Survei Dan Pemetaan Status Hara Tembaga Dan Boron Pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Kecamatan Hutabayu

SURVEI DAN PEMETAAN STATUS HARA TEMBAGA DAN BORON PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT KECAMATAN HUTABAYU SKRIPSI
Oleh : DANIEL STEPANUS
060303024 ILMU TANAH
DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

SURVEI DAN PEMETAAN STATUS HARA TEMBAGA DAN BORON PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT KECAMATAN HUTABAYU
SKRIPSI
Oleh : DANIEL STEPANUS
060303024 ILMU TANAH Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

Judul Skripsi : Survei dan Pemetaan Status Hara Tembaga dan Boron Pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Hutabayu Raja

Nama NIM

: Daniel Stepanus : 060303024

Departemen : Ilmu Tanah


Program Studi : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

(Ir. Supriadi, MP) Ketua

(Ir. Sarifuddin, MP) Anggota

Mengetahui Ketua Departemen / Program Studi

(Ir. T. Sabrina. M.Agr.Sc.PhD)

ABSTRAK
Daniel Stepanus: Survei dan Pemetaan Status Hara Boron dan Tembaga pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Hutabayu Raja. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Hutabayu Raja Kabupaten Simalungun pada perkebunan kelapa sawit rakyat. Dari hasil penelitian didapat bahwa perkebunan kelapa sawit rakyat HutabayuRaja mengalami defisiensi unsur tembaga seluas 22.7% (71 Ha) dan cukup akan unsur tembaga seluas 77.8% (239 Ha) wilayah perkebunan penelitian. Unsur boron pada perkebunan kelapa sawit rakyat juga mengalami defisienesi pada seluruh areal kebun penelitian.
Kata kunci: survey, pemetaan, tembaga dan boron.
ABSTRACT
Daniel Stepanus: Surveying and Mapping Nutrient Status Boron and Copper on Oil Palm Plantations People Hutabayu Raja. The experiment was conducted in County District Hutabayu Raja Simalungun people on palm oil plantations. From the results obtained that palm oil plantations HutabayuRaja folk elements copper deficient area of 22.7% (71 ha) and copper elements will adequately covering 77.8% (239 ha) plantation areas of research. The element boron in the oil palm plantations also suffered defisienesi people in all areas of research garden.
Keywords: survey, mapping, copper and boron.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul dari penelitian ini adalah “ Survei dan Pemetaan Status Hara Tembaga dan Boron Pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Hutabayu Raja”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Supriadi, MP dan Ir. Sarifuddin, MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing, dan seluruh pihak yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Desember 2012
Penulis i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………………..i DAFTAR ISI……………………………………………………………….ii DATAR TABEL……………………………………………………….…..iii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….iv
PENDAHULUAN. Latar belakang……………………………………………………..1 Tujuan Penelitian……………………………………………….….4 Kegunaan Penelitian……………………………………………….4
TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah…………………………………………………….…5 Logam Berat……………………………………………………..…7 Boron……………………………………………………………..…8 Tembaga…………………………………………………………...13
BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………....19 Bahan dan Alat………………………………………………….....19 Metoda Penelitian…………………………………………………20 Pelaksanaan Kegiatan…………………………………………….20
HASIL DAN PEMBAHASAN
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan………………………………………………………..31 Saran………………………………………………………………31
DAFTAR PUSATAKA
ii

DAFTAR TABEL

NO


JUDUL

HAL

1. Kisaran logam berat sebagai pemcemar dalam tanah dan tanaman

8

2. Beberapa mineral yang mengandung boron

10

3. Harkat Cu dalam tanah

15

4. Beberapa mineral yang mengandung boron dalam tanah

17


5. Hasil perhitungan rataan, median dan simpangna baku tembaga dan 22 boron pada areal penelitian

6. Luas penyebaran tambaga

23

7. Luas penyebaran boron

27

8. Kolerasi Cu dan B pada beberapa sifat tanah

30

ii

DAFTAR GAMBAR NO. JUDUL 1. Peta Kecamatan Hutabatutraja 2. Peta penyebaran tembaga pada perkebunan kelapa sawit 3. Peta penyebaran boron pada perkebunan kelapa sawit

HAL 21 25 28


iv

ABSTRAK
Daniel Stepanus: Survei dan Pemetaan Status Hara Boron dan Tembaga pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Hutabayu Raja. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Hutabayu Raja Kabupaten Simalungun pada perkebunan kelapa sawit rakyat. Dari hasil penelitian didapat bahwa perkebunan kelapa sawit rakyat HutabayuRaja mengalami defisiensi unsur tembaga seluas 22.7% (71 Ha) dan cukup akan unsur tembaga seluas 77.8% (239 Ha) wilayah perkebunan penelitian. Unsur boron pada perkebunan kelapa sawit rakyat juga mengalami defisienesi pada seluruh areal kebun penelitian.
Kata kunci: survey, pemetaan, tembaga dan boron.
ABSTRACT
Daniel Stepanus: Surveying and Mapping Nutrient Status Boron and Copper on Oil Palm Plantations People Hutabayu Raja. The experiment was conducted in County District Hutabayu Raja Simalungun people on palm oil plantations. From the results obtained that palm oil plantations HutabayuRaja folk elements copper deficient area of 22.7% (71 ha) and copper elements will adequately covering 77.8% (239 ha) plantation areas of research. The element boron in the oil palm plantations also suffered defisienesi people in all areas of research garden.
Keywords: survey, mapping, copper and boron.

