Nilai Zero Point of Charge (ZPC) serta hubungannya dengan erapan kalium pada tanah gambut Pantai Jambi dan Kalimantan Tengah

. NILAI ZERO POINT OF CHARGE (ZPC) DAN HUBUNGANNYA
DENGAN ERAPAN KALIUM PADA TANAH GAMBUT PANTAI
JAMB1 DAN KALIMANTAN TENGAH

Oleh :
RIMA PURNAMAYANI

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRACT

RIMA PURNAMAYANI. Value of the Zero Point of Charge (ZPC) and Its
Relation with Kalium Sorption in Coastal Peatland of Jambi and Central
Kalimantan. (Under supervision of Prof Dr Ir Supiandi Sabiham as the leader of
Supervisor Commission, Dr Ir Sudarsono, M.Sc and Prof Dr Ir Latifah K.
Darusman, MS, as the member of Supervisor Commission).
One of the important chemical aspect is peatland management which has
not been paid attention to is Zero Point of Charge (ZPC). By determining soil
ZPC value, the sorption and bounding of cations can be estimated in certain pH

value. Low of Kalium (K) is the one of other problems of peatland. This nutrient
is easily leaching from peat because of the weakness bounding. This research is
aimed to determine ZPC value, maximum sorption of K and bounding form of K
being contained by the coastal peats of Jambi and Central Kalimantan with
decomposition degrees of sapric, hemic, and fibric.
The location of this research is in Soil Chemical and Fertility Laboratory,
Department of Soil Science, Faculty of Agriculture IPB Bogor, from September
2000 until July 2001. Soil samples were took from two areas, Lagan (Jambi) and
Samuda (Central Kalimantan). There are three parts were conducted in this
research, the determination of ( 1) ZPC value, 2) maximum sorption of K, and 3)
K-bounding (water soluble, 0.05 M CaCl2 soluble and 2.5% acetic acid soluble of
K). The last two determinations were carried out on 4 pH level as treatments
(0.25 point below and above pHzpc, 0.50 point above pHzpc and at pHZpc).
It was concluded that ZPC value is related 'to inherent characteristics of
peats. At pHzpc and its below, the peat is still able to adsorb K. Jambi with sapric
decomposition level has the lowest K maximum sorption at pHZpc. In contrast,
Central Kalimantan has the highest K maximum sorption. Water soluble Kbounding was generally dominant in both places of study. The pH pf coastal peat
of Jambi and Central Kalimantan are not needed to increase, and water
management is needed for both of location.


ABSTRAK

RIMA PURNAMAYANI. Nilai Zero Point of Charge (ZPC) serta
Hubungannya dengan Erapan Kalium pada Tanah Gambut Pantai Jambi
dan Kalimantan Tengah. (Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham
sebagai Ketua Komisi, Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Latifah K.
Darusman, MS, masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Salah satu aspek kimia yang penting dalam pengelolaan dan belum banyak
menjadi perhatian adalah Zero Point of Charge (ZPC). Dengan mengetahui nilai
ZPC tanah, maka akan dapat menduga kapasitas erapan kation dan bentuk-bentuk
ikatan kation pada pH tertentu. Masalah lain pada tanah gambut adalah rendahnya
unsur makro, salah satunya adalah kalium (K) karena merupakan unsur yang
mudah hilang dari tanah akibat ikatannya lemah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui nilai ZPC, erapan maksimum kation K dan bentuk-bentuk ikatan
kation K yang dierap pada tanah gambut pantai Jambi dan Kalimantan tengah
dengan tingkat dekomposisi saprik, hemik dan fibrik.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, dari bulan September
2000 sampai Juli 2001. Contoh tanah gambut diambil dari Lagan (Jambi) dan
Samuda (Kalimantan Tengah).

Penelitian ini terdiri dari 3 bagian yaitu
penetapan: 1) Nilai ZPC, 2) Erapan maksimum K, dan 3) Bentuk ikatan K ( yaitu
K larut H20, K larut CaC12 0.05 M dan K larut asam asetat 2.5%). Bagian 2 dan
3, dilakukan pada 4 tingkatan nilai pH yaitu 0.25 satuan di bawah pH ZPC, pH
ZPC, 0.25 satuan di atas pH ZPC dan 0.50 satuan di atas pH ZPC.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa nilai pH ZPC pada
tanah gambut pantai berkaitan dengan sifat inheren tanah gambut. Pada nilai pH
tanah sama dengan pH ZPC dan pH tanah di bawah pH ZPC, ternyata tanah
gambut masih mampu mengerap kalium. Pada pH tanah sama dengan pH ZPC,
tanah gambut dengan tingkat dekomposisi saprik memiliki erapan K yang
terendah di Jambi, sedangkan erapan K tertinggi di Kalimantan Tengah. Secara
umum, bentuk ikatan K yang dominan adalah K yang terikat lemah yaitu K larut
H20. Saran yang diajukan adalah pada tanah gambut Jambi dan Kalimantan
Tengah peningkatan pH tanah tidak perlu dilakukan lagi dan perlu dilakukannya
pengelolaan air.

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa thesis yang berjudul :
"NILAI ZERO POINT OF CHARGE (ZPC) DAN HUBUNGANNYA DENGAN

ERAPAN KALIUM PADA TANAH GAMBUT PANTAI JAMB1 DAN
KALIMANTAN TENGAH
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan.

Semua sumber daya dan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2002

Rima Purnamayani
NRP. 99050

NILAI ZERO POINT OF CHARGE (ZPC) DAN HUBUNGANNYA
DENGAN ERAPAN KALIUM PADA TANAH GAMBUT PANTAI
JAMB1 DAN KALIMANTAN TENGAH

Oleh :
RIMA PURNAMAYANI

99050fTNH

Thesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa thesis yang berjudul :
"NILAI ZERO POINT OF CHARGE (ZPC) DAN HUBUNGANNYA DENGAN
ERAPAN KALIUM PADA TANAH GAMBUT PANTAI JAMB1 DAN
KALIMANTAN TENGAH"
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan.

Semua sumber daya dan informasi yang digunakan telah


dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2002

Rima Purnamavani
NRP. 99050

: NILAI ZERO POINT OF CHARGE (ZPC) SERTA

Judul

HUBUNGANNYA DENGAN ERAPAN KALIUM
PADA TANAH GAMBUT PANTAI JAMB1 DAN
KALIMANTAN TENGAH
Nama mahasiswa

: RIMA PURNAMAYANI

Nomor Pokok


: 99050

Program Studi

: ILMU TANAH

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham. M.Agr
Ketua

Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc
Anggota

-

2. Ketua Program Studi
Ilmu Tanah


Dr. Ir. Sudarsono. M.Sc

Tanggal lulus

: 13 Februari 2002

*

~ur-sman.
Anggota

M.S

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 13 Juni 1976 dari ayah
Poenvadi HA dan ibu Syarfina sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Xaverius 1 Palembang dan
lulus pada tahun 1988. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP
Xaverius Maria Palembang dan lulus pada tahun 1991.


Setelah itu penulis

meneruskan ke SMA Xaverius 1 Palembang dan lulus pada tahun 1994.
Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi di
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya dan lulus pada tahun
1998 dengan predikat cum laude.

