Kesesuaian desain dan konstruksi cantrang pada kapal 20 GT untuk peningkatan performa operasional

KESESUAIAN DESAIN DAN KONSTRUKSI CANTRANG
PADA KAPAL 20 GT UNTUK PENINGKATAN PERFORMA
OPERASIONAL

SUPARMAN SASMITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Kesesuaian Desain dan
Konstruksi Cantrang Pada Kapal 20 GT untuk Peningkatan Performa Operasional
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Suparman Sasmita
NIM C461090041

RINGKASAN

SUPARMAN SASMITA. C461090041. Kesesuaian Desain dan Konstruksi
Cantrang Pada Kapal 20 GT untuk Peningkatan Performa Operasional. Dibimbing
oleh: Ari Purbayanto, Sulaeman Martasuganda dan Totok Hestirianoto.

Cantrang dikenal sebagai salah satu alat tangkap populer dikeluarkannya
nelayan pantai utara Jawa (Pantura) sejak tahun 1960. Pasca dikeluarkan
Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 yang melarang penggunaan pukat hela
(trawl) telah berdampak bagi nelayan trawl. Cantrang merupakan alat penangkap
ikan berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan dua seam, tanpa dilengkapi alat

pembuka mulut jaring. Target ikan tangkapan cantrang yaitu ikan demersal,
walaupun pada kenyataannya ikan hasil tangkapan sangat beragam.
Bentuk dan konstruksi cantrang sangat bervariasi dan beragam ukuran.
Selain itu, ada pula nelayan yang berupaya merubah fungsi kapal purse seine
menjadi kapal cantrang untuk menghindari kerugian usaha. ABK mempunyai
peran dan tugas masing-masing. Prosedur kerja di atas dek kapal belum menjadi
perhatian khusus bagi nelayan dan berdasarkan pengalaman. Berdasarkan uraian
tersebut, maka diperlukan pengkajian mengenai kesesuaian dimensi cantrang dan
ukuran kapal pada kapal 20 GT, dengan mempertimbangkan tingkat kenyamanan
kerja di dek kapal.
Tujuan umum penelitian adalah menentukan kesesuaian dimensi alat
tangkap cantrang dan ruang dek kapal, agar lebih optimal sehingga memiliki
efisiensi, dan efektivitas sesuai dengan keselamatan operasi penangkapan. Tujuan
khusus penelitian, yaitu: (1) mengkaji desain dan konstruksi melalui penentuan
bentuk cantrang serta melakukan komparasi bagian-bagian jaring yang digunakan
pada kapal berukuran 20 GT dan (2) menganalisis tata letak alat tangkap, jaringan
kerja dan tingkat pemanfaatan ruang di atas dek kapal, dengan memperhatikan
kenyamanan kerja untuk efektivitas pada operasi penangkapan.
Data primer diambil dengan metode purposive sampling dari kapal cantrang
berukuran 20 GT di Kabupaten Rembang dan Pelabuhan Perikanan Nusantara

(PPN) Brondong. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait. Untuk mengetahui
karakteristik desain dan konstruksi cantrang dihitung berdasarkan perhitungan
pada Standar Nasional Indonesia bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang
nomor SNI 01-7236-2006 (SNI 2006). Pada operasi penangkapan cantrang
dibatasi oleh dek kapal yang terdapat penempatan alat tangkap, tali selambar dan
peralatannya. Analisis alur dan waktu kerja serta risiko keselamatan dilakukan
untuk meningkatkan kenyamanan dan antisipasi penanggulangan kecelakaan.
Cantrang mempunyai karakteristik 60% sesuai dengan nilai standar (SNI)
SNI 01-7236-2006. Cantrang nelayan memliki jumlah panel lebih banyak yaitu
11-13 panel, yang berarti badan jaring akan lebih panjang. Ukuran panjang tali ris
atas dibandingkan total jaring memiliki nilai lebih besar, sehingga badan jaring
hingga kantong cenderung lebih panjang dibandingkan dengan sayap jaring.

Perbandingan antara panjang sayap atas dan total jaring menunjukkan sayap
cantrang lebih pendek dan ukuran mulut jaring cenderung besar. Dengan
mengamati secara membujur, bagian badan lebih pendek dari total panjang jaring,
sehingga kantong jaring dapat lebih lebar dan panjang. Bagian sayap cantrang
pada saat digunakan dapat membuka lebar dilihat dari perbandingan sayap atas
dan lebar jaring.
Berdasarkan hasil pengukuran, cantrang Brondong memiliki dimensi

(panjang x lebar) 51,56 x 37,72 m dan Rembang berukuran 43,52 x 49,35 m,
serta masing-masing berbentuk dua seam. Keliling mulut jaring untuk (a) cantrang
nelayan Brondong dan Rembang berturut-turut sebesar 55 m dan 46,56 m.
Simulasi perlakuan pelampung (3,780 grf) dan pemberat (4 – 5 kg), menunjukkan
penambahan pelampung memperbesar bukaan mulut jaring, sedangkan pemberian
pemberat pada tali ris bawah mengakibatkan tali ris akan mencapai dasar perairan.
Estimasi tinggi bukaan mulut jaring cantrang dengan menggunakan model
cantrang yang diukur dan diuji pada flume tank di Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bagian
badan jaring ke bagian kantong cenderung menyempit atau membentuk kerucut.
Cantrang dibuat dengan beberapa bagian jaring dengan jumlah bagian sayap
sebanyak 5 bidang jaring, bagian badan 13 bidang jaring dan bagian kantong yaitu
1 bidang jaring.
Hasil pengamatan pada flume tank dengan kecepatan arus 20, 30, dan 50
cm/dt dapat diketahui tinggi bukaan mulut jaring secara berurutan 34 cm, 24 cm
dan 18 cm dengan prediksi tinggi jaring sebenarnya 10,2 m, 7,2 m dan 5,4 m.
Data tersebut menunjukkan bahwa tinggi bukaan mulut jaring semakin rendah
dengan bertambahnya kecepatan arus di flume tank. Jaring cantrang hasil
pengukuran dimungkinkan dioperasikan pada perairan dengan kedalaman 2 kali
tinggi bukaan mulut jaring atau lebih dari 12 m.

