Pengertian Tindak Pidana Perkosaan secara Yuridis

19 c. Perkosaan tersebut haruslah merupakan kesengajaan ataupun tidak, yang membawa akibat yang merugikan atau membahayakan. d. Kekerasan dan tindakan harus berlaku serempak berpadu atau membahayakan. e. Adanya hubungan kausal antara perkosaan dengan akibatnya. f. Harus ada ancaman hukuman yang dinyatakan secara tegas dalam Undang- Undang Berdasarkan bunyi Pasal 285 KUHP di atas, terlihat bahwa unsur-unsur yang harus ada dalam tindak pidana perkosaan adalah : a. Unsur paksaan, paksaan disini bisa berarti paksaan secara fisik dengan pukulan atau hantaman pada tubuh korban sampai tidak berdaya pingsan, paksaan psikis seperti ancaman dengan kata-kata atau senjata tajam sehingga korban tidak punya pilihan lain. Ancaman disini yang mengakibatkan ketidakberdayaan seseorang dalam kekuasaan orang lain yang dapat berbuat semena-mena dengan mengandalkan kekuatan atau kekuasan yang dimilikinya. b. Unsur persetubuhan yang dimaksud dalam Pasal 285 KUHP yang merupakan bukan istrinya adanya persetubuhan dalam arti masuknya alat kelamin laki- laki ke dalam alat kelamin perempuan baik sebagian maupun seluruhnya dengan atau tanpa terjadinya pancaran sperma. c. Perkosaan harus terjadi di luar perkawinan, unsur ini dapat ditafsirkan bahwa seorang laki yang memaksa wanita untuk melakukan persetubuhan tanpa ada kerelaan dari wanita. 20 Berdasarkan uraian di atas dapatlah dikatakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 285 KUHP tersebut bersifat komulatif atau untuk dikatakan suatu tindak pidana perkosaan haruslah memenuhi semua unsur yang ada dalam pasal tersebut. Menurut Pasal 290 angka 3 KUHP menentukan bahwa: “Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh di luar pernikahan dengan orang lain”. Pasal di atas yang mengatur soal larangan berhubungan badan bersetubuh dengan wanita yang berusia di bawah lima belas tahun, di bawah dua belas tahun atau belum mampu untuk kawin. Artinya, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dianggap sebagai kejahatan kesusilaan. Pelakunya dengan mudah dapat dituduh telah melakukan perkosaan yang secara ekplisit menyebut soal perkosaan.

2. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan secara Kriminologis

Secara kriminologis, tindak pidana perkosaan merupakan pelanggaran norma tingkah laku violution of conducinorm. Conduct norm adalah norma yang telah ditentukan oleh kelompok sosial dimana individu ini merupakan anggota, jadi secara interinsik kejahatan perkosaan bukan hanya dilarang oleh hukum pidana tetapi juga dalam norma tingkah laku yang oleh masyarakat dianggap merugikan walaupun tidak tercantum dalam hukum pidana. Tidak dapat dipungkiri adanya perbedaan antara pengertian yuridis dan kriminologis, antara pandangan hukum pidana dan pandangan masyarakat. Perbedaan ini karena situasi yang berubah dan 21 dapat mempengaruhi perasaan masyarakat tentang apa yang merugikan scadelijk, tidak pantas onbehoorlijk, dan tidak dapat dibiarkan ondulbaar.tindakan yang demikian disebut kejahatan yang tidak sesuai dengan rasa susila masyarakat Suprapto, 1986: 208.

C. Pengertian Anak

Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari sang pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya, sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian anak. Berbeda dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 angka 2 menentukan bahwa anak adalah seorang yang belum mencapai umur 21 tahun, dan belum pernah kawin, serta pada Undang-Undang No .23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun termasuk anak yang masih berada dalam kandungan. Ketentuan tentang pengertian anak diatas terdapat perbedaan mengenai batasan umur, misalnya Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang pengertian anak sampai dengan umur 21 tahun, hal ini mungkin dikaitkan dengan asumsi pembentuk Undang undang, dan apabila anak sudah mencapai umur tersebut dianggap sudah dewasa dan mampu untuk mandiri, sehingga dapat mensejahterakan dirinya. Sedangkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang pengertian anak adalah apabila belum mencapai umur 18 delapan belas tahun sehingga masih memerlukan pembinaan, bimbingan, dan pengawasan dari kedua