PENDAHULUAN Latar Belakang
Tanah merupakan medium alam sebagai tempat tumbuh tanaman. Tanah yang subur adalah tanah yang dapt mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal melalui penyediaan unsur hara dalam keadaan seimbang.
Salah satu kegiatan yang dilakuan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber daya alam adalah dalam bentuk survei. Hasil dari kegiatan survei adalah peta tanah, yang merupakan salah satu dokumen utama dalam proyek-proyek pengembangan wilayah. Makin banyak informasi yang diperoleh dari pelaksanaan survei, maka akan memberi mamfaat yang besar dan sesuai dengan tujuan pelaksanaan survei yang dilakukan.
Survei biasanya dihubungkan dengan pemetaan tanah oleh sebab itu disebut survei dan pemetaan tanah (Sarief, 1986). Sehingga Sutanto (2005) berpendapat bahwa survei dan pemetaan tanah merupakan satu kesatuan kerja saling melengkapi dan daling member mamfaat bagi peningkatan penggunaannya seperti keadaan fisik dan lingkungan lokasi survei, keadaan tanah, klasifikasi dan interpretasi kemampuan lahan serta saran/rekomendasi.
Beberapa unsur hara yang dibutuhkan tanaman: Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Belerang (S) yang disebut unsur hara makrao, Besi (Fe), Mangan (Mn), Boron (B), Mo, Tembaga (Cu), Seng (Zn) dan Klor (Cl) disebut unsur hara mikro.

Kelapa sawit merupakan perkebunan yang sangat diminati untuk dikelola atau ditanam baik oleh pihak BUMN, swasta maupun petani (perkebunan rakyat), karena kelapa sawit merupakan andalan sumber minyak nabati di dunia, sehingga permintaan terhadap produk kelapa sawit sangat besar. Produksi yang tinggi adalah impian yang sangat diharapkan oleh pengusaha kelapa sawit demi meningkatkan keuntungan.
BPS(2008) menyatakan bahwa kecamatan HutaBayu Raja merupakan salah satu kecamatan dikabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Kecamatan ini memiliki luas 156.48 Km2 dengan ketinggian tempat 100m dpl. Daerah ini merupakan salah satu daerah yang mengusahakan perkebunan sebaga mata pencaharian mereka. Di kecamatan ini tedapat perkebunan-perkebunan baik milik rakyat dan perkebunan besar milik negara. Jumlah luas keseluruhan areal perkebunan rakyat yang ditanami tananaman perkebunan kelapasawit adalh 1,024. Ha.
Banyak perkebunan di kecamatan ini bukanya tanpa maslah. Kebun yang diharapakn menghasilkan produk yang bagus bisa saja tidak berproduksi maksimal. Hal ini disebabkan di kebun itu sendiri petani menanam, mengelolah dan memelihara dengan cara berbeda-beda. Dalam kondisi ini sulit sekali mencapai efisiensi tinggi dalam upaya pemeliharaan, pengumpulan hasil dan sebagainya.
Semua tanaman termasuk kelapa sawit memrlukan unsur hara baik makro maupun mikro yang bisa didapatkan dari dalam tanah. Beberapa unsur hara mikro yang berperan penting dalam mengendalikan pertumbuhan tanaman di antaranya ialah seng , besi, tembaga, mangan, magnesium, molibdenum dan boron. Khususnya


boron, unsur ini benar-benar diperlukan oleh kelapa sawit. Pasalnya, kelapa sawit merupakan salah satu tanaman yang rentan apabila kekurangan boron yang bisa berdampak pada rendahnya prduktivitas tanaman (http://www.media perkebunan.net/index.php, 2011).
Boron dalam tanah terutama sebagai asam borat (H2BO3) dan kadarnya berkisar antara 7-80 ppm. Boron dalam tanah umumnya berupa ion borat hidrat B(OH)4-. Peranan boron pada tanaman kelapa sawit yakni membantu proses pembelahan, pemanjangan dan diferensi sel serta pembentukan serbuk sari (http://infopupuk.wordspress.com/2010/06/21/unsur -hara - dalam -tanah-makro-danmikro,2010).
Kelapa sawit yang kekurangan boron mengalami ganguan dalam pertumbuhanya. Pada tanaman muda yang kekurangan boron pertumbuhan daun muda lamban dan batang kecil sehingga tanaman akan mudah roboh atau tumbang. Pada tanaman berbuah pasir dan tanaman mengahasilkan kekurangan boron ditandai dengan gagalnya buah terbentuk akibat pernyerbukan yang tidak terjadi.
Hal-hal di atas dapat terjadi apabila kadar boron dalam tanah kurang. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pemupukan boron pada tanaman/tanah yang dianggap kurang unsure hara boron.
Pada tanaman kelapa sawit, tembaga (Cu) berperan memantu pembentukan klorofil (zat hijau daun) dan katalisator proses fisologi tanaman. Selain itu tembaga juga berperan dalam metabolisme karbohidat dan protein, juga berperan dalam

