Optimasi Proses, Profil Isotermis Sorpsi Air Dan Analisis Termal Beras Tiruan Instan
OPTIMASI PROSES, PROFIL ISOTERMIS
SORPSI AIR DAN ANALISIS TERMAL
BERAS TIRUAN INSTAN
HENY HERAWATI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
2
3
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Hasil karya Disertasi dengan Judul “Optimasi Proses, Profil Isotermis Sorpsi
Air dan Analisis Termal Beras Tiruan Instan” merupakan karya pribadi saya
dengan bantuan arahan dari tim komisi pembimbing serta belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun sebagai bagian tugas akhir pada perguruan tinggi dimana
pun. Beberapa literatur pendukung sebagai sumber informasi telah dikutip, baik
yang telah maupun yang belum dipublikasikan telah disebutkan oleh penulis
didalam Daftar Pustaka sebagai bagian dari tugas akhir Disertasi ini.
Dengan demikian, saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Heny Herawati
F261110181
4
RINGKASAN
HENY HERAWATI. Optimasi Proses, Profil Isotermis Sorpsi Air dan Analisis
Termal Beras Tiruan Instan. Dibimbing oleh FERI KUSNANDAR, SLAMET
BUDIJANTO dan DEDE R. ADAWIYAH.
Pengembangan beras tiruan diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah
bahan pangan non-beras, sehingga dapat berkontribusi dalam mengurangi
ketergantungan konsumsi masyarakat pada beras. Di antara potensi
pengembangan beras tiruan yang dapat meningkatkan nilai tambahnya adalah
beras tiruan instan. Beras tiruan instan yang diinginkan memiliki waktu tanak
yang singkat, yaitu maksimal 5 menit. Beras tiruan instan dapat diproduksi dari
bahan utama tepung non-beras, diantaranya adalah tepung jagung putih. Warna
putih jagung dapat menghasilkan beras tiruan dengan warna yang mirip beras dari
padi. Teknologi proses beras tiruan dapat menerapkan teknologi ekstrusi dengan
menggunakan ekstruder ulir ganda (twin screw extruder).
Selain waktu pemasakan yang pendek, beras tiruan yang diinginkan tidak
mengalami puffing secara berlebihan, memiliki bentuk yang mirip dengan beras
dari padi (berbentuk oval), dan tidak hancur ketika dimasak. Karakteristik beras
tiruan tersebut dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan lain yang ditambahkan dan
kondisi proses yang diterapkan. Oleh karena itu, penelitian untuk menentukan
parameter bahan dan kondisi proses kritis yang mempengaruhi karakteristik beras
tiruan instan yang diinginkan, baik selama dan setelah proses, perlu diidentifikasi
dan dioptimasi.
Stabilitas beras tiruan instan selama penyimpanan dapat ditentukan dengan
menerapkan pendekatan isotermis sorpsi air (ISA) dengan membuat plot aktivitas
air (aw) dan kadar air kesetimbangan. Kurva ISA yang dihasilkan dapat
digunakan untuk menentukan umur simpan beras tiruan instan. Stabilitas beras
tiruan instan juga dapat diamati dengan menggunakan pendekatan analisis termal.
Data analisis termal dapat digunakan untuk menentukan profil titik beku, titik
gelatinisasi dan titik pelelehan dari beras tiruan instan. Profil termal tersebut dapat
diplotkan dalam bentuk state diagram yang menggambarkan profil perubahan
fase produk sebagai akibat adanya perubahan fraksi padatan dan suhu dari produk.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menentukan parameter kritis (bahan dan
kondisi proses) dalam pembentukan butiran beras tiruan instan; (2) menentukan
kondisi optimum (proses dan bahan) untuk menghasilkan beras tiruan instan; (3)
menganalisis stabilitas dan umur simpan beras tiruan instan dengan pendekatan
isotermis sorpsi air; dan (4) menganalisis stabilitas beras tiruan instan dengan
pendekatan profil termal dan state diagram.
Metode penentuan parameter kritis pembentukan butiran beras tiruan instan
dilakukan secara diskriptif. Optimasi proses pembuatan beras tiruan instan dengan
menggunakan central composite design dengan respon surface methodology
(RSM) . Pengaruh jenis dan konsentrasi hidrokoloid dalam formulasi beras tiruan
menggunakan mixture design. Analisis stabilitas dan umur simpan beras tiruan
instan dengan pendekatan ISA. Analisis karakteristik termal dan state diagram
dilakukan dengan menggunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC) dan
Modulated Differential Scanning Calorimetry (MDSC). Freezing point, transisi
gelas dan suhu pelelehan dianalisis dengan pendekatan model Chen’s, Gordon
Taylor dan Flory-Huggins.
5
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah air yang ditambahkan ke dalam
adonan, penambahan gliserol monostearat (GMS), kecepatan putaran ulir dan
suhu barrel dari ekstruder, serta perlakuan pengukusan setelah proses ekstrusi
merupakan parameter kritis yang harus dikendalikan untuk menghasilkan beras
tiruan instan yang diinginkan. Penambahan air ke dalam adonan yang tidak
melebihi 50%, penambahan GMS 2%, dan kecepatan putaran ulir pada 168 rpm
dipilih sebagai kondisi proses yang dapat menghasilkan beras tiruan yang
diinginkan.
Optimasi proses dengan menggunakan RSM menunjukkan suhu barrel pada
96°C dan waktu pengukusan setelah proses ekstrusi selama 5 menit menghasilkan
beras tiruan instan yang diinginkan, berdasarkan parameter waktu pemasakan,
derajat gelatinisasi, indeks absorpsi air dan indeks pengembangan. Penggunaan
glukomanan 0,96% dan guar gum 0,04% dapat meningkatkan indeks absorpsi air
beras tiruan instan.
Hasil analisis ISA dengan menggunakan pendekatan model BrunauerEmmett-Teller (BET) menunjukkan kadar air yang terikat pada lapisan monolayer
(Mm) pada sampel beras komersial lebih tinggi (6,50%) dibandingkan dengan
beras tiruan instan yaitu 5,54% untuk OPT1 (beras tiruan dengan penambahan
natrium alginat 1%) dan 5,49% untuk OPT2 (beras tiruan dengan penambahan
glukomanan 0,96% dan guar gum 0,04%). Model BET sesuai digunakan pada
rentang nilai aw yang sempit (0,076-0,514), sedangkan model GuggenhaimAnderson-deBoer (GAB) pada rentang yang lebih luas (0,076-0,971). Secara
keseluruhan nilai Mm berdasarkan hasil perhitungan dengan pendekatan model
GAB lebih tinggi daripada model BET. Perbedaan ini disebabkan oleh
perhitungan kondisi multilayer pada persamaan GAB. Umur simpan beras tiruan
instan OPT2 adalah 82,62 bulan sedangkan beras tiruan OPT1 adalah 67,20 bulan
(keduanya dikemas dalam aluminium foil pada kelembaban relatif (RH) ruang
penyimpanan 75%).
Analisis termal dari beras tiruan instan OPT2 dengan menggunakan DSC
menunjukkan suhu transisi gelas padatan (Tgs) sebesar 75.5°C. Berdasarkan
kurva pembekuan, dapat diperoleh nilai freezing point sebesar – 8,3 °C dan suhu
maksimum pembekuan pada -8.4oC. Suhu pelelehan beras tiruan instan OPT2
dengan menggunakan MDSC pada kadar air 10% adalah 104°C. State Diagram
untuk stabilitas beras tiruan instan OPT2 dapat dibuat dengan melakukan ploting
kurva transisi gelas dan kurva pembekuan.
Kata Kunci: beras tiruan instan, optimasi proses, isotermis sorpsi air, analisis
termal
6
SUMMARY
HENY HERAWATI. Process Optimization, Moisture Sorption Isotherm Profile
and Thermal Analysis of Instant Artificial Rice. Supervised by FERI
KUSNANDAR, SLAMET BUDIJANTO dan DEDE R. ADAWIYAH.
The development of artificial rice is expected to increase the added value of
non-rice-based food in order to eliminate the dependence of people on rice.
Instant artificial rice is developed potentially to increase the added value of
artificial rice. The instant artificial rice has a cooking time of approximately five
minutes. The instant artificial rice can be produced from non-paddy rice flour,
such as white corn flour. The corn-based flour artificial rice resembles paddy rice
in terms of color, size and shape before cooking and does not easily crumble after
cooking. Ingredients in the formulation and processing condition may influence
the characteristic of instant artificial.
Moisture sorption isotherm (MSI) can be used to evaluate the stability of
instant artificial rice during storage. The MSI model is useful to determine the
shelf life of instant artificial rice. The stability of instant artificial rice can also be
observed by using thermal analysis approach. The thermal analysis data are
useful to determine the freezing, glass transition and melting points of instant
artificial rice. The thermal profile can be plotted into a state diagram model to
describe the product change as the effect of solid fraction and temperature change
of the product.
The objectives of this research were to (1) determine the critical parameter
(ingredients and processing conditon) during the forming of instant artificial rice
granules; (2) determine the optimum processing conditions and ingredients to
produce instant artificial rice; (3) analyze the stability and the shelf life of instant
artificial rice using MSI model; and (4) analyze the stability of instant artificial
rice using thermal profil and state diagram model.
The descriptive method adjusted the critical parameter of granule formed
instant artificial rice. To optimize parameter process throughout central
composite used design with response surface method while to study the effects of
some types and concentrations of hydrocolloids used mixture design. The
stability and selflife analysis of instant artificial rice used water sorption isotherm
approach. Thermal characteristics and state diagram analysis used Differential
Scanning Calorimetry (DSC) and Modulated Differential Scanning Calorimetry
(MDSC). Freezing point, glass transition and melting temperature were measured
and analyzed with Chen’s model, Gordon Taylor and Flory-Huggins model
approach.
The amount of water and glycerol monosterate (GMS) concentration added
in the formulation, screw speed and barrel temperature of extruder, and steaming
treatment after extrusion process were the critical parameters to produce instant
artificial rice. The water addition which was less than 50%, 2% GMS
concentration, and screw speed of 168 rpm were chosen as appropriate
processing condition to produce instant artificial rice. Response Surface Method
(RSM) model showed that the barrel temperature at 96oC and steaming for 5
minutes produced desirable cooking time, degree of gelatinization, water
absorption index and expansion index of instant artificial rice. The use of 0,96%
7
glucomanan and 0,04% guar gum improved the water absorption index of instant
artificial rice.
The BET model of MSI plot showed that monolayer moisture content of
commercial paddy rice was 6,50%, while the instant artificial rice with the
addition 1% sodium alginate addition (OPT1) was of 5,54% and that with the
addition of 0,96% gluocomanan and 0,04% guar gum addition (OPT2) was
5,49%. BET model was suitable for a small range of water activity (0,076-0,514),
while GAB model was suitable for in wider range of water activity (0,076-0,971).
In general, monolayer moisture content using GAB model was higher than that
of BET model. The shelf life of OPT2 was 82.62 months and OPT1 was 67.20
months (both samples were packaged in aluminum foil at 75% of relative
humidity).
Thermal analysis using DSC showed that the glass transition temperature
(Tgs) of OPT2 was 75.5°C. Based on Freezing curve, freezing point was -8,3 °C
and maximum freezing temperature was -8,4°C. Melting temperature of OPT2
measured by MDSC at 10% moisture content was 104°C. State diagram for
stability of OPT2 instant artificial rice could be made by plotting glass transition
and freezing curve.
Key words: instant artificial rice, process optimization, water sorption isotherm,
thermal analysis
8
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar di IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
9
OPTIMASI PROSES, PROFIL ISOTERMIS
SORPSI AIR DAN ANALISIS TERMAL
BERAS TIRUAN INSTAN
HENY HERAWATI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
10
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup Disertasi:
1. Dr Nugraha Edi Suyatma, STP DEA
(Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA-IPB)
2. Dr Nur Wulandari, STP MSi
(Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA-IPB)
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka Disertasi:
1. Dr Nugraha Edi Suyatma, STP DEA
(Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA-IPB)
2. Dr Ir Endang Yuli Purwani, MSi
(Peneliti Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Cimanggu- Bogor)
12
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas segala karuniaNya sehingga Disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini berjudul “Optimasi
Proses, Profil Isotermis Sorpsi Air dan Analisis Termal Beras Tiruan Instan”.
Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Feri Kusnandar, MSc
selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof Dr Ir Slamet Budijanto, MAgr dan Dr
Ir Dede R. Adawiyah, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dan masukan selama penelitian dan penulisan disertasi ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Shafiur Rahman atas
bimbingannya selama penulis melakukan penelitian di Sultan Qaboos University,
Oman. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ketua Program Studi
Ilmu Pangan (Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc) dan staf telah banyak
membantu penulis dalam memberikan pelayanan yang baik selama penulis
menjadi mahasiswa.
Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Kementerian
Pertanian atas kesempatannya untuk memberikan ijin tugas belajar, Ditjen
Pendidikan Tinggi atas Beasiswa Unggulan Peneliti Berprestasi yang diberikan,
LPDP Departemen Keuangan atas biaya disertasi dalam negeri dan Badan Litbang
Pertanian atas biaya melakukan penelitian di Oman. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada orang tua, mertua, suami, anak-anak, kakak, adik, saudara,
keluarga besar, teman-teman angkatan 2010-2013 atas motivasi, doa serta
dukungannya terhadap penulis.
Tak ada gading yang tak retak, sehingga penulis memohon maaf apabila
terdapat kekurangan dalam Disertasi ini. Semoga Disertasi ini bermanfaat untuk
pengembangan ilmu dan pengetahuan di bidang ilmu pangan dan bidang terkait
lainnya.
