1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pasar modal merupakan sektor yang penting bagi sebuah negara. Pasar modal memiliki peranan yang strategis sebagai ketahanan ekonomi serta berperan
dalam menggerakkan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki dua fungsi yaitu pertama, sebagai sarana untuk pendanaan usaha atau sebagai sarana
bagi perusahaan dalam mendapatkan dana dari masyarakat pemodal investor. Kedua, sebagai sarana yang menciptakan kesempatan bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian. Saham adalah tanda penyertaan atau kepemilikan pada suatu perusahaan. Investor menginvestasikan
dananya dengan tujuan utama memperoleh keuntungan berupa dividen dan capital
gain Syarofi 2014.
Di dalam investasi, return dan risiko merupakan faktor yang memotivasi investor berinvestasi. Semakin besar risiko sekuritas, semakin besar return yang
diharapkan. Sebaliknya pun begitu bila semakin kecil return yang diharapkan, maka semakin kecil risiko yang akan ditanggung. Dengan demikian menunjukkan
bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja perusahaan yang baik dan dapat memberikan keuntungan terhadap saham yang telah ditanamkan oleh investor
pada pasar modal. Return merupakan imbalan atas keberanian investor
menanggung risiko yang dihadapinya Tandelilin 2010:102. Return saham
terbentuk dari pergerakan harga pasar saham suatu sekuritas. Harga saham merupakan harga yang terjadi di bursa pada waktu tertentu. Harga saham bisa
berubah naik ataupun turun dalam hitungan waktu yang begitu cepat. Harga saham dapat berubah dalam hitungan menit bahkan dapat berubah dalam hitungan
detik. Hal tersebut dimungkinkan karena tergantung dengan permintaan dan
penawaran antara pembeli saham dengan penjual saham Darmadji dan Fakhrudin 2012:102
. Pasar modal menawarkan banyak saham yang tersebar pada berbagai jenis
industri. Investor dapat memilih untuk mencapai tingkat return yang maksimal
pada tingkat risiko tertentu yang bersedia dibayar oleh investor. Investor memerlukan suatu model penilaian return untuk memilih saham yang akan dibeli
atau dijual. Pendekatan dengan model Arbitrage Pricing Theory APT dapat
menjadi alternatif untuk meminimalisir risiko investor.
Model penilaian pricing model merupakan sebuah model untuk menentukan tingkat pengembalian aset yang diperlukan atau diharapkan.
Arbitrage Pricing Theory APT pertama kali diformulasikan oleh Ross 1976
sebagai alternatif model keseimbangan untuk menilai hubungan antara risiko dan return suatu aset selain model Capital Asset Pricing Model CAPM yang
dikemukakan oleh Sharpe 1964, Lintner 1965 dan Mossin 1969. Model
CAPM menyebutkan bahwa return saham dipengaruhi oleh portofolio pasar dan risiko sistematis beta. Sedangkan Model APT menyebutkan bahwa return saham
tidak hanya dipengaruhi oleh portofolio pasar dan risiko sistematis, tetapi juga
dapat dipengaruhi oleh banyak faktor mikro dan makro.
Arbitrage Pricing Theory APT muncul untuk mengatasi kelemahan dari model CAPM yang memungkinkan dimasukkannya lebih dari satu faktor untuk
menentukan return asset selain risiko sistematis. APT pada dasarnya memiliki pandangan bahwa return harapan untuk suatu sekuritas dipengaruhi oleh beberapa
faktor risiko yang menunjukkan kondisi perekonomian secara umum. Menurut
Tandelilin 2010 faktor
–faktor risiko tersebut harus mempunyai karakteristik seperti berikut ini; 1 masing-masing faktor risiko harus mempunyai pengaruh
luas terhadap return saham-saham di pasar, 2 faktor-faktor risiko tersebut harus mempengaruhi return harapan, 3 pada awal periode, faktor risiko tersebut tidak
dapat diprediksi oleh pasar. APT memiliki asumsi investor percaya bahwa return sekuritas akan ditentukan oleh model faktorial sejumlah n faktor risiko. Risiko
dalam APT merupakan sensitivitas saham terhadap faktor-faktor ekonomi makro, dan besarnya return harapan akan dipengaruhi oleh sensitivitas tersebut.
