Karakteristik Palka Kapal Cantrang di PPN Brondong

KARAKTERISTIK PALKA KAPAL CANTRANG
DI PPN BRONDONG

AUDIE ERINCASARI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Palka
Kapal Cantrang di PPN Brondong adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkaan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2014
Audie Erincasari

NIM C44100034

ABSTRAK
AUDIE ERINCASARI. Karakteristik Palka Kapal Cantrang di PPN Brondong.
Dibimbing oleh VITA RUMANTI KURNIAWATI dan BUDHI HASCARYO
ISKANDAR.
Perencanaan desain palka yang optimal dapat menghasilkan produktivitas
kapal yang optimal. Pengoptimalan desain kapal bisa dilakukan dengan melihat
pendekatan Vfh/CUNO atau Vfh/Δ. Desain kapal yang baik bertujuan untuk
menjamin keberhasilan dari kegiatan operasi penangkapan ikan serta
meminimalkan biaya pembangunan kapal. Oleh karena itu, informasi mengenai
pendekatan Vfh/CUNO dan Vfh/Δ sangat diperlukan dalam perencanaan desain
kapal. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk palka kapal cantrang
ukuran ≤ 30 GT di PPN Brondong dan menghitung nilai Vfh/CUNO dan Vfh/Δ
kapal cantrang ukuran ≤ 30 GT di PPN Brondong. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa palka kapal cantrang berbentuk setengah kerucut terpancung dan prisma
trapesium datar. Besar raiso Vfh/CUNO kapal cantrang yaitu 14,63% (ukuran ≤ 10
GT); 9-16% (ukuran 11-20 GT) dan 12-17% (ukuran 21-30 GT). Sementara itu,
masing-masing nilai Vfh/Δ kapal cantrang ukuran ≤ 10 GT; 11-20 GT dan 21-30
GT yaitu 26,46%; 21,45-32,31% dan 19,91-39,05%.

Kata kunci: bentuk palka, PPN Brondong, Vfh/CUNO dan Vfh/Δ, volume palka.

ABSTRACT
AUDIE ERINCASARI. Characteristic of Fish Hold Fishing Vessel’s (Cantrang)
in Brondong Fishing Port. Supervised by VITA RUMANTI KURNIAWATI and
BUDHI HASCARYO ISKANDAR.
Optimal design of the fish hold can lead to optimal productivity of fishing
vessel’s. Vessel design optimization can be approached by Vfh/CUNO or Vfh/Δ.
Good vessel design aims to ensure the success of fishing operation as well as
minimize the construction cost. Therefore, information about Vfh/CUNO and Vfh/Δ
is very necessary for fishing vessel design. This research aimed to describe the
shape of fish hold in fishing vessel ≤ 30 GT in Brondong fishing port and
calculate it’s Vfh/CUNO and Vfh/Δ. Result of this research showed that the shape
of fish holds was a half of truncated cone and flat trapezoidal prism. The rasio
Vfh/CUNO of cantrang vessel was 14,63% (size ≤ 10 GT); 9-16% (size 11-20
GT);\ and 12-17% (size 21-30 GT). Furthermore, the rasio Vfh/Δ of ≤ 10 GT, 1120 GT and 21-30 GT danish net was 26,46%; 21,45-32,31% and 19,91-39,05%
repectively.
Keywords: shape of hold, Brondong fishing port, Vfh/CUNO and Vfh/Δ, volume of
hold.


KARAKTERISTIK PALKA KAPAL CANTRANG
DI PPN BRONDONG

AUDIE ERINCASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi
Nama
NIM

Program Studi

:
:
:
:

Karakteristik Palka Kapal Cantrang di PPN Brondong
Audie Erincasari
C44100034
Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Vita Rumanti Kurniawati SPi MT
Pembimbing I

Dr Ir H Budhi H Iskandar MSi
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2014 sampai April 2014 ini adalah
kapal perikanan, dengan judul “Karakteristik Palka Kapal Cantrang di PPN
Brondong”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Vita Rumanti Kurniawati SPi MT
dan Dr Ir H Budhi Hascaryo Iskandar MSi selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, masukan dan saran, Dr Eko Sri Wiyono SPi MSi selaku
dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran, serta Dr Iin Solihin SPi
MSi selaku Komisi Pendidikan. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Kepala PPN Brondong beserta staf dan para nelayan yang telah banyak
membantu selama proses penelitian dan pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, adik, seluruh keluarga, serta

teman-teman PSP atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
Bogor,

Agustus 2014

Audie Erincasari

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1

Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Peralatan Penelitian
3
Metode Penelitian
3
Jenis dan Metode Pengambilan Data
4
Pengolahan dan Analisis Data
4
Bentuk dan volume palka
4
Perbandingan volume palka ikan terhadap CUNO dan ton displacement
kapal

5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kondisi Umum Kapal Cantrang di PPN Brondong
6
Palka Kapal Cantrang
9
Fungsi Palka
9
Volume Palka
11
Bentuk dan Konstruksi Palka
14
Hubungan Volume Palka Ikan terhadap CUNO dan ton displacement
16
Nilai Vfh/CUNO kapal cantrang
16
Nilai Vfh/Δ kapal cantrang
18
KESIMPULAN DAN SARAN

20
Kesimpulan
20
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
25

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Volume palka di bawah dek kapal cantrang di PPN Brondong
Sifat-sifat penting bahan insulator yang biasa digunakan

Nilai-nilai rasio volume palka ikan kapal cantrang di PPN Brondong
Nilai Vfh/Δ

11
16
17
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Peta lokasi penelitian
Cara pengukuran luas sisi tegak melintang dengan Simpson’s Rules I
Gambar kapal cantrang di PPN Brondong
General arrangement kapal cantrang (non skala)

Penyimpanan ikan dalam palka
Diagram pie komposisi volume palka rata-rata kapal cantrang ukuran ≤
10 GT
7 Diagram pie komposisi volume palka rata-rata kapal cantrang ukuran
11-20 GT
8 Diagram pie komposisi volume palka rata-rata kapal cantrang ukuran
21-30 GT
9 Bentuk dan konstruksi setengah palka ikan tampak depan
10 Grafik hubungan V fh/CUNO pada kapal cantrang dengan kapal trawl
(Fyson 1985)

3
5
7
8
10
12
12
13
15
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Alat bantu kapal cantrang di PPN Brondong
Penambahan kayu di antara sela-sela palka ikan
Nilai CUNO dan ton displacement kapal tiap selang ukuran GT kapal
Besaran nilai dan persentase komposisi volume palka tiap selang GT

