ANALISIS PANTUN PADA TRADISI MAKAN NASI HADAP-HADAPAN ADAT PERNIKAHAN MELAYU PESISIR DI KECAMATAN TANJUNGBALAI SELATAN KOTA TANJUNGBALAI (KAJIAN SEMIOTIK).
ANALISIS PANTUN PADA TRADISI MAKAN NASI HADAP-HADAPAN
ADAT PERNIKAHAN MELAYU PESISIR DI KECAMATAN
TANJUNGBALAI SELATAN KOTA TANJUNGBALAI
(KAJIAN SEMIOTIK)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Oleh
PUTRI NADIA
NIM 2123210015
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
i ABSTRAK
Putri Nadia, Nim. 2123210015, Analisis Pantun Pada Tradisi Makan Nasi Hadap-Hadapan Adat Pernikahan Melayu Pesisir di Kecamatan Tanjungbalai Selatan Kota Tanjungbalai (Kajian Semiotik). Skripsi, Fakultas Bahasa Dan Seni, Universitas Negeri Medan. 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari dan menemukan ikon, indeks dan simbol yang terdapat pada pantun tradisi makan nasi hadap-hadapan adat pernikahan melayu pesisir yang merupakan kajian ilmu semiotik serta memaknai pantun-pantun yang digunakan pada tradisi tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah dengan teknik triangulasi dengan menggunakan studi pustaka, observasi dan wawancara. Teknik analisis data adalah mempersiapkan objek kajian, mengelompokkan dan mendeskripsikan pantun, verifikasi, melakukan analisis dan membuat simpulan. Dari hasil penelitian ditemukan lima acara yang digunakan dalam tradisi makan nasi hadap-hadapan adat pernikahan melayu pesisir yaitu perkenalan, memetik bunga, istirahat minum, makan bersama dan merebut ayam panggang serta memakai pantun dalam kelima acara tersebut. Hasil penelitian akan menentukan dan memaknai ikon, indeks, simbol pada pantun yang terdapat didalam kelima acara tersebut.
(7)
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas segala nikmat iman, islam, kesempatan serta kekuatan yang telah diberikan Allah SWT, Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi ini berjudul “ANALISIS PANTUN PADA TRADISI MAKAN NASI
HADAP-HADAPAN ADAT PERNIKAHAN MELAYU PESISIR DI
KECAMATAN TANJUNGBALAI SELATAN KOTA TANJUNGBALAI (KAJIAN SEMIOTIK)”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak, kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Syawal Gultom M.Pd., Rektor Universitas Negeri Medan 2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni 3. Drs. Syamsul Arif, M.Pd., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. 4. Trisnawati Hutagalung, S.Pd., M.Pd., Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
5. Dr. Wisman Hadi, S.Pd., M.Hum., Ketua Program Studi Sastra Indonesia 6. Dra. Rosmaini, M.Pd., Dosen Pembimbing Skripsi.
7. Drs. Malan Lubis, M.Hum ., Dosen Pembimbing Akademik. 8. Fitriani Lubis, S.Pd.,M.Pd., Dosen Penguji
9. Hendra K. Pulungan, S.Sos., M.I.Kom., Dosen Penguji
(8)
iii
11. Bapak/Ibu serta Pegawai di lokasi penelitian Kecamatan Tanjungbalai Selatan Kota Tanjungbalai.
12. Kedua orang tua penulis Ayahanda Nursal Yusuf dan Ibunda Syarifah Yusrani yang senantiasa mendukung dan menyemangati peneliti. Saudara-saudara peneliti Abang Nuskan Hidayat dan Ahmad Fauzi yang turut menyemangati serta Desi Salvira terima kasih atas dukungannya.
13. Teman-teman seperjuangan penulis di Kamar Kos 8A al bayan .
14. Teman-teman terdekat seperjuangan Nondik 2012 yang telah mendukung dan memberikan semangat kepada penulis.
15. Teman-teman satu PS yang telah sama-sama berjuang untuk menyelesaikan Skripsi dan saling memotivasi.
16. Teman-teman KKN 2015 Kabupaten Asahan yang tak lupa memberi dukungan kepada penulis.
17. Semua pihak yang ikut berperan dalam penyelesaian Skripsi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini memberikan manfaat bagi pembacanya.
