Penentuan Nilai Dobi (Deterioration Of Bleachability Index) Pada Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil) Dengan Spektrofotometri UV

(1)

SPEKTROFOTOMETRI UV

KARYA ILMIAH

YENI NATALIA SIRAIT

102401059

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

SPEKTROFOTOMETRI UV

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

YENI NATALIA SIRAIT

102401059

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PENENTUAN NILAI DOBI (Deterioration Of Bleachability Index)

PADA MINYAK SAWIT MENTAH (Crude Palm Oil) DENGAN

SPEKTROFOTOMETRI UV

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2013

YENI NATALIA SIRAIT

102401059


(4)

Dengan segala hormat pujian dan rasa syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih setiaNya dan anugerahNya yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Karya ilmiah ini disusun guna melengkapi salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Diploma-3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Adapun judul yang diangkat dalam Karya Ilmiah ini adalah” PENENTUAN NILAI DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) PADA MINYAK SAWIT MENTAH (Crude Palm Oil)

DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV. Dalam penulisan Karya Ilmiah ini, banyak

pihak-pihak yang membantu penulis mulai dari tahap perencanaan, penyusunan hingga penyelesaian Karya Ilmiah ini. Untuk itu, penulis kiranya tidak lupa untuk menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada:

1. Keluarga tercinta Bapak (O. Sirait) dan Mama (R. Sinaga) yang telah mendidik dan memberikan semangat,doa dan dukungan moral serta material kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS, sebagai Ketua Departemen Kimia FMIPA USU dan Bapak Dr. Darwin Yunus Nasution, MS, selaku Dosen Pembimbing Karya Ilmiah serta seluruh Staff pengajar Studi Diploma 3 Kimia FMIPA USU yang telah memberikan ilmu selama penulis mengikuti perkuliahan.

3. Buat saudara-saudaraku yaitu Esta Sirait, Vina Sirait, Kak Intan, Riwaldi, Dian, Fitrya Sibarani dan semua sahabat yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan doa dan penghiburan

4. Buat rekan-rekan mahasiswa Program Studi Diploma 3 Kimia Industri FMIPA USU stambuk 2010.

5. Buat teman-teman kelompok PKL Mistrumayanti Sitepu, Fitrya Novi Sibarani, Febri Maihendra terima kasih atas kerjasamanya.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian pembaca, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca. Tuhan memberkati.


(5)

SPEKTROFOTOMETRI UV

ABSTRAK

DOBI adalah salah satu indikator untuk kualitas CPO, dimana DOBI adalah rasio perbandingan absorbansi pada range visible (446 nm) dan absorbansi pada range UV (269 nm) yang diperlukan untuk menentukan kualitas CPO. Kualitas CPO merupakan kebutuhan awal untuk menghasilkan produk akhir yang berkualitas tinggi. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui nilai DOBI pada CPO yang diperoleh dari beberapa perkebunan PT. SOCFINDO. Nilai rata-rata DOBI yang diperoleh dari CPO yang dianalisa adalah 2,74. Nilai DOBI yang diperoleh sebagian telah memenuhi standar dan sebagian lagi tidak memenuhi standar mutu. Pengolahan CPO yang berlangsung dengan baik akan menghasilkan minyak dengan standar mutu sesuai (PORAM) yaitu untuk DOBI (2,8 min).


(6)

ABSTRACT

DOBI is one indicator of the quality of CPO, which DOBI is the ratio of the absorbance at the visible range (446 nm) and UV absorbance in the range (269 nm) are needed to determine the quality of the CPO. CPO is the quality of the initial requirement to produce a high quality end product. Writing scientific papers aimed to determine the value of DOBI on CPO obtained from some of the PT. SOCFINDO. DOBI average value obtained from the analyzed CPO is 2.74. DOBI value obtained partially meets the standards and some do not meet quality standards. CPO processing that goes well will produce oil with appropriate quality standards (PORAM) is to DOBI (2.8 min).


(7)

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

BAB 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan Penulisan 3

1.4. Manfaat Penulisan 3

BAB 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Kelapa Sawit 4

2.2. Varietas Kelapa Sawit 5

2.3. Minyak Kelapa Sawit 6

2.3.1. Komposisi Minyak Kelapa Sawit 7

2.3.2. Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit 10

2.3.3. Standar Mutu 11

2.3.4. Keunggulan Minyak Sawit 12

2.4. Pengolahan Kelapa Sawit 2.4.1. Stasiun Utama 13

2.4.1.1. Stasiun Penerimaan Buah 14

2.4.1.2. Stasiun rebusan TBS 14

2.4.1.3. Stasiun pemipilan (stripper) 15

2.4.1.4. Stasiun pencacahan (digester) dan Pengempaan (presser) 15

2.4.1.5. Stasiun Pemurnian 16

2.5. Peranan DOBI dalam Penentuan Harga Minyak Sawit 18

2.5.1. Deterio Indeks Pemutihan (DOBI) dan Hubungannya dengan Kualitas CPO 20

2.5.2. Penyebab-penyebab DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) yang rendah 23

2.5.3. Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memastikan CPO mempunyai kualitas tinggi 23

2.6. Spektrofotometri UV-Vis 24

BAB 3. Metodologi Percobaan 3.1. Alat-alat 29


(8)

3.3.2. Penentuan DOBI dalam CPO 30

3.3.3. Persiapan Alat 30

BAB 4 Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil 32

4.1.1. Data Percobaan

4.1.2. Perhitungan 33

4.2. Pembahasan 34

BAB 5 Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 35

5.2. Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37


(9)

Nomor Judul Halaman Tabel

2.1. Komposisi beberapa asam lemak dalam tiga jenis minyak nabati 7

2.2. Nilai sifat fisiko-kimia minyak sawit dan minyak inti sawit 10

2.3. Standar Mutu 11

2.4. Nilai DOBI dari Minyak sawit selama diolah 19

2.5. Hubungan DOBI dengan kualitas 20

2.6. PORIM (Palm Oil Riset Institute Of Malaysia) tentang hubungan 20 dengan kualitas


(10)

Nomor Judul Halaman Gambar

2.1. Reaksi Trigliserida Minyak/Lemak 8 2.2. Reaksi Hidrolisis Minyak/Lemak 9


(11)

SPEKTROFOTOMETRI UV

ABSTRAK

DOBI adalah salah satu indikator untuk kualitas CPO, dimana DOBI adalah rasio perbandingan absorbansi pada range visible (446 nm) dan absorbansi pada range UV (269 nm) yang diperlukan untuk menentukan kualitas CPO. Kualitas CPO merupakan kebutuhan awal untuk menghasilkan produk akhir yang berkualitas tinggi. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui nilai DOBI pada CPO yang diperoleh dari beberapa perkebunan PT. SOCFINDO. Nilai rata-rata DOBI yang diperoleh dari CPO yang dianalisa adalah 2,74. Nilai DOBI yang diperoleh sebagian telah memenuhi standar dan sebagian lagi tidak memenuhi standar mutu. Pengolahan CPO yang berlangsung dengan baik akan menghasilkan minyak dengan standar mutu sesuai (PORAM) yaitu untuk DOBI (2,8 min).


(12)

ABSTRACT

DOBI is one indicator of the quality of CPO, which DOBI is the ratio of the absorbance at the visible range (446 nm) and UV absorbance in the range (269 nm) are needed to determine the quality of the CPO. CPO is the quality of the initial requirement to produce a high quality end product. Writing scientific papers aimed to determine the value of DOBI on CPO obtained from some of the PT. SOCFINDO. DOBI average value obtained from the analyzed CPO is 2.74. DOBI value obtained partially meets the standards and some do not meet quality standards. CPO processing that goes well will produce oil with appropriate quality standards (PORAM) is to DOBI (2.8 min).


