Efisiensi teknis penggunaan bahan Polyurethane sebagai insulasi palka kapal ikan

(1)

EFISIENSI TEKNIS PENGGUNAAN BAHAN

POLYURETHANE

SEBAGAI INSULASI

PALKA KAPAL IKAN

WILMA AMIRUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa desertasi yang berjudul Efisiensi Penggunaan Bahan Polyurethane sebagai Insulasi Palka Kapal Ikan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi atau lembaga mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir desertasi ini.

Bogor , 26 Januari 2012

Wilma Amiruddin NRP C461060081


(4)

ABSTRACT

WILMA AMIRUDDIN, 2012. Applying Of Insulated Polyurethane At Fish Hold Of Fishing Boats. Under direction of BUDHI HASCARYO ISKANDAR, BAMBANG MURDIYANTO, and MULYONO S. BASKORO.

The use of polyurethane insulation in fish hold o fishing boats will provide a good ability in preserving the fish that saved if the use of insulation meets the technical criteria. One of the technical criteria is the density of the insulation material (ρ). Object observation in this study are two traditional fishing boats located in the UD. Karyamina Putra shipyard in Batang, Central Java Province. The observations show for two ships with a total of 20 hatch, there is a 70% hatch space that has insulation in accordance with criteria or standards of good quality

insulation. Average density of insulation calculation results showed ρ = 30.92

kg/m3. There are several factors that influence the rate of heat penetration (q), among others, the value of thermal conductivity material (k) and an insulated storages or containers surface area (A). The results of the analysis show that the

effective density of the polyurethane in the range ρ = 30-35 kg / m 3 with an

efficiency η = ± 0.7 and correction factors fk = ± 0.89. While the value of the

surface area A is a function of the shape of storages. Changes in the shape of storages efficiency is expressed as a percentage change in shape of a cube-shaped space into a space beam. Using a process of iteration the size of storages, fb values obtained as a correction factor to the surface area A. For a rectangular storage with three different sides, the value of fb max = 1.167 for iterations to 100, while for a rectangular storages with two sides of equal value for fb max = 1.417 iterations to 50. The fb value influence on the heat rate q. Based on the both of correction factor is obtained heat rate corrected value q '= q x fk x fb. The shape and size of fish hold can provide an important role in the approximate for preliminary design. The benefits of this approximate is the thermal efficiency of the cooling process can be estimated in the range of values according to technical criteria comparison of the main dimension of the ship.


(5)

RINGKASAN

WILMA AMIRUDDIN, 2011. Efisiensi Teknis Penggunaan Bahan Polyurethane Sebagai Insulasi Palka Kapal Ikan. Dibimbing oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR, BAMBANG MURDIYANTO, dan MULYONO S. BASKORO.

Penggunaan material insulasi polyurethane dan pada palka kapal ikan tradisional Kab. Batang kurang efesien. Hal tersebut berpengaruh pada mutu ikan dan biaya operasional. Penggunaan material insulasi polyurethane oleh nelayan pengrajin kapal yang tidak terukur pada standar tertentu, maka penting untuk diketahui seberapa efektif dan efisien penggunaan material tersebut. Selain penggunaan material insulasi tersebut, penentuan bentuk ruang palka dengan banyak ruang dan sekat berdampak pada rasio cubic number atau rasio perbandingan ukuran panjang palka terhadap panjang seluruh dari kapal, relativ cukup besar. Hal ini akan menimbulkan biaya investasi yang cukup besar, karena biaya pembuatan kapal secara signifikan tergantung pada ukuran panjang kapalnya.

Penelitian ini bertujuan : 1) menentukan efisiensi penggunaan material insulasi polyurethane karena perubahan densitas dan efisiensi luas permukaan karena perubahan bentuk ruang dari peti atau palka, 2) melihat pengaruh efisiensi yang dimaksud terhadap metode pendekatan dalam prencanaan awal kapal.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian tentang efisiensi insulasi karena perubahan densitas, dilaksanakan dengan menguji perubahan nilai laju panas (Δq)

sebagai akibat perubahan densitas material (Δρ) dan menetapkan faktor koreksinya akibat perubahan tersebut (fk). Densitas terukur yang ditinjau ρ = 30,

35, 40, 45, 50 kg/m3. Uji signifikansi RAL Faktorial dilakukan dengan menggunakan SPSS 15. Sebagai pembanding analisis hasil pengukuran dari laboratorium, analisis serupa dapat dilakukan dengan cara komputasi dinamika fluida, menggunakan program CFD LISA 76. Efisiensi karena perubahan bentuk (fb) dapat ditentukan melalui iterasi numerik dari matrik dasar ukuran ruang kubus (1 x 1 x 1) : a(n+1) x a x X = 1, dan X = 1/a2

Perubahan efisiensi termal akibat perubahan bentuk ruang palka dipertimbangkan dalam penentuan ukuran utama kapal. Hubungan parameter desain yang di analisis : karakteristik muatan, perbandingan ukuran utama palka dan kapal, model estimasi rasio cubic number (CUNO). Hubungan parameter tersebut akan diproses untuk mendapatkan suatu model pendekatan baru dalam prencanaan awal kapal. Proses analisis akan dibantu dengan menggunakan program DELFSHIP.

(n+1), di mana : a = 1, dan n = 0,01, 0,02, 0,03, ... n max = 1. Iterasi dilakukan dengan bantuan spreedsheet exel 2003. Hasil iterasi digunakan untuk membentuk persamaan yang berhubungan dengan parameter luas permukaan (A), volume (V) dan jumlah massa (M) larutan polyurethane.

Hasil observasi tahun 2009 di Kabupaten Batang Propinsi Jawa Tengah untuk dua kapal dengan total 20 lobang palka, menunjukkan nilai densitas berkisar

ρ = 28 – 35 kg/m3. Nilai densitas ini menunjukkan pada beberapa kondisi lebih besar dari pada nilai densitas hasil pengukuran pada tahun sebelumnya, dan telah


(6)

faktor yang berpengaruh terhadap laju penetrasi panas (q), antara lain nilai konduktivitas termal bahan (k) dan luas permukaan ruang yang diinsulasi (A). Terkait dengan nilai k, efisiensi penggunaan insulasi polyurethane dapat dinyatakan sebagai perbandingan nilai setelah terjadi perubahan nilai q akibat perubahan nilai densitasnya. Hasil pengujian menunjukkan perbandingan antara kenaikan laju panas terhadap kenaikan densitas, tidak signifikan. Densitas

material yang relatif efektif adalah ρ = 30 – 35 kg/m3 dengan efisiensi η = ± 0,7 dan faktor koreksi fk = ± 0,89. Sedangkan nilai luas permukaan A merupakan fungsi dari bentuk ruang. Efisiensi perubahan bentuk ruang dinyatakan sebagai prosentase perubahan bentuk dari ruang berbentuk kubus menjadi bentuk balok. Melalui proses iterasi ukuran kotak atau ruang diperoleh nilai fb sebagai faktor koreksi dengan ukuran matrik ruangnya. Untuk kotak persegi panjang dengan tiga sisi berbeda, nilai fb max = 1.167 untuk iterasi ke 100, sedangkan untuk kotak persegi panjang dengan dua sisi sama nilai fb max = 1.417 untuk iterasi ke 50. Nilai fb palka terkait dengan dimensi utama kapal berada pada kisaran B/H = 1,6 -1,8. Nilai fb yang kecil menyatakan nilai laju panas q yang lebih kecil, ini berlaku untuk nilai B/H = 1,6 dengan fb = 1,075. Nilai fb tersebut harus dikoreksi dengan koefisien midship (Cm) untuk kriteria kapal ikan. Koreksi ini perlu dilakukan karena umumnya secara geometris badan kapal memiliki bentuk lengkung di bagian bawah atau bagian yang berada di bawah garis air. Berdasarkan kedua faktor koreksi tersebut diperoleh nilai laju panas terkoreksi q’= q x fk x fb. Bentuk dan ukuran palka ikan dapat memberikan peran penting dalam pendekatan awal perencanaan kapal.. Manfaat dari pendekatan ini adalah efisiensi termal dari proses pendinginan dapat diperkirakan pada rentang nilai yang ditetapkan oleh kriteria teknis perbandingan ukuran utama kapal.

Kata-kata Kunci : insulasi polyurethane, efisiensi, palka kapal ikan


(7)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(8)

EFISIENSI TEKNIS PENGGUNAAN BAHAN

POLYURETHANE

SEBAGAI INSULASI

PALKA KAPAL IKAN

WILMA AMIRUDDIN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(9)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si 2. Dr. Ir. Joko Santoso, M.Sc

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Bustami Mahyudin, M.M 2. Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc


(10)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Desertasi : Efisiensi Teknis Penggunaan Bahan Polyurethane Sebagai Insulasi Palka Kapal Ikan

Nama Mahasiswa : Wilma Amiruddin

NRP : C461060081

Program Studi : Teknologi Kelautan (TKL)

Disetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si

Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M.Sc

Anggota Anggota

Prof. Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Kelautan

Prof. Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Dr. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jombang Jawa Timur pada Tanggal 8 Mei 1968 dari orang tua bernama Baharuddin DS.SH dan Maimunah, MS. Penulis adalah putra pertama dari enam bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Perkapalan Universitas Pattimura Ambon dan lulus tahun 1996. Sebelum lulus, pada tahun 1995 penulis telah aktif bekerja di konsultan perencanaan kapal CV. Bahari Konstuksi hingga Tahun 1997. Pada tahun yang sama, penulis memutuskan untuk pindah dan bekerja pada PT. Korando Intermarine Engineering Batam, sebuah perusahaan berasal dari Korea yang bergerak dalam bidang konstruksi. Pada tahun 1998, penulis mencoba meniti karir di dunia pendidikan dengan mendaftar sebagai tenaga dosen pada Universitas Diponegoro Semarang. Atas berkah dan karunia Allah SWT, penulis tetap konsisten bekerja di lembaga pendidikan tersebut hingga sekarang. Pada tahun 2001 penulis bermaksud menambah wawasan pengetahuan dengan mengikuti pendidikan pada Program Magister Teknologi Kelautan pada Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) dan menyelesaikannya pada tahun 2003. Pada tahun 2006, penulis mendapat kesempatan lagi untuk memperluas cakrawala keilmuan dengan menempuh studi lanjut jenjang doktoral pada Sekolah Pascasarjana IPB.


(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan desertasi dengan judul “ Efisiensi Teknis Penggunaan Bahan Insulasi Polyurethane sebagai Insulasi Palka Kapal Ikan” ini dengan baik.

Polyurethane adalah material insulasi yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan material insulasi yang lain. Namun demikian, penerapan material insulasi tersebut oleh pengerajin kapal tradisional menunjukkan perlakuan dan hasil yang kurang efisien. Terhadap masalah tersebut, penulis mencoba melakukan suatu kajian guna mendapatkan pemecahan dan menuangkannya dalam bentuk disertasi.

Pada jenjang terakhir penyelesaian desertasi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, M.Si, Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M.Sc, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc, atas kesediaanya membimbing penulis. Penulis sampaikan terima kasih pula kepada Bapak Dr. Ir.Mohammad Imron, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, M.Sc, selaku penguji pada ujian tertutup, serta Bapak Dr. Ir. Bustami Mahyudin, M.M dan Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc, selaku penguji pada ujian terbuka, yang telah memberikan masukan demi penyempurnaan desertasi ini.