Kemudian pada tahun 1999, penulis

melanjutkan program S2 di Program Studi Ilmu Tanah Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
thesis ini, serta pada akhirnya dapat menyelesaikan studi di PPs IPB ini
Terima kasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada Prof. Dr. Ir.
Supiandi Sabiham, M.Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak

memberikan saran dalam perencanaan, pelaksanaan hingga penulisan thesis ini,
serta dukungan dan motivasinya. Penghargaan yang sama disampaikan kepada
Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S, masingmasing selaku anggota Komisi Pembimbing atas saran-saran dalam pelaksanaan
penelitian sampai ke penulisan thesis ini.
Penghargaan dan ucapan terima kasih disampaikan kepada :
1.

Direktur Program Pascasarjana IPB yang telah memberi kesempatan
belajar, serta seluruh staf pengajar yang telah membekali ilmu untuk
berkembang.

2.

Direktur Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
DIKTI yang telah menyediakan dana melalui Hibah Tim URGE.

3.

Dr.Ir. Abdul Rachim, MS dan Dr. Suwarno, atas segala bantuan dan
sarannya selama penelitian ini.


4.

Staf Laboratorium Rutin Jurusan Tanah IPB yang telah banyak membantu
dalam menyediakan fasilitas selama penelitian ini.

5.

Kedua orang tua yang selalu mendukung dan memotivasi baik moral
maupun dana, serta doanya selama pelaksanaan penelitian sampai selesainya
penulisan thesis ini.

6.

Suamiku, Mas Iwan atas segala dukungan, motivasi, doa, kesabaran dan
pengertiannya selama studi di sini.

7.

Uni Rina, Uni Rini, Tekyang, Tekcu, Mami dan semua saudaraku atas
segala bantuan baik fisik maupun moral selama studi dan penelitian ini.

8.

Opa dan oma Badril Anwar sekeluarga di Bogor, atas segala perhatian dan
doanya.

9.

Anak-anak Cikahuripan 1 terutama Anna, Wienda, Rika, Inti dan Oges yang
selalu menemani di laboratorium.

10. Ir. Siti Zahrah, MS, Ir. Mulyadi Daeng, Ir. Faiz Barchia, M.Sc, Ir. Nikolas,

Dr. Ir. Riwandi, M.S, Fitri Kyusu Aini, SP, atas segala kerja sama dan
persahabatan selama studi dan penelitian ini.
1 1.

Kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Tanah Pascasarjana
IPB, terutama Ir. Afra D. Makalew, MSc, Ir. Neneng L.Nurida, Ir. Ai
Dariah, Ir. Eti Puji Handayani, Ir. Moentoha Selari, MS, serta Angkatan 99
yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas segala persahabatan dan tak
henti-hentinya memotivasi penulis.
Tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan thesis ini. Oleh karena

itu, atas segala kekurangannya, penulis mohon pengertian yang sedalamdalamnya kepada pembaca.

DAFTAR IS1

Halaman

...

PRAKATA ............................................................................. viii
DAFTAR TABEL ..................................................................... xii
...
DAFTAR GAMBAR ................................................................. xi11

...................................................................
Latar Belakang ..................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................
Hipotesis ..........................................................................

PENDAHULUAN

.............................................................
Tanah Gambut Tropika di Indonesia ..........................................
Komposisi Bahan Penyusun Tanah Gambut ................................
Muatan Permukaan dan Zero Point of Charge ..............................
Kalium dalam Tanah Gambut ................................................

TINJAUAN PUSTAKA

1
1
4
5
6

6
8
10
12

............................................................ 14
Tempat dan Waktu ............................................................
Metode Penelitian ..............................................................
Pengambilan Contoh Tanah ............................................
Percobaan Pendahuluan ................................................
Penetapan Nilai Zero Point of Charge (ZPC) ........................
Penetapan Kurva Erapan Kalium ......................................
Bentuk-Bentuk Kalium .................................................
Penetapan AsamIBasa dan Hari Inkubasi ............................
Hasil Analisis Awal Sifat Kimia Tanah Gambut .....................
Kadar C.organik. N-total dan Nisbah C/N........................
Kadar K. Na. Ca. Mg Total ........................................
Kemasaman Total. Gugus Fenolat dan Gugus Karboksilat ...

BAHAN DAN METODE

..................................................... 27
Penetapan Nilai pH ZPC (Zero Point of Charge) ........................... 27
Penetapan Erapan Kalium ..................................................... 33
Model Linear dan Nilai r ................................................ 33
Erapan Maksimum (b) dan Konstanta Langmuir (k) ................ 41
Penetapan Bentuk Ikatan Kalium (K) ....................................... 46

HASIL DAN PEMBAHASAN

..................................................... 53
Kesimpulan ..................................................................... 53
Saran ............................................................................. 53

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

..................................................... ..........

..........................................................................

54
58

DAFTAR TABEL

Teks
Komposisi gambut hutan tropika tipe sangat masam (Hardon
dan Polak, 194 1 dalam Polak, 1975) ...........................
Kadar C-organik, N-total, dan nisbah C/N tanah gambut pantai
Jambi dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat
dekomposisi ........................................................
Kadar K, Na, Ca, dan Mg dapat ditukar tanah gambut pantai
Jambi dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat
dekomposisi .......................................................
Kemasaman total, gugus fenolat dan gugus karboksilat tanah
gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah pada
berbagai tingkat dekomposisi ..................................
Hasil penetapan nilai pH ZPC pada tanah gambut pantai Jambi
dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat
dekomposisi ......................................................
Penetapan nilai pH sebagai perlakuan pada tanah gambut pantai
Jambi dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat
dekomposisi ......................................................
Penetapan jumlah asamlbasa serta hari inkubasi tanah gambut
pantai Jambi dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat
dekomposisi dan perlakuan pH ...................................
Model linear dan nilai r (koefisien regresi) erapan Kalium tanah
gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah pada
berbagai tingkat dekomposisi dengan perlakuan ............
Erapan maksimum dan konstanta Langmuir pada tanah gambut
pantai Jambi & Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat
dekomposisi dengan perlakuan .................................
Lampiran

Data pengukuran konsentrasi keseimbangan K dan hasil
perhitungan dengan model linear Langmuir pada tanah
gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah pada
berbagai tingkat dekomposisi ..................................
Hasil penetapan bentuk-bentuk Kalium pada tanah gambut
pantai Jambi dan Kalimantan Tengah pada berbagai
tingkat dekomposisi .............................................

Halaman
9

DAFTAR GAMBAR

Teks

Halaman

Grafik hubungan pH dan muatan permukaan tanah gambut
pantai Jambi pada berbagai tingkat dekomposisi ,yang
diukur pada berbagai kekuatan ionik .......................
Grafik hubungan pH dan muatan permukaan tanah gambut
pantai Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat
dekomposisi yang diukur pada berbagai kekuatan ion ....

.

Hubungan linier erapan K pada tanah gambut pantai Jambi
pada berbagai tingkat dekomposisi ..........................
Hubungan linier erapan K pada tanah gambut pantai
Kalimantan Tengah dengan tingkat dekomposisi saprik ...
Hubungan linier erapan K pada tanah gambut pantai
Kalimantan Tengah dengan tingkat dekomposisi hemik ....
Hubungan linier erapan K pada tanah gambut pantai
Kalimantan Tengah dengan tingkat dekomposisi fibrik

....

