uji Tekan (Compressive Strength), Uji Patah


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEBU TERBANG BATUBARA (FLY ASH)

Debu batubara adalah bahan yang berbutir halus yang bersifat pozzolan yang merupakan bahan diperoleh dari sisa pembakaran batubara. Sifat-sifat Debu Terbang Batubara (Fly Ash) yang menguntungkan pada campuran beton/batako

(Cain, 1994) adalah :

1. Memperbaiki sifat pengerjaan (workability). 2. Meningkatkan ketahanan beton (durability) 3. Meningkatkan kerapatan beton.

4. Menurunkan panas hidrasi. Reaksi dari abu batu bara dengan kapur jauh lebih lambat dari proses hidrasi, sehingga akan menghasilkan perubahan panas yang lambat sehingga mengurangi derajat panas hidrasi.

5. Menurunkan kerusakan akibat sulfat 6. Mengurangi penyusutan

7. Menurunkan bleeding dan segregasi 8. Meningkatkan kekuatan

Komponen utama dari Debu Terbang Batubara (Fly Ash) yang berasal dari pembangkit listrik (PLTU) adalah Silika (SiO2), Alumina (Al2O3), dan Besi

Oksida (Fe2O3), sisanya adalah Karbon, Kalsium, Magnesium, dan Belerang.

Rumus empiris Debu Terbang Batubara (Fly Ash) ialah :

Si 1.0 Al 0.45 Ca 0.51 Na 0.047 Fe 0.039 Mg 0.020 K 0.013 Ti 0.011 (Putri, 2008).

Komposisi kimia Debu Terbang Batubara (Fly Ash) limbah PLTU Labuhan Angin dapat dilihat pada Tabel 2.1, dan Bentuk Debu Terbang Batubara (Fly Ash) sebagai limbah hasil pembakaran Batubara pada PLTU Labuhan Angin dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(27)

Tabel. 2.1 Komposisi Kimia Fly Ash (Debu Terbang Batubara) Limbah PLTU Labuhan Angin Tapanuli Tengah

P A R A M E T E R S R E S U L T S M E T H O D S

Silicon Dioxide (SiO2) % 41,87 Gravimetric

Aluminium Trioxide (Al2O3) % 7,56 A A S

Iron Trioxide (Fe2O3) % 10,33 A A S

Calcium Oxide (CaO) % 6,09 A A S

Magnesium Oxide (MgO) % 2,08 A A S

Sulfate (SO4) % 3,02 Gravimetric

Etc % 29,05 -

Sumber : Sucofindo, Padang (2009)

Gambar 2.1 Tumpukan Debu Terbang Batubara (Fly Ash) PLTU Labuhan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah


(28)

Tabel 2.2 Jumlah dan Perkiraan Produksi Fly Ash dan Bottom Ash oleh PLTU di Indonesia (..., 2009)

Tahun Kapasitas

Listrik

PLTU

(MW)

Konsumsi

Batubara

(juta ton)

Produksi

Bottom Ash (juta ton)

Produksi

Fly Ash (juta ton)

Jumlah

Debu (Ash)

(juta ton)

1996 2,66 7,3 0,04 0,25 0,29

2000 10,155 27,7 0,25 1,41 1,66

2006 12,22 33,3 0,30 1,70 2,00

2009 19,99 54,5 0,49 2,78 3,27

Menurut Pratama dan Putranto (2007), Debu Terbang Batubara (Fly Ash) yang dihasilkan oleh pembakaran batubara di PLTU terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara Bituminous lebih kecil dari 0,075 mm. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 – 3000 kg/m3 dan luas area spesifik (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 – 1000 m2/kg.

Jumlah Fly Ash dan Bottom Ash yang diproduksi oleh PLTU di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.2.

2.2 KULIT KERANG

Kerang merupakan nama sekumpulan moluska dwicangkerang daripada

family cardiidae yang merupakan salah satu komoditi perikanan yang telah lama

dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat pesisir. Teknik budidayanya mudah dikerjakan , tidak memerlukan modal besar dan dapat dipanen setelah berumur 6 – 7 bulan. Hasil panen kerang per hektar per tahun dapat mencapai 200 – 300 ton kerang utuh atau sekitar 60 – 100 ton daging kerang


(29)

Ada dua jenis kerang yang sangat dikenal yaitu kerang dagu dan kerang bulu. Perbedaan nyata dari kedua jenis ini adalah dari lapisan kulitnya. Pada jenis kerang bulu lapisan terluar kulitnya masih terdapat rambut, bentuk kulitnya licin. Sedangkan pada kerang dagu kulitnya berjalur-jalur. Banyaknya jalur ini sesuai dengan lama kerang tersebut hidup (Humaidi dan Efendi, 1997).

Kulit kerang berbentuk seperti hati, bersimetri dan mempunyai tetulang di luar. Kekerasan kulit kerang tidak bergantung dari usia kerang tersebut, artinya kerang yang masih muda maupun yang sudah tua mempunyai kekerasan yang sama.

Dari hasil pola difraksi sinar – X diketahui bahwa kulit kerang pada suhu di bawah 500 0C tersusun atas Kalsium Karbonat (CaCO3) pada phase aragonite

dengan struktur kristal orthorombik. Sedang pada suhu di atas 5000C berubah menjadi phase calcite dengan struktur Kristal hexagonal (Humaidi dan Efendi,

1997).

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang (Maryam, 2006)

No Komponen Kadar (% berat)

1 CaO 66,70

2 SiO2 7,88

3 Fe2O3 0,03

4 MgO 22,28

5 Al2O3 1,25

Serbuk kulit kerang merupakan serbuk yang dihasilkan dari pembakaran kulit kerang yang dihaluskan, serbuk ini dapat digunakan sebagai bahan campuran atau tambahan pada pembuatan beton. Penambahan serbuk kulit kerang yang homogen akan menjadikan campuran beton yang lebih reaktif . Serbuk kulit kerang mengandung senyawa kimia yang bersifat pozzolan, yaitu mengandung zat kapur (CaO), alumina dan senyawa silika sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku beton alternatif (Siregar, 2009). Komposisi kimia Serbuk Kulit


(30)

Kerang dapat dilihat pada Tabel 2.3, dan gambar dari Kulit Kerang Bulu dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2 Kulit Kerang

2.3. BATU APUNG (PUMICE)

Batu apung (Pumice) adalah salah satu jenis agregat yang berasal dari alam, biasanya berasal dari muntahan lahar panas gunung berapi. Kemudian dilanjutkan proses pendinginan secara alami dan terendapkan dalam lapisan tanah selama bertahun-tahun (Muljadi et al, 2008). Batu apung memiliki struktur multi rongga sehingga memiliki densitas sangat kecil (< 1 gr/cm3). Sifat-sifat yang dimiliki oleh batu apung antara lain: densitas 0,98 gr/cm3, daya serap air 21 %, dan kuat tekan 30 MPa (Cavaleri et al, 2003 dan Gaggino, 2006).


(31)

Batu apung dapat digunakan sebagai bahan baku utama untuk pembuatan beton ringan, karena mempunyai sifat antara lain: porositas tinggi, densitas rendah, isolasi termal tinggi, dan tahan terhadap bencana seperti gempa.