Atas bantuan dan dukungan terhadap pelaksanaan studi, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada : F. Teknik UNDIP, Lab. PSP UNDIP, dan secara khusus Indradi Setiyanto, S.St M.Si. Penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada Orang Tua dan segenap keluarga atas dukungan dan doanya. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsih dan tidak sempat disebut satu per satu. Penulis menyadari bahwa penulisan desertasi ini masih memiliki banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun penulis harapkan demi penyempurnaan desertasi ini. Harapan penulis semoga desertasi ini dapat memberi manfaat.

Bogor, Januari 2012 Wilma Amiruddin


(13)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL………..…………

DAFTAR GAMBAR………..……... DAFTAR ISTILAH ... 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah………...…….. 1.2 Perumusan Masalah ………..………...……….. 1.3 Kerangka Pemikiran ...………..………. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 1.5 Batasan Penelitian …………..…………...……… 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Efisiensi………...………. 2.2 Bahan Insulasi………..……….. 2.3 Beban Penerimaan panas……….………...……… 2.4 Jumlah Kebutuhan Es ...………...… 2.5 Panas Laten Es………...……. 2.6 Hubungan Densitas Dengan Ketebalan………...……

2.6.1 Densitas insulasi polyurethane………..………... 2.6.2 Ketebalan insulasi optimum………..……... 2.7 Telaah Hasil Penelitian

2.7.1 Ukuran palka ikan dan jumlah larutan PUR ..………...… 2.7.2 Konduktivitas termal busa polyurethane ………...…… 2.7.3 Optimasi ketebalan insulasi (polystyrene) .………...…… 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bagan Alir Tahapan Penelitian ...……… 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ...………...…... 3.3 Jenis dan Sumber Data ..………...………. 3.4 Teknik Pengambilan Sampel ..………...… 3.5 Metode Analisis ...……….…...…. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil observasi penerapan insulasi palka ....………... 4.1.2 Hasil pengukuran laboratorium kecepatan pencairan es ... 4.1.3 Uji signifikansi pengaruh densitas material ...……...….. 4.1.4 Hasil perhitungan laju panas dengan CFD LISA 76..…... 4.1.5 Efisiensi penggunaan material polyurethane ... 4.1.6 Hasil iterasi numerik geometri ruang ... 4.2 Pembahasan

4.2.1 Proses pembuatan insulasi ...……….…... 4.2.2 Evaluasi nilai densitas polyurethane ... 4.2.3 Hambatan dalam aplikasi teknologi di lapangan ... 4.2.4 Pengaruh densitas terhadap laju panas (q) ...

xiii xiv xv 1 8 8 10 11 13 13 15 16 16 16 17 17 18 19 20 22 23 23 23 25 28 29 30 31 31 34 35 36 38 40 42


(14)

4.2.5 Pengaruh faktor bentuk terhadap laju panas (q) ... 4.2.6 Aplikasi faktor bentuk dalam rumus ... 4.2.7 Kontribusi nilai faktor koreksi (fk) dan faktor bentuk (fb) ... 4.2.8 Perbandingan daya simpan ruang muat ……….... 4.2.9 Pengaruh efisiensi palka terhadap perencanaan awal kapal ... 4.2.10 Tinjauan termodinamika ………. 4.2.11 Tinjauan desain kapal ... 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran ... DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

45 47 48 49 52 55 57 60 61


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Beberapa sifat yang diinginkan dimiliki oleh insulasi ..……... 2 Nilai densitas dan konduktivitas termal insulasi polyurethane pada

suhu 20 – 25 o

3 Data hasil pengukuran kapal ikan ... C ...………...

4 Rangkuman data eksperimen untuk ke enam sampel pada temperatur 286 K ... 5 Kebutuhan data, jenis data, dan sumber data ... 6 Perhitungan densitas insulasi polyurethane pada Kapal 1 ... 7 Perhitungan densitas insulasi polyurethane pada Kapal 2 ... 8 Rata-rata jumlah es mencair dalam kotak berinsulasi polyurethane

dengan densitas material berbeda.... ... 9 Kecepatan pencairan es (q kkal/jam) ... 10 Hasil perhitungan numerik laju panas dengan CFD LISA 76 ... 11 Perbandingan hasil pengujian kecepatan penetrasi panas (q) ... 12 Efisiensi laju panas q, PU pada ρ = 30 – 35 kg/m3

13 Contoh perhitungan tentang daya simpan palka terkait dengan volume /luas permukaan ruang palka ... ...

14 Pengukuran sifat busa polyurethane berdasarkan kecepatan

pengadukan yang berbeda ... 15 Perbandingan daya tahan panas pada peti kayu dan peti polyurethane 16 Perbandingan daya tahan panas pada palka kayu dan palka

Polyurethane ... 17 Koefisien bentuk kapal ikan ... 18 Contoh konsep penetuan ukuran kapal melalui pendekatan prosentase panjang kapal (Lfh/Lshp) ... 19 Daftar karakteristik kapal ikan ...

13 17 18 19 23 29 29 31 31 32 33 35 40 43 52 52 54 55 57


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Penampang melintang struktur spesimen ….…...………...

2 Konstruksi palka ikan dengan banyak sekat yang membagi ruang-ruang palka bervolume relativ kecil ... 3 Klasifikasi material insulasi dan perkembangannya ...…. 4 Bagan alir kerangka pemikiran. ...…. 5 Perbandingan ketebalan dari beberapa tipe insulasi untuk gudang

dingin dan gudang beku yang beroperasi dilinngkungan temperatur udara rata-rata 20oC, 30oC dan 40o

6 Bagan alir tahapan penelitian ... C ...

7 Pengujian di Laboratorium kecepatan pencairan es di dalam kotak dengan dinding insulasi polyurethane yang memiliki kerapatan material yang berbeda ... 8 Kecepatan penetrasi panas q dari hasil pengukuran dan analisis CFD

LISA 76 ... 9 Tampilan hasil post processor Pengukuran q untuk Densitas Insulasi

polyurethane : a) ρ = 30 kg/m3, b) ρ = 35 kg/m3

10 Perubahan bentuk kotak kubus ke kotak persegi panjang dengan volume tetap ...………...……….…

...

11 Busa polyurethane keluar dari celah-celah dinding karena adanya tekanan saat proses pengembangan ... 12 Palka ikan berinsulasi ... 13 Gambar (c) dan (d) menunjukkan perbedaan body plan dari ke dua

bentuk kapal yang dimaksud karena perbedaan B/D...

2 3 5 10

18 22 24 32 34 36 37 39

53


(17)

DAFTAR ISTILAH

Computational fluid dynamic (CFD) : Perhitungan persoalan dinamika fluida dengan cara komputasi komputer.

Cubic number (CUNO) : Satuan yang digunakan untuk memperkirakan kebutuhan ruang muat untuk suatu jenis muatan.

Coeficient Midship (Cm) : Satuan yang menyatakan perbandingan antara luas penampang tengah kapal terhadap luas perseginya [Cm = Am / (B x D)].

Data boundary conditions : Data berupa nilai batas yang dibutuhkan untuk keperluan iterasi.

Data initial conditions : Data awal yang dibutuhkan untuk keperluan iterasi.

Densitas : Rapat massa atau kerapatan material, adalah satuan yang menyatakan perbandingan antara massa atau berat benda terhadap volumenya.

Insulasi : Material pelapis dinding ruangan yang berfungsi menjaga perbedaan temperatur ruang di mana ruangan mendapatkan perlakuan pengkodisian suhu.

Konduktivitas termal : Kemampuan suatu bahan atau material dalam merambatkan panas.

Polyurethane : Busa polimer yang terdiri atas larutan polyol dan isocyanurate. Larutan ini akan mengembang berbentuk busa setelah mengalami proses pencampuran, pengadukan dan penuangan ke dalam cetakan dinding insulasi. Busa akan mengeras beberapa saat setelah proses pengembangan berhenti.

Stowage Rate : Faktor muat yang besarnya tergantung dari jenis muatannya.


(18)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pada pengoperasian kapal ikan sebagai sarana untuk menangkap ikan, kondisi kapal yang dikehendaki tidak hanya semata-mata layak dalam sisi keselamatan kapal saat beroperasi, tetapi sistem pemuatan oleh kapal harus dapat menjamin tentang kebutuhan sistem penyimpanan yang baik bagi muatan yang diangkut. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan desain konstruksi palka kapal ikan tradisonal. Pertama tentang penggunaan insulasi palkanya berkaitan dengan sistem pendinginan atau pembekuan ikan, dan kedua berkaitan dengan penggunaan atau tata ruang dari palka yang berpengaruh terhadap rasio volume palka dengan displasemen kapalnya. Kedua faktor tersebut berkaitan dengan efisiensi dan karakteristik bentuk kapal secara umum.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga agar ikan tetap dalam kondisi segar, adalah pengawetan dengan sistem pendinginan. Sistem pendinginan pada palka kapal ikan tradisional umumnya dilakukan dengan mengunakan es atau air yang didinginkan tanpa menggunakan mesin refrigerasi. Pada sistem pendinginan tersebut, lama penyimpanan dalam palka akan ditentukan antara lain oleh kualitas insulasinya. Pada kenyataannya diperoleh fakta bahwa penggunaan insulasi polyurethane oleh nelayan tidak efektif. Hal ini terindikasi dari es yang relatif cepat mencair dalam palka. Kemampuan insulasi yang kurang baik dalam menahan penetrasi panas dari luar, antara lain disebabkan karena rapat massa (densitas, ρ) dari material dinding insulasinya berada dibawah standar yang ditetapkan. Menurut Dellino (1997), insulasi yang baik harus memiliki kerapatan material ρ > 30 kg/m3. Menurut Setiyanto (2004), dalam penelitiannya tentang Studi Pembuatan Palka Ikan Berinsulasi Polyurethane, menunjukkan bahwa seluruh sampel insulasi polyurethane yang diambil memiliki nilai di bawah standar, yaitu rata-rata ρ = 28,2 kg/m3.

Berdasarkan hasil penelitian Setiyanto (2004), beberapa kapal yang berlabuh di TPI di Daerah Pekalongan, ikan dalam palka mengalami proses rigor mortis dalam 10 hari dari 20 hari operasi yang direncanakan. Untuk mengatasi hal tersebut dalam praktek di lapangan, oleh sebagian kecil pengrajin kapal tradisional dilakukan upaya proses pemadatan materi polyurethane sebagai bahan isolasi


(19)

dengan cara menekan sedemikian rupa busa polyurethane saat proses pengembangan sedang berlangsung. Perlakuan tersebut tidak terukur pada standar tertentu, demikian pula terhadap daya simpannya.

Perbedaan nilai kerapatan material polyurethane untuk insulasi polyurethane, antara yang memenuhi standart dengan yang berada di bawah standar dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar tersebut menunjukkan perbedaan secara visual penampang struktur spesimennya. Perbedaan kerapatan tersebut menyebabkan perbedaan pada nilai konduktivitas termalnya (sifat isolator). Material insulasi dengan nilai densitas yang tinggi akan memiliki sifat isolator yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena kandungan gas clorofluoromethane pada struktur material lebih bersifat isolator dibandingkan dengan media udara, namun pemadatan material polyurethane secara tidak terukur oleh nelayan juga berakibat pemborosan. Persoalan penyimpanan komoditi ikan yang tidak efisen tersebut menjadi sangat penting artinya, mengingat jumlah pengguna kapal-kapal di bawah 30 GT yang akan menggunakan teknologi serupa, jumlahnya cukup besar. Berdasarkan data terolah SPTI (2008), jumlah kapal tersebut mencapai 80 % dari jumlah total kapal yang ada di Indonesia. Dengan demikian untuk mencari solusi yang tepat atas persoalan di atas menjadi sangat penting, baik untuk peningkatan pendapatan nelayan secara khusus maupun pendapatan daerah secara umum.