perkembangan tanaman generative yaitu pada saat terbentuknya bunga (akhir masa vegetatif) (Anonim, 2012).
Kekurangan tembaga berdampak buruk bagi tanaman kelpa sawit. Tanaman muda yang kekurangan tembaga tampak kerdil dan daun tampak kekuningan, ini dikarenakan pembentukan zat hijau daun (klorofil) terhambat. Dampak lain dari kurang tembaga mengakibatkan fotosintesis tanaman terganggu,sehingga pembentukan karohidrat dan zat tepung (sachz) sebagai bahan makan tanaman berkurang.
Berdasarkan hal tersebut dan melihat pentinganya tembaga dan boron pada tanaman kelapa sawit, penulis tertatik melakukan penelitian Survei dan Pemetaan Status Hara Boron (B) dan Tembaga (Cu) Tanah Pada Perkebunan Rakyat Hutabayu Raja Kabupaten Simalungun agar dapat meningkatkan produktivitas hasil pertanian serta meningkatkan perekonomian dan masyarakat di tempat tersebut
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sebaran status hara Boron (B) dan Tembaga (Cu) Tanah Pada Perkebunan Rakyat Hutabayu Raja Kabupaten Simalungun.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA
Survei Tanah
Kegiatan survei tanah menurut Foth (1998) adalah sebuah proses penelitian dan pemetaan permukaan bumi dimana isitilah unitnya sidebut tipe tanah. Proses sebenarnya pemetaan atau survei terdiri dari berjalan diatas lahan dengan interval yang sama dan mencatat perbedaan-perbedaan tanah dan gambaran yang berhubungan dengan permukaan seperti tingkat kemiringan lereng, erosi yang terjadi, penggunaan lahan, penutup vegetatif serta gambaran alami.
Tujuan utama survei adalah membuata semua informasi spesifik yang penting tentang tiap-tiap macam tanah terhadap pengunaannya dan sifat-sifat lainnya sehingga dapat ditentukan pengelolaannya dan menyajikan uraian peta sedemikian rupa sehingga dapat diinterpretasikan oleh orang-orang yang memerlukan fakta-fakta mendasr tentang tanah.(Hakim,dkk. 1986).

Menurut Hakim, dkk (1986) survei tanah dapat dibedakan bedasarkan skala pemetaan sebagai berikut : (1). Exploratory survei (survei eksplorasi) yaitu survei pada tingkat lebih kasar dan bukanlah pengertian yang tepat untuk sepenuhnya mengungkapkan pengertian survei. Skala peta yang digunakan bervariasi dari 1: 2.000.000 sampai 1: 500.000. (2). Survei reconnnaissanse yaitu survei pada tingkat tinjauan denga intensitas rendah. Skala peta yang digunkan yaitu 1: 150.00 dan juga peta dengan skala 1: 500.000 dan 1: 200.000. (3). Survei semidetail yaitu survei pada tingkat sedang dengan skala peta 1: 100.000 sampai 1: 30.000. (4). Survei detail yaitu

survei pada tingkat detail dengan intensitas tinggi. Skala peta yang digunakan 1: 25.000 samapai 1: 10.000. (5). Survei Intensif yaitu survei dengan intensitas yang sangat tinggi yaitu lebih besar dari 1: 10.000.
Survei tanah merupakan pekerjaan mengumpulkan data kimia, fisika dan biologi dilapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum maupun khusus. Suatu survei tanah menetapkan jenis tanah , sifatsifatnya, penyebaranya dan tingkah laku tanahnya (Abdullah, 1991)
Menurut Hardjowigeno (2003) untuk menghasilkan peta yang baik dan benar, kegiatan yang dilakukan dalam survei tanah meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan lapangan dan pengolahan data yang sebaik-baiknya. Kriteria yang digunakan dalam pemetaan tanah sangat banyak dan mungkin beberapa dalam persamaan tanah, tipe bahan induk, kemampuan penggunaan lahan dan lain-lain.
Survei tanah merupakan pekerjaan mengumpulkan data kimia, fisik, dan biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan, penggunaan lahan umum maupun khusus. Suatu survei tanah baru memiliki kegunaan yang tinggi jika diteliti dalam memetakannya. Relevansi sifat – sifat yang ditetapkan dengan penggunaannya atau tujuan penggunaannya harus tinggi. Untuk mencapai kegunaan tersebut perlu menetapkan pola penyebaran tanah yang dibagi – bagi berdasarkan sifat – sifatnya, sehingga terbentuk soil mapping unit atau SPT. Dengan adanya pola penyebaran tanah ini, maka dimungkinkan untuk menduga sifat – sifat tanah yang dihubungkan dengan potensi penggunaan lahan dan responnya terhadap perubahan pengelolaannya (Abdullah, 1996).