Bogor, Agustus 2015
Heny Herawati
13
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL
RINGKASAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Ruang Lingkup Penelitian
Manfaat Penelitian
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Beras Tiruan
Beras Tiruan Instan
Bahan Baku dan Bahan Tambahan
Teknologi Ekstrusi
Parameter Mutu Beras Tiruan
ISA (Isotermis Sorpsi Air)
Analisis Termal dan State Diagram
III.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Tahapan Penelitian
IV.
IDENTIFIKASI PARAMETER
KRITIS
DALAM
PEMBENTUKAN BUTIRAN BERAS TIRUAN INSTAN
Abstrak
Pendahuluan
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
V.
OPTIMASI PROSES DAN FORMULA BERAS TIRUAN
INSTAN
Abstrak
Pendahuluan
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
i
iv
xiii
xv
xvii
xix
1
1
3
4
4
5
5
5
6
8
10
14
15
18
18
18
18
23
23
23
24
26
32
36
36
36
37
41
52
14
VI.
VII.
VIII.
IX.
SORPSI ISOTERMIS DAN UMUR SIMPAN BERAS
TIRUAN INSTAN
Abstrak
Pendahuluan
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
ANALISIS TERMAL DAN STATE DIAGRAM BERAS
TIRUAN INSTAN
Abstrak
Pendahuluan
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
PEMBAHASAN UMUM
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
56
56
56
57
60
66
69
69
69
70
73
79
82
90
90
91
15
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1
2.2
3.1
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
6.1
6.2
6.3
Kandungan gizi berbagai bahan pangan (Per 100 Gram)
Teknologi proses produksi beras tiruan dengan metode ekstrusi
Tujuan, perlakuan, analisis dan luaran dari setiap tahapan
penelitian
Pengaruh penambahan air adonan terhadap karakteristik produk
beras tiruan selama dan setelah proses ekstrusi, setelah proses
pemasakan produk
Pengaruh putaran ulir terhadap karakteristik produk beras tiruan
selama dan setelah proses ekstrusi, setelah proses pemasakan
produk
Pengaruh suhu pemanasan terhadap karakteristik produk beras
tiruan selama dan setelah proses ekstrusi, setelah proses
pemasakan produk
Pengaruh konsentrasi GMS terhadap karakteristik produk beras
tiruan selama dan setelah proses ekstrusi, setelah proses
pemasakan produk
Pengaruh waktu pengukusan setelah proses ekstrusi terhadap
karakteristik produk beras tiruan selama dan setelah proses
ekstrusi, dan setelah proses pemasakan produk
Komposisi tepung jagung varietas Srikandi Putih
Respon pengaruh suhu barrel dan waktu pengukusan setelah
ekstrusi terhadap parameter respon (waktu pemasakan, derajat
gelatinisasi, indeks absorpsi air, dan indeks pengembangan) dari
beras tiruan
Signifikansi koefisien respon dari persamaan regresi
Hasil verifikasi kondisi optimum parameter proses terhadap
parameter respons beras tiruan pada suhu barrel 96°C, kecepatan
putaran ulir 168 rpm dan waktu pengukusan 5 menit
Respon pengaruh suhu barrel dan waktu pengukusan setelah
ekstrusi terhadap parameter respon (waktu pemasakan, derajat
gelatinisasi, indeks absorpsi air, dan indeks pengembangan) dari
beras tiruan pada optimasi formula
Signifikansi koefisien respon dari persamaan regresi
Hasil verifikasi kondisi optimum parameter formula pada kondisi
proses suhu barrel 96°C, kecepatan putaran ulir 168 rpm, waktu
pengukusan 5 menit
Tekstur dan whiteness indeks beras tiruan instan pada kondisi
formulasi optimum
Hasil analisis proksimat beras tiruan instan (OPT1 dan OPT2)
dan beras padi
7
8
19
Hasil analisis sorpsi isotermis beras tiruan instan (OPT1 dan
OPT2) dan beras padi
Persamaan dan konstanta BET pada beras tiruan instan (OPT1
dan OPT2) dan sampel beras padi
61
26
27
28
30
31
41
42
42
45
46
47
49
49
60
62
16
6.4
6.5
7.1
7.2
8.1
Konstanta α, β, ɣ, kadar air monolayer (Mm) dan K, C dari
persamaan GAB untuk beras tiruan instan (OPT1 dan OPT2) dan
beras padi
Umur simpan beras tiruan instan (OPT1 dan OPT2) serta beras
komersial dari padi
Hasil analisis MDSC sampel beras tiruan instan
Hasil analisis termal sampel beras tiruan instan yang
mengandung freezable water
Hubungan korelasi waktu pemasakan terhadap derajat
gelatinisasi, indeks absorpsi air dan indeks pengembangan
64
65
75
77
84
17
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 State diagram pada beberapa daerah berbeda dari produk pangan
(Rahman 2012)
2.2 State diagram beras basmati (a) dan state diagram beras basmati
yang diselaraskan dengan persamaan Gordon-Taylor (b) (Sablani et
al. 2009)
4.1 Pengaruh suhu pemanasan barrel terhadap waktu pemasakan beras
tiruan (pada kecepatan putaran ulir 168 rpm, penambahan air
adonan 50%, GMS 2%)
4.2 Pengaruh konsentrasi GMS terhadap waktu pemasakan (pada suhu
barrel ekstruder 95°C, kecepatan putaran ulir 168 rpm,
penambahan air adonan 50%)
4.3 Pengaruh waktu pengukusan setelah proses ekstrusi terhadap waktu
pemasakan (pada suhu barrel ekstruder 95°C, kecepatan putaran
ulir 168 rpm, penambahan air adonan 50%, GMS 2%
5.1 Profil Contour Plot pengaruh suhu barrel dan waktu pengukusan
terhadap karakteristik: (A) waktu pemasakan; (B) derajat
gelatinisasi; (C) indeks absorpsi air; (D) indeks pengembangan
5.2 Profil overlay empat respon parameter (waktu pemasakan, derajat
gelatinisasi, indeks absorpsi air, indeks pengembangan) sebagai
pengaruh suhu pemanasan barrel dan waktu pengukusan terhadap
optimasi proses beras tiruan instan
5.3 Profil Contour Plot pengaruh jenis dan konsentrasi hidrokoloid
terhadap karakteristik: (A) waktu pemasakan; (B) derajat
gelatinisasi; (C) indeks absorpsi air; (D) indeks pengembangan
5.4 Hasil overlay empat parameter (waktu pemasakan, derajat
gelatinisasi, indeks absorpsi air dan indeks pengembangan) akibat
pengaruh jenis dan konsentrasi hidrokoloid
5.5 Hasil analisis SEM beras tiruan instan (A) OPT1; (B) OPT2
5.6 Hasil Analisis XRD OPT2, OPT1 dan Tepung Jagung
6.1 Hasil plot nilai aw terhadap kadar air dari hasil penelitian dan
persamaan model BET untuk beras tiruan instan (OPT1 dan OPT2)
dan beras padi (bk)
6.2 Hasil plot nilai aw terhadap kadar air dari hasil penelitian dan
persamaan model GAB untuk beras tiruan instan (OPT1 dan OPT2)
dan beras padi (bk)
7.1 Hasil analisis DSC dari sampel, : kecepatan pemanasan 10°C/
Menit (kadar air 2 g/100 g sampel), B: kecepatan pemanasan 10°C/
Menit (kadar air: 5 g/100 g sampel), C: kecepatan pemanasan
50°C/ Menit (kadar air 2 g/100 g sampel), D : kecepatan
pemanasan 50 °C/Menit (kadar air 5 g/100 g sampel)
7.2 Hasil analisis ploting slop relaksasi isotermal dari sampel, A: kadar
air 2 g/ 100 g sampel; B : kadar air 10 g/100 g sampel; C: kadar air
20 g/100 g sampel; D: transisi gelas sebagai fungsi fraksi padatan
7.3 Hasil analisis termogram MDSC yang mengandung kadar air 2
16
17
29
31
32
43
44
48
48
50
51
63
64
73
74
76
18
g/100 g sampel; A:total aliran panas; B :aliran panas bolak balik; C:
aliran panas satu arah dan D: suhu pelelehan sebagai fungsi kadar
padatan
7.4 Hasil analisis termogram DSC dari sampel untuk freezable waterr
(kadar air 40 g/100 g sampel) dengan annealing pada [(Tm)a – 1]
selama 30 menit; A: Termogram secara keseluruhan; B: termogram
untuk pelelehan es
7.5 Grafik penentuan untuk A: Freezing point sebagai fungsi kadarr
padatan B: State diagram
8.1 State diagram dan ISA beras tiruan instan optimal
77
78
88
19
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Hasil ANOVA waktu pemasakan optimasi proses dengan respon
surface method (suhu dan waktu pengukusan)
Hasil ANOVA derajat gelatinisasi optimasi proses dengan respon
surface method (suhu dan waktu pengukusan)
Hasil ANOVA indeks absorpsi air optimasi proses dengan respon
surface method (suhu dan waktu pengukusan)
Hasil ANOVA indeks pengembangan optimasi proses dengan
respon surface method (suhu dan waktu pengukusan)
Hasil overlay optimasi proses respon surface method (suhu dan
waktu pengukusan)
Hasil Anova optimasi formula hidrokoloid untuk waktu
pemasakan
Hasil Anova optimasi formula hidrokoloid untuk derajat
gelatinisasi
Hasil Anova optimasi formula hidrokoloid untuk indeks absorpsi
air
Hasil Anova optimasi formula hidrokoloid untuk indeks
pengembangan
Hasil overlay optimasi formula hidrokoloid
Hasil analisis Tg dan gordon taylor
Hasil analisis Tf dan model chen
Hasil analisis Tm dan model flory huggins
Perhitungan umur simpan beras tiruan instan dan beras komersial
dengan rumus Bell dan Labuza (2000)
Perhitungan umur simpan beras tiruan instan dan beras komersial
dengan rumus Bell dan Labuza (2000) dimodifikasi
Hasil analisis korelasi dengan SPSS 22
100
101
102
103
104
105
107
108
109
111
112
113
114
115
116
117
20
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan beras tiruan diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah
bahan pangan non-beras yang hasilnya dapat berkontribusi dalam mengurangi
ketergantungan masyarakat pada beras yang bersumber dari padi. Teknologi beras
tiruan banyak dikembangkan oleh peneliti terdahulu baik dari sisi teknologi proses
maupun bahan baku yang digunakan. Beberapa penelitian mengenai
pengembangan beras tiruan dari bahan baku yang berbeda telah dilaporkan,
seperti dari tepung beras (Scelia et al. 1986; Wenger dan Huber 1988; Koide et al.
1999; Mishra et al. 2012); tepung ubikayu (Lisnan 2008); tepung ubi jalar
(Herawati dan Widowati 2009); kedelai (Herawati et al. 2011); sorgum (Budijanto
et al. 2011; ); dan tepung jagung (Budijanto et al. 2011; Herawati et al. 2013).
Beberapa paten beras tiruan juga sudah dikeluarkan, seperti beras tiruan dari
tepung beras (US Paten No. 3.620.762 dan 3.628.966), (paten Jepang HEI 413986.3-69267), (US Paten No. 4.129.900), dan (Paten No 5.211.977).
Di antara potensi pengembangan beras tiruan yang dapat meningkatkan nilai
tambahnya adalah beras tiruan instan. Pengertian beras tiruan instan dapat
mengadopsi dari definisi beras instan. Luh et al. (1980) menyatakan bahwa quick
cooking rice merupakan beras yang membutuhkan waktu pemasakan 5 menit.
Beras instan memiliki ciri khas dengan butir berasnya yang dibuat lebih porous,
sehingga air panas lebih cepat berpenetrasi kedalamnya saat direhidrasi. Setelah
dimasak, nasi instan sama dengan nasi biasa dalam hal rasa, aroma dan tekstur
(Rewthong et al. 2010). Cara pemasakan pada umumnya dilakukan dengan
menggunakan rice cooker, sebagaimana yang dilakukan oleh Prasert dan
Suwannaporn (2009). Dari penjelasan tersebut maka dapat diketahui bahwa yang
membedakan antara beras tiruan non-instan dengan beras tiruan instan adalah
waktu pemasakannya, dimana beras tiruan instan dapat dimasak hingga diperoleh
mutu nasi yang diinginkan dalam waktu yang singkat (maksimal 5 menit).
Teknologi proses pembuatan beras tiruan yang telah dikembangkan
umumnya menggunakan bahan baku tepung beras. Wang et al. (2011)
menggunakan tepung beras dengan penambahan plastisizer dan hidrokoloid untuk
menghasilkan beras tiruan instan. Teknologi proses pembuatan beras tiruan instan
dapat dilakukan dengan menggunakan tepung non-beras, diantaranya yang
berpotensi adalah tepung jagung putih. Penggunaan jagung putih dapat
menghasilkan beras tiruan dengan warna putih yang mirip beras dari padi. Untuk
menghasilkan beras tiruan instan tersebut, maka parameter-parameter kritis perlu
diidentifikasi, baik yang terkait dengan kondisi proses maupun bahan-bahan lain
yang digunakan.
Beras tiruan dapat diproses dengan menggunakan mesin ekstruder. Scelia et
al. (1986) dan Wang et al. (2011) menggunakan ekstruder tipe tunggal untuk
menghasilkan beras tiruan. Riaz (2000) dan Budijanto et al. (2011) menggunakan
ekstruder tipe ganda. Penelitian terdahulu menunjukkan pembentukan beras tiruan
dipengaruhi oleh parameter proses selama ekstrusi. Suhu barrel ekstruder
mempengaruhi persentase pati yang tergelatinisasi (Eun et al. 2000), sedangkan
kecepatan putaran ulir memiliki pengaruh yang kompleks terhadap kualitas
produk ekstrusi (Zhuang et al. 2010). Penggunaan suhu barrel ekstruder antara
30-150°C telah diaplikasikan oleh beberapa peneliti (Scelia et al. 1986; Wenger
21
dan Huber et al. 1988; Koide et al. 1999; Dupart dan Huber 2003; Ichikawa dan
Chiharu 2007; Steiger 2010). Wang et al. (2011) menggunakan kecepatan putaran
ulir ekstruder tipe tunggal 150 -300 rpm.
