Landasan Teori .1 Penyebaran Hutan Mangrove

Dari segi fungsinya, menurut Wartaputra 1990, hutan mangrove mempunyai fungsi ganda disamping fungsi sosial ekonomis yang sejak lama kegunaannya telah dimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian besar masyarakat disekitar pesisir, juga mempunyai fungsi yang sangat penting sekali untuk menjaga keseimbangan lingkungan disekitar pantai yaitu fungsi ekologis fisik. Dari segi aspek ekologis hutan mangrove mempunyai fungsi sebagai penahan abrasi, angin taufan, pencegah intrusi air laut, dan pencegah banjir. Disamping itu hutan mangrove juga berfungsi sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat persembunyian, tempat pembenihan berbagai jenis binatang air Sianipar, 2001. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Penyebaran Hutan Mangrove Penyebaran hutan mangrove di Indonesia telah diteliti oleh berbagai institusi baik organisasi internasional maupun nasional melalui departemen atau lembaga. Lembaga FAO 1982 memperkirakan luas hutan mangrove Indonesia 4,25 juta hektar, PHPA-AWB 1987 memperkirakan tinggal 3,23 juta hektar, sedangkan menurut RePPPRot 1985-1989 memperkirakan 3,79 juta hektar, dan GIESEN 1993 memperkirakan luas hutan mangrove Indonesia tinggal 2,49 juta hektar. Untuk mengurangi ketidakpastian luas hutan mangrove maka DITJEN INTAG DEPHUT 1993 memperkirakan bahwa luas hutan mangrove Indonesia tinggal 3,74 juta hektar Anonim, 2004. Dari data di atas dapat diketahui bahwa kawasan hutan mangrove mengalami kemerosotan dari tahun ke tahun dalam pengelolaan yang bersifat lestari. Hal ini adalah suatu latar belakang perlunya partisipasi masyarakat dalam pelestarian kawasan mangrove di negara kita. Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Permasalahan Hutan Mangrove

Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan suatu kekuatan dalam pelaksanaan konservasi kawasan hutan mangrove Arief, 2003. Di dalam undang-undang tersebut terdapat tiga aspek yang sangat penting, yaitu : 1. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dengan menjamin terpeliharanya proses ekologi bagi kelangsungan hidup biota dan keberadaan ekosistemnya. 2. Pengawetan sumber plasma nutfah, yaitu menjamin terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya, yang sesuai bagi kepentingan kehidupan umat manusia. 3. Pemanfaatan secara lestari atau berkelanjutan, baik berupa produksi dan jasa. Adapun penyebab kerusakan mangrove yang kerap terjadi menurut Kusmana 1994 adalah : 1 Pencemaran oleh minyak dan logam berat, 2 Konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan lingkungan, seperti budidaya tambak udang dan ikan, lahan pertanian, pembuatan jalan raya, industri, produksi garam, penggalian pasir laut, dan 3 Penebanganpemanenan hasil hutan secara berlebihan Anonim, 2003. Faktor-faktor pendukung penyebab kerusakan hutan mangrove adalah pengaruh dari pertumbuhan ekonomi yang memerlukan tersedianya sarana dan prasarana transportasi terutama jalan raya. Pembangunan industri, pelabuhan, terminal, dan prasarana lainnya merupakan indikator terjadinya peningkatan Universitas Sumatera Utara aktivitas perekonomian. Peningkatan aktivitas perekonomian seperti ini ikut mempercepat terjadinya kerusakan hutan mangrove Anonim, 2003. Penyebab utama kerusakan hutan mangrove secara tak terkendali dimasa lalu ada dua penyebab utama yakni, karena ketidaktahuan kita tentang arti dan peranan yang sangat penting dari hutan mangrove bagi kehidupan, termasuk manusia, dan kurangnya penguasaan kita tentang teknik-teknik pengelolaan hutan mangrove yang ramah lingkungan Bengen, 2000. Adapun cara-cara memanfaatkan hutan mangrove cenderung bersifat ekstruktif dan tidak mengindahkan asas-asas kelestariannya, terjadinya penebangan kayu mangrove secara semena-mena melebihi kemampuan regenerasinya Sianipar, 2001.