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit adalah tanaman palm yang dapat menghasilkan minyak (Elaeiagunensis JACQ). Kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang penting di Indonesia. Komoditas kelapa sawit tersebut termasuk komoditas yang mendapatkan perhatian khusus untuk meningkatkan ekspor non migas. Sekitar 90% minyak sawit yang diperdagangkan dipasaran dunia digunakan untuk pangan seperti minyak goreng (RBDP Olein), margarin (RBDP Stearin ) dan sebagainya.

(Ketaren, 1986)

Dewasa ini, pengolahan minyak kelapa sawit dilaksanakan oleh pabrik-pabrik kelapa sawit berkapasitas besar yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan besar, baik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) maupun Perusahaan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Pengolahan kelapa sawit bertujuan untuk memperoleh minyak kelapa sawit mentah (CPO,Crude Palm Oil) dan inti (kernel) yang kualitasnya baik. Untuk mengantisipasi hal ini, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah berhasil mengembangkan Mini Palm Oil Milling Plant (MPOP) yang dapat mengolah tandan buah segar menjadi minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan selanjutnya mengolah CPO menjadi minyak goreng. MPOP yang dikembangkan berkapasitas 5 ton TBS per jam untuk kebun kelapa sawit seluas 1.000 ha, kapasitas 10 ton TBS per jam untuk kebun kelapa sawit seluas 2.000 ha, dan kapasitas 15 ton TBS per jam untuk kebun kelapa sawit seluas 3.000 ha. Produksi minyak dunia. (Setyamidjaja,2000)


(14)

Produk turunan CPO selain minyak goreng kelapa sawit juga dapat menghasilkan margarin, shortening, vanaspati (vegetable ghee), es krim, bakery fats, instans noodle, sabun dan detergen, biscuits cream fats, chocolate, textiles oils, dan biodiesel. Khusus untuk biodiesel, permintaan terhadap produk ini pada beberapa tahun mendatang akan semakin meningkat, terutama dengan diterapkannya kebijaksanaan di beberapa negara Eropa dan Jepang untuk menggunakan energi yang bisa digunakan kembali. (Hartanto, 2003)

Minyak sawit yang berkualitas baik sangat menunjang perdagangan sehingga berpengaruh pada perdagangan ekspor. Beberapa bulan terakhir, harga CPO (Crude Palm Oil) mengalami penurunan harga yang signifikan dipasar Internasional. Penurunan harga ini terjadi akibat rendahnya angka indeks derajat kepucatan (DOBI, deoteration of bleachability index). Angka DOBI minimal pada CPO adalah 2,8 karena tidak terpenuhinya angka standar DOBI, harga CPO Indonesia dipasar Internasional selalu dipotong 500 rupiah per kg sehingga mengakibatkan kerugian akibat potongan harga tersebut. Masalah lain yang dituding menjadi biang keladi rendahnya angka DOBI dalam CPO adalah parameter kualitas CPO yang masih berpatokan pada asam lemak bebas yang terkandung pada CPO maksimum 5% bukan berdasarkan pada DOBI. Angka ini sesuai dengan spesifikasi persyaratan mutu pada SNI Crude Palm Oil (CPO) SNI No 01–0016–1998 yang disahkan pada tahun 1998.

Oleh karena itu DOBI salah satu faktor penentu minyak sawit, maka dalam hal ini saya tertarik memilih judul “ Penentuan Nilai DOBI (Deterioration Of Bleachability


(15)

Index) pada Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil) dengan Spektrofotometri

UV.

1.2. Permasalahan

Yang menjadi permasalahan dalam penulisan karya ilmiah adalah bagaimana cara menentukan nilai DOBI dari minyak sawit mentah (CPO) dengan menggunakan spektrofotometri UV.

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menentukan kadar DOBI dalam CPO.

1.4. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan karya ilmiah ini dapat memberikan informasi kepada konsumen tentang perlunya nilai DOBI dan bagaimana menentukan nilai DOBI pada CPO.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit

Kelapa sawit, didasarkan atas bukti-bukti fosil, sejarah dan linguistik yang ada diyakini berasal dari Afrika Barat. Di tempat asalnya ini, kelapa sawit (yang pada saat lalu dibiarkan tumbuh liar di hutan-hutan) sejak awal telah dikenal sebagai tanaman pangan yang penting. Oleh penduduk setempat kelapa sawit telah diproses secara amat sederhana menjadi minyak dan tuak sawit.

Di luar benua Afrika, kelapa sawit mulai diperhitungkan sebagai tanaman komoditas (penghasil produk dagangan). Sejak revolusi industri bersaing keras di Eropa. Saat itu di Eropa bermunculan Industri atau pabrik (antara lain industri sabun dan margarin) yang membutuhkan bahan mentah/baku untuk operasionalnya. Minyak sawit dan minyak inti sawit yang muncul kemudian adalah dua produk yang antara lain dibutuhkan untuk bahan mentah /baku tersebut. Jadilah minyak (dan minyak inti sawit) dibutuhkan oleh pasar Eropa (Tim Penulis PS, 1992).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama species Guinensis berasal dari Guinea yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea.

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 220C - 320C. Daerah penanaman kelapa sawit di Indonesia adalah daerah Jawa Barat (Lebak dan Tangerang), Lampung, Riau,


(17)

Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh. Negara penghasil kelapa sawit selain Indonesia adalah Malaysia, Amerika Tengah dan Nigeria. (Ketaren,1986)

2.2. Varietas Kelapa Sawit

Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas kelapa sawit,yaitu :

1. Dura

a. Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm

b. Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung c. Daging buah relatif tipis, yaitu 35-50%

d. Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah e. Dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk betina 2. Pisifera

a. Ketebalan tempurung sangat tipis bahkan hampir tidak ada b. Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah dura c. Daging biji sangat tipis

d. Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dipakai sebagai pohon induk jantan

3. Tenera

a. Hasil persilangan dura dan pisifera b. Tempurung tipis (0,5-4 mm)

c. Terdapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung d. Daging buah sangat tebal (60-96% dari buah)


(18)

e. Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil 4. Marco carya

Tempurung tebal sekitar (5 mm), sedang daging buahnya tipis sekali

5. Diwikka-wakka

Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah. Dwikka-wakka dapat dibedakan menjadi Diwikka-wakkadura, Diwikka-wakka psifera dan Diwikka-wakka tenera. Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase atau rendemen minyak yang dikandungnya. Rendemen minyak tertinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu sekitar 22 – 24%, sehingga tidak heran jika lebih banyak perkebunan yang menanam kelapa sawit dari varietas Tenera. (Mangoensoekarjo, 2003)

2.3. Minyak Kelapa Sawit

Akhir-akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia. Berbagai industri baik pangan maupun non pangan, banyak yang menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan kegunaan dan peranan minyak sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harga sebab sangat menentukan harga dan komoditas. (Tim Penulis, 2000)

2.3.1. Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Seperti minyak sawit yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur-unsur C, H, dan O. Minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan


(19)

yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), dan asam stearat. Fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan linoleat (11%).