Selain parameter proses, penggunaan ingredien yang ditambahkan dalam
formulasi adonan juga mempengaruhi kualitas produk beras tiruan instan yang
dihasilkan. Plastisizer dari golongan lemak dan minyak dapat ditambahkan dalam
adonan untuk menurunkan friksi pada saat pemasakan didalam ekstruder. Wang
et al. (2011) menggunakan soybean lecitin (LC), sodium stearoyl lactilate (SSL)
dan glycerol monostearate (GMS) untuk menghasilkan beras tiruan instan dengan
bahan baku utama tepung beras. Penggunaan 2-10% minyak dapat menurunkan
friksi selama proses ekstrusi dan mengontrol indeks absorpsi air beras tiruan
(Mishra et al. 2012). GMS, gliserin dan lesitin dapat ditambahkan untuk
memperbaiki tekstur, menurunkan kelengketan dan mempertahankan bentuk beras
tiruan (Smith et al. 1985).
Hidrokoloid dapat ditambahkan untuk meningkatkan indeks absorpsi air.
Hidroloid biasanya ditambahkan karena kemampuannya dalam meningkatkan
daya serap air dan kemampuannya membentuk gel. Scelia et al. (1986)
menambahkan gum 0,25% untuk menghasilkan quick cooking rice-like product,
sedangkan Wang et al. (2011) menambahkan natrium alginat 0,5% untuk
menghasilkan beras tiruan instan. Penambahan hidrokoloid campuran hidrokoloid
0,2-2,5% sebelum proses ekstrusi dapat digunakan untuk menghasilkan beras
tiruan (Mishra et al. 2012). Jenis hidrokoloid lain yang mempunyai kemampuan
menyerap air yang sangat tinggi dan membentuk gel yang baik adalah
glukomanan, guar gum dan tara gum (Muchtadi 2011). Penggunaan hidrokoloid
tersebut dalam beras tiruan instan yang bersumber dari tepung non padi belum ada
yang melaporkan.
Derajat gelatinisasi merupakan parameter yang penting dalam proses beras
tiruan (Prasert dan Suwannaporn 2009). Gelatinisasi parsial (80%) atau
gelatinisasi penuh melalui tahapan pemasakan atau pengukusan dapat digunakan
untuk menghasilkan beras instan (Smith et al. 1985). Berbagai teknologi
dikembangkan untuk meningkatkan derajat gelatinisasi untuk menghasilkan beras
instan, di antaranya pengukusan dan pemasakan dengan tekanan tinggi
(Bhattacharya 1985 dan Baz et al. 1992). Derajat gelatinisasi akan meningkatkan
kemampuan beras untuk cepat matang serta diperoleh kondisi gelatinisasi yang
homogen secara cepat.
Di samping waktu pemasakan yang singkat, mutu beras tiruan instan yang
penting diperhatikan adalah indeks absorpsi air dan indeks pengembangan. Indeks
absorpsi air (water absorption index) merupakan ukuran kemampuan maksimal
penyerapan air (Govindasamy et al. (1996) dari beras tiruan yang sangat
berkorelasi dengan sifat instan. Indeks pengembangan merupakan parameter yang
berhubungan dengan keseragaman bentuk dan ukuran (Wang et al. 2011). Hal ini
sangat terkait dengan produk beras tiruan instan, dimana salah satu kendalanya
adalah bentuk yang harus menyerupai butiran beras yang berasal dari padi.
Karakteristik stabilitas produk beras tiruan instan optimal yang dihasilkan
dapat dilakukan dengan pendekatan analisis termal dan state diagram. Analisis
termal dilakukan dengan pendekatan analisis transisi gelas yang sangat
mempengaruhi mobilitas molekuler, reaksi kimia dan stabilitas produk (Slade dan
Levine 1991; Rahman 2006; 2010; 2012). Beberapa fase hasil analisis termal,
22
dapat digambarkan dalam bentuk konsep state diagram (Rahman 2006). Beberapa
penelitian diantaranya yaitu pengaruh penyimpanan terhadap transisi gelas dan
pengaruh terhadap relaksasi pati (Chung dan Lim 2003) serta pati alami dan pati
tergelatinisasi (Chung et al. 2002). Dengan demikian penelitian mengenai analisis
stabilitas dengan pendekatan analisis termal dan state diagram menjadi penting
untuk dilakukan.
Analisis stabilitas sangat penting untuk menentukan umur simpan produk
pangan. Analisis stabilitas pangan yang umum digunakan adalah metode
pendekatan isotherm sorpsi air (Labuza 1982). Pendekatan lain yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan metode state diagram (Rahman 2006;
2010 dan 2012). State diagram merupakan suatu pemetaan perubahan fase pangan
sebagai fungsi kadar air atau padatan serta suhu. Penggunaan konsep perubahan
transisi gelas merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan.
Penelitian ini mencakup pengembangan beras tiruan instan yang terbuat dari
bahan baku tepung jagung putih (varietas Srikandi) dengan menggunakan
teknologi ekstrusi ulir ganda (twin screw extruder). Beberapa paramater kritis
ditentukan untuk menghasilkan sifat instan dari beras tiruan yang diinginkan, baik
yang terkait dengan parameter proses maupun formulasi bahan. Parameter proses
kritis yang penting adalah suhu barrel dan waktu pengukusan setelah ekstrusi,
sedangkan ingredien dalam formulasi yang diharapkan dapat membantu sifat
instan dari beras tiruan yang dihasilkan adalah jenis dan konsentrasi hidrokoloid
(natrium alginat, glukomanan, guar gum dan tara gum). Parameter mutu produk
yang penting untuk dapat menjelaskan sifat instan dari beras tiruan yang
dihasilkan adalah waktu pemasakan, derajat gelatinisasi, indeks absorpsi air dan
indeks pengembangan. Penelitian yang lebih mendalam dilakukan untuk
menentukan profil isotermis sorpsi air, karakteristik termal dan state diagram dari
beras tiruan sebagai pengaruh dari variasi proses dan bahan baku yang digunakan.
Dalam hal ini yang dipelajari adalah pengaruh dari kadar air dan suhu terhadap
stabilitas produk dan umur simpan beras tiruan instan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi parameter kritis dalam proses pembuatan butiran beras tiruan
instan, baik kondisi proses (suhu barrel dan kecepatan putaran ulir dari
ekstruder dan waktu pengukusan setelah proses ekstrusi) dan bahan yang
ditambahkan (air dan gliserol monostearat).
2. Menentukan kondisi proses (suhu barrel dan waktu pengukusan) dan
hidrokoloid (glukomanan, natrium alginat, guar gum dan tara gum) yang
optimum untuk menghasilkan beras tiruan instan.
3. Menentukan stabilitas beras tiruan instan dengan pendekatan isotermis sorpsi
air dan menggunakannya untuk menentukan umur simpan beras tiruan instan.
4. Menentukan stabilitas beras tiruan instan dengan menggunakan pendekatan
analisis termal dan state diagram.
23
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibagi ke dalam empat tahapan penelitian, yaitu: (1) tahap
menentukan parameter proses kritis selama proses ekstrusi untuk menghasilkan
butiran beras tiruan instan; (2) tahap optimasi proses dan ingredien kritis untuk
menghasilkan beras tiruan instan; dan (3) tahap analisis stabilitas dan penentuan
umur simpan beras tiruan instan dengan pendekatan sorpsi isotermis, dan (4)
tahap analisis stabilitas beras tiruan instan dengan pendekatan analisi termal dan
state diagram. Penjelasan lengkap mengenai penelitian yang dilakukan di masingmasing tahapan dapat dilihat pada Bab yang terkait.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi mengenai teknologi proses dan
formulasi untuk produksi beras tiruan instan dari tepung jagung putih. Tahapan
pendekatan berupa analisis parameter kritis pembentukan butiran beras tiruan
instan, yang selanjutnya dilakukan optimasi menjadi metode yang dapat
dikembangkan dilingkungan praktisi pangan. Analisis stabilitas dan umur simpan
dengan metode ISA dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan umur
simpan dan kondisi penyimpanan produk beras tiruan instan. Analisis stabilitas
dengan pendekatan termal memberikan informasi stabilitas produk terkait dengan
adanya perlakuan suhu. Untuk selanjutnya, teknologi ini diharapkan dapat
meningkatkan nilai tambah dari aspek kepraktisan melalui proses instanisasi dan
meningkatkan diversifikasi pangan melalui beras tiruan non padi.
24
II. TINJAUAN PUSTAKA
Beras Tiruan
Beras tiruan adalah granula atau butiran seperti beras yang dibuat dari bahan
baku utama tepung non padi. Beras tiruan sering juga disebut beras analog
(Budijanto et al. 2011), beras mutiara (Herawati dan Widowati 2009), beras
cerdas (Subagio et al. 2012), atau beras tekad. Untuk selanjutnya, istilah yang
digunakan adalah beras tiruan.
Beras tiruan dapat dibuat dari tepung beras yang dibentuk kembali atau dari
bahan sumber karbohidrat non-pangan, seperti umbi-umbian dan serealia. Beras
tiruan juga dapat diperkaya dengan penambahan zat gizi dan flavor (Kurachi
1995), penambahan bahan tambahan pangan (Kurachi 1995; Yoshida et al. 1971),
penambahan hidrokoloid (Katsuya et al.1971), penggunaan tepung garut dan
rumput laut untuk menurunkan indeks glikemik (Dewi dan Rahman 2011).
Beras tiruan dapat diproduksi menggunakan berbagai macam metode, yaitu
penghabluran (Lisnan 2008), granulasi (Herawati et al. 2011), granulasi
kombinasi dengan steaming (Widowati et al. 2008), ekstrusi dengan kecepatan
rendah (Wenger dan Huber 1988), dan ekstrusi dengan suhu rendah (Subagio et
al. 2012). Jenis ekstruder yang digunakan adalah ekstruder tipe ganda (Riaz 2000;
Budijanto dan Yuliyanti 2012) atau ekstrusi tipe tunggal (Wang et al. 2011).
Kombinasi penggunaan bahan baku, bahan tambahan serta teknologi proses
dapat digunakan untuk optimasi teknologi proses produksi beras tiruan.
Sebagaimana disebutkan diatas, beberapa sumber bahan baku non padi dengan
bahan tambahan dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan beras tiruan.
Beberapa teknologi proses pembuatan beras tiruan juga dapat dilakukan. Dengan
adanya kombinasi tersebut, beras tiruan yang mendekati karakteristik beras yang
bersumber dari padi dapat diperoleh.
Beras Tiruan Instan
Beras tiruan dapat ditingkatkan nilai tambahnya dari aspek kepraktisan,
melalui pembuatan beras tiruan instan. Di era modern masyarakat sangat
membutuhkan waktu yang singkat dalam aspek pemasakan dan penyiapan
makanan. Beras biasa membutuhkan waktu tanak 20,5 menit, sedangkan beras
tiruan membutuhkan waktu tanak 7,5 - 8,5 menit (Meutia 2013).
Belum ada literatur yang menjelaskan beras tiruan instan, sehingga referensi
yang digunakan adalah dari beras instan. Beras instan adalah beras cepat masak
yang dapat disiapkan dalam waktu 3 sampai 5 menit dengan cara persiapan yang
sederhana. Nasi instan memiliki ciri khas dengan butir berasnya yang dibuat
porous. Struktur yang lebih porous akan mempercepat air panas yang masuk
kedalamnya saat direhidrasi. Setelah dimasak, produk harus sesuai dengan nasi
biasa dalam hal rasa, aroma, dan tekstur (Rewthong et al. 2010). Luh et al. (1980)
membagi beras instan kedalam: (1) Under cooked rice yang membutuhkan waktu
10-15 menit waktu penyajian; (2) Take rice membutuhkan waktu 5 menit untuk
persiapan, (3) Minute rice membutuhkan 1-2 menit untuk persiapan; (4) Ready to
eat breakfast cereal dapat langsung disantap.
Quick cooking rice atau beras cepat saji atau dapat juga disebut instan cukup
populer di Amerika Serikat, Jepang dan negara barat lainnya. Beras ini dapat
25
didefinisikan sebagai beras yang dapat dimasak dalam waktu lima menit serta
dapat diterima dengan layak sebagaimana beras yang ditanak secara kovensional
baik dari aspek flavor, rasa, dan tekstur (Owens 2000). Teknologi proses yang
digunakan diantaranya adalah dengan pra-pemasakan menggunakan air,
pengukusan atau keduanya. Prinsip dasar yang digunakan yaitu dengan
mekanisme dehidrasi untuk meningkatkan porositas dan membuka struktur butir
beras sehingga dapat membentuk beras masak atau setengah masak yang pada
akhirnya dapat mempercepat waktu tanak beras (Owens 2000).
Wenger dan Huber menghasilkan paten quick cooking rice dari bahan baku
utama tepung beras dengan waktu pemasakan 5-10 menit. Scelia et al. (1986)
menghasilkan paten pembuatan quick ccoking rice-like product dengan
menggunakan campuran tepung beras 95-100%, pati 0-0,75% dan gum 0-0,25%.
Produk yang dihasilkan memiliki waktu pemasakan 5 menit. Penambahan pati
yang digunakan dapat membentuk kompleks amilosa dari pati dengan gliserol
monostearat (GMS) pada proses ekstrusi dalam pembuatan beras tiruan (Wang et
al. 2011).
Tahap pembuatan beras instan dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah perendaman dalam NaHPO4, pembekuan, dan pengeringan
Nasi instan dapat menyerap air panas dengan cepat sehingga dapat dikonsumsi
dalam beberapa menit. Nasi instan dapat terbentuk bila pori-pori atau struktur
porous beras terbuka lebar sehingga memudahkan rehidrasi dan diperoleh waktu
rehidrasi yang singkat. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan pembekuan
lambat sebelum nasi dikeringkan (Kurnia 2012).