2.2.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove

Menurut Arimbi 1993 dalam Sianipar 2001, partisipasi merupakan instrumen untuk mencapai tujuan tertentu, dimana tujuan dimaksud adalah dikaitkan dengan keputusan atau tindakan yang lebih baik dalam menentukan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini partisipasi datang dari pola pandang masyarakat yang berada di desa penelitian, dengan tujuan pelestarian hutan mangrove. Bila dilihat secara umum kata partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan mengambil peran tertentu dalam kegiatan pelestarian kawasan mangrove. Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat adalah kelompok penduduk yang dapat dikategorikan menjadi masyarakat lokal, masyarakat swasta, dan masyarakat umum yang ada di desa penelitian Debdikbud, 1989; dalam Sianipar, 2001 . Partisipasi masyarakat yang terjadi di Desa Paluh Sibaji diartikan sebagai suatu proses yang melibatkan masyarakat yang berada di desa itu dalam Universitas Sumatera Utara pengambilan keputusan, perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pembinaan masyarakat yang mendukung kegiatan pelestarian hutan mangrove. Adapun asas partisipasi masyarakat yang dipakai adalah kebebasan berpendapat mengeluarkan pikiran secara lisan dan tulisan secara rasional, efisien, tepat guna dan tepat sasaran. Sedangkan tujuan dari partisipasi itu adalah meningkatkan kualitas dan keefektifan kebijakan yang dirumuskan dan ditetapkan dalam membangun pemerintahan yang demokratis dan partisipatif. Tujuan lainnya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan makna penting peran dan tanggung jawab bersama dalam menentukan masa depan kehidupannya khususnya pelestarian hutan mangrove, sesuai dengan nilai-nilai budaya lokal maupun kebijakan nasional Sudirman, 2005. Untuk mewujudkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove sebaiknya ada keterlibatan aktif masyarakat secara sukarela dalam seluruh tahapan proses pembangunan bukan melalui para wakilnya. Dikatakan bahwa pengertian tersebut mengandung substansi pokok yaitu : 1 Partisipasi dalam perencanaan kegiatan; 2 Partisipasi dalam pelaksanaan keg iatan; 3 Partisipasi dalam penerimanmanfaat ; 4 Partisipasi dalam pemantuan dan evaluasi; 5 Partisipasi dalam menerima resiko Mishra, 1984. Partisipasi masyarakat juga dapat berupa suatu perwujudan dari proses intervensi pemerintah dalam kehidupan masyarakat dengan pemberian bantuan- bantuan yang bersifat stimulanperangsang Awang, 2002. Partisipasi secara kelompok ditunjukkan dengan wujud perpanjangan tangan pemerintah ke tingkat masyarakat desa dengan memanfaatkan pihak-pihak yang telah menjadi kekuatan Universitas Sumatera Utara informal di desa itu . Berkaitan dengan perekonomian, partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi sekarang bukan lagi merupakan mau tidaknya masyarakat di desa itu ikut berpartisipasi, tapi sejauh mana masyarakat memperoleh manfaat dari program partisipasi itu Soetrisno, 1995. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam kegiatan palestarian hutan mangrove, terdiri dari tiga hal, yaitu : 1 Keadaan sosial masyarakat meliputi; pendidikan, tingkat pendapatan, kebiasaan, dan kedudukan sosial dalam sistem sosial, 2 Kegiatan program pembangunan meliputi; kegiatan pelestarian mangrove yang direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah dalam waktu yang telah dijadwalkan. Hal ini dapat mengikutsertakan organisasi masyarakat, dan 3 Keadaan alam sekitar meliputi; faktor fisik atau keadaan geografis daerah yang ada pada lingkungan tempat hidup masyarakat Amba, 1998. Berdasarkan hasil penelitian Cut Yusnawati 2004, mengenai pengaruh sosial ekonomi masyarakat terhadap pemanfaatan hutan mangrove di Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, bahwa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan hutan mangrove adalah adanya kesiapan, pengetahuan, dan penyuluhan masyarakat. Sedangkan faktor sosial ekonomi adalah pendapatan dan umur. Dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat sangat memegang peranan penting dalam mempengaruhi penerapan faktor-faktor tersebut dalam pelestarian hutan mangrove. Menurut Cut Yusnita 2004, untuk merangsang dan memacu sikap partisipasi pada masyarakat tersebut, diperlukan penyuluhan-penyuluhan bimbingan kepada masyarakat, faktor pengetahuan dan kepatuhan hukum perlu ditingkatkan, serta dikenakan denda bagi pihak yang merusak kawasan hutan. Universitas Sumatera Utara Adapun kerusakan pada kawasan mangrove sering ditimbulkan oleh kepentingan pribadi oleh masyarakat sekitar hutan mangrove itu sendiri. Baik tujuannya pembuatan tambak, penebangan kayu bakau untuk dijual, maupun pendirian pelabuhan seperti di Pantai Labu. Hal ini dikuatkan oleh hasil penelitian Tambunan 2004 mengenai pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Asahan, bahwa kerusakan yang paling parah adalah konversi lahan menjadi tambak. Melalui observasi Tambunan 2004, bahwa partisipasi masyarakat dalam perlindungan hutan mangrove, baik dalam perencanaan, sosialisasi, pengawasan, maupun evaluasi masih sangat rendah.

2.3 Kerangka Pemikiran