Dalam pengujian APT ini banyak literatur yang membahas perkembangan teori APT dan mencoba menyempurnakan teori yang dikemukakan oleh Ross
tersebut seperti riset yang dilakukan oleh Chamberlain dan Rothschild 1983, Grinblatt
dan Titman 1983, Beggs 1986 dalam Faff 1988 dan Cetin, dkk.
2004 . Sejumlah penelitian mencoba untuk menemukan bukti empiris dari
aplikasi teori APT dengan menggunakan sejumlah prosedur yang sudah
ditetapkan seperti yang dilakukan oleh Roll dan Ross 1980 yang memasukkan
total varian return saham individual dan membuktikan bahwa model APT benar.
Selanjutnya Chen 1983 memasukkan variabel return pada periode sebelumnya dan ukuran perusahaan, hasilnya juga mendukung teori APT Arifin, 2005.
Model APT dinilai lebih fleksibel dibandingkan dengan CAPM karena APT dalam membuat model dapat menggunakan variabel makro ekonomi variabel
yang beragam dalam menghitung premi risiko suatu asset. Pada model APT
tingkat keuntungan lebih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi Indraseno 2006.
Variabel makro ekonomi dapat dijadikan sebagai faktor-faktor dalam model
APT. Pada tahun 1986, Chen dkk. 1986, kembali melakukan penelitian dengan
memasukkan faktor makro ekonomi dan menemukan bahwa semua faktor makro ekonomi yang digunakan valid untuk memprediksi return ekuitas. Hasil penelitian
Iqbal, dkk. 2012 menunjukkan bahwa variabel makro ekonomi tidak
menentukan return saham dan hasil keseluruhan tidak signifikan. Penelitian oleh
Anantayoga, dkk. 2014 menunjukkan analisis menggunakan APT faktor
makroekonomi yaitu harga minyak dunia, nilai tukar, dan inflasi mempengaruhi return saham sektoral. Namun harga minyak dunia dan inflasi tidak berpengaruh
pada semua sektor yang diamati, seperti halnya nilai tukar yang berpengaruh pada
semua sektor. Hasil penelitian selanjutnya oleh Ouma dan Muriu 2014
menggunakan teori APT dengan penerapan model The Ordinary Least Square OLS hasil penelitian ini menunjukkan suku bunga berpengaruh signifikan
terhadap return saham dan variabel makroekonomi. Jumlah uang beredar, nilai tukar dan inflasi mempengaruhi return pasar saham, sedangkan kurs berpengaruh
negatif terhadap return saham di Kenya. Samadi dkk. 2012 hasil penelitian
menunjukkan bahwa harga emas, inflasi dan nilai tukar yang mempengaruhi pada return saham dan harga minyak tidak berdampak pada return saham Teheran.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Isenmila dan Ose erah 2012 penelitian ini
menggunakan data time series dan data sekunder menggunakan perkiraan kuartal. Hasil
menunjukkan bahwa jumlah uang beredar M2 nilai tukar, dan harga
minyak negatif dan juga signifikan terhadap return saham. Namun suku bunga berhubungan negatif dan juga tidak signifikan terhadap return saham.
Bursa Efek Indonesia memiliki 11 jenis indeks harga saham yang secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik, sebagai
salah satu informasi bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal. Saham LQ 45 umumnya diminati oleh para investor. Saham tersebut aktif diperdagangkan
dan memiliki likuditas yang lebih tinggi. Indeks LQ 45 merupakan indeks yang terdiri dari 45 saham perusahaan tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan
likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Berikut ini disajikan grafik return saham LQ 45 yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia BEI periode 2008-2015.