Struktur porous dari beras instan dihasilkan setelah pengeringan sehingga
akan memudahkan air untuk meresap kembali ke dalam produk saat direhidrasi.
Case hardening merupakan fenomena terjadinya pengerasan pada bagian kulit
akibat pemanasan berlebihan yang menyebabkan kerusakan pada sel sehingga
mengkerut dan air dalam bahan pangan tidak dapat keluar secara sempurna.
Metode pengeringan secara lambat memungkinkan air pada bahan keluar secara
teratur meninggalkan bahan. Pengeringan bertahap ini menghasilkan beras instan
yang lebih mengembang dari penampakan luar, bila dibandingkan dengan bahan
lainnya (Kurnia 2012).
Wang et al. (2011) menggunakan kombinasi GMS 0,2%, natrium alginat
alginat 0,5%, sodium stearoyl lactate 0,8% dan sticky rice 10% dengan bahan
utama tepung beras dan alat ekstruder tipe tunggal yang dapat menghasilkan beras
tiruan instan optimal. Wang et al. (2011) melakukan beberapa kombinasi
penggunaan plastisizer dan thickening agent untuk menghasilkan produk beras
tiruan instan yang paling optimal.
Bahan Baku dan Bahan Tambahan
Untuk menghasilkan beras tiruan diperlukan bahan baku dan bahan
tambahan lain yang tepat. Beras analog atau beras tiruan dapat dibuat dari tepung
non beras dengan penambahan air (Budijanto dan Yuliyanti 2012).Tepung
tersebut diantaranya dapat diperoleh dari umbi-umbian, serealia dan kacangkacangan. Bahan tambahan diperlukan untuk mendapatkan sifat beras tiruan yang
optimal.
26
Bahan Baku
Beras tiruan dapat diolah dengan menggunakan bahan baku yang bersumber
dari umbi-umbian dan serealia (Samad 2003). Beberapa komoditas dapat
digunakan sebagai sumber bahan baku utama dalam pembuatan beras tiruan.
Sumber karbohidrat umumnya dari golongan umbi-umbian dan serealia,
sedangkan sebagai sumber protein digunakan dari golongan kacang-kacangan.
Tabel 2.1 menampilkan beberapa kandungan nilai gizi dari beberapa komoditas
bahan pangan yang dapat digunakan sebagai sumber bahan baku untuk pembuatan
beras tiruan.
Tabel 2.1 Kandungan gizi berbagai bahan pangan (Per 100 Gram)
Bahan Baku
Air
Protein Karbohidrat
Lemak
Serat (g)
(g)
(g)
(g)
(g)
Beras (a)
12
7,5
77,4
1,9
0,9
Jagung (a)
10
10
70
4,5
2
Ubi Kayu (a)
6,2
1,8
92,5
0,3
2,5
Kedelai (a)
10
35
32
18
4
Kacang Tanah (a)
5,4
30,4
11,7
47,7
2,5
Kacang Hijau (a)
10
22
60
1
4
Sorgum (b)
3,58
10,11
80,42
3,65
2,74
Sagu Aren (c)
7,75
1,1
90,85
0,74
0,23
Sumber: (a) Purnamawati (2007); (b) Suarni (2001); (c) Alam dan Saleh (2009)
Beras tiruan dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku potensial
sebagaimana tertera pada Tabel 2.1 Kacang tanah dan kacang hijau memiliki
potensi sebagai sumber protein. Jagung, ubikayu, sorgum dan sagu aren memiliki
potensi sebagai sumber karbohidrat. Proses pembuatan beras tiruan dapat
menggunakan campuran berbagai sumber bahan baku tersebut. Misalnya yaitu
untuk menghasilkan produk beras tiruan yang memiliki potensi kandungan
protein yang cukup tinggi. Beberapa peneliti menggunakan beberapa sumber
bahan baku utama diantaranya yaitu: ubi kayu dan kacang kedelai (Herawati et al.
2011), sorgum dan sagu aren (Budijanto dan Yuliyanti. 2012), jagung putih
(Herawati et al. 2013), Mocaf dari ubi kayu (Subagio et al. 2013), ubi jalar
(Herawati dan Widowati 2009), jagung dan sorgum (Widara 2012). Salah satu
bahan baku sumber karbohidrat yang memiliki potensi untuk pembuatan beras
tiruan instan yaitu tepung jagung putih. Warna putih dari jagung dapat
menghasilkan kualitas beras tiruan yang berwarna putih juga, sebagaimana warna
beras dari padi. Namun demikian, karakteristik tepung jagung tidak sama dengan
tepung beras dari padi.
Bahan Tambahan
Untuk memperbaiki kualitas beras tiruan dapat ditambahkan bahan
tambahan pangan. Bahan tambahan yang dapat digunakan diantaranya plastisizer.
Plastisizer digunakan untuk mengendalikan produk beras tiruan memiliki
karakteristik tidak terlalu lengket baik pada waktu proses maupun pada produk
akhir. Wang et al. (2011) melakukan penelitian pembuatan beras tiruan dengan
menggunakan tambahan plastisizer berupa glycerol monosterate (GMS), lesitin
dan sodium stearoyl lactylate (SSL). GMS merupakan molekul organik yang
27
digunakan sebagai pengemulsi pada makanan (Lauridsen 1976). Bahan plastisizer
lain yang dapat ditambahkan adalah minyak kelapa, minyak kedelai dan minyak
sawit (Dupart dan Huber 2003).
GMS merupakan produk yang dapat diperoleh dari minyak kedelai yang
mengalami proses dehidrogenasi ataupun dapat pula disintesis dari gliserol dan
asam lemak pada kondisi basa. GMS merupakan bahan tambahan pangan dengan
kategori GRASS menurut Codex INS dengan nomor 471. GMS, gliseraldehid dan
lesitin dari kedelai dapat dimanfaatkan untuk produk ekstrusi beras dalam rangka
untuk meningkatkan tekstur, menurunkan daya adesif dan memperbaiki bentuk
produk akhir setelah proses hidrasi (Smith et al. 1985).
Penambahan hidrokoloid sebesar 0,2-2,5% dapat memperbaiki tekstur dari
beras tiruan (Mishra et al. 2012). Gum seringkali ditambahkan sebagai bahan
perekat, untuk memperbaiki kualitas rehidrasi dan bentuk dari produk kering
(Scelia et al. 1986). Beberapa hidrokolid dapat ditambahkan untuk memperbaiki
kemampuan menyerap air dari produk pangan. Wang et al. (2011) menggunakan
natrium alginat untuk pembuatan beras tiruan instan dengan bahan baku utama
tepung beras. Glukomanan memiliki potensi dapat menyerap air sebesar 153,64
g/g (Tatirot et al. 2012). Glukomanan memiliki kemampuan sebagai gelling
agent, thickener, film former dan plastisizer (Frey dan Petson 1967; Nankano et
al. 1979; Wang et al. 2002; Xiao et al. 2000; Li dan Xie 2006). Galaktomanan
terdiri dari guar gum, locus bean gum dan tara gum yang memiliki kemampuan
sebagai penyerap air, thickening agent pada media cair dan menurunkan
kecepatan evaporasi (Rodge et al. 2012; Vishwakarma et al. 2011; Sharma et al.
2008; Bourboun et al. 2010). Penambahan bahan tambahan pangan, dapat
dilakukan untuk meningkatkan kualitas produk akhir beras tiruan instan.
Teknologi Ekstrusi
Proses produksi beras tiruan dapat dilakukan dengan metode ekstrusi.
Metode ekstrusi dapat dibedakan berdasarkan penggunaan suhu yaitu suhu tinggi
atau ekstrusi panas dan suhu rendah atau ekstrusi dingin. Lebih lanjut, Budi et al.
(2013) menjelaskan bahwa ekstrusi panas menggunakan suhu tinggi diatas 70°C
yang diperoleh dari pemanas kukus atau pemanas elemen listrik yang dipasang
mengelilingi barrel dan friksi antara bahan adonan dengan permukaan barrel dan
ulir.
Berdasarkan jenis ulir yang digunakan, metode ekstrusi dapat dibedakan
menjadi ekstrusi tipe tunggal (satu buah ulir) dan ganda (dua buah ulir).
Kecepatan putaran ulir dapat diatur, untuk menghasilkan kualitas produk akhir
yang optimal. Beberapa yang dilaporkan telah digunakan untuk memproduksi
beras tiruan dicantumkan sebagaimana Tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Teknologi proses produksi beras tiruan dengan metode ekstrusi
No
Metode
Sumber
1 Ekstrusi dengan Kecepatan rendah
Wenger dan Huber (1988)
2 Ekstruder Tipe Ulir Ganda
Riaz (2000); Budijanto dan
Yuliyanti (2012)
3 Ekstruder Tipe Ulir Tunggal
Wang et al (2011)
4 Ekstrusi Dingin
Subagio et al (2012)
28
Berdasarkan tipe ekstruder, penggunaan parameter dan modifikasi suhu
dapat menghasilkan kualitas produk beras tiruan yang dikehendaki. Hal ini sangat
terkait dengan jenis bahan serta komposisi yang digunakan untuk menghasilkan
kualitas beras tiruan yang optimal. Wenger dan Huber (1988) menghasilkan
patent quick cooking rice dengan menggunakan suhu 100-150°C, sedangkan
Scelia et al. (1986) dan Wang et al. (2011) menggunakan ekstruder tipe tunggal
untuk menghasilkan beras tiruan.
Dewasa ini ekstrusi telah berkembang penerapannya untuk beragam produk
yang perlu dimasak atau dimatangkan. Salah satu kunci dalam keragaman hasil
produk ekstrusi terletak pada bagian die-nya, dimana bahan akan didorong keluar.
Die dalam pembuatan pasta telah meningkatkan keragaman penggunaannya dalam
menghasilkan produk dengan berbagai macam bentuk, kandungan air dan
konsisten (Holmer 2007).
Kenaikan kadar air dan suhu barrel meningkatkan persentase gelatinisasi
(Eun et al. 2000), sedangkan kecepatan ulir memiliki pengaruh yang cukup
komplek terhadap kualitas produk ekstrusi (Zhuang et al. 2010). Suhu ekstruder
antara 30-150°C telah diaplikasikan oleh beberapa peneliti (Scelia et al. 1986;
Wenger dan Huber 1988; Koide et al. 1999, Dupart dan Huber 2003; Ichikawa
dan Chiharu 2007; Steiger 2010). Lebih lanjut, Koide et al. (1999) menyatakan
bahwa pada suhu 80°C, derajat gelatinisasi sebesar 50-60% dan pada suhu 120°C
derajat gelatinisasi meningkat menjadi 90%. Riaz (2000) mengamati beberapa
parameter yang mempengaruhi teknologi proses produksi beras tiruan dengan
menggunakan metode ekstrusi diantaranya yaitu kadar air, energi yang masuk
energi mekanis, serta waktu retensi didalam alat ekstrusi. Beberapa parameter
kritis dari ektruder twin screw diantaranya adalah kadar air, input energi mekanis,
GME (gross mechanical energy), SME (specific mechanical energy), input energi
panas dan waktu retensi.
Penambahan air akan memecah kristalinitas dan merusak struktur amilosa
serta mengakibatkan granula pati membengkak pada saat dipanaskan. Adanya
peningkatan suhu dan jumlah air yang berlebihan mengakibatkan granula
mengembang lebih lanjut dan amilosa mulai terdifusi keluar dari granula.
Kecepatan ulir dan suhu ekstruder mempengaruhi derajat gelatinisasi dari produk
yang dihasilkan (Govindasamy et al. 1996).
Menurut Wooton dan Munk (1971), derajat gelatinisasi adalah rasio antara
pati yang tergelatinisasi dengan total pati. Gelatinisai sangat dipengaruhi oleh
ukuran granula pati, rasio antara amilosa dan amilopektin dan komponenkomponen yang terdapat didalam bahan pangan. Suhu barrel dan kecepatan ulir
pada proses ekstrusi juga sangat mempengaruhi derajat gelatinisasi pati yang
dihasilkan. Govinddasamy et al. (1996) melakukan analisis pengaruh parameter
proses ekstruder (kadar air, suhu barrel dan kecepatan putaran ulir terhadap
beberapa karakteristik produk ekstrusi. Untuk mendegradasi pati ada hal penting
yang perlu diperhatikan yaitu kecepatan putaran ulir (Chang et al. 1998).
Kecepatan putaran ulir dan kombinasi peningkatan suhu mempengaruhi
gelatinisasi pati. Setelah proses ekstrusi, produk perlu dikeringkan. Proses tersebut
dimaksudkan agar produk memiliki stabilitas serta aman untuk disimpan dalam
jangka waktu tertentu. Beberapa penelitian pembuatan beras tiruan, menggunakan
29
proses pengeringan untuk mencapai kadar air berkisar 4-15% (Harrow dan Martin
1982; Wenger dan Huber 1988; Cox dan cox 1993; Kato 2006 dan Steiger 2010).
Kombinasi penggunaan pengukusan setelah proses ekstrusi dapat
meningkatkan derajat gelatinisasi produk. Pengukusan digunakan dalam proses
pembuatan beras instan (Prasert dan Suwannaporn 2009). Menurut Sozer (2009),
pengukusan meningkatkan derajat gelatinisasi produk pasta beras yang ditambahi
dengan protein dan gum. Dengan semakin meningkatnya waktu pengukusan
derajat gelatinisasi semkain meningkat yang pada akhirnya diperoleh kondisi
gelatinisasi yang homogen serta diperolehnya waktu pemasakan yang lebih
singkat. Penggunaan tekanan yang tinggi pada pemasakan dapat menghasilkan
gelatinisasi yang homogen dan dapat menurunkan persentase butiran yang hancur
(Bhattacharya 1985; Baz et al. 1992).