(a) PUR 40 kg/m3 (b) PUR 25 kg/m3

Gambar 1 Penampang melintang struktur spesimen dengan densitas berbeda.

Hasil survey pada galangan rakyat UD. Karyamina Putra menunjukkan fakta bahwa pada umumnya konstruksi palka pada kapal ikan dibuat sekat-sekat yang membagi ruang palka menjadi ruang-ruang bervolume kecil. Untuk kapal-kapal berukuran ± 30 GT, ruang palka umumnya dibagi menjadi 10 ruang secara


(20)

simetris pada arah diametral kapal, atau terbagi menjadi 5 bagian pada sisi arah memanjang kapal dengan sekat pembagi pada bagian tengahnya. Tampilan konstruksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Data kapal secara lengkap disampaikan pada bab 4. Data serupa ditunjukkan oleh Setiyanto (2004).

Gambar 2 Konstruksi palka ikan dengan banyak sekat.

1.1.1 Sistem pengawetan produk perikanan

Usaha mempertahankan mutu ikan agar ikan tetap layak dikonsumsi dapat dilakukan melalui beberapa cara pengawetan dan pengolahan, tergantung pada kebutuhan konsumen dan keadaan pelaku industri perikanan. Berdasarkan cara pengawetan dan pengolahan yang beragam ini, ikan akan memiliki cita rasa dan pangsa pasar tersendiri, misalnya ikan segar, ikan asin, ikan hasil asapan, ikan sarden dan sebagainya. Cara pengawetan atau pengolahan ikan tersebut dapat berupa proses-proses : pendinginan (chilling), pembekuan (freezing), pengalengan (canning), penggaraman (salting), pengeringan (drying)), pengasaman (pickling atau marinading), pengasapan (smoking), olahan khusus dan olahan samping (Murniyati 2000).

Pada umumnya konsumen produk perikanan menginginkan ikan yang akan dikonsumsinya berada dalam kondisi segar (mutu terbaik). Kondisi tersebut adalah kondisi di mana ikan dapat diterima dengan nilai jual yang baik oleh pasar. Untuk memenuhi kondisi tersebut maka perlakuan terhadap ikan saat ditangkap, penanganan di kapal hingga sampai ke konsumen atau tempat pengolahan


(21)

terakhir, harus diperhatikan. Salah satu perlakuan yang wajib diterapkan untuk menjaga mutu ikan tersebut adalah penerapan sistem rantai dingin (cold chain system). Penerapan sistem rantai dingin di sini adalah suatu upaya menjaga suhu tubuh ikan selama dalam proses transportasi tersebut agar selalu dalam keadaan dingin atau diselimuti oleh es. Selama proses pendinginan ini, perkembangbiakan bakteri pembusuk dapat ditekan sehingga mutu ikan tetap dalam keadaan baik. Penerapan sistem rantai dingin ini dikenal sebagai sistem pengawetan dengan cara refrigerasi. Sistem pengawetan ini mencakup sistem refrigerasi dengan pendinginan dan sistem refrigerasi melalui proses pembekuan. Sistem pengawetan tersebut disampaikan pada Lampiran 1dan 2.

Teknik refrigerasi yang umum digunakan oleh kapal-kapal ikan tradisional adalah teknik pendinginan dengan es atau air yang didinginkan tanpa menggunakan mesin refrigerasi, sehingga kemampuan penyimpanan dalam palka akan ditentukan terutama oleh kualitas dinding insulasinya. Sebagai bahan insulasi palka ikan, kualitas dinding insulasi yang terutama diharapkan adalah kemampuannya menahan penetrasi panas dari luar, yang dalam hal ini ditentukan oleh sifat konduktivitas termal dari material tersebut. Pada dinding palka yang tidak dilapisi dengan bahan insulasi, untuk mempertahankan agar suhu ruang palka tetap dingin harus selalu dilakukan penambahan es. Menurut Sjahrun (1988), hal yang perlu diperhatikan dari penggunaan metode pendinginan adalah bahwa suhu pendinginan dalam ruang ikan memiliki limit tertentu, sehingga ketika suhu ruangan mulai naik harus segera dilakukan penambahan es.

Kualitas material insulasi dinding palka ikan ditentukan oleh sifat-sifat fisik dan kimianya. Termasuk ke dalam sifat-sifat fisik yang dimaksudkan di sini adalah yang ditentukan oleh densitas materialnya, yaitu kekuatan mekanisnya, kemampuannya meredam panas, menyerap bunyi, dan sebagainya. Di dalam perkembangannya tuntutan terhadap kualitas material insulasi juga mencakup tentang isu lingkungan dan dampaknya serta faktor kesehatan. Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah faktor ekonomi dan kemudahan dalam mengaplikasikan teknologi insulasi dinding palka ikan tersebut di lapangan. Sejarah perkembangan tentang material insulasi tidak terlepas dari semua tuntutan


(22)

terhadap adanya penemuan penemuan bahan yang memiliki sifat atau kriteria yang baik yang sesuai untuk perkembangan sistem pendinginan.

1.1.2 Klasifikasi material insulasi dan perkembangannya

Material insulasi dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat kimia dan sifat-sifat fisik strukturnya. Sifat-sifat kimia antara lain, ketahanan terhadap bahan kimia, pelumas dan pelarut, sedangkan kriteria untuk kalsifikasi berdasarkan sifat fisik antara lain, sifat mekanisnya, konduktivitas termal, ketahanan terhadap api dan sebagainya. Selain klasifikasi secara umum tersebut, penggunaannya secara luas dapat dikelompokkan sebagaimana tercantum dalam Gambar 3.

Gambar 3 Klasifikasi material insulasi yang banyak digunakan. (Sumber : Papadopoulos 2004)

Terkait dengan perkembangan pasar tersebut Papadopoulos (2004) menjelaskan, bahwa pasar Eropa untuk material insulasi dikelompokkan berdasarkan dominasi oleh dua kelompok produk, antara lain material inorganic fibrous ; glass wool dan stone wool yang mencapai 60 % pasar, dan material organic foamy ; expanded dan extruded polystyrene dan kemudian menyusul dalam perkembangannya material polyurethane, mencapai 27 % pasar. Jumlah


(23)

prosentase dari sisa kelompok material lainnya mencapai 13 % pasar. (Papadopoulos 2004).

Pada akhir tahun 1950 atau awal tahun1960 Penggunaan material insulasi menunjukkan perkembangan dua produk baru, antara lain expanded polystyrene (EPS) dan polyurethane foam (PU). Polystyrene dikembangkan dengan keunggulan berupa biaya rendah, densitas material yang rendah dengan konduktivitas termal 0,034 W/m2/oC. Untuk ukuran yang sama, terbukti bahan ini mampu mengganti material insulasi yang terbuat dari gabus. Nilai rata-rata konduktivitas termal dari lembar material insulasi gabus (densitas 8 – 9 lb per cubic foot) yang digunakan dalam ruang pendingin, adalah 0,26 – 0,28 BTU/h/ft2/oF. Pada prakteknya nilai ini diragukan keandalannya, termasuk penerapannya sebagai pelapis balok-balok kayu, penegar-penegar, karangka-kerangka kayu dari pintu, dan sebagainya. Material polystyrene memiliki densitas yang lebih rendah dari pada material gabus, dan beban berat polystyrene diperkirakan delapan kali lebih ringan dari gabus (cork). Dengan pergantian material gabus dengan polystyrene, maka baja-baja penopang dari struktur ruang pendingin dapat dikurangi dalam jumlah besar. Hal ini akan menghasilkan penghematan biaya (Dellino 1997).

Data-data tentang sifat-sifat atau karakteristik material insulasi dapat dilkelompokan ke dalam tiga kelompok utama :

1) Sifat-sifat atau karakteristik fisika bahan, antara lain : hubungan densitasnya dengan sifat termalnya, kekuatan mekanis, kemampuan dalam meredam panas, ketahanan terhadap api, dan sebagainya. Standar dari kriteria ini mudah ditetapkan sejak lebih dari 30 tahun yang lalu.

2) Pengaruh atau dampaknya terhadap lingkungan, mencakup : karakteristik tentang realisasi energi utama, gas emisi untuk memproduksi material, pengaruh penggunaan zat aditif terhadap faktor biologi, klasifikasinya terhadap pengolahan zat buangan, dan lain-lain. Standar untuk kriteria ini lebih sulit untuk ditetapkan dan diterima secara umum.

3) Kesehatan masyarakat (public health), mencakup : proses selama produksi, pemakaian dan tahap akhir pembuangan bahan setelah tidak terpakai. Termasuk di dalamnya tentang masalah emisi partikel dari fiber dan


(24)

debunya, racun yang timbul dari terbakarnya bahan, biopersistence, dan lain-lain.

Sesuai dengan tujuan utama penggunaan material insulasi, maka sifat-sifat fisika dari bahan tetap akan menjadi perhatian utama dalam pengembangan material insulasi di masa yang akan datang, dengan tidak mengesampingkan kriteria lain yaitu faktor linkungan dan kesehatan masyarakat. Berbagai usaha dalam memperbaiki sifat-sifat fisik (antara lain hubungan densitas dengan sifat termalnya, kekuatan mekanis, ketahanan terhadap api, dan sebagainya) untuk mendapatkan kualitas insulasi yang baik ditambah dengan konsep ramah lingkungan dan kesehatan publik dapat dilihat dari perkembangan yang terekam dalam State of The Art tentang material insulasi. Sebuah studi pada tahun 1996 -1976, menetapkan untuk komisi-komisi Eropa, bahwa state of the art dari material insulasi hingga dalam pertengahan tahun 1990 sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3, 4 dan 5, menjelaskan perkembangan material insulasi berdasarkan sifat-sifat fisik, faktor lingkungan dan kesehatan masyrakat.

Berdasarkan rincian tentang sifat- sifat atau kriteria yang tertera dalam tabel pada Lampiran (3 – 5), maka kualitas insulasi dari masing-masing jenis material dapat dibandingkan untuk menetapkan pilihan terbaik. Perbandingan kualitas yang merupakan pertimbangan multikriteria tersebut disarikan dalam Lampiran 6. Berdasarkan tabel pada Lampiran 6, dapat diketahui sifat atau kriteria material insulasi polyuretahne secara fisik, memiliki banyak keunggulan dibanding jenis material insulasi yang lain. Sifat-sifat fisik tersebut mencakup sifat-sifat utama yang dikehendaki untuk material insulasi yang baik antara lain, sifat termal atau konduktivitas termal yang rendah pemindahan atau penyerapan uap air yang rendah, kekuatan mekanisnya relatif baik dan sebagainya. Kekurangan yang ada pada material jenis polyurethane, adalah ketahanan terhadap api kurang baik.

Dalam perkembangan aplikasinya, keunggulan dari sifat fisik tersebut bukanlah satu-satu persoalan yang harus dipertimbangkan. Ditinjau dari kriteria kesehatan dan lingkungan (Lampiran 5), polyurethane memberikan dampak yang kurang baik. Bahan tersebut mengandung racun saat terbakar, dan sisa buangannya mencemari lingkungan. Prospek pengembangan ke depan tentang


(25)

material insulasi jenis polyurethane ini, diarahkan untuk menyempurnakan kekurangan tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Fungsi utama dari insulasi adalah menghambat arus (penetrasi) panas ke dalam ruangan yang direfrigrasi, dengan demikian suhu ruangan cepat turun ke arah suhu operasi yang diinginkan. Pada penelitian ini efisiensi penggunaan insulasi polyurethane dianalisis dengan beberapa variasi densitas bahan didasarkan atas fungsi utama tersebut dengan indikasi jumlah es yang meleleh per satuan waktu karena penetrasi panas dari luar dan beban panas lain dalam ruangan.

