Analisis Tingkat Kecenderungan Pembentukan Scale pada Formula Surfaktan Berbasis Metil Ester Sulfonat untuk Aplikasi Enhanced Oil Recovery

ANALISIS TINGKAT KECENDERUNGAN PEMBENTUKAN
SCALE PADA FORMULA SURFAKTAN BERBASIS METIL ESTER
SULFONAT UNTUK APLIKASI ENHANCED OIL RECOVERY

SITI KENDALIA NINGRUM

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tingkat
Kecenderungan Pembentukan Scale pada Formula Surfaktan Berbasis Metil Ester
Sulfonat untuk Aplikasi Enhanced Oil Recovery adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Siti Kendalia Ningrum
NIM F34090077

ABSTRAK
SITI KENDALIA NINGRUM. Analisis Tingkat Kecenderungan Pembentukan
Scale pada Formula Surfaktan Berbasis Metil Ester Sulfonat untuk Aplikasi
Enhanced Oil Recovery. Dibimbing oleh ONO SUPARNO dan I PUTU
SUARSANA.
Surfaktan Metil Ester Sulfonat digunakan untuk meningkatkan perolehan
minyak bumi pada sumur tua. Penurunan nilai tegangan antarmuka diperoleh
setelah dilakukan penambahan konsentrasi alkali NaCl sebesar 0,5% pada air
injeksi, kemudian ditambahkan surfaktan MES sebesar 0,3%, dan terakhir
ditambahkan alkali Na2CO3 sebesar 0,1%, 0,2%, dan 0,3%. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui tingkat pembentukan scale pada larutan formula
surfaktan MES. Scale merupakan pengendapan yang terjadi karena reaksi dari
senyawa-senyawa yang terdapat pada suatu larutan. Tingkat pembentukan scale

karbonat dilihat dari nilai SI (stability index) dan PTB (pounds per thousand
barrels) yang menunjukkan nilai negatif, sehingga larutan formula surfaktan tidak
jenuh dengan CaCO3. Range nilai SI adalah -2,88 mg/L sampai -0,39 mg/L dan
range nilai PTB adalah CaSO4 dan BaSO4 larut dengan baik, sehingga
pengendapan tidak terjadi. Range kelarutan CaSO4 adalah 403,34 meq/l sampai
34.400,99 meq/l, sedangkan range kelarutan BaSO4 adalah 0,54 meq/l sampai
367,62 meq/l.
Kata kunci: surfaktan MES, konsentrasi alkali, scale, SI dan PTB, kelarutan.

ABSTRACT
SITI KENDALIA NINGRUM. Analysis Rate of Scale Formation of Surfactant
Formulation of Methyl Ester Sulfonate for Enhanced Oil Recovery Aplication.
Supervised by ONO SUPARNO dan I PUTU SUARSANA.
Surfactant of Methyl Ester Sulfonate (MES) is used to increase the yield of
oil of the old well. Decreasing of interfacial tension values is obtained after the
addition of NaCl alkali concentration of 0.5 % of water injection, after that MES
surfactant was added at 0.3%, and were added by Na2CO3 alkali concentration of
0.1%, 0.2%, and 0.3%. The objective of the study was to know scale formation
rate of formulation solution of MES surfactant. Scale is deposition occurred by
reaction of compounds in the solution. Carbonate scale formation rate was

observed from SI (stability index) and PTB (pounds per thousand barrels) which
showed a negative value, so the surfactant formula solution was not saturated
with CaCO3. Ranges of SI value were -2.88 mg/L to -0.39 mg/L and range of PTB
value were 99.27 mol/l to -0.05 mol/l. The calculation result of solubility showed
that CaSO4 and BaSO4 were dissolved properly, so that precipitation did not
occur. Ranges of CaSO4 solubility were 403.34 meq/l to 34,400.99 meq/l and
range of BaSO4 solubility were 0.54 meq/l to 367.62 meq/l.
Keywords: Surfactant of Methyl Ester Sulfonate, alkali concentration, scale, SI
and PTB, solubility.