Medan, Juli 2016 Penulis,
Putri Nadia NIM 2123210015
(9)
iv DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Batasan Masalah... 7
D. Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 9
1. Manfaat Teoretis ... 9
2. Manfaat Praktis ... 9
BAB II. LANDASAN TEORETIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN ... 10
A. Landasan Teoretis ... 10
1. Pengertian Pantun ... 10
a. Unsur-unsur dan Syarat Pantun ... 12
b. Ciri-ciri Pantun ... 13
2. Pengertian Tradisi Makan Nasi Hadap-Hadapan ... 14
a. Perkenalan ... 15
b. Memetik Bunga ... 16
c. Istirahat Minum ... 17
d. Makan Bersama ... 18
e. Merebut Ayam Panggang ... 19
3. Kajian Semiotik ... 21
a. Pengertian Semiotik ... 21
1) Ikon ... 24
2) Indeks ... 25
3) Simbol ... 25
B. Pertanyaan Penelitian ... 29
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 31
A. Metode Penelitian... 31
B. Sumber Data ... 32
C. Lokasi dan Waktu Peneltian ... 33
(10)
v
E. Teknik Pengumpulan Data ... 34
F. Teknik Analisis Data ... 35
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37
A. DESKRIPSI DATA PENELITIAN ... 37
1. Penyajian Data ... 37
a. Perkenalan ... 37
b. Memetik Bunga ... 39
c. Istirahat Minum ... 40
d. Makan Bersama ... 41
e. Merebut Ayam Panggang ... 42
B. HASIL PENELITIAN ... 43
1. Semiotik pantun acara perkenalan ... 43
2. Semiotik pantun acara memetik bunga ... 44
3. Semiotik pantun acara istirahat minum ... 44
4. Semiotik pantun acara makan bersama ... 45
5. Semiotik pantun acara merebut ayam panggang ... 46
C. PEMBAHASAN ... 47
1. Ikon, indeks dan simbol pantun dalam acara perkenalan ... 47
2. Ikon, indeks dan simbol pantun dalam acara memetik bunga .... 52
3. Ikon, indeks dan simbol pantun dalam acara istirahat minum ... 54
4. Ikon, indeks dan simbol pantun dalam acara makan bersama ... 57
5. Ikon, indeks dan simbol pantun dalam acara merebut ayam panggang ... 61
BAB V. PENUTUP ... 65
A. Simpulan ... 65
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 68
(11)
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkip Hasil Rekaman Pantun... 70
Lampiran 2 Foto-Foto Tradisi Makan Nasi Hadap-Hadapan ... 74
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian ... 79
Lampiran 4 Balasan Surat Izin Penelitian ... 80
(12)
vii
DAFTAR TABEL
(13)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang dipatuhi dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan suatu acara adat perkawinan atau hajatan. Dalam suatu masyarakat ritual tradisional atau tradisi dianggap sebagai kegiatan yang dapat mengaktifkan muatan kebudayaan yang dimantapkan lewat pewarisan tradisi. Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tadi. (Koentjaraningrat, 1990: 190)
Karena itu, pernikahan yang mengandung adat-istiadat atau tradisi didalam pelaksanaannya merupakan salah satu proses kehidupan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan akan mengubah status bukan hanya dari kedua mempelai namun juga akan mengubah sistem kekerabatan yang mempengaruhi sifat hubungan kekeluargaan, bahkan dapat pula menggeser hak serta kewajiban untuk sementara anggota kerabat lainnya. Maka dari itu setiap upacara pernikahan sangat penting baik bagi yang bersangkutan maupun bagi anggota kekerabatan kedua belah pihak.