Selain densitas material insulasinya, laju penetrasi panas juga ditentukan oleh luas permukaan ruang yang diinsulasi. Luas permukaan ruang ini selain dipengaruhi oleh faktor bentuk dalam tinjauan termodinamika, juga ditentukan oleh kriteria atau karakteristik teknis ukuran utama kapal dengan perbandingannya.

Berdasarkan kedua tinjauan masalah di atas, maka diperoleh beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1) Berapa besar nilai efisensi dari perbedaan densitas material insulasi polyurethane yang diuji dalam beberapa tingkat densitas material.

2) Berapa besar nilai efisensi yang ditimbulkan akibat perubahan bentuk ruang dalam kapasitas volume ruang yang sama.

3) Bagaimana menentukan pengaruh efsiensi palka terhadap desain perencanaan awal kapal.

1.3 Kerangka Pemikiran

Latar belakang masalah tentang kurang efektifnya sistem pendinginan ikan dalam palka kapal ikan tradisional disebabkan karena panggunaan insulasi polyurethane dalam palka ikan tersebut tidak memenuhi kriteria untuk pembuatan insulasi yang baik. Penyimpangan terletak pada ukuran densitas material insulasi

yang berada di bawah standar yang ditetapkan yaitu ρ > 30 kg/m3

. Faktor lain yang perlu ditinjau adalah tata ruang palka yang umumnya terlalu banyak sekat, demikian pula dengan rasio volume palka secara keseluruhan terhadap


(26)

displasemen kapalnya, relatif cukup besar. Rasio volume palka yang besar tersebut berakibat pada luas permukaan ruang yang akan menerima beban panas akan semakin besar. Selain itu, rasio yang dimaksud juga akan berpengaruh secara teknis terhadap bentuk kapal. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi masalah-masalah yang akan dikaji, mencakup efisensi penggunaan material, efisiensi penggunaan ruang muat (perubahan bentuk ruang), dan pengaruhnya terhadap metode perencanaan awal kapal. Proses penyelesain masalah secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut :

Efisiensi penggunaan material untuk insulasi dapat diukur melalui uji laju pengaliran panas dengan melihat besarnya jumlah es yang mencair per satuan waktu. Pengukuran dimulai dari densitas minimal untuk insulasi yang baik (>30 kg/m3). Pengukuran efsiensi dilakukan secara bertahap dengan selisih kerapatan yang sama (5 kg/m3 ), mulai dari nilai min 30 kg/m3 hingga 60 kg/m3. Efisiensi yang dimaksud adalah perbandingan antara kecepatan pencairan es, dq (output) terhadap perubahan nilai densitasnya (input). Efisiensi tersebut akan dilihat pengaruhnya terhadap perubahan kecepatan pencairan es (fungsi t), juga terhadap faktor perubahan luas permukaan dinding ruang berpendingin (A) sebagai akibat perubahan fungsi bentuk kubus menjadi ruang persegi panjang.

Perubahan nilai luas permukaan (A) akibat perubahan bentuk dari kubus menjadi ruang berbentuk persegi panjang, dianalisa melalui prinsip perpindahan panas dan kriteria-kriteria teknis yang ditetapkan dalam rancang bangun kapal. Hasil penyelesaian yang merupakan integrasi dari dua tinjauan teknis tersebut akan digunakan sebagai pendekatan awal dalam proses rancang bangun kapal. Metode ini diharapkan dapat menjadi alternatif yang lebih baik dari model pendekatan perencanaan awal sebelumnya, yaitu metode CUNO (cubic number). Uraian dari kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.


(27)

Gambar 4 Bagan alir kerangka pemikiran

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1) Menentukan efisiensi penggunaan material polyurethane pada perbedaan densitas materialnya dengan aplikasi untuk palka ikan ,. 2) Menentukan efisiensi penggunan ruang palka sebagai akibat perubahan

bentuk ruang dengan volume tetap.

3) Menentukan pengaruh efisiensi palka yang dimaksud terhadap karakteristik teknis kapal, serta merumuskan hubungan dari kedua prinsip tersebut. Rumus yang dihasilkan dari proses analisis akan digunakan sebagai model baru pendekatan dalam prencanaan awal kapal.

Permasalahan :

- Efisiensi densitas material insulasi - Efisiensi perubahan bentuk ruang - Pengaruh efisiensi terhadap desain awal kapal.

Analisis efisiensi

- Insulasi efisien secara teknis

- Model pendekatan matematis

Pengukuran laju panas

Iterasi numerik Perbandingan model

pendekatan matematis dengan sistem CUNO


(28)

Manfaat dalam bidang IPTEK, adalah :

Manfaat utama dari penelitian ini adalah dihasilkannya suatu perkiraan nilai efisiensi penggunaan material insulasi polyurethane akibat perubahan densitas yang dapat digunakan secara aplikatif di lapangan. Berdasarkan nilai efisiensinya dapat ditentukan faktor koreksi (fk) terhadap nilai laju penetrasi panas (q) yang dihasilkan. Selain nilai efisiensi tersebut, diperoleh juga nilai efisiensi akibat perubahan bentuk ruang. Nilai efisiensi ini dapat digunakan sebagai koreksi luas permukaan akibat perubahan bentuk ruang. Berdasarkan konsep perubahan bentuk ruang dapat diperoleh rumus aplikatif guna keperluan desain palka atau kemasan umum berpendingin. Manfaat lain dari hasil penelitian ini adalah diperolehnya suatu model baru untuk pendekatan perencanaan awal kapal dalam menentukan ukuran utamanya. Model atau metode pendekatan tersebut menghasilkan rumus perhitungan tentang efisiensi perubahan bentuk matrik kubus (fb) yang dapat digunakan secara universal.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini diarahkan untuk pembenahan kualitas palka kapal ikan tradisional, terkait dengan penggunaan bahan polyurethane sebagai dinding insulasi palka. Penelitian ini memusatkan perhatian pada efisiensi penggunaan material poyurethane sebagai insulasi palka atau kemasan berpendingin. Efisiensi yang dimaksud adalah efsiensi yang terkait dengan perubahan densitas material polyurethane dalam aplikasi praktis di lapangan. Selain persoalan densitas, hal lain yang akan menjadi perhatian adalah persoalan luas permukaan ruang yang diinsulasi. Kedua persoalan tersebut terkait secara langsung dalam aplikasi dilapangan. Sebagai sampel untuk perbandingan, diambil obyek kapal ikan tradisional Kabupaten Batang Jawa Tengah. Pusat perhatian diarahkan terutama di Kabupaten Batang, karena di Kabupaten ini banyak terdapat galangan-galangan kapal rakyat. Sebagian besar kapal-kapal ikan tradisional di pesisir utara Jawa Tengah dibuat di galangan kapal tradisional di Kabupaten Batang.

Penekanan penelitian ini diarahkan pada kapal ikan tradisional mengingat potensinya yang sedemikian besar. Menurut data terolah dari Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (2008), jumlah kapal tradisional (di bawah 30 GT) mencapai ± 80 % dari jumlah total kapal yang ada


(29)

di Indonesia. Jumlah yang besar tersebut akan memberikan konstribusi yang besar pada sektor perekonomian daerah secara khusus dan ekonomi nasional secara umum.


(30)

(31)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Efisiensi

Arti efisiensi menurut Antoni K. Muda (2003), efisiensi adalah biaya-biaya input untuk satu unit output yang dihasilkan. Menurut Taswa dan Ahmadi

2007), efisiensi dengan lambang ή adalah suatu ukuran yang digunakan pada proses transfer energi. Efisiensi adalah perbandingan antara energi yang berguna dengan energi yang masuk ke dalam sistem atau mesin. Dengan kata lain efisiensi adalah sama dengan daya keluaran yang berguna dibagi dengan daya yang masuk.

2.2 Bahan Insulasi

Sifat-sifat yang diperlukan oleh insulasi agar berfungsi dengan baik dan aman, dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Beberapa sifat yang diinginkan dimiliki oleh insulasi (Ilyas 1992)

Sifat Kualitas

a. Konduktivitas termal

b. Penyerapan uap air, permeabilitas terhadap air c. Pemindahan uap air

d. Ketahanan terhadap api e. Nilai keselamatan f. Sifat-sifat mekanik

g. Ketahanan terhadap penyebab kebusukan, kerusakan, lapuk dan kapang.

h. Densitas, kg/m3

i. Ketahanan terhadap bahan kimia

j. Harga awal dan biaya pemasangan k. Kekuatan patah melintang (KN/m/mm) l. Batas suhu (tinggi-rendah)

m.Sifat-sifat higienik, dan lain-lain

Rendah Rendah

Rendah, awet biarpun basah Tahan api Tinggi Baik Rendah Tinggi Murah Tinggi Deretnya luas Tidak membahayakan kesehatan, tidak berbau mudah ditangani

Sifat-sifat yang diinginkan itu umumnya dimiliki oleh polyurethane dan polystyrene; dengan tambahan catatan bahwa polyurethane tahan akan bahan kimia, pelumas dan pelarut; lazimnya dapat terbakar, tetapi dapat dibuat tahan api; dapat dipasok dalam bentuk panel, dibentuk di tempat atau disemprotkan. Sedangkan Polystyrene tahan asam encer dan alkali pekat tetapi tidak tahan terhadap pelumas, bensin, hidrokarbon diklorinasi dan alifatik, aromatik, terbakar dengan lambat, bersih mudah dikeringkan, tahan lama. Dengan memperhatikan sifat dan ciri di atas, perlu pula dipertimbangkan beberapa faktor dalam memilih


(32)

bahan insulasi, antara lain : (1) Ketepatan dan kecocokan sesuai dengan fungsi insulasi pada ruangan yang direfrigrasi, untuk lantai, dinding atau loteng dan lain-lain ; untuk refrigasi di kapal atau untuk fasilitas di darat, (2) Harga awal dan biaya pemasangan, (3) Biaya pengoperasian refrigrasi, pemeliharaan, perbaikan, dan penyusutan, (5) Keadaan iklim, cuaca, suhu dan kelembaban, (4) Daya awet yang diinginkan, untuk bangunan permanen atau sementara, dan (6) Suhu dalam kamar yang direfrigasi (Ilyas 1992).

Busa kaku Polyurethane (PUR) adalah rangkaian silang polymer yang cukup padat dengan susunan sel tertutup berupa gelembung dalam material, dengan dinding tidak terputus, sehingga ada gas terkurung di dalamnya. Gas tersebut adalah Clorofluoromethane di mana gas tersebut memiliki sifat konduktifitas termal lebih rendah dari udara. Dengan demikian bentuk sel tertutup akan mempunyai nilai konduktivitas termal lebih rendah secara signifikan dari pada busa dengan sel terbuka. Bagaimanapun juga, untuk mempertahankan konduktivitas termal yang rendah, gas dalam sel harus tidak mudah bocor, sebagai konsekuensinya insulasi busa yang kaku memiliki tidak kurang dari 90 % sel tertutup dan densitas di atas 30 kg/m3. Busa kaku adalah kombinasi dari polyol dan cairan pengembang ditambah katalis dan Polyisocyanurate (PIR) (Dellino 1997). Shawyer dan Pizzali (2003), menjelaskan bahwa standar busa kaku polyurethane untuk keperluan ruang pendingin adalah 30 – 40 kg/m3

Polyurethane adalah jenis polimer yang dapat digolongkan ke dalam polimer kondensasi sintetik. Cowd (1991), menjelaskan tentang pembentukan ikatan polyurethane, sebagai berikut :

. Pendapat relatif diberikan oleh Prager (1985), nilai medium densitas insulasi polyurethane hasil test adalah 1,7 pounds per cubic foot atau berada pada kisaran 1,5 – 2 PCF untuk busa kaku polyurethane yang dibentuk di tempat.

