Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan

(1)

FENNY AGUSTINA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Fenny Agustina NRP F251050131


(3)

FENNY AGUSTINA. Study of Formulation and Water Sorption Isothermic of Instant Corn Porrigde. Supervised by Dr. Ir. SUGIYONO, M.App.Sc and Dr. Ir. BAMBANG HARYANTO, M.Si.

The objectives of the research were to find the best formulation of instant corn porrigde and to study the water sorption isothermic of the product to predict its shelf life. The material used was corn (Zea mays L.) var Pioneer 11. This research consisted of dry instant corn grits production, instant corn flour production and instant corn porridge formulation. Product analyses were physical analyses (yield, bulk density, porosity, rehydration, sorption and volume swelling, viscosity, wettability and colours), chemical analyses (moisture content, ash content, protein content, carbohydrate content, fat content, and calorie value), sensory evaluation (hedonic), and water sorption isothermic.

Pre-gelatinization process using a drum dryer significantly affected the chemical and physical characteristis of the instant corn flour produced. The best instant corn grit was produced through slow freezing process followed by oven drying. The best instant corn flour was produced by pre-gelatinization process using a drum dryer at 4 rpm speed. The most accepted instant corn porridge formulation had the composition of : 35 g of dry instant corn grits, 10 g of instant corn flour, 25 g of maltodextrin and 30 g of milk powder.

The instant corn porridge had a sigmoic isothermic sorption curve. The isothermic sorption curve implied three fractions of bound water, the first fraction (Mp) was 3.43% (db) to be equivalent to Aw = 0.13, the second fraction (Ms) was 20.78% (db) to be equivalent to Aw = 0.86 and the third fraction (Mt) was 37.83%(db) to be equivalent to Aw = 1. The product packaged in alufo had a longer shelf life than those package in PP and PE. Instant corn porridge product was predicted to have a 4.5 yearsshelf life in 85% storage RH .


(4)

Instan. Dibimbing oleh Dr. Ir. SUGIYONO, M.App.Sc dan Dr.Ir. BAMBANG HARYANTO, M.Si.

Produksi jagung menempati urutan kedua setelah beras. Sebagai bahan pangan alternatif seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, proses pengolahan jagung dituntut untuk mengikuti trend dan selera konsumen yang cenderung menginginkan kepraktisan atau kemudahan dalam penyajian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan formula bubur jagung instan yang paling disukai dan mengkaji isotermik sorpsi air guna pendugaanumur simpan produk.

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung (Zea mays L) varietas Pioner 11. Penelitian ini terdiri dari proses pembuatan grits jagung instan kering, pembuatan tepung jagung instan dan formulasi bubur jagung instan. Analisis produk diantaranya analisis fisik (rendemen, densitas kamba, porositas, rasio rehidrasi, penyerapan dan pengembangan volume, viskositas, wetabillity dan warna), analisis kimia (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan nilai kalori), uji organoleptik (hedonik) serta kajian isotermik sorpsi air guna menduga umur simpan produk bubur jagung instan yang terbaik.

Proses pregelatinisasi pada pembuatan tepung jagung instan dengan menggunakan pengering drum (drum dryer) memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik fisik dan kimia dari tepung jagung instan yang dihasilkan. Penelitian ini menghasilkan komponen penyusun bubur jagung yang terpilih diantaranya grits jagung instan yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat dan dikeringkan dengan alat pengering oven. Tepung jagung instan terbaik dihasilkan melalui proses pregelatinisasi menggunakan alat pengering drum dengan kecepatan putaran 4 rpm. Formulasi bubur jagung instan yang paling disukai memiliki komposisi sebagai berikut : grits jagung instan kering 35 gr, tepung jagung instan 10 gr, maltodekstrin 25 gr dan susu bubuk 30 gr. Pemilihan produk berdasarkan nilai rata-rata tertinggi tingkat kesukaan panelis dari semua atribut dari uji organoleptik.

Kajian isotermik sorpsi air dari produk bubur jagung instan menghasilkan kurva isotermik sorpsi yang berbentuk sigmoid. Berdasarkan analisis dari kurva isotermik sorpsi tersebut dihasilkan susunan tiga daerah fraksi air terikat yang dibatasi oleh Mp, Ms dan Mt yang tiap-tiap fraksi tersebut berkesetimbangan dengan aw sebagai berikut : ATP yang dibatasi oleh Mp=3.43% (bk), yang berkesetimbangan dengan aw= 0.13 ; ATS yang dibatasi oleh Ms=22.78% (bk) berkesetimbangan dengan aw=0.86 ; ATT yang dibatasi oleh Mt=37.83. Produk bubur jagung instan yang dikemas dengan kemasan alufo memiliki umur simpan lebih lama dibandingkan dengan kemasan PP dan PE. Pada RH penyimpanan 85%

produk yang dikemas dengan kemasan alufo mempunyai umur simpan selama 4.5 tahun, dengan kemasan PP selama 0.5 tahun dan dengan kemasan PE selama


(5)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan narasumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah,

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

FENNY AGUSTINA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(7)

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc Ketua

Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.S Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Khairil A. Notodiputro, M.S


(8)

serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang merupakan salah satu syarat dalam penyelesaian studi dalam sebagai tugas akhir pada Program Studi Ilmu Pangan di Institut Pertanian Bogor dengan judul “Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.Si selaku ketua

dan anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan tulisan ini.

Kepada ayahanda, ibunda dan suami tercinta, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas do’a, kasih sayang dan dukungan yang luar biasa selama penulis menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Pangan IPB. Kepada kerabat keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat serta do’a, penulis juga mengucapkan terima kasih.

Terima kasih yang mendalam penulis haturkan kepada ketua Program Studi Ilmu Pangan Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS yang telah memberikan bantuan dan perhatian selama penulis menempuh studi di Program Studi Ilmu Pangan (IPN). Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh teknisi laboratorioum : Bu Rub & Pak Gatot, Pak Sobirin, Pak Wahid, Mas Edi & Teh Ida, Pak Yahya, Pak Koko, Pak Sidik, Pak Nur & Bu Sri, Pak Iyas, Mbak Ari, Bu Antin dan Pak Rozak atas segala bantuan dan kerjasama yang telah terjalin selama penulis melaksanakan penelitian. Kepada Mbak Mar, terima kasih banyak untuk perhatian dan bantuan dalam urusan administrasi selama penulis melaksanakan studi di Ilmu Pangan.

Buat teman-teman IPN angkatan 2005, khususnya Hana terima kasih untuk perhatian dan keluarga baru yang penulis dapatkan selama menetap di Kota Bogor. Untuk Kak Cynthia, Uda Akhyar terima kasih untuk perhatian dan suka dukanya selama penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampai pada rekan-rekan IPN 2005 Mpok Nori, Yonathan, Kak erni, Mbak ema, Fitri, Henny, Dek Dian, Mas Haris (Yogya), Yoga dan Ayusta untuk setiap keceriaan, perhatian dan


(9)

Exs Andhika House” (Vinny, Tiche, Uuk, Wawa, Aghe, Irma, Ella, Deva, mbak Firda & dek Faras, mbak Eka, Ike, Isil, Nunu, Mike, Nokie, Zahro) untuk perhatian dan persaudaraan yang telah terjalin. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan Prima Photocopy (Mas Wiwid, Mas Sandy, Mas Pardi, Mas Tri, Mas Hary dll) buat bantuan, canda tawa dan dukungan yang diberikan.

Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca, karena penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bogor, Juli 2008


(10)

Suatu anugerah terbesar dari AllaH SWT karena penulis memiliki sepasang orang tua yang sangat menyayangi penulis. Ayah H. Razali Kidam Akhmad, SE dan ibu Hj. Nurlaili Razali, S.Pd adalah kedua orangtua yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melihat dunia dan suami tercinta Hidayat Zain, ST yang telah membuat hidup ini lebih berwarna. Penulis merupakan putri tunggal.

Pada tahun 2000, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Batam dan pada tahun yang bersamaan lulus UMPTN dan diterima sebagai mahasiswi di Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Andalas Padang.

Pada tahun 2005, penulis memperoleh gelar Sarjana Peternakan. Pada tahun yang sama, Allah SWT memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan strata dua. Penulis diterima sebagai mahasiswi Pascasarjana Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota Forum Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pangan (FORMASIP) dan aktif mengikuti berbagai kegiatan ilmiah yang dilakukan di dalam maupun di luar lingkungan kampus.


(11)

LEMBARAN JUDUL i

PRAKATA ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN x

1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 2

1.3 Hipotesis 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Tanaman Jagung 3

2.1.1 Jenis Jagung Secara Umum 4 2.1.2 Jenis Jagung di Indonesia 5 2.2 Karakterisasi Biji Jagung 6 2.2.1 Sifat Morfologi Jagung dan Anatomi Biji Jagung 6 2.2.2 Komposisi Kimiawi Biji Jagung 7

2.3 Pangan Instan 8

2.4 Pengeringan 9

2.5 Pengering Silinder (drum dryer) 10 2.6 Pengering fluidized bed 11 2.7 Kesetimbangan Air 11 2.8 Isotermik Sorpsi Air (ISA) 14 2.9 Umur Simpan (Shelf life) 18

3. BAHAN DAN METODE 20

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 20

3.2 Bahan dan Alat 20

3.3 Tahapan Penelitian 20 3.3.1 Pembuatan Grits Jagung Bersih 21 3.3.2 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering 23 3.3.3 Pembuatan Tepung Jagung Instan 24 3.3.4 Pembuatan Bubur Jagung Instan 25

3.4 Metode Analisis 26

3.4.1 Analisis Sifat Fisik 26 3.4.2 Uji Organoleptik 28

3.4.3 Analisis Kimia 29

3.4.4 Kajian Isotermik Sorpsi Air dan Pendugaan Umur Simpan 31

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 34

4.1 Pembuatan Grits Jagung Bersih 34 4.2 Pembuatan dan Karakteristik Grits Jagung Instan kering 35


(12)

4.2.3 Karakteristik Fisik Grits Jagung Instan Kering 41

4.2.3.1 Rendemen 41

4.2.3.2 Porositas 43

4.2.2.3 Rasio Rehidrasi 44 4.2.3.4 Penyerapan dan Pengembangan Volume Nasi Jagung 47 4.2.3.5 Sifat Birefringence 49 4.2.4 Karakteristik Kimia Grits Jagung Instan Kering 51

4.2.4.1 Kadar Air 52

4.2.4.2 Kadar Abu 53

4.2.4.3 Protein 53

4.2.4.4 Lemak 54

4.2.4.5 Karbohidrat 54

4.2.4.6 Kalori/ Energi 55 4.3 Pembuatan dan Karakteristik Tepung Jagung Instan 55 4.3.1 Karakteristik Fisik Tepung Jagung Instan 55