23
23
24
24

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Palka adalah suatu ruangan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan
ikan di dalam kapal (Merrit 1969 dalam Lafi 2004). Selain itu, palka sering
digunakan sebagai tempat penyimpanan kebutuhan perbekalan nelayan selama
melaut. Umumnya palka hanya menempati sebagian dari ruang atau volume total
kapal penangkap ikan. Ukuran palka itu sendiri menghasilkan besaran volume
palka. Menurut Traung (1960), peningkatan produktivitas suatu kapal akan
tercapai apabila pada tahap perencanaan suatu kapal, letak, bentuk, dan kontruksi
palka ikan diberikan pertimbangan yang sama dengan pertimbangan pada badan
kapal, keselamatan di laut, dan mesin utama. Hal itu dikarenakan palka berkaitan
langsung dengan kapasitas kapal dalam menampung muatan, dimana ketika
ukuran palka besar maka volume palka yang dihasilkan akan besar.
Pembuatan kapal secara tradisional di Indonesia tidak menggunakan detail
desain layaknya pembuatan kapal secara modern. Namun, para pengrajin
umumnya sudah mempunyai desain umum yang tidak tertulis. Ketika membuat
suatu kapal, mereka hanya menggunakan acuan ukuran dimensi utama kapal atau
panjang lunas. Berdasarkan acuan tersebut biasanya ukuran bagian-bagian kapal
yang lain menyesuaikan termasuk dimensi palka. Padahal menurut Fyson (1985),
proses pembuatan kapal yang baik dimulai dari menentukan kapasitas palka yang
diinginkan sehingga mendapatkan ukuran dimensi kapal utama lainnya. Oleh
sebab itu, desain kapal yang optimal dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
desain palka. Desain kapal yang baik bertujuan untuk menjamin keberhasilan dari
kegiatan operasi penangkapan ikan serta meminimalkan biaya pembangunan
kapal.
Sugeng (2009) juga berpendapat bahwa untuk mendapatkan desain dari
berbagai bentuk dan ukuran kapal yang optimal dapat dilakukan dengan cara
membuat perbandingan rumus empiris atau pendekatan terhadap nilai
displacement dan volume palka. Displacement merupakan konstanta untuk
menentukan ukuran kapal tersebut. Asumsi perbandingan parameter perencanaan
secara khusus ditunjukkan oleh besarnya kapal/displacement, cubic number dan
panjang. Perbandingan/rasio tersebut bisa dituliskan dalam Vfh/CUNO atau Vfh/Δ
(Fyson 1985). Pengoptimalan desain kapal bisa dilakukan dengan melihat
pendekatan rasio tersebut, semakin besar rasio maka kapal semakin optimal.
Penelitian mengenai pendekatan seperti ini sebelumnya sudah pernah
dilakukan oleh Iskandar dan Mawardi (1997), Novita (1994), Lafi (2004) dan
Sugeng (2009). Iskandar dan Mawardi (1997), Novita (1994) dan Lafi (2004)
melakukan penelitian mengenai pendekatan Vfh/CUNO, sedangkan Sugeng 2009
mengenai Vfh/Δ. Objek penelitian dari Iskandar dan Mawardi (1997) adalah
kapal-kapal yang beroperasi di Pantai Utara dan Selatan Jawa (rawai, gillnet,
purse seine dan lampara), sedangkan objek penelitian dari Novita (1994) dan Lafi
(2004) adalah kapal tuna longline. Objek penelitian Sugeng (2009) yaitu kapal
purse seine, trawl dan tuna longline. Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai

2

pendekatan rasio ini, kapal cantrang belum pernah menjadi objek penelitian, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bentuk, volume palka, serta
ingin melihat rasio dari Vpalka terhadap cubic number (CUNO) dan ton
displacement (Δ) pada kapal cantrang.
Kapal cantrang banyak digunakan di perairan utara Jawa, termasuk di
perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur (Leo 2010). Alasan
banyaknya penggunaan cantrang adalah mudah dan murah dalam pembuatannya.
Pembuatan kapal cantrang di PPN Brondong masih tergolong tradisional. Hal
tersebut dikarenakan galangan kapal yang ada di Brondong masih tergolong kecil,
selain itu belum tersedianya informasi mengenai pendekatan Vfh/CUNO atau
Vfh/Δ untuk kapal cantrang. Berdasarkan uraian di atas, penelitian mengenai nilai
Vfh/CUNO atau Vfh/Δ guna membuat desain kapal sangat perlu dilakukan. Hasil
penelitian diharapkan bisa menggambarkan dimensi palka dari kapal cantrang dan
dijadikan acuan dalam perencanaan pembuatan kapal cantrang selanjutnya.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas penelitian ini memiliki dua tujuan. Tujuan
pertama penelitian adalah mendeskripsikan bentuk palka dan kedua yaitu
menghitung nilai Vfh/CUNO atau Vfh/Δ dari kapal cantrang di PPN Brondong.

Manfaat Penelitian

Setelah dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat
antara lain:
1 Memperkaya informasi mengenai bentuk palka serta nilai rasio Vfh/CUNO dan
Vfh/Δ dari kapal cantrang di PPN Brondong; dan
2 Memberikan informasi kepada para pelaku perikanan, sehingga dapat
dijadikan sebagai acuan bagi para pembuat kapal nantinya dalam mendesain
ukuran palka yang sesuai agar kapal dapat beroperasi dengan baik.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2014 di PPN Brondong,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Lokasi penelitian ada di dua tempat yaitu

3

Dramaga 1 (pelabuhan) dan Dramaga 2 (PPDI). Peta lokasi tempat penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: Badan Informasi Geospasial (2010)

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain:
1 Kuesioner digunakan untuk mendapatkan data primer seperti bentuk, jumlah
dan ukuran palka kapal cantrang di PPN Brondong;
2 Alat ukur seperti meteran, tali kur dan pendulum; serta
3 Perangkat lunak untuk menggambar teknis.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan jenis
penelitian survei. Nazir (1988) menjelaskan bahwa, metode deskriptif adalah
suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu
kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Metode ini bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis
dan akurat mengenai bentuk palka kapal cantrang di PPN Brondong serta
menghitung nilai Vfh/CUNO dan Vfh/Δ dari kapal tersebut.

4

Jenis dan Metode Pengambilan Data

Data yang diambil selama penelitian ini yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer yang dibutuhkan antara lain: (1) Ukuran dimensi kapal
cantrang yaitu panjang (LOA), lebar (B) dan dalam (D) untuk menghitung volume
ruang kapal; dan (2) Bentuk, jumlah dan ukuran dimensi palka (panjang, lebar dan
tinggi palka) untuk menghitung volume palka. Data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lamongan, PPN
Brondong serta dari hasil studi pustaka, antara lain: (a) Kondisi umum lokasi
penelitian; dan (b) Data jumlah dan ukuran kapal cantrang di PPN Brondong.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah teknik survei sampling.
Teknik survei sampling adalah suatu prosedur dalam mana hanya sebagian dari
populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri
yang dikehendaki dari populasi (Nazir 1988). Data primer diperoleh dengan cara
melakukan pengukuran langsung terhadap objek penelitian dan wawancara
terhadap nelayan. Objek penelitian yang digunakan adalah kapal cantrang yang
beroperasi di PPN Brondong. Objek sebelumnya akan dibagi menjadi 3 kelompok
dengan interval ≤ 10 GT, 11-20 GT dan 21-30 GT. Pengambilan sampel dari
objek penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Pemilihan teknik ini dikarenakan adanya pertimbangan yaitu jumlah populasi
besar dengan kecenderungan seragam, sumberdaya dan waktu yang tersedia dan
tujuan penelitian. Menurut Bungin (2007), ukuran sampel yang diambil
ditentukan atas dasar teori kejenuhan yaitu titik dalam pengumpulan data saat data
baru tidak lagi membawa wawasan/informasi tambahan untuk pernyataan
penelitian. Setiap kelompok akan diambil 4-5 sampel, dimana pada kelompok 2130 GT memiliki jumlah palka yang berbeda yaitu 8 lubang, 12 lubang, 15 lubang
dan 20 lubang palka. Data sekunder diperoleh dari Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Brondong dan hasil studi pustaka.