Hasil pengamatan pada operasi penangkapan cantrang diketahui terdapat 9
tahapan. Tahapan setting dimulai penurunan tali pelampung dan tali selambar
(pemutaran tali) yang dilakukan di bagian kanan kapal, penurunan danleno dan
sayap jaring. Tahapan hauling yaitu penarikan selambar, pengangkatan danleno
dan sayap, pengangkatan badan, pengangkatan dan membuka kantong jaring, serta
sortir penurunan pelampung hingga menaikkan bagian kantong jaring.
Area kerja di atas kapal sangat terbatas, dimana setiap aktivitas posisi ABK.
Tingkat keparahan dan peluang kecelakaan tertinggi terdapat pada waktu aktivitas
towing, khususnya pada penyiapan mesin gardan yang menyebabkan meninggal
dunia. Tahapan hauling rata-rata tingkat keparahan dan peluang kecelakaan
berada pada indeks risiko 4 dan 5. Tindakan pencegahan pada operasi
penangkapan cantrang, antara lain peralatan tambahan dan alat bantu pada saat
mengatur tali pada gardan, peraturan penggunaan alat dan teknis pada saat towing
dan pengaturan tali selambar, penambahan ruang kerja pada saat hauling.

Kata Kunci: cantrang, resiko keselamatan, karakteristik, desain dan konstruksi,
waktu kritis

SUMMARY


SUPARMAN SASMITA. C461090041. Appropriateness of Design and
Construction of Danish Seine Net on 20 GT Boat for Improvement of Its
Operational Performance. Supervised by: Ari Purbayanto, Sulaeman
Martasuganda and Totok Hestirianoto.
Danish seine net called in Indonesia language “cantrang” is a fishing gear
shaped a pocket made with two seams of webbing, without any net mouth opening
equipment. Since 1960, cantrang known as one of the popular fishing gear fishing
in the north coast of Java. Post issued Presidential Decree No. 39 in 1980 which
prohibits the use of trawl nets have an impact on fishing trawlers. Furthermore
trawl fishermen replace with cantrang.
There are various design and construction of the Danish seine net with a
different measurement. The fisherman used various capacity of the cantrang boat.
Regulation of government had permits fisherman using not more than 30 GT.
Therefore, it needs on assessment of suitability of the gear related to the net
dimension and boat size with respect to the level of working comfort onboard.
The general objective of this study is to determine appropriateness of
Danish seine net dimension and onboard area for more optimum used regarding
safety of fishing operation. The specific objectives are:
(1) To predict height of mouth opening of the Danish seine net through laboratory
test of the model scaled net on the flume tank;

(2) To assess the design and construction through determining the shape of
Danish seine net and to compare the net components used on 20 GT boat;
(3) To analysis the net layout, work – network and utilizing level of area onboard
by considering working comfort for fishing operation effectiveness.
In this study, primary data collected used a purposive sampling method for
the danish seine boat of 20 GT based in Rembang Regency and Archipelagic
Fishing Port (PPN) of Brondong. The data analyses used were a flume tank
laboratory test analysis, comparison analysis, net work analysis and work safety
assessment.
Dimension (long x wide) of cantrang Rembang was 51,56 x 37,72 meters
and Brondong 43,52 x 49,35 meters with 2 seams system. The data analysis
shows that circumference of mouth 55 m dan 46,56 m. The Simulations of
buoyancy of heard rope and shinking force of ground rope shows the additioning
of floats and shinkers was increased the vertical or high of net mouth and cantrang

could touch of ground. Danish seine net has technical characteristic of 60%
matched with the national standard value (SNI 01-72312006). The net used by the
fishers has more net panels (11-13 panels) that made the body on net was longer.
The result shows that the height of net mouth opening on the flume tank
current speed of 20, 30 and 50 cm/s was 34, 24 and 18 cm, respectively these

values indicated the height of net mouth opening decreased by the increase of the
water current in the flume tank. The shape mouth of net was a circle an oval
shape and body of net its like cone.
The on board working area is very limited, where as every activity position
of crews has accident probability. The cantrang operation was stared from setting
such as throwing of float, circling of warp rope, release the net and taking the
float. Some accident probabilities were related to pacing activity of crews during
fishing operation of danish seine net. The result of Formal Safety Analysis (FSA),
there was some activities had dangerous level. The highest probability accident
during hauling activity, especially on preparation of auxiliary machinery (gardan)
that cause dead.

Keyword: Danish seine, net, design, construction, characteristic, safety, critical
time

© Hak cipta milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KESESUAIAN DESAIN DAN KONSTRUKSI CANTRANG
PADA KAPAL 20 GT UNTUK PENINGKATAN PERFORMA
OPERASIONAL

SUPARMAN SASMITA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Penguji pada Ujian Tertutup:

Dr. Ir. Fedi A Sondita, M.Sc

Dr. Ir. Diniah, M.Si

Penguji pada Ujian Terbuka:

Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja, M,Sc

Gellwyn Yusuf Ph.D

Judul
Nama
Nomor Pokok
Mayor

: Kesesuaian Desain dan Konstruksi Cantrang Pada Kapal 20

GT Untuk Peningkatan Performa Operasional
: Suparman Sasmita
: C 461090041
: Teknologi Perikanan Tangkap

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing:

Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc.
Ketua

Dr. Sulaeman Martasuganda, M.Sc.
Anggota

Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc.
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Perikanan Tangkap

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc.

Dr. Ir. Dahrul Syah,M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian : 6 September 2013

Tanggal kelulusan:

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Alloh Subhanahu
Wataala, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusunan disertasi ini dapat
diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian
studi Doktor pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Disertasi berjudul “ Kesesuaian Desain dan
Konstruksi Cantrang pada Kapal 20 GT Untuk Peningkatan Performa
Operasional” ini disusun untuk mengkaji perikanan cantrang di pantai utara Jawa,
serta keprihatinan terhadap konflik yang terjadi di kalangan nelayan.
Disertasi ini menguraikan tentang desain dan konstruksi cantrang, teknis
operasi penangkapan dan alur kerjanya. Terkait dengan hal tersebut, di dalamnya
diungkap jaringan kerja dan keselamatan kerja nelayan cantrang. Disertasi ini juga
mengidentifikasi peluang kecelakaan kerja yang umum terjadi pada nelayan
cantrang. Harapan dari disertasi ini adalah memberikan informasi sebagai bagian
penyelesaian konflik dari perspektif teknis alat tangkap cantrang.
Akhirnya, disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif
untuk perbaikan dan kesempurnaan disertasi ini. Semoga hasil penelitian yang
dituangkan dalam disertasi ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013

Suparman Sasmita

DAFTAR ISTILAH

ABK

:

singkatan dari anak buah kapal

Badan jaring

:

bagian cantrang terletak di antara bagian sayap dan
kantong

BHP

:

break horse power atau daya motor penggerak kapal.