ANALISIS TINGKAT KECENDERUNGAN PEMBENTUKAN
SCALE PADA FORMULA SURFAKTAN BERBASIS METIL ESTER
SULFONAT UNTUK APLIKASI ENHANCED OIL RECOVERY

SITI KENDALIA NINGRUM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Tingkat Kecenderungan Pembentukan Scale pada
Formula Surfaktan Berbasis Metil Ester Sulfonat untuk Aplikasi
Enhanced Oil Recovery
Nama
: Siti Kendalia Ningrum
NIM
: F34090077

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T.
Pembimbing I


Ir. I Putu Suarsana, M.T., Ph.D.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Analisis Tingkat Kecenderungan
Pembentukan Scale pada Formula Surfaktan Berbasis Metil Ester Sulfonat untuk
Aplikasi Enhanced Oil Recovery” berhasil diselesaikan. Tema yang diangkat
dalam penelitian yang dilaksanakan selama Maret 2013 sampai Agustus 2013 ini
adalah dampak formulasi surfaktan berbasis MES terhadap kecenderungan
terbentuknya scale.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada:
1. Keluarga tercinta, Ayahanda Sofian Sauri, Ibunda Nining Kurnianingsih,

kakak Muhammad Adam Gumilang, adik-adik Siti Ulfah Sofiani dan
Muhammad Bachtiar Ali beserta keluarga besar yang selalu menjadi sandaran
baik suka maupun duka, yang telah memberikan segenap kasih sayang, doa,
motivasi dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan di IPB.
2. Prof. Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T. sebagai dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing penulis selama kuliah di IPB dan memberikan
arahan dalam penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Ir. I Putu Suarsana, M.T., Ph.D. sebagai Dosen Pembimbing II yang telah
memberi bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian penelitian dan
penyusunan skirpsi.
4. Prof. Dr. Erliza Hambali yang telah memberikan topik penelitian, membiayai,
menyediakan fasilitas dan akses untuk pelaksanaan penelitian serta ikut dalam
membimbing penulis selama penelitian dan penyusunan skirpsi.
5. Dr. Endang Warsiki, S.TP., MSi selaku dosen penguji skripsi yang telah
menguji dan memberikan masukan pada penulis.
6. Nizar Zakaria yang telah memberi motivasi dalam penelitian serta
penyusunan skripsi.
7. Ir. Imam S, MSi dan Dr. Mira Rivai yang telah ikut membantu mengarahkan
dari awal hingga selesainya penelitian penulis.

8. Seluruh staf dan teknisi Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi- LPPM IPB
khususnya Mas Abi Rafdi dan Mas Panji yang telah banyak membantu
kelancaran jalannya penelitian.
9. Keluarga besar TIN 46 atas keceriaan dan kenangan indah tak terlupakan.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan
kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang
agroindustri dan teknologi perminyakan.
Bogor, September 2013
Siti Kendalia Ningrum

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix


DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN



Latar Belakang



Tujuan Penelitian



Ruang Lingkup Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA



Surfaktan Metil Ester Sulfonat dari Olein Sawit



Surfaktan MES untuk aplikasi EOR



Permasalahan Scale pada Lapangan Minyak



METODE




Waktu dan Tempat



Alat dan Bahan

7

Metodologi Penelitian



HASIL DAN PEMBAHASAN

11 

Analisis Surfaktan Metil Ester Sulfonat dari Olein Sawit

11 


Analisis Larutan Surfaktan MES untuk Aplikasi EOR

14 

Analisis Scale Kalsium Karbonat pada Larutan Surfaktan

20

Analisis Scale Kalsium Sulfat dan Barium Sulfat pada Larutan Surfaktan

23 

SIMPULAN DAN SARAN

26 

Simpulan

26 

Saran

27 

DAFTAR PUSTAKA

27 

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

53

DAFTAR TABEL
 

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Sifat fisikokimia formula surfaktan MES untuk EOR
Pengaruh suhu dan kandungan NaCl pada kelarutan barium sulfat
Hasil analisis metil ester sulfonat
Hasil analisis sifat fisikokimia NaCl dan Na2CO3
Densitas, pH dan viskossitas larutan formula surfaktan MES
Kandungan mineral air pada lapangan minyak T
Sifat fisikokimia larutan formula surfaktan MES
Kategori SI dari index Stiff-Davis
Kategori keparahan scale CaCO3
Perbandingan kelarutan scale dalam air suhu 25ºC
Perbandingan nilai kelarutan dengan ion-ion pembentuk scale sulfat