Tabel 2.1. Komposisi beberapa asam lemak dalam tiga jenis minyak nabati Asam Lemak Jumlah Atom C Minyak Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%)

Minyak Kelapa (%) Asam lemak jenuh

Oktanoat 8 - 2-4 8

Dekanoat 10 - 3-7 7

Laurat 12 1 41-55 48

Miristat 14 1-2 14-19 17

Palmitat 16 32-47 6-10 9

Stearat 18 4-10 1-4 2

Asam lemak tidak jenuh

Oleat 18 38-50 10-20 6

Linoleat 18 5-14 1-5 3

Linolenat 18 1 1-5 -

Sumber : Majalah Sasaran No.4 Th.I, 1986

Perbedaan jenis asam lemak penyusunnya dan jumlah rantai asam lemak yang membentuk trigliserida dalam minyak sawit dan minyak inti sawit kedua jenis minyak tersebut mempunyai sifat yang berbeda dalam kepadatan. Minyak sawit dalam suhu kamar bersifat setengah padat, sedangkan pada suhu yang sama minyak inti sawit berbentuk cair. Kandungan minor minyak sawit berjumlah kurang lebih 1%, antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, triterpen, dan fosfolipida. Dua unsur yang disebut pertama, yaitu karoten dan tokoferol mempunyai nilai lebih dibandingkan unsur yang lain karena kedua unsur itu diketahui meningkatkan kemantapan minyak terhadap oksidasi. Dengan kata lain, keberadaan kedua unsur dalam suatu jenis minyak menyebabkan minyak relatif tidak mudah tengik. Dalam CPO, kadar sterol berkisar


(20)

antara 360-620 ppm, sedangkan kadar kolesterol yang terkandung hanya sekitar 10 ppm atau sebesar 0,001% dari CPO. (Tim Penulis, 2000)

Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikarp dan 20 persen buah yang dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dari minyak dari jenis tenera kurang lebih 500-700 ppm; kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi. (Ketaren, 1986).

Minyak dan lemak terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak dalam bentuk umum tidak berbeda trigliseridanya, hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Disebut minyak jika berbentuk cair dan lemak jika bentuknya padatan. Trigliserida adalah senyawa kimia yang terdiri dari ikatan gliserol dengan 3 molekul asam lemak.

CH2- OH R1 – COOH CH2 – COOR1

CH – OH + R2 – COOH CH – COOR2 + 3H2O

CH2 -OH R3 – COOH CH – COOR3

Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air

Gambar 2.1. Reaksi Trigliserida Minyak/Lemak

Asam – asam lemak dapat berasal dari tipe yang sama maupun yang tidak sama. Sifat trigliserida akan tergantung pada perbedaan asam-asam lemak yang bergabung untuk membentuk trigliserida. Perbedaan asam-asam lemak ini bergantung pada panjang rantai dan derajat kejenuhannya. Asam lemak yang memiliki rantai pendek


(21)

memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah dan lebih mudah larut dalam air. Semakin panjang rantai asam-asam lemak, akan menyebabkan titik leleh yang lebih tinggi. Titik leleh juga tergantung pada derajat ketidakjenuhan. Asam-asam yang tidak jenuh memiliki titik leleh yang lebih rendah dibadingkan dengan asam-asam lemak jenuh yang memiliki panjang rantai serupa. Minyak jika dihidrolisis akan menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Reaksi hidrolisis secara kimia sebagai berikut.

CH2 – COOR1 CH2 – OH

CH – COOR2 + H2O CH – COOR2 + R1COOH

CH2 – COOR3 CH2 – COOR3

Trigliserida Air Digliserida FFA

Gambar 2.2.Reaksi Hidrolisis Minyak/Lemak

Gliserida dalam minyak bukan merupakan gliserida sederhana, tetapi merupakan gliserida campuran yaitu molekul gliserol berikatan dengan asam lemak yang berbeda. Asam lemak bebas yang terbentuk hanya terdapat dalam jumlah kecil dan sebagian besar terikat dalam ester. Trigliserida dapat berbentuk cair atau padat, tergantung asam lemak yang menyusunnya. Trigliserida akan berbentuk cair jika mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh yang mempunyai titik cair rendah. Secara alamiah, asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C1 – C8 berbentuk cair, sedangkan jika

lebih dari C8 akan berbentuk padat. Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati


(22)

jenuh dengan atom karbon lebih dari C8. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen

yang dikandung. Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang merupakan bahan vitamin A. (Pahan, I. 2012)

2.3.2. Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit

Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair dan polimorphisme, titik didih (boiling point), titik pelunakan, slipping point, shot melting point; bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api.

Tabel 2.2. Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit

Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit

Bobot Jenis pada suhu kamar

0,900 0,900-0,913

Indeks bias D 400C 1,4565-1,4585 1,495-1,415

Bilangan Iod 48-56 14-20

Bilangan Penyabunan 196-205 244-254

Warna minyak ditentukan adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda.


(23)

2.3.3. Standar Mutu

Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standart mutu yaitu: kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna dan bilangan peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen. Kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang) bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam.

Tabel 2.3. Standar mutu SPB (Special Price Bleach)

Kandungan SPB Ordinary

Asam Lemak Bebas (%) 1-2 3-5

Kadar Air (%) 0,1 0,1

Kotoran (%) 0,002 0,01

Besi ppm 10 10

Tembaga ppm 0,5 0,5

Bilangan iod 53±1,5 45-56

Karoten ppm 500 500-700

Tokoferol ppm 800 400-600

Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen. Kandungan asam


(24)

lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang) bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam. Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen. Kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang) bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau,

jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam.

(Ketaren, 1986)

Standar mutu pabrik harus lebih baik daripada standar mutu perdagangan Internasional karena makin baik mutu yang dihasilkan pabrik akan memberi kemungkinan lebih baik pula sesampainya ditempat tujuan negara pengimpor. (Setyamidjaja, 2000)

2.3.4. Keunggulan Minyak Sawit

Dewasa ini laju perkembangan pemasaran minyak sawit cukup menanjak. Di antara jajaran minyak nabati utama di dunia, antara lain minyak kedelai, minyak bunga matahari, lobak, zaitun, dan kelapa hibrida munculnya minyak sawit dalam pemasaran dengan cepat dan pesat mampu mengisi dan bersaing dengan minyak nabati yang lain. Keberadaannya mampu mendesak pemasaran minyak kedelai. Melihat kemampuannya dalam merebut pasaran dunia dengan cepat, tentunya ada hal-hal khusus yang menjadi keunggulan minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati yang lain. Keunggulan penting yang dimiliki minyak sawit adalah :


(25)

1. Produktivitas minyak per ha lebih tinggi yaitu 3,14 ton, dibandingkan kedelai 0,34 ton, lobak 0,51 ton, bunga matahari 0,53 ton dan kelapa 0,57 ton.

2. Sosok tanamannya cukup tangguh, terutama jika terjadi perubahan musim bila dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lain yang umumnya berupa tanaman semusim .

3. Keluwesan dan keluasan dalam keragaman kegunaan baik bidang pangan maupun non pangan. Selain dalam keragaman kegunaan, di antara minyak nabati sifat interchangable-nya cukup menonjol.

Sifat unggul yang dimiliki minyak sawit saat ini mampu menjamin daya saing minyak sawit, baik dalam harga, kelanggengan, pangadaan, dan keanekaragaman penggunaannya. (Tim Penulis, 2000)

2.4. Pengolahan Kelapa Sawit

Pengolahan TBS di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan ke pabrik sampai dihasilkannya minyak sawit dan hasil-hasil samping.

2.4.1. Stasiun Utama

Tandan buah segar (TBS) diolah di pabrik kelapa sawit untuk diambil minyak dan intinya. Minyak dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produk setengah jadi. Minyak mentah atau crude palm oil (CPO) dan inti (kernel) harus diolah lebih lanjut untuk dijadikan produk jadi lainnya.