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Batu Apung (Gaggino, 2006)

No Komposisi % Berat

1 SiO2 59

2 Al2O3 16,60

3 Fe2O3 4,80

4 CaO 1,80

5 Na2O 5,20

6 K2O 5,40

7 MgO 1,80

8 LOI 1,60

Foto bentuk dari batu apung diperlihatkan pada gambar 2.3

(Sumber;http://images.google.co.id/images?hl=jw&cr=countryID&um=1&q=batu +apung&sa=N&start=18&ndsp=18). Bentuk dan ukuran fisik dari batu apung yang terdapat di sungai sangat beragam, demikian pula banyaknya pori, distribusi pori dan massa jenisnya.

(a) (b)

Gambar 2.3 Batu Apung (Pumice). (a) Tumpukan Batu Apung (Pumice). (b) Permukaan Batu Apung (Pumice).


(32)

2.4 BATAKO

Batako adalah semacam batu cetak yang terbuat dari campuran tras, kapur, dan air atau dapat dibuat dengan campuran semen, kapur, pasir dan ditambah air yang dalam keadaan pollen (lekat) dicetak menjadi balok-balok dengan ukuran tertentu.

Batako merupakan komponen non struktural yang disusun dari semen, pasir dan air. Menurut PUBI Pasal 6, ”Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab” (Departemen Pekerjaan Umum, 1982).

Batako dapat disusun 5 kali lebih cepat dan cukup kuat untuk semua penggunaan yang biasanya menggunakan batu bata (Eliatun, 2008). Dinding yang dibuat dari batako mempunyai keunggulan dalam hal meredam panas dan suara. Semakin banyak produksi beton semakin ramah lingkungan dari pada produksi bata tanah liat karena tidak harus dibakar.(Müller et al, 2006 ).

Batako terdiri dari dua jenis, yaitu batako jenis berlubang (hallow) dan batako yang padat (solid). Diketahui bahwa batako yang jenis solid lebih padat dan mempunyai kekuatan yang lebih baik. Batako berlubang mempunyai luas penampang lubang dan isi lubang masing-masing tidak melebihi 5 % dari seluruh luas permukaannya.

(a) (b) Gambar 2.4 Bentuk Batako. (a) Batako Berlubang (Hallow) (b) Batako Padat (Solid)


(33)

Persyaratan batako menurut PUBI (1982) Pasal 6 antara lain adalah ”Permukaan batako harus mulus, berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ± 400 mm, lebar ± 200 mm, dan tebal 100 – 200 mm, kadar air 25 – 35 % dari berat, dengan kuat tekan antara 2 – 7 N/mm2”

(Wijarnako, 2008). Batako juga merupakan bentukan dari mortar ataupun beton,

umumnya mortar merupakan campuran dari semen, pasir dan air yang dapat merekatkan dalam campuran beton.

2.5 SEMEN

Semen yang beredar di pasaran harus memenuhi standar tertentu untuk menjamin konsistensi mutu dan kualifikasi produk. SNI merupakan standar yang wajib dijadikan acuan untuk semen yang dipasarkan di seluruh wilayah Indonesia. Jenis semen yang beredar di pasaran meliputi semen Portland Putih, semen Portland mengacu pada SNI 15-2049-2004, semen Portland Komposit mengacu pada SNI 7064-2004 dan semen Portland Pozolan mengacu pada SNI 15-0302-2004.

Menurut Hidayat (2009), bahwa Berdasarkan ASTM C 150 yang dikeluarkan sejak 1940, semen dibagi menjadi lima tipe, yaitu :

1. Jenis I, yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.

2. Jenis II, yaitu semen Portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.

3. Jenis III, semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.

4. Jenis IV, semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.

5. Jenis V. Semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.


(34)

1. Semen non-hidrolik , tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air akan tetapi dapat mengikat dan mengeras di udara. Contoh : kapur tohor, aspal, gypsum.

2. Semen hidrolik, mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh: Semen Portland, semen Terak, semen alam. (Surdia dan

Saito, 1985)

Semen yang digunakan untuk campuran beton ini adalah semen Portland yang merupakan campuran Silikat Kalsium dan Almunium Kalsium yang dapat berhidrasi bila terdapat air (semen tidak mengeras karena pengeringan tetapi oleh reaksi hidrasi kimia yang melepaskan panas).

Reaksi hidrasi kimia :

Aluminium Kalsium : Ca3Al2O6 + 6H2O → Ca3Al2(OH)12

Silikat Kalsium : Ca2SiO4 + x H2O → Ca2SiO4 . x H2O (Singer dan Pytel, 1985).

2.6 AGREGAT

Agregat adalah bahan pengisi yang berfungsi sebagai penguat. Biasanya, Agregat berkisar 60 % sampai 80 % total volume beton (Thornton, 1985). Agregat merupakan bahan yang bersifat kaku dan memiliki stabilitas volume dan durabilitas yang baik daripada semen.

Untuk menghasilkan beton yang baik, agregat halus maupun agregat kasar harus memiliki gradasi atau komposisi ukuran yang proporsional. Selain itu, tekstur permukaan agregat yang kasar akan menghasilkan kuat lekat yang lebih baik bila berinteraksi dengan pasta semen. Permukaan agregat harus bersih dan bebas dari lumpur dan tanah liat, serta tidak mengandung bahan yang bersifat organik maupun non organik yang dapat menyebabkan terjadinya pelapukan beton. Selain itu pasir juga berpengaruh terhadap sifat tahan susut dan keretakan pada produk bahan bangunan campuran semen (Van Vlack, 1985).


(35)

Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,80 mm (4,75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4,80 mm (4,74 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4,80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang berdiameter antara 4,80 – 40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar. (Mulyono, 2005).

2.7 AIR

Air sebagai bahan pencampur semen berperan sebagai bahan perekat. Peranan air sebagai bahan perekat terjadi melalui reaksi hidrasi, yaitu semen, debu terbang batubara (fly ash), kulit kerang, dan air akan membentuk pasta semen dan mengikat fragmen-fragmen agregat.

Kekuatan beton sangat dipengaruhi oleh perbandingan jumlah air terhadap semen, faktor air semen (FAS) atau (w/c = ratio). Secara teori, reaksi hidrasi yang sempurna akan terjadi bila w/c = 0,4, artinya secara ideal semen akan habis bereaksi dengan air pada perbandingan tersebut (Hidayat, 2009). Nilai FAS untuk campuran beton secara umum antara 0,25 – 0,65 (Mulyono, 2005).

Kontaminan yang terkandung dalam air dalam jumlah yang melebihi batas dapat menyebabkan reaksi hidrasi antara semen dan air tidak sempurna. Kadar kontaminan ion Sulfat melebihi batas, dapat mengakibatkan deteriosasi beton (kerusakan beton), sedangkan ion klorida akan mengakibatkan korosi pada beton bertulang pada beton dalam kurun waktu tertentu.

2.8 KARAKTERISTIK BATAKO

2.8.1. Sifat Fisis 2.8.1.1 Densitas

Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda , maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi total volumenya. Sebuah benda yang memiliki densitas lebih tinggi akan memiliki


(36)

volume yang lebih rendah dari pada benda bermassa sama yang memiliki densitas lebih rendah. Air memiliki densitas yang dipandang sebagai referensi nilai pada kondisi standar suhu 4 0C tekanan 1 atmosfer secara internasional massa jenis air 1 gr/cm3.