11 
13 
13 
16 
19
21 
22 
23 
25 

 

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Diagram alir tahapan penelitian
Struktur kimia metil ester sulfonat
Nilai stability index larutan formula surfaktan MES
Nilai PTB larutan formula surfaktan MES
Kelarutan kalsium sulfat pada larutan formula surfaktan MES
Kelarutan barium sulfat pada larutan formula surfaktan MES


11
21 
22 
24 
24 

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Perhitungan SI, PTB, dan kelarutan
Alat dan bahan penelitian
Prosedur analisis sifat fisikokimia NaCl dan Na2CO3
Prosedur analisis surfaktan
Prosedur sifat fisikokimia fluida (air injeksi/formasi) dari lapangan
minyak T
Gambar teknologi perolehan minyak bumi
Gambar perolehan minyak bumi dengan surfaktan
Perhitungan anova SI, PTB, dan kelarutan
Diagram Stiff Davis larutan formula surfaktan

30 
32 
34 
35 
38 
46 
47 
48 
51 

 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penurunan produksi minyak di Indonesia terjadi sejak tahun 1995.
Lapangan minyak yang terdapat di Indonesia merupakan lapangan-lapangan
minyak tua. Teknologi pengurasan tahap lanjut atau enhanced oil recovery (EOR)
tepat digunakan untuk memperoleh minyak secara maksimal adalah dengan
metode injeksi kimia. Bahan kimia yang biasa digunakan, yaitu alkali, surfaktan,
dan polimer. Surfaktan yang biasa digunakan untuk industri perminyakan, yaitu
surfaktan berbasis petroleum, namun penggunaan surfaktan ini mengalami
kendala dalam aplikasinya bila reservoir lapangan minyak mempunyai
kemampuan salinitas tinggi, suhu tinggi, dan kesadahan yang tinggi. Karakteristik
reservoir lapangan minyak memiliki kandungan ion anion dan ion kation yang
berbeda-beda sehingga perlu dikembangkan surfaktan alternatif. Maka dari itu,
dibutuhkan jenis surfaktan lain sebagai alternatif untuk perolehan minyak bumi
pada lapangan minyak.
Jenis surfaktan berbasis minyak kelapa sawit dapat digunakan dalam
industri perminyakan, yaitu surfaktan metil ester sulfonat (MES). Kemampuan
surfaktan untuk menurunkan tegangan permukaan pada fluida karena surfaktan
memiliki gugus hidrofobik (non polar) dan gugus hidrofilik (polar) sehingga
menyebabkan surfaktan cenderung berada pada antarmuka antara fasa yang
berbeda derajat polaritas dan ikatan hidrogen seperti minyak dan air (Georgou et
al. 1992). Kelebihan lain yang dimiliki surfaktan MES untuk aplikasi EOR adalah
bersifat terbarukan, biaya produksi lebih rendah, karakteristik dispersi yang baik,
dan sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan kesadahan tinggi
(Matheson 1996), sehingga surfaktan MES cocok digunakan untuk aplikasi EOR
pada industri perminyakan.
Perolehan minyak bumi selain dipengaruhi oleh surfaktan, air injeksi yang
dimasukkan ke dalam sumur pengeboran minyak harus kompatibel dengan air
formasi. Komposisi yang terkandung dalam air injeksi harus kompatibel dengan
kandungan komposisi yang terdapat dalam air formasi; hal tersebut agar proses
perolehan minyak bumi lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu, penentuan
komposisi, khususnya komposisi kimia dari air injeksi dan formasi sangat penting
untuk dilakukan, agar diketahui komposisi yang sesuai. Proses perolehan minyak
dapat dimaksimalkan dengan memperhatikan beberapa hal diantaranya, yaitu
komposisi larutan formula surfaktan MES. Informasi mengenai komponen kimia
larutan formula surfaktan MES salah satunya untuk mengetahui kemungkinan
pembentukkan scale.
Scale merupakan masalah produksi dalam sistem air, karena perubahan
tekanan, suhu dan pH, sehingga keseimbangan ion-ion yang melebihi
kelarutannya dan membentuk endapan atau padatan baik di reservoir, formasi
produktif ataupun sepanjang pipa alir produksi minyak dan gas bumi, baik di
bawah atau di atas permukaan. Demikian pula jika terjadi dua pencampuran dari
dua jenis air yang incompatible (berlainan sifat) sehingga batas kelarutan senyawa
yang ada dalam campuran air formasi tersebut terlampaui maka akan terbentuk
endapan scale (Lestari et al. 2007).