Pengolahan dan Analisis Data

Bentuk dan volume palka
Data primer yang telah diperoleh selanjutnya diolah. Bentuk badan dan
palka kapal dapat dilihat secara langsung dan disajikan secara deskriptif dengan
memberikan gambaran bagaimana bentuk dari badan dan palka kapal cantrang,
sedangkan volume palka diolah dengan menggunakan Simpson’s rules I (Fyson
1985) dan rumus matematika untuk menghitung besar nilai dari volume palka
(Vpalka), CUNO dan Δ kapal cantrang. Formula untuk menghitung volume palka
adalah sebagai berikut:
1 Menghitung luas sisi tegak melintang palka:
A (m2) = (y0 + 4y1 + 2y2 + 4y3 + 2y4 + 4y5 + y6)…….(1)

5

Gambar 2 Cara pengukuran luas sisi tegak melintang dengan Simpson’s rules I
2

Menghitung volume palka (Vpalka):
a. Jika A0 = A1 , maka rumusnya sbb:
Vpalka (m3) = A x p…………………. …………………..…(2)
b. Jika A0 < A1 , maka rumusnya sbb:
………...(3)

Vpalka (m3) =
dimana:

p = panjang palka (m)
A0 = luas sisi tegak melintang bagian depan palka
A1 = luas sisi tegak melintang bagian belakang palka

Perbandingan volume palka ikan terhadap CUNO dan ton displacement
kapal
Formula untuk mencari perbandingan antara volume palka ikan dengan
CUNO dan ton displacement adalah sebagai berikut:
1 Menghitung CUNO menggunakan persamaan:
CUNO = Loa x B x D……………………..(4)
diketahui: Loa = panjang keseluruhan kapal (m)
B
= lebar kapal (m)
D
= tinggi kapal (m)
2

Menghitung ton displacement (Δ) kapal:
Cb =
diketahui: Vruang di bawah dek
Ldek
Bmould
D

………………………(5)
= volume ruang di bawah dek (m3)
= panjang dek kapal (m)
= lebar kapal (m)
= tinggi kapal (m)

= Lwl x Bwl x d x Cb…………………………..…..(6)
diketahui: Lwl = panjang kapal pada sarat air tertentu (m)
Bwl = lebar kapal pada sarat air tertentu (m)
d
= tinggi kapal pada sarat air tertentu (m)
Cb
= koefisien bentuk
Δ = x ρ air laut ……………………………….............(7)
diketahui: ρ air laut = massa jenis air laut.

6

Selanjutnya kedua nilai tersebut dibandingkan untuk mendapatkan rasionya. Rasio
tersebut disajikan kedalam bentuk persentase. Formula untuk menghitung
persentase volume palka terhadap CUNO dan ton displacement ( ) kapal sebagai
berikut:
x 100……………….……..(7)

presentase (%) =
presentase (%) =

Δ

x 100……………………...(8)

Data yang telah diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Analisis
data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif yaitu dengan cara
memberikan gambaran secara sistematis mengenai fakta-fakta sehingga
didapatkan suatu makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin diteliti
(Nazir 1988).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Kapal Cantrang di PPN Brondong

Berdasarkan pengamatan di lapangan, 90% alat tangkap yang digunakan
nelayan di PPN Brondong adalah alat tangkap cantrang, selain cantrang alat
tangkap yang digunakan nelayan yaitu pancing rawai, mini purse seine dan gillnet.
Nelayan di Lamongan menyebut alat tangkap cantrang dengan nama payang dan
dogol meskipun sejatinya alat tangkap tersebut adalah cantrang (Suhery 2010).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-7236-2006), pukat tarik cantrang
adalah alat penangkap ikan berkantong tanpa alat pembuka mulut pukat dengan
tali selambar yang pengoperasiannya di dasar perairan dengan cara melingkari
gerombolan ikan, penarikan dan pengangkatan pukat (hauling) dari atas kapal.
Alat tangkap ini termasuk ke dalam alat tangkap encircling gear.
Kapal cantrang di PPN Brondong terbagi menjadi dua yaitu: kapal cantrang
harian dan kapal cantrang mingguan. Pengoperasian kapal cantrang harian
(oneday fishing) memakan waktu ±12 jam, sedangkan kapal cantrang mingguan
sekitar 7-28 hari. Daerah penangkapan dari kapal cantrang di PPN Brondong
mencakup wilayah Pantai Utara Lamongan, Pulau Bawean, Pulau Kangean,
Masalembo, Matasiri, Banyuwangi dan sekitar Pulau Kalimantan. Kapal cantrang
memiliki 2-3 mesin pendorong kapal dan 1 mesin gardan. Nelayan yang bekerja
pada kapal cantrang berjumlah 2-15 orang tergantung ukuran kapal. Alat bantu
penunjang kegiatan operasi penangkapan ikan pada kapal adalah (a) gardan, (b)
dewi-dewi, (c) serok, (d) alat kemudi dan alat navigasi (GPS) (Lampiran 1).
Berdasarkan data statistik PPN Brondong 2011, hasil tangkapan yang didaratkan
kapal cantrang adalah ikan sawanggi/mata besar (Priacanthus tayemus), ikan
kurisi/kuningan (Upeneus vittatus), ikan kapasan (Gerres kapas), ikan ayam-ayam

7

(Aluterus scriptus) dan ikan beloso (Synodus sp). Gambar 3 menunjukkan ilustrasi
salah satu kapal cantrang di PPN Brondong.

Gambar 3 Kapal catrang di PPN Brondong
Kapal cantrang di PPN Brondong dikenal dengan istilah “ijon-ijon”.
Umumnya, kapal cantrang di sana memiliki desain yang relatif sama. Perbedaan
antara kapal satu dengan kapal yang lain biasanya terdapat pada jumlah palka dan
konstruksi linggi kapal (lancip dan tumpul). Kapal cantrang yang beroperasi di
PPN Brondong berbentuk transom dan berukuran ≤ 30 GT dengan panjang (LOA)
berkisar antara 9-18 meter, lebar (B) 4-8 meter dan dalam (D) 1-3,5 meter. Bahan
utama pembuatan kapal cantrang adalah kayu jati, selain itu dibutuhkan jenis kayu
lain untuk menunjang pembuatan kapal tersebut.
Bentuk badan kapal cantrang yang diteliti berbentuk “V” bottom pada
bagian haluan kapal, round flat bottom pada bagian midship kapal dan round
bottom pada bagian buritan kapal. Menurut Iskandar (1990), bentuk “V” pada
haluan kapal memungkinkan kapal untuk membelah air di depan kapal sehingga
kapal dapat melaju dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan,
bagian midship kapal dibuat berbentuk round flat bottom agar dapat
memaksimalkan hasil tangkapan yang diperoleh. Berdasarkan bentuk dari alat
tangkapnya, cantrang hampir menyerupai dengan alat tangkap payang, namun
memiliki ukuran yang lebih kecil (Leo 2010). Oleh karena itu, dilihat dari tampak
depan bentuk badan kapal cantrang di Brondong memiliki kesamaan dengan kapal
payang di daerah lain seperti Rembang dan Madura, hanya saja kapal cantrang di
Brondong berbentuk transom, sedangkan di daerah lain berbentuk double pointed.
Ilustrasi tampak samping dan atas kapal cantrang dapat dilihat pada general
arrangement (Gambar 4).