Logam Berat
Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan perhatian berlebih akibat bahaya yang mungkin ditimbulkan. Bagaimanapun logam berat tersebut berbahaya terutama apabila diserap oleh tanaman, hewan atau manusia dalam jumlah besar. Namun demikian beberapa logam berat merupakan unsur esensial bagi tanaman atau hewan (Nugroho, 2001).
Karakteristik daripada logam berat adalah sabagai berikut (1). Memiliki spesifikasi graffiti yang sangat besar. (2). Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida dan aktinida. (3). Mempunyai respon biokimia khas (spesifik) pada organism hidup (Palar, 2008)
Kandungan logam berat dalam tanah sangat berpengaruh terhadapan kandungan logam pada tanaman yang tumbuh diatasnya, kecuali terjadi interaksi diantara logam itu sehingga terjadi hambatan penyerapan logam tersebut oleh tanaman. Akumulasi logam dalam tanaman tidak hanya tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah dan spesies tanaman (Darmono, 2001).
Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah rumah tangga, industri dan pertambangan (Alloway, 1995).

Tabel 1. Kisaran Logam Berat Sebagai Pencemaran Dalam Tanah dan Tanaman.

Unsur

Kisaran Kadar Logam Berat Kisaran Kadar Logam Berat

Dalam Tanah (ppm)


Dalam Tanaman (ppm)

As 0,1-4,0 B 2-100 F 30-300 Cd 0,1-7,0 Mn 100-4000 Ni 10-1000 Zn 10-300 Cu 2-100 Pb 2-200 Sumber: Rosmarkam dan Yuwono, 2002.

0,1-5,0 30-75 2-20 0,2-0,8 15-200
1 15-200 4-15 0,1-10

Pemisahan antara unsur yang beracun, yang berdaya guna atau bahkan yang diperlukan oleh tumbuhan tidak dapat dipilahkan secara jelas. Seperti halnya logam berat Fe, Cu dan Zn yang merupakan unsure hara mikro yang diperlukan oleh tumbuhan, namun dalam jumlah banyak akan bersifat racun. Logam Ni dan Cd juga dalam jumlah sedikit diduga menjalankan peran fisiologi penting dalam tumbuhan, namun dalam jumlah lebih banyak akan menjadi racun (Mengel dan Kirkby, 1987).

Unsur Hara Boron Ketersediaan B dalam tanah menurut Sheng (2000), dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (1).Tekstur Tanah, tanah dengan tekstur kasar, berdrainase baik ataupun tanah berpasir pada umumnya menyediakan B dalam kadar yang rendah

daripada tanah dengan tekstur liat. (2). pH Tanah, peningkatan pH tanah akan menyebabkan ketersediaan B dalam tanah menurun. (3). Bahan Organik, kadar bahan organik yang tinggi menyebabkan ketersediaan B tinggi dan begitu pula sebaliknya. (4). Ketersediaan Unsur Hara lain, unsur B sangat terpengaruh oleh kadar Ca yang ada di dalam tanah, jika kadar Ca dalam tanah rendah maka kadar B juga rendah, begitu pula sebaliknya. (5). Kelembaban Tanah, ketersediaan B akan meningkat dengan semakin rendahnya kelembaban tanah.m
Sebagian besar boron dalam tanah berada dalam turmalin mineral dan dilepaskan pada waktu pengikisan sebagian ion borat. Ion borat diserap oleh tanaman dan boron tertimbun dalam bahan organik tanah. Bentuk-bentuk mineral dan organic boron keduanya penting dalam penyediaan boron bagi tanaman. Cuaca kering yang mengatasi pembusukan bahan organik di tanah permukaan menyebabkan kekurangan boron pada tanaman alfalfa. Pengikatan boron pada pH yang tinggi dan pencucian boron dari tanah asam mengakibatkan persediaan maksimum boron mendekati pH 7 (Foth, 1994).
Sumber boron dalam tanah berasl dari batuan dan mineral. Batuan beku seperti batuan granit (15 ppm), batuan basalt (5 ppm), dari batuan endapan seperti batuan kapur (20 ppm), batu pasir (35 ppm) dan batu liat (100 ppm) (Damanik dkk., 2010).
Boron dalam tanah terutama sebagai asam borat (H2BO3) dan kadarnya berkisar antara 7-80 ppm. Boron dalam tanah umumnya berupa ion borat hidrat B(OH)4-. Boron yang tersedia untuk tanaman hanya sekitar 5% dari kadar total boron dalam tanah. Boron ditransportasikan dari larutan tanah ke akar tanaman melalui

proses aliran masa dan difusi. Selain itu, boron sering terdapat dalam bentuk senyawa organik. Boron juga banyak terjerap dalam kisi mineral lempung melalui proses substitusi isomorfik dengan Al3+ dan atau Si4+. Mineral dalam tanah yang mengandung boron antara lain turmalin (H3MgNaAl3(BO)+2Si4O2)O20 yang mengandung 3%-4% boron. Mineral tersebut terbentuk dari batuan asam dan sedimen yang telah mengalami metomorfosis (Rioardi, 2009).