(14)
2
Sesuai dengan penulis amati dilapangan, proses pernikahan adat Melayu Pesisir memiliki suatu tradisi didalam pelaksanaan proses pernikahan tersebut yaitu tradisi makan nasi hadap-hadapan. Tradisi ini tidak hanya berlaku untuk pernikahan adat Melayu pesisir lainnya melainkan keseluruhan dari suku bangsa Melayu, namun yang membedakan tradisi makan nasi hadap-hadapan adat Melayu pesisir dengan Melayu lainnya adalah dari segi bahasanya dimana masyarakat Melayu Pesisir menggunakan dialek melayu
berakhiran “o” begitu pula halnya dalam berpantun yang digunakan pada
tradisi makan nasi hadap-hadapan ini tetapi kondisinya pada saat ini khususnya di Kecamatan Tanjungbalai Selatan tidak lagi menggunakan dialek melayu pesisir dalam berpantun.
Tradisi makan nasi hadap-hadapan merupakan suatu proses awal makan bersama antara suami istri yang baru menikah. Makan nasi hadap-hadapan ini adalah bagian dari upacara adat pernikahan melayu. Bahwa dilingkungan orang melayu tempo dulu sebagian besar pernikahan banyak dilakukan melalui perjodohan, sebab itu kedua pasangan belum saling mengenal. Dalam upaya menjalin komunikasi atau hubungan antara suami-istri agar lebih menimbulkan keintiman, menghilangkan rasa kekakuan maka dilaksanakanlah makan nasi hadapan. Disamping itu makan nasi hadap-hadapan juga merupakan media komunikasi bagi keluarga besar kedua belah pihak sehingga lebih terjalinnya hubungan silaturrahmi yang lebih akrab, karena makan nasi hadap-hadapan ini harus dihadiri oleh keluarga besar kedua belah pihak. Di dalam pelaksanaan tradisi makan nasi hadap-hadapan
(15)
3
mempunyai tata cara dan urutan acara yang diawali dengan berpantun, dimana Pantun adalah puisi melayu asli yang sudah mengakar lama di budaya masyarakat melayu. Menurut Zainal Arifin (2009: 66) urutan dalam tradisi makan nasi hadap-hadapan yaitu: perkenalan, memetik bunga, istirahat minum, makan bersama dan merebut ayam panggang. Tradisi makan nasi hadap-hadapan dibawakan oleh seseorang yang dituakan atau seseorang yang ahli berpantun (telengkai).
Pantun pada tradisi makan nasi hadap-hadapan dapat dikaji dengan semiotik. Pierce memaknai semiotik sebagai studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda lain, serta pengirim dan penerimanya oleh mereka yang menggunakannya Zoest ( dalam Rusmana, 2014: 107). Charles Sanders Pierce memfokuskas pada tiga aspek tanda yaitu ikon,indeks dan simbol. Ikon adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang serupa dengan obyeknya misalnya seperti yang terlihat pada gambar atau lukisan. Indeks adalah sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan petandanya atau terjadi hubungan sebab akibat antara penanda dan petanda, sedangkan simbol adalah penanda yang melaksanakan funsi sebagai penanda yang oleh kaidah secara konvensi telah lazim digunakan dalam masyarakat, simbol bersifat konvensional artinya makna dari simbol ditentukan berdasarkan kesepakatan mayarakat. Salah satu contoh pantun makan nasi hadap-hadapan pada upacara pernikahan masyarakat melayu pesisir.
(16)
4
Batang buluh dibelah-belah Bunga pagar bunga kemuning Raja dan ratu jangan mau kalah Cabut bunga warna kuning
Ikon, indeks dan simbol pantun di atas adalah batang buluh (semiotik simbol) artinya adalah batang bambu yang bermakna kokoh dan kuat, bunga
kemuning (semiotik ikon) artinya bunga kemuning yang bermakna
keindahan, raja dan ratu (semiotik indeks) artinya seorang pemimpin yang tinggal dalam istana, diibaratkan kedua mempelai merupakan raja dan ratu di dalam kehidupan berumah tangga. Makna pantun diatas adalah jangan ada yang meyerah dalam memperebutkan sesuatu (berusaha), tunjukkan bahwa kita bisa dan tidak lupa untuk saling berbagi apalagi dalam kehidupan berumah tangga.