Cantrang

:

alat penangkap ikan berbentuk kantong terbuat dari
jaring dengan dua seam, yang tanpa dilengkapi papan
rentang (otter board) sebagai pembuka mulut jaring.

CCRF

:

Code of conduct for responsible fisheries atau Tata
laksana untuk perikanan yang bertanggung jawab.

Danleno

:

kelengkapan

cantrang

terbuat

dari

besi

yang

membentuk segitiga sebagai alat perentang sayap jaring
dan dipasang tegak pada ujung depan bagian sayap.
Hanging ratio

:

nilai ratio perbandingan panjang tali terpasang dengan
panjang jaring terenggang.

Hauling

:

kegiatan pengangkatan jaring setelah selesai penarikan
tali selambar.

HP

:

daya mesin penggerak kapal dikenal juga dengan horse
power

Kantong

:

bagian cantrang yang terletak diujung belakang atau
akhir.

Keliling mulut

:

bagian badan pukat yang terbesar dan terletak diujung
depan dari bagian badan jaring cantrang.

Kisi

:

lembar-lembar

jaring

yang

dihubungkan

hingga

membentuk sayap, badan dan kantong cantrang
Knot

:

satuan kecepatan kapal setara dengan mil per jam

Panel (Seam)

:

lembaran susunan jaring yang dapat dibedakan dalam
gambar bagian cantrang, sering dikenal dengan kisikisi.

Panjang total jaring

:

hasil penjumlahan dari panjang bagian sayap, badan
dan kantong jaring cantrang.

PE

:

polyethilen bahan jaring dan atau tali terbuat dari serat
sintetik

PA

:

polyamide bahan jaring dan atau tali terbuat dari serat
alami

Rpm

:

putaran per menit (rotation per minute)

Sayap

:

bagian jaring terpanjang dan terletak diujung depan dari
cantrang.

Setting

:

kegiatan penurunan jaring yang diawali dengan
penurunan pelampung, tali selambar dan jaring.

Square

:

jaring dengan bentuk empat persegi yang dipasang pada
bagian atas mulut jaring untuk mencegah ikan
meloloskan diri.

Towing

:

kegiatan penarikan tali selambar yang terhubung
dengan jaring cantrang.

Responsible fishing

:

kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan selain
itu juga menyediakan konsumen dengan kualitas ikan
yang baik dan memenuhi standar kualitas makanan
yang sesuai dengan standar keselamatan makanan.

Sustainable fisheries :

kegiatan perikanan yang berkelanjutan merupakan
kegiatan perikanan yang tidak menyebabkan perubahan
dalam

biologi

atau

produktivitas

keanekaragaman hayati struktur ekosistem

ekonomi,
untuk

generasi yang akan datang.
Tali ris

:

tali yang berfungsi untuk menggantungkan dan
menghubungkan kedua sayap cantrang di bagian atas
dan bawah.

Tali selambar

:

tali yang berfungsi sebagai penarik cantrang ke atas
kapal.

Target spesies

:

spesies yang menjadi tujuan utama penangkapan dan
bernilai ekonomi.

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xv

1. PENDAHULUAN

ix

Latar Belakang ........................................................................................................ 1
Tujuan ..................................................................................................................... 4
Manfaat ................................................................................................................... 4
Ruang Lingkup ........................................................................................................ 4
Kerangka Pikir ........................................................................................................ 6
2. METODOLOGI

9

Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................. 9
Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................................... 9
Metode Pengumpulan Data ..................................................................................... 9
Kerangka Penelitian .............................................................................................. 10
Analisis Data ......................................................................................................... 12
3. KARAKTERISTIK DESAIN DAN KONSTRUKSI
TANGKAP CANTRANG UKURAN KAPAL 20 GT

ALAT
13

Pendahuluan .......................................................................................................... 13
Tujuan ................................................................................................................... 16
Manfaat ................................................................................................................. 16
Metodologi ............................................................................................................ 16
Hasil dan Pembahasan........................................................................................... 24
Kesimpulan ........................................................................................................... 38
4. UJI PERFORMA CANTRANG MENGGUNAKAN MODEL PADA
FLUME TANK
40
Pendahuluan .......................................................................................................... 40
Tujuan ................................................................................................................... 43
Manfaat ................................................................................................................. 43
Metodologi ............................................................................................................ 43
Hasil dan Pembahasan........................................................................................... 46
Kesimpulan ........................................................................................................... 61

x

5. PEMANFAATAN RUANG ATAS DEK KAPAL DAN ALUR
KERJA PENGOPERASIAN MELALUI PENDEKATAN ANALISIS
JARINGAN DAN KESELAMATAN KERJA
62
Pendahuluan .......................................................................................................... 62
Tujuan .................................................................................................................... 63
Manfaat .................................................................................................................. 63
Metodologi ............................................................................................................ 63
Hasil dan Pembahasan ........................................................................................... 73
Kesimpulan ............................................................................................................ 90
6

PEMBAHASAN UMUM

91

7

KESIMPULAN DAN SARAN

94

Kesimpulan ............................................................................................................ 94
Saran ..................................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi

DAFTAR TABEL

1

Besaran koversi kecepatan dengan kecepatan tarik ................................... 14

2

Jumlah kisi-kisi pada jaring cantrang ........................................................ 19

3

Material dan ukuran mata jaring cantrang ................................................. 20

4

Material dan ukuran tali temali pada jaring cantrang ................................ 20

5

Perbandingan antara diameter benang dengan ukuran mata jaring ........... 20

6

Nilai hanging ratio pada jaring cantrang ................................................... 21