Gugus isosianat, -NCO, merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat membentuk urethane dengan alkohol :

R.NCO+R’OH → R’NH.COO.R’

Jika diisosianat atau poliisosianat bereaksi dengan diol atau poliol (senyawa polihidrat), akan terjadi polyurethane :


(33)

OCN – R – NCO + HO – R’ – OH → OCN – R – NH – CO – O – R’ – OH

↓ reaksi dengan monomer-monomer berikutnya

(- CO – NH – R – NH – CO – O – R’ – O - )

Karbondioksida ( dihasilkan dari reaksi diisosianat – air) dapat digunakan untuk membuat busa kaku, tetapi biasanya digunakan alkana berhalogen yang lembam dan bertitik didih rendah seperti CCIF. Cairan ini tidak terlibat dalam rekasi kimia, tetapi mudah menguap oleh panas polimerisasi, dan kemudian mengembangkan busa.

2.3 Beban Penerimaan Panas

Menurut Ilyas (1988), pada pengesan seperti ikan, beban penerimaan panas total di dalam peti, paling sedikit berasal dari 3 sumber pengaliran panas, yakni dari : (1) beban penerimaan panas melalui sisi, tutup dan alas peti, (2) beban panas oleh pergantian udara dan (3) beban panas dari muatan dalam peti. Sedangkan pada kamar dingin dan palka besar ikan yang didinginkan dengan es, mungkin ada sumber panas ke empat yakni (4) beban panas lainnya. Beban panas total diperoleh dengan menjumlahkan ke tiga sumber panas tersebut. Secara konvensional, beban panas total itu masih ditambah sebesar 10 % sebagai faktor pengamanan.

Beban penerimaan panas melalui seluruh sisi, tutup dan alas peti tergantung pada faktor-faktor yang tertera dalam rumus 1. Faktor jenis material dan susunan atau struktur lapisannya, perlu diperhitungkan agak teliti, teristimewa pada kamar dingin dan palka ikan. Pada peti ikan yang bervolume relatif kecil, maka jika struktur dinding terdiri dari beberapa lapis material yang berlainan jenisnya (jadi juga berlainan pula konduktifitas thermalnya, k), yang diperhitungkan cukup lapisan insulatornya saja (dapat berupa polystyrene, glass woll atau lainnya); lapisan lainnya boleh diabaikan, sebagai faktor keamanan (safety) tambahan (Ilyas 1988).

x T T kA


(34)

di mana : q = laju pengaliran panas ke dalam peti (dingin) dalam kkal/jam, k = konduktivitas termal bahan, dalam kkal m/m2 jam derajat C, A = Luas permukaan sisi/tutup peti (pada ukuran luarnya) dalam m2. T1 = suhu

pada sisi panas (suhu udara luar), dalam oC, T2 = suhu pada sisi dingin

(suhu udara dalam peti), dalam o

2.4 Jumlah Kebutuhan Es

C, x = tebal , material yang menyelubungi wilayah dingin, dalam m.

Murniyati dan Sunarman, (2000), menjelaskan, bahwa hukum kekekalan energi berlaku dalam menghitung jumlah es yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah es yang dibutuhkan untuk mendinginkan ikan. Seandainya tidak ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi, maka panas yang perlu diambil dari ikan setara dengan panas yang diserap oleh es untuk meleleh. Jumlah panas yang terlibat di dalam proses pemanasan dan pendinginan dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Q = B x PJ x ∆t, untuk proses yang melibatkan perubahan suhu. Q = B x L, untuk proses pada suhu tetap (pelelehan, pembekuan. Di mana :

Q = jumlah panas yang ditambahkan atau diambil (kkal) B = berat benda yang dipanaskan atau didinginkan (kg) PJ = panas jenis (kkal/kg/o

• PJ ikan berkisar 0,6 – 0,8 kkal/kg/ C)

o

• Jika kandungan air tidak diketahui, sebaiknya diambil nilai tertinggi 0,8. C sesuai dengan kandungan airnya ∆t = selisih antara suhu awal dan suhu akhir (o

L = panas laten, yang diperlukan untuk membekukan/melelehkan (kkal/kg).

C).

* Panas laten pada pembekuan air atau pelelehan es 80 kkal/kg.

2.5 Panas Laten Es

Panas laten atau panas tersembunyi adalah sejumlah panas yang diperlukan untuk mengubah keadaan padat menjadi cair. Panas laten fusi air = 80 kkal/kg, panas laten pelelehan es = 80 kkal/kg, 1 kg es bersuhu 0oC memerlukan 80 kkal untuk mengubah menjadi air bersuhu 0o

2.6 Hubungan Densitas dengan Ketebalan

C. Fakta ini menunjukkan bahwa besar sekali jumlah panas yang diperlukan untuk melelehkan es menjadi air. Inilah sebab utama mengapa es dipakai secara luas dalam usaha perikanan (Ilyas 1988).

Massa suatu benda adalah perkalian antara massa jenis benda (kg/m3, ton/m3) dengan volumenya (m3). Ketebalan dinding ruang untuk insulasi dengan


(35)

luasan tertentu akan menghasilkan volume dinding dengan besar tertentu. Berapa besar jumlah larutan bahan insulasi yang dituang ke dalamnya akan menentukan besar densitas atau kerapatan bahan insulasinya. Ukuran dinding dengan ketebalan yang sama, dinding dengan densitas yang lebih besar akan menghasilkan sifat isolator yang lebih baik. Hal ini berlaku sebaliknya. Dengan kata lain, untuk tujuan yang sama dinding insulasi dapat dibuat lebih tipis dengan meningkatkan nilai densitasnya.

2.6.1 Densitas insulasi polyurethane

Terdapat beberapa bentuk insulasi polyurethane dengan variasi nilai densitas dan nilai konduktivitas termalnya. Spesifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai densitas dan konduktivitas termal insulasi polyurethane pada suhu 20 – 25 o

Type Densitas konduktivitas termal

C (Shawyer & Pizzali 2003)

(kg/m3) (W m-1 oC) / (kcal h-1 m-1o C-1 Busa 30 0,026 / 0,0224

) Lembaran kaku 30 0,02 – 0,025 / 0,0172 – 0,0215 Rata-rata : 0,0225 / 0,0193 Lembaran kaku 40 0,023 / 0,02

Lembaran Kaku 80 0,04 / 0,34

Busa terbentuk di tempat 24 -40 0,023 -0,026 / 0,0198 – 0,0224 Rata-rata : 0,0245 / 0,0211 Sumber : FAO, 1989

2.6.2 Ketebalan insulasi optimum

Penentuan tebal maksimum insulasi dari palka ikan akan tergantung pada beberapa faktor, antara lain biaya insulasi (biaya bahan dan pemasangannya), biaya es (biaya tenaga dan peralatan sesuai persyaratan refrigerasi), biaya tahunan dari refrigerasi tergantung dari efisiensi insulasi, dan kondisi lokal (cara operasi kapal, jenis tangkapan, harga ikan, bunga pinjaman) (Shawyer & Pizzali 2003). Ketika kondisi lingkungan tempat beroperasi kapal yang jadi pertimbangan utama, maka ketebalan minimum harus ditentukan. Dalam praktek, harus diusahakan untuk mencapai nilai optimum antara faktor ketebalan ekonomis dengan biaya penggunaan es atau refrigerasi. Menurut Beverly (1996), tebal minimum dinding insulasi palka ikan berbahan busa polyurethane adalah 13 cm. Pada Gambar 5.


(36)

ditunjukkan nilai perbandingan ketebalan dari beberapa tipe insulasi untuk gudang dingin dan gudang beku yang beroperasi dilingkungan temperatur udara rata-rata 20 oC, 30 oC dan 40 oC.

Gambar 5 Hubungan anatara tipe insulasi untuk gudang dingin dan gudang beku terhadap ketebalan insulasi (Shawyer & Pizzali 2003)

2.7 Telaah Hasil Penelitian

2.7.1 Ukuran palka ikan dan jumlah larutan PUR

Ukuran palka ikan pada kapal-kapal nelayan tradisional pada umumnya didasarkan pada pembagian ruang-ruang palka dalam jumlah tertentu. Pembagian tersebut tidak terikat pada suatu standart tertentu. Berdasarkan hasil study tentang pembuatan palka ikan berinsulasi Polyurethane di Kabupaten Batang (Setiyanto 2004), diperoleh data hasil pengukuran palka ikan (Tabel 3), sebagai berikut : Tabel 3 Data Hasil Pengukuran Palka Ikan

Palka Ikan Ukuran Palka

Panjang (m) Lebar (m) Tinggi (m) Tebal (m)

Palka 1 2,75 1,47 1,98 0,2

Palka 2 2,78 1,50 1,98 0,22

Palka 3 2,77 1,49 1,95 0,23

Palka 4 2,72 1,50 1,90 0,2

Palka 5 2,35 1,58 1,75 0,2

Palka 6 2,75 1,47 1,98 0,2

Palka 7 2,78 1,50 1,98 0,2

Palka 8 2,77 1,49 1,95 0,23

Palka 9 2,72 1,50 1,90 0,2

Palka 10 2,35 1,58 1,75 0,2

Proses pembuatan insulasi polyurethane untuk tiap ruang palka membutuhkan larutan polyurethane sebanyak 21 liter tiap dindingnya. Apabila


(37)

berat jenis larutan polyurethane adalah 1,1 ton / m3, maka perbandingan rata-rata antara bahan polyurethane dengan volume ruang dinding palka yang dicor adalah 23,1 kg / 0,82 m3 atau 28,2 kg / m3. Nilai perbandingan ini berada di bawah nilai standar minimal ketentuan yang telah ditetapkan yaitu 30 kg / m3

2.7.2 Konduktivitas termal busa polyurethane

(Dellino 1997).

Konduktifitas termal busa polyurethane (PU) pada tekanan gas antara 760 torr hingga 0,014 torr diteliti secara teoritis dan experimental. Enam ukuran sel yang berbeda mulai dari 150 hingga 350 µm dari insulasi polyurethane, digunakan sebagai sampel. Pendekatan difusi digunakan untuk memperkirakan radiasi konduktivitas termal. Hasil penelitian juga diperoleh untuk spectral extinction coefficient dengan menggunakan sebuah Fourier transform infrared spectrometer. Konduktivitas termal dari busa polyurethane untuk ukuran sel berbeda pada tekanan gas 760 torr, bervariasi antara 33,3 hingga 34,5 mW/m K dan penurunan bervariasi antara 6,82 – 9,15 mW/m K pada tekanan gas 0,014 torr ; konduktivitas termal efektif, berkurang dengan ukuran sel yang lebih kecil. Pada tekanan gas 0,014 torr, radiasi perpindahan panas tercatat mendekati 20 % dari total perpindahan panas yang melewati busa polyurethane, sementara konduksi pada zat padat tercatat sebagai sisanya, kurang lebih 80 %. Tabel 4 menunjukkan rangkuman data eksperimen untuk ke enam sampel pada temperatur rata-rata 286 K.