Budaya melayu sangat menjunjung tinggi kebudayaannya, terutama berpantun merupakan hal yang sangat menonjol dalam kebudayaan melayu namun tidak di masa sekarang ini. Menurut Tenas Effendi (2010) dalam artikelnya, di kehidupan masa kini, walaupun pantun masih dikenal dan dipakai orang, tetapi isinya tidak lagi berpuncak kepada nilai-nilai luhur budaya asalnya, misalnya isinya bersifat senda gurau atau ajuk mengajuk antara pemuda dengan pujaannya. Akibatnya, pantun sudah menjadi barang mainan, sudah kehilangan fungsi dan maknanya yang hakiki, yakni sebagai media untuk memberikan pengajaran serta pewarisan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
(17)
5
Begitu pula seperti penulis amati dilapangan, pada pelakasanaan tradisi makan nasi hadap-hadapan di Kecamatan Tanjungbalai Selatan, telengkai pada kenyataannya menggunakan teks dalam berpantun serta tidak mengungkapkan makna dari isi pantun tersebut, dimana seharusnya telengkai adalah seorang yang ahli dalam berpantun tanpa harus melihat teks dan juga harus menjelaskan makna dari isi pantun. Dari kejadian tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa kondisi penggunaan pantun pada tradisi makan nasi hadap-hadapan pada saat ini khususnya di Kecamatan Tanjungbalai Selatan hanya dijadikan sebagai formalitas dan kehilangan fungsi dan makna yang sebenarnya.
Didukung oleh fakta sebelumnya dimana Hodidjah dalam jurnalnya
yang berjudul “Pantun Sastra Lisan Yang Mati Suri” mengungkapkan pantun
yang merupakan tradisi lisan yang masih bertahan di beberapa daerah di Indonesia, khususnya daerah yang berbudaya Melayu. Namun seiring berkembangnya zaman yang dipengaruhi oleh perubahan dalam era globalisasi kebiasaan berpantun dalam masyarakat mulai hilang. Saat ini pantun hanya dibaca sebagai pelengkap acara, agar sebuah acara mempunyai nuansa Melayu. Fenomena tersebut merupakan realitas yang cukup memprihatinkan karena pantun hanya menjadi sekedar permainan kata-kata dan hiburan penyemarak suasana. Inilah kondisi pantun saat ini. Walaupun pengguna pantun hingga kini masih marak, tetapi penggunanya tidak lebih sekedar formalitas belaka. Banyak masyarakat yang hanya pandai dan tahu berpantun namun tidak memahami makna yang terkandung dari isi pantun tersebut.
(18)
6
Hal lain juga dikemukakan dalam jurnal penelitian Suwira Putra
(2014) “Makna Acara Tepuk Tepung Tawar Pada Pernikahan Adat Melayu
Riau” ia mengungkapkan adat dalam pernikahan budaya Melayu terkesan
rumit dan cukup menyita waktu dan memerlukan banyak biaya, begitu pula yang terlihat di masyarakat sesuai peneliti amati terhadap pelaksanaan tradisi makan nasi hadap-hadapan di masyarakat melayu pesisir di kota Tanjungbalai, tradisi ini masih dipakai pada upacara pernikahan tetapi prosesnya cukup menyita waktu, Namun, yang menjadi permasalahan utama masih banyak diantaranya masyarakat Melayu khususnya masyarakat Melayu Pesisir di Kecamatan Tanjungbalai Selatan kota Tanjungbalai memakai pantun dalam tradisi makan nasi hadap-hadapan tetapi tidak disertai pemahaman makna yang terdapat pada pantun dalam tradisi tersebut, padahal begitu banyak tanda (ikon,indeks dan simbol) yang terdapat pada pantun dalam tradisi ini tetapi kurang memahami makna yang terkandung didalamnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik menganalisis pantun dalam tradisi makan nasi hadap-hadapan adat pernikahan Melayu Pesisir di kecamatan Tanjungbalai Selatan kota Tanjungbalai kajian semiotik dan penelitian ini difokuskan pada teori Pierce yaitu ikon, indeks dan simbol pantun yang terdapat pada tradisi makan nasi hadap-hadapan.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat diidentifikasi masalah yaitu :
(19)
7
2. penggunaan pantun pada acara adat masyarakat melayu hanya sebagai formalitas .