7

Panjang tali temali pada jaring cantrang .................................................... 21

8

Kisi-kisi pada bagian jaring ....................................................................... 24

9

Batasan bentuk jaring kearah memanjang ................................................. 26

10

Batasan bentuk jaring kearah melintang .................................................... 26

11

Material dan ukuran mata jaring ................................................................ 27

12

Material dan ukuran tali ............................................................................. 27

13

Perbandingan dt/mo berdasarkan karakteristik baku ................................. 27

14

Perbandingan standar baku hanging ratio (E) dengan sampel .................. 28

15

Hasil simulasi panjang tali selambar yang membentuk sudut
70°
kemiringan dalam air ................................................................................. 28

16

Hasil simulasi penggunaan perbedaan jarak antar tali selambar pada
panjang tali selambar yang sama ............................................................... 29

17

Tahanan jaring cantrang pada kecepatan berbeda ..................................... 29

18

Simulasi penghitungan perlakuan penambahan pemberat ......................... 30

19

Estimasi penghitungan daya apung pada perlakuan pelampung ............... 30

20

Estimasi bukaan mulut jaring cantrang (satuan m).................................... 31

21

Perancangan konstruksi model cantrang ................................................... 50

22

Nilai tinggi bukaan mulut jaring pada uji laboratorium dengan
kecepatan 317 Rpm (0,2 m/dt) dan perhitungan Prado (1990) (satuan m) 56

23

Nilai tinggi bukaan mulut jaring pada uji laboratorium dengan
kecepatan 580 Rpm (0,3 m/dt) dan perhitungan Prado (1990) (satuan m) 57

24

Nilai tinggi bukaan mulut jaring pada uji laboratorium dengan
kecepatan 799 Rpm (0,5 m/dt) dan perhitungan Prado (1990) (satuan m) 59

25

Narasumber utama ..................................................................................... 64

26

Sumber dan jenis data. ............................................................................... 65

27

Nilai tingkat keparahan .............................................................................. 71

xii

28

Indeks frekuensi kejadian .......................................................................... 72

29

Indeks risiko .............................................................................................. 72

30

Ukuran kapal hasil pengukuran berdasarkan lokasi survei ....................... 73

31

Waktu setiap aktivitas operasi penangkapan............................................. 82

32

Perincian waktu dan kelonggaran dalam proses penangkapan cantrang .. 83

33

Tingkat keparahan dan frekuensi keselamatan kerja pada operasi
penangkapan cantrang pada setiap aktivitas ............................................. 86

34

Tindakan pencegahan untuk keselamatan kerja pada operasi
penangkapan cantrang ............................................................................... 89

xiii

DAFTAR GAMBAR

1

Kerangka pikir ...........................................................................................

8

2

Lokasi Penelitian .......................................................................................

9

3

Kerangka Penelitian ................................................................................... 11

4

Bagian-bagian jaring cantrang (BSN 2006) .............................................. 18

5

Daerah operasi cantrang selama penelitian................................................ 31

6

Arah dan kekuatan arus permukaan bulan Maret 2012 (BMKG 2012)..... 32

7

Arah dan kekuatan arus permukaan bulan April 2012 (BMKG 2012) ...... 33

8

Arah dan kekuatan arus permukaan bulan Mei 2012 (BMKG 2012) ........ 33

9

Arah dan kekuatan arus permukaan bulan Juni 2012 (BMKG 2012) ....... 34

10

Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 1 (Tanjung
Bendoh)...................................................................................................... 35

11

Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 2 (Utara Perairan
Rembang)................................................................................................... 36

12

Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 3 (Utara Perairan
Rembang)................................................................................................... 36

13

Arah dan kekuatan angin dari nilai rerata tahunan di perairan Teluk
Rembang pada tahun 1992 – 2009 (NOAA 2013) .................................... 37

14

Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 4 (Utara Perairan
Rembang)................................................................................................... 38

15

Tangki pengujian (flume tank) ................................................................... 44

16

Desain alat tangkap cantrang ..................................................................... 47

17

Model jaring cantrang ................................................................................ 48

18

Sketsa desain konstruksi model cantrang nelayan ..................................... 49

19

Grafik arus pada putaran 317 rpm ............................................................. 52

20

Grafik arus pada putaran 538 rpm ............................................................. 53

21

Grafik arus pada putaran 799,9 rpm .......................................................... 54

22

Tinggi bukaan mulut jaring model pada putaran 317 rpm (kisaran nilai
rerata standard deviasi) .............................................................................. 55

23

Estimasi bentuk bukaan mulut jaring pada kecepatan 0,2 m/dt
berdasarkan hasil laboratorium .................................................................. 56

24

Pengamatan tinggi bukaan mulut jaring pada putaran 538 rpm (kisaran
nilai rerata standard deviasi) ...................................................................... 57

xiv

25

Estimasi bentuk bukaan mulut jaring pada kecepatan 0,3 m/dt
berdasarkan hasil laboratorium ................................................................. 58

26

Pengamatan tinggi bukaan mulut jaring pada putaran 799 rpm (kisaran
nilai rerata standard deviasi) ..................................................................... 58

27

Estimasi bentuk bukaan mulut jaring pada kecepatan 0,2 m/dt
berdasarkan hasil laboratorium ................................................................. 59

28

Perubahann tinggi bukaan mulut jaring pada kecepatan berbeda ............. 60

29

Skema alur kerja........................................................................................ 67

30

Lingkaran aktivitas (event)........................................................................ 69

31

Tahapan dalam penelitian ......................................................................... 73

32

Tahapan kerja di atas dek kapal selama operasi penangkapan cantrang ... 76

33

Model Alur kerja operasi penangkapan cantrang...................................... 76

34

Pembagian tata letak ruang di atas dek kapal............................................ 79

35

Posisi nelayan di atas dek kapal saat setting cantrang .............................. 80

36

Posisi nelayan di atas dek kapal saat penarikan tali selambar (hauling)
cantrang ..................................................................................................... 80

37

Posisi nelayan di atas dek kapal saat pengangkatan jaring (hauling) ....... 81

38

Bagan jaringan kerja proses operasi penangkapan cantrang ..................... 83

xv

DAFTAR LAMPIRAN

1

Data spesifikasi unit penangkapan cantrang hasil survei .........................101