Perhigungan densitas menggunakan persamaan :

... (2.1)

V m

= ρ

dimana:

ρ = densitas benda (g/cm3) m = massa benda ( g) V = volume benda (cm3)

2.8.1.2 Penyerapan Air

Besar kecilnya penyerapan air oleh beton sangat dipengaruhi oleh pori atau rongga yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam beton maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga (Bishop dan Smallman, 1991). Penyerapan air dirumuskan sebagai berikut :

..….. (2.2) −

2.8.2 Sifat Mekanik

2.8.2.1 Kuat Tekan (Compressive Strength)

Standar yang digunakan pada pengujian ini adalah ASTM C 270-04 dan ASTM C 780 . Alat yang digunakan pada tes uji tekan mortar adalah Hydraulic

=

Kering Sampel Massa

Kering Sampel Massa Jenuh

Sampel Massa air


(37)

Compresive Strength Machine tipe MAC-200. Pembebanan diberikan sampai benda uji runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja. Beban maksimum dicatat sebagai Fmax.

Kuat tekan (compressive strength) batako merupakan perbandingan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan bahan dengan luas penampang bahan yang mengalami gaya tersebut.

Secara matematis besarnya kuat tekan suatu bahan (Surdia dan Saito,1985):

... (2.3) A

F

P= max

dimana:

P = Kuat tekan (N/m2) F = Gaya maksimum (N) A = Luas permukaan (m2)

Tekanan adalah suatu kuantitas scalar. Satuan dalam Sistem Internasional (SI) dari tekanan adalah Pascal yang sering disingkat Pa, 1 Pa = 1 Newton/meter2.

2.8.2.2 Kekuatan Patah (Bending Strength)

Kekuatan patah sering disebut Modulus of Rapture (MOR) yang menyatakan ukuran ketahanan bahan terhadap tekanan mekanis dan tekanan panas

(thermal stress). Pengukuran kekuatan patah sampel digunakan dengan metode

titik tumpu (triple point bending), nilai kekuatan patah dapat ditentukan dengan standar ASTM C.733-79.

Persamaan kekuatan patah (Bending Strength) suatu bahan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

Kekuatan patah 2

. 2

. 3

h b

L P


(38)

P

h

b L

Gambar. 2.5 Contoh Benda Uji Bending Strength

dimana:

P = Gaya tekan (kgf)

L = Jarak dua penumpu (cm)

b & h = dimensi sampel (lebar dan tinggi) (cm)

2.8.2.3 Kuat Impak (Impact Strength)

Material mungkin mempunyai kekuatan tarik tinggi tetapi tidak tahan terhadap beban kejut. Untuk menentukannya diperlukan uji ketahanan impak. Ketahanan impak biasanya diukur dengan uji impak liot atau charpy terhadap benda uji bertakik atau tanpa takik. Pada pengujian ini beban diayunkan dari ketinggian tertentu dan mengenai benda uji, kemudian diukur energy disipasi pada patahan. Pengujian ini bermanfaat untuk memperlihatkan penurunan keuletan dan kekuatan impak material.

Ketangguhan patahan (KC) suatu paduan dianggap lebih tepat dan lebih penting, karena berbagai paduan mengandung retak halus yang mulai merambat apabila menerima beban kritis tertentu. KC mendefinisikan kombinasi kritis antara tegangan dan panjang retak (Bishop dan Smallman, 1991).

Perhitungan nilai impak dilakukan dengan menghitung nilai Charpy, yaitu :

0 S AK


(39)

Gambar. 2.6 Contoh Benda Uji Impak

dengan:

KC = nilai impak Charpy (kg f/cm2) AK = harga impak takik (kg f)

S0 = luas semula di bawah takik dari batang benda uji (cm2)

2.8.3 Syarat Mutu Batako

Syarat mutu batako yang dikeluarkan PUBI pada tahun 1982 dapat dilihat pada Tabel 2.5. Berdasarkan SNI 03-0349-1989 bahwa syarat fisis batako terlihat pada table 2.6.

Tabel 2.5 Persyaratan Fisik Batako PUBI Kekuatan Tekan Bruto Minimum*)

(Kgf/cm²) Batako

Mutu

Rata-rata dari benda uji Masing-masing benda uji

Penyerapan Maksimum

(% Berat) Benda Uji

A1 20 17 -

A2 35 30 -

B1 50 45 35

B2 70 65 25

Sumber:Departemen Pekerjaan Umum (1982), PUBI : 27

Batako mutu A1 adalah batako yang digunakan hanya untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu terlindung dari cuaca luar. Batako mutu A2 adalah batako yang digunakan hanya untuk hal – hal seperti tersebut dalam jenis A1, hanya saja permukaan dinding/konstruksi dari


(40)

batako tersebut boleh tidak diplester. Batako dengan mutu B1 adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban, tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindung dari cuaca luar (untuk konstruksi di bawah atap). Batako dengan mutu B2 adalah batako untuk konstruksi yang memikul beban dan dapat digunakan pula untuk yang tidak terlindung.

Tabel 2.6 Persyaratan Fisis Batako SNI Tingkat Mutu Bata

Beton Pejal

Tingkat Mutu Bata Beton Berlobang Syarat Fisis Satuan

I II III IV I II III IV

Kuat Tekan Bruto*) Rata – Rata

Minimum

kg/cm2 100 70 40 25 70 50 35 20

Kuat Tekan Bruto*) Masing – Masing Benda Uji

kg/cm2 90 65 35 21 65 45 30 17

Penyerapan Air Rata

– Rata Maksimum % 25 35 - - 25 35 - -

Sumber: Badan Standardisasi Nasional 1989


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 TEMPAT dan WAKTU PENELITIAN 3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di :

Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan Departemen Perindustrian.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai bulan April 2010.

3.2 ALAT dan BAHAN 3.2.1 Alat

1. Neraca Analitik 2. Jangka sorong 3. Gelas Ukur

4. Mesin penepung kapasitas 300 kg/jam (crusibal) dan Mesin Penghancur Batu 5. Mesin Pengayak (Tes Sive Shaker)

6. Cetakan benda uji (mould steel) 7. Alat uji kekuatan impak (Iberttest)

8. Alat uji tekan (Universal Testing Machine)

9. Alat uji bending strength (Universal Testing Machine) 10.Wadah pencampur bahan-bahan

11.Oven untuk mengeringkan agregat dan pemanasan kulit kerang. 12.Pengaduk (mixer).

3.2.2 Bahan

1. Semen Portland Type I (Semen Padang). 2. Pasir


(42)

3. Debu Terbang Batubara (Fly Ash) 4. Kulit Kerang

5. Batu Apung (Pumice) 6. Air

3.3 PENYEDIAAN DEBU TERBANG BATUBARA (FLY ASH), KULIT KERANG dan BATU APUNG (PUMICE)

Debu Terbang Batubara (Fly Ash) pada penelitian ini diperoleh dari limbah pembakaran batubara yang berfungsi sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin yang terletak di Desa Labuhan Angin, Kecamatan Mela, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan kulit kerang yang dimaksud adalah Kulit Kerang yang diperoleh dari limbah di Kota Tanjungbalai. Batu Apung (Pumice) diperoleh dari Sungai Bingei, Kab. Langkat.