3. penggunaan pantun pada tradisi masyarakat melayu pesisir tidak disertai pemahaman makna.
4. Ikon, indeks dan simbol yang terdapat pada pantun khususnya pantun-pantun yang terdapat pada tradisi makan nasi hadap-hadapan.
C. Batasan Masalah
1. Ikon, indeks dan simbol apa saja yang terdapat pada pantun dalam tradisi makan nasi hadap-hadapan adat pernikahan melayu pesisir. 2. Makna ikon, indeks dan simbol yang terdapat pada pantun dalam
tradisi makan nasi hadap-hadapan adat pernikahan melayu pesisir.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian seperti dikemukakan oleh Zainal Arifin (2009: 66), “ada lima tata cara dan urutan dalam tradisi makan nasi hadap-hadapan pada adat pernikahan melayu pesisir”. Rumusan masalah penelitian ini adalah ikon, indeks dan simbol yang terdapat pada pantun tradisi makan nasi hadap-hadapan adat pernikahan melayu pesisir di kecamatan Tanjungbalai Selatan kota Tanjungbalai dan dijabarkan sebagai berikut:
(20)
8
1. bagaimana ikon, indeks dan simbol pantun pada acara perkenalan ? 2. bagaimana ikon, indeks dan simbol pantun pada acara memetik bunga? 3. bagaimana ikon, indeks dan simbol pantun pada acara istirahat
minum?
4. bagaimana ikon, indeks dan simbol pantun pada acara makan bersama? 5. bagaimana ikon, indeks dan simbol pantun pada acara merebut ayam
panggang ?.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. untuk mengetahui, mendeskripsikan dan memaknai ikon, indeks dan simbol pada pantun acara perkenalan
2. untuk mengetahui, mendeskripsikan dan memaknai ikon, indeks dan simbol pada pantun acara memetik bunga
3. untuk mengetahui, mendeskripsikan dan memaknai ikon, indeks dan simbol pada pantun acara istirihat minum
4. untuk mengetahui, mendeskripsikan dan memaknai ikon, indeks dan simbol pada pantun acara makan bersama
5. untuk, mengetahui, mendeskripsikan dan memaknai ikon, indeks dan simbol pada pantun acara merebut ayam panggang.
(21)
9
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat menambah dan memperkaya khasanah penelitian sastra Indonesia khususnya mengenai kearifan lokal yag bercerita tentang ikon, indeks dan simbol, dan juga sebagai upaya memelihara dan meletarikan budaya lokal, adat-istiadat dan bahasa daerah.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini untuk mengetahui dan memaknai ikon, indeks dan simbol apa yang terdapat pada pantun dalam tradisi makan nasi hadap-hadapan yang dapat dijadikan sebagai sarana peningkatan kecintaan terhadap budaya Indonesia bagi para pembaca.
(22)
65 BAB V PENUTUP A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sesuai dengan hasil penelitian terdapat empat pantun yang digunakan pada
acara perkenalan dalam tradisi makan nasi hadap-hadapan, dari semua pantun tersebut dapat ditemukan ikon, indeks dan simbol. Pada acara perkenalan dipantun pertama terdapat kata asam lakum dan kalam sebagai semiotik simbol dan kata nasi hias sebagai semiotik ikon. Pada pantun keduayang digunakan dalam acara perkenalan terdapat kata sanak saudara sebagai semiotik indeks dan nasi hias sebagai semiotik ikon. Pantun ketiga terdapat kata resam dan tepung tawar sebagai semiotik simbol dan kata nasi hadapan sebagai semiotik ikon, terakhir pada pantun keempat hanya terdapat semiotik simbol.
2. Pada acara memetik bunga hanya ditemukan semiotik simbol yang digunakan pada kedua pantun yaitu pada kata bunga, melati, bunga kenanga, dan bunga.