Sumber: www.idx.co.id data diolah
Grafik 1.1 Perkembangan Return Saham Indeks LQ 45 Periode 2008-2015
Berdasarkan grafik 1.1 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata per tahun return saham pada perusahaan Indeks LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2008-2015 berfluktuatif. Pada tahun 2008, rata-rata return saham sebesar 46. Pada tahun 2009 rata-rata return saham naik mencapai 100
menjadi sebesar 148. Namun pada tahun 2010 mengalami penurunan yang cukup tajam menjadi sebesar 37. Penurunan ini terus berlanjut sampai dengan
tahun 2013 dengan rata-rata return saham menjadi sebesar -6. Kemudian pada tahun 2014 kembali membaik dengan rata-rata return saham mencapai 25. Pada
tahun 2015 kembali mengalami penurunan yang cukup tajam dengan rata-rata return saham sebesar -20.
Pada tahun 2015 indeks LQ 45 diprediksi mengalami penguatan mencapai 1.00. Kondisi ini artinya, semua indeks saham berada pada zona yang aman
dengan grafik yang benar-benar hijau. Hal tersebut di dorong oleh Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG tahun 2015 ini terjadi peningkatan yang signifikan,
maka dari itu perdagangan saham juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan teropongbisnis.com. Dengan adanya prediksi tersebut diperkirakan
harga saham akan mengalami peningkatan, mencerminkan bahwa investor percaya pada indeks LQ 45.
Walaupun berfluktuasi tren indeks LQ 45 cenderung mengalami penurunan. Dapat dilihat pada kenyataannya di tahun 2015 return LQ 45 yang
dihasilkan menunjukkan penurunan. Penurunan disebabkan laba bersih emiten yang tergabung dalam indeks LQ 45 pada kuartal I2015 turun sebesar 5.15
dengan pendapatan sebesar 2.57 pada periode yang sama market.bisnis.com. Tingginya return saham menggambarkan bahwa keuntungan yang
diperoleh oleh investor atas dana yang diinvestasikan tinggi. Sedangkan rendahnya return saham menggambarkan bahwa keuntungan yang diperoleh oleh
investor atas dana yang diinvestasikan rendah. Fluktuasi return saham menurut
Chen, Roll dan Ross 1986 dapat disebabkan oleh berbagai variabel makro
ekonomi seperti inflasi, suku bunga, kurs, jumlah uang beredar, harga minyak dunia, harga emas.
Menurut Sunariyah 2006 Inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya
profitabilitas suatu perusahaan, sehingga akan menurunkan pembagian dividen dan daya beli masyarakat juga menurun, sehingga inflasi yang tinggi mempunyai
hubungan negatif terhadap ekonomi pasar modal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi memberikan pengaruh negatif terhadap return saham sebagaimana
dikemukakan penelitian Winarto, dkk. 2016 dan Azis, dkk. 2005. Namun
hasil penelitian Suwandy 2014 menunjukkan hasil pengujian membuktikan
bahwa inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap return indeks LQ 45. Berikut adalah grafik perkembangan inflasi di Indonesia pada tahun 2008-
2015:
Sumber: www.bi.go.id data diolah
Grafik 1.2 Perkembangan Tingkat Inflasi Periode 2008-2015
Berdasarkan grafik 1.2 Pada tahun 2008 Indonesia mengalami inflasi yang tinggi mencapai 11.06 disebabkan kenaikan harga minyak dunia dan
mengakibatkan harga komoditi tinggi. Inflasi terus menunjukkan nilai yang fluktuatif, tahun 2009 inflasi mengalami penurunan dan merupakan inflasi
terendah hanya 2.78. Inflasi kembali naik ditahun 2010 menjadi 6.96. Sedangkan pada tahun 2011 tercatat sebesar 3.79. Pada tahun 2012, inflasi terus
bergerak sebesar 4.30 dan pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2014 inflasi sebesar 8,38 hingga 8.36. Namun ada tahun 2015 inflasi kembali turun nilai
inflasi sebesar 3.35. Suku bunga seringkali dijadikan oleh investor sebagai pembanding dengan
return yang akan diperoleh Manurung 1996. Suku bunga biasanya memiliki
hubungan yang negatif dengan return saham, semakin tinggi suku bunga, maka
semakin rendah return saham sebagaimana juga dikemukakan oleh Adaragi, dkk. 2002
, Isenmila dan Ose erah 2012. Hasil penelitian Wiradharma 2016, Suartini
dan Mertha 2013 menemukan bahwa suku bunga berpengaruh positif
terhadap return saham, artinya semakin tinggi suku bunga maka akan semakin
tinggi pula return saham. Dwialesi dan Darmayanti 2016 menunjukkan hasil
penelitian bahwa tingkat suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
Berikut adalah grafik perkembangan suku bunga di Indonesia pada tahun 2008-2015:
Sumber: www.bi.go.id data diolah
Grafik 1.3 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Periode 2008-2015
Berdasarkan grafik 1.3 dapat dilihat dari tahun ke tahun mengalami fluktuatif. Pada tahun 2008 BI rate atau tingkat suku bunga mencapai 9,25.