(26)

2.4.1.1.Stasiun Penerimaan Buah

a. Jembatan Timbang

Penimbangan dilakukan 2 kali untuk setiap angkutan TBS yang masuk ke pabrik, yaitu pada saat masuk (berat truk dan TBS) serta pada saat keluar. Selisih timbangan saat truk masuk dan keluar, diperoleh berat bersih TBS yang masuk ke pabrik.

b. Loading ramp

TBS yang telah ditimbang di jembatan timbang selanjutnya dibongkar di loading ramp dengan menuang (dump) langsung dari truk. Loading ramp merupakan suatu bangunan dengan lantai berupa kisi-kisi pelat besi berjarak 10 cm dengan kemiringan 450. Kisi-kisi tersebut berfungsi untuk memisahkan kotoran berupa pasir, kerikil, dan sampah yang terikut dalam TBS. Loading ramp dilengkapi pintu-pintu keluaran yang digerakkan secara hidrolis sehingga memudahkan dalam pengisian TBS ke dalam lori untuk proses selanjutnya. Setiap lori dapat dimuat dengan 2,50 – 2,75 ton TBS (lori kecil) dan 4,50 ton TBS (lori besar).

2.4.1.2. Stasiun rebusan Tandan Buah Segar (TBS)

Lori-lori yang telah berisi TBS dikirim ke stasiun rebusan dengan cara ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki sterilizer. Sterilizer yang banyak digunakan umumnya yaitu bejana tekan horizontal yang bisa menampung 10 lori per unit (25 – 27 ton) TBS. Proses perebusan, TBS dipanaskan


(27)

dengan uap pada temperatur sekitar 1350 C dan tekanan 2,0 – 2,8 kg/cm2. Proses perebusan dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak tekanan agar diperoleh hasil yang optimal.

Tujuan perebusan

a. Menghentikan perkembangan asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA)

b. Memudahkan pemipilan

c. Penyempurnaan dalam pengolahan

d. Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit

2.4.1.3. Stasiun pemipilan (stripper)

TBS yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan dan dituangkan ke alat pemipil dengan bantuan hoisting crane atau transfer carriage. Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting-banting TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Bagian dalam dari pemipil, dipasang batang-batang besi perantara sehingga membentuk kisi-kisi yang memungkinkan brondolan keluar dari pemipil. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil dan ditampung oleh sebuah screw conveyor untuk dikirim ke bagian digesting dan pressing.


(28)

2.4.1.4. Stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser)

Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian pengadukan/pencacahan (digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan/pencacahan berupa sebuah tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan-lengan pencacah di bagian dalamnya. Lengan-lengan pencacah ini diputar oleh motor listrik yang dipasang di bagian atas dari alat pencacah (digester). Putaran lengan-lengan pengaduk berkisar 25-26 rpm. Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian sekecil-kecilnya. Brondolan yang telah mengalami pencacahan dan keluar melalui bagian bawah digester sudah berupa bubur. Pada pabrik kelapa sawit umumnya digunakan screw press sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah. Selama proses pengempaan berlangsung, air panas ditambahkan ke dalam screw press. Hal ini bertujuan untuk pengenceran (dillution) sehingga massa bubur buah yang di kempa tidak terlalu rapat. Jika massa bubur buah terlalu rapat maka akan dihasilkan cairan dengan viskositas tinggi yang akan mempersulit proses pemisahan sehingga mempertinggi kehilangan minyak. Jumlah penambahan air berkisar 10 – 15% dari berat TBS yang diolah dengan temperatur air sekitar 900 C. Proses pengempaan akan menghasilkan minyak kasar dengan kadar 50% minyak, 42% air, dan 8% zat padat.

2.4.1.5.Stasiun pemurnian a.Tujuan Pemurnian

Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari kotoran baik yang berupa padatan, lumpur (sludge), air. Tujuan dari


(29)

pembersihan/pemurnian minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak. Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan dialirkan menuju saringan getar (vibrating screen) untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut dialirkan ke tangki penampung minyak kasar (crude oil tank). Minyak kasar yang terkumpul di crude oil

tank dipanaskan hingga mencapai temperatur 95 – 1000 C. Menaikkan temperatur

minyak kasar sangat penting yaitu untuk memperbesar perbedaan berat jenis antara minyak, air dan sludge sehingga sangat membantu dalam proses pengendapan. Selanjutnya, minyak dari COT dikirim ke tangki pengendap (continous settling tank/clarifier tank).

Di clarifier tank, minyak kasar terpisah menjadi minyak dan sludge karena proses pengendapan. Minyak dari clarifier tank selanjutnya akan dikirim ke oil tank, sedangkan sludge dikirim ke sludge tank. Sludge merupakan fasa campuran yang masih mengandung minyak. Pengolahan sludge umumnya menggunakan alat yang disebut decanter yang menghasilkan 3 fase, yaitu light phase, heavy phase, dan solid. Light phase merupakan fase cairan dengan kandungan minyak yang cukup tinggi. Oleh karena itu, fase ini harus segera dikembalikan ke COT dan siap untuk diproses kembali. Heavy phase merupakan fase cairan dengan sedikit kandungan minyak sehingga fase ini dikirim ke bak fat pit untuk kemudian diteruskan ke kolam limbah. Akumulasi dari Heavy phase yang tertampung pada fat pit juga menghasilkan minyak. Minyak ini dikirim ke COT untuk diproses kembali. Solid merupakan padatan dengan kadar minyak maksimum 3,5% dari berat sampel. Solid yang dihasilkan ini selanjutnya diaplikasikan ke kebun sebagai pupuk.


(30)

b.Proses pemurnian MKS

Ada tiga metode yang dilakukan dalam pemurnian minyak kasar di PKS, yaitu:

1. Metode pengendapan (settling) pemisahan minyak dan air karena terjadi pengendapan bagian yang lebih berat. Minyak berada dilapisan atas karena berat jenisnya lebih kecil

2. Metode pemusingan (centrifuge) yaitu pemisahan dengan cara memusingkan minyak kasar sehingga bagian yang lebih berat akan terlempar lebih jauh akibat adanya gaya sentrifugal

3. Metode pemisahan biologis yaitu pemecahan molekul-molekul minyak sebagai akibat dari proses fermentasi (Pahan, 2012).

2.5. Peranan DOBI dalam Penentuan Harga Minyak Sawit

Minyak kelapa sawit mengandung zat warna, seperti karoten dan turunannya yang memberikan warna merah-kuning pada minyak. Warna tersebut kurang disukai konsumen. Terlebih lagi, hal ini dikarenakan reaksi pada temperatur tinggi dapat mengubah karoten menjadi senyawa yang berwarna kecokelat-cokelatan dan larut dalam minyak sehingga semakin sukar untuk dipucatkan (kemampuan untuk dipucatkan semakin berkurang). Penurunan daya pemucatan ini disebut DOBI (Deterioration Bleachability of Index). Dalam industri hilir, pemucatan minyak kelapa sawit dapat dilakukan dengan proses absorpsi dan dengan reaksi kimia. Proses absorpsi dilakukan dengan menggunakan bahan bleaching clay (floridin dan kaolin), bleaching carbon, serta activated carbon. Pemucatan dengan reaksi kimia dapat dilakukan dengan


(31)

oksidasi menggunakan peroksida, dikromat, dan klorin. Bilangan DOBI merupakan gambaran kerusakan minyak akibat proses oksidasi yang terjadi sejak panen lalu dilajutkan pada proses pengolahan, penimbunan, dan pemompaan ke kapal tanker angkut. Kerusakan kualitas tersebut akan berperan pada proses pengolahan lanjutan di industri hilir. Perubahan kualitas minyak selama proses dipengaruhi oleh sistem pengolahan dan peralatan yang digunakan.