Hasil penetapan bentuk-bentuk K pada tanah gambut pantai
Jambi pada berbagai tingkat dekomposisi ...................
Hasil penetapan bentuk-bentuk K pada tanah gambut pantai
Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat dekomposisi

...

Persentase bentuk-bentuk ikatan kalium pada tanah gambut
pantai Jambi ......................................................
Persentase bentuk-bentuk ikatan kalium pada tanah gambut
pantai Jambi .......................................................
Lampiran
Peta lokasi pengambilan contoh tanah gambut pantai di Jambi

..

Peta lokasi pengambilan contoh tanah gambut pantai di
Kalimantan Tengah ..............................................
Kurva hubungan pH dan volume asamlbasa tanah gambut
pantai Jambi pada berbagai tingkat dekomposisi ...........
Kurva hubungan pH dan volume asamlbasa tanah gambut
pantai Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat
dekomposisi ......................................................

PENDAHULUAN

Dalam pengembangan lahan garnbut perlu dilakukan upaya pengelolaan
yang optimal agar produktivitasnya meningkat, baik dari segi fisik maupun
kimianya. Salah satu aspek kimia yang penting dalam pengelolaan dm belum
banyak menjadi perhatian adalah Zero Point of Charge (ZPC), erapan kation basa
terutama kalium (K) dalam tanah gambut serta bentuk-bentuk ikatan kation
tersebut.
Menurut Tan (1998), ZPC merupakan saat dimana muatan permukaan
pada koloid tanah secara elektrik netral atau nol. ZPC merupakan salah satu
karakteristik muatan permukaan yang tergantung pH. Gambut bersifat amfoter
dimana muatan permukaannya tergantung pH tanah. Muatan permukaan tanah
gambut dapat digambarkan dengan kemasaman total, yang berasal dari disosiasi
gugus-gugus fungsionalnya pada pH tertentu, yaitu gugus karboksil (COOH) dan
gugus hidroksil (fenolat-OH). Evaluasi nilai ZPC tanah memungkrnkan untuk
dapat mengetahui tindakan pengelolaan yang diberikan, misalnya pemupukan dan
pengapuran (Parker et al., 1979). Dengan mengetahui nilai ZPC tanah, maka
dapat diduga kapasitas erapan kation dan distribusi erapan kation berdasarkan
muatan permukaan pada pH tertentu.
Masalah lain pada tanah gambut adalah tingkat kesuburannya yang rendah
yaitu rendahnya kadar unsur hara makro maupun mikro Kesuburan yang rendah
itu karena kadar bahan organik yang sangat tinggi, tingkat kemasarnan yang
tinggi, miskin mineral clan kejenuhan basa yang rendah. Gambut seringkali

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Gambut Tropika di Indonesia
Berdasarkan fisiografinya, lahan garnbut dapat dibedakan menjadi gambut
pantai, gambut transisi dan gambut pedalaman (Sabiham, 1988). Selanjutnya
dijelaskan bahwa gambut pantai dicirikan oleh lapisan bahan mineral yang ada di
bawahnya berupa endapan marin yang bervariasi dari segi wnur dan jenis
endapannya serta dipengaruhi oleh luapan air laut. Sedangkan gambut pedalaman
dicirikan oleh lapisan bahan mineral bukan marin, terletak di atas tanah tua
(Pleistocen), serta tidak mendapat pengaruh air laut. Gambut transisi dijumpai

jika mengalami pengaruh yang intensif dan luapan banjir sungai disamping
pengaruh pasang surut air laut.
Berdasarkan tingkat dekomposisinya, gambut dapat dikelompokkan
menjadi tingkat dekomposisi fibrik, hemik dan saprik. Bahan fibrik dicirikan oleh
jaringan tanaman yang belum terdekomposisi sempurna seperti batang kayu,
rerumputan, dedaunan dan akar. Bahan hemik mengandung fiagmen jaringan
tanaman yang sebagian telah terdekomposisi. Sedangkan bahan saprik dicirikan
oleh bahan berwarna coklat hitam yang jaringan

tanamannya tidak

teridentifikasikan lagi (Sabiham, 1988; Andriesse, 1997).

Bahan saprik telah

terdekomposisi sempma sehingga mengandung gugus-gugus fbngsional aktif
dibandingkan dengan tingkat dekomposisi hemik maupun fibrik. Gugus-gugus
fungsional tersebut menyumbangkan muatan negatif yang dapat meningkatkan
kemampuan tanah gambut memegang unsur hara.

2
membutuhkan tambahan unsur K, Ca, Mg, P dan unsur mikro Cu, Zn dan Mn.
Unsur-unsur ini tak tersedia dalam arti sebenarnya di lahan gambut atau terikat
dengan unsur lain sehingga tak dapat dimanfaatkan (Setiadi, 1997).
Salah satu unsur yang paling banyak menentukan pertumbuhan tanaman di
lahan gambut adalah kaliurn (K). Andriesse (1997) menjelaskan bahwa
kebanyakan lahan gambut mengalami defisiensi K. Walaupun tanah gambut
memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi, tetapi tidak dapat menjerap K yang
dapat dipertukarkan. Bahan organik tanah mampu menjerap kation multivalen
dalam bentuk suatu gabungan ikatan. Ikatan-ikatan ini tidak tersedia untuk
tertukar dengan kation monovalen (misalnya K) dan tidak langsung pula lepas
bentuk ikatannya di dalam larutan tanah. Lucas (1982) menyatakan bahwa K
merupakan unsur yang diikat lemah oleh gambut, akibatnya unsur ini lebih cepat
hilang dari tanah gambut. Oleh karena itu perlu diketahui erapan maksimum K
pada tanah gambut serta bentuk-bentuk ikatan yang tererap.
Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (1990) menegaskan bahwa
tanah gambut memiliki unsur kaliurn yang sangat rendah. Hal ini ditegaskan oleh
Saragih (1996) yang melaporkan bahwa kadar K dapat ditukar pada tanah garnbut
Jambi urnwnnya rendah sampai sedang (0,13 - 0,70 cm01.k~-I).Sedangkan dari
hasil penelitian Salampak (1999) ditemukan bahwa kadar K dapat ditukar pada

tanah gambut Kalimantan Tengah berkisar rendah sampai tinggi (0,29 - 1,13
cm01.k~").
Telah banyak yang dilakukan untuk meningkatkan kadar K &lam tanah
gambut, yaitu penarnbahan pupuk K, bahan campuran gambut seperti abu gergaji,
sisa limbah kandang ayam, sekam pad^, penarnbahan tanah mineral, kapur dan