8

d
a

b

e

c
a
d

b

Keterangan:
a = Palka ikan
b = Mesin gardan
c = Mesin penggerak
d = rumah kemudi
e = alat kemudi

Gambar 4 General arrangement kapal cantrang (non skala)
Berdasarkan hasil pengukuran dimensi utama kapal, dapat diketahui bahwa
terdapat perbedaan dari nilai Cb, rasio dimensi L/B dan L/D pada kapal cantrang
yang diteliti dengan penelitian kapal lain sebelumnya. Koefisien bentuk (Cb)
kapal cantrang di PPN Brondong berkisar antara 0,7-0,78 berarti nilai Cb lebih
besar dari nilai Cb untuk kapal encircling gear di beberapa daerah di Indonesia
yang berkisar antara 0,35-0,65 (Iskandar dan Pujiati 1995). Artinya, kapal
cantrang di PPN Brondong memiliki tingkat kegemukan yang lebih besar daripada
kapal cantrang pada umumnya. Menurut Iskandar dan Pujiati (1995), alat tangkap
encircling gear di Indonesia umumnya memiliki rasio dimensi utama kapal (L/B,
B/D dan L/D) masing-masing sebesar 2,39-4,67; 1,67-3,18 dan 7,08-20,70;
sedangkan rasio dimensi utama kapal cantrang ini yaitu sekitar 1,8-2,57 (L/B);

9

B/D sebesar 2,2-4,18 dan 4,84-9,64 untuk rasio L/D. Hal tersebut menunjukkan
bahwa rasio dimensi utama pada sebagian kapal cantrang yang diteliti di PPN
Brondong tidak sama dengan kapal cantrang pada umumnya. Sebagian nilai rasio
L/B dan L/D yang dimiliki kapal cantrang lebih kecil dan sebagian nilai rasio B/D
kapal cantrang lebih besar daripada kapal cantrang pada umumnya. Artinya,
panjang kapal cantrang di PPN Brondong lebih kecil daripada panjang kapal
cantrang lainnya untuk lebar dan dalam yang sama. Selain itu, kapal cantrang
yang diteliti memiliki lebar kapal yang lebih besar untuk ukuran dalam kapal yang
sama.
Nilai L/B yang lebih kecil memberikan dampak negatif pada olah gerak
kapal. Saat beroperasi kapal akan melaju lebih lamban dari semestinya sebab
semakin kecil nilai L/B maka tahanan gerak yang dimiliki akan semakin besar.
Menurut Ayodhyoa (1972) dalam Lafi (2004), tahanan gerak kapal yang besar
menyebabkan kecepatan gerak kapal semakin berkurang. Oleh sebab itu, untuk
mengimbangi kegemukan badan kapal dibutuhkan daya mesin penggerak kapal
yang cukup besar agar kegiatan operasi penangkapan ikan dapat berhasil dengan
baik. Sebagian dari kapal cantrang memiliki kekuatan memanjang kapal yang
lebih baik daripada kapal lain, karena menurut Ayodhyoa (1972) dalam Lafi
(2004), semakin kecil nilai L/D suatu kapal maka kekuatan memanjang kapal
akan semakin baik. Artinya, kapal tidak mudah patah secara memanjang pada saat
beroperasi. Kapal cantrang tersebut memiliki stabilitas kapal yang cukup baik
sebab semakin besar nilai B/D maka stabilitas kapal akan semakin baik namun
kapal mengalami kesulitan pada saat berolah gerak.

Palka Kapal Cantrang

Fungsi Palka
Palka merupakan bagian dari kapal yang berfungsi untuk menyimpan hasil
tangkapan, perbekalan dan kebutuhan penunjang kegiatan penangkapan ikan
lainnya. Palka kapal cantrang di PPN Brondong terdiri dari palka peralatan, palka
perbekalan, palka ikan dan palka BBM. Palka peralatan berfungsi sebagai tempat
penyimpanan alat-alat yang dibutuhkan untuk kegiatan operasi penangkapan ikan
seperti tali selambar, jangkar, serok, basket, alat navigasi dan pelampung tanda.
Kebutuhan nelayan selama melaut seperti air minum, kompor, alat masak, jas
hujan dan bahan konsumsi lainnya disimpan ke dalam palka perbekalan.
Palka ikan berfungsi untuk menyimpan hasil tangkapan. Metode
penyimpanan ikan pada kapal cantrang dilakukan secara bulk (curah) yaitu ikan
disimpan ke dalam palka secara acak dan dicampur dengan es sebagai pendingin
ikan. Sebelum palka ikan ditutup, lapisan ikan paling atas ditutup dengan terpal
untuk memperlambat perpindahan panas. Sistem penyimpanan seperti itu
memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini yaitu daya
tampung hasil tangkapan lebih besar, waktu untuk menyimpan lebih cepat dan
tidak membutuhkan biaya yang lebih banyak. Sementara itu, kekurangannya
adalah hasil tangkapan lebih mudah rusak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

10

Ilyas (1983) bahwa masalah utama dari metode curah adalah sulitnya
membongkar ikan untuk didaratkan, penanganannya berlangsung lambat,
membutuhkan banyak tenaga dan memungkinkan ikan rusak akibat terkena serok.
Ilustrasi penyimpanan ikan dapat di lihat berdasarkan Gambar 5.

Gambar 5 Penyimpanan ikan dalam palka
Berdasarkan pengamatan di lapang, rata-rata kapal cantrang di PPN
Brondong memiliki 15 sampai 28 lubang palka, meliputi: palka peralatan (3-4
lubang), palka perbekalan (3-4 lubang), palka ikan (8-18 lubang) dan palka BBM
(1-2 lubang) seperti yang terlihat pada Gambar 4. Jumlah lubang palka yang
cukup banyak disebabkan oleh pembagian ruang dibawah dek pada kapal cantrang
ini berdasarkan ukuran dimensi kapal dan jumlah gading-gading kapal. Palka
dibuat di antara jarak gading-gading kapal satu dengan lainnya. Palka ikan terdiri
dari palka ikan utama dan palka ikan tambahan. Palka ikan tambahan juga
berfungsi sebagai tempat perbekalan seperti air tawar, balok es, buah-buahan dan
perbekalan lainnya. Tidak semua kapal cantrang memanfaatkan lubang palka yang
tersedia. Beberapa kapal cantrang ukuran ≤ 10 GT yang beroperasi one day
fishing biasanya menggunakan box atau tong untuk menyimpan hasil
tangkapannya. Hal tersebut dikarenakan agar mempermudah nelayan untuk
membongkar hasil tangkapan.
Penambahan lubang palka, tinggi palka ikan dan tinggi lambung kapal
merupakan salah satu cara yang dilakukan nelayan di PPN Brondong dalam
pengoptimalan kapal cantrang. Palka ikan dibuat menonjol dari dek kapal
sehingga daya tampung hasil tangkapan bisa bertambah. Penambahan lubang
palka biasanya dilakukan di bagian haluan kapal. Selain itu, pengalokasian lubang
palka dari tempat perbekalan menjadi tempat hasil tangkapan, kerap dilakukan
nelayan guna memaksimalkan daya tampung palka. Lubang palka yang digunakan
terletak di bagian kanan dan kiri dari lubang palka ikan utama. Hasil tangkapan
dimasukkan ke dalam lubang palka ikan utama dan ketika hasil tangkapan
melebihi kapasitas palka ikan utama baru hasil tangkapan dimasukkan ke dalam
lubang palka tersebut.