Beb
SORPSI AIR DAN ANALISIS TERMAL
BERAS TIRUAN INSTAN
HENY HERAWATI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
2
3
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Hasil karya Disertasi dengan Judul “Optimasi Proses, Profil Isotermis Sorpsi
Air dan Analisis Termal Beras Tiruan Instan” merupakan karya pribadi saya
dengan bantuan arahan dari tim komisi pembimbing serta belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun sebagai bagian tugas akhir pada perguruan tinggi dimana
pun. Beberapa literatur pendukung sebagai sumber informasi telah dikutip, baik
yang telah maupun yang belum dipublikasikan telah disebutkan oleh penulis
didalam Daftar Pustaka sebagai bagian dari tugas akhir Disertasi ini.
Dengan demikian, saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Heny Herawati
F261110181
4
RINGKASAN
HENY HERAWATI. Optimasi Proses, Profil Isotermis Sorpsi Air dan Analisis
Termal Beras Tiruan Instan. Dibimbing oleh FERI KUSNANDAR, SLAMET
BUDIJANTO dan DEDE R. ADAWIYAH.
Pengembangan beras tiruan diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah
bahan pangan non-beras, sehingga dapat berkontribusi dalam mengurangi
ketergantungan konsumsi masyarakat pada beras. Di antara potensi
pengembangan beras tiruan yang dapat meningkatkan nilai tambahnya adalah
beras tiruan instan. Beras tiruan instan yang diinginkan memiliki waktu tanak
yang singkat, yaitu maksimal 5 menit. Beras tiruan instan dapat diproduksi dari
bahan utama tepung non-beras, diantaranya adalah tepung jagung putih. Warna
putih jagung dapat menghasilkan beras tiruan dengan warna yang mirip beras dari
padi. Teknologi proses beras tiruan dapat menerapkan teknologi ekstrusi dengan
menggunakan ekstruder ulir ganda (twin screw extruder).
Selain waktu pemasakan yang pendek, beras tiruan yang diinginkan tidak
mengalami puffing secara berlebihan, memiliki bentuk yang mirip dengan beras
dari padi (berbentuk oval), dan tidak hancur ketika dimasak. Karakteristik beras
tiruan tersebut dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan lain yang ditambahkan dan
kondisi proses yang diterapkan. Oleh karena itu, penelitian untuk menentukan
parameter bahan dan kondisi proses kritis yang mempengaruhi karakteristik beras
tiruan instan yang diinginkan, baik selama dan setelah proses, perlu diidentifikasi
dan dioptimasi.
Stabilitas beras tiruan instan selama penyimpanan dapat ditentukan dengan
menerapkan pendekatan isotermis sorpsi air (ISA) dengan membuat plot aktivitas
air (aw) dan kadar air kesetimbangan. Kurva ISA yang dihasilkan dapat
digunakan untuk menentukan umur simpan beras tiruan instan. Stabilitas beras
tiruan instan juga dapat diamati dengan menggunakan pendekatan analisis termal.
Data analisis termal dapat digunakan untuk menentukan profil titik beku, titik
gelatinisasi dan titik pelelehan dari beras tiruan instan. Profil termal tersebut dapat
diplotkan dalam bentuk state diagram yang menggambarkan profil perubahan
fase produk sebagai akibat adanya perubahan fraksi padatan dan suhu dari produk.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menentukan parameter kritis (bahan dan
kondisi proses) dalam pembentukan butiran beras tiruan instan; (2) menentukan
kondisi optimum (proses dan bahan) untuk menghasilkan beras tiruan instan; (3)
menganalisis stabilitas dan umur simpan beras tiruan instan dengan pendekatan
isotermis sorpsi air; dan (4) menganalisis stabilitas beras tiruan instan dengan
pendekatan profil termal dan state diagram.
Metode penentuan parameter kritis pembentukan butiran beras tiruan instan
dilakukan secara diskriptif. Optimasi proses pembuatan beras tiruan instan dengan
menggunakan central composite design dengan respon surface methodology
(RSM) . Pengaruh jenis dan konsentrasi hidrokoloid dalam formulasi beras tiruan
menggunakan mixture design. Analisis stabilitas dan umur simpan beras tiruan
instan dengan pendekatan ISA. Analisis karakteristik termal dan state diagram
dilakukan dengan menggunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC) dan
Modulated Differential Scanning Calorimetry (MDSC). Freezing point, transisi
gelas dan suhu pelelehan dianalisis dengan pendekatan model Chen’s, Gordon
Taylor dan Flory-Huggins.
5
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah air yang ditambahkan ke dalam
adonan, penambahan gliserol monostearat (GMS), kecepatan putaran ulir dan
suhu barrel dari ekstruder, serta perlakuan pengukusan setelah proses ekstrusi
merupakan parameter kritis yang harus dikendalikan untuk menghasilkan beras
tiruan instan yang diinginkan. Penambahan air ke dalam adonan yang tidak
melebihi 50%, penambahan GMS 2%, dan kecepatan putaran ulir pada 168 rpm
dipilih sebagai kondisi proses yang dapat menghasilkan beras tiruan yang
diinginkan.
Optimasi proses dengan menggunakan RSM menunjukkan suhu barrel pada
96°C dan waktu pengukusan setelah proses ekstrusi selama 5 menit menghasilkan
beras tiruan instan yang diinginkan, berdasarkan parameter waktu pemasakan,
derajat gelatinisasi, indeks absorpsi air dan indeks pengembangan. Penggunaan
glukomanan 0,96% dan guar gum 0,04% dapat meningkatkan indeks absorpsi air
beras tiruan instan.
Hasil analisis ISA dengan menggunakan pendekatan model BrunauerEmmett-Teller (BET) menunjukkan kadar air yang terikat pada lapisan monolayer
(Mm) pada sampel beras komersial lebih tinggi (6,50%) dibandingkan dengan
beras tiruan instan yaitu 5,54% untuk OPT1 (beras tiruan dengan penambahan
natrium alginat 1%) dan 5,49% untuk OPT2 (beras tiruan dengan penambahan
glukomanan 0,96% dan guar gum 0,04%). Model BET sesuai digunakan pada
rentang nilai aw yang sempit (0,076-0,514), sedangkan model GuggenhaimAnderson-deBoer (GAB) pada rentang yang lebih luas (0,076-0,971). Secara
keseluruhan nilai Mm berdasarkan hasil perhitungan dengan pendekatan model
GAB lebih tinggi daripada model BET. Perbedaan ini disebabkan oleh
perhitungan kondisi multilayer pada persamaan GAB. Umur simpan beras tiruan
instan OPT2 adalah 82,62 bulan sedangkan beras tiruan OPT1 adalah 67,20 bulan
(keduanya dikemas dalam aluminium foil pada kelembaban relatif (RH) ruang
penyimpanan 75%).
Analisis termal dari beras tiruan instan OPT2 dengan menggunakan DSC
menunjukkan suhu transisi gelas padatan (Tgs) sebesar 75.5°C. Berdasarkan
kurva pembekuan, dapat diperoleh nilai freezing point sebesar – 8,3 °C dan suhu
maksimum pembekuan pada -8.4oC. Suhu pelelehan beras tiruan instan OPT2
dengan menggunakan MDSC pada kadar air 10% adalah 104°C. State Diagram
untuk stabilitas beras tiruan instan OPT2 dapat dibuat dengan melakukan ploting
kurva transisi gelas dan kurva pembekuan.
Kata Kunci: beras tiruan instan, optimasi proses, isotermis sorpsi air, analisis
termal
6
SUMMARY
HENY HERAWATI. Process Optimization, Moisture Sorption Isotherm Profile
and Thermal Analysis of Instant Artificial Rice. Supervised by FERI
KUSNANDAR, SLAMET BUDIJANTO dan DEDE R. ADAWIYAH.
The development of artificial rice is expected to increase the added value of
non-rice-based food in order to eliminate the dependence of people on rice.
Instant artificial rice is developed potentially to increase the added value of
artificial rice. The instant artificial rice has a cooking time of approximately five
minutes. The instant artificial rice can be produced from non-paddy rice flour,
such as white corn flour. The corn-based flour artificial rice resembles paddy rice
in terms of color, size and shape before cooking and does not easily crumble after
cooking. Ingredients in the formulation and processing condition may influence
the characteristic of instant artificial.
Moisture sorption isotherm (MSI) can be used to evaluate the stability of
instant artificial rice during storage. The MSI model is useful to determine the
shelf life of instant artificial rice. The stability of instant artificial rice can also be
observed by using thermal analysis approach. The thermal analysis data are
useful to determine the freezing, glass transition and melting points of instant
artificial rice. The thermal profile can be plotted into a state diagram model to
describe the product change as the effect of solid fraction and temperature change
of the product.
The objectives of this research were to (1) determine the critical parameter
(ingredients and processing conditon) during the forming of instant artificial rice
granules; (2) determine the optimum processing conditions and ingredients to
produce instant artificial rice; (3) analyze the stability and the shelf life of instant
artificial rice using MSI model; and (4) analyze the stability of instant artificial
rice using thermal profil and state diagram model.
The descriptive method adjusted the critical parameter of granule formed
instant artificial rice. To optimize parameter process throughout central
composite used design with response surface method while to study the effects of
some types and concentrations of hydrocolloids used mixture design. The
stability and selflife analysis of instant artificial rice used water sorption isotherm
approach. Thermal characteristics and state diagram analysis used Differential
Scanning Calorimetry (DSC) and Modulated Differential Scanning Calorimetry
(MDSC). Freezing point, glass transition and melting temperature were measured
and analyzed with Chen’s model, Gordon Taylor and Flory-Huggins model
approach.
The amount of water and glycerol monosterate (GMS) concentration added
in the formulation, screw speed and barrel temperature of extruder, and steaming
treatment after extrusion process were the critical parameters to produce instant
artificial rice. The water addition which was less than 50%, 2% GMS
concentration, and screw speed of 168 rpm were chosen as appropriate
processing condition to produce instant artificial rice. Response Surface Method
(RSM) model showed that the barrel temperature at 96oC and steaming for 5
minutes produced desirable cooking time, degree of gelatinization, water
absorption index and expansion index of instant artificial rice. The use of 0,96%
7
glucomanan and 0,04% guar gum improved the water absorption index of instant
artificial rice.
The BET model of MSI plot showed that monolayer moisture content of
commercial paddy rice was 6,50%, while the instant artificial rice with the
addition 1% sodium alginate addition (OPT1) was of 5,54% and that with the
addition of 0,96% gluocomanan and 0,04% guar gum addition (OPT2) was
5,49%. BET model was suitable for a small range of water activity (0,076-0,514),
while GAB model was suitable for in wider range of water activity (0,076-0,971).
In general, monolayer moisture content using GAB model was higher than that
of BET model. The shelf life of OPT2 was 82.62 months and OPT1 was 67.20
months (both samples were packaged in aluminum foil at 75% of relative
humidity).
Thermal analysis using DSC showed that the glass transition temperature
(Tgs) of OPT2 was 75.5°C. Based on Freezing curve, freezing point was -8,3 °C
and maximum freezing temperature was -8,4°C. Melting temperature of OPT2
measured by MDSC at 10% moisture content was 104°C. State diagram for
stability of OPT2 instant artificial rice could be made by plotting glass transition
and freezing curve.
Key words: instant artificial rice, process optimization, water sorption isotherm,
thermal analysis
8
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar di IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
9
OPTIMASI PROSES, PROFIL ISOTERMIS
SORPSI AIR DAN ANALISIS TERMAL
BERAS TIRUAN INSTAN
HENY HERAWATI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
10
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup Disertasi:
1. Dr Nugraha Edi Suyatma, STP DEA
(Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA-IPB)
2. Dr Nur Wulandari, STP MSi
(Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA-IPB)
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka Disertasi:
1. Dr Nugraha Edi Suyatma, STP DEA
(Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA-IPB)
2. Dr Ir Endang Yuli Purwani, MSi
(Peneliti Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Cimanggu- Bogor)
12
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas segala karuniaNya sehingga Disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini berjudul “Optimasi
Proses, Profil Isotermis Sorpsi Air dan Analisis Termal Beras Tiruan Instan”.
Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Feri Kusnandar, MSc
selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof Dr Ir Slamet Budijanto, MAgr dan Dr
Ir Dede R. Adawiyah, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dan masukan selama penelitian dan penulisan disertasi ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Shafiur Rahman atas
bimbingannya selama penulis melakukan penelitian di Sultan Qaboos University,
Oman. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ketua Program Studi
Ilmu Pangan (Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc) dan staf telah banyak
membantu penulis dalam memberikan pelayanan yang baik selama penulis
menjadi mahasiswa.
Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Kementerian
Pertanian atas kesempatannya untuk memberikan ijin tugas belajar, Ditjen
Pendidikan Tinggi atas Beasiswa Unggulan Peneliti Berprestasi yang diberikan,
LPDP Departemen Keuangan atas biaya disertasi dalam negeri dan Badan Litbang
Pertanian atas biaya melakukan penelitian di Oman. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada orang tua, mertua, suami, anak-anak, kakak, adik, saudara,
keluarga besar, teman-teman angkatan 2010-2013 atas motivasi, doa serta
dukungannya terhadap penulis.
Tak ada gading yang tak retak, sehingga penulis memohon maaf apabila
terdapat kekurangan dalam Disertasi ini. Semoga Disertasi ini bermanfaat untuk
pengembangan ilmu dan pengetahuan di bidang ilmu pangan dan bidang terkait
lainnya.
Bogor, Agustus 2015
Heny Herawati
13
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL
RINGKASAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Ruang Lingkup Penelitian
Manfaat Penelitian
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Beras Tiruan
Beras Tiruan Instan
Bahan Baku dan Bahan Tambahan
Teknologi Ekstrusi
Parameter Mutu Beras Tiruan
ISA (Isotermis Sorpsi Air)
Analisis Termal dan State Diagram
III.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Tahapan Penelitian
IV.