2
Perolehan minyak bumi dengan menggunakan larutan formula surfaktan
dapat mengakibatkan munculnya masalah scale, hal ini karena air yang
diinjeksikan akan bercampur dengan air formasi yang berada di dalam reservoir.
Larutan surfaktan yang digunakan untuk pendesakan minyak bumi di lapangan
minyak, terdiri dari komponen surfaktan, air injeksi, NaCl dan Na2CO3. Pada
tahapan formulasi surfaktan hal penting yang harus diperhatikan adalah
konsentrasi surfaktan MES, penentuan salinitas optimal, dan penentuan
konsentrasi bahan aditif yang sesuai. Penambahan NaCl dilakukan untuk
mendapatkan salinitas optimal pada air injeksi yang digunakan. NaCl berfungsi
menurunkan nilai tegangan antarmuka begitu juga dengan penambahan aditif.
Bahan aditif yang digunakan adalah Na2CO3, karena alkali Na2CO3 larut
sempurna. Penentuan konsentrasi bahan aditif perlu memerhatikan dampak yang
dapat muncul, seperti timbulnya scale. Makin banyak konsentrasi alkali Na2CO3
yang digunakan akan mempengaruhi kelarutan larutan. Oleh karena itu penentuan
komponen kimia pada setiap larutan formula yang digunakan perlu dilakukan
untuk mengetahui komponen yang sesuai pada air injeksi-formasi, dan larutan
formula surfaktan MES yang tidak akan menimbulkan pembentukkan scale untuk
menghindari dan meminimalisir masalah scale dalam proses perolehan minyak.
Tujuan Penelitian
1.
2.

3.

Tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui tingkat pembentukan scale kalsium karbonat (CaCO3)
pada formula surfaktan berbasis MES untuk aplikasi EOR.
Untuk mendapatkan hasil perhitungan kelarutan dari scale kalsium sulfat
(CaSO4, CaSO4.2H2O, dan CaSO4.1/2H2O), dan barium sulfat (BaSO4) pada
formula surfaktan berbasis MES untuk aplikasi EOR.
Untuk mendapatkan perlakuan terbaik pada larutan formula surfaktan
berbasis MES untuk aplikasi EOR.
Ruang Lingkup Penelitian

1.
2.
3.
4.
5.

Ruang lingkup penelitian ini adalah:
Analisis anion dan kation fluida (air injeksi dan air formasi) dari lapangan
minyak T dan larutan surfaktan MES.
Pembuatan diagram Stiff-Davis dari fluida (air injeksi dan air formasi) dari
lapangan minyak T dan larutan surfaktan MES.
Perhitungan SI (stability Index) pembentukan scale kalsium karbonat
(CaCO3).
Perhitungan kelarutan scale kalsium sulfat (CaSO4, CaSO4.2H2O, dan
CaSO4.1/2H2O), dan barium sulfat (BaSO4).
Analisis scale kalsium karbonat (CaCO3), kalsium sulfat (CaSO4,
CaSO4.2H2O, dan CaSO4.1/2H2O), dan barium sulfat (BaSO4) dilakukan pada
suhu ruang (25ºC).