pupuk lengkap (Askin et al., 1995; Hardjowigeno, 1996; Setiadi, 1997).
Pembakaran juga telah dilakukan untuk meningkatkan K (Kanapathy, 1975), akan
tetapi Widjaja-Adhi et al. (1989) dalam Askin et al. (1995), menyatakan bahwa
pembakaran gambut akan mempercepat hilangnya lapisan gambut. Kemudian
Suranta et al. (1993), menyatakan pula bahwa penambahan amelioran seperti
kapur, terak baja dan zeolit cenderung merendahkan daya erap terhadap K
sehingga mudah terlepas dan tercuci. Kapur memiliki pengaruh lebih besar
karena Ca mempunyai daya menukar kation yang tinggi.
Pada pH yang rendah, kompleks pertukaran kation didominasi oleh gugus
karboksilat dan gugus hidroksil yang belum banyak terdisosiasi karena sifatnya
yang merupakan muatan variabel (variable charge), sehingga unsur hara dalam
bentuk kation dapat ditukar mudah tercuci dari kompleks pertukaran. Demikian
juga unsur hara dalarn bentuk anion mudah hilang karena tidak dapat dipegang
oleh tanaman. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan peningkatan pH sarnpai
satuan tertentu agar gugus-gugus tersebut dapat terdisosiasi dan menyumbangkan
muatan negatif untuk dapat meningkatkan kekuatan ikatan kation-kation.
Pengapuran sering dilakukan untuk meningkatkan pH tanah, takaran kapur
tiap unit volume gambut sekitar < 4 tonlha, tetapi hams diingat bahwa pemberian
bahan alkali kuat seperti kapur tersebut akan menyebabkan percepatan peruraian
gambut yang menghasilkan humat tercuci. Pengapuran langsung pada tanah
giz?ib.rit &an mempercepat pelarutan gambut yang nantinya hanya akan
menyisakan komponen lignin dan humin yang sukar terombak.

Percobaan

pengapuran mencapai pH tetap 5.0 menunjukkan terjadinya pelarutan bahan
humin sebanyak 26% dari berat tanah gambut (Maas, 1997). Pelarutan asam

humat dan fulvat yang berwarna kecoklatan tersebut akan merugkan kesuburan
tanaman, karena sebagan besar hara terkandung dalam kedua fraksi tersebut.
Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan pH yang tidak terlalu tinggi agar ha1
tersebut tidak terjadi.
Melalui penelitian ini dharapkan dapat diketahui nilai pH ZPC dan
pengaruh perubahan nilai pH di sekitar pH ZPC terhadap erapan maksimurn K.
Dalam penelitian ini gambut yang dteliti difokuskan pada gambut pantai yang
urnumnya memiliki tingkat kesuburan dan kestabilan yang lebih tingg
dbandingkan kedua jenis gambut laimya (Driessen dan Sudjadi, 1981;
Hardjowigeno, 1996). Tanah gambut pantai yang diteliti diambil dari dua lokasi
yaitu Jambi yang mewakili gambut Sumatra dan Kalimantan Tengah yang
mewakili gambut Kalimantan, serta diarnbil dari tiga tingkat dekomposisi yaitu
saprik, hemik dan fibrik.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menentukan nilai pH ZPC tanah gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah

pada berbagai tingkat dekomposisi fibrik, hemik dan saprik.

2. Mengukur erapan maksimum kation kalium pada tanah gambut pantai Jarnbi
dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat dekomposisi berdasarkan pH
ZPC, & bawah pH ZPC dan di atas pH ZPC.
3. Menentukan bentuk-bentuk ikatan kation kalium yang dierap pada tanah
gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah

dengan berbagai tingkat

dekomposisi pada pH ZPC, di bawah pH ZPC dan di atas pH ZPC.

5

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Nilai pH ZPC tanah gambut berkaitan dengan kandungan gugus-gugus
fungsional serta kemasaman totalnya.
Pada pH tanah sarna dengan pH ZPC, erapan kalium masih dapat terjadi pada
tanah garnbut dan tingkat dekomposisi saprik memiliki erapan kalium lebih
tinggi dibandingkan dengan tingkat dekomposisi hemik maupun fibrik.
Bentuk ikatan kalium yang kuat lebih banyak terdapat pada pH tanah di atas
pH ZPC.

7
Berdasarkan hasil penelitian Kyurna dan Vijarnsorn (1992), lahan gambut
di Indonesia dominan di Pulau Sumatera dan Kalimantan yaitu seluas rt: 18juta ha.
Kedua daerah tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berbeda sehngga
menghasilkan karakteristik gambut yang berbeda pula. Berdasarkan hasil
penelitian Sabiham (1988), di Jambi terdapat tanah tua di bawah lapisan gambut
yang tebal dalam zona gambut ombrogen, sedangkan di Kalimantan Tengah
terdapat pasir dan kerikil di bawah lapisan gambut. Gambut di Kalimantan
Tengah mendapat luapan banjir yang lebih ekstensif dibandingkan gambut Jambi.
Selanjutnya Sabiham dan Sumawinata (1989) menjelaskan pula mengenai jenis
mineral yang terkandung di dalamnya. Di Jambi, mineral kaolinit lebih tinggi dan
mineral tipe 2:1 lebih rendah dibandingkan di Kalimantan Tengah.
Berdasarkan hasil penelitian Riwandi (2001), gugus karboksilat pada
daerah Kalimantan Tengah lebih tinggi dlbandingkan Jambi. Sedangkan gugus
fenolat-OH pada daerah Kalimantan Tengah lebih rendah daripada di Jambi.
Kendala penggunaan lahan gambut untuk pertanian antara lain kesuburan
kirnia tanah yang rendah, pH sangat masam, adanya lapisan pirit yang berbahaya
jika teroksidasi, adanya daya dukung tanah yang rendah, kapasitas tukar kation
tanah gambut tinggi sedangkan kejenuhan basanya rendah sehingga kation-kation
kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan kalium (K) sulit tersedia bagi tanarnan,
defisiensi unsur mikro, keracunan asam organik, lemahnya daya cengkeram akar
tanaman, mudah mengalami penyusutan,

kerapatan isi sangat rendah serta

mempunyai daya kering tak balik (irreversible drying) (Halim, 1987; Syarif dan
Edison, 1997; Andriesse, 1997, Hardjowigeno, 1997)

Komposisi Bahan Penyusun Tanah Gambut
Komposisi hmia bahan gambut dipengandu oleh vegetasi utamanya,
tingkat dekomposisi dan lingkungan hmia alami.

Unsur pokok organik

Qkelompokkan menjadi : 1) bentuk larut dalam air, 2) bentuk yang larut dalam
eter dan alkohol, 3) selullosa clan hemiselulosa, 4) lignin dan bahan derivat lignin,
dan 5) bahan nitrogen atau protein kasar (Andriesse, 1988). Driesssen (1978)
menambahkan bahwa tanah gambut tropik yang masam (pH 3- 5) dan tebal
mengandung < 5% bahan inorganik. Fraksi organik sebagian besar terdiri dari
hemiselulosa, selulosa, lignin, bahan hurnat, sejumlah protein, wax, tannin, resin,
suberin.
Bahan yang menyusun gambut adalah bahan organik yang berasal dari
carnpuran sisa-sisa turnbuhan dalam berbagai tingkat dekomposisi.