3.4 VARIABEL dan PARAMETER Variabel dalam penelitian ini, yaitu :

1. Variasi campuran Fly Ash dan kulit kerang sebagai substitusi semen 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%, 40%, 45%, 50% pada kondisi substitusi pasir tetap 20% untuk mengetahui pengaruh jumlah kulit kerang, yang terdiri :

a. Fly Ash : Kulit Kerang = 2 : 1

b. Fly Ash : Kulit Kerang = 1 : 1

2. Variasi campuran Fly Ash dan kulit kerang sebagai substitusi semen 10%, 20%, 30%, 40%, 50% pada perbandingan Fly Ash : Kulit Kerang = 2 : 1 terhadap Variasi substitusi pasir oleh batu apung (pumice) 10%, 20%, 30%, 40%, 50%.

3. Variasi substitusi pasir 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%, 40%, 45%, 50% pada kondisi substitusi semen 20% (Fly Ash : Kulit Kerang = 2 : 1). 4. Waktu curing adalah 28 hari pada kondisi normal dan alami.

5. Parameter pengujian yang dilakukan meliputi densitas, penyerapan air, kuat tekan, kuat patah, dan kuat impak.


(43)

3.5 DIAGRAM ALIR

Debu Terbang Batubara (Fly Ash) 200 mesh

Panaskan 100oC

Penimbangan

Kulit Kerang

dioven 500oC

Panaskan 100oC Lolos Ayakan

63 µm Batu Apung (Pumice)

lolos ayakan 1,0 mm dengan perbandigan 21,355 : 37,815 antara yang lolos dengan yang

tertahan oleh ayakan 500 µm

Pencampuran / Pengadukan Mortar (Campuran Semen, Fly Ash, Kulit Kerang, Pasir, Batu

Apung, Air Semen

Portland Type I

Pengujian (Densitas, Penyerapan Air,

Kuat Tekan, Kuat Patah, Kuat Impak.

Pengerasan Pencetakan Sampel Uji

Air (FAS

= 0,57) Pasir

Lolos ayakan 5 mm (ayakan

pekerja bangunan)

Panaskan 100oC


(44)

3.6 PREPARASI SAMPEL BATAKO

Bahan baku yang digunakan pada pembuatan batako terdiri dari pasir, batu apung, serbuk kulit kerang, fly ash (debu terbang batubara), semen dan air. Komposisi matriks dan agregat ditentukan dalam persentase volume yaitu 1 : 4. Pada penelitian ini, matriks yang digunakan adalah campuran Semen, Debu Terbang Batubara (Fly Ash), dan Kulit Kerang, sedangkan agregat terdiri dari Pasir dan Batu Apung sebagai agregat halus.

1. Analisa Ukuran Butir Pasir

Setelah dilakukan pengayakan dan penimbangan beberapa sampel pasir sungai Bingei, maka diperoleh komposisi butir sebagai berikut :

a. Lolos ayakan 4,75 mm dan tertahan ayakan 3,15 mm adalah 11,275 %. b. Lolos ayakan 3,15 mm dan tertahan ayakan 2,24 mm adalah 8,775%. c. Lolos ayakan 2,24 mm dan tertahan ayakan 1,6 mm adalah 8,155%. d. Lolos ayakan 1,6 mm dan tertahan oleh ayakan 1,0 mm adalah 12,625% e. Lolos ayakan 1,0 mm dan tertahan oleh ayakan 500µm adalah 21,355%. f. Lolos ayakan 500 µm adalah 37,815%.

2. Penyiapan Bahan.

a. Kulit kerang dipanaskan terlebih dahulu dalam oven pada suhu 500 oC. Setelah itu Kulit Kerang dihaluskan dan diayak sehingga lolos ayakan 63 µm.

b. Batu Apung (Pumice) dijemur, dihaluskan kemudian diayak. Ukuran butir batu apung yang digunakan adalah yang lolos ayakan 1,0 mm dan dibagi atas dua bagian ukuran butir sebagai berikut :

(a) Lolos ayakan 1,0 mm dan tertahan ayakan 500 µm (b) Lolos ayakan 500 µm

(c) Perbandingan antara yang tertahan oleh ayakan 500 µm dengan yang lolos ayakan 500 µm adalah : 21,355 : 37,815

c. Fly Ash dan batu apung dipanaskan untuk menghilangkan kadar air.

d. Pasir diayak hingga lolos ayakan 5 mm (ayakan yang sering digunakan para pekerja bangunan).


(45)

e. Penimbangan semen, pasir, dan batu apung dilakukan dengan tetap berpedoman perbandingan volum Matriks : Agregat = 1 : 4 setelah terlebih dahulu melakukan konversi ukuran volum ke ukuran massa. (Lampiran A).

f. Penimbangan Fly Ash dan serbuk Kulit Kerang dilakukan dengan terlebih dahulu mengkonversikan ukuran volum substitusi semen terhadap perbandingan massa masing – masing (Lampiran A).

(a) Untuk Fly Ash : Kulit Kerang = 1 : 1 maka massa masing – masing dikonversi dengan :

... (3.1) Semen Substitusi Kerang Kulit Ash Fly Ash Fly Ash

Fly x V

1 m + = ρρ ρ ... (3.2)

(b) Untuk Fly Ash : Kulit Kerang = 2 : 1 maka massa masing – masing dikonversi dengan :

... (3.3)

... (3.4)

3. Pembuatan Sampel

a. Komposisi sampel yang dibuat sesuai dengan Tabel 3.1, Tabel 3.2, Tabel 3.3, dan Tabel 3.4.

b. Campuran komposisi sampel bersama air (faktor air semen = 0,57) dimixer . Semen Substitusi Ash Fly Kerang Kulit Keran Kulit Kerang

Kulit

x

V

1

+

=

ρ

ρ

g

m

ρ

Semen Substitusi Kerang Kulit Ash Fly Ash Fly Ash

Fly

x

V

1

2

m

+

=

ρ

ρ

ρ

Semen Substitusi Ash Fly Kerang Kulit Kerang Kulit Keerang

Kulit

x

V

1

2

m

+

=

ρ

ρ

ρ


(46)

c. Pencetakan sampel :

(a) Berbentuk balok dengan ukuran 12 cm x 3 cm x 3 cm untuk uji impak dan uji patah.

(b) Berbentuk silinder dengan diameter 5,082 cm untuk uji tekan, uji densitas, dan uji penyerapan air.

d. Untuk pengujian penyerapan air, sampel setelah berumur 28 hari direndam selama 24 jam sebelum pengukuran massa jenuh (massa basah). Kemudian sampel dioven 110oC selama 1,5 jam untuk mendapatkan massa kering (SNI 03 – 0349 – 1989).