3

TINJAUAN PUSTAKA
Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Olein Sawit
Surfaktan adalah suatu bahan yang bersifat aktif permukaan yang dapat
menurunkan tegangan antarmuka, antara minyak dan air. Surfaktan memiliki
struktur yang amphifilik, yaitu adanya dua gugus yang memiliki derajat polaritas
yang berbeda pada molekul yang sama. Perolehan minyak bumi dapat
memanfaatkan sifat yang dimiliki oleh surfaktan ini, karena surfaktan dapat
menurunkan tegangan antarmuka minyak dan air pada pori-pori batuan di dalam
reservoir. Surfaktan yang biasa digunakan untuk perolehan minyak bumi berbasis
petroleum, namun tidak tahan terhadap tingkat salinitas yang tinggi (hingga
40.000 ppm), suhu yang tinggi (60º-120ºC), dan kesadahan yang tinggi (> 500
ppm) (Rivai et al. 2011). Maka dari itu sangat baik untuk mengembangkan jenis
surfakatan yang berbasis minyak sawit untuk perolehan minyak bumi.
Metil ester sulfonat dapat disintesis dari beberapa minyak seperti minyak
kelapa, minyak sawit (CPO dan PKO), tallow (lemak sapi), dan minyak kedelai.
Metil ester dapat diproduksi melalui esterifikasi dan transesterifikasi asam lemak
dengan methanol (MacArthur et al. 2002). MES memiliki sifat yang lebih baik
dari pada surfaktan LAS atau AS dalam hal pencucian di air dingin dan air sadah
hingga 100 ppm. Surfaktan MES memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan
surfaktan yang berbasis petrokimia untuk aplikasi EOR, yaitu terbarukan, biaya
produksi lebih rendah, karakteristik dispersi yang baik, sifat deterjensi yang baik
pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water) dan tidak adanya
fosfat, daya deterjensi sama dengan petroleum sulfonat pada konsentrasi MES
yang lebih rendah, dapat mempertahankan aktivitas enzim yang lebih baik,
toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan garam
lebih rendah (Matheson 1996).
Surfaktan MES untuk Aplikasi EOR
Produksi minyak yang dilakukan pada lapangan tua yang telah mengalami
penurunan produksi yang signifikan banyak menggunakan metode minyak tahap
lanjut atau enchanced oil recovery (EOR). Lapangan minyak yang sudah tua
biasanya water cut sudah sangat tinggi mendekati angka 99% untuk beberapa
lapangan tua. Kondisi seperti ini perlu dilakukan implementasi teknologi
pengurasan minyak tahap lanjut agar meningkatkan produksi. Hal ini cocok untuk
kondisi lapangan minyak di Indonesia yang masih sulit mencari lapangan minyak
yang baru (Eni et al. 2007). Perolehan minyak bumi tahap lanjut ini dapat
dilakukan dengan menginjeksikan surfaktan ke dalam sumur minyak bumi.
Karakteristik formula surfaktan yang diharapkan untuk EOR disajikan pada Tabel
1.

4
Tabel 1 Sifat fisikokimia formula surfaktan MES untuk EOR
Parameter
IFT
Stabilitas termal
pH
Bentuk fasa
Recovery oil

Nilai
≤ 10-3 dyne/cm
Tahan terhadap suhu reservoir minimal 3 bulan
6-8
Tipe III (fasa tengah) atau minimal tipe II (-)
15 – 20 % incremental