Tabel 2.Beberapa Mineral Yang Mengandung Boron


Nama Mineral Boraks Kernits
Kolemanit Uleksit Ludwigd Kotoit
Sumber : Damanik dkk., 2010

Rumus Kimia Na2B4O7.10H2O Na2B4O7. 10H2O Ca2B6O11. 5H2O NaCaB5O9.8H2O
Mg2FeBO3 Mg2(BO3)2

Boron dalam tanah ada tiga bentuk yaitu : (1). Senyawa silikat (2). Terikat lempung dan seskuiosida (3). Senyawa organik. Dalam silikat memasuki struktur inti melalui subtusi isomorfik terhadap ion Al3+ dan Si4+. Mula-mula boron dalam bentuk ini cukup resisten. Tanah yang kadar bahan organiknya tinggi umumnya kadar boronya juga tinggi (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Sebuah fungsi utama boron adalah terkait dengan pembentukan dinding sel, tanaman yang kekurangan boron sehingga bisa terhambat. Transportasi gula pada tanaman, retensi bunga dan pembentukan serbuk sari dan perkecambahan juga dipengaruhi oleh boron (Anonim, 2011).
Boron memiliki dua fungsi fisiologis utama yang bermanfaat bagi tanaman. Fungsi pertama, boron bisa membentuk ester dengan sukrosa sehingga sukrosa yang merupakan bentuk gula terlarut dalam tubuh tanaman lebih mudah diangkut dari tempat fotosintesis ke tempat pengisian buah. Proses tersebut menyebabkan buah akan terasa lebih manis dengan aroma yang khas. Fungsi fisiologis kedua, yakni boron memudahkan pengikatan molekul glukosa dan fruktosa menjadi selulosa untuk mempertebal dinding sel. Alhasil, tanaman pun menjadi lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Sebaliknya, apabila tanaman kekurangan unsur boron maka dinding sel yang terbentuk menjadi sangat tipis. Selain itu, sel menjadi besar yang diikuti dengan penebalan suberin atau terbentuk ruang-ruang reksigen karena sel menjadi retak dan pecah akibat tidak terbentuk selulosa untuk mempertebal dinding sel (http://www.media perkebunan.net/index.php, 2010).
Dalam fisiologis tanaman, boron mempunyai peranan dalam prosees metabolisme tanaman terutama transfer gula. Hal ini dikarenakan asem borat yang bergabung dengan polihidroksil, alcohol dan gula. Kompleks gula borat dapat dengan mudah melalui membrane sel daripada gula iru sendiri. Gula dapat berpindah ke sel sebelumnya melalui suatu membrane karena gula borat dapat bereaksi balik. Dengan

demikian traslokasi akan lancer apabila B cukup tersedia. Sebaliknya bila terjadi kahat boron translokasi gula akan terhambat ( Damanik dkk. 2010).
Fungsi boron dalam tanaman antaralain berperan dalam metabolism asam nukleat, karbohidrat, protein, fenol dan auksin. Disamping itu born juga berperan dalam pembelahan, pemanjangan dan diferensiesi sel, permeabilitas menaran dan penyerbukan serbuk sari (Anonim, 2010).
Tanah-tanah yang biasa mengalami kahat B adalah tanah yang terbentuk dari batuan beku masam dan juga pada tanah Ultisol. Pada tanah-tanah berpasir masam selalu dijumpai kahat B karena borat hilang tercuci. Pada tanah yang kahat B, terjadi ausin akibatnya pada pertumbuhan tanaman awal terganggu. Gejala kahat B mulamula ditandai dengan munculnya ketidak normalanatau terhambatnya pertumbuhan titik tumbuh. Daun dan batang rusak sehingga traspirasi terganggu (Damanik dkk., 2010).
Kekurangan boron juga bisa menyebabkan pertumbuhan vegetatif terhambat karena unsur itu berfungsi sebagai aktifator maupun inaktifator hormon auxsin dalam pembelahan dan pembesaran sel.Dampak lainnya, laju proses fotosintesis tanaman akan menurun. Hal itu disebabkan gula yang terbentuk dari karbohidrat hasil fotosintesis akan tertumpuk di daun. Umumnya tanaman yang kekurangan boron bisa diamati dari bentuk daunnya yang tidak sempurna atau sering disebut hook leaf. Tanaman yang mengalami defisiensi unsur hara mikro itu akan menunjukkan tandatanda pertumbuhan jaringan meristematik (pucuk akar) terhambat, pucuk mati,

mobilitas rendah, serta buahyang sedang berkembang rentan terserang penyakit (http://www.media perkebunan.net/index.php, 2010).

Unsur Hara Tembaga
Unsur tembaga, seperti juga unsur-unsur mikro lainnya, bersumber dari hasil pelapukan/pelarutan mineral-mineral yang terkandung dalam bebatuan. Alloway (1995) mengemukakan bahwa ada 10 jenis bebatuan dan 19 mineral utama yang mengandung Cu. Kandungan Cu dalam bebatuan berkisar 2-200 ppm (Adriano, 1986) dan dalam berbagai mineral berkisar 23-100%. Kebanyakan Cu mineral dalam bentuk kristal dan bentuk lainnya lebih mudah larut daripada Cu tanah.
Secara umum konsentrasi tembaga di dalam tanah tergolong rendah. Lebih dari 98% dari tembaga yang terdapat di dalam larutan tanah bersenyawa dengan bahan oerganik. Bila dibandingkan dengan unsure lainya seperti Zn2+ dan Mn2+, maka tembaga diikat kuat oleh bahan organik, sehingga tembaga organic ini berpean penting dalam mengatur mobilitas ketersedian Cu di dalam tanah (Damanik dkk., 2010).
Tembaga (Cu) diserap dalam bentuk ion Cu++ dan mungkin dapat diserap dalam bentuk senyaewa kompleks organik, misalnya Cu-EDTA (Cu-ethilen diamine tetra acetate acid) dan Cu-DTPA (Cu diethilen triamine penta acetate acid). Dalam getah tanaman bik dalam xylem maupun floem hampir semua Cu membentuk kompleks senyawa dengan asam amino. Cu dalam akar tanaman dan dalam xylem > 99% dalam bentuk kompleks. (Rioardi, 2009).