Tabel 4 Rangkuman data-data eksperimen untuk ke enam sample pada temperature 286 K.

Parameter /sampel A B C

fx 0,037 0,041 0,043

Ukuran sel (μm) 330 341 212

σe (l/m) 3703 3335 6992

760 torr kr (mW/mK) 1,91 2,12 1,01

ke (mW/mK) 32,4 32,4 32,5

keff (kr + ke) 34,3 34,5 33,5

keff (pengukuran, mW/mK) 34 34,2 33,4

kr (mW/mK) 1,91 2,12 1,01

0,014 torr ke (mW/mK) 7,04 7,03 6,33

keff (kr + ke) 8,95 9,15 7,35


(38)

Lanjutan Tabel 4

Parameter/ sampel D E F fx 0,042 0,038 0,029

Ukuran sel (μm) 147 214 157

σe (l/m) 8674 5828 8636

760 torr kr (mW/mK) 0,82 1,22 0,82

ke (mW/mK) 32,7 32,9 32,5

keff (kr + ke) 34,5 34,1 33,3

keff (pengukuran, mW/mK) 33,4 33,9 33,2

kr (mW/mK) 0,82 1,22 0,82

0,014 torr ke (mW/mK) 6,40 6,76 5,99

keff (kr + ke) 7,22 7,97 6,82

keff (pengukuran, mW/mK) 7,1 7,8 6,7

Sumber : Jhy-Wen Wu, Wen-Fa Sung, Hsin-Sen Chu 1998

2.7.3 Optimasi ketebalan insulasi (polystyrene)

Di Negara Turki kehilangan panas pada bangunan/gedung merupakan salah satu sumber utama kehilangan energi di mana bangunan yang ada maupun gedung-gedung baru tidak atau sedikit sekali menggunakan insulasi. Oleh karena itu, penghematan energi dapat diperoleh dengan menggunakan insulasi dengan ketebalan tertentu pada bangunan. Ditetapkan variasi iklim secara signifikan pada tempat berbeda di Turki, 16 kota dari Zona empat iklim di Turki dipilih untuk analisis dan ketebalan insulasi optimum, penghematan energi dan perhitungan payback periods. Kebutuhan panas tahunan dari banguanan untuk zona iklim yang berbeda dapat diperoleh melalui rata-rata dari konsep heating degree-days. Optimasi didasarkan atas life-cycle cost analysis. Lima bahan bakar yang berbeda ; batu bara, gas alam, minyak, LPG dan listrik, serta penggunaan material insulasi polystyrene, dipertimbangkan. Hasil menunjukkan bahwa ketebalan optimum insulasi bervariasi antara 2 cm hingga 17 cm, penghematan energi antara 22% hingga 79% dan payback periods antara 1,3 hingga 4,5 tahun tergantung pada kota dan jenis bahan bakar (Bolattǜrk 2005).

Dalam makalah ini ketebalan optimum dari insulasi jenis polystyrene dihitung berdasarkan rumus (Bolattǜrk 2005), berikut :

tw s

f

op kR

C LHV PW k C DD x . . . . . . 94 , 293 2 / 1 1 −       = η

di mana :

xop

DD = degree-days (

= Ketebalan insulasi optimum (cm)

o


(39)

Cf = biaya bahan bakar ($/kg, $/m3

bahan bakar)

,atau $/kWh, tergantung jenis k = konduktivitas termal bahan (Wm-1K-1

PW = present worth

) LHV = lower heating value (J kg-1, J m-3, J kWh-1 C

)

1 = biaya material insulasi ($/m3

ηs )

R

= efisiensi dari sistem pemanasan

tw = total hambatan termal dari dinding (m2

Rumus di atas menjelaskan bahwa ketebalan insulasi optimum tergantung pada degree days, biaya bahan bakar, nilai present worth, bahan bakar, dan property berupa dinding dengan material insulasinya.


(40)

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Tahapan Penelitian

Secara garis besar tahap pelaksanaan penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk bagan alir tahapan penelitian pada Gambar 6.

Gambar 6. Bagan Alir Tahapan Penelitian

Pelaksanaan Penelitian (experiment) :

- Uji laju pengaliran panas - Iterasi matrik ukuran ruang dan

komparasi model pendekatan. - Proses analisis

Persiapan Penelitian :

- Kajian literatur - Persiapan teknis

DATA

Efisiensi densitas Efisiensi bentuk Pendekatan awal perencanaan

MULAI

SELESAI Kesimpulan


(41)

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai awal bulan September 2008 hingga Desember 2009. Lokasi penelitian untuk kegiatan observasi proses fabrikasi dan pengambilan data kapal berlokasi di Galangan UD. Karyamina Putra Batang, Propinsi Jawa Tengah. Eksperimen tentang efisiensi insulasi berbahan polyurethane dilaksanakan di Laboratorium Kapal Perikanan PSP FPIK UNDIP Semarang. Proses komputasi data dilaksanakan di Laboratorium Komputer Kapal PS. S-1 T. Perkapalan FT. UNDIP Semarang.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini membutuhkan dua jenis data dari beberapa sumber. Jenis data pertama adalah data primer, yaitu data yang diambil secara langsung di lapangan atau diambil melalui proses eksperimen di laboratorim. Jenis data kedua adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui literatur, internet atau media yang lain. Kebutuhan tentang kedua jenis data dan sumbernya, disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kebutuhan Data, Jenis Data, dan Sumber Data

Kebutuhan Data Jenis Data Sumber Data

Jenis kapal ikan dan Ukuran Kapal (L, B, D, dan d).

Primer Galangan Kapal UD. Karyamina Putra.

Ukuran Palka (L, B, D, d) dan jumlah palka.

Primer Galangan Kapal UD. Karyamina Putra.

Densitas insulasi polyurethane (ρ) hasil fabrikasi di kapal.

Primer Galangan Kapal UD. Karyamina Putra

Densitas insulasi polyurethane

(ρ) hasil fabriksi laboratorium

Primer Laboratorium Kapal Perikanan PSP FPIK UNDIP, dan Laboratorium Komputer PS. S-1 T. Perkapalan FT. UNDIP.

Thermal Properties Sekunder Literatur, internet, dan media lain

Data Kapal Pembanding Sekunder Literatur

3.4 Teknik Pengambilan Sampel

3.4.1 Oservasi atau pengamatan langsung di lapangan.

Observasi dalam penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan informasi data tentang prosedur pembuatan insulasi berbahan polyurethane dan jumlah material larutan material insulasi tersebut yang dituang ke dalam ruang-ruang dinding palka kapal, di mana satuan dari perbandingan ukuran tersebut dikenal


(42)

sebagai densitas atau kerapatan material insulasi. Observasi dilakukan terhadap dua buah kapal yang sedang difabrikasi digalangan UD. Karyamina Putra, di mana masing-masing memiliki 10 kompartemen palka yang terbagi dua secara simetris arah diametral kapal. Rangkaian kegiatan observasi tersebut disampaikan pada Lampiran 7.

3.4.2 Pengambilan sampel secara acak dalam suatu interval.

Pengukuran nilai laju panas q akibat perubahan densitas material dilakukan di laboratorium dan digunakan sebagai landasan untuk validasi hasil analisis CFD. Perbedaan nilai densitas insulasi yang diukur memiliki selisih 5 kg / m3, yaitu ρ = 30, 35, 40, 45 dan 50 kg/m3. Pengujian dilakukan pada sebuah kotak dengan ukuran luar 33,5 cm x 33 cm x 33 cm, tebal dinding x = 3 cm, volume 20 lt, dan luas permukaan A = 0,66 m2. Jumlah es yang dimasukan ke dalam kotak sebesar 3 kg. Pengukuran dilakukan per 8 jam, 16 jam per 24 jam. Pengujian densitas insulasi dari ke 5 nilai tersebut diulang 4 kali dengan rancangan percobaan RAL Faktorial. Situasi pengujian laboratorium tersebut disampaikan pada Gambar 7. Beberapa rangkaian kegiatan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.

Gambar 7 Pengujian di laboratorium tentang kecepatan pencairan es di dalam kotak dengan dinding insulasi polyurethane yang memiliki kerapatan material berbeda.


(43)

3.4.3 Trial and error dalam iterasi numerik

Trial and error dilakukan untuk menentukan metode iterasi numerik yang tepat. Perubahan geometris ruang kubus ke dalam bentuk ruang persegiempat dengan volume tetap dapat dilakukan dengan mengubah ukuran dari salah satu atau dua sisi ruang kubus yang dianalisis, sehingga mendapatkan suatu pola yang tepat atau sistematis dalam mendapatkan hasil berupa ukuran matrik ruang persegiempat dengan efisiensi perubahan bentuknya.

3.5 Metode Analisis

3.5.1 Komparasi hasil observasi dengan nilai standar

Nilai densitas insulasi dapat diketahui dengan cara mengukur dinding kompartemen palka yang akan diisi dengan larutan polyurethane, dan menimbang jumlah larutan polyuretahane yang dibutuhkan. Menurut Halpern (1995), secara matematis analisis rapat massa dapat ditentukan melalui rumus ρ =M/V, dengan ρ = densitas material (kg/m3), massa benda (kg), volume ruang (m3). Hasil pengukuran akan dibandingkan dengan nilai standart densitas insulasi yang baik,

yaitu ρ > 30 kg/m3

( Dellino 1997). Observasi dilakukan terhadap dua buah kapal ikan dengan 20 ruang atau kompartemen palka.

3.5.2 Uji signifikansi untuk RAL Faktorial

Uji signifikansi dilakukan terhadap data perubahan kecepatan panas terindikasi dari jumlah es yang mencair dalam kurun waktu pengukuran. Uji signifikasi terhadap rancangan percobaan RAL Faktorial dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi α = 0,05. Perhitungan komputasi guna kelancaran analisis tersebut dibantu dengan program SPSS 15.

Hipotesis dari uji signifikansi dalam penelitian ini didasarkan atas pengaruh perubahan densitas material insulasi polyurethane terhadap perubahan laju panas yang dihasilkan. Ho dengan α = 0,05 diterima, jika penambahan densitas material polyurethane untuk keperluan dinding insulasi, tidak berpengaruh secara signifikan atau F hitung lebih kecil Fα.

3.5.3 Analisis perpindahan panas

Perbedaan kemampuan insulasi karena perbedaan densitas material dapat diketahui dari jumlah es yang mencair dalam satuan waktu tertentu. Jumlah es


(44)

yang mencair ini menyatakan banyaknya panas yang diserap oleh es karena beban panas dari luar dan beban panas dari luar. Hubungan antara laju penetrasi panas dengan jumlah panas yang diserap, dapat diketahui dari rumus berikut :

q = Q/t di mana :

q = (kkal/jam), atau (kkal/24jam) Q = kapasitas atau jumlah panas (kkal) t = waktu dalam jam atau per 24 jam

Proses laju perpindahan panas yang melalui suatu peti kemasan berpendingin, dapat dijelaskan melalui rumus berikut :

x T T kA

q= ( 1− 2), atau q = U.A. ΔT

di mana :

q = laju pengaliran panas ke dalam peti kemasan dingin dalam satuan kkal/jam

k = konduktivitas termal bahan, dalam satuan kkal m/m2 jam derajat C A = Luas permukaan luar sisi/tutup peti, dalam satuan m2

T1 = suhu pada sisi panas (suhu udara luar), dalam oC T2 = suhu pada sisi dingin (suhu udara dalam peti), dalam oC x = tebal material yang menyelubungi wilayah dingin, dalam m. U = koefisien pengaliran panas dari elemen dinding insulasi, dalam kcal m-2 h-1oC-1

ΔT = perbedaan antara suhu di luar dan di dalam peti, dalam oC. Peti dengan satu lapisan dinding :

k x U = 1

di mana :

U = koefisien pengaliran panas dari elemen dinding insulasi (kcal m-2 h-1 o

C-1)

x = tebal material yang menyelubungi wilayah dingin k = konduktivitas termal bahan, (kkal m/m2 jam derajat C).