Sumber: (Rivai et al. 2011)
Surfaktan MES yang akan diinjeksikan ke dalam sumur lapangan minyak
memerlukan formulasi agar proses perolehan minyak bumi optimal. Surfaktan
MES akan dilarutkan kedalam air injeksi bersama dengan bahan-bahan yang dapat
memaksimalkan kinerja surfaktan MES. Penurunan nilai tegangan antarmuka
yang cukup besar diperoleh setelah dilakukan penambahan konsentrasi NaCl pada
larutan surfaktan MES. Penentuan salinitas optimal dilakukan pada konsentrasi
surfaktan MES 0,3%, yaitu sebesar 0,5%. Elektrolit dari NaCl yang ditambahkan
mampu menstabilkan mikroemulsi sehingga tegangan antarmuka optimal dapat
dicapai. Kemudian perlu ditambahkan alkali untuk memaksimalkan kinerja
larutan surfaktan MES. Penambahan alkali bermanfaat untuk menurunkan nilai
tegangan antarmuka. Terdapat dua jenis alkali yang larut sempurna dalam larutan
surfaktan, yaitu NaOH dan Na2CO3 (Rivai et al. 2011).
Permasalahan Scale pada Lapangan Minyak
Scale merupakan hasil pengendapan mineral dari senyawa-senyawa yang
terendapkan dan membentuk timbunan kristal pada permukaan suatu substansi.
Scale dapat terbentuk di dalam reservoir, formasi produktif ataupun sepanjang
pipa alir produksi minyak dan gas bumi, baik di bawah atau di atas permukaan.
Scale yang terbentuk pada pipa-pipa akan memperkecil diameter dan menghambat
aliran fluida pada sistem pipa tersebut. Terganggunya aliran fluida dapat
menyebabkan suhu semakin naik dan tekanan menjadi semakin tinggi, maka
kemungkinan pipa akan pecah dan rusak (Syahril dan Sugiarto 2008). Pada
matriks formasi endapan scale dapat mengakibatkan penyumbatan pada pori-pori
batuan tempat minyak bergerak serta berakumulasi minyak sehingga minyak
terperangkap di dalam batuan, penyumbatan akibat scale juga dapat menghambat
bergeraknya minyak bumi ke arah titik serap (sumur-sumur produksi) serta
menurunkan premeabilitas batuan (Sari 2011).
Scale yang umum diklasifikasikan sebagai tipe karbonat atau sulfat.
Endapan mineral yang biasa terjadi antara lain adalah adalah CaSO4 (gypsum),
BaSO4 (Barium Sulfat), dan CaCO3 (Calcium Carbonat) (Syahril dan Sugiarto
2008). Metode untuk mengetahui pengendapan scale, yaitu menggunkan metode
Stiff-Davis. Pengendapan scale karbonat diketahui dengan menggunakan
persamaan SI (stability index) dan PTB (pounds per thousand barrels), kelarutan
senyawa sulfat menggunakan persamaan S (kelarutan), dan diagram Stiff–Davis
untuk mengetahui kandungan ion-ion larutan dengan mudah dan cepat, seperti
pada Lampiran 1. SI (stability index) atau indeks stabilitas sistem merupakan nilai
yang menunjukkan keseimbangan larutan dengan kalsium karbonat (Pena et al.
2012) dan PTB merupakan cara lain untuk mengetahui scale kalsium karbonat
dengan konversi lain. Kelarutan didefinisikan sebagai jumlah batas zat terlarut

5
dalam pelarut dengan konsidi tertentu. Ketika zat terlarut dalam jumlah cukup
besar dipertahankan dalam pelarut, maka zat terlarut akan tetap pada kondisi
semula sampai kondisi zat terlarut sudah tidak dapat dipertahankan sehingga zatzat tersebut tidak larut dan membentuk endapan. Larutan yang mengandung zat
terlarut kurang dari yang dibutuhkan maka larutan dalam kondisi jenuh. Larutan
konsentrasinya lebih tinggi daripada larutan jenuh akibat pengaruh kondisi
tertentu, seperti perubahan suhu, dan tekanan maka larutan dikatakan jenuh.
Ketika suhu atau konsentrasi pelarut meningkat, kelarutan akan meningkat,
menurun, tetap, atau konstan bergantung pada kondisi dari sistem. Menurut
Mohammed (2007), pengendapan scale dapat terjadi jika:
1. Air mengandung ion-ion yang mampu membentuk senyawa dengan kelarutan
yang terbatas
2. Ada perubahan dalam kondisi fisik atau komposisi air, sehingga menurunkan
kelarutan
Diagram Stiff-Davis menunjukkan perubahan komposisi unsur utama
suatu larutan dengan cara yang sangat sederhana. Dalam metode Stiff-Davis, hasil
analisis air diplotkan pada suatu diagram dengan milliquivalents per liter dari ion
yang diplot pada serangkaian garis horizontal. Diagram Stiff-Davis adalah metode
visual untuk membandingkan proporsi relatif ion dalam air. Kation (ion
bermuatan positif) diplot di sisi kiri dari diagram, dan anion (ion bermuatan
negatif) diplot di sebelah kanan (Hathaway et al. 1978).
Scale kalsium karbonat merupakan hasil reaksi antara kalsium dengan ion
karbonat atau ion bikarbonat dengan persamaan reaksi sebagai berikut: (Syahril
dan Sugiarto 2008)
CO2 + H2O
H2CO3
HCO3-