3. Pada acara istirahat minum terdapat dua pantun yang digunakan dan ditemukan semiotik simbol , ikon dan indeks pada kedua pantun tersebut. Pada pantun pertama terdapat kata kayu cempedak dan tekak sebagai semiotik simbol dan pada pantun kedua terdapat kata bunga cempaka,
(23)
66
bunga selasih dan bunga mawar sebagai semiotik simbol, kata kekasih sebagai semiotik indeks dan kata air sebagai semiotik ikon
4. Pada acara makan bersama terdapat empat pantun yang digunakan, dan ditemukan ikon, indeks dan simbol pada pantun yang digunakan pada acara tersebut yaitu terdapat pada kata anak raja, nasi hadap-hadapan dan suami istri sebagai semiotik indeks, kata nasi pada pantun pertama sebagai semiotik ikon dan kata nasi pada pantun kedua dan ketiga termasuk kedalam semiotik simbol serta kata lambang dan piring juga termasuk kedalam semiotik simbol
5. Terakhir pada acara merebut ayam panggang hanya dua pantun yang digunakan dan hanya ditemukan semiotik simbol dan indeks pada kedua pantun tersebut yaitu pada kata anak raja, ikan paitan dan bidan pengantin.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian dilapangan, kemudian diperoleh data-data serta informasi sesuai dengan yang dibutuhkan dalam tujuan penelitian maka peneliti ingin memberi suatu gambaran berupa saran dan semoga dapat berguna bagi perkembangan pemikiran demi lancarnya suatu proses persatuan dan kesatuan bangsa. Maka akan dikemukakan beberapa saran yaitu :
1. Bagi masyarakat Melayu Pesisir
Kebudayaan merupakan sebuah warisan yang di berikan serta diajarkan oleh nenek moyang kita. Baik itu berbentuk upacara adat, tarian adat, kepercayaan adat dan tradisi. Maka dari itu, ada baiknya jika kita sebagai
(24)
67
pewaris dari kebudayaan tersebut untuk mempertahankan dan melestarikan kebudayaan yang kita miliki. Walaupun terkadang kebudayaan tersebut bertentangan dengan ajaran Agama yang kita anut. Yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi kebudayaan itu.
2. Bagi Peneliti dan Insan Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas wawasan pembaca khususnya dibidang ilmu semiotik serta diharapkan dapat menambah wawasan dan memperkaya khasanah serta menambah kecintaan terhadap budaya Indonesia khususnya budaya Melayu.
(25)
68
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Fatimah. 2009. Pantun Sebagai Perakam Norma: Penelitian Awal Terhadap Perkahwinan dan Keluarga Melayu. 43: 57
AKA, Zainal. 2009. Adat Budaya Resam Melayu Langkat. Mitra Medan. Medan
Asrofah. 2014. Semiotik Mitos Roland Barthes Dalam Analisis Iklan Di Media
Massa. Jurnal Sasindo. Vol. 2 No. 1 Januari
Djoko. Pradopo Rachmat. 1998. Semiotika: Teori, Metode, Dan Penerapannya. Humaniora No. 7. Januari- Maret
Effendi, Tennas. 2010. Tunjuk Ajar Dalam Pantun Melayu
Hatta, Bakar. 1984. Sastra Nusantara Suatu Pengantar Studi Sastra Melayu. Ghalia Indonesia. Jakarta
Hapsari, Wijayanti, Candrayani, Amalia, Ika Endang Sri dkk. 2013. Bahasa
Indonesia Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah. Rajawali Pers.