Tingkat suku bunga terus mengalami pergerakan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 tingkat suku bunga 6.50 hingga 6.00
pertahun. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia melambat beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2012 tingkat suku bunga 5.75 sampai dengan tahun 2015 suku
bunga acuan BI rate meningkat menjadi 7.50. Nilai tukar atau kurs juga diduga memiliki hubungan yang erat dengan
return saham Haryanto 2007,
Fluktuasi nilai kurs yang tidak terkendali dapat mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar modal.
Melemahnya nilai kurs domestik terhadap mata uang asing misalnya Rupiah terhadap US Dollar dapat memberikan dampak negatif bagi pasar ekuitas karena
pasar ekuitas menjadi tidak punya daya tarik Samsul 2006.
Beberapa peneliti
menemukan kurs berpengaruh negatif terhadap return saham seperti Jatirosa 2014
, Wiradharma, dkk 2016 dan Winarto, dkk. 2016. Namun penelitian
lain menunjukkan adanya pengaruh positif kurs terhadap return saham seperti
penelitian yang dilakukan oleh Halim 2013 dan Tursoy, dkk. 2008.
Berikut grafik perkembangan kurs di Indonesia pada tahun 2008-2015:
Sumber: www.bi.go.id data diolah
Grafik 1.4 Perkembangan Kurs Periode 2008-2015
Berdasarkan grafik 1.4 kurs atau nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah Rp 10.895 tercatat pada Desember akhir tahun 2008 dikarenakan
Indonesia mengalami krisis ekonomi. Pada tahun 2009 kurs terhadap dollar AS Rp 9.353. Pada tahun 2010 kurs terhadap dollar AS kembali menguat Rp 8.496.
Kurs terus mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun. Indonesia kembali mengalami krisis pada tahun 2013 membuat rupiah kembali melemah Rp 12.128
dan terus mengalami pelemahan menjadi Rp 13.726 terhadap dollar AS di tahun 2015.
Uang memiliki peranan yang berarti dalam perekonomian, perkembangan perekonomian dapat diamati dari dua sektor yang saling terkait yaitu sektor riil
pasar barang dan jasa dan sektor moneter pasar uang. Aliran uang sebanding
dengan aliran barang dan jasa Putong 2009. Ouma dan Muriu 2014
menemukan bahwa jumlah uang beredar mempengaruhi return saham. Penelitian lain menemukan jumlah uang beredar negatif dan berpengaruh signifikan terhadap
return saham Isenmila dan Ose erah 2012 Hasil penelitian Dewanti 2013
menunjukkan bahwa jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap return saham.