H2CO3
H+ + HCO3H+ + CO32-

(1)
(2)
(3)

Persamaan reaksi tersebut menjelaskan bahwa semakin bertambahnya CO2
di dalam larutan, maka air akan bersifat semakin asam (pH menjadi turun). Bila
ion HCO3- dan Ca2+ bereaksi maka akan terjadi reaksi sebagai berikut: (Syahril
dan Sugiarto 2008)
Ca2+ + 2(HCO3-)

CaCO3 + CO2 + H2O

(4)

Scale kalsium karbonat cenderung akan terbentuk bila gas CO2 terlepas dari
air. Scale kalsium karbonat akan menempel pada permukaan batuan formasi atau
pada peralatan produksi sehingga dapat mengganggu proses produksi (Syahril dan
Sugiarto 2008). Scale CaCO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Penurunan tekanan
Penurunan tekanan akan menyebabkan terlepasnya CO2 dari ion-ion
bikarbonat (HCO3-) sehingga air dalam sumur lapangan minyak akan membentuk
asam karbonat. Perubahan tekanan yang terjadi pada reservoir secara langsung
akan berpengaruh terhadap tekanan parsial CO2. Jumlah gas CO2 yang terlarut

6
dalam air sebanding dengan tekanan parsialnya, sehingga bila tekanan naik maka
tekanan parsial CO2 juga naik dan kelarutan gas CO2 juga meningkat. Sebaliknya
jika tekanan CO2 turun akan menyebabkan berkurangnya kelarutan CaCO3
sehingga kemungkinan terbentuknya scale CaCO3 akan meningkat.
2. Perubahan suhu
Peningkatan suhu akan menyebabkan kalsium karbonat sulit untuk larut.
Bertambahnya suhu akan terjadi penguapan, sehingga terjadi perubahan kelarutan
menjadi lebih rendah dan ini akan mengakibatkan terjadinya pembentukan scale.
3. Dua jenis air yang berbeda bercampur
Pencampuran dua jenis larutan yang berbeda dan memiliki susunan kimia
yang berbeda, akan menyebabkan terjadinya reaksi kemudian membentuk
endapan.
4. Pengaruh garam terlarut
Semakin besar konsentrasi NaCl di dalam air, makin besar kelarutan CaCO3
sehingga kemungkinan besar terjadinya scale CaCO3 berkurang.
5. Pengaruh pH
Tersedia sejumlah CO2 di dalam air akan mempengaruhi pH air dan daya
larut kalsium karbonat. Rendahnya pH akan menurunkan kemungkinan scale
kalsium karbonat begitu sebaliknya.
Seperti halnya scale kalsium karbonat, scale sulfat juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Jenis scale kalsium sulfat umumnya berupa gypsum atau hydrous
calcium sulfate. Scale kalsium sulfat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
1. Suhu
Gipsum memiliki kelarutan yang tinggi sampai suhu 40ºC dan akan
menurun kelarutannya setelah melewati batas suhu 40ºC.
2. Tekanan
Kadar kelarutan gipsum akan bertambah dengan adanya kenaikan tekanan.
3. Pengaruh garam terlarut
Keberadaan garam terlarut akan menyebabkan kenaikan kelarutan kalsium
sulfat pada air dengan batasan garam 150 gram/liter dan akan menurun setelah
melewati kadar tersebut.
Seperti pada scale yang lainnya, menurut Setiaprihardi et al. (2010) scale
barium sulfat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Suhu
Kenaikan suhu air sampai 100ºC akan meningkatkan kelarutan barium sulfat,
setelah melewati suhu 100ºC kelarutan barium sulfat akan berkurang kembali,
seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Pengaruh suhu dan kandungan NaCl pada kelarutan barium sulfat