Dalam tanah gambut, Cu dijumpai dalam bentuk ion divalent. Selain itu Cu juga terdapat dalam bentuk senyawa kompleks dengan bahan organic sebagai kation yang terdapat dipertukarkan atau dalam larutan tanah. Konsentrasi Cu dalam tanah gambut relative sangat rendah hanya 1.6-16 ppm (Driesen, 1978), sehingga tanaman pada tanah gambut umumnya kekuranga Cu (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Tembaga diperlukan untuk metabolisme karbohidarat dan nitrogen, hasil tembaga yang tidak memadai dalam pengerdilan tanaman. Tembaga juga dibutuhkan untuk sintesis liginin yang diperlukan untuk dinding el kekuatan dan pencegahan layu ( Anonim, 2010).
Penambahan Cu ke tanah melalui polusi dapat terjadi pada industri-industri tembaga, pembakaran batubara, pembakaran kayu, minyak bumi dan buangan di area pemukiman/perkotaan. Unsur yang dapat terekstrak dapat mencapai 5-10 kali pada lahan di wilayah pedesaan. Kabel listrik tegangan tinngi dapat juga mengkontaminasi lahan di bawahnya selebar 20 m (Lahuddin, 2007).
Pada tanah-tanah berkapur konsentrasi Cu di dalam tanah sangat rendah da semakin bekurang seiring meningkatnya pH tanah karena penjerapan Cu yang makin tinggi. Di dalam larutan tanah, bentuk Cu terlarut dalam bentuk karbonat dan oksida lebih dominan daripada bentuk Cu elementer. Oleh karena itu dengan adanya karbonat dan oksida dalam tanah tidak akan menghalangi ketersedian Cu dalam tanah (Damanik dkk., 2010).
Umumnya tanah jarang sekali yang kekurangan Cu, akan tetapi apabila terjadi kekurangan Cu, maka pengaruhnya terhadap daun yang dalam hal ini daun menjadi

bercoreng-coreng (belang), ujung daun memutih, keadaan demikian lazim disebut

penyakit reklamasi (reclamation desease). Jika kekurangan Cu berkelanjutan,

tanaman akan menjadi layu dan akhirnya mati. Tembaga (Cu) mempunyai peranan

penting dalam pembentukan hijau daun(khlorofil). Di dalam tanah Cu terdapat dalam

bentuk : Malachit (CaCO3Cu(OH)2 dan Cuprit (Cu2O) (http://falt benzema anak


tani.blogspot.com, 2012).

Tabel 3.Harkat Cu dalam tanah

Harkat

ppm

Sanga tinggi

>200

Tinggi

75-200

Sedang

25-75

Rendah

15-25

Sangat rendah

0.200

cukup

239

77.1

Total

310 100

Dari Tabel 6 atas luas penyebaran tembaga (Cu) pada areal penelitian untuk kriteria defisiensi sebesar 71 Ha meliputi 22.9% luas areal penelitian sedangkan untuk kriteria cukup sebesar 239 Ha meliputi 77.1% luas areal penelitian
Areal yang cukup tembaga lebih luas dibandingkan yang mengalami defisiensi. Hal ini dikarenakan kadar Cu pada tanah tersebut tinggi. Faktor inilah yang mungkin mengapa sebenarnya lebih luas yang cukup Cu daripada yang defisiensi. Dibandingkan unsur mikro lainnya tembaga sangat mudah terikat oleh bahan organik sehingga membentuk tembaga organik yang mengatur metabolisme dan ketersediaan tembaga di dalam tanah. Adapun penyebaran (Cu) pada areal penelitian dapat dilihat pada Gambar2.