(45)

3.5.3.1 Analisis efisiensi karena perubahan rapat massa (faktor densitas)

Efisiensi karena perubahan densitas material insulasi polyurethane (η), dapat ditentukan melalui perbandingan antara nilai perubahan densitas material

(Δρ) terhadap perubahan laju panas (Δq) yang dihasilkan. Perbandingan relatif dari perubahan dua nilai tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

∆q3 ∆q2 ∆q1

q1 …….. q2 …….. q3 …….. q4 ρ1 ……...ρ2... ρ3 …….. ρ4

∆ ρ1 ∆ ρ2 ∆ ρ3

3.5.3.2 Analisis efisiensi perubahan rapat massa dengan CFD

Keuntungan dari penggunaan CFD adalah fleksibilitas, waktu komputasi yang relatif singkat dan efesiensi biaya secara keseluruhan (Brown dan Jacobsen 2009). Terdapat 3 tahapan utama proses analisis dengan menggunakan CFD, yaitu preprocessing, simulation/solver, dan postprocessor (Wikipedia 2011). Berdasarkan tahapan tersebut, pemecahan masalah terkait dengan laju panas akibat perubahan densitas insulasi polyurethane, dapat dijelaskan sebagai berikut :

- Pre-processor, membuat geometri/model, mesh generation input flow properties (initial condition) dan boundary condition.

- Solver : proses perhitungan numerik/iterasi - Post processor : tampilan visual hasil perhitungan

3.5.3.3 Analisis efisiensi karena perubahan geometri ruang (faktor luas)

Efisiensi karena perubahan bentuk ruang kubus menjadi persegipanjang (bentuk balok) dengan volume konstan, dapat dilakukan dengan cara iterasi

η

= ρq

ρ η ∆ ∆ = q i i n qi qi qn ρ ρ ρ η − − =       − = 1 i n qi qi qn ρ ρ η


(46)

numerik perubahan matrik kubus (a x a x a ) = 1, ke bentuk kotak balok (a x b x c) = 1, atau a x b x b = 1. Model iterasi yang dimaksud :

1) Bentuk balok, tiga sisi berbeda : a(n+1) x a x X = 1, dan X = 1/a2 (n+1), a = 1, dan n = 0,01, 0,02, 0,03, ...dan n max = 1.

2) Bentuk balok, dua sisi berukuran sama : (a – n)2 x X = 1, dan X = 1/(a - n)2, a = 1, dan n = 0,01, 0,02, 0,03, ...dan n max = 0,5.

di mana :

V kubus = a x a x a, dengan A1

V persegi panjang = l x b x t dengan A2 A1 < A2 , maka :

a = salah satu sisi ruang kubus X = nilai sisi yang dicari

A1 = luas permukaan ruang kubus

A2 = luas permukaan ruang persegipanjang

fb = faktor luas, efisiensi luas permukaan karena perubahan bentuk ruang.

3.6 Analisis Hubungan Efisiensi terhadap Sistem CUNO

Pengaruh efisiensi palka terhadap perencanaan kapal dilihat pada faktor pengaruh perubahan penggunaan densitas material dan perencanaan bentuk ruang palka. Hubungan tersebut dapat dilihat dari metode pendekatan perbandingan volume palka dengan sistem cubic number (CUNO) untuk mendapatkan nilai displasemen kapal. Nilai Displasemen ini akan menentukan ukuran utama kapal. Iterasi untuk mendapatkan efisiensi termal dari palka berpengaruh secara teknis terhadap ukuran utama kapal. Hal ini dapat dianalisis melalui perubahan nilai B/D palka dengan B/D kapal dan pengaruhnya terhadap displasemen kapal.

1 1 2

1 A

A A


(47)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil observasi penerapan insulasi palka

Berdasarkan hasil observasi untuk dua kapal ikan yang sedang difabrikasi oleh galangan tradisional UD. Karyamina Putra, diperoleh rata-rata densitas insulasi palka ± 30,92 kg/m3. Hasil observasi ini menunjukkan bahwa penggunaan insulasi polyurethane pada palka kapal ikan tersebut memiliki nilai rata-rata yang telah memenuhi standar yang ditetapkan untuk insulasi yang baik,

yaitu ρ > 30 kg/m3

.Dua kapal yang diobservasi tersebut masing-masing memiliki 5 ruang palka yang disekat menjadi 2 bagian secara simetris arah memanjang kapal, sehingga total terdapat 10 kompartemen palka. Dari 10 kompartemen tersebut, sebanyak 70 % atau 7 kompartemen memiliki dinding insulasi dengan

kerapatan ρ > 30 kg/m3

(Tabel 6 dan 7).

Tabel 6 Perhitungan densitas insulasi polyurethane pada Kapal 1.

Tabel 7 Perhitungan densitas insulasi polyurethane pada Kapal 2

Keterangan :

LOA = Panjang seluruh kapal, dalam m. Lpp = Panjang antar garis tegak, dalam m. B = Lebar kapal, dalam m.

D = Tinggi geladak kapal, dalam m.

Kapal I

m Ukuran Palka V’ M ρ

L B D t LxBxtx2 BxDxt LxDxt (5)+(6)+(7) (8)x0,15 (9) -(10) =(11)/(10) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) LOA=18,6 2,15 2,4 2,2 0,15 1,55 0,79 0,71 3,05 0,46 2,59 80 30,86 Lpp=15,6 2,22 2,4 2,2 0,15 1,60 0,79 0,73 3,12 0,47 2,65 80 30,14 B=5,2 2,34 2,35 2,3 0,15 1,65 0,81 0,81 3,27 0,49 2,78 80 28,80 D=2,4 2,36 2,3 2,35 0,15 1,63 0,81 0,83 3,27 0,49 2,78 80 28,77 d= 1,85 2,43 2,3 2.,35 0,15 1,68 0,81 0,86 3,34 0,50 2,84 80 28,15

Purse Seine dengan 10 palka Rata-rata ρ = 29,34

Kapal 2

m Ukuran Palka V’ M ρ

L B D t LxBxtx2 BxDxt LxDxt (5)+(6)+(7) (8)x0,15 (9) -(10) =(11)/(10) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) LOA=17,5 1,6 2,1 2,2 0,15 1,01 0,69 0,53 2,23 0,33 1,90 60 31,67

LPP=13,5 1,6 2,1 2,2 0,15 1,01 0,69 0,53 2,23 0,33 1,90 60 31,67 B=4,5 1,6 1,9 2,2 0,15 0,91 0,63 0,53 2,07 0,31 1,76 58 33,01 D=2,2 1,6 1,9 2,2 0,15 0,91 0,63 0,53 2,07 0,31 1,76 59 33,58 d= 1.8 1,6 1,8 2,2 0,15 0.86 0,59 0,53 1,99 0,30 1,70 55 32,58


(48)

d = Tinggi sarat kapal, dalam m. t = tebal dinding palka, dalam m.

ρ = rapat massa (densitas) material dinding insulasi, ρ = M/V, dalam kg/m3.

M = massa larutan polyurethane. Kebutuhan penuangan larutan untuk 1 kompartemen dinding palka, dalam kg.

V’ = Volume total dinding palka setelah dikurangi volume gading, V – 0,15V, m3.

V = Volume total dinding palka sebelum dikurangi volume gading, m3.

4.1.2 Hasil pengukuran laboratorium terhadap kecepatan pencairan es

Rata-rata hasil pengukuran jumlah es mencair dalam kotak yang diukur per 8 jam, 16 jam dan 24 jam, disajikan pada Tabel 8. Masing-masing kotak diisi dengan es 3 kg. Hasil pengukuran jumlah es mencair untuk tiap box berinsulasi polyurethane yang diamati disajikan lebih rinci pada Lampiran 10. Proses perhitungan kecepatan penetrasi panas hasil pengukuran kecepatan pencairan es dari kotak insulasi yang diamati di laboratorium, di lakukan dengan cara mengalikan jumlah es yang mencair dengan panas laten pelelehan es per satuan waktu, yaitu :

q = Q/t, Q = Mes x L,

di mana :

q = kecepatan atau laju penetrasi panas (kkal/jam) Q = jumlah atau beban panas (kkal)

t = waktu (jam)

Mes = jumlah es mencair (kg)

L = panas laten pelelehan es (kkal/kg)

Tabel 8 menunujukkan nilai rata-rata jumlah es mencair dalam kotak berinsulasi polyurethane dengan densitas material berbeda, sedangkan Tabel 9 menunjukkan nilai rata-rata kecepatan panas q yang didasarkan atas jumlah es yang mencair (Mes).


(49)

Tabel 8 Rata-rata jumlah es mencair dalam kotak berinsulasi polyurethane dengan densitas material berbeda.

Densitas insulasi (kg/m3)

Durasi pencairan es (jam)

8 16 24

Jumlah es (kg)

30 0,735 1,454 2,181

35 0,646 1,323 1,914

40 0,678 1,344 1,950

45 0,713 1,365 2,034

50 0,735 1,399 2,088

Tabel 9 Kecepatan pencairan es (q kkal), dalam kotak insulasi dengan kerapatan insulasi berbeda.

Durasi pencairan es (jam)

q (kkal/jam)

ρ30 ρ35 ρ40 ρ45 ρ50

8 7,35 6,46 6,78 7,13 7,35

16 7,27 6,61 6.72 6.83 6.99

24 7,27 6,38 6.50 6.78 6.96

4.1.3 Uji Signifikansi pengaruh perubahan densitas material terhadap laju panas

Perbedaan jumlah es yang mencair sebagai akibat perubahan densitas material insulasi polyurethane dapat dilihat pada Tabel 8. Perubahan kecepatan panas terindikasi dari jumlah es yang mencair dalam kurun waktu pengukuran. Uji signifikansi perubahan laju panas dilakukan terhadap data hasil pengukuran tersebut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa untuk tingkat signifikansi 0,05, perubahan kecepatan atau panas akibat perubahan densitas tidak signifikan. Hal ini ditunjukkan dari nilai F hitung = 0,506, yang ternyata lebih kecil dari F tabel = 2,15 (Ho diterima). Lampiran 11 menunjukkan proses perhitungan signifikansi pengaruh perubahan densitas material polyurethane terhadap kecepatan penetrasi panas.

4.1.4 Hasil perhitungan laju panas dengan CFD LISA 76

Proses perhitungan numerik terhadap laju panas sebagai akibat perubahan densitas dengan CFD LISA 76 memerlukan data tentang data initial condition dan data boundary condition. Hal tersebut dibutuhkan untuk keperluan iterasi numerik


(50)

dan tampilan visual obyek yang dianalisis. Data untuk keperluan yang dimaksud disampaikan pada Lampiran 12. Tabel 10 menunjukkan hasil iterasi numerik laju panas akibat perubahan densitas material polyurethane.