Tabel 2.4. Nilai DOBI dari minyak sawit selama diolah

No Stasiun Pengolahan Nilai DOBI

1 Oil gutter 3,47 – 3,65

2 Settling tank 3,02 – 3,36

3 Oil tank 2,88 – 2,98

4 Vacuum dryer 2,54 – 2,78

5 Sludge separator 2,34 – 2,48

6 Fat pit 1,58 – 1,97

7 Minyak produksi 2,92 – 2,98

Sistem pengolahan yang tidak dikelola dengan baik akan menghasilkan produk yang berkualitas rendah dan daya saing yang rendah. Semakin lama minyak diproses, nilai DOBI-nya akan menurun. Recycle minyak harus diminimalkan dan dilarang karena akan menurunkan nilai DOBI. Hal yang harus dilakukan yaitu menurunkan losses sehingga tidak akan banyak minyak kotor (parit) yang tersedia untuk di recycle. (Pahan, 2012)

DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) merupakan indeks derajat kepucatan minyak sawit. Rendahnya efisiensi pengolahan dan tehnologi terjadi akibat sistem tehnologi dan perangkat mesin menggunakan acuan sistem tehnologi lama, akibatnya banyak buah sawit yang tersisa pada pengolahan perontokan atau proses pemisahan secara mekanis antara antara sawit dan tandannya. DOBI yang tinggi akan membuat lebih baik harga jual CPO dipasaran domestik dan Internasional. Di samping itu pula menunjukkan proses pengolahan dari kebun-pabrik-rafineri berlangsung dengan


(32)

baik. Adanya sinergi ini menunjukkan kualitas tim kerja terjaga dengan baik. Semuanya bermuara pada nilai jual perusahaan sebagai perusahaan mengedepankan kualitas standar internasional.

Tabel 2.5. Hubungan DOBI dengan kualitas

DOBI Kualitas

< 1,68 Buruk

1,78 – 2,30 Kurang baik

2,30 – 2,92 Cukup baik

2,92 – 3,23 Baik

2.5.1. Deterio Indeks Pemutihan (DOBI) dan Hubungannya dengan Kualitas CPO

Komoditas Crude Palm Oil (CPO) telah menjadi komoditas primadona domestik dan ekspor Indonesia yang mengalami peningkatan kualitas dari tahun ke tahun, baik dari segi mutu free fatty acid (FFA), moisture dan impurities (M dan I). DOBI adalah bagian yang banyak dilupakan padahal parameter kualitas yang sama. Selain dari FFA, M dan I sendiri tidak cukup untuk mewakili kualitas CPO. Memasukkan DOBI dalam analisa memberikan sebuah indikasi baik bagi proses pengolahan CPO dari estate ke akhir pengolahan (mill) ke refinery. DOBI adalah perbandingan numerik dari spektrofotometri penyerapan larutan zat dalam pelarut pada 446 nm dengan 269 nm. Metode ini pertama kali dilakukan oleh Dr. P.A.T. Swoboda dari Palm Oil Research Institute of Malaysia (sekarang menjadi Malaysian Palm Oil Board). Metodenya adalah melarutkan palm oil ke dalam heksana dan kemudian ditentukan penyerapannya dengan menggunakan spektrofotometer.


(33)

Tabel 2.6. PORIM (Palm Oil Riset Institute Of Malaysia) tentang hubungan DOBI dengan kualitas

DOBI Kualitas

< 1,68 Minyak sawit endapan atau

equivalennya

1,76 – 2,30 Kurang

2,36 – 2,92 Cukup

2,99 – 3,24 Baik

>3,24 Terbaik

DOBI itu sendiri merupakan angka perbandingan angka serapan absorben terhadap asam lemak bebas, apabila dihubungkan dengan aspek kualitas berdasarkan DOBI, ada 5 kelas minyak sawit mentah (CPO) dengan angka DOBI < 1,68, termasuk ke dalam CPO yang memiliki kualitas yang buruk.

Sementara itu CPO dengan angka DOBI antara 1,78 - 2,30 memiliki mutu yang kurang baik. CPO dengan angka DOBI 2,30 – 2,92, mengindikasikan bahwa CPO ini memiliki mutu yang cukup baik. Angka DOBI 2,93 – 3,23 memperlihatkan indikasi CPO dengan mutu baik. Angka DOBI diatas 3,24 berarti CPO memiliki kualitas yang sangat baik. Kebanyakan negara tujuan ekspor menetapkan angka DOBI CPO yang dapat diterima harus memiliki angka DOBI lebih besar atau sama dengan 2,8. Angka DOBI minimal 2,8 yang diminta oleh pedagang CPO dunia, diambil dari ketentuan dalam Codex Allimentariurs Commision. Pada kenyataannya sampai saat ini, CPO Indonesia rata-rata memiliki angka DOBI dibawah 2,8. Nilai ini dianggap yang kurang baik. Beberapa


(34)

pakar minyak sawit menyatakan bahwa rendahnya angka DOBI terjadi akibat rendahnya efisiensi proses dan tehnologi minyak sawit mentah (CPO). Dibandingkan dengan Malaysia kualitas minyak mentah sawit Indonesia telah tertinggal jauh. Rendahnya efisiensi pengolahan dan tehnologi terjadi akibat sistem teknologi dan perangkat mesin dalam pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit masih menggunakan acuan sistem tehnologi lama. Akibatnya banyak buah sawit yang tersisa pada proses perontokan atau proses pemisahan secara mekanis antara sawit dan tandannya.

(http:/

2.5.2. Penyebab –penyebab DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) yang rendah

Adapun penyebab-penyebab DOBI yang rendah antara lain adalah :

a. Tingginya persentase buah berwarna hitam (kurang matang) dan terlalu matang b. Tertundanya proses pengolahan, terutama pada saat musim hujan dan efeknya

tertundanya pengangkutan buah sawit ke pabrik, sehingga menyakibatkan restan di kebun

c. Kontaminasi CPO dengan kondensat rebusan d. Kontaminasi CPO dengan oksidasi di oil sludge e. Waktu perebusan buah yang panjang dan suhu tinggi

f. Pemanasan CPO lebih (>550C) di storage tank dengan waktu yang panjang

Sebab-sebab lain yang berhubungan dengan kasus diatas adalah tertundanya proses sementara akibat machinery breakdown yang berpengaruh tertundanya proses pengolahan (buah restan). Tingginya temperatur Crude Oil pada Stasiun Klarifikasi.


(35)

Tandan buah yang berwarna hitam mempunyai DOBI yang sangat rendah. Tandan buah dengan kematangan yang tinggi mempunyai minyak dengan DOBI yang sangat tinggi. Minyak yang diambil dari buah hitam mempunyai DOBI < 1,5, sedangkan tandan buah dengan kematangan yang tinggi mempunyai DOBI >3,5. indonesia.com/index. Php/ inovasi/ 80-dobi-salah-satu-parameter-kualitas crude-palm-oil)

2.5.3. Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memastikan CPO mempunyai kualitas tinggi

1. Mengawasi sistem panen dan transportasi

Panen perlu mendapat pengawasan yang efektif karena perlakuan yang kurang baik dapat menyebabkan luka pada daging buah dan pembusukan buah. Hal ini akan menurunkan kualitas produk minyak sawit yang dikenal dengan penurunan nilai DOBI.

2. Menghindari pemakaian uap kering pada perebusan buah

Uap kering mempunyai temperatur lebih tinggi dibandingkan uap jenuh pada tekanan yang sama. Pemakaian uap kering akan menyebabkan proses oksidasi pada asam lemak tidak jenuh atau senyawa yang terkandung dalam minyak dan membentuk polimer yang sangat sulit diserap pada proses pemucatan.

3. Menghindari pemakaian uap langsung pada stasiun pemurnian

Produksi uap yang rendah sering menimbulkan gangguan pemanasan dalam proses pengolahan. Produksi uap yang rendah mendorong operator untuk memanaskan cairan minyak dengan uap panas kering secara terbuka. Perlu


(36)

diperhatikan bahwa oksidasi sangat mudah terjadi pada stasiun pemurnian karena di dalam cairan tersedia logam pro-oksidan.