Bahan

organik dapat dibedakan menjadi substansi humus dan non humus. Substansi non
humus meliputi karbohidrat, protein, peptida, asam amino, asam nukleat, purin,
pirimidin, asam lemak, lilin, resin, zat warna dan substansi organik lain dengan
berat molekul yang lebih rendah. Sedangkan substansi-substansi humus meliputi
asam humat, humin dan asam fulvat (Tan, 1998).
Bahan gambut yang berasal dari vegetasi kayu-kayuan mengandung lignin
yang tinggi (Stevenson, 1982). Tan (1998) menyatakan bahwa lignin merupakan
konstituen amat penting dan jaringan kayu dan mengandung bagian terbesar dari
kadar metoxil kayu, bersifat tidak larut dalam air maupun pelarut organik dan
asam sulfat. Bahan gambut yang mengandung lignin relatif tinggi biasanya lebih
tahan terhadap dekomposisi, sehingga stabilitasnya lebih tinggi. Lignin yang
terdekomposisi akan menghasilkan gugus-gugus fungsional yaitu gugus fenolat

dan gugus karboksilat. Selanjutnya gugus-gugus ini akan terdisosiasi yang dapat
menyurnbangkan muatan permukaan yaitu muatan-muatan negatif pada tanah
gambut.

Selain ligmn,

bahan penyusun lain seperti selulosa juga dapat

menyumbangkan muatan-muatan negatif dalam tanah gambut.
Bahan asal tanah gambut yang ditemukan di wilayah Malaysian Tropics
termasuk yang ada di Sumatera dan Kalimantan didominasi oleh bahan kayukayuan. Oleh karena itu, komposisi bahan organiknya sebagian besar adalah
lignin yang urnurnnya melebihi 60% bahan kering, sedangkan kadar komponen
lainnya seperti selulosa, hemiselulosa dan protein umumnya tidak melebihi 11%
(Polak, 1975). Komposisi tanah gambut tropika disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi gambut hutan tropika tipe sangat masam (Hardon dan Polak,
1941 dalam Polak, 1975).
Asal Gambut
Komponen

Kalimantan
... ... ... ... ... ... ...% bahan kering ... ... ... ... ... ...

Komponen gambut larut dalam:
Eter
Alkohol
Air
Hemiselulosa
Selulosa
Lignin
Protein

Sumatera
4.67
4.75
1.87
1.95
10.61
63.99
4.41

2.50
6.65
0.87
1.95
3.61
73.67
3.85

Bahan gambut menghasilkan asam humat dan asam fulfvat melalui proses
humifikasi.

Menurut Ricca dan Severini (1993), asam humat mengandung

senyawa aromatik lebih banyak &pa&

asam fulvat, sedangkan asam fulvat

mengandung senyawa alifatik lebih banyak danpada asarn humat. Selanjutnya
kedua peneliti tersebut menjelaskan bahwa bahan gambut yang kadar ligninnya

10
relatif tingg mengandung asam humat lebih banyak daripada bahan gambut yang
kadar selulosanya relatif tinggi.
Bahan gambut memiliki unsur hara makro seperti Kalium (K), Natriurn
(Na), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan unsur hara mikro terutama tembaga
(Cu) , seng (Zn) , besi (Fe), mangan (Mn)dan boron (B) yang sangat rendah,
tetapi hdominasi oleh kadar karbon (C) dan nitrogen (N) (Andriesse, 1997).

Muatan Permukaan dan Zero Point Charge
Karakteristik yang penting dalam reaktivitas tanah di antaranya adalah luas
permukaan dan muatan permukaan (Bohn et al., 1979). Pada umumnya tanah
mempunyai dua tipe muatan permukaan yaitu muatan tergantung pH (muatan
variabel) dan muatan tidak tergantung pH (muatan permanen). Muatan variabel

akan berubah bila terjadi perubahan pH tanah dan terdapat pada tanah mineral dan
tanah organik, sedangkan muatan permanen dihasilkan dari proses substitusi
isomorfik dan muatan ini dimiliki oleh tanah mineral (Anderson dan Sposito,
1992).
Surnber utama muatan variable tergantung dari penambahan dan
kehilangan H? dari gugus fungsional pada permukaan koloid tanah.

Gugus

fbngsional tersebut yaitu hidroksil (-OH), karboksil (-COOH), fenolik (-C6&0H)
dan m i n e (-NH2). Muatan yang berasal dari gugus fungsional ini sangat
tergantung pada pH larutan yang mengatur derajat protonasi dan deprotonasi dari

gugus fungsional (Bohn et al., 1979).
Menurut Tan (1998), besaran dari muatan variabel ini beragam tergantung

dari pH dan tipe koloid. Jenis muatan ini sangat penting pada liat tipe 1:1, liat
oksida besi dan aluminium serta koloid organik. Tanah organik didominasi oleh

11
muatan variabel, dimana muatan negatif berasal dari gugus karboksil dan fen01
yang terdisosiasi, sedangkan muatan positif dihasilkan oleh proses protonasi.
Zero Point of Charge (ZPC) digunakan untuk menunjukkan keadaan

relatif muatan negatif dan positif pada koloid tanah. ZPC merupakan pH tertentu
pada saat muatan permukaannya secara elektrik netral (Bohn et al., 1979; Tan,

1998). Sakurai et al. (1988) menyatakan bahwa ZPC adalah suatu titik dimana
muatan permukaan dari komponen muatan variabel adalah no1 berkaitan dengan
keseimbangan jerapan

dan OH. Selanjutnya Sakurai et al. (1989) menyatakan

bahwa ZPC merupakan karakteristik spesifik dari tanah yang didominasi oleh
muatan variabel. Tanah terdiri dari berbagai konstituen sehingga nil& ZPC tanah
dipengaruhi oleh ciri fisiko-kimianya.
Konsep ZPC diambil dari tanah mineral yang memiliki muatan variabel
atau muatan tergantung pH, dimana muatan negatifnya berasal dari disosiasi
gugus hidroksil yang terbuka dan muatan positifnya berasal dari protonasi atau

penambahan ion H? ke gugus hidroksil. Konsep ZPC ini diterapkan pada tanah
gambut yang juga memilib muatan variabel. Pada tanah gambut, muatan negatif
berasal dari disosiasi gugus karboksil dan fenolat sedangkan muatan positif
berasal dari gugus amin. Menurut Bohn et al. (1979) tidak ada tanah organik
yang memiliki muatan positif pada pH 2,5 - 8,O. Akan tetapi, Naganuma dan
Okazaki (1992) melaporkan bahwa nilai ZPC tanah gambut tropika dari Malaysia
(Ayer Baloi) adalah 3,31 dan Thailand (Bacho) yaitu 3,52. Kedua peneliti
tersebut menggunakan metode Schullthess dan Sparks (1986) yang merupakan
metode penetapan ZPC bagi tanah mineral, tetapi telah dimodifikasi.

Kalium dalam Tanah Gambut
Kalium adalah unsur hara penting ketiga untuk tanarnan setelah N dan P,
diserap tanaman dalam jumlah mendekati atau bahkan melebihi jumlah N
meskipun K tersedia dalam tanah hanya terdapat dalam jumlah terbatas
(Soepartini, 1988).
Tanah gambut umumnya defisien unsur P, K, Zn, Cu dan Mo. Tingkat

kemasaman yang tinggi dengan kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi
sedangkan kejenuhan basa yang rendah mengakibatkan meningkatnya laju
kecepatan tersedianya hara tanaman terutama K, Ca dan Mg (Halim et al., 1983).
Kalium merupakan unsur paling cepat tercuci pada tanah gambut.
Andriesse (1997) menambahkan bahwa fiksasi K tidak terjadi dalam tanah
gambut. Meskipun KTKnya tinggi tetapi tidak mampu menjerap K-dd. Sebagian
besar kation K berada dalam bentuk terlarut sehingga dapat mudah tercuci bila
tidak segera digunakan.