4.3.1.1 Viskositas 55

4.3.1.2 Daya serap air (wettability) 57 4.3.1.3 Densitas Kamba 58

4.3.1.4 Warna 59

4.3.2 Karakteristik Kimia Tepung Jagung Instan 62

4.3.2.1 Kadar Air 62

4.3.2.2 Kadar Abu 63

4.3.2.3 Protein 64

4.3.2.4 Lemak 64

4.3.2.5 Karbohidrat 65

4.3.2.6 Kalori/ Energi 65 4.4 Produk Bubur Jagung Instan 66 4.4.1 Uji Organoleptik 66

4.4.1.1 Tekstur 66

4.4.1.2 Kekentalan 67

4.4.1.3 Warna 68

4.4.1.4 Rasa 69

4.4.1.5 Aroma 71

4.4.1.6 Penerimaan umum (overall) 72 4.4.2 Komposisi Kimia 73 4.5 Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan 74 4.5.1 Analisis Fraksi Air Terikat 76 4.5.1.1 Penentuan Kapasitas Air Terikat Primer (Mp) 76 4.5.1.2 Penentuan Kapasitas Air Terikat Sekunder (Ms) 78 4.5.1.3 Penentuan Kapasitas Air Terikat Tersier (Mt) 80 4.5.2 Susunan Tiga Daerah Fraksi Air Terikat 82 4.5.3 Pendugaan Umur Simpan Bubur Jagung Instan 83 4.6 Analisa Biaya Bubur Jagung Instan 86


(13)

DAFTAR PUSTAKA 93


(14)

Halaman

1 Komposisi kimia dan zat gizi berbagai jenis jagung per 100 gram baha 7 2 Kelembaban relatif larutan garam jenuh 14 3 Formulasi yang digunakan dalam pembuatan bubur jagung instan 26 4 Faktor pengali untuk setiap spindel dan rpm yang digunakan 27 5 Garam jenuh pada berbagai aw yang dipergunakan dalam percobaan

pengukuran kesetimbangan air 32 6 Rendemen hasil penggilingan jagung pipilan (biji jagung) 34 7 Hasil analisis proksimat grits jagung instan 52 8 Hasil rata-rata analisis warna tepung jagung instan 60 9 Hasil analisis proksimat tepung jagung instan 62 10 Hasil analisis proksimat bubur jagung instan 74 11 Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan bubur jagung instan 75 12 Konstanta persamaan BET pada bubur jagung instan 78 13 Konstanta persamaan Logaritma pada bubur jagung instan 80 14 Hasil perhitungan kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan 82 15 Susunan tiga daerah fraksi air terikat bubur jagung instan 82 16 Parameter-parameter pengukuran umur simpan bubur jagung instan 85 17 Investasi peralatan dalam pembuatan bubur jagung instan 87 18 Biaya tetap dalam pembuatan bubur jagung instan 87 19 Biaya variabel dalam pembuatan bubur jagung instan 88 20 Studi sensitivitas dari produk bubur jagung instan 88


(15)

1 Tanaman jagung (Zea mays L.) 4

2 Struktur biji jagung 6

3 Lima tipe kurva isotermi sorpsi air 15 4 Bentuk umum kurva isotermi sorpsi air bahan pangan dan pembagian

tiga daerah ikatan 16 5 Peta stabilitas bahan makanan 17 6 Prosedur tahapan penelitian secara lengkap 21 7 Prosedur pembuatan grits jagung bersih 22 8 Diagram alir pembuatan grits jagung matang atau instan 23 9 Diagram alir pembuatan tepung jagung instan 24 10 Diagram alir pembuatan bubur jagung instan 25 11 Jagung pipilan, alat penggiling multimill, ayakan dan fludized bed dryer 35

12 Grits jagung bersih 35

13 Visualisasi nasi jagung instan sebelum dikeringkan 36 14 Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang

dikeringkan dengan fluidized bed dryer 38

15 Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dikeringkan

dengan fluidized bed dryer 39

16 Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang

dikeringkan dengan oven 39

17 Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dikeringkan

dengan oven 41

18 Rendemen grits jagung instan kering 42 19 Porositas grits jagung instan kering 43 20 Perubahan grits jagung instan kering selama prose rehidrasi 45

21 Grits jagung instan yang telah mengalami rehidrasi 45

22 Rasio rehidrasi grits jagung instan kering 46 23 Penyerapan air nasi jagung instan 47 24 Pengembangan volume nasi jagung instan 48 25 Bentuk granula pada grits jagung instan kering yang telah mengalami

proses pengeringan dibawah mikroskop polarisasi perbesaran 400x 50 26 Viskositas tepung jagung instan dengan kecepatan drum 4 dan 6 rpm 56


(16)

29 Lingkaran warna 60 30 Tepung jagung instan dengan kecepatan 4 rpm (a), tepung jagung

instan dengan kecepatan 6 rpm (b) 61 31 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan tekstur

bubur jagung instan 67

32 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan kekentalan

bubur jagung instan 68

33 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan warna

bubur jagung instan 69 34 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan rasa

bubur jagung instan 70

35 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan aroma

bubur jagung instan 71

36 Pengaruh formula terhadap skor rata-rata kesukaan overall

bubur jagung instan 72

37 Kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan 76 38 Plot data kapasitas air terikat primer bubur jagung instan dengan metode

BET 77

39 Plot data kapasitas air terikat sekunder bubur jagung instan dengan

metode Logaritma 79

40 Plot data kapasitas air terikat tersier bubur jagung instan dengan

metode polinomial ordo 2 81 41 Data kemiringan kurva isotermik sorpsi air bubur jagung instan 84


(17)

Halaman

1 Alat pengering silinder (drum dryer) 101 2 Alat pengering fluidized bed (fludized bed dryer) 102 3 Alat tanak laboratorium 103 4 Formulir uji hedonik bubur jagung instan 104 5 Data uji organoleptik 105


(18)

1.1 Latar Belakang

Pemenuhan kebutuhan pangan masih menjadi masalah bagi bangsa Indonesia saat ini. Ditinjau dari sisi ketersediaan dan kecukupan pangan pokok berbasis karbohidrat, negara masih sangat bergantung pada komoditas beras. Kondisi negara yang makanan pokonya hanya bergantung pada satu jenis makanan pokok saja (dalam hal ini beras) akan menghadapi masalah bila terjadi gangguan pada sistem produksi dan distribusi. Oleh karena itu diversifikasi pangan menjadi sangat penting artinya.

Di Indonesia, jagung merupakan komoditas serealia kedua setelah beras dimana data produksi jagung dari tahun 2000 hingga 2007 mengalami peningkatan yang cukup besar. kurang lebih dari 9.5 juta ton (tahun 2000) meningkat menjadi 13.3 juta ton (tahun 2007). Jagung mempunyai peranan penting dalam hal penyediaan bahan pangan, bahan baku industri dan pakan ternak. Sebagai bahan pangan, jagung dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit untuk substitusi terigu.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, proses pengolahan pangan jagung, dituntut untuk mengikuti trend dan selera konsumen yang cenderung menginginkan kepraktisan atau kemudahan dalam penyajian. Salah satu contohnya dengan menghasilkan produk pangan instan, seperti beras instan, bubur instan, mi instan, puding instan dan lain-lain.

Bubur merupakan jenis makanan yang mudah untuk dikonsumsi karena tekstur bubur yang lunak, dan pilihan rasa yang beraneka ragam sesuai dengan selera dan keinginan konsumen. Di Amerika Tengah dan Amerika Selatan seperti Meksiko dan Brazil jagung diolah menjadi produk bubur. Di Meksiko bubur jagung dikenal dengan nama atole atau pinole, sedangkan di Brazil bubur jagung dikenal dengan sebutan mingau, carisca dan pamonila (Serna-Salvidar et al. 2001)

Penelitian dalam usaha meningkatkan nilai tambah jagung di Indonesia sudah banyak dilakukan, salah satunya adalah bubur jagung instan. Namun bubur jagung tersebut bentuknya masih seperti bubur bayi (produk MP-ASI).


(19)

Panggabean (2004) dan Bahrie (2005) telah melakukan penelitian pembuatan prototipe bubur jagung instan yang juga terbuat dari bahan baku jagung, dari saran penelitian disebutkan masih diperlukan peningkatan mutu tekstur dan penampakan juga pengembangan cita rasa dari bubur jagung instan yang dihasilkan. Dengan melakukan modifikasi penambahan grits jagung instan dan beberapa bahan penunjang seperti maltodekstrin dan susu bubuk dalam formulasi pembuatan bubur jagung instan diharapkan produk bubur yang dihasilkan berkualitas lebih baik dan lebih dapat diterima konsumen.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian adalah menghasilkan formula bubur jagung instan yang paling disukai dan mengkaji isotermik sorpsi air guna pendugaan umur simpan produk.

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain :

1. Memberikan alternatif bentuk pangan olahan jagung menjadi makanan cepat saji.

2. Meningkatkan nilai tambah jagung sebagai salah satu sumber pangan. 3. Mendukung program diversifikasi pangan berbasis jagung

1.3 Hipotesis

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah bahwa dengan didapatkannya formulasi yang optimal pada proses pembuatan produk akan memberikan karakteristik bubur jagung instan yang berkualitas baik dari segi fisik, kimia dan organoleptik serta umur simpan yang lama.


(20)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays L) adalah tanaman sejenis rumput-rumputan yang sering disebut maize. Jagung berasal dari Meksiko dan merupakan hasil evolusi tanaman rumput liar Teosinte (Zea mayssp. Mexciana) (Johnson 1991). Berawal dari Peru dan Meksiko, tanaman jagung berkembang ke daerah Amerika Tengah dan selatan kemudian berlayar ke Eropa dan bagian utara Afrika. Di awal abad ke-16, jagung sampai di India dan Cina. Tanaman jagung masuk ke Indonesia dibawa bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke-16 melalui Eropa, India dan Cina (Suprapto dan Rasyid 2002).

Secara botanis jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Klas : Monocotyledonae Ordo : Glumifolrae Famili : Gramineae Genus : Zea

Species : mays

Jagung tergolong ke dalam tanaman berumah satu. Bunga jantan tanaman jagung terbentuk pada ujung batang, sedangkan bunga betina terbentuk dipertengahan batang tanaman. Biji jagung berkeping tunggal dan tumbuh berderet rapi pada tongkolnya. Pada setiap tanaman jagung terdapat satu atau kadang-kadang terdapat dua buah tongkol jagung (Suprapto dan Rasyid 2002).

Tongkol jagung lengkap terdiri dari kelobot, tongkol jagung, biji jagung dan rambut. Kelobot merupakan kelopak buah yang membungkus dan melindungi biji jagung. Jumlah kelobot dalam satu tongkol jagung berkisar 12 – 15 lembar. Tongkol jagung merupakan gudang penyimpanan cadangan makanan untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol (Effendi dan Sulastiasti 1991). Gambar Jagung terlihat pada Gambar 1 (http: //www.bima.ipb.ac.id/ image 2007).