2

Data hasil pengukuran waktu operasi penangkapan cantrang ...................102

3

Kapal nelayan untuk mengoperasikan cantrang ........................................107

4

Aktivitas operasi penangkapan .................................................................108

xvi

1

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cantrang dikenal sebagai salah satu alat tangkap populer dikalangan nelayan
pantai utara Jawa (Pantura) sejak tahun 1960. Setelah penerbitan Keputusan
Presiden Nomor 39 Tahun 1980 yang melarang penggunaan pukat hela (trawl),
selanjutnya banyak nelayan trawl berupaya mencari alat tangkap alternatif untuk
memperoleh ikan tangkapan yang banyak dan efisien. Pada tahun 1982,
pemerintah membatasi daerah operasi alat tangkap trawl diwilayah Timur
Indonesia berdasarkan Kepres 85 tahun 1982. Salah satu alat tangkap yang
menjadi pengganti trawl adalah cantrang. Alat tangkap ini, berkembang pesat di
beberapa daerah dan dioperasikan pada daerah penangkapan yang sama dengan
alat tangkap lainnya.
Cantrang (BSN 2006) merupakan pukat tarik yang pengoperasiannya
menggunakan satu kapal, yang dioperasikan dengan tali selambar di dasar
perairan dengan melingkari gerombolan (schooling) ikan demersal, penarikan dan
pengangkatan jaring (hauling) dari atas kapal. Pukat tarik cantrang termasuk
dalam klasifikasi pukat (seine net) dengan perahu (boat seine), sesuai dengan
International Standard Statistical Classification of Fishing Gears FAO,
menggunakan singkatan SDN dan berkode ISSCFG 02.2.1.
Berdasarkan metode penangkapan, alat tangkap cantrang termasuk seine
netting, dimana terdapat tali warp panjang yang melingkari perairan dengan jaring
menyerupai trawl pada pertengahan perairan. Kedua tali warp ditarik hingga
menyatu pada saat proses hauling, sehingga ikan berada di dalam kantong jaring
dan mengangkatnya keatas kapal (Sainsbury 1971).
Brandt (2005) menjelaskan bahwa seine net adalah alat tangkap yang terdiri
dari jaring sayap sebagai dinding penghadang dan kantong (bunt) pada bagian
tengah atau samping, untuk mengumpulkan ikan. Pada setiap sayap jaring
diikatkan tali (warp) untuk menarik jaring. Konstruksi jaring (seine net) terdiri
dari sayap yang panjang, memiliki kantung kecil dan atau tidak berkantung,
dioperasikan dengan menurunkan salah satu sayap, luas area penangkapan
ditentukan oleh panjang sayap dan tali selambar, dioperasikan pada kedalaman
lebih dari 50 meter pada danau dan 400 m pada perairan laut, penarikan jaring
tetap pada samping bagian kapal.
Ditinjau dari bentuk alat tangkap, cantrang memiliki sayap dan kantong
yang terbuat dari jaring dengan dua seam, tanpa dilengkapi papan rentang (otter
board) sebagai pembuka mulut jaring. Pada konstruksi cantrang tidak terdapat
medan jaring atas (square), sayap pendek dengan tali selambar yang panjang.
Pengoperasian cantrang dilakukan dengan melingkarkan tali selambar pada
gerombolan ikan di atas dasar perairan, kemudian jaring ditarik ke atas kapal
menggunakan peralatan bantu berupa kapstan, kapal dalam keadaan berhenti atau

2

tidak menghela. Berdasarkan klasifikasi statistik perikanan tangkap Indonesia,
cantrang termasuk kedalam kelompok pukat kantong (DKP 2010).
Pada pengoperasian alat tangkap akan berkaitan dengan reaksi tingkah laku
ikan terhadap alat tangkap. Setiap bagian cantrang mempunyai hubungan dengan
upaya mengontrol ikan agar tergirig masuk kebagian kantong jaring. Nikonorov
(1975) menerangkan membagi zona pengaruh alat tangkap pada saat dioperasikan
diantaranya zona tergiring (zone of influence) dan zona aksi (zona of action).
Nelayan melakukan modifikasi pada bagian sayap, badan dan kantong dengan
maksud untuk mempengaruhi serta mencegah ikan dari area tangkapan yang
dilingkari tali selambar cantrang.
Bagian-bagian cantrang yang terdiri dari sayap, badan dan kantong dalam
konstruksinya memiliki ukuran yang sangat bervariasi seperti ukuran benang,
mata jaring, dan jumlah mata jaring, dan beberapa bagian dengan material
lainnya. Pada umumnya dimensi cantrang disesuaikan dengan ukuran kapal yang
dimiliki nelayan, semakin besar ukuran kapal maka dimungkinkan semakin besar
pula ukuran cantrang yang digunakan alat tangkap yang lebih panjang dan luasan
sapuan dasar lebih besar dan kolom air yang menjadikan alat tangkap ini lebih
tinggi. Untuk meningkatkan kemampuan jaring, nelayan menambah besar bukaan
mulut jaring. Nelayan menganggap dengan memperbesar bukaan mulut jaring
dapat menangkap ikan pada kolom air yang lebih tinggi, sehingga peluang ikan
tergiring semakin besar dan menghindari semakin kecil.
Target utama ikan tangkapan cantrang adalah ikan demersal, walaupun pada
kenyataannya ikan hasil tangkapan sangat beragam. Keragaman ikan dipengaruhi
oleh daerah perairan dan musim penangkapan. Beberapa aktivitas perikanan
komersial memiliki target penangkapan pada satu atau beberapa jenis ikan, seperti
halnya pada perikanan trawl di Arafura (Purbayanto dan Riyanto 2005). Salah
satu sumberdaya ikan demersal yang menjadi sasaran alat tangkap cantrang adalah
ikan kuniran (Saputra et al. 2009).
Nelayan akan berupaya menambah hasil tangkapan untuk mengejar
keuntungan dengan adanya fluktuasi hasil tangkapan pada dewasa ini. Untuk
menghindari kerugian usaha, nelayan berupaya mendapatkan hasil tangkapan
yang baik dengan melakukan modifikasi pada cantrang. Modifikasi dilakukan
pada bentuk alat tangkap, teknik operasi penangkapan dan mencari daerah
penangkapan ikan baru.
Selain itu, nelayan berupaya menggunakan kapal yang biasanya
mengoperasikan alat tangkap lain menjadi kapal cantrang untuk menghindari
kerugian usaha. Salah satunya dengan penggunaan kapal pukat cincin (purse
seine) dengan merubah beberapa bagian dek kapal. Kapal tersebut memiliki
ukuran lebih dari 20 gross tonage (GT), sehingga nelayan memperbesar ukuran
alat tangkap yang digunakan.
Pemerintah telah mengatur daerah operasi penangkapan alat tangkap
cantrang dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor
02 Tahun 2011 pada pasal 23 ayat 6. Menurut Peraturan tersebut, kapal yang
digunakan untuk mengoperasikan cantrang berukuran kurang dari 30 GT.
Mengacu pada aturan tersebut, maka ukuran alat tangkap yang digunakan harus
sesuai untuk ukuran kapal tersebut. Namun sering kali nelayan tidak mematuhi