IDENTIFIKASI PARAMETER
KRITIS
DALAM
PEMBENTUKAN BUTIRAN BERAS TIRUAN INSTAN
Abstrak
Pendahuluan
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
V.
OPTIMASI PROSES DAN FORMULA BERAS TIRUAN
INSTAN
Abstrak
Pendahuluan
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
i
iv
xiii
xv
xvii
xix
1
1
3
4
4
5
5
5
6
8
10
14
15
18
18
18
18
23
23
23
24
26
32
36
36
36
37
41
52
14
VI.
VII.
VIII.
IX.
SORPSI ISOTERMIS DAN UMUR SIMPAN BERAS
TIRUAN INSTAN
Abstrak
Pendahuluan
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
ANALISIS TERMAL DAN STATE DIAGRAM BERAS
TIRUAN INSTAN
Abstrak
Pendahuluan
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
PEMBAHASAN UMUM
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
56
56
56
57
60
66
69
69
69
70
73
79
82
90
90
91
15
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1
2.2
3.1
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
6.1
6.2
6.3
Kandungan gizi berbagai bahan pangan (Per 100 Gram)
Teknologi proses produksi beras tiruan dengan metode ekstrusi
Tujuan, perlakuan, analisis dan luaran dari setiap tahapan
penelitian
Pengaruh penambahan air adonan terhadap karakteristik produk
beras tiruan selama dan setelah proses ekstrusi, setelah proses
pemasakan produk
Pengaruh putaran ulir terhadap karakteristik produk beras tiruan
selama dan setelah proses ekstrusi, setelah proses pemasakan
produk
Pengaruh suhu pemanasan terhadap karakteristik produk beras
tiruan selama dan setelah proses ekstrusi, setelah proses
pemasakan produk
Pengaruh konsentrasi GMS terhadap karakteristik produk beras
tiruan selama dan setelah proses ekstrusi, setelah proses
pemasakan produk
Pengaruh waktu pengukusan setelah proses ekstrusi terhadap
karakteristik produk beras tiruan selama dan setelah proses
ekstrusi, dan setelah proses pemasakan produk
Komposisi tepung jagung varietas Srikandi Putih
Respon pengaruh suhu barrel dan waktu pengukusan setelah
ekstrusi terhadap parameter respon (waktu pemasakan, derajat
gelatinisasi, indeks absorpsi air, dan indeks pengembangan) dari
beras tiruan
Signifikansi koefisien respon dari persamaan regresi
Hasil verifikasi kondisi optimum parameter proses terhadap
parameter respons beras tiruan pada suhu barrel 96°C, kecepatan
putaran ulir 168 rpm dan waktu pengukusan 5 menit
Respon pengaruh suhu barrel dan waktu pengukusan setelah
ekstrusi terhadap parameter respon (waktu pemasakan, derajat
gelatinisasi, indeks absorpsi air, dan indeks pengembangan) dari
beras tiruan pada optimasi formula
Signifikansi koefisien respon dari persamaan regresi
Hasil verifikasi kondisi optimum parameter formula pada kondisi
proses suhu barrel 96°C, kecepatan putaran ulir 168 rpm, waktu
pengukusan 5 menit
Tekstur dan whiteness indeks beras tiruan instan pada kondisi
formulasi optimum
Hasil analisis proksimat beras tiruan instan (OPT1 dan OPT2)
dan beras padi
7
8
19
Hasil analisis sorpsi isotermis beras tiruan instan (OPT1 dan
OPT2) dan beras padi
Persamaan dan konstanta BET pada beras tiruan instan (OPT1
dan OPT2) dan sampel beras padi
61
26
27
28
30
31
41
42
42
45
46
47
49
49
60
62
16
6.4
6.5
7.1
7.2
8.1
Konstanta α, β, ɣ, kadar air monolayer (Mm) dan K, C dari
persamaan GAB untuk beras tiruan instan (OPT1 dan OPT2) dan
beras padi
Umur simpan beras tiruan instan (OPT1 dan OPT2) serta beras
komersial dari padi
Hasil analisis MDSC sampel beras tiruan instan
Hasil analisis termal sampel beras tiruan instan yang
mengandung freezable water
Hubungan korelasi waktu pemasakan terhadap derajat
gelatinisasi, indeks absorpsi air dan indeks pengembangan
64
65
75
77
84
17
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 State diagram pada beberapa daerah berbeda dari produk pangan
(Rahman 2012)
2.2 State diagram beras basmati (a) dan state diagram beras basmati
yang diselaraskan dengan persamaan Gordon-Taylor (b) (Sablani et
al. 2009)
4.1 Pengaruh suhu pemanasan barrel terhadap waktu pemasakan beras
tiruan (pada kecepatan putaran ulir 168 rpm, penambahan air
adonan 50%, GMS 2%)
4.2 Pengaruh konsentrasi GMS terhadap waktu pemasakan (pada suhu
barrel ekstruder 95°C, kecepatan putaran ulir 168 rpm,
penambahan air adonan 50%)
4.3 Pengaruh waktu pengukusan setelah proses ekstrusi terhadap waktu
pemasakan (pada suhu barrel ekstruder 95°C, kecepatan putaran
ulir 168 rpm, penambahan air adonan 50%, GMS 2%
5.1 Profil Contour Plot pengaruh suhu barrel dan waktu pengukusan
terhadap karakteristik: (A) waktu pemasakan; (B) derajat
gelatinisasi; (C) indeks absorpsi air; (D) indeks pengembangan
5.2 Profil overlay empat respon parameter (waktu pemasakan, derajat
gelatinisasi, indeks absorpsi air, indeks pengembangan) sebagai
pengaruh suhu pemanasan barrel dan waktu pengukusan terhadap
optimasi proses beras tiruan instan
5.3 Profil Contour Plot pengaruh jenis dan konsentrasi hidrokoloid
terhadap karakteristik: (A) waktu pemasakan; (B) derajat
gelatinisasi; (C) indeks absorpsi air; (D) indeks pengembangan
5.4 Hasil overlay empat parameter (waktu pemasakan, derajat
gelatinisasi, indeks absorpsi air dan indeks pengembangan) akibat
pengaruh jenis dan konsentrasi hidrokoloid
5.5 Hasil analisis SEM beras tiruan instan (A) OPT1; (B) OPT2
5.6 Hasil Analisis XRD OPT2, OPT1 dan Tepung Jagung
6.1 Hasil plot nilai aw terhadap kadar air dari hasil penelitian dan
persamaan model BET untuk beras tiruan instan (OPT1 dan OPT2)
dan beras padi (bk)
6.2 Hasil plot nilai aw terhadap kadar air dari hasil penelitian dan
persamaan model GAB untuk beras tiruan instan (OPT1 dan OPT2)
dan beras padi (bk)
7.1 Hasil analisis DSC dari sampel, : kecepatan pemanasan 10°C/
Menit (kadar air 2 g/100 g sampel), B: kecepatan pemanasan 10°C/
Menit (kadar air: 5 g/100 g sampel), C: kecepatan pemanasan
50°C/ Menit (kadar air 2 g/100 g sampel), D : kecepatan
pemanasan 50 °C/Menit (kadar air 5 g/100 g sampel)
7.2 Hasil analisis ploting slop relaksasi isotermal dari sampel, A: kadar
air 2 g/ 100 g sampel; B : kadar air 10 g/100 g sampel; C: kadar air
20 g/100 g sampel; D: transisi gelas sebagai fungsi fraksi padatan
7.3 Hasil analisis termogram MDSC yang mengandung kadar air 2
16
17
29
31
32
43
44
48
48
50
51
63
64
73
74
76
18
g/100 g sampel; A:total aliran panas; B :aliran panas bolak balik; C:
aliran panas satu arah dan D: suhu pelelehan sebagai fungsi kadar
padatan
7.4 Hasil analisis termogram DSC dari sampel untuk freezable waterr
(kadar air 40 g/100 g sampel) dengan annealing pada [(Tm)a – 1]
selama 30 menit; A: Termogram secara keseluruhan; B: termogram
untuk pelelehan es
7.5 Grafik penentuan untuk A: Freezing point sebagai fungsi kadarr
padatan B: State diagram
8.1 State diagram dan ISA beras tiruan instan optimal
77
78
88
19
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Hasil ANOVA waktu pemasakan optimasi proses dengan respon
surface method (suhu dan waktu pengukusan)
Hasil ANOVA derajat gelatinisasi optimasi proses dengan respon
surface method (suhu dan waktu pengukusan)
Hasil ANOVA indeks absorpsi air optimasi proses dengan respon
surface method (suhu dan waktu pengukusan)
Hasil ANOVA indeks pengembangan optimasi proses dengan
respon surface method (suhu dan waktu pengukusan)
Hasil overlay optimasi proses respon surface method (suhu dan
waktu pengukusan)
Hasil Anova optimasi formula hidrokoloid untuk waktu
pemasakan
Hasil Anova optimasi formula hidrokoloid untuk derajat
gelatinisasi
Hasil Anova optimasi formula hidrokoloid untuk indeks absorpsi
air
Hasil Anova optimasi formula hidrokoloid untuk indeks
pengembangan
Hasil overlay optimasi formula hidrokoloid
Hasil analisis Tg dan gordon taylor
Hasil analisis Tf dan model chen
Hasil analisis Tm dan model flory huggins
Perhitungan umur simpan beras tiruan instan dan beras komersial
dengan rumus Bell dan Labuza (2000)
Perhitungan umur simpan beras tiruan instan dan beras komersial
dengan rumus Bell dan Labuza (2000) dimodifikasi
Hasil analisis korelasi dengan SPSS 22
100
101
102
103
104
105
107
108
109
111
112
113
114
115
116
117
20
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan beras tiruan diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah
bahan pangan non-beras yang hasilnya dapat berkontribusi dalam mengurangi
ketergantungan masyarakat pada beras yang bersumber dari padi. Teknologi beras
tiruan banyak dikembangkan oleh peneliti terdahulu baik dari sisi teknologi proses
maupun bahan baku yang digunakan. Beberapa penelitian mengenai
pengembangan beras tiruan dari bahan baku yang berbeda telah dilaporkan,
seperti dari tepung beras (Scelia et al. 1986; Wenger dan Huber 1988; Koide et al.
1999; Mishra et al. 2012); tepung ubikayu (Lisnan 2008); tepung ubi jalar
(Herawati dan Widowati 2009); kedelai (Herawati et al. 2011); sorgum (Budijanto
et al. 2011; ); dan tepung jagung (Budijanto et al. 2011; Herawati et al. 2013).
Beberapa paten beras tiruan juga sudah dikeluarkan, seperti beras tiruan dari
tepung beras (US Paten No. 3.620.762 dan 3.628.966), (paten Jepang HEI 413986.3-69267), (US Paten No. 4.129.900), dan (Paten No 5.211.977).
Di antara potensi pengembangan beras tiruan yang dapat meningkatkan nilai
tambahnya adalah beras tiruan instan. Pengertian beras tiruan instan dapat
mengadopsi dari definisi beras instan. Luh et al. (1980) menyatakan bahwa quick
cooking rice merupakan beras yang membutuhkan waktu pemasakan 5 menit.
Beras instan memiliki ciri khas dengan butir berasnya yang dibuat lebih porous,
sehingga air panas lebih cepat berpenetrasi kedalamnya saat direhidrasi. Setelah
dimasak, nasi instan sama dengan nasi biasa dalam hal rasa, aroma dan tekstur
(Rewthong et al. 2010). Cara pemasakan pada umumnya dilakukan dengan
menggunakan rice cooker, sebagaimana yang dilakukan oleh Prasert dan
Suwannaporn (2009). Dari penjelasan tersebut maka dapat diketahui bahwa yang
membedakan antara beras tiruan non-instan dengan beras tiruan instan adalah
waktu pemasakannya, dimana beras tiruan instan dapat dimasak hingga diperoleh
mutu nasi yang diinginkan dalam waktu yang singkat (maksimal 5 menit).
Teknologi proses pembuatan beras tiruan yang telah dikembangkan
umumnya menggunakan bahan baku tepung beras. Wang et al. (2011)
menggunakan tepung beras dengan penambahan plastisizer dan hidrokoloid untuk
menghasilkan beras tiruan instan. Teknologi proses pembuatan beras tiruan instan
dapat dilakukan dengan menggunakan tepung non-beras, diantaranya yang
berpotensi adalah tepung jagung putih. Penggunaan jagung putih dapat
menghasilkan beras tiruan dengan warna putih yang mirip beras dari padi. Untuk
menghasilkan beras tiruan instan tersebut, maka parameter-parameter kritis perlu
diidentifikasi, baik yang terkait dengan kondisi proses maupun bahan-bahan lain
yang digunakan.
Beras tiruan dapat diproses dengan menggunakan mesin ekstruder. Scelia et
al. (1986) dan Wang et al. (2011) menggunakan ekstruder tipe tunggal untuk
menghasilkan beras tiruan. Riaz (2000) dan Budijanto et al. (2011) menggunakan
ekstruder tipe ganda. Penelitian terdahulu menunjukkan pembentukan beras tiruan
dipengaruhi oleh parameter proses selama ekstrusi. Suhu barrel ekstruder
mempengaruhi persentase pati yang tergelatinisasi (Eun et al. 2000), sedangkan
kecepatan putaran ulir memiliki pengaruh yang kompleks terhadap kualitas
produk ekstrusi (Zhuang et al. 2010). Penggunaan suhu barrel ekstruder antara
30-150°C telah diaplikasikan oleh beberapa peneliti (Scelia et al. 1986; Wenger
21
dan Huber et al. 1988; Koide et al. 1999; Dupart dan Huber 2003; Ichikawa dan
Chiharu 2007; Steiger 2010). Wang et al. (2011) menggunakan kecepatan putaran
ulir ekstruder tipe tunggal 150 -300 rpm.