Tabel 10 Hasil perhitungan numerik laju panas dengan CFD LISA 76

ρ (kg/m3)

K

( kcal h-1 m-1o C- 1) qp (kkal/jam) qc (kkal/jam)

30 0,033549 7,27 7,18

35 0,028431 6,38 6,67

40 0,030777 6,50 6,5

45 0,030818 6,78 6,65

50 0,031636 6,96 7,14

Keterangan :

ρ = densitas material polyurethane (kg/m3)

k = nilai konduktifitas termal hasil perhitungan (kkalh-1m-1oC-1) (ditunjukkan pada Lampiran 13)

q = kecepatan atau laju panas (kkal/jam)

qp = laju panas hasil pengukuran laboratorium (kkal/jam) qc = laju panas hasil analisis CFD (kkal/jam)

Perbandingan hasil pengujian kecepatan penetrasi panas q dari pengukuran laboratorium dan dari analisis CFD LISA 76, ditunjukkan pada Gambar 8 dan Tabel 11. Kecepatan penetrasi panas (q) hasil pengukuran dihitung berdasarkan data yang tertera dalam Tabel 8 :

6.20 6.40 6.60 6.80 7.00 7.20 7.40 7.60

0 10 20 30 40 50 60

Densitas q ( kkal /j am ) qp qc

Gambar 8. Kecepatan penetrasi panas q dari hasil pengukuran dan analisis CFD LISA 76


(51)

Tabel 11 Perbandingan hasil pengujian kecepatan penetrasi panas q

ρ (kg/m3) qp (kkal/jam) qc (kkal/jam)

30 7,27 7,18

35 6,38 6,67

40 6,50 6,5

45 6,78 6,65

50 6,96 7,14

Keterangan :

ρ = densitas material polyurethane (kg/m3)

qp = laju panas hasil pengukuran laboratorium (kkal/jam) qc = laju panas hasil analisis CFD (kkal/jam)

Penggunaan CFD diperlukan untuk menghindari pengulangan yang banyak pada perlakuan, dan menghemat waktu dan biaya. Selain itu penggunaan CFD juga dapat menghasilkan tampilan visual yang menggambarkan distribusi atau perubahan energi dari sistem rekayasa teknis yang melibatkan perubahan energi.

Konduktivitas termal hasil pengukuran dapat digunakan sebagai input dalam initial conditions sebagai salah satu syarat dapat digunakannya iterasi numerik dalam program CFD LISA 76. Hasil iterasi dari program CFD tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam menghitung laju panas pada

densitas insulasi yang berbeda, misal ρ = 31, 32, 33, ....kg/m3

, dan seterusnya. Berdasarkan hasil pengukuran laboratorium dan analisis CFD tersebut dapat diketahui nilai densitas efektif dari material insulasi polyurethane yang diukur, yaitu densitas material ρ = 30 kg/m3 dan ρ = 35 kg/m3. Selanjutnya, analisis distribusi beban panas dengan menggunakan CFD dilakukan terhadap insulasi polyurethane yang memiliki nilai densitas efektif tersebut.

Berdasarkan data initial condition dan boundary condition pada Lampiran 12, dapat ditetapkan hasil perhitungan dalam bentuk tampilan visual. Tampilan visual ini diperoleh pada tahap postprocessor, dan dapat dilihat pada Gambar 9.


(1)

Lampiran

89

Lanjutan

dLa = 81 - 100 % La (Cm = 0,545 – Cm = 0,827)

dL (%) fb fb

Cm

0,545 0,722 0,758 0,794 0,827 81 1,121 2,057 1,552 1,479 1,412 1,355 82 1,123 2,061 1,556 1,482 1,415 1,358 83 1,125 2,065 1,559 1,485 1,417 1,361 84 1,128 2,069 1,562 1,488 1,420 1,364 85 1,130 2,074 1,565 1,491 1,423 1,367 86 1,133 2,078 1,569 1,494 1,426 1,369 87 1,135 2,082 1,572 1,497 1,429 1,372 88 1,137 2,087 1,575 1,500 1,432 1,375 89 1,140 2,091 1,579 1,504 1,435 1,378 90 1,142 2,096 1,582 1,507 1,438 1,381 91 1,145 2,100 1,585 1,510 1,441 1,384 92 1,147 2,104 1,589 1,513 1,445 1,387 93 1,149 2,109 1,592 1,516 1,448 1,390 94 1,152 2,113 1,595 1,520 1,451 1,393 95 1,154 2,118 1,599 1,523 1,454 1.,396 96 1,157 2,122 1,602 1,526 1,457 1,399 97 1,159 2,127 1,606 1,529 1,460 1,402 98 1,162 2,132 1,609 1,533 1,463 1,405 99 1,164 2,136 1,612 1,536 1,466 1,408 100 1,167 2,141 1,616 1,539 1,469 1,411


(2)

Lanjutan

dLa = 81 - 100 % La (Cm = 0,857 – Cm = 0,942)

dL (%) fb fb

Cm

0,857 0,883 0,906 0,926 0,942 81 1,121 1,308 1,269 1,237 1,210 1,190 82 1,123 1,311 1,272 1,240 1,213 1,192 83 1,125 1,313 1,275 1,242 1,215 1,195 84 1,128 1,316 1,277 1,245 1,218 1,197 85 1,130 1,319 1,280 1,247 1,220 1,200 86 1,133 1,322 1,283 1,250 1,223 1,202 87 1,135 1,324 1,285 1,253 1,226 1,205 88 1,137 1,327 1,288 1,255 1,228 1,207 89 1,140 1,330 1,291 1,258 1,231 1,210 90 1,142 1,333 1,293 1,261 1,233 1,212 91 1,145 1,335 1,296 1,263 1,236 1,215 92 1,147 1,338 1,299 1,266 1,239 1,218 93 1,149 1,341 1,302 1,269 1,241 1,220 94 1,152 1,344 1,304 1,271 1,244 1,223 95 1,154 1,347 1,307 1,274 1,247 1,225 96 1,157 1,350 1,310 1,277 1,249 1,228 97 1,159 1,353 1,313 1,279 1,252 1,231 98 1,162 1,356 1,316 1,282 1,255 1,233 99 1,164 1,358 1,318 1,285 1,257 1,236 100 1,167 1,361 1,321 1,288 1,260 1,238


(3)

Lampiran

91

Lanjutan

dLa = 81 - 100 % La (Cm = 0,954 – Cm = 0,978)

dL (%) fb fb

Cm

0,954 0,968 0,97 0,975 0,978 81 1,121 1,175 1,158 1,155 1,150 1,146 82 1,123 1,177 1,160 1,158 1,152 1,148 83 1,125 1,180 1,163 1,160 1,154 1,151 84 1,128 1,182 1,165 1,163 1,157 1,153 85 1,130 1,185 1,168 1,165 1,159 1,156 86 1,133 1,187 1,170 1,168 1,162 1,158 87 1,135 1,190 1,172 1,170 1,164 1,160 88 1,137 1,192 1,175 1,172 1,166 1,163 89 1,140 1,195 1,177 1,175 1,169 1,165 90 1,142 1,197 1,180 1,177 1,171 1,168 91 1,145 1,200 1,182 1,180 1,174 1,170 92 1,147 1,202 1,185 1,182 1,176 1,173 93 1,149 1,205 1,187 1,185 1,179 1,175 94 1,152 1,207 1,190 1,187 1,181 1,178 95 1,154 1,210 1,192 1,190 1,184 1,180 96 1,157 1,213 1,195 1,193 1,186 1,183 97 1,159 1,215 1,198 1,195 1,189 1,185 98 1,162 1,218 1,200 1,198 1,191 1,188 99 1,164 1,220 1,203 1,200 1,194 1,190 100 1,167 1,223 1,205 1,203 1,197 1,193


(4)

Lanjutan

dLa = 81 - 100 % La (Cm = 0,981 – Cm = 0,99)

dL (%) fb fb

Cm

0,981 0,983 0,985 0,988 0,99 81 1,121 1,143 1,140 1,138 1,134 1,132 82 1,123 1,145 1,143 1,140 1,137 1,134 83 1,125 1,147 1,145 1,143 1,139 1,137 84 1,128 1,150 1,147 1,145 1,142 1,139 85 1,130 1,152 1,150 1,147 1,144 1,142 86 1,133 1,154 1,152 1,150 1,146 1,144 87 1,135 1,157 1,155 1,152 1,149 1,146 88 1,137 1,159 1,157 1,155 1,151 1,149 89 1,140 1,162 1,159 1,157 1,154 1,151 90 1,142 1,164 1,162 1,159 1,156 1,154 91 1,145 1,167 1,164 1,162 1,158 1,156 92 1,147 1,169 1,167 1,164 1,161 1,159 93 1,149 1,172 1,169 1,167 1,163 1,161 94 1,152 1,174 1,172 1,169 1,166 1,163 95 1,154 1,177 1,174 1,172 1,168 1,166 96 1,157 1,179 1,177 1,174 1,171 1,168 97 1,159 1,182 1,179 1,177 1,173 1,171 98 1,162 1,184 1,182 1,179 1,176 1,173 99 1,164 1,187 1,184 1,182 1,178 1,176 100 1,167 1,189 1,187 1,184 1,181 1,178


(5)

Lampiran

93

Lampiran 16 Faktor bentuk (fb), perubahan kubus ke persegipanjang dengan

dLa = 0 – 50 % La (dua sisi berukuran sama).

dLb = 0 – 50 % Lb dLb

(%)

Matrik (a x b x b) fb dLb

(%)

Matrik (a x b x b) fb

a b b a b b

0 1 1 1 1 36 2,441 0,64 0,64 1,178

1 1,020 0,99 0,99 1,000 37 2,520 0,63 0,63 1,191

2 1,041 0,98 0,98 1,000 38 2,601 0,62 0,62 1,203

3 1,063 0,97 0,97 1,001 39 2,687 0,61 0,61 1,217

4 1,085 0,96 0,96 1,002 40 2,778 0,6 0,6 1,231

5 1,108 0,95 0,95 1,003 41 2,873 0,59 0,59 1,246

6 1,132 0,94 0,94 1,004 42 2,973 0,58 0,58 1,262

7 1,156 0,93 0,93 1,005 43 3,078 0,57 0,57 1,278

8 1,181 0,92 0,92 1,007 44 3,189 0,56 0,56 1,295

9 1,208 0,91 0,91 1,009 45 3,306 0,55 0,55 1,313

10 1,235 0,9 0,9 1,011 46 3,429 0,54 0,54 1,332

11 1,262 0,89 0,89 1,013 47 3,560 0,53 0,53 1,351

12 1,291 0,88 0,88 1,016 48 3,698 0,52 0,52 1,372

13 1,321 0,87 0,87 1,019 49 3,845 0,51 0,51 1,394

14 1,352 0,86 0,86 1,022 50 4,000 0,5 0,5 1,417

15 1,384 0,85 0,85 1,025

16 1,417 0,84 0,84 1,029

17 1,452 0,83 0,83 1,033

18 1,487 0,82 0,82 1,037

19 1,524 0,81 0,81 1,042

20 1,563 0,8 0,8 1,047

21 1,602 0,79 0,79 1,052

22 1,644 0,78 0,78 1,058

23 1,687 0,77 0,77 1,063

24 1,731 0,76 0,76 1,070

25 1,778 0,75 0,75 1,076

26 1,826 0,74 0,74 1,083

27 1,877 0,73 0,73 1,091

28 1,929 0,72 0,72 1,099

29 1,984 0,71 0,71 1,107

30 2,041 0,7 0,7 1,116

31 2,100 0,69 0,69 1,125

32 2,163 0,68 0,68 1,135

33 2,228 0,67 0,67 1,145

34 2,296 0,66 0,66 1,155


(6)