Dari Gambar2 dapat dilihat penyebaran tembaga dengan kriteria cukup lebih dominan dibandingkan dengan yang defisiensi. Hal ini dikarenakan ketersediaan tembaga dipengaruhi oleh bahan organik. Tembaga dalam tanah diikat kuat oleh bahan organik. Pada areal penelitian petani lebih cenderung menggunakan kompos, sehingga menambah bahan organik tanah. Hal inilah yang menyebabkan daerah yang memiliki cukup akan 8unsur tembaga lebih luas. Sesuai dengan pernyataan Damanik dkk., (2010) yang mengatakan secara umum konsentrasi tembaga di dalam tergolong rendah. Lebih dari 98% dari tembaga yang terdapat di dalam larutan tanah bersenyawa dengan bahan organik. Apabila dibandingkan dengan unsur mikro lainnya seperti Zn2+ dan Mn 2+, maka tembaga diikat lebih kuat oleh bahan organik, sehingga tembaga organik ini berperan penting dalam mengatur mobilitas dan ketersediaan Cu di dalam tanah.
Terkait dengan pernyataan di atas, penyebab dominanya wilayah yang cukup akan tembaga yakni dipengaruhi oleh faktor pemupukan. Data survei lapangan mencatat, setiap petani kelapa sawit disana menggunakan pupuk organik granular (POG) sebagai alternative pengganti pupuk kimia buatan pabrik. Hal ini yang menjadi faktor penyebab sebaran tembaga yang demikian. Tinggi bahan organik menjadi penyebab ketersediaan tembaga dalam tanah cukup tersedia bagi tanaman.
Dari Gambar2 dilihat bahwa penyebaran tembaga yang mengalami defisiensi, hanya tersebar pada satu wilayah saja. Hal ini berbanding terbalik dengan sebaran wilayah yang cukup akan tembaga. Penyebaran yang demikian ini dipengaruhi oleh faktor pemupukan pada wilayah tersebut. Dari data survey lapangan wilayah tersebut melakukan pemupukan sebanyak 1-2x setahun dengan dosis pupuk 1 kg/pohon.

Penyebab kurangnya tembaga di dalam tanah pada wilayah tersebut dikarenakan pemupukan N yang tinggi. Dari hasil analisis N-total tanah wilayah tersebut memiliki kriteria N yang sangat tinggi.
Penyebab lain sehingga terjadi penyebaran tembaga yang demikian, terjadi karena berimbangnya pemupukan yang terjadi. Kecenderungan petani menggunakan pupuk organik granular dapat mempengaruhi ketersediaan tembaga dalam tanah, sementara pemupukan lain seperti P kurang dilakukan. Data analisis tanah di laboratorium menunjukkan kriteria yang rendah. Rendahnya kadar P dalam tanah tanpa diimbangi dengan pemberiaan K yang cukup dapat menghambat ketersediaan tembaga dalam tanah. B. Boron (B)
Berdasarkan kriteria Balai Penelitian Tanah, maka areal penelitian digolongkan ke dalam satu kriteria yaitu defisiensi (18 ppm.
Sebagian besar boron dalam tanah berada dalam mineral turmalin dan dilepaskan pada waktu pengisian sebagian ion borat. Ion borat diserap oleh tanaman dan boron tertimbun dalam bahan organik tanah. Bentuk-bentuk mineral dan organik boron keduanya penting dalam penyediaan boron bagi tanaman. Adapun mineralmineral dalam tanah yang mengandung boron adalah: Boraks (Na2B4O7. 10H2O), Kernit (Na2B4O7. 10 H2O), Kolemanit (Ca2B6O11. 5H2O), Uleksit (NaCaB5O9. 8H2O), Ludwigd (Mg2FeNO3), Kotoit [Mg2(BO3)2], Tourmalin, Aksinit dan Mika.

Tabel 7.Luas Penyebaran Boron pada Areal Penelitian

Kisaran nilai (ppm)

Luas (Ha)

9-11 12-14 15-17 >18 Total

45 93 22 151 311

Persentase 144 29.9 7.2 48.5 100

Berdasarkan kriteria boron yang dikeluarkan Balai Penelitian Tanah (2005) kriteria boron pada areal penelitian adalah defisiensi. Rendahnya kadar boron dalam tanah disebabkan oleh rendahnya kandungan C-org tanah. Dari data analisis tanah di Laboratorium menunjukkkan kriteria C-org tanah tergolong rendah. Dalam peta sebaran C-org tanah, sebaran dengan kriteria lebih luas dibandngkan dengan kriteria yang lainnya. Penyebaran boron pada areal penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Dari Gambar3 luas penyebaran boron pada areal penelitian yang paling besar adalah 151 Ha dengan kisaran nilai >18ppm dan yang paling kecil adalah 22 Ha dengan kisaran nilai 15-17 ppm. Total luas penyebaran boron pada areal penelitian dengan kriteria defisiensi sebesar 311 Ha.
Dapat dilihat areal penelitian yang mengalami defisiensi boron yang cukup luas meliputi seluruh areal penelitian, berdasarkan survey terhadap kegiatan pemupukan di lapangan, petani cenderung menggunakan pupuk-pupuk kimia buatan pabrik dibandingkan pupuk organik. Penggunaan pupuk kimia menyebabkan ketersediaan boron sedikit.
Penyebab kurangnya boron tanah pada wilayah tersebut berkaitan dengan pemupukan yang terjadi disana. Data survei lapangan yang dilakukan mencatat tidak ada pemberiaan pupuk boron. Data analisis tanah di laboratorium mencatat kadar N dan K tanah tergolong tinggi. Tingginya kadar unsur-unsur hara tersebut dapat mengurani jumlah boron dalam tanah. Jumlah N yang tinggi dalam tanah dapat menyebabkan kemasaman tanah rendah. Pada tanah yang mempunyai kemasaman yang rendah ketersediaan boron akan berkurang.
Pola penyebaran boron berbanding lurus dengan pola sebaran C-org tanah. Pada peta sebaran masing-masing hara, wilayah sama yang rendah akan masingmasing hara baik tembaga maupun C-org tanah sama dimana pola sebaran C-org sama dengan B. Dilihat dari pola sebaran itulah maka dapat dikatakan kadar boron dalam tanah dipengaruhi oleh C-org tanah (bahan organik tanah).
Sheng (2000) yang mengatakan ketersediaan B dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (a). Bahan organik, kadar bahan organik yang tinggi