Kaliurn diambil tanaman dari tanah dalam bentuk ion K+ (Tisdale et al.,
1990). Umwnnya pada tanah mineral, K tanah dapat dibagi menjadi empat
bentuk yang berada dalam keseimbangan, yaitu K dalam larutan (cepat tersedia),
K dapat dipertukarkan (mudah tersedia), K tidak dapat dipertukarkan (larnbat
tersedia) dan K dalam mineral (sulit tersedia) (Uexkull, 1985). Bao (1985)
menyatakan bahwa respon K dalam pertumbuhan tanarnan sangat tergantung dari
ketersediaan K larutan dan K dapat dipertukarkan, serta sedikit dari kandungan K
lambat tersedia.
Menurut Stevenson (1982), K terxnasuk kation yang esensial bagi tanaman
tapi tidak membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik. Menurut

Aleksandrova (1967), interaksi kation ini dengan asam-asam humik terjadi karena
perbedaan sifat polar antara keduanya yang menonjol sehingga membentuk garam
heteropolar. Mekanismenya melibatkan reaksi pertukaran antara gugus fungsional

dan kation, dimana pada pH rendah gugus COOH lebih berperan sedangkan pada
pH lebih tinggi yang lebih berperan adalah gugus OH fenolik. Menurut Suranta et
al. (1993), senyawa humat yang mengandung tapak aktif -COOH dan -OH

membentuk ikatan koordinasi dengan kation polivalen, tidak dengan kation
monovalen. Hal ini akan menyebabkan K lebih mudah digantikan oleh unsur lain.
Tapak ligan utama sebagai pengikat kation pada asam humat dan asam
hlvat terdapat pada gugus yang mengandung oksigen seperti karboksilat,
hidroksil dari fenolat, alkohol dan enol, serta karbonil. Selain itu, gugus amino
dan gugus yang mengandung S dan P juga dapat mengkhelat kation (Stevenson
dan Fitch, 1986).
Berdasarkan penelitian Saragh (1996), kadar K &pat ditukar (K-dd) di
Jambi bervariasi dari rendah hingga sedang, kecuali pada gambut pantai
mengandung K-dd cukup tingg.

Salampak (1999) meneliti kadar K-dd di

Kalimantan Tengah, yang nilainya berkisar tinggi.

Metode analisis yang

digunakan &lam penelitian ini adalah m 0 A c pH 7,O.
Murnita (2001) melakukan penelitian mengenai erapan K pada tanah
gambut Jambi. Dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa tanah gambut memiliki
kapasitas erapan maksimum yaitu 759 - 2756 pg.g-', dimana gambut pantai
memiliki kapasitas erapan K yang lebih tinggi dibandingkan garnbut peralihan.
Nilai konstanta Langrnuir pada tanah gambut Jambi tersebut adalah < 0,03, karena
afinitas K yang rendah pada tanah gambut.

BA3AN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia-Kesuburan Tanah
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Penelitian dimulai pada bulan September
2000 dan selesai pada bulan Juli 2001.
Metode Penelitian
Pengambilan Contoh Tanah

Contoh tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah gambut
pantai, yang diambil di Lagan mewakili daerah Jambi, dan Samuda mewakili
daerah Kalimantan Tengah. Lokasi pengambilan contoh tanah garnbut Jambi
disajikan pada Lampiran 1, sedangkan untuk Kalimantan Tengah disajikan pada
Lampiran 2.
Pengambilan contoh tanah dari tiap lokasi dilakukan secara vertikal dari 1
pedon, berturut-turut dari lapisan atas ke bawah yaitu lapisan permukaan yang
merupakan tingkat dekomposisi saprik, lapisan kedua yang dikategorikan sebagai
tingkat dekomposisi hemik, dan lapisan bawah yang menggambarkan tingkat
dekomposisi fibrik. Contoh tanah gambut dari Lagan berturut-turut diambil dari
kedalaman 0-20 cm yang rnenggambarkan tingkat dekomposisi saprik, kedalaman
20-60 cm yang menggambarkan tingkat dekomposisi hemik dan kedalaman 60120 cm yang menggambarkan tingkat dekomposisi fibrik. Sedangkan contoh
tanah gambut dari Samuda berturut-turut diambil dari kedalaman 0-25 cm yang
menggambarkan tingkat dekomposisi saprik, kedalaman 25-50 cm yang

menggambarkan tingkat dekomposisi hemik dan kedalaman 90-120 cm yang
menggambarkan tingkat dekomposisi fibrik. Pada saat pengambilan contoh tanah,
tinggi muka air di Lagan adalah 35 cm, sedangkan tinggi muka air di Samuda
adalah 8 cm.

Percobasn Pendahuluan
Percobaan pendahuluan terdiri dari analisis tanah gambut awal dan
penetapan jumlah asam atau basa yang harus ditarnbahkan serta jumlah hari
inkubasi untuk mencapai nilai pH tertentu. Untuk keperluan analisis sifat tanah
gambut di laboratorium, diambil contoh tanah gambut pantai dengan tingkat
dekomposisi saprik, hemik dan fibrik di daerah Jambi dan Kalimantan Tengah.
Prosedur kerja penetapan jumlah asarnhasa dan hari inkubasi adalah :
Sebanyak 1 g tanah gambut dimasukkan ke dalam botol plastik, kemudian
masing-masing contoh tanah ditambahkan 0.05 M HC104 sebanyak 5 ml, 10 ml,
15 ml, dan 20 ml serta penambahan 0.05 M NaOH sebanyak 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4

ml pada contoh lainnya. Selain itu terdapat contoh yang tidak ditambahkan asam
maupun baa. Contoh tersebut dibuat 3 seri masing-masing untuk inkubasi selama

3 hari, 6 hari dan 9 hari. Pada hari yang ditentukan, dilakukan pengukuran pH
tanah. Kemudian dibuat kurva hubungan volume asam/basa yang ditarnbahkan
dengan pH yang terukur untuk 3 hari inkubasi, 6 hari inkubasi dan 9 hari inkubasi
. Setelah itu ditentukan jumlah asam/basa yang harus ditambahkan serta lama hari

inkubasi yang dibutuhkan untuk mencapai nilai pH yang diinginkan.
Analisis tanah gambut yang dilakukan meliputi pH (H20), C-orgamk, Ctotal, N-total, K-dd, Na-dd, Ca-dd, Mg-dd, kemasaman total, gugus karboksilat

dan gugus fenolat.

16

Penetapan Nilai Zero Point of Charge (ZPC)
Penetapan nilai ZPC ini menggunakan metode Schulthess dan Sparks
(1986) yang dimodifikasi oleh Naganurna dan Okazaki (1993). Prosedur kerjanya
adalah sebagai berikut:
Sebanyak 1 g tanah dimasukkan ke dalam botol dan ditambahkan 5 ml
NaC104 masing-masing untuk konsentrasi 0,l; 0,O 1; 0,001 M.