4. Menghindarkan pemanasan yang berlebihan di unit pengolahan

Kegagalan penurunan kadar air pada minyak dengan alat vacuum dryer sering diatasi dengan menaikkan temperatur pada oil tank yang dapat menyebabkan penurunan DOBI. Hal ini perlu dihindari agar kualitas minyak dapat dipertahankan.

5. Mengendalikan penimbunan

Pemanasan minyak pada tangki timbun PKS yang jaraknya jauh dari pelabuhan biasanya dilakukan pada temperature tinggi dengan memperhitungkan bahwa minyak tersebut tiba di tangki pelabuhan pada temperature di atas titik cair. Kualitas minyak dalam penimbunan dipengaruhi oleh cara penimbunan dan kondisi tangki timbun.

(Pahan, 2012)

2.6. Spektrofotometri UV-Visible

Pengukuran serapan dapat dilakukan pada daerah ultraviolet (panjang gelombang 190 nm – 380 nm) atau pada daerah cahaya tampak (panjang gelombang 380 nm – 780 nm. Spektrum pada daerah ultraviolet dan daerah cahaya tampak dari suatu zat tidak khas, tetapi sangat cocok untuk penetapan kuantitatif. Alat spektrofotometer pada dasarnya terdiri dari sumber sinar monokromator (tempat sel untuk zat yang diperiksa), detektor (penguat arus), dan alat ukur atau pencatat. Spektrofotometer dapat bekerja secara otomatik ataupun tidak, mempunyai sistem sinar


(37)

tunggal maupun ganda. Sel serap yang digunakan untuk pengukuran pada daerah ultraviolet dibuat dari silica, sedang untuk pengukuran pada daerah sinar tampak dibuat dari kaca. Sel serap dengan tebal 1 cm banyak digunakan. Sel serap yang yang akan digunakan untuk larutan uji dan larutan blangko harus mempunyai transmitan yang sama jika masing-masing berisi pelarut. Harga transmitan yang tidak sama harus dilakukan koreksi seperlunya. Kebersihan sel serap harus mendapat perhatian secara khusus.

Sel dicuci dengan cairan pembersih, dibilas dengan air kemudian pelarut organik yang mudah menguap agar cepat kering. Larutan uji tidak boleh di dalam sel lebih lama daripada yang diperlukan untuk pengukuran. Sel jangan dipegang pada permukaan yang dilewati sinar. Penyimpangan dari ketentuan dapat disebabkan oleh adanya variasi alat atau akibat adanya perubahan fisika kimia. Spektrofotometer secara teratur harus dikalibrasi baik terhadap skala panjang gelombang, maupun terhadap skala fotometer. Identifikasi zat secara spektrofotometri pada daerah ultraviolet pada umumnya dilakukan dengan menggambarkan spektrum serapan larutan zat dalam pelarut, untuk menetapkan letak serapan maksimum atau minimum. Spektrum serapan dari zat yang diperiksa kadang-kadang perlu dibandingkan dengan pembanding kimia yang sesuai.

Dalam hal ini pembanding kimia tersebut dikerjakan dengan cara yang sama dan diukur dengan kondisi yang sama dengan zat yang diperiksa. Pada daerah ultraviolet identifikasi dapat pula dilakukan dengan menghitung harga perbandingan serapan pada 2 maksimum. Dengan cara ini dapat dihindari kesalahan yang disebabkan pengaruh alat dan tidak diperlukan larutan pembanding. Penetapan kadar dapat dilakukan dengan membandingkan serapan larutan zat terhadap larutan zat pembanding kimia yang


(38)

disiapkan dengan cara yang sama. Dalam hal ini pengukuran serapan mula-mula dilakukan terhadap larutan pembanding kemudian terhadap larutan zat yang diperiksa.

(Panitia Farmakope Indonesia, 1979).

Panjang gelombang dari cahaya tampak yaitu radiasinya dapat dilihat berkisar antara 400 nm (sinar violet) dan 750 nm (sinar merah). Panjang gelombang diantaranya memberikan warna biru , hijau, kuning, oranye, dan warna -warna lain. Radiasi UV tak terlihat oleh mata, tetapi dapat menyebabkan luka bakar (misalnya luka bakar karena matahari); panjang gelombangnya dari 100 nm-400 nm. Spektrum UV atau cahaya tampak, panjang gelombang dibuat diagram dengan absorpsi, yaitu logaritma dari perbandingan antara intensitas radiasi sinar yang masuk sampel (I0 ) dengan radiasi sinar

yang keluar (I).

A = logI₀

I

Apabila harga intensitas suatu cahaya yang keluar dari sampel (I) lebih kecil dibandingkan dengan yang masuk (I0) berarti foton yang diabsorpsi oleh sampel

memiliki harga I yang makin kecil, semakin banyak yang diabsorpsi, maka harga serapannya (absorban) besar.

Tabel 2.7. Gelombang yang diserap dan warna yang dipantulkan

Gelombang yang diserap Warna yang dipantulkan (yang terlihat)

400 (violet) Hijau kuning

450 (biru) Oranye

510 (hijau) Purple

590 (oranye) Biru

640 (merah) Hijau biru


(39)

Radiasi UV dan cahaya tampak tidak mempengaruhi bentuk getaran dari ikatan kovalen. Elektron-elektronnya akan mengabsorpsi foton dan akan pindah dari orbital molekul yang sudah penuh ke orbital molekul dengan energi lebih tinggi yang belum terisi. Panjang gelombang dari radiasi UV dan cahaya tampak yang diabsorpsi oleh suatu senyawa tergantung dari berapa banyak energi yang diperlukan untuk memindahkan elektron dalam senyawa tersebut. Molekul-molekul yang semua elektronnya memerlukan energi yang tinggi untuk berpindah hanya mengabsorpsi radiasi gelombang yang pendek. Jumlah konjugasi yang cukup biasanya memiliki senyawa yang berwarna, yaitu senyawa yang mengabsorpsi gelombang cahaya tampak dan memantulkan sisa gelombang dari cahaya tampak tersebut pada mata kita. (Fessenden, 2010)

Hubungan antara absorpsi radiasi dan panjang lintasan melewati medium yang menyerap mula-mula dirumuskan oleh Bouger (1729), meski kadang-kadang dikaitkan kepada Lambert (1768). Suatu medium pengabsorpsi yang homogen seperti suatu larutan kimia terbagi dalam lapisan-lapisan yang sama tebalnya. Suatu berkas radiasi monokromatik (yakni radiasi dengan panjang gelombang tunggal) diarahkan menembus medium itu, ternyata bahwa tiap lapisan menyerap fraksi radiasi yang sama besar. Penemuan Bouger dapat dirumuskan secara matematis dimana P0 adalah daya radiasi

masuk dan P daya yang keluar dari suatu lapisan medium sebesar b satuan


(40)

�₁�� =d� �

dan mengintegralkan di antara P0 dan P serta 0 dan b:

-

��

� �

�� =k1

∫ ��

0

-(ln P – ln P0) = k1b

ln P0 – ln P = k1b

Tanda minus menandakan bahwa daya itu berkurang karena pengabsorpsian. Berkurangnya daya radiasi per ketebalan satuan dari medium yang menyerap adalah berbanding lurus dengan daya radiasi itu. Biasanya persamaan ditulis dengan logaritma basis – 10, dengan mudah mengubah tetapan ini:

���

�� =

k

1

b

Pernyataan verbal persamaan ini adalah daya radiasi yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan pertambahan secara aritmatik tebalnya medium pengabsorpsi. Lambang PO dan P direkomendasikan untuk daya radiasi masuk dan diteruskan. Bentuk log (P/PO ) disebut absorbans dan diberi lambang A. Istilah lain yang digunakan secara sinonim dengan absorbans yang mungkin dijumpai dalam


(41)

literatur adalah ekstingsi (ekstinction), rapatan optic (optical density), dan absorbansi (absorbancy). (Underwood, 1998)


(42)

BAB III

BAHAN DAN METODOLOGI

3.1. Alat-alat

1. Spektrofotometer 10 UV Genesys 2. Cuvet quarts volume 10 mm

3. Timbangan analitis kapasitas ± 200 g 4. Labu ukur volume 25 mL

5. Hot plate 6. Pipet tetes

7. Beaker glass 250 mL

3.2. Bahan-bahan

1. n-heksana 2. CPO

3.3. Prosedur Analisa

3.3.1. Persiapan Sampel

Sampel yang diperlukan untuk analisa DOBI dan β-karoten adalah sampel CPO.