(21)

Gambar 1. Tanaman jagung (Zea mays L)

Biji jagung berbentuk bulat dan tumbuh melekat di tongkol jagung. Susunan biji jagung pada tongkol jagung berbentuk spiral. Jumlah biji jagung dalam satu tongkol berkisar antara 300-1000 biji jagung. Bagian rambut dari tongkol jagung merupakan tangkai putik yang muncul melalui sela-sela deret biji dan tumbuh menjulur keluar dari kelebot. Rambut memiliki cabang-cabang yang halus yang berfungsi untuk menangkap tepung sari pada saat pembuahan (Effendi dan Sulastiati 1991).

2.1.1 Jenis Jagung Secara Umum

Menurut Hughes dan Metcalve (1972) jagung mempunyai beberapa sub species yaitu :

Soft corn (Zea mays amylacea)

Jagung ini disebut juga jagung tepung. Jenis ini banyak ditanam di Amerika Serikat, Kolombia, Peru, Bolivia dan Afrika Selatan. Biji jagung ini hampir seluruhnya mengandung pati yang lunak.

Pod corn (Zea mays tunicata)

Jagung ini mempunyai kulit yang menutupi bijinya, yang tidak terdapat pada jagung jenis lain. Dengan demikian, jagung ini menjadi tahan lama dan daya kecambahnya tetap baik. Jagung ini tidak di tanam di Indonesia.


(22)

Pop corn(Zea mays everata)

Pop corn atau jagung berondong mempunyai biji berbentuk

runcing, kecil dan keras, berwarna putih atau kuning. Kalau dibakar bijinya meletus. Tongkol jagung jenis ini umumnya berukuran kecil.

Flint corn (Zea mays indurata)

Flint corn atau jagung mutiara memiliki ukuran biji sedang. Bagian atas biji jagung berbentuk bulat dan tidak berlekuk, serta hampir seluruhnya mengandung lapisan tepung yang keras. Biji jagung berwarna putih, kuning dan merah. Jagung ini agak tahan terhadap serangan hama bubuk, sehingga lebih tahan kalau disimpan. Di Indonesia jagung ini cukup disukai. Jagung ini banyak ditanam di Eropa, Asia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Dent corn (Zea mays indentata)

Dent corn disebut juga jagung gigi kuda, karena bentuknya seperti gigi kuda. Biji jagung jenis ini mempunyai lekukan pada bagian atas. Lekukan ini terjadi karena pengerutan lapisan tepung yang lunak ketika biji mengering. Jagung jenis ini umumnya kurang tahan terhadap hama bubuk.

Sweet corn (Zea mays sacharata)

Sweet corn atau jagung manis mempunyai rasa manis dan bila

dikeringkan bijinya menjadi keriput. Jagung jenis ini sering dipanen waktu masih muda untuk direbus atau dibakar.

Waxy corn (Zea mays cerantina)

Waxy corn memiliki biji menyerupai lilin. Molekul pati jagung

jenis ini berbeda dari molekul pati jenis lain. Pati waxy corn mirip glikogen dan menyerupai tepung tapioka. Jagung jenis ini tidak ditanam di Indonesia, kebanyakan terdapat di Asia Timur antara lain Birma Utara, Filipina, Cina sebelah timur dan Mansuria.

2.1.2 Jenis Jagung di Indonesia

Jenis jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah jagung gigi kuda, jagung mutiara, jagung berondong dan jagung manis. Jenis jagung yang penting sebagai makanan pokok adalah jenis jagung gigi kuda dan jagung mutiara.


(23)

Saat ini berbagai varietas unggul telah dianjurkan untuk ditanam di daerah rendah seperti varietas Arjuna, varietas IPB-4, varietas H-6, varietas Bromo, varietas Bogor-Composite-2, varietas Genjah Kertas, varietas Kretek. Sedangkan untuk daerah tinggi disarankan untuk menanam varietas Bastar Kuning, varietas Bima, varietas Pandu (Panggabean 2004).

2.2 Karakterisasi Biji Jagung

Biji jagung menrupakan jenis serealia dengan ukuran biji terbesar dengan berat rata-rata 250-300 mg. Biji jagung memiliki bentuk tipis, dan bulat melebar yang merupakan hasil pembentukan dari pertumbuhan biji jagung. Biji jagung diklasifikasikan sebagai kariopsis. Hal ini disebabkan biji jagung memiliki struktur embrio yang sempurna, serta nutrisi yang dibutuhkan oleh calon individu baru untuk pertumbuhan dan perkembangan menjadi tanaman jagung (Johnson 1991).

2.2.1 Sifat Morfologi dan Anatomi Biji Jagung

Biji jagung tersusun dari 4 bagian terbesar yaitu : perikarp (5%), endosperm (82%), lembaga (12%) dan tip cap (1%). Endosperm merupakan bagian biji jagung yang mengandung pati. Endosperm jagung terdiri atas endosperm keras (horny endosperm) dan endosperm lunak (floury endoperm). Endosperm keras terdiri dari sel-sel yang lebih kecil dan rapat, demikian pula halnya dengan susunan granula pati didalamnya. Sedangkan endoperm lunak mengandung pati yang lebijh banyak dengan susunan tidak serapat pada bagian endosperm keras (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Gambar 2. memperlihatkan struktur dari biji jagung.


(24)

2.2.2 Komposisi Kimiawi Biji Jagung

Menurut Jugenheimer (1976), komposisi kimia jagung bervariasi tergantung pada varietas, cara menanam, iklim dan tingkat kematangan. Komposisi kimia jagung putih (white corn) tidak jauh berbeda dengan jagung kuning (yellow corn), tetapi jagung putih tidak mengandung vitamin A. Komposisi kimiawi tersebut diatas tidak menyebar merata pada bagian-bagian biji jagung (Utomo 1982).

Diantara biji-bijian kandungan vitamin A jagung paling tinggi sebesar 440 SI. Komposisi kimia dan zat gizi jagung kuning pipilan per 100 gram disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia dan zat gizi berbagai jenis jagung per 100 gram bahan.

Komponen Jagung kuning segar Jagung kuning pipilan Jagung kuning giling Tepung jagung kuning Maizena Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g)

Bagian yang dapat dimakan (%)

140.0 4.7 1.3 33.1 6.0 118.0 0.7 4 35.0 0.24 8.0 60.0 90.0 307.0 7.9 3.4 63.6 9.0 14 8.0 2.1 440.0 0.33 0.0 24.0 90.0 361.0 8.7 4.5 72.4 9.0 380.0 4.6 350.0 0.27 0.0 13.1 100.0 335.0 9.2 3.9 73.7 10.0 256.0 2.4 510.0 0.38 0.0 12.0 100.0 343.0 0.3 0.0 85.0 20.0 30.0 1.5 0.0 0.00 0.0 14.0 100.0 Sumber : Rukmana (1997)

Lemak jagung terutama terdapat pada bagian lembaga, yaitu sebesar 85% dari total lemak (Berger 1962). Menurut Inglett (1970) komposisi utama lemak jagung adalah trigliserida. Jagung juga mengandung protein yang disebut zein, sebanyak 9%. Protein tersebut terutama pada bagian endosperm. Protein utama dalam jagung adalah glutelin dan dikenal sebagai glutenin.

Kandungan gula jagung sebesar 1-3 % dengan komponen terbesar adalah sukrosa. Sukrosa terdapat pada bagian lembaga sebanyak 75% dan bagian endosperm sebanyak 25%. Glukosa, fruktosa dan rafinosa terdapat dalam jagung dalam jumlah kecil. Dalam biji jagung terdapat serat kasar sebanyak 2.1 – 2.3 %. Pada bagian pericarp (kulit sekam) terdapat 41-46% hemiselulosa (Inglett 1970).


(25)

Serealia umumnya kurang akan vitamin C dan vitamin, tetapi banyak mengandung vitamin B. Vitamin yang terdapat dalam jagung antara lain thiamin, niasin, riboflavin dan piridoksin. Walaupun jagung mengandung niasin tetapi sekitar 50-80% berada dalam bentuk ikatan niacytin, sehingga jagung masih dikatakan kekurangan niasin. Kekurangan niasain dapat menyebabkan penyakit pelagra (Kent 1975).

Kandungan mineral dalam jagung terutama terdapat pada bagian lemabga, yaitu hampir 75% dari total mineral. Jagung kaya akan posfor dan kalium, tetapi miskin kandungan kalsium. Kandungan magnesium, natrium dan klorin sangat sedikit dalam jagung (Berger 1962).

2.3 Pangan Instan

Produk pangan instan berkembang pesat pada masa sekarang ini dengan beraneka jenis dengan beraneka jenis bentuknya. Berdasarkan konsep dasar proses instanisasi produk makanan, maka yang dianggap penting adalah perbaikan-perbaikan proses yang mengarah kepada perlatan mekanis dalam pembuatannya yang berpengaruh kepada proses kemudahan dalam penyeduhan (penyajian), pengemasan dan kondisi penyimpanan (Panggabean 2004).

Produk pangan instan merupakan jenis produk pangan yang mudah untuk disajikan dalam waktu yang relatif singkat. Pangan instan adalah produk pangan yang dibuat untuk mengatasi masalah penggunaan produk pangan yang sering dihadapi, misalnya penyimpanan, transportasi, tempat dan waktu konsumsi (Hartomo dan Widiatmoko 1993 dalam Hartono 2004).

Australian of Technological Science and Engineering (2000) dalam

Husain (2006) menyatakan bahwa pangan instan merupakan suatu produk pangan yang penyajiannya melibatkan pencampuran air atau susu dan dilanjutkan dengan berbagai proses pemasakan. Bahrie (2005) menyatakan bahwa, pada dasarnya pembuatan produk pangan instan dilakukan dengan menghilangkan kadar air sehingga mudah ditangani dan praktis dalam penyediaan. Bentuk pangan instan biasanya mudah ditambah air (dingin atau panas) dan mudah larut sehingga mudah disantap.


(26)

Bubur merupakan makanan dengan tekstur yang lunak sehingga mudah untuk dicerna. Biasanya bubur dibuat dari beras, kacang hijau, beras merah, atau bahan-bahan lainnya. Sedangkan bubur instan adalah salah satu jenis pangan instan yang merupakan makanan cepat saji dan praktis untuk dikonsumsi. Penyajian bubur instan dapat dilakukan dengan menambahkan air panas ataupun susu, sesuai dengan selera (Fellows dan Ellis 1992).

Hartomo dan Widiatmoko (1993) menjelaskan bahwa ada tiga kriteria yang harus dimiliki bahan makanan agar dapat membentuk produk pangan instan, diantaranya : 1). Sifat hidrofilik, yaitu sifat mudah mengikat air, 2). Tidak memiliki lapisan gel yang tidak permiabel sebelum digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan, 3). Rehidrasi produk tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap.

2.4 Pengeringan

Pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara stimultan Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukan bahan ke udara kering (Pramono 1993).

Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan dari pengeringan antara lain adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti agar bahan memilki masa simpan yang lama (Taib et al. 1988). Disi lain, pengeringan menyebabkan sifat asli bahan mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan tambahan sebelum digunakan yaitu rehidrasi (Muchtadi 1989).