(47)

Tabel 3.1 Komposisi Sampel A

Perekat (Matriks) Agregat

1

:

4 Kode

Sampel

Semen (% dari Komponen

Matriks)

Debu Batubara + Kulit Kerang

(% dari Komponen

Matriks)

Pasir (% dari Komponen

Agregat)

Batu Apung

(Pumice)

(% dari Komponen

Agregat)

A1 100 0 100 0

A2 100 0 80 20

A3 95 5 80 20

A4 90 10 80 20

A5 85 15 80 20

A6 80 20 80 20

A7 75 25 80 20

A8 70 30 80 20

A9 65 35 80 20

A10 60 40 80 20

A11 55 45 80 20

A12 50 50 80 20


(48)

Tabel 3.2 Komposisi Sampel B

Perekat Agregat 1 : 4

Kode Sampel

Semen (% dari Komponen

Matriks)

Debu Batubara + Kulit Kerang

(% dari Komponen

Matriks)

Pasir (% dari Komponen

Agregat)

Batu Apung

(Pumice)

(% dari Komponen

Agregat)

B1 100 0 100 0

B2 100 0 80 20

B3 95 5 80 20

B4 90 10 80 20

B5 85 15 80 20

B6 80 20 80 20

B7 75 25 80 20

B8 70 30 80 20

B9 65 35 80 20

B10 60 40 80 20

B11 55 45 80 20

B12 50 50 80 20


(49)

Tabel 3.3 Komposisi Sampel C

Perekat Agregat

1

:

4 Kode

Sampel

Semen (% dari Komponen

Matriks)

Debu Batubara + Kulit Kerang

(% dari Komponen

Matriks)

Pasir (% dari Komponen

Agregat)

Batu Apung

(Pumice)

(% dari Komponen

Agregat)

C1 100 0 100 0

C2 80 20 100 0

C3 80 20 90 10

C4 80 20 85 15

C5 80 20 80 20

C6 80 20 75 25

C7 80 20 70 30

C8 80 20 65 35

C9 80 20 60 40

C10 80 20 55 45

C11 80 20 50 50


(50)

  48

Tabel 3.4 Komposisi Sampel D, E, F, dan G

Perekat Agregat

1

:

4 Kode

Sampel

Semen (% dari Komponen

Matriks)

Debu Batubara + Kulit Kerang

(% dari Komponen

Matriks)

Pasir (% dari Komponen

Agregat)

Batu Apung

(Pumice)

(% dari Komponen

Agregat)

D1 90 10 90 10

D2 = B4 90 10 80 20

D3 90 10 70 30

D4 90 10 60 40

D5 90 10 50 50

E1 70 30 90 10

E2 = B8 70 30 80 20

E3 70 30 70 30

E4 70 30 60 40

E5 70 30 50 50

F1 60 40 90 10

F2=B10 60 40 80 20

F3 60 40 70 30

F4 60 40 60 40

F5 60 40 50 50

G1 50 50 90 10

G2=B12 50 50 80 20

G3 50 50 70 30

G4 50 50 60 40

G5 50 50 50 50


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Batako yang telah dibuat dengan pemanfaatan limbah Debu Terbang Batu Bara (Fly Ash), Kulit Kerang, dan Batu Apung (Pumice) bersama semen dan pasir dilakukan pengeringan secara alami (room temperature) selama 28 hari. Setelah diperlakukan pengeringan selama 28 hari, maka dilakukan pengujian besaran – besaran fisis dan mekanis, yaitu : Densitas, Penyerapan Air, Kuat Tekan

(Compressive Strength), Kuat Patah (Bending Strength), dan Kuat Impak (Impact

Strength).

Catatan :

a. Pengertian Substitusi Semen adalah pengganti semen berupa campuran Fly Ash dengan Kulit Kerang.

b. Substitusi Semen-1 adalah pengganti semen yang merupakan campuran Fly Ash dan Kulit Kerang dengan perbandingan Fly Ash : Kulit Kerang = 1 : 1. c. Substitusi Semen-2 adalah pengganti semen yang merupakan campuran Fly

Ash dan Kulit Kerang dengan perbandingan Fly Ash : Kulit Kerang = 2 : 1. d. Substitusi Pasir adalah pengganti pasir berupa Batu Apung (Pumice)

e. Sampel Nol adalah sampel batako yang tidak menggunakan campuran lain kecuali hanya pencampuran antara semen, pasir dan air.

4.1 DENSITAS (DENSITY)

Pengukuran densitas sampel pada beberapa variasi komposisi Debu Terbang Batu Bara (Fly Ash), Kulit Kerang, dan Batu Apung (Pumice) dihitung dengan persamaan 2.1 dan secara rinci nilai densitas batako masing – masing komposisi ditunjukkan pada Lampiran B. Pengukuran terhadap sampel nol (tanpa substitusi) yaitu 0% Fly Ash dan Kulit Kerang serta 0% Batu Apung diperoleh 2088 kg/m3.


(52)

Substitusi Pasir = 20% Sampel Nol

Gambar 4.1 Hubungan Densitas terhadap Penambahan Substitusi Semen-1 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20 %.

Gambar 4.1 Hubungan Densitas terhadap Penambahan Substitusi Semen-1 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20 %.

Densitas sampel pada komposisi substitusi pasir tetap 20% untuk beberapa variasi komposisi Substitusi Semen-1 ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan dapat dilihat secara rinci pada tabel dalam Lampiran B. Berdasarkan tabel dan grafik tersebut diperoleh bahwa pada saat komposisi Semen masih 100% (0 % substitusi), densitas telah mengalami penurunan dari 2088 kg/m3 menjadi 1727 kg/m3. Hal ini disebabkan komposisi pasir telah disubstitusi oleh Batu Apung (Pumice) sebesar 20% dan diketahui bahwa densitas Batu Apung (Pumice) lebih kecil dari densitas pasir. Variasi jumlah Substitusi Semen-1 dari 0% - 50% menyebabkan penurunan densitas tersebut hingga menjadi 1689 kg/m3. Ini terjadi dikarenakan Densitas sampel pada komposisi substitusi pasir tetap 20% untuk beberapa variasi komposisi Substitusi Semen-1 ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan dapat dilihat secara rinci pada tabel dalam Lampiran B. Berdasarkan tabel dan grafik tersebut diperoleh bahwa pada saat komposisi Semen masih 100% (0 % substitusi), densitas telah mengalami penurunan dari 2088 kg/m3 menjadi 1727 kg/m3. Hal ini disebabkan komposisi pasir telah disubstitusi oleh Batu Apung (Pumice) sebesar 20% dan diketahui bahwa densitas Batu Apung (Pumice) lebih kecil dari densitas pasir. Variasi jumlah Substitusi Semen-1 dari 0% - 50% menyebabkan penurunan densitas tersebut hingga menjadi 1689 kg/m3. Ini terjadi dikarenakan

1500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 000 050 100 2150 200 250 300

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

SUBSTITUSI SEMEN-1 ( % )

D E N S IT A S ( k g /m ³) 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1


(53)

komposisi substitutif matriks memiliki densitas yang lebih kecil dari densitas semen.

Ketika Substitusi Pasir Tetap 20% maka nilai densitas untuk berbagai perubahan jumlah Substitusi Semen-2 dapat dilihat pada lampiran B dan Gambar 4.2. Penurunan densitas juga terjadi ketika Substitusi Semen-2 divariasi dari 0% - 50% yaitu dari 1727 kg/m3 sampai dengan 1673 kg/m3. Ini dikarenakan densitas campuran Fly Ash dan Kulit Kerang kecil. rang kecil.