Sebelum dilakukan analisa sampel maka terlebih dahulu dipersiapkan dengan cara pemanasan sampel CPO diatas hot plate agar CPO yang menggumpal atau fase padatnya mencair dan homogen sehingga mudah dalam melakukan penimbangan dan diperoleh hasil yang maksimum. Jika larutan konsentrasi tinggi, cairkan dengan memipet 2 mL larutan ke dalam labu ukur 10 mL dan dilarutkan sampai garis batas. Ukur absorbansi larutan ini pada panjang gelombang 269 nm dan absorbansi pada 446


(43)

nm. Pencairan demikian lebih baik untuk sampel yang memiliki harga DOBI yang tinggi.

3.3.2. Penentuan DOBI dalam CPO

1. Dimasukkan beberapa larutan blanko (pelarut organik misalnya n-heksana) dalam masing-masing kuvet

2. Dihidupkan alat spektrofotometer dan dibiarkan stabil

3. Diukur absorbansi pada λ 269 nm dan 446 nm

4. Diambil nilai absorbansi yang terkecil sebagai larutan blanko dan nilai yang terbesar sebagai tempat sampel

5. Ditimbang 0,1 g CPO dalam labu ukur 25 mL

6. Dilarutkan dengan n-heksana, diencerkan sampai garis batas, dihomogenkan

7. Dimasukkan dalam kuvet dan diukur absorbansinya pada λ 446 nm dan 269 nm

3.3.3. Persiapan Alat

A. Pengoperasian spektrofotometer Genesys

1. Dihidupkan CPU dan monitor computer dengan cara menekan tombol “Power”/ ON.

2. Tunggu instalation sampai muncul di layar


(44)

Instalasi Layar Alat Spektrofotometer Absorbance Jam Operasi 0,000A 446 nm Tanggal Operasi Measure Blank Set Nm Change Mode

3. Tekan tombol “TEST”

4. Pilih menu program, pilih absorbansi ratio, enter 5. Masukkan angka wavelength (WL1) 446nm, enter.

6. Masukkan angka wavelength (WL2) 269 nm, enter.

7. Pilih sample positioner, enter pilih platform, enter. 8. Tekan RUN TEST

9. Masukkan blank, tekan measure blank, muncul measure sample. 10.Keluarkan blank, masukkan sample, tekan measure sample

11.Muncul hasil pada layar display (hasil ratio menunjukkan nilai DOBI). 12.Setelah selesai tekan escape 2x, tekan don’t save 1x, tekan basic ΔTC 13.Muncul tulisan pada layar display sbb:

Absorbance

Jam

Value outside photometric range <-0,1A 446 nm Tanggal Operasi Measure Blank Set Nm Change Mode


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Data Percobaan

Tabel 4.1.1 Data hasil perhitungan analisa DOBI dalam CPO

Asal Kebun Berat contoh minyak (gr)

Absorbansi pada λ 446 nm

Absorbansi pada λ 269 nm

DOBI

Tanah Gambus 0,1335 0,80 0,295 2,71

Mata Pao 0,1196 0,82 0,272 3,04

Bangun Bandar

0,1383 0,95 0,320 2,96

Sei Nagan 0,1121 0,60 0,245 2,44

Sei Mayam 0,1119 0,59 0,235 2,51

Lae Butar 0,1208 0,72 0,269 2,67

Sei Liput 0,1006 0,72 0,203 3,6

Aek Loba 0,1094 0,78 0,235 3,31

Padang Pulo 0,1078 0,74 0,245 3,02

Negri Lama 0,1178 0,61 0,256 2,38

Tanah Gambus 0,1136 0,59 0,246 2,39

Mata Pao 0,1101 0,66 0,220 3,0

Bangun Bandar

0,1066 0,66 0,246 2,68

Sei Nagan 0,1016 0,66 0,240 2,76

Sei Mayam 0,1172 0,65 0,250 2,6

Lae Butar 0,1061 0,63 0,247 2,55

Sei Liput 0,1066 0,69 0,265 2,60

Aek Loba 0,1201 0,58 0,232 2,5

Padang Pulo 0,1016 0,63 0,230 2,7

Negri Lama 0,1161 0,62 0,260 2,38

Rata-rata DOBI 2,74


(46)

4.1.2. Perhitungan

a. Untuk analisa DOBI dalam CPO perhitungannya adalah:

����

=

Absorbansi pada λ 446 nm

Absorbansi pada λ 269 nm

b. Untuk rata-rata DOBI

DOBI

�������=DOBI₁+ DOBI₂+ DOBI₃+ DOBIn Jumlah DOBI

Contoh Perhitungan :

a. Untuk analisa DOBI dalam CPO perhitungannya adalah:

DOBI =

0,80 0,295

= 2,71 b. Untuk nilai rata-rata DOBI

DOBI


(47)

4.2. Pembahasan

Berdasarkan analisa nilai rata-rata DOBI pada minyak sawit mentah (CPO) yang diperoleh dari beberapa kebun PT.SOCFINDO adalah 2,74. Minyak sawit mentah (CPO) berasal dari kebun PT.SOCFINDO dari beberapa daerah seperti kebun Tanah Gambus, Mata Pao, Bangun Bandar, Sei Nagan, Sei Mayam, Lae Butar, Sei Liput, Aek Loba, Padang Pulo, dan Negri Lama. Hasil dari analisa DOBI pada CPO dari beberapa kebun sebagian diantaranya menunjukkan hasil yang rendah (sangat jauh dibawah standar).

Nilai rata-rata DOBI adalah 2,74 dinyatakan cukup baik sesuai tetapi menurut Standar Internasional mutu minyak Indonesia kurang baik. Sesuai Standar Internasional nilai rata-rata DOBI pada CPO adalah 2,8. Parameter DOBI digunakan untuk memenuhi standar mutu CPO yang baik, karena semakin tinggi nilai DOBI maka semakin baik kualitas CPO sehingga daya jual CPO semakin tinggi. DOBI yang tinggi mempengaruhi harga jual minyak. Nilai rata-rata DOBI yang diperoleh tidak sesuai dengan standar parameter CPO di PT.SOCFIN INDONESIA (SOCFINDO) karena standar mutu yang ditetapkan terlalu rendah sehingga perlu dinaikkan standar mutunya. Sistem kualitas, pengawasan proses, inspeksi dan pengujian, serta tindakan perbaikan dan pengawasan terhadap kualitas minyak. Peningkatan pemakaian minyak sawit perlu dilakukan peningkatan kualitas produk pada harga yang wajar. Harga yang wajar berarti mempertahankan harga pokok dengan peningkatan efisiensi dan produktifitas serta pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap proses pengolahan dari bahan baku sampai produk akhir.