3

peraturan operasi penangkapan, misalnya secara tidak langsung teknik operasi
cantrang akan berubah dengan menggunakan alat bantu, sehingga bukan menjadi
cantrang.
Area ruang kerja selain operasi penangkapan ikan sangat terbatas, yaitu dek
kapal, dimana terdapat penempatan alat tangkap, alat bantu penangkapan dan
aktivitas lainnya. Jaring dan tali slambar adalah dua komponen alat tangkap yang
memerlukan ruang secara signifikan. Penempatan alat tangkap seperti jaring dan
tali selambar di atas kapal memenuhi ruang gerak di dek. Alat tangkap yang akan
dioperasikan, diletakkan pada bagian tertentu pada dek kapal.
Penempatan atau tata letak alat tangkap serta alat bantu penangkapan di atas
dek kapal disesuaikan dengan alur aktivitas ABK pada saat operasi penangkapan
ikan. Untuk mencapai kondisi yang optimal, penempatan alat tangkap tidak
membatasi pergerakan ABK. Hal ini memberikan dampak pada lamanya waktu
yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap agar lebih efektif, sehingga
tingkat keberhasilan menangkap ikan menjadi lebih tinggi. Faktor waktu menjadi
indikator produktivitas kerja di atas kapal, khususnya pencapaian efektivitas
operasi penangkapan.
Jumlah ABK pada kapal cantrang disesuaikan dengan ukuran alat (tali
selambar dan jaring) yang digunakan. Setiap perubahan jumlah ABK akan
cenderung berdampak pada prosedur kerja, dan efektivitas operasi penangkapan.
ABK mempunyai peran dan tugas masing-masing, bahkan seringkali bergantian
dalam pelaksanaannya. Prosedur kerja di atas dek kapal belum menjadi perhatian
khusus bagi nelayan. Nelayan menentukan prosedur kerja berdasarkan
pengalaman serta biaya operasional. Aktivitas anak buah kapal (ABK) di atas
kapal selama operasi penangkapan berlangsung haruslah berhati-hati, agar tidak
mengalami kecelakaan yang tidak diinginkan.
Cara operasi penangkapan cantrang dipengaruhi berbagai faktor,
diantaranya ukuran alat tangkap, ukuran kapal, serta jumlah ABK selama operasi
penangkapan. beberapa hal tersebut, saling terkait serta dapat mempengaruhi
keberhasilan penangkapan ikan. Adanya prosedur kerja dan penempatan peralatan
dan atau rangkaian alat tangkap di atas kapal akan membuat kenyamanan kerja
dan peningkatan keberhasilan operasi penangkapan.
Setiap alat tangkap berkantong memiliki perbedaan bentuk, sehingga perlu
ditentukan apakah suatu alat tangkap dapat dinamakan cantrang. Penentuan suatu
alat tangkap dinamakan cantrang dapat dilakukan pengamatan dan pengkajian dari
desain dan konstruksi alat, dan cara pengoperasiannya. Setiap bagian pada jaring
yang membentuk cantrang memiliki ukuran jaring, benang dan materialnya.
Demikian pula halnya dengan teknik pengoperasian cantrang, yang berbeda
dengan jaring berkantong lainnya. Cantrang umumnya dioperasikan pada
kedalaman tertentu dengan dasar perairan lumpur berpasir.
Berdasarkan paparan di atas, maka diperlukan pengamatan dan pengkajian
mengenai kesesuaian berkaitan dimensi alat tangkap cantrang, dan ukuran kapal
pada kapal 20 gross tonnage (GT) dengan mempertimbangkan tingkat
kenyamanan kerja di dek kapal. Hal ini dapat membantu untuk mengefektifkan
operasi penangkapan dan akan memberikan dampak produktivitas hasil tangkapan
nelayan.

4

Tujuan
Tujuan umum penelitian adalah menentukan kesesuaian dimensi cantrang
dan ruang dek kapal, agar operasi penangkapan menjadi optimal serta efisien dan
efektif dengan memperhatikan keselamatan nelayan.
Tujuan khusus penelitian, yaitu:
1) Mengkaji desain dan konstruksi dengan menentukan bentuk cantrang serta
melakukan komparasi bagian-bagian jaring yang digunakan pada kapal
berukuran 20 GT.
2) Mengkaji tinggi bukaan mulut cantrang melalui uji cantrang skala model pada
laboratorium flume tank untuk analisis performa jaring di laut.
3) Menganalisis tata letak alat tangkap, jaringan kerja dan tingkat pemanfaatan
ruang di atas dek kapal yang mengoperasikan cantrang, dengan
memperhatikan kenyamanan kerja untuk efektivitas pada operasi
penangkapan.
Manfaat
Manfaat penelitian yang dilakukan, antara lain:
1) Manfaat bagi pemerintah, dapat menjadi bahan penyusunan dalam penentuan
standardisasi alat tangkap, penentuan acuan kesesuaian antara desain dan
konstruksi berdasarkan ukuran dalam upaya pengelolaan perikanan.
2) Manfaat bagi masyarakat, memberikan kontribusi pemikiran secara ilmiah
bagi masyarakat untuk perancangan alat tangkap yang sesuai dengan ukuran
kapal.
3) Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yakni dapat menjadi referensi
bagi pengkajian alat tangkap khususnya, dalam upaya meningkatkan efisiensi
dan efektivitas kerja.
4) Sebagai bahan evaluasi standar nasional tentang cantrang yang telah
ditetapkan.