11

Palka yang dibuat menonjol dari dek kapal menyebabkan area kerja di atas
kapal cantrang semakin terbatas, dimana sebelumnya luas area di atas kapal
cantrang sudah dipenuhi dengan mesin gardan dan alat tangkap cantrang. Menurut
Sasmita (2013), aktifitas nelayan selama melakukan kegiatan operasi
penangkapan ikan dipengaruhi oleh luasan area kerja di atas kapal. Semakin
sempit luas area kerja maka ruang gerak nelayan akan semakin terbatas. Hal
tersebut bisa menimbulkan kemungkinan terjadinya kecelakan kerja seperti
tersandung atau keseleo, tergelincir, tertimpa benda, tersangkut, tertarik tali
selambar atau bahkan terpelanting ke laut. Kemungkinan kecelakaan yang terjadi
akibat palka yang menonjol dari dek kapal yaitu tersandung atau terseleo diselasela tutup palka. Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh beberapa nelayan
yaitu dengan cara menutup sela-sela antar tutup palka dengan kayu/gabus (dapat
dilepas) seperti yang tertera pada Lampiran 2. Namun, tidak semua nelayan
melakukan pencegahan seperti itu melainkan dengan cara membuat tutup antar
palka rapat/tidak ada sela.
Pembagian ruang di bawah dek dari kapal cantrang di PPN Brondong yaitu
palka ikan terletak di bagian midship kapal, ruang mesin di bagian buritan dan
ruang akomodasi di bagian haluan kapal. Rancangan kapal seperti itu sesuai
dengan salah satu teori Fyson (1980) mengenai rancangan khusus pembagian
ruang di bawah dek. Rancangan tersebut merupakan suatu pengaturan yang ideal
bagi kapal ditinjau dari aspek perubahan berat muatan kapal selama pemuatan.

Volume Palka
Volume palka merupakan hasil perkalian dari luas penampang melintang
dengan panjang ruang palka tersebut. Besar nilai volume palka pada tiap kapal
berbeda-beda. Volume palka cenderung meningkat seiring dengan ukuran kapal
yang semakin besar. Besar nilai volume palka secara keseluruhan di bawah dek
bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Volume palka di bawah dek kapal cantrang di PPN Brondong
No.

GT

Nama kapal

Vol palka (m3)

1.

≤ 10

A

20,27
20,27
23,95
25,96
28,05
29,69
28,58
34,60
30,03
28,69
46,88
52,04
61,08
46,28
51,57

Rata-rata

2.

B
C
D
E
F
G
H

11-20

Rata-rata
3.

I
J
K
L

21-30
Rata-rata

12

Berdasarkan Tabel 1, volume palka di bawah dek kapal ≤ 10 GT berkisar
15-20 m3, sedangkan kapal ukuran 11-20 GT berkisar 23-35 m3, dan kapal 21-30
GT berkisar 46-62 m3 sehingga, dapat dikatakan bahwa semakin besar kisaran GT
kapal maka semakin besar pula kisaran volume palka di bawah dek. Perbedaan
volume palka yang terjadi pada selang GT kapal yang sama, disebabkan karena
adanya perbedaan tinggi pada setiap palkanya (Gambar 2). Perbedaan tinggi ini
tergantung pada permintaan nelayan dan pembuat kapal, dimana biasanya
pembuatan kapal dilakukan tanpa adanya desain kapal. Komposisi dari volume
palka rata-rata dari kapal cantrang tiap selang GT ditampilkan ke dalam bentuk
diagram pie (Gambar 6-8). Nilai besaran komposisi masing-masing volume palka
di bawah dek tiap selang GT dapat dilihat pada Lampiran 3.

BBM
15,92%

peralatan
24,73%

perbekalan
20,37%

palka ikan
38,98%

Gambar 6 Diagram komposisi volume palka rata-rata kapal cantrang ukuran ≤ 10
GT

BBM
14,41%

palka ikan
36,7%

peralatan
32,23%

perbekala
n
16,66%

Gambar 7 Diagram komposisi volume palka rata-rata kapal cantrang ukuran 1120 GT

13

BBM
10,02%

palka ikan
41,07%

peralatan
30,58%
perbekala
n
18,33%

Gambar 8 Diagram komposisi volume palka rata-rata kapal cantrang ukuran 2130 GT
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa, dari ketiga selang
ukuran GT memiliki pembagian komposisi volume palka yang relatif sama,
dimana palka ikan merupakan prioritas utama dalam pembagian volume palka,
diikuti palka peralatan, palka perbekalan dan yang terakhir yaitu palka BBM.
Besar presentase komposisi volume palka masing-masing selang GT yaitu palka
ikan sebesar 38,98%; 36,7% dan 41,07%; palka peralatan sebesar 24,73%;
32,23% dan 30,58%; palka perbekalan sebesar 20,37%; 16,66% dan 18,33%; dan
palka BBM sebesar 15,92%; 14,41% dan 10,02%. Kapasitas yang dapat
ditampung oleh palka ikan di setiap lubang palka sebesar ±6 kwintal ikan (kapal ≤
10 GT), 1 ton ikan (kapal 11-20 GT), dan 2,5 ton ikan (kapal 21-30 GT). Menurut
nelayan dengan kapasitas masing-masing selang ukuran GT kapal seperti itu
sudah mampu menutupi biaya operasional kapal bahkan dapat mendapatkan
keuntungan ketika daya tampung kapal terisi secara maksimal.
Jika membandingkan antara ketiga selang ukuran GT kapal, presentase
terbesar dari palka peralatan dimiliki oleh kapal cantrang ukuran 11-20 GT,
sedangkan kapal ukuran ≤ 10 GT memiliki presentase volume terkecil. Namun,
kapal cantrang ukuran ≤ 10 GT memiliki presentase terbesar pada palka
perbekalan dan palka BBM. Presentase volume terkecil dari palka perbekalan dan
palka ikan adalah kapal ukuran 11-20 GT. Kapal cantrang ukuran 21-30 GT
memiliki presentase terbesar untuk palka ikan, namun memiliki presentase
terkecil untuk palka BBM. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa,
peningkatan ukuran GT kapal tidak dapat menggambarkan presentase komposisi
volume setiap fungsi akan semakin besar. Terbukti bahwa tidak semua presentase
komposisi palka yang terbesar dimiliki oleh kapal dengan ukuran GT terbesar
begitupun sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan belum ada suatu ketetapan/acuan
terhadap besaran volume palka berdasarkan ukuran GT kapal. Kapal dibuat sesuai
dengan kebiasaan dan keinginan dari si pembuat kapal tanpa mempertimbangkan
desain untuk pengoptimalan dari kapal tersebut.
Jika dilihat dari kecenderungan komposisi palka terdapat ketidaksesuaian
dari pembagian komposisi ruang untuk kebutuhan kapal selama melaut, seperti
kapal ukuran 21-30 GT yang memakan waktu dan jarak tempuh yang cukup lama
untuk melakukan sekali trip perjalanan memiliki besar presentase palka BBM

14

terkecil, sedangkan BBM yang dibutuhkan cukup banyak dibandingkan dengan
ukuran selang kapal yang lebih kecil. Sebaliknya, kapal ukuran ≤ 10 GT memiliki
presentase volume terbesar untuk palka perbekalan dan BBM, dimana kapal ini
tidak membutuhkan perbekalan maupun BBM yang banyak dibandingkan dengan
ukuran selang kapal yang lebih besar. Untuk itu diperlukan kajian lebih lanjut
mengenai kesesuaian volume palka dengan kebutuhan melaut dari tiap ukuran
kapal agar palka dapat efesien dalam penggunaannya.