Berikut grafik perkembangan jumlah uang beredar di Indonesia pada tahun 2008-2015:
Sumber: www.bps.go.id data diolah
Grafik 1.5 Perkembangan Jumlah Uang Beredar Periode 2008-2015
Berdasarkan grafik 1.5 diatas dapat dilihat jumlah uang beredar dalam kategori M2 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Rata-rata jumlah uang
beredar M2 adalah 3,124,124,625 miliyar rupiah. Sedangkan jumlah uang beredar tertinggi adalah 4,404,085,000 miliyar rupiah yang terjadi pada bulan
Desember tahun 2015. Jumlah uang beredar terendah adalah 1,895,839,000 miliyar rupiah terjadi pada tahun 2008. Jumlah uang beredar di Indonesia dari
tahun 2009 sampai tahun 2015 selalu mengalami fluktuatif hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang semakin naik setiap tahunnya mengakibatkan kebutuhan
penduduk semakin naik namun daya beli masyarakat tetap. Harga minyak akan berdampak pada dunia usaha. Dampak tersebut dapat
dirasakan dengan naiknya biaya produksi sehingga meningkatkan biaya secara keseluruhan dan mengakibatkan kenaikan harga pokok produksi yang pada
akhirnya menaikan harga jual produk dan menurunkan keuntungan perusahaan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Park dan Kilian 2007
, Kesuma 2012, dan Lawrence 2013 yang menemukan adanya
pengaruh yang positif signifikan dari harga minyak dunia terhadap return saham.
Namun hasil penelitian Samadi, dkk. 2012 dan Kuwomu 2012 menemukan
bahwa harga minyak dunia tidak berpengaruh terhadap return saham.
Berikut grafik perkembangan harga minyak dunia di Indonesia pada tahun 2008-2015:
Sumber: www.eia.gov data diolah
Grafik 1.6 Perkembangan Harga Minyak Dunia Periode 2008-2015
Berdasarkan grafik 1.6 diatas harga minyak mentah West Texas Intermediate WTI pada tahun 2008 menyentuh harga Rp 1.08 per barel. Namun
pada tahun 2009 minyak mentah mengalami penurunan ke harga Rp 579 per barel. Minyak mentah kembali naik harga pada tahun 2010 sebesar Rp 711 per barel,
dan pada 2011 dan tahun 2012 kembali naik ke kisaran harga Rp 856 hingga Rp 904 per barel. Sedangkan pada tahun 2013 harga minyak terus mengalami
kenaikan ke harga Rp 1.18 dan menjadi Rp 1.15 per barel pada tahun 2014. Terjadi penurunan pada tahun 2015 harga minyak ke harga Rp 667 per barel.
Emas merupakan salah satu komoditas yang turut mempengaruhi return saham. Hal ini didasari karena emas merupakan salah satu alternatif investasi
yang cenderung aman. Hal ini dikarenakan sifat emas yang nilainya relatif bebas
dari tekanan inflasi Lawrence 2013. Hasil penelitian Samadi, dkk. 2012
menunjukkan bahwa harga emas berpengaruh terhadap return saham. Namun ada juga penelitian yang tidak menemukan hubungan antara harga emas dengan return
saham seperti penelitian yang dilakukan oleh Winarto, dkk. 2016 dan Dewanti 2013.
Berikut grafik perkembangan harga emas di Indonesia pada tahun 2008- 2015:
Sumber: www.indexmundi.com data diolah
Grafik 1.7 Perkembangan Harga Emas Periode 2008-2015
Berdasarkan grafik 1.7 harga emas terus berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 harga emas menyentuh nilai terendah sebesar 8.89gram
dikarenakan kenaikan inflasi yang cukup tinggi. Harga emas kembali naik pada tahun 2009 sebesar 10.6gram dan terus mengalami kenaikan ditahun 2010
sebesar 12.4gram, pada tahun 2011 sebesar 14.8gram serta puncak tertinggi harga emas berada pada tahun 2012 mencapai 16.2gram. Namun pada tahun 2013
sampai 2015 harga emas mengalami penurunan sebesar 14.8gram
– 14.6gram.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk menguji
penelitian dengan judul “PENGGUNAAN METODE ARBITRAGE PRICING THEORY
APT UNTUK
MENILAI RETURN
SAHAM PADA
PERUSAHAAN INDEKS LQ 45 YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008-2015
”
1.2 Identifikasi Masalah