Ruang Lingkup
Nelayan seringkali melakukan perubahan pada alat tangkap, cara operasi
penangkapan dan mencari daerah tangkapan. Perubahan alat tangkap diantaranya
pada ukuran, bentuk dan konstruksi alat tangkap yang dimiliki agar mampu
menggiring ikan hasil tangkapan lebih optimal. Untuk merubah teknik atau cara
mengoperasikan dilakukan agar alat tangkap yang digunakan dapat bekerja
optimal.

5

Penggunaan alat tangkap yang berukuran besar akan membutuhkan area
penempatan yang lebih luas di atas dek kapal. Penempatan unit alat tangkap
(cantrang dan tali selambar) seringkali menutup sebagian besar dek kapal. Kapal
ukuran kecil dapat mengoperasikan ukuran cantrang yang kecil. Umumnya
nelayan berupaya memperbesar ukuran alat tangkap, tanpa memperhatikan ruang
kerja di atas dek kapal, sehingga produktivitas kerja menjadi rendah.
Kondisi tersebut di atas menimbulkan sejumlah pertanyaan terkait
pengoperasian cantrang, diantaranya:
1) Apakah cantrang yang digunakan mempunyai desain dan konstruksi alat
tangkap sesuai dengan rancangan cantrang atau telah mengalami modifikasi
menjadi alat lain? Rancangan cantrang yang sebenarnya tidak dioperasikan
dengan cara dihela.
2) Ketersediaan luas area kerja pada dek kapal yang berkaitan dengan sistem
kerja di atas kapal serta penggunaan alat bantu dan penempatan alat tangkap
yang digunakan, sehingga memenuhi persyaratan kenyamanan kerja.
3) Apakah terdapat kesesuaian antara ukuran kapal dan dimensi alat tangkap
yang sehingga akan memberikan kenyamanan kerja bagi nelayan.
Cantrang yang digunakan nelayan di pantai Utara Jawa memiliki dimensi
ukuran beragam. Beberapa kemungkinan penyebab keberagaman tersebut antara
lain ukuran kapal yang digunakan, daerah operasi penangkapan pada perairan
yang dalam, ukuran cantrang dan peralatan yang dimiliki nelayan.
Daerah penangkapan ikan nelayan cantrang, menurut Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor Per.02/MEN/2011, mengatur daerah
operasi penangkapan cantrang, yaitu pada jalur II dan III atau lebih dari 3 mil dari
pantai, serta menggunakan kapal kurang dari 30 GT. Penelitian ini difokuskan
pada alat tangkap cantrang dengan spesifikasi desain dan konstruksi alat
tangkapnya. Cantrang yang diteliti adalah ukuran dan dimensi cantrang pada
kapal dengan panjang 12 meter, dan atau berukuran antara 20 GT.
Data pengamatan dikumpulkan dari nelayan yang berbasis di pantai utara
Jawa yang mengoperasikan alat tangkap cantrang. Lokasi pengambilan data
merupakan daerah dengan jumlah pengguna alat tangkap cantrang yang dominan,
sehingga diharapkan dapat merepresentasikan kondisi perikanan cantrang.
Penelitian ini memiliki ruang lingkup sebagai berikut:
1) Alat tangkap cantrang yang diteliti dioperasikan menggunakan kapal
berukuran 20 GT,
2) Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang (SNI 01-7236-2006) menjadi
acuan, dan tidak dioperasikan dengan penghelaan, sehingga berbeda dengan
mengoperasikan alat lainnya.
3) Alur kerja dan jaringan kerja yang diamati setiap operasi alat tangkap.

6

Kerangka Pikir

Alat tangkap cantrang yang telah dikenal nelayan Indonesia, banyak
berkembang di pantai utara Jawa (Subani dan Barus 1989), mempunyai penamaan
yang berbeda-beda di setiap daerah. Ada beberapa alasan penamaan, antara lain:
berdasarkan hasil tangkapan terdapat udang dogol dinamakan dogol/arad,
berdasarkan operasi penangkapan seperti payang dinamakan payangan, cantrang
dinamakan cantrangan dan banyak lagi.
Ditinjau dari fungsinya, cantrang bertujuan untuk menangkap ikan demersal
atau kolom perairan diatas permukaan dasar. Alat tangkap cantrang pada
umumnya dioperasikan secara tradisional untuk penangkapan ikan-ikan yang
hidupnya dekat dasar perairan yang dangkal (Mulyono 1986). Desain cantrang
didalam operasinya berusaha memfilter kolom perairan pada area pengaruh (zone
of influence) dan berupaya mengontrol tingkah laku ikan sehingga terkonsentrasi
pada area aksi atau zone of action (Nikonorov 1975).
Operasi penangkapan ikan dengan cantrang pada saat ini cenderung
mendekati daerah pantai dengan tujuan memaksimalkan hasil tangkapan. Pada
beberapa daerah yang terancam dengan beroperasinya cantrang diperairannya.
Indikasi yang timbul adanya kecenderungan cantrang dioperasikan seperti alat
tangkap trawl yaitu melakukan penghelaan dan menangkap udang atau seluruh
ikan dasar. Salah satu modifikasi yang dilakukan nelayan adalah cara operasi
cantrang pada saat hauling dengan penghelaan. Disamping itu, modifikasi
cantrang telah banyak dilakukan pada desain dan konstruksi, agar jumlah hasil
tangkapan bertambah dan dapat mengembalikan modal usaha. Ada pula perbahan
ukuran mata jaring yang semakin kecil, panjang tali selambar atar (head rope) dan
sayap, penambahan dimensi yang semakin besar, serta teknik pengoperasian pada
daerah operasi penangkapan yang dangkal sangat sering dilakukan oleh nelayan.
Ukuran kapal cantrang yang digunakan nelayan sangat bervariasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 02 Tahun 2011,
alat tangkap cantrang dioperasikan menggunakan kapal berukuran kurang dari 30
GT, dan pada perairan lebih dari 4 mil. Pada kenyataannya banyak nelayan
menggunakan kapal berukuran lebih dari ukuran yang diatur pemerintah. Aturan
tersebut menjadi acuan, dimana ukuran kapal yang digunakan sebagai pembatas
bagi nelayan untuk menentukan ukuran alat tangkap yang dapat dipergunakan.
Nelayan berusaha memperbesar ukuran alat bertujuan untuk memaksimalkan ikan
hasil tangkapan dan keuntungan semakin besar.
Cantrang yang berukuran besar akan mempunyai area penangkapan semakin
luas dan kedalaman perairan semakin dalam. Teknik operasi penangkapan pada
cantrang yang berukuran besar akan membutuhkan peralatan yang bertambah
besar, sehingga dimungkinkan penyimpangan operasi penangkapan dapat terjadi.
Penangkapan ikan yang dilakukan nelayan cantrang yang cenderung
mencapai dasar perairan dan mendekati perairan pantai, memberikan dampak
adanya tekanan terhadap sumberdaya ikan khususnya pada ikan demersal. Selain
itu dapat menyebabkan terjadinya persaingan antar nelayan yang menggunakan
alat tangkap lain. Kondisi seperti itu dapat menimbulkan keresahan dan bahkan