Desrosier (1988) menjelaskan bahwa proses pengeringan umumnya digunakan pada bahan pangan dengan dua cara yaitu pengeringan dengan penjemuran dan pengeringan dengan alat pengeringan. Kelemahan dari penjemuran adalah waktu pengeringan lebih lama dan lebih mudah terkontaminasi oleh kotoran atau debu sehingga dapat mengurangi mutu akhir produk yang dikeringkan. Di sisi lain pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan alat


(27)

pengering biayanya lebih mahal, tetapi mempunyai kelebihan yaitu kondisi sanitasi lebih terkontrol sehingga kontaminsasi dari debu, serangga, bururng atau tikus dapat dihindari. Sealin itu pula dehidrasi dapat memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan (Desrosier 1988).

2.5 Pengering Silinder (drum dryer)

Pengeringan silinder merupakan tipe alat pengering yang terdiri dari satu atau lebih silinder dan terbuat dari logam yang berputar sesuai dengan porosnya pada posisi horizontal yang dilengkapi dengan pemansan internal oleh uap air, air atau media cairan pemanas lainnya. Umpan bubur dan pasta dikeringkan pada permukaan drum yang dipanaskan oleh uap panas dan berputar perlahan-;lahan. Lapisan yang telah kering dikikis dan dikumpulkan dalam bentuk kerak (Mujumdar 2000).

Secara umum alat pengering silinder memiliki dua tipe, yaitu silinder tunggal dan silinder ganda. Pada silinder tunggal, pembentukan film atau lapisan dilakukan dengan mencelupkan silinder pada bubur atau larutan, sedangkan silinder ganda didisain dengan dua silinder yang puncaknya paralel dan bahan yang akan dikeringkan dimasukkan dari bagian atas pada daerah di antara dua drum (APV Crepaco 1992). Prinsip kerja alat pengering silinder adalah silinder berputar dengan tenaga pengerak motor, dipanaskan dari bagian dalam dengan menggunakan steam. Panas permukaan drum mencapai suhu 120-170oC. Lapisan bahan yang akan dikeringkan disebarkan secara merata pada permukaan atas silinder. Sebelum mencapai putaran penuh, bahan akan mengering dan dikikis oleh pisau yang ada disepanjang permukaan silinder dengan arah melintang. Produk akhir ditampung di bawah permukaan silinder (Hariyadi et al. 2000).

Menurut Parker (2003), pengeringan silinder dapat digunakan untuk mengeringkan bahan pangan berbentuk cair, pasta, pure dan bubur. Susu, bubur kentang, pasta tomat dan pakan merupakan contoh bahan pangan yang menggunkaan pengeringan silinder dimana suhu permukaan yang tinggi menyebabkan bahan kering.

Keuntungan menggunakan alat pengering silinder adalah kecepatan pengeringan yang tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis. Sedangkan


(28)

kekurangannya antara lain adalah pengeringan dengan alat ini hanya dapat dilakukan pada bahan yang berbentuk cairan, pasta atau bubur yang memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi dalam waktu yang singkat yaitu ± 2 – 30 detik (Mujumdar 2000).

2.6 Pengering Fluidized Bed

Pengering fluidized bed merupakan alat pengering yang biasa digunakan untuk mengeringkan bahan berbentuk butiran. Pada alat ini, udara panas dihembuskan melalui dasar partikel makanan dengan kecepatan yang tinggi untuk mengatasi kekuatan gravitasi dalam produk dan mempertahankan partikel dalam bentuk suspensi (Jayaraman dan Gupta 1995).

Menurut Hariyadi et al. (2000) menjelaskan prinsip kerja pengering fluidized bed adalah udara panas yang berasal dari heater electric dialirkan dengan bantuan fan. Aliran udara bergerak dengan tipe vertikel, dimana udara panas digerakkan dengan kecepatan tinggi sehingga akan menggerakkan partikel bahan yang dikeringkan. Proses tersebut akan mengakibatkan seluruh permukaan bahan bersentuhan dengan udara panas.

Keuntungan dari pengering jenis ini adalah intensitas pengering dan efisiensi suhu tinggi, pengawasan mutu seragam dan teliti, lama pengeringan bahan dapat diubah-ubah, waktu pengeringan lebih singkat dibandingkan dengan tipe pengering lainnya, peralatan operasi dan pemeliharaan sangat sederhana, proses dapat diukur secara otomatis tanpa adanya kesulitan dan beberapa proses dapat dikombinasikan dengan menggunakan pengering fluidized bed ini (Anonim 2007).

2.7 Kesetimbangan air

Bahan pangan berinteraksi dengan molekul air yang terkandung didalamnya dan molekul air di udara sekitarnya. Interaksi molekul air dengan bahan pangan dan lingkungan dapat dilihat dari isotermi sorpsi airnya Isotermi sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan RH kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan baku atau aktivitas air pada suhu tertentu (Handoko 2004).


(29)

Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan dalam kadar air dan aktivitas air, sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan kelembaban relatif (RH) dan kelembaban mutlak (Syarief dan Halid 1993).

Kandungan air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan basis basah (wet basis) atau basis kering (dry basis). Kadar air basis basah (Mw) adalah perbandingan berat air bahan pangan terhadap berat bahan. Kadar air berat kering (Md) adalah perbandingan berat air bahan pangan terhadap berat berat kering bahan atau padatannya. Hubungan antara kadar air basis basah dengan kadar air basis kering dapat dinyatakan dengan rumus berikut :

Mw Mw x Md

− =

100 100

Kadar air keseimbangan adalah kadar air saat tekanan uap air bahan setimbang dengan lingkungannya. Pada saat terjadi keseimbangan, jumlah uap air yang menguap dari bahan ke udara sama dengan jumlah air yang masuk ke bahan. Kadar air kesetimbangan yang terjadi karena bahan kehilangan air disebut kadar air keseimbangan desorpsi, sedangkan apabila terjadi karena bahan menyerap air disebut menyerap air disebut kadar air kesetimbangan absorpsi.

Fennema (1985) memaparkan adanya hubungan yang erat antara kadar air dalam bahan pangan dengan daya awetnya. Pengurangan air baik dengan pengeringan atau penambahan bahan penguap air bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan mikrobiologis maupun kerusakan kimiawi. Ditambahkan oleh Purnomo (1995) yang menjelaskan kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air (Aw).

Tingkat mobilitas dan peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan dengan aktivitas air (aw), yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan untuk reaksi oksidasi lemak, reaksi enzimatis, reaksi pencoklatan non enzimatis atau jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Troller dan Christian 1978). Aw dapat dinyatakan sebagai potensi kimia yang kisaran nilainya bervariasi dari 0,0 – 1,0. Pada nilai Aw 0,0


(30)

berarti molekul air yang bersangkutan sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas selama proses kimia, sedangkan nilai Aw 1,0 berarti potensi air dalam proses kimia dalam kondisi maksimal.

Menurut Winarno (1997) kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroba dinyatakan dalam Aw. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya Aw bakteri = 0,90 ; Aw khamir = 0,80 – 0,90 dan Aw kapang = 0,60 – 0,80.

Berdasarkan hukum Raoult, aktivitas air berbanding lurus dengan jumlah mol zat terlarut dan berbanding terbalik dengan jumlah mol pelarut. Hukum ini hanya berlaku untuk larutan, tidak berlaku untuk bahan padat. Hukum ini dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

) ( 1 2

2 n n n Aw + = Keterangan :

n1 = Jumlah mol zat terlarut, n2 = Jumlah mol pelarut (air), n1 + n2 = Jumlah mol larutan

Aktivitas air suatu bahan pangan dapat didefenisikan secara fisika dengan persamaan berikut :

100 % 100 ERH x P P A T o

w ⎥ =

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ =

Keterangan : Aw = Aktivitas air

P = Tekanan uap air dalam bahan pangan Po = Tekanan uap jenuh pada suhu yang sama ERH = Kelembaban relatif kesetimbangan (%)

Beberapa jenis garam dan asam dapat digunakan untuk mengontrol aktivitas air atau kesetimbangan relatif seperti yang tercantum dalam Tabel 2. Supriadi (2004) menjelaskan bahwa untuk membuat kurva isotermik sorpsi, dilakukan penyimpanan bahan dalam beberapa desikator yang telah diisi dengan larutan garam jenuh sampai dicapai kesetimbangan pada semua larutan sekitar 1-2


(31)

minggu. Kesetimbangan dicapai pada saat tekanan uap air pada bahan sama dengan tekanan uap air lingkungan sekitar.

Tabel 2. Kelembaban relatif larutan garam jenuh

RH (%) pada suhu Larutan garam jenuh

20oC 25oC 30oC Lithium klorida Kalium asetat Magnesium bromida Magnesium klorida Kalium karbonat Magnesium nitrat Natrium bromida Tembaga klorida Lithium asetat Strontium klorida Natrium klorida Amonium sulfat Kadmium klorida Kalium bromida Lithium sulfat Kalium klorida Kalium kromat Natrium benzoat Barium klorida Kalium nitrat Kalium sulfat Natrium phospat 12 23 31 33 44 52 57 68 70 73 75 79 82 84 85 86 88 88 91 94 97 98 11 23 31 33 43 52 57 67 68 71 75 79 82 83 85 86 87 88 90 93 97 97 11 23 30 32 42 52 57 67 66 69 75 79 82 82 85 84 86 88 89 92 97 96 Sumber : Rockland (1969) dalam Puspitawulan (1997)

2.8 Isotermik Sorpsi Air (ISA)

Isotermi sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan RH kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan atau aktivitas air pada suhu tertentu (Labuza 1968). Handoko (2004) menjelaskan bahwa isotermik sorpsi air dapat ditunjukkan dalam bentuk kurva isotermik sorpsi yang khas pada setiap bahan pangan. Ditambahkan oleh Purnomo (1995), bentuk kurva Isotermi sorpsi air (ISA) bagi setiap bahan pangan khas. Hal ini berkaitan dengan struktur, sifat fisikokimia dan kimia, serta komponen penyusun bahan pangan.

Brunauer et al. (1940) dalam Rizvi (1995) mengklasifikasikan kurva absoprsi isotermi dalam 5 tipe (Gambar 3), antara lain tipe 1 adalah tipe langmuir, tipe 2 adalah tipe sigmoid atau S, sedangkan tipe lainnya tidak memiliki nama


(32)

khusus. Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui pada umumnya kurva isotermi sorpsi air tidak linier (Brunauer et al. (1940) dalam Rizvi 1995)

Aw Aw

Keterangan :

I =Tipe Langmuir; II =Tipe Sigmoid; III, IV dan V = tidak memiliki nama khusus Gambar 3. Lima tipe kurva isotermi sorpsi air

Kurva isotermi sorpsi air dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu melalui proses absorbsi (dimulai dari kondisi bahan yang kering) atau melalui proses desorpsi (dimulai dari kondisi bahan yang basah). Pada proses absorpsi terjadi penyerapan uap air dari udara ke dalam bahan pangan, dan sebaliknya proses desorpsi bahan pangan melepaskan uap air ke udara (Labuza 1968). Kedua cara tersebut biasanya menghasilkan perbedaan yang ditunjukkan dengan tidak berhimpitnya kedua kurva. Fenomena ini disebut histeresis.