Bentuk dan Konstruksi Palka
Umumnya bentuk palka akan menyesuaikan dengan bentuk badan kapal
ikan itu sendiri. Menurut Purbayanto et al. (2004), bentuk palka ikan secara
umum dibedakan menjadi dua, yaitu berbentuk ruang empat persegi dan
berbentuk mengikuti bentuk badan kapal di bagian dasar dan atau di sisi samping.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, bentuk palka pada kapal cantrang di
PPN Brondong yaitu mengikuti bentuk badan kapal di bagian sisi samping kapal,
seperti setengah kerucut terpancung dan prisma trapesium datar. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar palka memiliki alas dari susunan kayu yang
membuat palka berbentuk prisma trapesium datar mulai dari palka di bagian
midship hingga buritan. Bentuk palka dari kapal cantrang di PPN Brondong dapat
dikatakan cukup ideal karena sisi kanan kiri dari badan palka mengikuti bentuk
dari badan kapal cantrang itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari
Traung (1960), dimana bentuk palka yang ideal adalah rectangular prism atau
seperti prisma empat persegi panjang dimana sisi kanan dan kiri mengikuti bentuk
badan kapal. Hal tersebut dikarenakan ruang yang dimanfaatkan sebagai palka
akan lebih optimal ketika bentuk palka tersebut mengikuti badan kapal. Palka ikan
kapal cantrang terletak di bagian midship kapal yang terdiri dari palka utama dan
palka tambahan.
Konstruksi palka yang dibuat di antara jarak gading-gading satu dengan
lainnya membutuhkan sekat palka yang lebih banyak sehingga menghasilkan
jumlah palka yang lebih banyak. Hal tersebut memberikan pengaruh pada berat
kosong kapal, sehingga menyebabkan kapal cantrang lebih berat daripada kapal
lain seperti kapal cantrang di Rembang yang memiliki dimensi utama kapal sama
namun jumlah palka lebih sedikit. Kemampuan kapal untuk menampung hasil
tangkapan bisa jadi akan sedikit berkurang akibat berat kosong kapal yang cukup
besar. Kapal cantrang menjadi kurang efektif dilihat dari sekat palka yang
memakan ruang kapal cukup banyak sehingga ruang di bawah dek yang
digunakan untuk palka itu sendiri berkurang dibandingkan dengan kapal yang
memiliki sekat palka sedikit. Selain itu kapal dengan jumlah sekat palka yang
banyak membutuhkan biaya pembangunan kapal yang cukup besar. Bentuk dan
konstruksi dari palka ikan pada kapal cantrang (Gambar 9).

15

Keterangan:
a = Lunas
b = Tutup palka ikan utama
c = Tutup palka ikan samping
d = Kulit badan kapal
e = Palka ikan utama
f = Palka ikan samping
g = Lapisan palka ikan (kayu)
h = Lapisan palka ikan
(styrofoam)
I = Lapisan palka ikan
(semen+lem kayu)
j = Saluran air
k = Dinding sekat melintang palka

Sumber: hasil penelitian (non skala)
Gambar 9 Bentuk dan konstruksi setengah palka ikan tampak depan

Berdasarkan Gambar 9, dapat dilihat pada konstruksi palka ikan tidak
terdapat tonjolan gading-gading kapal. Hal tersebut dikarenakan sekat melintang
palka dilekatkan pada gading-gading kapal. Palka ikan kapal ini berinsulasi
dengan insulator yang digunakan yaitu styrofoam dan kayu. Menurut Clucas
(1981) kayu merupakan bahan insulasi yang baik tetapi hanya efektif sebagai
dinding palka sehingga perlu diisi dengan bahan insulasi lain antara dua lapis
dinding. Oleh karena itu, palka kapal ini ditambahkan dengan styrofoam di antara
dua lapis dinding palka dan dilapisi lagi dengan campuran lem kayu dengan
semen. Styrofoam atau polystyrene merupakan bahan yang memiliki konduktivitas
yang sangat rendah, ringan, tahan terhadap serangga, tidak mudah lapuk, tahan
terhadap asam encer dan alkali pekat, terbakar lambat, mudah dikeringkan dan
tidak tahan terhadap pelumas dan bensin (Clucas 1981).
Nelayan di PPN Brondong kurang mengetahui jenis insulator lain kecuali
styrofoam. Menurut Ilyas (1983), sifat-sifat yang harus dimiliki bahan insulator
yaitu konduktivitas termal rendah, densitas rendah, permeabilitas baik, tahan api,
tahan terhadap pembusukkan/tidak mudah lapuk, kekuatan kompresi baik serta
harga awal dan biaya pembuatan murah. Berdasarkan Ilyas (1983), polyurethane
merupakan salah satu bahan insulator yang paling baik dibandingkan dengan
bahan insulator lain yang digunakan (Tabel 2). Namun styrofoam memiliki
beberapa kelebihan yaitu ukuran tetap pada berbagai suhu/kondisi, mudah didapat
di daerah Brondong dan biaya pemasangan/perawatan lebih murah. Oleh karena
itu, styrofoam banyak digunakan nelayan di PPN Brondong.

16

Tabel 2 Sifat-sifat penting bahan insulator yang biasa digunakan
Sifat material insulator

Gabus

Foam glass

Densitas (kg/m3)
Konduktivitas termal
(kkal/jam/0C)
Permeabilitas
Kekuatan kompresi
(kg/m3)

100-150

145

Polystyrene
(styrofoam)
15-30

0,032

0,046

0,030

0,025

Cukup

Sempurna

Baik

Baik

5.000

30.000

2.000

3.000

Agak
tinggi
Jelek

Agak
tinggi
Sangat baik

Agak tinggi

Tinggi

jelek

Jelek

Biaya pasang
Keamanan terhadap api

Polyurethane
40

Sumber: Ilyas (1983)
Menurut hasil wawancara dengan nelayan Brondong, pada masa lalu palka
ikan di sana hanya berbentuk persegi panjang, tidak berinsulasi dan tidak
permanen atau bisa dibongkar pasang. Hal tersebut dimaksudkan untuk
mempermudah proses bongkar muat hasil tangkapan. Sekitar tahun 2000, para
pembuat kapal dan nelayan mulai mencoba menggunakan palka ikan berinsulasi,
palka dibuat permanen pada badan kapal dan ditambahkan dengan styrofoam dan
melapisi bagian dalam palka ikan dengan lapisan campuran semen dan lem kayu.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga kualitas hasil tangkapan dan umur palka
yang tergolong lebih awet.