1400 1450 1500 1550 1600 1650 1700 1750 1800 1850 1900 1950 2000 2050 2100 2150 2200 2250 2300

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

SUBSTITUSI SEMEN-2 ( % )

D

E

N

S

IT

A

S

(

k

g

/m

³)

Substitusi Pasir = 20% Sampel Nol

Gambar 4.2 Hubungan Densitas terhadap Penambahan Substitusi Semen-2 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20 %

Gambar 4.2 Hubungan Densitas terhadap Penambahan Substitusi Semen-2 pada Kondisi Substitusi Pasir Tetap 20 %


(54)

1500 1550 1600 1650 1700 1750 1800 1850 1900 1950 2000 2050 2100

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

SUBSTITUSI SEMEN (%)

D

E

N

S

IT

A

S

(

k

g

/m

³)

Fly Ash : Kulit Kerang = 1 : 1 Fly Ash : Kulit Kerang = 2 : 1

Sampel Nol

Gambar 4.3 Perbandingan Densitas antara Batako yang Menggunakan Substitusi Semen-1 dengan Substitusi Semen-2 pada Substitusi Pasir Tetap 20%

Perbandingan Densitas antara batako yang menggunakan Substitusi Semen-1 dengan batako yang menggunakan Substitusi Semen-2 pada Substitusi Pasir yang sama yaitu 20% ditunjukkan pada Gambar 4.3. Nilai densitas batako dengan Substitusi Pasir 20% yang menggunakan Substitusi Semen 5% - 20 % cenderung stabil. Ketika komposisi substitusi semen lebih dari 20% penurunan densitas


(55)

makin cepat. Dari Gambar 4.3 diperoleh bahwa batako yang menggunakan Substitusi Semen-1 memiliki densitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan batako yang menggunakan Substitusi Semen-2. Dua keadaan ini terjadi karena Fly Ash banyak mengandung silika yang amorf (>40%) dan berpotensi untuk dapat memberikan sumbangan keaktifan (mempunyai sifat pozzolan), sehingga dengan mudah mengadakan kontak dan bereaksi dengan kapur dari Kulit Kerang bersama air membentuk senyawa kalsium silikat hidrat (Suhanda dan

Hartono, 2009) yang bertindak sebagai matriks untuk mengisi ruang-ruang

kosong sehingga memungkinkan densitas lebih besar. Penurunan densitas untuk komposisi substitusi semen lebih dari 20% cenderung lebih cepat dimungkinkan karena jumlah Fly Ash yang berlebih (tidak bereaksi dengan kapur Kulit Kerang) cenderung hanya sebagai agregat.

1400 1450 1500 1550 1600 1650 1700 1750 1800 1850 1900 1950 2000 2050 2100 2150 2200

0 10 15 20 25 30 35 40 45 50

SUBSTITUSI PASIR ( % )

DE

NS

IT

A

S

(

k

g

/m

³)

Substitusi Semen-2 = 20% Sampel Nol

Gambar 4.4 Hubungan Densitas terhadap Penambahan Substitusi Pasir pada Kondisi Substitusi Semen-2 Tetap 20 %

Pada Gambar 4.4 ditunjukkan bahwa nilai Densitas terhadap variasi perubahan komposisi substitusi pasir pada batako yang memiliki komposisi Substitusi Semen-2 Tetap 20% mengalami penurunan dari 1830 kg/m3 – 1612 kg/m3


(56)

untuk substitusi pasir 0% - 50%. Pada Gambar 4.4 ditunjukkan bahwa Densitas batako mengalami penurunan cukup drastis karena batu apung sebagai substitusi pasir cenderung berfungsi sebagai agregat, tidak berfungsi sebagai matriks.

Gambar 4.5 (a) Gambar 4.5 (b)

1400 1450 1500 1550 1600 1650 1700 1750 1800 1850 1900 1950 2000 2050 2100

10 20 30 40 50

SUBSTITUSI PASIR ( % )

D E N S IT A S ( k g /m ³)

Substitusi Semen-2 = 40% 1400 1450 1500 1550 1600 1650 1700 1750 1800 1850 1900 1950 2000 2050 2100

10 20 30 40 50

SUBSTITUSI PASIR ( % )

D EN SI T AS ( kg /m³ )

Substitusi Semen-2 = 10%

1400 1450 1500 1550 1600 1650 1700 1750 1800 1850 1900 1950 2000 2050 2100

10 20 30 40 50

SUBSTITUSI PASIR ( % )

D E N S IT A S ( k g /m ³ )

Substitusi Semen-2 = 30%

1400 1450 1500 1550 1600 1650 1700 1750 1800 1850 1900 1950 2000 2050 2100

10 20 30 40 50

SUBSTITUSI PASIR ( % )

D E N S IT A S ( k g /m ³)

Substitusi Semen-2 = 50%

Gambar 4.5 (c) Gambar 4.5 (d)

Gambar 4.5 Hubungan Densitas terhadap Perubahan Substitusi Pasir untuk Substitusi Semen-2 Tetap.

(a) Semen-2 = 10% (b) Semen-2 = 30% (c) Semen-2 = 40% (d) Semen-2 = 50%


(57)

Densitas batako dengan komposisi Substitusi Semen-2 Tetap 10% terhadap variasi komposisi Substitusi Pasir 10% - 50 % seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5 (a) juga mengalami penurunan antara 1765 kg/m3 – 1609 kg/m3.

Batako dengan komposisi Substitusi Semen-2 Tetap 30% densitas juga mengalami penurunan seiring dengan kenaikan jumlah Substitusi Pasir dari 10% - 50% yaitu 1747 kg/m3 – 1574 kg/m3, lihat Gambar 4.5 (b) dan tabel pada Lampiran B. Demikian juga untuk batako dengan komposisi Substitusi Semen-2 Tetap 40% ternyata penambahan jumlah Substitusi Pasir dari 10% - 50% menyebabkan penurunan densitas dari 1720 kg/m3 – 1549 kg/m3 ( Gambar 4.5 (c) ). Penurunan densitas juga terjadi pada batako dengan komposisi Substitusi Semen-2 Tetap 50% sebesar 1723 kg/m3 – 1559 kg/m3 untuk variasi Substitusi Pasir dari 10% - 50% (Gambar 4.5 (d)). Berdasarkan Gambar 4.5 (a), Gambar 4.5 (b), Gambar 4.5 (c), dan Gambar 4.5 (d), terlihat bahwa densitas cenderung terus mengalami penurunan seiring dengan penambahan Substitusi Pasir oleh Batu Apung. Dalam hal ini Batu Apung berfungsi sebagai agregat.

Densitas batako pada kondisi Substitusi Pasir Tetap 10% memiliki densitas berkisar 1792 kg/m3 – 1720 kg/m3 untuk perubahan Substitusi Semen-2 dari 10% - 50% (Gambar 4.6 (a)). Densitas batako pada kondisi Substitusi Pasir Tetap 30% mengalami penurunan densitas dari 1718 kg/m3 – 1662 kg/m3 untuk penambahan Substitusi Semen-2 dari 10% - 50% (Gambar 4.6 (b) ). Demikian juga batako pada kondisi Substitusi Pasir 40% (Gambar 4.6 (c) ) dan pada kondisi Substitusi Pasir 50% (Gambar 4.6 (d) ) mengalami penurunan densitas masing – masing dari 1656 kg/m3 – 1591 kg/m3 dan 1612 kg/m3 – 1549 kg/m3.

Jika dibandingkan antara grafik pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 dengan grafik Gambar 4.2 dan Gambar 4.6 maka dapat dilihat adanya perbedaan dimana densitas pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 seluruhnya langsung mengalami penurunan seiring dengan penambahan jumlah Substitusi Pasir, tetapi pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.6 hampir seluruhnya tidak langsung mengalami


(58)

penurunan seiring dengan penambahan jumlah Substitusi Semen-2, melainkan sedikit mengalami kenaikan densitas sampai jumlah tertentu dari Substitusi Semen-2. 1600 1650 1700 1750 1800

10 20 30 40 50

SUBSTITUSI SEMEN-2 ( % )

D E N S IT AS ( k g /m ³)

Substitusi Pasir = 10%

1630 1640 1650 1660 1670 1680 1690 1700 1710 1720 1730

10 20 30 40 50

SUBSTITUSI SEMEN-2 ( % )

D E N S IT A S ( k g /m ³)

Substitusi Pasir = 30%

Gambar 4.6 (a) Gambar 4.6 (b)

1500 1550 1600 1650 1700

10 20 30 40 50

SUBSTITUSI SEMEN-2 (% )

D E N S IT AS ( k g /m ³)

Substitusi Pasir = 50%

1500 1550 1600 1650

10 20 30 40 50

SUBSTITUSI SEMEN-2 ( % )

D E N S IT A S ( kg /m ³)

Substitusi Pasir = 40%

Gambar 4.6 (c) Gambar 4.6 (d) Gambar 4.6 Hubungan Densitas dengan Perubahan Jumlah Substitusi Semen-2

pada kondisi Substitusi Pasir Tetap.