Model analisa logaritma dapat digunakan untuk menentukan kapasitas air ikatan sekunder. Medel ini merupakan analogi perambatan panas dalam kaleng. Dalam hal ini kurva isotermi sorpsi air diplot sebagai hubungan kadar air terhadap (1-Aw). Plug dan Esselen (1963) dalam Soekarto (1978) menemukan hubungan linier jika perambatan panas diplot sebagai log (To-T) yang merupakan perbedaan suhu retort dan suhu pusat kaleng, terhadap waktu (t). Dengan memplot nilai log (1-Aw) terhadap m juga dihasilkan garis lurus. Berdasarkan analog tersebut, didapatkan model matematik empirik sebagai berikut :

=

− )

1 ( Aw

Log b x m + a

Keterangan :

m = Kadar air (g air/g bahan kering) pada aktivitas air (Aw) b = Faktor kemiringan


(33)

Penerapan model ini pada produk pangan menghasilkan garis lurus patah dua. Soekarto (1978) mengartikan bahwa garis lurus pertama mewakili ikatan sekunder, dan garis lurus kedua mewakili air ikatan tersier. Titik potong kedua garis ini merupakan titik peralihan dari air ikatan sekunder dan air ikatan tersier, dan dianggap sebagai batas atas atau kapasitas air ikatan sekunder.

Labuza (1968) membagi kurva isotermi sorpsi air menjadi tiga bagian, Daerah A menunjukkan absorpsi lapisan air satu lapis molekul (daerah monolayer), daerah B menunjukkan absorpsi tambahan diatas lapisan monilayer (daerah multilayer), dan daerah C menunjukkan air terkondensasi pada pori-pori bahan. Hal yang serupa juga dikemukan oleh Duchworth (1974) dalam Troller dan Christian (1978) (Gambar 4).

Keterangan :

A = daerah monolayer ; B = daerah multilayer ; C = daerah kondensasi kapiler

Gambar 4. Bentuk umum kurva isotermi sorpsi air pada bahan pangan dan pembagian tiga daerah ikatan.

Peranan faktor hidratasi bahan pangan dan lingkungannya sangat dominan dalam terjadinya penyimpangan mutu atau kerusakan bahan pangan. Labuza (1968) menyajikan ambang batas tingkat hidratasi (Aw) dalam hubungannya dengan kecepatan reaksi kerusakan. Hubungan ini digambarkan dalam bentuk peta yang disebut dengan peta stabilitas (Gambar 5) .

Peta stabilitas ini menggambarkan hubungan berbagai jenis kerusakan sebagai fungsi dari aktivitas air (Aw) dan kadar air yang ditelusuri berdasarkan kurva ISA dari bahan pangan tertentu.


(34)

Gambar 5. Peta stabilitas bahan makanan yang menyerupai fungsi dari faktor hidratasi (Labuza 1968).

Pada daerah I, molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein atau garam. Air tipe ini terikat kuat dan seringkali disebut air terikat dalam arti sebenarnya.

Derajat peningkatan air sedemikian rupa sehingga reaksi-reaksi yang terjadi sangat lambat dan tidak terukur. Reaksi yang nyata dalam bahan makanan adalah peningkatan oksidasi lemak. Oksidasi lemak akan meningkat pada daerah II karena keaktifan katalis meningkat dengan adanya pengembangan volume akibat penyerapan air.

Pada daerah II, molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Bila sebagaian air pada daerah II dihilangkan, pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan makanan seperti reaksi browning, hidrolisis atau oksidasi lemak akan dikurangi.

Air pada daerah III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat dan lainnya. Air ini disebut air bebas. Air ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air pada daerah ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12 – 25% dengan Aw kira-kira 0,80 tergantung dari jenis bahan dan suhu.


(35)

2.9 Umur simpan (Shelf life)

Penentuan umur simpan suatu produk dapat dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada produk selama penyimpanan sampai tidak dapat diterima oleh konsumen. Arpah dan Syarief (2000) menjelaskan, umur simpan adalah selang waktu saat produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi, sedangkan menurut Floros (1993) umur simpan merupakan waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam suatu kondisi penyimpanan, untuk sampai pada level atau tingkatan degradasi mutu tertentu.

Umur simpan bahan pangan yang dikemas dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : (1) keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap sir dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, (2) ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume dan (3) kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan (Syarief dan Halid 1993).

Nilai aw merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menduga kerusakan makanan atau menentukan waktu pengeringan yang diperlukan untuk produk yang stabil. Menurut Labuza (1982), aw bahan pangan sangat menentukan bahwa faktor-faktor yang menentukan waktu penerimaan air dalam bahan pangan adalah sorpsi isotermi air, permeabilitas film kemasan, rasio luas permukaan kemasan terhadap berat kering, kadar air awal, kadar air kritis, RH dan suhu penyimpanan produk.

Labuza (1982) telah mengembangkan model matematik yang dapat digunakan untuk memperkirakan waktu penerimaan air yaitu sebagai berikut :

ts =

b Po x Ws

A x x k

Mc Me

Mi Me

Ln

ts

− =

Keterangan :

ts = umur simpan produk (hari) Me = kadar sir keseimbangan (% bk) Mi = kadar air awal (% bk)


(36)

Ws = berat bahan (g)

Po = tekanan uap air murni/jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg) k/x = permeabilitas kemasan (g/m2. hari. mmHg)

A = luas permukaan kemasan (m2)

B = slope kurva sorpsi isotermi air (yang diasumsikan linier antara Mi dan Me)

Penentuan umur simpan dengan metode pendekatan air kritis ini dilakukan berdasarkan tingkat kelembaban relatif (Relative Humidity /RH), metode tersebut menggunakan prinsip kadar air keseimbangan dan kadar air kritis (Labuza 1982). Heldman dan Sigh (1981) menjelaskan bahwa kadar air keseimbangan adalah kadar air pada tekanan uap air yang setimbang dengan lingkungannya, atau kadar air bahan pada saat setimbang dengan lingkungannya pada suhu dan RH tertentu (Hall 1980). Pada saat itu bahan tidak lagi menyerap maupun melepaskan molekul-molekul air dari dan ke udara. Hal tersebut terjadi jika bahan telah disimpan pada lingkungan tertentu pada jangka waktu yang lama (Brooker et al. 1974).

Proses tercapainya kadar sir suatu bahan dengan lingkungannya karena bahan kehilangan sebagian kandungan airnya disebut sebagai desorpsi, sedangkan bila suatu bahan yang relatif kering menyerap air dari lingkungannya yang mempunyai kelembaban relatif lebih, maka bahan tersebut mencapai kadar air keseimbangan melalui proses absorpsi. Proses desorpsi dan absorpsi ini disebut isotermis sorpsi air (Labuza 1968).


(37)

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium AP4 (Agricultural Pilot Plant

and Processing Project) IPB, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan

Laboratorium Pilot Plant Seafast Center IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2007 sampai dengan Februari 2008.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan bubur jagung instan adalah jagung lokal varietas P11 (Pioner 11) diperoleh dari Bojonegoro, Jawa Timur. Bahan lain yang digunakan antara lain air minum dalam kemasan komersial, susu bubuk komersial, dan maltodekstrin komersial, bahan kimia seperti beberapa garam jenuh : MgCl2, CH3COOK, NaOH, K2CO3, KI, NaCl, KCl, BaCl2, K2CrO4, NH4H2PO4 dan K2SO4 yang digunakan untuk kajian ISA dan bahan lainnya untuk analisis fisik dan kimia.

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah alat penggiling

multi mill, timbangan digital, ayakan 18 mesh dan 80 mesh, baskom, pengering

silinder, pengering oven, pengering fluidized bed, desikator, kompor, panci, sendok pengaduk dan alat-alat untuk analisa fisik dan kimia.

3.3 Tahapan Penelitian

Metode percobaan terdiri atas empat tahap. Pada tahap pertama dilakukan proses pembuatan grits jagung bersih. Pada tahap kedua dilakukan proses pembuatan grits jagung instan dan pembuatan tepung jagung instan. Pada tahap ketiga dilakukan proses pembuatan bubur jagung instan dengan modifikasi. Pada tahap akhir dari penelitian ini dilakukan uji organoleptik, analisis proksimat dan kajian isotermi sorpsi air (ISA). Tahapan dari seluruh kegitan penelitian secara lengkap disajikan pada Gambar 6.


(38)

Biji jagung

TAHAP I

(Tahap Persiapan)

Perhitungan

rendemen.

TAHAP II

Perhitungan rendemen,

Uji rasio dehidrasi, Penyerapan air dan pengembangan volume

sifat birefringence, porositas dan

uji proksimat. Uji viskositas,

wettability, densitas kamba, warna dan uji proksimat

TAHAP III

Uji Organoleptik dan uji proksimat

TAHAP IV

Gambar 6. Prosedur tahapan penelitian secara lengkap

3.3.1 Pembuatan Grits Jagung bersih

Pembuatan grits jagung bersih diawali dengan penggilingan biji jagung utuh (kering) menggunakan alat penggiling multi mill. Selanjutnya dilakukan pencucian atau pembilasan grits jagung dengan air sampai bersih, kemudian direndam 1 jam dalam air setelah itu ditiriskan. Pada akhir tahap ini dilakukan proses pengeringan dengan menggunakan alat pengering fluidized bed . Hasil akhir dari serangkaian proses ini adalah grits jagung yang sudah bersih. Diagram

Pembuatan grits

jagung

Pembuatan

grits jagung instan kering

Pembuatan tepung jagung

instan

Pembuatan bubur jagung instan

Kajian Isotermi Sorpsi Air (ISA)


(39)

alir proses pembuatan grits jagung bersih secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Prosedur pembuatan grits jagung bersih (Modifikasi Serna Salvidar et al. 2001)

dedak Biji jagung utuh

Dicuci atau dibilas dengan air hingga benar-benar bersih

Pengeringan dengan menggunakan pengering fluidized bed pada suhu 65oC, selama 20 menit

Diayak dengan menggunakan ayakan 18 mesh

Digiling dengan menggunakan alat penggiling multi mill

Grits jagung bersih

Perhitungan rendemen Grits jagung kotor

Kotoran

Direndam dalam air selama 1 jam


(40)

3.3.2 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering

Setelah diperoleh fraksi grits jagung bersih, proses dilanjutkan dengan pembuatan grits jagung matang atau instan yaitu grits jagung yang sudah bersih ditambah air (1:3) kemudian ditanak atau dimasak (diaron dan dikukus) pada suhu ±75oC selama 30 menit. Hal tersebut dimaksudkan untuk membuka sifat poros dari jagung dan tahap awal terjadinya mekanisme gelatinisasi dari pati jagung.