Untuk

mendapatkan variasi beberapa nilai pH, ditambahkan 0,05 M HC104 atau 0,05 M
NaOH masing-masing untuk 6 sample dengan penambahan asam (HC104) dan
basa (NaOH), yaitu sebanyak 1.0, 0.8, 0.6, 0.4, 0.2 clan 0 ml.

Setelah itu

ditarnbahkan aquadest sehingga volume larutan menjadi 50 ml. Kemudian
dikocok selama 12 jam dalam ruangan suhu kamar. Kemudian pH suspensi

diukur dan dibuat kurva hubungan antara pH dan asam atau basa yang
ditambahkan.
Muatan permukaan dihitung berdasarkan persarnaan berikut (Schullthess
dan Sparks, 1986) :
00

= [(CA- CB)cootoh - (CA- CB)b~oko]+ [@ '0 f f ) b ~ n k o - (@ 'O~contoh]

dimana :
00 = muatan permukaan
CA= konsentrasi larutan asam
CB= konsentrasi larutan basa

Penetapan Kurva Erapan Kalium
Penetapan kurva erapan kaliurn dilakukan pada ~HZPC,p H ~ ~ c - 0 . 2 ~ ~
~HZPC+O.~S
Clan PHZPCW.
5.

17
Metode yang digunakan untuk penetapan kurva erapan ini adalah Fox dan
Kamprath yang dimodifikasi oleh Widjaja-Adhi, Silva dan Fox (1990). Prosedu
kerjanya adalah :
Sebanyak 1 g contoh tanah gambut dimasukkan ke dalam botol plastik.

Untuk memperoleh pH yang diinginkan, ditambabkan 0.05 M NaOH atau 0.05 M
HC104 dengan volume berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, lalu diinkubasi
hingga stabil. Kemudian diberikan 10 ml larutan kation K ddarn bentuk KCl.
Dosis untuk K bervariasi dari 0 - 400 ppm (13 taraf).Sebagai pengatur kekuatan
ionik diberikan CaC12 0.01 M 10 ml bersama-sama sebagai pelarut K. Untuk
menyesuaikan menjadi volume 60 ml (termasuk air yang terdapat di dalam
contoh), ditambahkan sejumlah aquadest. Selanjutnya ditambahkan 2 tetes toluol

(C6KCH3) untuk menghambat aktivitas jasad mikro agar talc terjadi imobilisasi
unsur logam. Setiap perlakuan dibuat 2 ulangan. Selunrh tabung dikocok dua
kali (masing-masing 30 menit) dengan be& waktu antara pengocokan pa@ dan
sore adalah 6 - 8 jam. Setelah pengocokan terakhir (hari ke-12), suspensi gambut

di dalam tabung disentrifusi pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit, lalu
disaring dengan kertas saring dan filtratnya dimasukkan ke &lam tabung film,
selanjutnya konsentrasi K diukur denganflamephotometer. Data hasil pengukuran

K dilakukan analisis regresi dengan model persmaan keseimbangan Langmuir
yang dilinearkan (Syers et al., 1973) :

C/(x/m) = l k b + (l/b)C
dimana :
xlm
k
b
C

=jumlah

kation tererap per satuan b b o t bahan gambut (pgt'g)

= konstanta Langmuir

= erapan rnaksimum (pg/g)
= konsentrasi kation dalam larutan dalam keadaan keseimbangan (pglg)

Penetapan bentuk-bentuk ikatan kalium dilakukan pada pHm, pHzpc-o,5,

p~m+o,s

pHzpc+1,0.

Untuk mengetahui bentuk-bentuk ikatan dari kation yang tererap maka
dilakukan ekstraksi bertahap berdasarkan metode yang digunakan oleh Marthur

dan Levesque (1983) serta McLaren dan Crawford (1973). Untuk mendapatkan
nilai K dalam cmol.kg-' dilalcukan dengan rumus :

K (crno1.k-') = K Cflamephotumeter) x 100 x 1/BA x P

= nilai K yang ditetapkan
K (cmoi/kg-*)
K (flamephotometer) = nilai K dari hasil pengukuranflamephotometer
BA
= Berat atom (39)
P
= Pengenceran

Bentuk-bentuk K yang ditetapkan adalah : 1) Bentuk K larut H20,

2) Bentuk K larut CaC12, dan 3) Bentuk K larut asam asetat. K larut H20 dikenal
dengan K-larut, K larut CaC12dikenal sebagai K-dapat ditukai', sedangkan K larut

asam asetat 2.5% hsebut sebagai K terikat lemah dengan bahan organik.
Prosedur fraksionasi K :

Tanah gambut sebanyak 1 g ditimbang, selanjutnya diinkubasi dengan
ditambah asam (HC1o4) atau basa (NaOH) untuk mendapatkan nilai pH yang
diinginkan. Lalu ditambah 25 ml aquadest kemudian dikocok selama 2 jam.
Setelah itu disentrifusi dengan kecepatan 3500 rpm dan supernatannya
ditampung. Diekstrak la@sebanyak 2 kali dengan cara yang sarna dan seluruh
supernatannya digabungkan. Selanjutnya diukw dengan menggunakan

2. Fraksi dapat ditukar
Residu pada langkah 1 diatas diekstrak dengan 25 ml0,05 M CaC12 pH 5,O.
Suspensi diaduk dengan pengaduk gelas sampai merata kemudian dikocok
selama k 15 menit dan selanjutnya dibiarkan selama 20 jam. Setelah itu
dikocok lagi selarna 30 menit kemudian disentrifbsi selama 15 menit pada
kecepatan 3500 rpm dan supematannya ditampung dalarn suatu wadah.
Diekstrak lagi dengan 2 kali 25 ml 0,05 M CaC12 pH 5,O dengan cara yang
s m a dan seluruh supematannya digabungkan untuk diukur dengan
flamephotometer.
3. Fraksi terikat lemah

Residu dari langkah 2 diatas dicuci terlebih dahulu dengan 50 ml &oh01
80%.

Tujuannya untuk menghiIangkan sisa-sisa CaC12 dari residu.

Selanjutnya diekstrak lagi dengan 25 ml asam asetat 2,5%. Aduk dengan
pengaduk gelas sampai merata, kernudan dikocok selama 15 menit, selama
dibiarkan selama 20 jam. Setelah itu dikocok selarna 30 menit, disentrifusi
selama 15 menit (3500 rpm) dan supematannya ditampung cialam suatu

wadah. Kemudian diekstrak lagi dengan 2 kali 25 ml asam asetat 2,5%.
Supernatannya digabungkan untuk diukur denganflamephotonzeter.

Penetapan Asam/Basa dan Hari Inkubasi
Percobaan pendahuluan mengenai penetapan asamlbasa dan hari inkubasi
ini dilakukan untuk mengetahui jumlah volume asam dan basa yang hams
ditambahkan serta jumlah hari inkubasi yang dibutuhkan untuk mencapai pH yang
diinginkan dalam percobaan selanjutnya, yaitu pHm. 0.25, pHm, pHm + 0.25 dan
PHZPC + 0.5.