Hubungan Volume Palka Ikan terhadap CUNO dan ton Displacement
Nilai Vfh/CUNO kapal cantrang
Perbandingan volume palka dengan CUNO kapal dapat digunakan dalam
menentukan ukuran minimum kapal pada tahap perencanaan pembuatan kapal,
selain itu perbandingan lain yang dapat digunakan adalah perbandingan dengan
ton displacement kapal (Fyson 1980). Perbandingan antara Vfh/CUNO
menunjukkan besar nilai komposisi sebagian ruang dari volume ruang persegi
empat di bawah dek yang digunakan sebagai palka sedangkan nilai V fh/Δ
menunjukkan besar nilai komposisi sebagian ruang dari seluruh berat ruang kapal
tertutup di bawah dek yang digunakan sebagai palka. Rasio antara volume palka
dengan besar displacement kapal diasumsikan tetap untuk setiap tipe dan ukuran
kapal tertentu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa untuk membuat kapal kita
dapat melihat perbandingan itu saja. Jika volume palka berbeda dengan nilai yang
ditetapkan dalam outline dan general requirement (kebutuhan umum), maka perlu
dilakukannya modifikasi dari panjang palka tersebut. Namun pendekatan seperti
ini hanya berlaku pada kapal kecil dengan besar CUNO kurang dari 250 m3 dan
akan lebih valid untuk kapal dengan bentuk badan kapal seperti kapal trawl yaitu
berbentuk round flat bottom/ “akatsuki” bottom. Berdasarkan data pada Lampiran
4, dapat dikatakan bahwa kapal cantrang di PPN Brondong dapat menggunakan
asumsi ini karena besar nilai CUNO kurang dari 250 m3. Nilai hasil perbandingan
volume ruang pada kapal cantrang di PPN Brondong disajikan pada Tabel 3.

17

Tabel 3 Nilai-nilai rasio volume palka ikan kapal cantrang di PPN Brondong
No GT
Nama kapal
Vfh (m3)
Vfh/CUNO (%) Vfh / Δ (%)
1.

2.

3.

≤ 10
A
Rata-rata
B
C
D
E
11-20
F
G
H
Rata-rata
I
J
21-30
K
L
Rata-rata

7,90
7,90

8,01
10,17
11,91
9,73
9,32
10,39
14,65
10,60

22,23
18,67
28,65
15,78
21,33

14,63
14,63
10,58
13,90
12,95
10,72
9,86
10,15
15,46
11,95
16,84
13,84
16,74
12,36
14,94

26,46
26,46
24,92
29,24
32,31
24,45
21,45
22,37
30,45
26,47
34,22
26,71
39,05
19,91
29,97

Berdasarkan Tabel 3, besar nilai volume palka ikan dipengaruhi oleh
dimensi palka dan jumlah palka di setiap ukuran kapal. Besar nilai V fh/CUNO
untuk kapal ukuran ≤ 10 GT yaitu 14,63%. Nilai Vfh/CUNO kapal ukuran 11-20
GT adalah 9-16%, sebagian besar kapal memiliki nilai rasio yang lebih kecil dari
nilai rasio kapal ukuran ≤ 10 GT. Sama halnya dengan kapal ukuran 21-30 GT,
sebagian kapal memiliki nilai rasio yang lebih kecil dari kapal ukuran ≤ 10 GT
maupun ukuran 11-20 GT yaitu berkisar antara 12-17%. Jika dilihat dari besar
nilai di setiap selang ukuran GT kapal, peningkatan ukuran GT kapal tidak seiring
dengan peningkatan nilai Vfh/CUNO, sama halnya dengan komposisi volume
palka pada bab sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihatkan pada grafik hubungan
Vfh/CUNO dari kapal trawl (Gambar 10).
Pada grafik terlihat bahwa, hubungan Vfh/CUNO kapal trawl (Fyson 1985)
merupakan grafik persamaan linear, dimana semakin besar CUNO kapal maka
volume ruang kapal di bawah dek yang dapat digunakan sebagai palka ikan akan
cenderung meningkat. Berbeda halnya dengan kapal cantrang yang diteliti, grafik
hubungan Vfh/CUNO tidak linear atau acak. Hal tersebut dikarenakan belum ada
suatu ketetapan/acuan tentang nilai Vfh/CUNO berdasarkan ukuran GT kapal,
serta pembuatan kapal cantrang yang diteliti ini masih tradisional dan belum
mengikuti prosedur yang semestinya yaitu mengacu pada nilai Vfh/CUNO agar
dimensi palka lebih optimal di setiap ukuran kapal.

Vfh (m3)

18

45

kapal traw (fyson, 1985)

40

linear median plus 10%

35

linear medianmin 10%

30

kapal cantrang A

25

Kapal Cantrang B

20

Kapal Cantrang C

15

Kapal Cantrang D

10

Kapal Cantrang E
Kapal Cantrang F

5

Kapal Cantrang G

0
25

75

125
175
CUNO (m3)

225

Kapal Cantrang H

Gambar 10 Grafik hubungan Vfh/CUNO pada kapal cantrang dengan kapal trawl
(Fyson 1985)

Ditinjau dari penelitian sebelumnya, Iskandar dan Mawardi (1997) dalam
Lafi (2004) di Pantai Utara Jawa didapatkan besar persentase Vfh/CUNO untuk
kapal dogol ukuran < 10 GT sebesar 7,64-7,79%, sehingga dapat dikatakan
pemanfataan ruang di bawah untuk palka ikan kapal cantrang ini lebih optimal
daripada kapal dogol dari penelitian sebelumnya. Hal tersebut juga bisa dilihat
dari Gambar 10, dimana grafik hubungan volume palka ikan dengan CUNO dari
sebagian kapal cantrang berada di atas grafik kapal trawl (Fyson 1985). Artinya,
sebagian kapal cantrang yang diteliti memiliki volume palka ikan yang lebih besar
daripada kapal trawl dengan nilai CUNO yang sama. Namun, sebagian kecil dari
kapal cantrang juga memiliki nilai volume palka ikan yang lebih kecil daripada
kapal trawl, dimana terdapat grafik Vfh/CUNO kapal cantrang terletak di bawah
grafik Vfh/CUNO kapal trawl.
Nilai Vfh/Δ kapal cantrang
Besar nilai Vfh/Δ yang didapat pada Tabel 3 untuk setiap selang GT kapal
cantrang adalah 26,46% (ukuran ≤ 10 GT); 21,45-32,31% (ukuran 11-20 GT) dan
19,91-39,05% (ukuran 21-30 GT). Nilai rasio setiap selang GT kapal relatif
bervariasi. Kapal cantrang ukuran 21-30 GT memiliki nilai Vfh/Δ rata-rata yang
lebih besar daripada selang GT kapal yang lain. Artinya, kapal cantrang ukuran
21-30 GT memiliki volume palka yang paling besar untuk berat kapal (Δ) yang
sama. Traung (1985) telah mempublikasikan beberapa jenis kapal dengan dimensi
tertentu beserta nilai Vfh/Δ (Tabel 4)