Gambar 8. Diagram alir pembuatan grits jagung matang atau instan kering (Modifikasi Husain 2006)

Sifat pati yang tergelatinisasi inilah yang dimanfaatkan untuk pembuatan produk instan. Grits jagung yang telah ditanak didinginkan pada ruang. Kemudian, dibagi menjadi dua. Bagian pertama langsung dikeringkan dan bagian kedua melewati proses pembekuan cepat di dalam freezer dan selanjutnya di-thawing pada suhu ruang (27oC) kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan pengering oven yang suhu ±60oC, selama 6 jam dan pengering fluidized bed (60oC, selama 20 menit) sehingga dihasilkan

Dicampur dengan air dan ditanak (1:3) pada suhu ± 75oC selama 30 menit

Didinginkan pada suhu ruang

Dibekukan di dalam freezer(-20oC, 44 jam)

Di-thawing

Pengering oven (±60oC, 6 jam)

Gritsjagung instan

Perhitungan rendemen, uji rasio rehidrasi, penyerapan air dan pengembangan volume, sifat birefringence, porositas dan uji proksimat

Gritsjagung


(41)

produk akhir yaitu grits jagung matang atau instan. Analisa yang dilakukan terhadap grits jagung matang ini antara lain perhitungan rendemen, uji rasio rehidrasi, penyerapan air dan pengembangan volume nasi jagung, sifat birefringence, dan porositas. Diagram alir proses pembuatan grits jagung matang atau instan secara lengkap disajikan pada Gambar 8.

3.3.3 Pembuatan Tepung Jagung Instan

Pembuatan tepung jagung instan diawali dengan penggilingan grits jagung bersih dicampurkan dan ditanak atau dimasak dengan air (1:5) pada suhu ±85oC selama 15 menit sehingga menghasilkan adonan bubur jagung, kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat pengering silinder dengan kecepatan putaran silinder 4 dan 6 rpm. Pada pengeringan dengan menggunakan pengering silinder hasil yang didapatkan berupa hancuran lembaran-lembaran tipis. Proses selanjutnya lembaran-lembaran tipis tersebut dihancurkan dengan menggunakan

disc mill dan diayak dengan ayakan 80 mesh dan hasil akhirnya adalah tepung

jagung instan. Diagram alir pembuatan tepung jagung instan dapat diilustrasikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram alir pembuatan tepung jagung instan (Modifikasi Bahrie 2005)

Pengering silinder dengan V = 6 rpm

Penghancuran dengan menggunakan disc mill dan diayak dengan ayakan 80 mesh Grits jagung bersih

Dicampurkan dengan air (1:5) dan dimasak pada suhu ±85oC selama 15 menit

Adonan bubur jagung

Dikeringkan

Lembaran-lembaran tipis

Tepung jagung instan

Pengering silinder dengan V = 4 rpm


(42)

3.3.4 Pembuatan Bubur Jagung Instan

Setelah diperoleh hasil yang terbaik dari grits jagung instan dan tepung jagung instan, maka dilakukan formulasi produk sehingga dihasilkan bubur jagung instan yang diharapkan. Grits jagung instan kering dicampurkan dengan tepung jagung instan, maltodekstrin dan susu bubuk menjadi satu adonan kering. Untuk penyajiannya, adonan kering bubur jagung instan tersebut ditambah air hangat ±150 ml (1-3 bagian air /berat adonan) dan bubur jagung siap untuk dikonsumsi.

Tiap-tiap formula (Tabel 3) yang diperoleh kemudian diuji organoleptik untuk melihat sejauhmana daya terima dari panelis terhadap produk. Pengujian ini dilakukan dengan skala hedonik atau tingkat kesukaan konsumen. Sampel yang paling disukai diuji nilai gizinya melalui uji proksimat. Prosedur atau tahapan pembuatan bubur jagung instan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Diagram alir pembuatan bubur jagung instan

Grits jagung instan kering Tepung jagung instan

Susu bubuk

Maltodekstrin

Pencampuran

Bubur jagung instan

Uji organoleptik, uji proksimat dan kajian ISA


(43)

Tabel 3. Formulasi yang digunakan dalam pembuatan bubur jagung instan (dalam 100 gr bahan)

Campuran bahan (gr) Formulasi Tepung

jagung instan

Grits jagung

instan kering maltodektrin Susu bubuk A B C D 10 10 10 10 35 40 45 50 25 20 15 10 30 30 30 30

3.4 Metode Analisis 3.4.1 Analisis Sifat Fisik

Grits Jagung Instan Kering

1. Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono 1992)

Perhitungan rendemen dalam pembuatan grits jagung didasarkan pada perbandingan antara berat grits jagung akhir dengan berat biji jagung awal yang digunakan. Perhitungan rendemen dalam pembuatan grits jagung instan didasarkan pada perbandingan antara berat grits jagung instan kering dengan berat grits jagung awal yang digunakan. Dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rendemen (%) = Berat grits jagung instan Berat grits jagung bersih

2. Porositas (Suliantari 1988)

Ke dalam gelas ukur berukuran 25 ml dimasukkan butiran-butiran grits instan sampai tanda tera, kemudian ditambahkan toluen sampai butiran tersebut terendam lalu diukur volume toluen yang dibutuhkan. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

Dimana : N = Porositas Vc = Volume Toluen V = Volume total

3. Uji rasio rehidrasi (Oktavia 2002)

Sampel sebanyak 10 gr dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambah dengan 100 ml aquadest. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam waterbath

×100% % 100 x V V


(44)

bersuhu 80oC selama 10 menit. Hasil pemasakan dibiarkan sampai mencapai suhu kamar, kemudian sampel yang telah mengalami rehidrasi ditimbang. Rasio rehidrasi dihitung dengan rumus :

Rasio rehidrasi =Berat sampel setelah rehidrasi (g) Berat sampel sebelum rehidrasi (g)

4. Penyerapan air dan pengembangan volume (Hubeis 1985)

Penyerapan air dihitung dengan cara memasak grits jagung bersih yang didapatkan, kemudian membandingkan berat nasi jagung dengan berat grits jagung awal. Dirumuskan sebagai berikut :

Penyerapan air nasi (%) = Berat nasi jagung – berat grits jagung Berat grits jagung

6. Sifat Birefringence (Sugiyono et al. 2004)

Sampel ditimbang 0.1 g dan ditambahkan akuades 0.9 ml. Suspensi yang terbentuk diteteskan di atas gelas obyek dan ditutupi dengan gelas penutup. Selanjutnya preparat diamati di bawah mikroskop polarisasi.

• Tepung Jagung Instan

1. Uji viskositas metode Brookfield

Pengukuran viskositas dilakukan dengan alat viskometer Brookfield. Sejumlah sampel kira-kira 5% dimasukkan ke dalam wadah gelas. Lalu spindel dipasang pada alat viskometer dengan kecepatan putar tertentu. Baca kekentalan sampel setelah alat dikunci dan dihentikan. Nilai viskositas terukur dalam satuan

cP (centiPoise). Nilai viskositas (cP) = Angka pembacaan x Faktor pengali (Tabel 4).

Tabel 4. Faktor pengali untuk tiap spindel dan rpm yang digunakan Kecepatan putaran

No.

Spindel 6 12 30 60

1 2 3 4

10 50 200 1000

5 25 100 500

2 10 40 200

1 5 20 100

100% ×


(45)

2. Daya serap air / wettability metode wetting time (Park et al. 2001)

Waktu basah didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh tepung dari sejak tepung dimasukkan ke dalam air hingga semua tepung basah. Sampel tepung sebanyak 0.4 g dimasukkan ke dalam air sebanyak 40 ml dalam botol kecil. Daya dispersi dilakukan pada suhu kamar tanpa pengadukan, waktu dicatat dengan menggunakan stopwatch.

3. Densitas kamba (Muchtadi dan Sugiyono 1992)

Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan menyiapkan sampel kering dan gelas ukur 50 ml. Pada tahap awal dilakukan penimbangan dan pencatatan berat gelas ukur (a gr) kemudian sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml sampai tanda tera. Kemudian dilakukan pengukuran berat gelas ukur yang berisi sampel (b gr). Densitas kamba dapat dihitung dengan rumus :

Densitas kamba

ml gr a b

50 ) ( − =

4. Warna, metode Hunter (Floyed et al. 1995)

Sampel tepung diukur dengan menggunakan chromameter CR-200 sehingga diperoleh nilai L, a dan b.

Dimana : L = Kecerahan

a = warna merah jika bertanda + dan hijau jika bertanda – b = warna kuning jika bertanda + dan biru jika bertanda –

3.4.2 Uji Organoleptik Bubur Jagung Instan (Soekarto 1985)

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah jenis uji penerimaan. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut skala yang dikehendaki. Penelitian ini menggunakan 30 orang panelis tidak terlatih dari mahasiswa ilmu pangan dan mahasiswa ilmu dan teknologi pangan. Adapun tingkatan atau skala yang digunakan dalam pengujian diantaranya sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka dan sangat tidak suka. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya. Dalam analisis skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka


(46)

menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan adanya skala hedonik ini secara tidak langsung uji dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan.

Tahap awal dalam penyedian sampel bubur jagung dilakukan dengan melakukan formulasi komponen-komponen penyusun bubur jagung instan sesuai dengan Tabel 3. Kemudian adonan bubur jagung instan kering ditambahkan air panas/hangat (suhu 75oC) sebanyak 1 – 3 bagian/ berat adonannya (± 150 ml). Bubur jagung yang telah diseduh dengan air disajikan secara acak dan dalam memberikan penilaian panelis tidak boleh mengulang-ulang atau membanding-bandingkan sampel yang disajikan. Pengujian terhadap uji hedonik harus dilakukan secara spontan. Untuk itu panelis dapat mengisi formulir isian (Lampiran 4). Hasil uji hedonik ditabulasikan dalam bentuk tabel, untuk kemudian dipilih formula yang paling disukai dengan melihat nilai rata-rata skor tingkat kesukaan terhadap beberapa atribut organoleptik yang diujikan, diantaranya tekstur, kekentalan, warna, rasa, aroma dan penerimaan secara umum (overall).

3.4.3 Analisis Kimia

Grits Jagung Instan, Tepung Jagung Instan dan Bubur Jagung instan

1. Kadar air (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang sebelumnya telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam dan diketahui beratnya. Sampel yang telah dikeringkan sampai mencapai berat konstan kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Perbedaan berat sebelum dan sesudah pengeringan dihitung sebagai persen kadar air.