Selain parameter proses, penggunaan ingredien yang ditambahkan dalam
formulasi adonan juga mempengaruhi kualitas produk beras tiruan instan yang
dihasilkan. Plastisizer dari golongan lemak dan minyak dapat ditambahkan dalam
adonan untuk menurunkan friksi pada saat pemasakan didalam ekstruder. Wang
et al. (2011) menggunakan soybean lecitin (LC), sodium stearoyl lactilate (SSL)
dan glycerol monostearate (GMS) untuk menghasilkan beras tiruan instan dengan
bahan baku utama tepung beras. Penggunaan 2-10% minyak dapat menurunkan
friksi selama proses ekstrusi dan mengontrol indeks absorpsi air beras tiruan
(Mishra et al. 2012). GMS, gliserin dan lesitin dapat ditambahkan untuk
memperbaiki tekstur, menurunkan kelengketan dan mempertahankan bentuk beras
tiruan (Smith et al. 1985).
Hidrokoloid dapat ditambahkan untuk meningkatkan indeks absorpsi air.
Hidroloid biasanya ditambahkan karena kemampuannya dalam meningkatkan
daya serap air dan kemampuannya membentuk gel. Scelia et al. (1986)
menambahkan gum 0,25% untuk menghasilkan quick cooking rice-like product,
sedangkan Wang et al. (2011) menambahkan natrium alginat 0,5% untuk
menghasilkan beras tiruan instan. Penambahan hidrokoloid campuran hidrokoloid
0,2-2,5% sebelum proses ekstrusi dapat digunakan untuk menghasilkan beras
tiruan (Mishra et al. 2012). Jenis hidrokoloid lain yang mempunyai kemampuan
menyerap air yang sangat tinggi dan membentuk gel yang baik adalah
glukomanan, guar gum dan tara gum (Muchtadi 2011). Penggunaan hidrokoloid
tersebut dalam beras tiruan instan yang bersumber dari tepung non padi belum ada
yang melaporkan.
Derajat gelatinisasi merupakan parameter yang penting dalam proses beras
tiruan (Prasert dan Suwannaporn 2009). Gelatinisasi parsial (80%) atau
gelatinisasi penuh melalui tahapan pemasakan atau pengukusan dapat digunakan
untuk menghasilkan beras instan (Smith et al. 1985). Berbagai teknologi
dikembangkan untuk meningkatkan derajat gelatinisasi untuk menghasilkan beras
instan, di antaranya pengukusan dan pemasakan dengan tekanan tinggi
(Bhattacharya 1985 dan Baz et al. 1992). Derajat gelatinisasi akan meningkatkan
kemampuan beras untuk cepat matang serta diperoleh kondisi gelatinisasi yang
homogen secara cepat.
Di samping waktu pemasakan yang singkat, mutu beras tiruan instan yang
penting diperhatikan adalah indeks absorpsi air dan indeks pengembangan. Indeks
absorpsi air (water absorption index) merupakan ukuran kemampuan maksimal
penyerapan air (Govindasamy et al. (1996) dari beras tiruan yang sangat
berkorelasi dengan sifat instan. Indeks pengembangan merupakan parameter yang
berhubungan dengan keseragaman bentuk dan ukuran (Wang et al. 2011). Hal ini
sangat terkait dengan produk beras tiruan instan, dimana salah satu kendalanya
adalah bentuk yang harus menyerupai butiran beras yang berasal dari padi.
Karakteristik stabilitas produk beras tiruan instan optimal yang dihasilkan
dapat dilakukan dengan pendekatan analisis termal dan state diagram. Analisis
termal dilakukan dengan pendekatan analisis transisi gelas yang sangat
mempengaruhi mobilitas molekuler, reaksi kimia dan stabilitas produk (Slade dan
Levine 1991; Rahman 2006; 2010; 2012). Beberapa fase hasil analisis termal,
22
dapat digambarkan dalam bentuk konsep state diagram (Rahman 2006). Beberapa
penelitian diantaranya yaitu pengaruh penyimpanan terhadap transisi gelas dan
pengaruh terhadap relaksasi pati (Chung dan Lim 2003) serta pati alami dan pati
tergelatinisasi (Chung et al. 2002). Dengan demikian penelitian mengenai analisis
stabilitas dengan pendekatan analisis termal dan state diagram menjadi penting
untuk dilakukan.
Analisis stabilitas sangat penting untuk menentukan umur simpan produk
pangan. Analisis stabilitas pangan yang umum digunakan adalah metode
pendekatan isotherm sorpsi air (Labuza 1982). Pendekatan lain yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan metode state diagram (Rahman 2006;
2010 dan 2012). State diagram merupakan suatu pemetaan perubahan fase pangan
sebagai fungsi kadar air atau padatan serta suhu. Penggunaan konsep perubahan
transisi gelas merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan.
Penelitian ini mencakup pengembangan beras tiruan instan yang terbuat dari
bahan baku tepung jagung putih (varietas Srikandi) dengan menggunakan
teknologi ekstrusi ulir ganda (twin screw extruder). Beberapa paramater kritis
ditentukan untuk menghasilkan sifat instan dari beras tiruan yang diinginkan, baik
yang terkait dengan parameter proses maupun formulasi bahan. Parameter proses
kritis yang penting adalah suhu barrel dan waktu pengukusan setelah ekstrusi,
sedangkan ingredien dalam formulasi yang diharapkan dapat membantu sifat
instan dari beras tiruan yang dihasilkan adalah jenis dan konsentrasi hidrokoloid
(natrium alginat, glukomanan, guar gum dan tara gum). Parameter mutu produk
yang penting untuk dapat menjelaskan sifat instan dari beras tiruan yang
dihasilkan adalah waktu pemasakan, derajat gelatinisasi, indeks absorpsi air dan
indeks pengembangan. Penelitian yang lebih mendalam dilakukan untuk
menentukan profil isotermis sorpsi air, karakteristik termal dan state diagram dari
beras tiruan sebagai pengaruh dari variasi proses dan bahan baku yang digunakan.
Dalam hal ini yang dipelajari adalah pengaruh dari kadar air dan suhu terhadap
stabilitas produk dan umur simpan beras tiruan instan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi parameter kritis dalam proses pembuatan butiran beras tiruan
instan, baik kondisi proses (suhu barrel dan kecepatan putaran ulir dari
ekstruder dan waktu pengukusan setelah proses ekstrusi) dan bahan yang
ditambahkan (air dan gliserol monostearat).
2. Menentukan kondisi proses (suhu barrel dan waktu pengukusan) dan
hidrokoloid (glukomanan, natrium alginat, guar gum dan tara gum) yang
optimum untuk menghasilkan beras tiruan instan.
3. Menentukan stabilitas beras tiruan instan dengan pendekatan isotermis sorpsi
air dan menggunakannya untuk menentukan umur simpan beras tiruan instan.
4. Menentukan stabilitas beras tiruan instan dengan menggunakan pendekatan
analisis termal dan state diagram.
23
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibagi ke dalam empat tahapan penelitian, yaitu: (1) tahap
menentukan parameter proses kritis selama proses ekstrusi untuk menghasilkan
butiran beras tiruan instan; (2) tahap optimasi proses dan ingredien kritis untuk
menghasilkan beras tiruan instan; dan (3) tahap analisis stabilitas dan penentuan
umur simpan beras tiruan instan dengan pendekatan sorpsi isotermis, dan (4)
tahap analisis stabilitas beras tiruan instan dengan pendekatan analisi termal dan
state diagram. Penjelasan lengkap mengenai penelitian yang dilakukan di masingmasing tahapan dapat dilihat pada Bab yang terkait.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi mengenai teknologi proses dan
formulasi untuk produksi beras tiruan instan dari tepung jagung putih. Tahapan
pendekatan berupa analisis parameter kritis pembentukan butiran beras tiruan
instan, yang selanjutnya dilakukan optimasi menjadi metode yang dapat
dikembangkan dilingkungan praktisi pangan. Analisis stabilitas dan umur simpan
dengan metode ISA dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan umur
simpan dan kondisi penyimpanan produk beras tiruan instan. Analisis stabilitas
dengan pendekatan termal memberikan informasi stabilitas produk terkait dengan
adanya perlakuan suhu. Untuk selanjutnya, teknologi ini diharapkan dapat
meningkatkan nilai tambah dari aspek kepraktisan melalui proses instanisasi dan
meningkatkan diversifikasi pangan melalui beras tiruan non padi.
24
II. TINJAUAN PUSTAKA
Beras Tiruan
Beras tiruan adalah granula atau butiran seperti beras yang dibuat dari bahan
baku utama tepung non padi. Beras tiruan sering juga disebut beras analog
(Budijanto et al. 2011), beras mutiara (Herawati dan Widowati 2009), beras
cerdas (Subagio et al. 2012), atau beras tekad. Untuk selanjutnya, istilah yang
digunakan adalah beras tiruan.
Beras tiruan dapat dibuat dari tepung beras yang dibentuk kembali atau dari
bahan sumber karbohidrat non-pangan, seperti umbi-umbian dan serealia. Beras
tiruan juga dapat diperkaya dengan penambahan zat gizi dan flavor (Kurachi
1995), penambahan bahan tambahan pangan (Kurachi 1995; Yoshida et al. 1971),
penambahan hidrokoloid (Katsuya et al.1971), penggunaan tepung garut dan
rumput laut untuk menurunkan indeks glikemik (Dewi dan Rahman 2011).
Beras tiruan dapat diproduksi menggunakan berbagai macam metode, yaitu
penghabluran (Lisnan 2008), granulasi (Herawati et al. 2011), granulasi
kombinasi dengan steaming (Widowati et al. 2008), ekstrusi dengan kecepatan
rendah (Wenger dan Huber 1988), dan ekstrusi dengan suhu rendah (Subagio et
al. 2012). Jenis ekstruder yang digunakan adalah ekstruder tipe ganda (Riaz 2000;
Budijanto dan Yuliyanti 2012) atau ekstrusi tipe tunggal (Wang et al. 2011).
Kombinasi penggunaan bahan baku, bahan tambahan serta teknologi proses
dapat digunakan untuk optimasi teknologi proses produksi beras tiruan.
Sebagaimana disebutkan diatas, beberapa sumber bahan baku non padi dengan
bahan tambahan dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan beras tiruan.
Beberapa teknologi proses pembuatan beras tiruan juga dapat dilakukan. Dengan
adanya kombinasi tersebut, beras tiruan yang mendekati karakteristik beras yang
bersumber dari padi dapat diperoleh.
Beras Tiruan Instan
Beras tiruan dapat ditingkatkan nilai tambahnya dari aspek kepraktisan,
melalui pembuatan beras tiruan instan. Di era modern masyarakat sangat
membutuhkan waktu yang singkat dalam aspek pemasakan dan penyiapan
makanan. Beras biasa membutuhkan waktu tanak 20,5 menit, sedangkan beras
tiruan membutuhkan waktu tanak 7,5 - 8,5 menit (Meutia 2013).
Belum ada literatur yang menjelaskan beras tiruan instan, sehingga referensi
yang digunakan adalah dari beras instan. Beras instan adalah beras cepat masak
yang dapat disiapkan dalam waktu 3 sampai 5 menit dengan cara persiapan yang
sederhana. Nasi instan memiliki ciri khas dengan butir berasnya yang dibuat
porous. Struktur yang lebih porous akan mempercepat air panas yang masuk
kedalamnya saat direhidrasi. Setelah dimasak, produk harus sesuai dengan nasi
biasa dalam hal rasa, aroma, dan tekstur (Rewthong et al. 2010). Luh et al. (1980)
membagi beras instan kedalam: (1) Under cooked rice yang membutuhkan waktu
10-15 menit waktu penyajian; (2) Take rice membutuhkan waktu 5 menit untuk
persiapan, (3) Minute rice membutuhkan 1-2 menit untuk persiapan; (4) Ready to
eat breakfast cereal dapat langsung disantap.
Quick cooking rice atau beras cepat saji atau dapat juga disebut instan cukup
populer di Amerika Serikat, Jepang dan negara barat lainnya. Beras ini dapat
25
didefinisikan sebagai beras yang dapat dimasak dalam waktu lima menit serta
dapat diterima dengan layak sebagaimana beras yang ditanak secara kovensional
baik dari aspek flavor, rasa, dan tekstur (Owens 2000). Teknologi proses yang
digunakan diantaranya adalah dengan pra-pemasakan menggunakan air,
pengukusan atau keduanya. Prinsip dasar yang digunakan yaitu dengan
mekanisme dehidrasi untuk meningkatkan porositas dan membuka struktur butir
beras sehingga dapat membentuk beras masak atau setengah masak yang pada
akhirnya dapat mempercepat waktu tanak beras (Owens 2000).
Wenger dan Huber menghasilkan paten quick cooking rice dari bahan baku
utama tepung beras dengan waktu pemasakan 5-10 menit. Scelia et al. (1986)
menghasilkan paten pembuatan quick ccoking rice-like product dengan
menggunakan campuran tepung beras 95-100%, pati 0-0,75% dan gum 0-0,25%.
Produk yang dihasilkan memiliki waktu pemasakan 5 menit. Penambahan pati
yang digunakan dapat membentuk kompleks amilosa dari pati dengan gliserol
monostearat (GMS) pada proses ekstrusi dalam pembuatan beras tiruan (Wang et
al. 2011).
Tahap pembuatan beras instan dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah perendaman dalam NaHPO4, pembekuan, dan pengeringan
Nasi instan dapat menyerap air panas dengan cepat sehingga dapat dikonsumsi
dalam beberapa menit. Nasi instan dapat terbentuk bila pori-pori atau struktur
porous beras terbuka lebar sehingga memudahkan rehidrasi dan diperoleh waktu
rehidrasi yang singkat. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan pembekuan
lambat sebelum nasi dikeringkan (Kurnia 2012).