19

Tabel 4 Nilai Vfh/Δ
Rasio II ****
Vfh/Δ Kapal
Dimensions
(%) cantrang
Catcher boat 18.00/8.00x2.06x0.86
46
A
9/8,1 x 3,9 x 1,5
Catcher boat 16.00x3.4x1.6
46
B
10,97 x 4,2 x 1,8
Fishing boat 9.76/8.89x2.9x1.26
56
C
10,6 x 4,2 x 1,5
Fishing boat 12.8/11.7x3.96x1.96
23
D
10 x 4,4 x 2
Mothership
/10.85x4.37x2.09
44
E
10,5 x 4,4 1,8
Purse seiner 18.48/16.16x5.56x2.2
46,3
F
11,3 x 4,1 x 1,9
Shrimp trawler 9.76/8.58x2.9x1.27
50,8
G
11,25 x 4,7 x 1,8
Shrimp trawler 10,98/10,13 x 3,5 x 1,64
55
H
9,67 x 4,7 x 2
Stern trawler 18.00x2.06x0.86
53,8*
I
11 x 5 x 2,1
Stern trawler 20,516/14.85x4.7x2.5
84
J
12,26 x 5 x 2,1
11.63/10.71x3.66 x1.66
Trawler
56,5
K
12 x 6 x 2,3
13/12x3.8x1.75
Trawler
63
L
10,64 x 5,7 x 2
20.1/18.15x6.1x2.44
Trawler
38
25,9/23,2 x 6,86 x 3,73
Trawler
26
Trawler-Drifter 14.94/19.72x4.11x 1.92
49
Tuna longliner /19.85x4.50x1.89
56,8**
Tuna longliner /72.8x12.8x5.7
35,3*
Tuna longliner
64,6**
Type of vessel

Raiso I***
Dimensions

*Full load condition
** Light condition

Vfh/Δ
(%)
26,46
24,92
29,24
32,31
24,45
21,45
22,37
30,45
34,22
26,71
39,05
19,91

17,8*
69*

Sumber: ***Traung (1985); dan
****Data primer olah (2014)

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa, besar nilai Vfh/Δ (Traung 1985)
tergantung pada jenis dan dimensi dari kapal tersebut. Kapal dengan jenis yang
sama belum tentu memiliki nilai Vfh/Δ yang sama, selain itu semakin besar
dimensi suatu kapal belum menjamin nilai Vfh/Δ akan semakin besar juga.
Sebagai contoh kapal fishing boat, trawler dan tuna longliner, nilai Vfh/Δ yang
dimiliki semakin kecil ketika dimensi kapal semakin membesar. Hal tersebut
dikarenakan belum adanya ketetapan/aturan pasti mengenai hubungan nilai Vfh/Δ
dengan jenis kapal maupun dimensi kapal, sedangkan menurut Fyson (1985),
untuk menentukan ukuran utama dan jenis kapal dengan kesamaan dalam rencana
umum, material badan kapal, konstruksi, instalasi ruang mesin, kecepatan dan
ketahanan kapal, dapat dilihat dari nilai dari Vfh/CUNO atau Vfh/Δ yang sudah ada
sebelumnya. Selain itu yang bisa menyebabkan nilai Vfh/Δ berbeda yaitu
pembuatan kapal dilakukan di tempat yang berbeda atau pembuat kapal yang
berbeda. Oleh karena itu diperlukan penelitian seperti ini guna mengumpulkan
data sebagai acuan yang nantinya akan digunakan dalam pembuatan kapal baru.
Perbedaan nilai Vfh/Δ juga terjadi pada kapal cantrang yang diteliti, terlihat
bahwa besar nilai Vfh/Δ yang dihasilkan bervariasi dan tidak meningkat seiring
dengan peningkatan ukuran kapal. Jika membandingkan antara kapal cantrang
yang diteliti dengan kapal yang memiliki ukuran dimensi sama yaitu kapal Shrimp
trawler, maka kapal cantrang memiliki nilai Vfh/Δ lebih kecil. Artinya, dengan
ukuran dimensi kapal yang sama, kapal cantrang memiliki volume palka ikan

20

lebih kecil. Jika kapal cantrang dibandingkan dengan kapal lain yang memiliki
nilai Vfh/Δ sama, maka kapal cantrang hamper menyerupai nilai Vfh/Δ kapal
Trawler. Jenis kapal tersebut memiliki dimensi kapal yang jauh lebih besar Loa x
B x D yaitu 25,9 x 6,86 x 3,73. Artinya, dengan nilai rasio yang sama, kapal
cantrang hanya membutuhkan dimensi kapal cantrang yang lebih kecil. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kapal cantrang lebih optimal dalam pemanfaatan
ruang dek di bawah dek untuk palka dibandingkan kapal Trawler tersebut.
Di antara ketiga selang ukuran GT kapal yang diteliti yang memiliki nilai
rasio terbesar adalah kapal ukuran 21-30 GT. Kapal tersebut memiliki kedua nilai
rasio yang lebih besar daripada kedua selang ukuran kapal yang lain. Kapal yang
memiliki nilai rasio yang lebih besar menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan
ruang untuk palka yang lebih besar dan volume palka yang dimiliki lebih besar
daripada selang ukuran GT lain. Namun perlu ditinjau lagi apakah palka yang
bervolume palka besar sudah optimal apa tidak. Menurut Iskandar dan Mawardi
(1997), rasio volume palka ikan yang terlalu besar atau tidak sesuai dengan
CUNO kapal dapat menyebabkan pembagian ruang kapal tidak efisien secara
teknis karena dapat mengganggu kecepatan dan stabilitas kapal akibat beban muat
yang berlebihan. Sebaliknya volume palka ikan yang terlalu kecil juga kurang
efisien secara ekonomi, karena daya tampung yang dihasilkan oleh kapal sedikit
dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu diperlukan
pengecekan terhadap perencanaan pembuatan kapal yang lebih sesuai.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1

2

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
Palka berbentuk setengah kerucut terpancung di bagian haluan dan prisma
trapesium datar dibagian midship hingga buritan. Palka ikan kapal ini
berinsulasi dengan insulator yaitu styrofoam dan kayu serta dilapisi dengan
campuran lem kayu dan semen; dan
Nilai rasio Vfh/CUNO untuk kapal cantrang ukuran ≤10 GT yaitu 14,63%.
Rasio Vfh/CUNO kapal ukuran 11-20 GT adalah 9-16% sedangkan 12-17%
ukuran 21-30 GT. Perbandingan nilai rasio V fh/Δ untuk setiap selang GT kapal
yaitu 26,46% (ukuran ≤10 GT); 21,45-32,31% (ukuran 11-20 GT); dan 19,9139,05% (ukuran 21-30 GT).

21

Saran

1

2

Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai besar volume palka kapal yang
optimal pada setiap GT kapal atau ukuran dimensi utama kapal cantrang di
PPN Brondong; dan
Penelitian ini bisa dilakukan pada jenis kapal lain guna mengetahui rasio
Vfh/CUNO dan Vfh/Δ dan bisa dijadikan referensi dalam setiap pembuatan
kapal baru.

DAFTAR PUSTAKA

[DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2009. Laporan Kegiatan
Pemantauan Produktivitas Alat Tangkap Tahun 2008. Lamongan (ID): 103.
Bungin B. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta (ID): Kencana. 356.
Clucas JI. 1981. An Introduction to Fish Handling and Processing. London (GB):
Tropical Product Institude.
Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. London (GB): Fishing News
(Books) Ltd.
Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid I. Jakarta (ID): CV
Paripurna. 136.
Iskandar BH. 1990. Studi Tentang Desain dan Konstruksi Kapal Gillne