(a) Substitusi Pasir 10% (b) Substitusi Pasir 30% (c) Substitusi Pasir 40% (d) Substitusi Pasir 50%


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil pengujian karakteristik batako disimpulkan bahwa :

1. Campuran antara limbah Fly Ash dengan Kulit Kerang dapat digunakan sebagai Substitusi Semen maksimum 50% dan batu apung (Pumice) sebagai Substitusi Pasir maksimum 50% dengan perbandingan antara Matriks : Agregat = 1 : 4 dan faktor air semen 0,57. Karakteristik batako tersebut (untuk pemakaian Substitusi Semen dan Substitusi Pasir tidak kurang dari 10%): Kuat tekan maksimum 79,34 kgf/cm2 (7,775 MPa) dan minimum 37,45 kgf/cm2 (3,670 MPa), penyerapan air maksimum 18,73% dan minimum 10,03 %, densitas maksimum 1792 kg/m3 dan minimum 1549 kg/m3 (tergolong batako ringan), kuat patah maksimum 1,960 MPa dan minimum 0,926 MPa, kuat impak maksimum 2,300 J/cm2 (23000 J/m2) dan minimum 0,744 J/cm2 (7440 J/m2). Berdasarkan SNI 03 – 0349 – 1989 batako yang dihasilkan tergolong jenis batako type II, type III dan type IV.

2. a. Pemakaian Substitusi Semen-1 (Fly Ash : Kulit Kerang = 1 : 1) pada Substitusi Pasir 20% menghasilkan Kuat Tekan lebih baik daripada pemakaian Substitusi Semen-2 (Fly Ash : Kulit Kerang = 2 : 1) dengan Kuat Tekan maksimum terjadi pada Substitusi Semen 20% dengan karakteristik masing – masing yaitu 74,66 kgf/cm2 (7,317 M Pa) dan 72,69 kgf/cm2 (7,123 MPa) (batako type II), penyerapan air 11,71% dan 13,31%, densitas 1786 kg/m3 dan 1753 kg/m3, kuat patah 1,198 MPa dan 1,416 MPa, kuat impak 1,278 J/cm2 (12780 J/m2) dan 1,756 J/cm2 (17560 J/m2).

b. Untuk Substitusi Semen-2 10%, Kuat Tekan maksimum pada substitusi pasir 40% yaitu 79,34 kgf/cm2 (7,775 MPa) (batako type II), penyerapan air 13,94%, densitas 1644 kg/m3, kuat patah 1,198 MPa, kuat impak 1,267 J/cm2 (12670 J/m3); Untuk Substitusi Semen-2 20%, Kuat Tekan maksimum pada


(2)

Substitusi Pasir 20% ; Untuk Substitusi Semen-2 30% Kuat Tekan maksimum pada Substitusi Pasir 10% yaitu 52,73 kgf/cm2 (5,167 MPa)(type III), penyerapan air 13,03 %, densitas 1747 kg/m3, kuat patah 1,307 MPa, kuat impak 1,444 J/cm2 (14440 J/m3) ; Untuk Substitusi Semen-2 40% Kuat Tekan maksimum pada Substitusi Pasir 40% yaitu 51,74 kgf/cm2 (5,071 MPa) (type III), penyerapan air 18,13 %, densitas 1591 kg/m3, kuat patah 1,579 MPa, kuat impak 2,300 J/cm2 (23000 J/m2); Untuk Substitusi Semen-2 50% Kuat Tekan maksimum pada substitusi pasir 40% yaitu 51,50 kgf/cm2 (5,047 MPa)(type III), penyerapan air 18,24%, densitas 1592 kg/m3, kuat patah 1,361 MPa, kuat Impak 1,844 J/cm2 (18440 J/m2).

5.2 SARAN

1. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa Kuat Tekan yang dihasilkan substitusi semen yang terbuat dari campuran Fly Ash : Kulit Kerang = 1 : 1 lebih baik dari pada substitusi semen yang terbuat dari campuran Fly Ash : Kulit Kerang = 2 : 1. Untuk menaikkan mutu batako maka perlu dibuat batako dengan perbandingan fly ash : kulit kerang = 1 : 2 , karena berpeluang mengalami kenaikan Kuat Tekan sebesar 15,392% dari Kuat Tekan batako yang menggunakan Substitusi Semen-2. Dalam hal ini perlu dilakukan penelitian lanjut untuk perbandingan yang lain agar diketahui berapa jumlah Kulit Kerang maksimum yang dapat dicampurkan untuk memperbesar mutu / Kuat Tekan batako.

2. Batako hasil penelitian ini adalah jenis batako ringan (densitas < 1800 kg/m3), maka perlu dilakukan penelitian lanjut untuk mengukur kemampuan daya redam suara dan daya redam panas.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 1989. SNI 03 – 0349 – 1989. Sistem Informasi Standar Nasional Indonesia (SISNI).

http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/654 Diakses tanggal 20 Mei 2010.

Bishop, K.J. dan Smallman, R.E. 1991. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material. Gramedia, Jakarta.

Cain, C.J. 1994. Mineral admixture. Significance of Test and Properties of concrete and Concrete-Making Material – STP 169 C, Philadelphia, ASTM.pp.500-508.

Cavaleri,L., Miraglia, N., dan Papia, M. 2003. Pumice Concrete for Structural Wall Panels. Engineering Structures. Vol 25. No. 1. pp. 115 – 125.

Departemen Pekerjaan Umum. 1982. Peraturan Umum Bahan Bangunan Indonesia (PUBI). Bandung.

Eliatun. 2008. Analisa Produktivitas Pekerjaan Pasangan Dinding batako Pada Proyek Pasar Sentra Antasari Banjarmasin. Laporan Penelitian. ITS. Surabaya

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=oai:digilib.it s.ac.id:ITS-Master-3100003018539&q=BATAKO. Diakses tanggal 15 Desember 2009.

Gaggino, R. 2006. Light and Insulant Plate for Housing External Closure. Construction and Building Materials. Vol 20. December 2006. pp. 917 – 928.

Hidayat, S. 2009. Semen, Jenis dan Aplikasinya. PT. Pustaka Kawan. Jakarta.

Humaidi, S. dan Efendi, S. 1997. Difraksi Sinar-X Tentang Perubahan Fasa Kandungan Mineral Kulit Kerang Akibat Pemanasan. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian USU.

Jumiati, E. 2009. Pembuatan Beton Semen Polimer Berbasis Sampah Rumah Tangga dan Karakterisasinya. Tesis. USU Medan.

Maryam, S. 2006. Pengaruh Serbuk Cangkang Kerang sebagai Filter terhadap Sifat-Sifat dari Mortar. MIPA. USU.