Kadar air dapat dihitung dengan persamaan :

% 100 )

(% x

a b a bb air

Kadar = − ; (% ) x100%

b b a bk air

Kadar = −

Dimana : a = berat sampel mula-mula (gr)


(47)

2. Kadar abu metode Tanur (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin yang sebelumnya telah diabukan dalam tanur pada suhu 600oC selama 1 jam dan diketahui beratnya. Selanjutnya sampel yang telah diabukan dalam tanur pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Dapat dihitung dengan rumus :

Kadar abu (%bb) x100%

sampel berat

labu berat =

Kadar abu (%bk) 100%

) (% 100 ) (% x bb air kadar bb labu kadar − =

3. Kadar lemak metode Sokhlet (AOAC 1984)

Sebanyak 5 g sampel yang telah dikeringkan, dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam labu sokhlet. Sementara itu petroleum eter dimasukkan ke dalam labu lemak yang telah ditimbang beratnya. Selanjutnya diekstraksi selama 5 jam. Destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak lalu dikeringkan dalam oven 105oC. Kadar lemak ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Kadar lemak (%bb) = Berat labu akhir – berat labu awal Berat sampel

Kadar lemak (%bk) = Kadar lemak (% bb)

100 – Kadar air (bb)

4. Kadar protein metode mikro Kjeldahl (AOAC 1984)

Sampel ditimbang sebanyak 0.2 g kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2.5 ml H2SO4 pekat, setelah itu didestruksi selama 30 menit sampai cairan berwarna hijau jernih, dibiarkan sampai dingin, lalu ditambahkan 35 ml air suling dan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman, kemudian didestilasi. Hasil destruksi ditampung dalam erlenmayer 125 ml yang berisi H3BO3 dan indikator, lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N, larutan blanko dianalisis seperti sampel. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus :

% 100 x % 100 x


(48)

% N = (HCl – blanko)ml x N HCl x 14.007 Mg sampel

Kadar protein (%bb) = 6.25 x % N

Kadar protein (%bk) = Kadar protein (%bb) 100 – kadar air(%bb) 5. Kadar karbohidrat by difference

Kadar karbohidrat dihitung menggunakan analisis by difference yaitu dengan mengggunakan rumus :

Kadar karbohidrat (%bb) = 100 - % (protein + lemak + air + abu) Kadar karbohidrat (%bk) = 100 - %bk (protein + lemak + abu)

6. Energi (Almatsier 2002)

Perhitungan nilai kalori makanan dapat dilakukan dengan menggunakan faktor atwater menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein serta nilai energi faal makanan tersebut. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

Energi (kkal/100g) = (4 kkal/g x kadar karbohidrat g/100g) + (9 kkal/g x kadar lemak g/100g) + (4 kkal/g x kadar protein g/100g)

3.4.4 Kajian Sorpsi Isotermik Air dan Pendugaan Umur Simpan

Pendugaan umur simpan berdasarkan rumus yang dikembangkan oleh Labuza (1968) dengan menggunakan pendekatan kadar air kritis yang dihitung berdasarkan kurva isotermi sorpsi air (ISA). Kajian ini dilakukan pada sampel yang terbaik dari formulasi pembuatan bubur jagung instan yang telah diperoleh sebelumnya. Kurva isotermi sorpsi air yang dibuat merupakan kurva hubungan antara kadar air kesetimbangan dengan nilai aw atau RH penyimpanan.

Sebagai tahap awal dilakukan persiapan larutan garam jenuh. Garam-garam jeniuh yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Sejumlah garam ditimbang dan dimasukkan ke dalam desikator, sambil diaduk ditambahkan sejumlah air sampai jenuh dan berlebih untuk menjaga kejenuhan larutan sehingga kelembaban relatif yang dihasilkan tetap dan tidak mempengaruhi proses sorpsi. Selanjutnya mengikuti metode yang telah dilakukan oleh Supriadi (2004). Sampel digiling halus kemudian dikeringkan dengan menggunakan absorben kapur api

% 100 x

% 100 x


(49)

(CaO) sampai memperoleh kadar air 2-3 % bk. Tiap sampel seberat ±2 gram ditempatkan di dalam cawan porselen. Kemudian sampel disetimbangkan dalam desikator yang sebelumnya telah dilakukan pengaturan RH antara 7 – 97% dengan menggunkaan larutan garam-garam jenuh pada suhu sekitar 27oC. Selanjutnya sampel yang dimasukkan ke dalam desikator, disetimbangkan sampai diperoleh berat konstan (perubahan berat lebih kecil dari 0,5 gram). Penentuan kadar air kesetimbangan dilakukan dengan metode oven (Apriyantono et al. 1989). Percobaan ini bertujuan untuk memperoleh data kadar air kesetimbangan yang digunakan untuk menentukan kurva isotermi Sorpsi Air tepung jagung instan, aw kritikal serta air terikat.

Tabel 5. Garam jenuh pada berbagai aw yang dipergunakan dalam percobaan pengukuran kesetimbangan air

Garam jenuh aw

NaOH 0.06 CH3COOK 0.22

MgCl2 0.32

K2CO3 0.43

KI 0.69 NaCl 0.75 KCl 0.84

K2CrO4 0.86

BaCl2.2H2O 0.9

NH4H2PO4 0.91

K2SO4 0.97

Rockland (1969) dalam Kadirantau (2000)

Tahap berikutnya dilakukan penentuan kadar air kritis dan umur simpan pada produk yang telah disimpan pada berbagai kondisi RH. Kadar air kritis ditentukan berdasarkan uji organoleptik (oleh para panelis). Produk yang dinyatakan telah ditolak oleh panelis secara organoleptik, diukur kadar airnya dan dinyatakan sebagai kadar air kritis produk. Produk yang yang diuji umur simpan nya dikemas dalam kemasan alufo, PP dan PE kemudian disimpan pada suhu ruang dan kondisi RH penyimpanan 85%. Umur simpan produk diperkirakan berdasarkan laju perubahan kadar air dengan pendekatan kadar air kritis dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(50)

b Po x Ws

A x x k

Mc Me

Mi Me

Ln

ts

− =

dimana, ts = umur simpan produk (hari) Me = kadar air keseimbangan (% bk) Mi = kadar air awal (% bk)

Mc = kadar air kritis (% bk) Ws = berat bahan kering (g)

Po = tekanan uap air murni/jenuh pada ruang penyimpanan (mmHg) k/x = permeabilitas kemasan (g/m2. hari. mmHg)

A = luas permukaan kemasan (m2)

B = slope kurva sorpsi isotermi air (yang diasumsikan linier antara Mi dan Me)

Umur simpan produk bubur jagung instan diperkirakan sebagai waktu pada saat kadar air produk sama dengan kadar air kritis. Kadar air`kritis produk tersebut merupakan kadar air pada saat produk telah mengalami perubahan fisik (basah atau lembab, dan menggumpal). Kondisi suhu dan kelembaban relatif yang cukup tinggi digunakan untuk mempercepat tercapainya kadar air kritis.


(51)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Grits Jagung Bersih

Pembuatan grits jagung merupakan tahap persiapan dari penelitian ini. Grits jagung yang dihasilkan selanjutnya akan melalui mekanisme instanisasi dan menghasilkan produk akhir berupa grits jagung instan. Grits jagung instan ini merupakan salah satu bahan baku atau penyusun dalam pembuatan bubur jagung instan disamping tepung jagung instan, susu skim bubuk, dan maltodekstrin bubuk.

Grits jagung instan diperoleh dengan cara menggiling biji jagung pipilan dengan menggunakan alat penggiling multi mill (Gambar 11). Selanjutnya diayak (18 mesh). Rendemen grits jagung bersih yang dihasilkan setelah penggilingan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rendemen hasil penggilingan jagung pipilan

Komponen Rendemen

(%)

Grits jagung bersih Dedak + menir

Kotoran : tin cap, pericarp, germ Hilang

47,27 29,09 22,73 0,91

Rendemen grits jagung bersih yang dihasilkan melalui proses penyosohan ini relatif rendah. Rendahnya rendemen grits jagung bersih dipengaruhi oleh mutu jagung yang digunakan. Berat jagung pipilan akan mengalami penurunan apabila jagung pipilan tersebut sudah rusak akibat serangan serangga selama proses penyimpanan atau pengangkutan. Kondisi tersebut akan mempengaruhi jumlah rendemen grits jagung setelah disosoh. Menurut Imed dan Nawangsih (1995), serangga yang banyak merusak hasil pertanian terutama dari jenis kumbang (coleoptera) dan ngengat (lepidoptera). Akibat hama ini, beras dan jagung dapat kehilangan berat mecapai 23% setelah disimpan beberapa bulan.

Pada proses pembuatan grits jagung bersih dilakukan proses pembersihan dan pencucian grits jagung dengan cara merendam grits jagung dalam air ±1 jam. Kotoran, kulit, tin cap, serta germ akan terangkat karena memiliki bobot yang ringan. Kemudian dilanjutkan dengan menyaring kotoran kulit, tin cap, serta germ


(52)

tersebut. Proses ini dilakukan berulang kali sehingga mendapatkan grits jagung yang bersih. Untuk proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat pengering fluidized bed (fluidized bed dryer) (Gambar 11) dengan suhu 60oC, selama ± 20 menit. Grits jagung yang sudah bersih dan kering diproses lebih lanjut menjadi bahan-bahan penyusun bubur jagung instan. Faktor perendaman dan pembilasan grits jagung kotor setalah disosoh juga memberikan pengaruh terhadap jumlah rendemen grits jagung bersih yang dihasikan. Proses pembuatan grits jagung bersih dapat dilihat pada Gambar 12.

(a) (b) (c) (d) Gambar 11. Jagung pipilan (a), Alat penggiling multi mill (b), Ayakan (c) dan

fluidized bed dryer (d))

Gambar 12. Grits jagung bersih

4.2 Pembuatan dan Karakteristik Grits Jagung Instan Kering 4.2.1 Pembuatan Grits Jagung Instan Kering

Proses pembuatan grits jagung instan kering diawali dengan penanakan grits jagung bersih dengan perbandingan air sebanyak 1:3. Proses awalnya grits


(53)

jagung tersebut diaron terlebih dahulu selanjutnya dikukus hingga mengalami gelatinisasi, yang ditandai dengan terbentuk nasi jagung. Nasi jagung yang terbentuk berwarna kuning terang, mengembang dengan baik, saling lengket satu sama lain (Gambar 13).

Setelah didinginkan beberapa menit pada suhu ruang nasi jagung dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama dikeringkan pada suhu ruang dan bagian kedua dibekukan dalam freezer dengan temperatur -20oC selama 44 jam (metode pembekuan lambat) setelah 44 jam dilakukan proses thawing pada suhu ruang. Kemudian kedua bagian nasi jagung tersebut dikeringkan dengan menggunakan alat pengering oven (oven dryer) pada suhu ± 60oC selama 6 jam dan pengering fluidized bed (fluidized bed dryer) pada suhu 60oC selama 20 menit. Tujuan dilakukannya pembekuan lambat untuk memecah struktur koloid pati. Pecahnya struktur koloid pati akan menyebabkan air didalam jaringan koloid pati dilepaskan ketika proses thawing. Pelepasan air dari dalam jaringan koloid pati akan memberikan ruang kosong, sehingga tekstur pati akan berpori atau menyerupai spons. Struktur bahan yang berpori bersifat cepat menyerap air (Chan dan Toledo 1976).

Gambar 13. Nasi jagung instan sebelum dikeringkan.

4.2.2 Pengaruh Jenis Pengeringan Terhadap Grits Jagung Instan Kering

Salah satu bentuk aplikasi teknologi dalam mengolah bahan pangan yang paling umum dan sering dilakukan adalah pengeringan. Menurut Pramono (1993), pengeringan didefenisikan sebagai suatu proses pindah panas dan menghilangkan kandungan air secara stimultan. Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara kering.