Jakarta
Hermawan, Agus. 2013. Peningkatan Keterampilan Menulis Pantun Anak
Melalui Pendekatan Kontekstual Dengan Media Kartu Warna Pada Siswa Kelas IVB SDN Sampangan 01 Semarang. Skripsi. UNNES
Hodidjah.2013 . Pantun Sastra Lisan Yang Mati Suri
Ishak, M. Taufik, M. Mochsen Sir. 2005. Pembacaan Kode Smiotika Roland
Barthes Terhadap Bangunan Arsitektur Katedral Evry di Perancis Karya Mario Botta. Rona Jurnal Arsitektur Ft- Unhas Volume 2 No. 1,
April 2005, Hal. 85-92 ISSN: 1412-8446
Iswidayati, Sri. 2014. Roland Barthes dan Mitologi. FBS UNNES Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 2007. Balai Pustaka. Jakarta
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. PT Rineka Cipta. Jakarta
Kreidler, Charles W. 1998. Introducing English Semantics. Routledge. London
Moelong, Lexy. J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
(26)
69
Multafifin. 2015. Kemampuan Menulis Pantun Siswa Kelas VII SMP Negeri 52
Konawe Selatan. Jurnal Humaniora No. 15, Vol. 3, Desember 2015/
ISSN 1979- 8296
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Rineka Cipta. Jakarta
Pradopo, Rachmat Djoko, Soeratno, Siti Chamamah, Suminto A. Sayuti dkk. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Hanindita Graham Widya. Yogyakarta
Putra, Suwira. 2014. Makna Acara Tepuk Tepung Tawar Pada Pernikahan Adat
Melayu Riau. FISIP. Vol 1. No. 2
Rusmana, Dadan. 2014. Filsafat Semiotika. CV Pustaka Setia. Bandung
Sahril. 2008. Simbol Dalam Teks Pantun Melayu,. Medan: Balai Bahasa Medan, Depdiknas
Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Kedua. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Takari, Muhammad. 2013. Tradisi Lisan di Alam Melayu Arah dan
Pewarisannya. Fakultas Ilmu Budaya (FIB). USU
(1)
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat menambah dan memperkaya khasanah penelitian sastra Indonesia khususnya mengenai kearifan lokal yag bercerita tentang ikon, indeks dan simbol, dan juga sebagai upaya memelihara dan meletarikan budaya lokal, adat-istiadat dan bahasa daerah.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini untuk mengetahui dan memaknai ikon, indeks dan simbol apa yang terdapat pada pantun dalam tradisi makan nasi hadap-hadapan yang dapat dijadikan sebagai sarana peningkatan kecintaan terhadap budaya Indonesia bagi para pembaca.
(2)
65 BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sesuai dengan hasil penelitian terdapat empat pantun yang digunakan pada
acara perkenalan dalam tradisi makan nasi hadap-hadapan, dari semua pantun tersebut dapat ditemukan ikon, indeks dan simbol. Pada acara perkenalan dipantun pertama terdapat kata asam lakum dan kalam sebagai semiotik simbol dan kata nasi hias sebagai semiotik ikon. Pada pantun keduayang digunakan dalam acara perkenalan terdapat kata sanak saudara sebagai semiotik indeks dan nasi hias sebagai semiotik ikon. Pantun ketiga terdapat kata resam dan tepung tawar sebagai semiotik simbol dan kata nasi hadapan sebagai semiotik ikon, terakhir pada pantun keempat hanya terdapat semiotik simbol.
2. Pada acara memetik bunga hanya ditemukan semiotik simbol yang digunakan pada kedua pantun yaitu pada kata bunga, melati, bunga kenanga, dan bunga.
3. Pada acara istirahat minum terdapat dua pantun yang digunakan dan ditemukan semiotik simbol , ikon dan indeks pada kedua pantun tersebut. Pada pantun pertama terdapat kata kayu cempedak dan tekak sebagai semiotik simbol dan pada pantun kedua terdapat kata bunga cempaka,
(3)
bunga selasih dan bunga mawar sebagai semiotik simbol, kata kekasih sebagai semiotik indeks dan kata air sebagai semiotik ikon
4. Pada acara makan bersama terdapat empat pantun yang digunakan, dan ditemukan ikon, indeks dan simbol pada pantun yang digunakan pada acara tersebut yaitu terdapat pada kata anak raja, nasi hadap-hadapan dan suami istri sebagai semiotik indeks, kata nasi pada pantun pertama sebagai semiotik ikon dan kata nasi pada pantun kedua dan ketiga termasuk kedalam semiotik simbol serta kata lambang dan piring juga termasuk kedalam semiotik simbol
5. Terakhir pada acara merebut ayam panggang hanya dua pantun yang digunakan dan hanya ditemukan semiotik simbol dan indeks pada kedua pantun tersebut yaitu pada kata anak raja, ikan paitan dan bidan pengantin.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian dilapangan, kemudian diperoleh data-data serta informasi sesuai dengan yang dibutuhkan dalam tujuan penelitian maka peneliti ingin memberi suatu gambaran berupa saran dan semoga dapat berguna bagi perkembangan pemikiran demi lancarnya suatu proses persatuan dan kesatuan bangsa. Maka akan dikemukakan beberapa saran yaitu :
1. Bagi masyarakat Melayu Pesisir
Kebudayaan merupakan sebuah warisan yang di berikan serta diajarkan oleh nenek moyang kita. Baik itu berbentuk upacara adat, tarian adat, kepercayaan adat dan tradisi. Maka dari itu, ada baiknya jika kita sebagai
(4)
67
pewaris dari kebudayaan tersebut untuk mempertahankan dan melestarikan kebudayaan yang kita miliki. Walaupun terkadang kebudayaan tersebut bertentangan dengan ajaran Agama yang kita anut. Yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi kebudayaan itu.