7

dapat mengakibatkan konflik di antara nelayan. Untuk mengantisipasi dan
menghindari terjadinya keresahan di antara nelayan, dan memberi peluang
berusaha bagi nelayan skala kecil maka perlu adanya ketentuan yang mengatur
penggunaan cantrang khususnya jalur penangkapan.
Food Agriculture Organization (FAO 1995), mengeluarkan tata laksana
yang dikenal dengan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF),
didalamnya mengatur pelaksanaan perikanan bertanggung jawab yang
menjelaskan prinsip-prinsip dan standar perilaku internasional dengan tujuan
untuk konservasi, pengelolaan dan pengembangan sumberdaya akuatik yang
efektif berkenaan dengan ekosistem dan biodiversitas. CCRF menghimbau adanya
penggunaan alat tangkap dan praktek penangkapan yang selektif dan ramah
lingkungan, serta memperhatikan tingkat keselamatan nelayan.
Menurut Chauvin et al. (2007), kegiatan penangkapan ikan di laut
mempunyai risiko kerja yang sangat tinggi. Penelitian dilakukan untuk mengamati
aktivitas nelayan selama operasi penangkaan yang berhubungan dengan kondisi
keselamatan kerja pada setiap desain kapal.
Pemanfaatan ruang kerja pada kapal ikan, dapat mempengaruhi
produktivitas kerja nelayan. Pembagian ruang kerja dibutuhkan untuk
memudahkan arus lintas pekerja dan luasan area kerja yang nyaman dan
meningkatkan keselamatan kerja di atas kapal. Beberapa lembaga internasional
seperti International Maritime Organization (IMO), International Labour
Organization (ILO), dan Food and Agriculture Organization (FAO) telah
membuat aturan yang berkaitan dengan keselamatan pada kapal penangkapan ikan
(Ben-Yami 2000; FAO 1995 2000 2005). Berdasarkan panduan keselamatan
nelayan dan kapal ikan, penataan lokasi penempatan alat tangkap dan
perlengkannya diupayakan lebih rendah di atas kapal untuk menghindari kesulitan
luas pandang nakhoda. Lokasi menempatan alat tangkap dipersiapkan untuk dapat
melakukan operasi penangkapan dan lokasi pengangkatan (hauling) hasil
tangkapan harus berada pada tempat yang baik.
Perubahan-perubahan pada dimensi alat tangkap memerlukan studi desain
dan konstruksi atau dimensi alat tangkap cantrang melalui pengamatan teknis
operasi penangkapan serta daerah penangkapan ikannya. Kenyamanan kerja pada
dek kapal diperlukan untuk mengamati efektivitas kerja nelayan berkaitan dengan
pemanfaatan dan penataan alat agar produktivitas maksimal. Pada pengkajian
untuk menganalisis kesesuaian dimensi alat tangkap dan ukuran kapal berkaitan
dengan pemanfaatan area kerja agar tercipta kenyamanan dalam operasi
penangkapan ikan.

8

Aspek legal:
Kepres RI No 38/1980
Permen KP No. 02/2011

Code of Conduct
For Responsible
Fisheries (CCRF)

Unit Penangkapan
Ikan (Cantrang)

Alat Tangkap
Cantrang

Kapal

Ukuran Bagianbagian Cantrang

Dimensi &
Ukuran Kapal

Dimensi Alat
Tangkap

Tata Letak Peralatan dan
Area Kerja (dek) Kapal

SNI 01-7236-2006

Desain dan
Konstruksi Alat
Tangkap

Performa Alat
Tangkap

- Keragaan Penataan
Peralatan,
- Alur dan Waktu
Kerja pada Operasi
Penangkapan
- Keselamatan Kerja
(peluang kecelakaan)

Dimensi Cantrang Untuk Kapal 20 GT
Gambar 1 Kerangka pikir
Kebaruan (novelty)
Nilai kebaruan dari penelitian ini yaitu karakter cantrang nelayan yang
mempunyai desain dan konstruksi sesuai nilai standar dengan tinggi dan bentuk
bukaan mulut jaring optimal ketika penarikan tali selambar, serta mengantisipasi
peluang kecelakaan dalam rangka mengoptimalkan operasi penangkapan ikan
pada kapal 20 GT.

9

2. METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Desember 2011 sampai dengan
Juni 2012. Pengambilan data meliputi data primer dan sekunder. Pengambilan
data primer dilakukan pada dua lokasi, yaitu Kabupaten Rembang di sentra
nelayan Tanjungsari, dan Kabupaten Lamongan Jawa Timur, di Pelabuhan
Perikanan Nusantara Brondong.
Peta
Lokasi Penelitian

U

Keterangan:
Lokasi Penelitian
Sumber www.maps.google.co.id:

Gambar 2 Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: data
sheet, alat tulis, dan program komputer (MS Word, dan MS Excel) ser