Struktur porous dari beras instan dihasilkan setelah pengeringan sehingga
akan memudahkan air untuk meresap kembali ke dalam produk saat direhidrasi.
Case hardening merupakan fenomena terjadinya pengerasan pada bagian kulit
akibat pemanasan berlebihan yang menyebabkan kerusakan pada sel sehingga
mengkerut dan air dalam bahan pangan tidak dapat keluar secara sempurna.
Metode pengeringan secara lambat memungkinkan air pada bahan keluar secara
teratur meninggalkan bahan. Pengeringan bertahap ini menghasilkan beras instan
yang lebih mengembang dari penampakan luar, bila dibandingkan dengan bahan
lainnya (Kurnia 2012).
Wang et al. (2011) menggunakan kombinasi GMS 0,2%, natrium alginat
alginat 0,5%, sodium stearoyl lactate 0,8% dan sticky rice 10% dengan bahan
utama tepung beras dan alat ekstruder tipe tunggal yang dapat menghasilkan beras
tiruan instan optimal. Wang et al. (2011) melakukan beberapa kombinasi
penggunaan plastisizer dan thickening agent untuk menghasilkan produk beras
tiruan instan yang paling optimal.
Bahan Baku dan Bahan Tambahan
Untuk menghasilkan beras tiruan diperlukan bahan baku dan bahan
tambahan lain yang tepat. Beras analog atau beras tiruan dapat dibuat dari tepung
non beras dengan penambahan air (Budijanto dan Yuliyanti 2012).Tepung
tersebut diantaranya dapat diperoleh dari umbi-umbian, serealia dan kacangkacangan. Bahan tambahan diperlukan untuk mendapatkan sifat beras tiruan yang
optimal.
26
Bahan Baku
Beras tiruan dapat diolah dengan menggunakan bahan baku yang bersumber
dari umbi-umbian dan serealia (Samad 2003). Beberapa komoditas dapat
digunakan sebagai sumber bahan baku utama dalam pembuatan beras tiruan.
Sumber karbohidrat umumnya dari golongan umbi-umbian dan serealia,
sedangkan sebagai sumber protein digunakan dari golongan kacang-kacangan.
Tabel 2.1 menampilkan beberapa kandungan nilai gizi dari beberapa komoditas
bahan pangan yang dapat digunakan sebagai sumber bahan baku untuk pembuatan
beras tiruan.
Tabel 2.1 Kandungan gizi berbagai bahan pangan (Per 100 Gram)
Bahan Baku
Air
Protein Karbohidrat
Lemak
Serat (g)
(g)
(g)
(g)
(g)
Beras (a)
12
7,5
77,4
1,9
0,9
Jagung (a)
10
10
70
4,5
2
Ubi Kayu (a)
6,2
1,8
92,5
0,3
2,5
Kedelai (a)
10
35
32
18
4
Kacang Tanah (a)
5,4
30,4
11,7
47,7
2,5
Kacang Hijau (a)
10
22
60
1
4
Sorgum (b)
3,58
10,11
80,42
3,65
2,74
Sagu Aren (c)
7,75
1,1
90,85
0,74
0,23
Sumber: (a) Purnamawati (2007); (b) Suarni (2001); (c) Alam dan Saleh (2009)
Beras tiruan dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku potensial
sebagaimana tertera pada Tabel 2.1 Kacang tanah dan kacang hijau memiliki
potensi sebagai sumber protein. Jagung, ubikayu, sorgum dan sagu aren memiliki
potensi sebagai sumber karbohidrat. Proses pembuatan beras tiruan dapat
menggunakan campuran berbagai sumber bahan baku tersebut. Misalnya yaitu
untuk menghasilkan produk beras tiruan yang memiliki potensi kandungan
protein yang cukup tinggi. Beberapa peneliti menggunakan beberapa sumber
bahan baku utama diantaranya yaitu: ubi kayu dan kacang kedelai (Herawati et al.
2011), sorgum dan sagu aren (Budijanto dan Yuliyanti. 2012), jagung putih
(Herawati et al. 2013), Mocaf dari ubi kayu (Subagio et al. 2013), ubi jalar
(Herawati dan Widowati 2009), jagung dan sorgum (Widara 2012). Salah satu
bahan baku sumber karbohidrat yang memiliki potensi untuk pembuatan beras
tiruan instan yaitu tepung jagung putih. Warna putih dari jagung dapat
menghasilkan kualitas beras tiruan yang berwarna putih juga, sebagaimana warna
beras dari padi. Namun demikian, karakteristik tepung jagung tidak sama dengan
tepung beras dari padi.
Bahan Tambahan
Untuk memperbaiki kualitas beras tiruan dapat ditambahkan bahan
tambahan pangan. Bahan tambahan yang dapat digunakan diantaranya plastisizer.
Plastisizer digunakan untuk mengendalikan produk beras tiruan memiliki
karakteristik tidak terlalu lengket baik pada waktu proses maupun pada produk
akhir. Wang et al. (2011) melakukan penelitian pembuatan beras tiruan dengan
menggunakan tambahan plastisizer berupa glycerol monosterate (GMS), lesitin
dan sodium stearoyl lactylate (SSL). GMS merupakan molekul organik yang
27
digunakan sebagai pengemulsi pada makanan (Lauridsen 1976). Bahan plastisizer
lain yang dapat ditambahkan adalah minyak kelapa, minyak kedelai dan minyak
sawit (Dupart dan Huber 2003).
GMS merupakan produk yang dapat diperoleh dari minyak kedelai yang
mengalami proses dehidrogenasi ataupun dapat pula disintesis dari gliserol dan
asam lemak pada kondisi basa. GMS merupakan bahan tambahan pangan dengan
kategori GRASS menurut Codex INS dengan nomor 471. GMS, gliseraldehid dan
lesitin dari kedelai dapat dimanfaatkan untuk produk ekstrusi beras dalam rangka
untuk meningkatkan tekstur, menurunkan daya adesif dan memperbaiki bentuk
produk akhir setelah proses hidrasi (Smith et al. 1985).
Penambahan hidrokoloid sebesar 0,2-2,5% dapat memperbaiki tekstur dari
beras tiruan (Mishra et al. 2012). Gum seringkali ditambahkan sebagai bahan
perekat, untuk memperbaiki kualitas rehidrasi dan bentuk dari produk kering
(Scelia et al. 1986). Beberapa hidrokolid dapat ditambahkan untuk memperbaiki
kemampuan menyerap air dari produk pangan. Wang et al. (2011) menggunakan
natrium alginat untuk pembuatan beras tiruan instan dengan bahan baku utama
tepung beras. Glukomanan memiliki potensi dapat menyerap air sebesar 153,64
g/g (Tatirot et al. 2012). Glukomanan memiliki kemampuan sebagai gelling
agent, thickener, film former dan plastisizer (Frey dan Petson 1967; Nankano et
al. 1979; Wang et al. 2002; Xiao et al. 2000; Li dan Xie 2006). Galaktomanan
terdiri dari guar gum, locus bean gum dan tara gum yang memiliki kemampuan
sebagai penyerap air, thickening agent pada media cair dan menurunkan
kecepatan evaporasi (Rodge et al. 2012; Vishwakarma et al. 2011; Sharma et al.
2008; Bourboun et al. 2010). Penambahan bahan tambahan pangan, dapat
dilakukan untuk meningkatkan kualitas produk akhir beras tiruan instan.
Teknologi Ekstrusi
Proses produksi beras tiruan dapat dilakukan dengan metode ekstrusi.
Metode ekstrusi dapat dibedakan berdasarkan penggunaan suhu yaitu suhu tinggi
atau ekstrusi panas dan suhu rendah atau ekstrusi dingin. Lebih lanjut, Budi et al.
(2013) menjelaskan bahwa ekstrusi panas menggunakan suhu tinggi diatas 70°C
yang diperoleh dari pemanas kukus atau pemanas elemen listrik yang dipasang
mengelilingi barrel dan friksi antara bahan adonan dengan permukaan barrel dan
ulir.
Berdasarkan jenis ulir yang digunakan, metode ekstrusi dapat dibedakan
menjadi ekstrusi tipe tunggal (satu buah ulir) dan ganda (dua buah ulir).
Kecepatan putaran ulir dapat diatur, untuk menghasilkan kualitas produk akhir
yang optimal. Beberapa yang dilaporkan telah digunakan untuk memproduksi
beras tiruan dicantumkan sebagaimana Tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Teknologi proses produksi beras tiruan dengan metode ekstrusi
No
Metode
Sumber
1 Ekstrusi dengan Kecepatan rendah
Wenger dan Huber (1988)
2 Ekstruder Tipe Ulir Ganda
Riaz (2000); Budijanto dan
Yuliyanti (2012)
3 Ekstruder Tipe Ulir Tunggal
Wang et al (2011)
4 Ekstrusi Dingin
Subagio et al (2012)
28
Berdasarkan tipe ekstruder, penggunaan parameter dan modifikasi suhu
dapat menghasilkan kualitas produk beras tiruan yang dikehendaki. Hal ini sangat
terkait dengan jenis bahan serta komposisi yang digunakan untuk menghasilkan
kualitas beras tiruan yang optimal. Wenger dan Huber (1988) menghasilkan
patent quick cooking rice dengan menggunakan suhu 100-150°C, sedangkan
Scelia et al. (1986) dan Wang et al. (2011) menggunakan ekstruder tipe tunggal
untuk menghasilkan beras tiruan.
Dewasa ini ekstrusi telah berkembang penerapannya untuk beragam produk
yang perlu dimasak atau dimatangkan. Salah satu kunci dalam keragaman hasil
produk ekstrusi terletak pada bagian die-nya, dimana bahan akan didorong keluar.
Die dalam pembuatan pasta telah meningkatkan keragaman penggunaannya dalam
menghasilkan produk dengan berbagai macam bentuk, kandungan air dan
konsisten (Holmer 2007).
Kenaikan kadar air dan suhu barrel meningkatkan persentase gelatinisasi
(Eun et al. 2000), sedangkan kecepatan ulir memiliki pengaruh yang cukup
komplek terhadap kualitas produk ekstrusi (Zhuang et al. 2010). Suhu ekstruder
antara 30-150°C telah diaplikasikan oleh beberapa peneliti (Scelia et al. 1986;
Wenger dan Huber 1988; Koide et al. 1999, Dupart dan Huber 2003; Ichikawa
dan Chiharu 2007; Steiger 2010). Lebih lanjut, Koide et al. (1999) menyatakan
bahwa pada suhu 80°C, derajat gelatinisasi sebesar 50-60% dan pada suhu 120°C
derajat gelatinisasi meningkat menjadi 90%. Riaz (2000) mengamati beberapa
parameter yang mempengaruhi teknologi proses produksi beras tiruan dengan
menggunakan metode ekstrusi diantaranya yaitu kadar air, energi yang masuk
energi mekanis, serta waktu retensi didalam alat ekstrusi. Beberapa parameter
kritis dari ektruder twin screw diantaranya adalah kadar air, input energi mekanis,
GME (gross mechanical energy), SME (specific mechanical energy), input energi
panas dan waktu retensi.
Penambahan air akan memecah kristalinitas dan merusak struktur amilosa
serta mengakibatkan granula pati membengkak pada saat dipanaskan. Adanya
peningkatan suhu dan jumlah air yang berlebihan mengakibatkan granula
mengembang lebih lanjut dan amilosa mulai terdifusi keluar dari granula.
Kecepatan ulir dan suhu ekstruder mempengaruhi derajat gelatinisasi dari produk
yang dihasilkan (Govindasamy et al. 1996).
Menurut Wooton dan Munk (1971), derajat gelatinisasi adalah rasio antara
pati yang tergelatinisasi dengan total pati. Gelatinisai sangat dipengaruhi oleh
ukuran granula pati, rasio antara amilosa dan amilopektin dan komponenkomponen yang terdapat didalam bahan pangan. Suhu barrel dan kecepatan ulir
pada proses ekstrusi juga sangat mempengaruhi derajat gelatinisasi pati yang
dihasilkan. Govinddasamy et al. (1996) melakukan analisis pengaruh parameter
proses ekstruder (kadar air, suhu barrel dan kecepatan putaran ulir terhadap
beberapa karakteristik produk ekstrusi. Untuk mendegradasi pati ada hal penting
yang perlu diperhatikan yaitu kecepatan putaran ulir (Chang et al. 1998).
Kecepatan putaran ulir dan kombinasi peningkatan suhu mempengaruhi
gelatinisasi pati. Setelah proses ekstrusi, produk perlu dikeringkan. Proses tersebut
dimaksudkan agar produk memiliki stabilitas serta aman untuk disimpan dalam
jangka waktu tertentu. Beberapa penelitian pembuatan beras tiruan, menggunakan
29
proses pengeringan untuk mencapai kadar air berkisar 4-15% (Harrow dan Martin
1982; Wenger dan Huber 1988; Cox dan cox 1993; Kato 2006 dan Steiger 2010).
Kombinasi penggunaan pengukusan setelah proses ekstrusi dapat
meningkatkan derajat gelatinisasi produk. Pengukusan digunakan dalam proses
pembuatan beras instan (Prasert dan Suwannaporn 2009). Menurut Sozer (2009),
pengukusan meningkatkan derajat gelatinisasi produk pasta beras yang ditambahi
dengan protein dan gum. Dengan semakin meningkatnya waktu pengukusan
derajat gelatinisasi semkain meningkat yang pada akhirnya diperoleh kondisi
gelatinisasi yang homogen serta diperolehnya waktu pemasakan yang lebih
singkat. Penggunaan tekanan yang tinggi pada pemasakan dapat menghasilkan
gelatinisasi yang homogen dan dapat menurunkan persentase butiran yang hancur
(Bhattacharya 1985; Baz et al. 1992).
Beb