menyebabkan ketersediaan B tinggi dan begitu pula sebaliknya (b). Ketersediaan unsur hara lain, unsur B sangat terpengaruh oleh kadar Ca yang ada di dalam tanah, jika kadar Ca dalam tanah rendah maka kadar B juga rendah, begitu pula sebaliknya.

Hubungan antara kadar Cu dan B tanah terhadap sifat-sifat tanah lainya diuji

dengan menggunakan analisi kolerasi sebagai berikut :

Unsur

Persamaan

r

Cu vs C-org

y = -0.866x + 3.053

-0.04188

Cu vs N

y = 0.913x + 0.834

0.145948

Cu vs P

y = 2.370x + 13.1

0.072548

Cu vs K

y = -0.756x + 0.713

-0.37956

B vs C-org

y = 0.002x + 2.827

0.006932

B vs N

y = -0.041x + 1.609

-0.33493

B vs P

y = 0.096x + 12.33

0.153829

B vs K

y = 0.002x + 0.502

0.062562

Dari tabel 9 ternyata tidak ditemukan korelasi yang berarti antara unsur Cu dan B terhadap sifat-sifat tanah lainnya sehingga sebaran Cu dan Boron pada areal

perkebunan disebabkan oleh kadar Cu dan Boron pada tanah tersebut walaupun Cu dan Boron sangat terkait dengan unsur hara lainya seperti P, bahan organik dan K.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Pada areal penelitian diperoleh luas areal yang mengalami defisiensi tembaga sebesar 22.9% dan luas areal yang cukup tembaga sebesar 77.1%
2. Pada areal penelitian diperoleh luas areal yang memiliki kisaran nilai boron sebesar 9-11 ppm (14.4%), 12-14 ppm (29.9%), 15-17 ppm (7.2%) dan > 18 ppm (48.5%).
Saran Perlu dilakukan penelitian lebuh lanjut untuk unsure mikro lainya agar dapat menambah data yang berguna untuk memajukan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Hutabayu Rajan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T.S. 1996. Survei .Tanah dan Evaluasi Lahan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Alloway, B. J., 1995. Heavy Metals in Soils. 2nd Edition. Blackie Academic and Professional-Charpman and Hall. London-Wenheim-New York. TokyoMelbourne-Madras.
Anonim., 2009. http://www.ecochem.com/t_micronutrients.html. diakses tanggal 8 Mei 2011.
Biro Pusat Statistik, 2008. Kecamatan Hutabayu Raja dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik. Medan.
Darmono., 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Damanik,M.M.B, B.E.Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin dan Hamida Hanum, 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. MEdan
Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahaan E. D Purbayanti., D.R. Lukiwati, R. Trimulatsih. UGM Pess. Yogyakarta.
http://fhatbenzemaanaktani.blogspot.com/2012/03/.html. Diakses 19 Juni 2012
http://infopupuk.wprdpress.com/2010/06/12/unsur hara mikro dan makro dalam tanah. Diakses 19 Juni 2012.
http://puputwawan.wordpress.com/2010/06/12/pemupukan kelapa sawit/Cara meningkatkan Produktivitas Sawit_PT Perkebunan Nusantara V (Persero).htm. diakses 19 Juni 2012.
Hakim,N..,M.Y. Nyakpa.,A.M. Lubis., S.G. Nugroho., M.A. Diha., G.B. Hong dan H.H. Bailey. Dasar Dasar Ilmu Tanah. UNILA Press. Lampung.
Mengel, K. and E. A. Kirkby., 1987. Principles of Plant Nutrition. 4th Edition. International Potash Institute, Bern.
Nugroho, B., 2001. Ekologi Mikroba Pada Tanah Terkontaminasi Logam Berat. Dalam Makalah Falsafah Sains (PPs 702). Program Pasca Sarjana/S3. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Palar, H., 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Cet: 4. Rineka Cipta, Jakarta.
Rioardi.,2009. http://rioardi.wordpress.com/2009/03/03/ unsur-hara-dalam-tanahmakro-dan-mikro/ Diakses tanggal 8 Mei 2011.
Rosmarkam., A. dan Yuwono. N.W.2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sheng, B. H. 2007.Boron Deficiency of Crop in Taiwan. www.FFIC.org diakses 10 Mei 2011.
Schroeder., 1994. Soils Facts and Concepts Int. Potash Institue. Bern.
Sutanto,.R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Konsep dan Kenyataan. Kanisius. Yogyakarta.
Winarso.,S.2005. Kesuburan Tanah. Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Penerbit Gava Media. Yogyakarta.