2. Bagi Peneliti dan Insan Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas wawasan pembaca khususnya dibidang ilmu semiotik serta diharapkan dapat menambah wawasan dan memperkaya khasanah serta menambah kecintaan terhadap budaya Indonesia khususnya budaya Melayu.
(5)
68
Abdullah, Fatimah. 2009. Pantun Sebagai Perakam Norma: Penelitian Awal Terhadap Perkahwinan dan Keluarga Melayu. 43: 57
AKA, Zainal. 2009. Adat Budaya Resam Melayu Langkat. Mitra Medan. Medan
Asrofah. 2014. Semiotik Mitos Roland Barthes Dalam Analisis Iklan Di Media Massa. Jurnal Sasindo. Vol. 2 No. 1 Januari
Djoko. Pradopo Rachmat. 1998. Semiotika: Teori, Metode, Dan Penerapannya. Humaniora No. 7. Januari- Maret
Effendi, Tennas. 2010. Tunjuk Ajar Dalam Pantun Melayu
Hatta, Bakar. 1984. Sastra Nusantara Suatu Pengantar Studi Sastra Melayu. Ghalia Indonesia. Jakarta
Hapsari, Wijayanti, Candrayani, Amalia, Ika Endang Sri dkk. 2013. Bahasa Indonesia Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah. Rajawali Pers. Jakarta
Hermawan, Agus. 2013. Peningkatan Keterampilan Menulis Pantun Anak Melalui Pendekatan Kontekstual Dengan Media Kartu Warna Pada Siswa Kelas IVB SDN Sampangan 01 Semarang. Skripsi. UNNES Hodidjah.2013 . Pantun Sastra Lisan Yang Mati Suri
Ishak, M. Taufik, M. Mochsen Sir. 2005. Pembacaan Kode Smiotika Roland Barthes Terhadap Bangunan Arsitektur Katedral Evry di Perancis Karya Mario Botta. Rona Jurnal Arsitektur Ft- Unhas Volume 2 No. 1, April 2005, Hal. 85-92 ISSN: 1412-8446
Iswidayati, Sri. 2014. Roland Barthes dan Mitologi. FBS UNNES Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 2007. Balai Pustaka. Jakarta
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. PT Rineka Cipta. Jakarta
Kreidler, Charles W. 1998. Introducing English Semantics. Routledge. London
Moelong, Lexy. J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
(6)
69
Multafifin. 2015. Kemampuan Menulis Pantun Siswa Kelas VII SMP Negeri 52 Konawe Selatan. Jurnal Humaniora No. 15, Vol. 3, Desember 2015/ ISSN 1979- 8296
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Rineka Cipta. Jakarta
Pradopo, Rachmat Djoko, Soeratno, Siti Chamamah, Suminto A. Sayuti dkk. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Hanindita Graham Widya. Yogyakarta
Putra, Suwira. 2014. Makna Acara Tepuk Tepung Tawar Pada Pernikahan Adat Melayu Riau. FISIP. Vol 1. No. 2
Rusmana, Dadan. 2014. Filsafat Semiotika. CV Pustaka Setia. Bandung
Sahril. 2008. Simbol Dalam Teks Pantun Melayu,. Medan: Balai Bahasa Medan, Depdiknas
Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Kedua. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Takari, Muhammad. 2013. Tradisi Lisan di Alam Melayu Arah dan Pewarisannya. Fakultas Ilmu Budaya (FIB). USU