(54)

Berdasarkan prinsip kerjanya pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebahagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkanya, sehingga kadar air seimbang dengan kondisi udara normal atau setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi (Subarna et al. 2007).

Pada penelitian ini dilakukan proses pengeringan yang menggunakan dua jenis pengering untuk menentukan satu jenis pengeringan terbaik. Karakteristik khusus yang menjadi penilaian sampel yang dikeringkan adalah produk yang berwarna seragam, dan bersifat poros sehingga memiliki waktu rehidrasi yang singkat.

1. Pengering fluidized bed

Alat pengering fluidized bed merupakan alat pengering yang bekerja dengan prinsip pengeringan oleh udara panas yang kontak langsung dengan bahan yang akan dikeringkan. Menurut Subarna et al. (2007), alat pengering juga dapat dibedakan menjadi pengering tekanan atmosfir (misalnya tray dryer dan fluidized

bed dryer) dan pengering vakum (misal oven vakum dan freeze dryer). Dalam

pengering tekanan atmosfer, panas yang diperlukan untuk penguapan ditransfer dengan aliran udara yang disirkulasikan. Secara garis besar pengering fluidized bed memiliki tiga komponen utama yang terdiri atas kipas (fan), medium pemanas (heater), dan medium pengeringan (dryer) (Hanni et al. 1976)(Lampiran 2.).

Grits jagung instan kering yang dihasilkan melalui proses pendinginan

pada suhu ruang dan dikeringkan dengan menggunakan alat pengering fluidized bed ini cukup kering, menggumpal (lengket satu sama lainnya) karena pada beberapa bagian grits (bagian luar) sudah kering dengan baik sedangkan pada bagian dalam masih terlihat basah, sehingga dalam proses pengeringan tersebut nasi jagung instan (grits jagung instan kering) akan menjadi hangus pada bagian luarnya dan lama kelamaan akan menjadi kecoklatan (Gambar 14). Terjadinya perubahan tersebut disebabkan oleh mekanisme perpindahan panas yang terjadi dipermukaan berlangsung secara cepat. Didukung oleh Desrosier (1988) dimana terjadinya pemanasan pada permukaan bahan secara cepat akibatnya permukaan bahan yang kontak langsung dengan udara pengering memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan bagian dalam bahan. Sehingga apabila proses


(55)

pengeringan tetap berlangsung maka bahan menjadi berwarna kecoklatan. Menurut Hovman (1995) yang menjelaskan dimana pada awal pengeringan bahan masih memiliki kandungan air yang besar. Hal ini menyebabkan volume bahan menjadi berat sehingga udara panas menagalir dengan kecepatan yang rendah. Setelah udara panas kontak dengan bahan, air didalam mengalami penguapan. Penguapan air tersebut menyebabkan penurunan tekanan aliran udara yang menigkatkan laju alir udara. Proses pengeringan tercapai ketika bahan tersuspensi dengan udara panas.

Gambar 14. Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer.

Adapun grits jagung instan kering yang dihasilkan melalui proses pembekuan lambat terlebih dahulu dan kemudian dikeringkan dengan pengering

Fluidized bed menghasilkan grits jagung instan yang kurang kering, karena

sebagian besar hanya bagian atasnya yang terlihat kering namun pada bagian tengah dan dalam masih basah (lembab), ukuran grits instan yang dihasilkan tidak seragam, terjadi sedikit perubahan warna menjadi lebih gelap (Gambar 15).

Menurut Husain (2006), umumnya kerusakan-kerusakan fisik yang terjadi pada proses pengeringan jagung adalah penurunan tingkat kecerahan atau perubahan warna yang tidak diharapkan dan case hardening. Terjadinya Case

hardening pada bahan yang mengandung banyak gula terlarut, dalam proses

pengeringan air beserta gula-gula terlarut bergerak dari dalam ke permukaan bahan. Air akan menguap sedangkan gula beserta padatan lainnya, tetap tinggal dipermukaan bahan dan lama kelamaan akan mengeras dan menyebabkan air yang berada dalam bahan tidak dapat menguap keluar (Muljohardjo 1987).


(56)

Gambar 15. Grits jagung instan kering yang dibekukan di freezer dan dikeringkan dengan fluidized bed dryer.

2. Pengering Oven

Proses pendinginan sampel nasi jagung pada suhu ruang dan dikeringkan dengan menggunakan alat pengering oven menghasilkan grits jagung instan kering yang sangat kering baik pada bagian luar maupun bagian dalam, tekstur sangat keras (kasar), menggumpal sulit untuk dipisahkan dan ukuran relatif tidak seragam, dari segi warna tidak memperlihatkan perubahan yang signifikan dan grits jagung instan kering yang dihasilkan tidak poros (Gambar 16).

Gambar 16. Grits jagung instan kering yang didinginkan pada suhu ruang dan dikeringkan dengan oven.

Menurut Husain (2006), kualitas produk yang dikeringkan tergantung pada kondisi pengeringan. Pendinginan pada suhu ruang yang diberlakukan pada sampel tersebut belum mampu untuk mengeluarkan air yang terjebak dalam pati jagung sehingga masih berada didalam, dengan demikian terbentuklah grits instan yang menggumpal dan tidak poros. Faktor-faktor internal dan eksternal dari bahan sangat mempengaruhi kecepatan proses pengeringan. Karathanos et al. (1996) menjelaskan bahwa porositas produk dipengaruhi oleh cara pengering dimana


(1)

Lampiran 5 Data uji organoleptik 1. TEKSTUR

SAMPEL PANELIS

708 817 907 909 1 7 6 6 5 2 5 5 6 6 3 5 2 4 3 4 3 2 3 3 5 3 3 3 3 6 3 3 4 2 7 5 5 4 4 8 6 5 5 6 9 6 6 4 3 10 3 5 5 2 11 2 2 4 5 12 4 3 2 1 13 7 6 4 5 14 4 5 5 3 15 6 6 7 6 16 3 3 2 2 17 6 6 6 6 18 5 5 5 5 19 4 4 3 3 20 5 4 6 6 21 6 3 3 5 22 4 4 3 4 23 2 5 3 6 24 1 3 6 3 25 6 4 3 5 26 4 5 5 4 27 6 6 6 3 28 6 5 3 3 29 3 3 2 3 30 3 3 3 2 Jumlah 133 127 125 117 Rata-rata 4.43333 4.23333 4.16667 3.9


(2)

2. KEKENTALAN

SAMPEL PANELIS

708 817 907 909 1 6 5 4 4 2 5 5 4 6 3 4 5 5 5 4 3 5 3 5 5 5 6 6 4 6 6 2 6 6 7 4 5 3 3 8 5 4 5 6 9 6 7 6 5 10 5 2 3 3 11 2 3 6 6 12 6 5 2 3 13 6 7 4 5 14 4 5 6 3 15 6 6 6 6 16 6 3 5 3 17 6 6 5 5 18 4 4 5 6 19 5 5 4 5 20 3 1 5 4 21 5 6 5 4 22 3 6 5 3 23 6 2 4 4 24 3 2 6 5 25 4 6 4 6 26 5 5 3 5 27 6 3 5 3 28 6 6 5 4 29 5 6 2 3 30 5 6 6 6 Jumlah 145 139 138 136 Rata-rata 4.83333 4.63333 4.6 4.53333


(3)

3. WARNA

SAMPEL PANELIS

708 817 907 909 1 6 4 7 3 2 6 4 5 6 3 6 6 6 6 4 4 4 4 4 5 6 6 6 6 6 6 5 5 3 7 5 4 4 5 8 6 6 6 6 9 5 5 4 4 10 6 6 5 5 11 5 5 5 5 12 6 6 6 6 13 6 5 6 7 14 4 6 6 5 15 6 6 6 6 16 6 6 6 6 17 6 6 6 6 18 6 5 6 6 19 4 4 5 4 20 2 5 4 3 21 6 6 6 6 22 4 4 4 4 23 6 6 5 5 24 4 6 5 3 25 5 5 5 5 26 6 3 3 5 27 6 6 4 4 28 5 6 6 6 29 6 6 6 6 30 6 6 6 6 Jumlah 161 158 158 152 Rata-rata 5.36667 5.26667 5.26667 5.06667


(4)

4. RASA

SAMPEL PANELIS

708 817 907 909 1 6 7 6 5 2 6 6 4 6 3 4 3 3 4 4 5 3 4 5 5 6 5 4 4 6 6 7 3 4 7 4 3 4 5 8 6 6 6 4 9 6 5 6 6 10 5 5 3 3 11 6 6 4 4 12 5 6 3 2 13 7 7 5 7 14 6 4 5 4 15 1 4 6 1 16 5 4 4 5 17 5 5 4 5 18 5 5 5 4 19 6 5 5 5 20 4 3 6 5 21 6 3 3 5 22 4 4 4 3 23 2 5 2 3 24 5 3 6 5 25 7 6 4 6 26 6 6 4 3 27 6 6 4 3 28 6 5 4 3 29 6 5 5 3 30 5 5 4 4 Jumlah 157 147 130 126 Rata-rata 5.23333 4.9 4.33333 4.2


(5)

5. AROMA

SAMPEL PANELIS

708 817 907 909 1 6 4 4 5 2 4 4 4 5 3 5 5 5 4 4 5 3 5 4 5 6 6 6 6 6 6 6 4 6 7 6 6 4 4 8 6 5 3 5 9 4 4 3 5 10 5 6 6 2 11 5 6 4 6 12 5 4 4 3 13 7 6 5 7 14 6 4 5 5 15 3 4 6 3 16 6 5 5 6 17 6 5 5 6 18 6 6 4 5 19 6 5 4 4 20 6 5 1 3 21 5 5 5 5 22 5 5 5 5 23 5 6 4 4 24 4 4 6 2 25 6 3 7 6 26 4 3 5 4 27 6 6 6 6 28 6 6 4 3 29 6 5 5 3 30 3 3 4 3 Jumlah 159 145 138 135 Rata-rata 5.3 4.833333 4.6 4.5


(6)

6. OVERALL

SAMPEL PANELIS

708 817 907 909 1 6 6 5 4 2 6 5 4 6 3 5 2 3 4 4 5 3 3 5 5 5 5 4 4 6 5 5 4 4 7 5 5 4 4 8 6 5 5 4 9 6 5 6 5 10 5 5 3 3 11 5 5 4 4 12 4 5 3 2 13 7 7 5 6 14 5 4 5 4 15 4 6 7 3 16 5 5 4 5 17 6 6 5 6 18 5 5 5 5 19 6 5 4 5 20 2 3 4 5 21 6 3 4 5 22 4 4 3 4 23 3 5 4 5 24 2 3 6 5 25 6 4 4 5 26 5 6 5 3 27 5 6 3 4 28 6 5 4 3 29 6 5 5 3 30 4 3 3 2 Jumlah 150 141 128 127 Rata-rata 5 4.7 4.26667 4.23333