20
Penarnbahan asam atau basa dibutuhkan untuk mengatur pH tanah pada
nilai yang diinginkan. Asam yang ditambahkan addah HClO4 0.05 M, sedangkan

basa yang ditambakan adalah NaOH 0.05 M. Konsentrasi 0.05 M dipilih dengan
asumsi bahwa pada konsentrasi tersebut asam atau basa yang ditambahkan
diharapkan tidak merusak serat-serat pada tanah gambut yyag masih tersisa.

Dengan demikian tanah yang dianalisis dapat mendekati kondisi elaminya seperti
di lapangan.
Kurva hubungan antara jurnlah asamhasa yang dibutuhkan dengan nilai
pH dapat dilihat di Lampiran 4. Dari h i 1 percobaan pendahuluan ini, didapatkan
bahwa ternyata sebagian besar perlakuan perlu dilakukan penambahan asam untuk
mencapai pH tertentu karena pH aktual pada tanah tersebut berada di atas pH yang
diinginkan. Judah hari inkubasi yang dibutuhkan berbeda mtuk tiap jenis tanah
yang digunakan.

Tanah dengm tingkat dekomposisi yang lebih lanjut yaitu saprik
rnembutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai pH yang stabil, baik pada
lokasi Jambi dan Kalimantan Tengah.

Jumlah hari inkubasi yang sama

dibutuhkan untuk tanah gambut pantai Jambi tingkat dekomposisi hernik. Hal ini
diduga disebabkan karena adanya kation-kation yang lebih banyak pada tanah
tersebut akibat proses pelapukrtn yang telah lanjut, sehingga bufer capacity tanah
tersebut lebih tinggi, akibatnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kestabilan
lebih lama.
Berbeda dengan tingkat dekomposisi yang kurang matang yaitu fibrik dan
hemik (Kalimantan Tengah), yang membutuhkan waktu lebih sedikit yaitu 3 hari

untuk mencapai kestabilan pH tertentu yang dikehendaki. Diduga ha1 ini

disebabkan oleh tanah tersebut memiliki kandungan kation-kation basa yang lebih
rendah. Asarn yang ditarnbahkan untuk menurunkan pH akan mendesak asamasam yang ada di dalam kompleks jerapan sehngga keluar larutan tanah.
Keluarnya asam dari kompleks jerapan akan diikuti oleh turunnya pH tanah.

Hasil Analisis Awal Sifat Kimia Tanah Gambut

Kadar C-organik, N-total dan Nisbah C/N
Kadar C-organik, N-total dan nisbah C/N pada tanah gambut pantai Jambi
dan Kalimantan Tengah untuk tingkat dekomposisi saprik, hemik dan fibrik
disajikan pada Tabel 2.

Metode untuk penetapan bahan orgamk adalah

gravimetrik (Blakemore et al., 1987), sedangkan penetapan N-total menggunakan
metode Kjehdahl (Black, 1965).
Tabel 2. Kadar C-organik, N-total dan nisbah C/N tanah gambut pantai Jambi dan
Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat dekomposisi
Lokasi
Jambi
Kalimantan
Tengah

Tingkat
dekomposisi
Saprik
Hemik
Fibrik
Saprik
Hemik
Fibrik

C-organik

N-total (%)

C/N

(%)
55.15
57.71
54.23
54.29

1.73
1.18
0.54
0.91

57.03

0.82

53.31

0.71

31.88
48.91
100.43
59.66
69.55
75.08

Kadar C-organik berkisar 53.31-57.71 %, dimana tidak ada keragaman
yang mencolok menurut lokasi dan tingkat dekomposisinya. Tingkat dekomposisi
hemik memiliki kadar C-organik yang lebih tinggi dibandingkan tingkat
dekomposisi lainnya, baik pada tanah gambut Jambi maupun Kalimantan Tengah.
Hal ini diduga disebabkan oleh sumber bahan organik yang lebih tinggi pada
tingkat dekomposisi tersebut, sehingga menghasilkan nilai C-organik yang lebih

22
tinggi pula. Selain itu, cara pengambilan contoh tanah juga mempengaruhi nilai
C-organik tersebut.

Contoh tanah diambil secara vertikal, yaitu lapisan

perrnukaan yang menggambarkan tingkat dekomposisi saprik, diikuti dengan
lapisan kedua yang menggambarkan tingkat dekomposisi hemik kemudian lapisan
bawah yang dikategorikan tingkat dekomposisi fibrik. Tanah lapisan perrnukaan
tidak jenuh air karena tinggi muka air masih di bawah lapisan permukaan tanah,
sehingga kemunglunan lapisan kedua yaitu hemik mendapatkan hasil pencucian

dari lapisan di atasnya sehingga nilai C-organiknya lebih tinggi.
Kadar N-total meningkat dengan semakin matangnya tingkat dekomposisi
tanah gambut, karena terurainya bahan organik akan melepaskan unsw N. Secara

umum dapat dilihat bahwa tanah gambut pantai Jambi mengandung N-total yang
lebih tinggi daripada tanah gambut pantai Kalimantan Tengah. Hal ini berkaitan
dengan vegetasi penyusun tanah gambut pantai di Sumatera (Jambi) didominasi
oleh tanaman mix forest yang lebih banyak menghasilkan bahan organik,
sedangkan vegetasi penyusun tanah gambut Kalimantan Tengah didominasi oleh
rotan dan ramin.

Akan tetapi kadar N-total yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan
tingginya ketersediaan N. Ketersediaan N tergantung pada nisbah C-total dan Ntotal. Tisdale et al. (1985) menyatakan bahwa nisbah C dan N > 30 menyebabkan
N yang dihasilkan dari proses mineralisasi akan diimobilisasi oleh jasad mikro.
Dalam Tabel 4 narnpak bahwa nisbah C dan N pada berbagai tingkat dekomposisi
tanah gambut pantai Jambi berkisar 31.88 - 100.43, sedangkan Kalimantan
Tengah berkisar 59.66 - 75.08. Hal ini menunjukkan N yang lebih banyak
diimobilisasi oleh mikroorganisme sehingga menjadi kurang tersedia.

Kadar K, Na, Ca, Mg Dapat Dipertukarkan
Kadar unsur K, Na, Ca dan Mg dapat ditukar untuk tanah gambut pantai
Jambi dan Kalimantan Tengah disajikan pada Tabel 3. Metode yang digunakan
dalam penetapan ini adalah metode 1 N NF&Oac H 7.0 (Black, 1965), yang
biasanya digunakan dalam

penetapan basa-basa dapat ditukar untuk tanah

mineral. Oleh karena itu, kemunghan nilai pada hasil penetapan ini lebih tinggi
dari nilai sebenarnya. Bervariasinya kadar unsur-unsur ini Qsebabkan oleh
sumber bahan organik, vegetasi dan komposisi tanah gambut pantai itu sendiri.
Tabel 3. Kadar K, Na, Ca dan Mg dapat ditukar tanah gambut pantai Jambi
dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat dekomposisi
Tingkat
K
dekomposisi (cmol.kg-'-)
Jambi
Saprik
0.38
Hemik
0.33
Fibrik
0.36