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Dari hasil analisa diperoleh nilai rata-rata kadar DOBI dalam minyak sawit mentah (CPO) yaitu : 2,74 yang dinyatakan baik sesuai dengan Standar Nasional Indonesia dan kurang baik menurut Standar Internasional karena nilai rata-rata DOBI pada CPO perdagangan dunia adalah 2,8. Nilai DOBI pada CPO dapat ditentukan dengan Spektrofotometri. Mutu minyak sawit Indonesia berada dibawah rata-rata karena proses pengolahan dari kebun-pabrik-refinery tidak berlangsung dengan baik. Pengawasan dan pengujian kualitas harus dilakukan selama proses pengolahan TBS berlangsung agar penurunan kualitas bisa dicegah sebelum terjadi.

5.2.Saran

− Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap α,γ dalam CPO dan sampel lainnya seperti minyak kelapa

− Diharapkan penentuan DOBI dilakukan dengan menggunakan pelarut dan sampel yang sama tetapi dengan menggunakan metode lain

− Diharapkan agar penentuan DOBI dilakukan dengan menggunakan pelarut yang berbeda sehingga dapat diketahui panjang gelombang maksimum pada range visible dan UV

− Diharapkan agar standar yang diberlakukan tidak terlalu rendah sehingga perlu ditingkatkan


(49)

− Diharapkan agar buah kelapa sawit yang sudah dipanen segera diolah untuk menghindari asam lemak bebas yang tinggi

− Dalam melakukan analisa perlu dihindari kesalahan dalam menggunakan alat secara spektrofotometri sehingga sampel yang dianalisa mendapatkan hasil yang akurat.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, R. J. 2010. Dasar – Dasar Kimia Organik. Tangerang : Binarupa Aksara Publisher

http:

kualitas crude-palm-oil)

Hartanto, H. 2003. Sukses Besar Budidaya Kelapa Sawit. Semarang : Citra Media

Publishing

Pahan, I. 2012. Paduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta : Penebar Swadaya

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Pangan. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Press.

Mangoensoekarjo,S. 2003.Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta : Penerbit Universitas Gajah Mada Press

Setyamidjaja, D. 2000. Kelapa Sawit. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Tim Penulis. 1998. Kelapa Sawit Usaha Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Jakarta : Penerbit Swadaya

Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga


(51)

(52)

Parameter Standart Mutu Bahan Baku Produk Antara Dan Produk Akhir Tanah Gambus PT. SOCFINDO

Standart Mutu Bahan Baku Crude Palm Oil (CPO)

PARAMETER NILAI

Free Fatty Acid (FFA) Max 2,50 %

Moisture (M) Max 0,20 %

Impurities (I) Max 0,05 %

Colour (R/Y) Max 21/40

Deteoration Of Bleachability Index (DOBI) Min 2,00

Melting Point (MP) Min 36⁰C

Iodin Value –Wijs (IV) Min 52 meq/L

Peroxide Value (PV) Max 5,0 ppm

Caroten Min 500 ppm


(1)

4.2. Pembahasan

Berdasarkan analisa nilai rata-rata DOBI pada minyak sawit mentah (CPO) yang diperoleh dari beberapa kebun PT.SOCFINDO adalah 2,74. Minyak sawit mentah (CPO) berasal dari kebun PT.SOCFINDO dari beberapa daerah seperti kebun Tanah Gambus, Mata Pao, Bangun Bandar, Sei Nagan, Sei Mayam, Lae Butar, Sei Liput, Aek Loba, Padang Pulo, dan Negri Lama. Hasil dari analisa DOBI pada CPO dari beberapa kebun sebagian diantaranya menunjukkan hasil yang rendah (sangat jauh dibawah standar).

Nilai rata-rata DOBI adalah 2,74 dinyatakan cukup baik sesuai tetapi menurut Standar Internasional mutu minyak Indonesia kurang baik. Sesuai Standar Internasional nilai rata-rata DOBI pada CPO adalah 2,8. Parameter DOBI digunakan untuk memenuhi standar mutu CPO yang baik, karena semakin tinggi nilai DOBI maka semakin baik kualitas CPO sehingga daya jual CPO semakin tinggi. DOBI yang tinggi mempengaruhi harga jual minyak. Nilai rata-rata DOBI yang diperoleh tidak sesuai dengan standar parameter CPO di PT.SOCFIN INDONESIA (SOCFINDO) karena standar mutu yang ditetapkan terlalu rendah sehingga perlu dinaikkan standar mutunya. Sistem kualitas, pengawasan proses, inspeksi dan pengujian, serta tindakan perbaikan dan pengawasan terhadap kualitas minyak. Peningkatan pemakaian minyak sawit perlu dilakukan peningkatan kualitas produk pada harga yang wajar. Harga yang wajar berarti mempertahankan harga pokok dengan peningkatan efisiensi dan produktifitas serta pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap proses pengolahan dari bahan baku sampai produk akhir.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Dari hasil analisa diperoleh nilai rata-rata kadar DOBI dalam minyak sawit mentah (CPO) yaitu : 2,74 yang dinyatakan baik sesuai dengan Standar Nasional Indonesia dan kurang baik menurut Standar Internasional karena nilai rata-rata DOBI pada CPO perdagangan dunia adalah 2,8. Nilai DOBI pada CPO dapat ditentukan dengan Spektrofotometri. Mutu minyak sawit Indonesia berada dibawah rata-rata karena proses pengolahan dari kebun-pabrik-refinery tidak berlangsung dengan baik. Pengawasan dan pengujian kualitas harus dilakukan selama proses pengolahan TBS berlangsung agar penurunan kualitas bisa dicegah sebelum terjadi.

5.2.Saran

− Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap α,γ dalam CPO dan sampel lainnya seperti minyak kelapa

− Diharapkan penentuan DOBI dilakukan dengan menggunakan pelarut dan sampel yang sama tetapi dengan menggunakan metode lain

− Diharapkan agar penentuan DOBI dilakukan dengan menggunakan pelarut yang berbeda sehingga dapat diketahui panjang gelombang maksimum pada range


(3)

− Diharapkan agar buah kelapa sawit yang sudah dipanen segera diolah untuk menghindari asam lemak bebas yang tinggi

− Dalam melakukan analisa perlu dihindari kesalahan dalam menggunakan alat secara spektrofotometri sehingga sampel yang dianalisa mendapatkan hasil yang akurat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, R. J. 2010. Dasar – Dasar Kimia Organik. Tangerang : Binarupa Aksara Publisher

http:

kualitas crude-palm-oil)

Hartanto, H. 2003. Sukses Besar Budidaya Kelapa Sawit. Semarang : Citra Media

Publishing

Pahan, I. 2012. Paduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta : Penebar Swadaya

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Pangan. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Press.

Mangoensoekarjo,S. 2003.Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta : Penerbit Universitas Gajah Mada Press

Setyamidjaja, D. 2000. Kelapa Sawit. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Tim Penulis. 1998. Kelapa Sawit Usaha Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Jakarta : Penerbit Swadaya

Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga


(5)

(6)

Parameter Standart Mutu Bahan Baku Produk Antara Dan Produk Akhir Tanah Gambus PT. SOCFINDO

Standart Mutu Bahan Baku Crude Palm Oil (CPO)

PARAMETER NILAI

Free Fatty Acid (FFA) Max 2,50 %

Moisture (M) Max 0,20 %

Impurities (I) Max 0,05 %

Colour (R/Y) Max 21/40

Deteoration Of Bleachability Index (DOBI) Min 2,00

Melting Point (MP) Min 36⁰C

Iodin Value –Wijs (IV) Min 52 meq/L

Peroxide Value (PV) Max 5,0 ppm

Caroten Min 500 ppm