(4)

Muljadi, Perdamean S., Deni S.K., dan Anggito, T.P. 2008. Pengaruh Komposisi Batu Apung (Pumice) pada Pembuatan Panel Beton Ringan terhadap Sifat Fisis dan Mekanik. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke – 14. Yogyakarta.

Mulyono, T. 2005. Teknologi Beton, Penerbit Andi. Yogyakarta.

Müller, C., Fitriani, E., Halimah, dan Febriana, I. 2006. Modul Pelatihan Pembuatan Ubin Atau Paving Blok Dan Batako. Kantor Perburuhan International (ILO). Jakarta.

Petra Christian University Library. 2006.

http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0

&qual=high&fname=/jiunkpe/s1/sip4/2006/jiunkpe-ns-s1-2006-21495167-10638-bali_lightweight-chapter2.pdf diakses tanggal 21 Desember 2009.

Porsepwandi, W. 1998. Pengaruh PH Larutan Perendaman Terhadap Penurunan Kandungan Hg dan Mutu Kerang Hijau (Mytilus viridis L). Laporan Penelitian. IPB. Bogor.

Pratama, Y. dan Putranto, H.T. 2007. Coal Fly Ash Conversion to Zeolite for Removal of Chromium and Nockel from Wastewaters.

Putri, M. 2008. Abu Terbang Batubara sebagai Adsorben.

http://majarimagazine.com/2008/06/abu-terbang-batubara-sebagai-adsorben/. Diakses tanggal 15 Desember 2009.

Rahman, F. 2009. Sifat Fisik dan Mekanik Beton Ringan (Lightweight Concrete) yang Memakai Styrofoam dan Pasir Silika. Tesis. ITS Surabaya. http://digilib.its.ac.id/detil.php?id=5853&q=Beton%20ringan . Diakses tanggal 12 Mei 2010.

Rochanita, B.N. 2007. Preparasi dan Karakterisasi Balok Beton Berpori untuk Aplikasi Dinding Penyekat. Skripsi. ITB Bandung. http://digital.lib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp -gdl-bestynursu-32116&q=bending%20strength%20beton. 22 Mei 2010.

Rofikatul. 2010. Batako Lumpur Lapindo sebagai Alternatif. Laporan Penelitian. http://rofikatul.staff.umm.ac.id/. Diakses tanggal 24 Mei 2010.

Rommel, E. 2001. Pengaruh Penambahan Resin Polimer terhadap Perbaikan Karakteristik Beton dengan Agregat Batu Apung. Laporan Penelitian JIPTUMM. ITB Bandung.


(5)

http://digital.lib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm

-gdl-res-1999-erwin-1144-concrete&q=beton%20ringan%20batu%20apung

Roswati, T. 2009. Pembuatan Paving Block Berbasis Semen Polimer dengan Limbah Padat Grit sebagai Substitusi Pasir dan Perekat Polivinyl Alkohol (PVA). Tesis. USU Medan.

Sarjono P., W. dan Wahjono, A. 2008. Pengaruh Penambahan Serat Ijuk pada Kuat Tarik Campuran Semen-Pasir dan Kemungkinan Aplikasinya. Jurnal Teknik Sipil. Vol 8 No. 2. Universitas Atmajaya Yogyakarta. http://jurnal.uajy.ac.id . Diakses tanggal 16 Mei 2010.

Satyarno, I. 2006. Penggunaan Serutan Karet Ban Bekas untuk Campuran Beton. Jurnal Media Teknik ISSN 0216-3012. Vol XXVIII (4). UGM Jogjakarta.

http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=8501. Diakses tanggal 25 Mei 2010.

Schierhorn, C. 2008. Producing Structural Lightweight Concrete Block. Aberdeen’s Magazine of Masonry Construction Reprinted from Concrete Journal.

http://www.escsi.org/uploadedFiles/Technical_Docs/SmartWall_Maso nry/3640.1%20Producing%20SLWC%20Block.pdf 

       Diakses tgl. 20 Mei 2010.

Seta, R.M. 2010. Bahan Alternatif dapat Menekan Ongkos. Artikel. http://www.google.co.id/search?hl=jw&q=buku+Batako&btnG=Temo kne&meta=. Diakses tanggal 14 Januari 2010.

Singer, F.L. dan Pytel, A. 1985. Kekuatan Bahan, Edisi ketiga, Erlangga, Jakarta.

Siregar, S.M. 2009. Pemanfaatan Kulit Kerang dan Resin EpoksiTerhadap Karakteristik Beton Polimer. Tesis. MIPA. USU.

Suciarsa, Y. 2006. Sifat Fisik dan Mekanik Beton Ringan (Light Weight Concrete) Memakai Styrofoam dan Pulverised Fly Ash. Tesis. ITS Surabaya.

http://digilib.its.ac.id/detil.php?id=7948&q=BETON%20RINGAN . Diakses tgl. 11 mei 2010


(6)

Suhanda dan Hartono. 2009. Penelitian Pemanfaatan Abu Batu Bara Bukit Asam dan Umbilin untuk Bahan Bangunan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Keramik, Dep. Perindustrian dan Perdagangan.Artikel.

http://www.depperin.go.id/data/industry/abstech/abs_1014.htm. Bandung. Diakses tanggal 12 Nopember 2009.

Sumaryanto, D., Satyarno,I., dan Tjokrodimulyo, K. 2009. Batako Sekam Padi Komposit Mortar Semen. Jurnal Forum Teknik Sipil. Vol XIX/1. UGM Yogyakarta.

Surdia, T. dan Saito, S. 1985. Pengetahuan Bahan Teknik. Edisi Pertama. Pradnya Paramita. Jakarta.

Tanudjaja, H. 1997. Optimalisasi Radar Abu Terbang pada Beton dengan Agregat Kasar Ringan dari Lempung Bekah.Tesis. ITB Bandung. http://digital.lib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbsi-gdl-s2-2005-hanocktanu-1179&q=beton%20ringan%20fly%20ash Diakses tanggal 10 mei 2010

Thornton, P.A., Colangelo, dan Vito J. 1985. Fundamentals of Engineering Materials. Prentice-Hall International Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.

Topcu, I.B. 2006. Properties of Autoclaved Lightweight Aggregate Concrete. Afyon Kocatepe University. Turkey.

Van Vlack, L.H.1985. Ilmu dan Teknologi Bahan. Edisi V. Erlangga. Jakarta.

Wang, S. dan Wu, H. 2006. Journal of Hazardous Material.

Wijanarko,W. 2008. Metode Penelitian Jerami Padi Sebagai Pengisi Batako.

Journal.

http://konstruksi- wisnuwijanarko.blogspot.com/2008/07/landasan-teori-beton-ringan-dengan.html . Diakses tanggal 29 Mei 2010.

... 2009. Pemanfaatan Fly Ash (Abu Terbang) dari Pembakaran Batubara pada PLTU Suralaya sebagai Bahan Baku Pembuatan Refraktori Cor. http://dafi017.blogspot.com/2009/03/pemanfaatan-fly-ash-abu-terbang-dari.html. Diakses tanggal 18 Januari 2010.

... 2010. Inovasi Beton Ringan. Artikel. Deskonstruksi Personal Company. http://deskonstruksi.wordpress.com/2010/03/04/inovasi-beton-ringan/ . Diakses tanggal 1 Juni 2010.