7
Suhu (ºC)
25
95
25
95

Kandungan NaCl (mg/L)
0
0
100000
100000

Kelarutan BaSO4 (mg/L)
2,3
3,9
30
65

2. Kandungan garam terlarut
Peningkatan kandungan NaCl sampai setinggi 100.000 ppm akan
meningkatkan solubilitas dari 2,3 mg/L sampai 3,0 mg/L pada suhu stabil 25ºC.
3. Tekanan
Peningkatan tekanan akan meningkatkan kelarutan barium sulfat.
4. Excess Common Ions (ECI) atau ion umum berlebih
Ion-ion yang berlebihan di dalam larutan akan menurunkan kelarutan
barium sulfat, tetapi adanya kalsium dan magnesium dalam air formasi yang
mengandung NaCl sebagai ion utama tidak akan menurunkan kelarutan barium
sulfat.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Surfactant and Bioenergy Research
Center (SBRC) LPPM IPB yang berlokasi di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor
berlangsung dari Maret 2013 sampai dengan Agustus 2013.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan untuk pengujian dan analisis air injeksi-formasi
dan larutan formula surfaktan MES adalah pH-meter Schott, densitometer
menggunakan density meter DMA 4500 M ANTON PAAR, viscometer
menggunakan Rheometer viskositas Brookfield DV-III), turbidimeter, GFF (glass
Fiber Filter), oven pengering, konduktometer, furnace, dan AAS.
Bahan yang digunakan untuk pengujian dan analisis air injeksi-formasi
dan larutan formula surfaktan MES adalah air formasi, air injeksi, surfaktan MES,
NaCl, Na2CO3, larutan formula surfaktan, dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan
dalam pengujian. Alat-alat dan bahan yang digunakan disajikan pada Lampiran 2.

8
Metodologi Penelitian
Pelaksanaan penelitian “Analisis Tingkat Kecenderungan Pembentukan
Scale pada Formula Surfaktan Berbasis MES untuk Aplikasi EOR” dilakukan
dengan tahapan-tahapan seperti pada Gambar 1.
Mulai

Analisis sifat fisikokimia NaCl, dan Na2CO3, surfaktan MES, dan sifat fisikokimia
fluida lapangan minyak T
Formulasi

Formula 1:
Air injeksi +
0,5% NaCl

Formula 2:
Air injeksi +
0,5% NaCl +
0,3% MES

Formula 3:
Air injeksi +
0,5% NaCl +
0,3% MES +

Formula 4:
Air injeksi +
0,5% NaCl +
0,3% MES +

Formula 5:
Air injeksi +
0,5% NaCl +
0,3% MES +

Pengujian larutan formula surfaktan MES

Data kandungan larutan
formula surfaktan MES

Pembuatan diagram Stiff-Davis
Perhitungan stability index (SI) dan kelarutan scale dengan metode Stiff-Davis
Analisis Data
Hasil

Selesai

Gambar 1 Diagram Alir Tahapan Penelitian
Analisis sifat fisikokimia NaCl dan Na2CO3
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisikokimia NaCl dan
Na2CO3 dengan melakukan pengujian, yaitu pH menggunakan pH-meter, densitas
menggunakan density meter DMA 4500 M ANTON PAAR, dan viskositas
menggunakan Rheometer viskositas Brookfield DV-III. Prosedur analisis sifat fisik
NaCl dan Na2CO3 disajikan pada Lampiran 3.

9
Analisis surfaktan MES
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisikokimia surfaktan MES
dari Olein sawit dengan melakukan pengujian terhadap surfaktan MES adalah pH
menggunakan pH-meter, densitas menggunakan density meter DMA 4500 M
ANTON PAAR, bilangan iod (AOAC, 1995), viskositas menggunakan Rheometer
viskositas Brookfield DV-III, bahan aktif (José López-Salinas and Maura Puerto),
dan bilangan asam (SNI 01-2901-2006). Prosedur analisis surfaktan MES
disajikan pada Lampiran 4.
Analisis sifat fisikokimia fluida (air injeksi/formasi) dari Lapangan Minyak
T
Analisis untuk air injeksi/formasi terdiri dari pengukuran pH (pH-metri),
turbiditas (SMEWW 21th(2005):2130, B), TSS (SMEWW 21th(2005):2540, D),
kesadahan (SMEWW 21th(2005):2340-Hardness,C), klorida (SMEWW 21th
(2005):4500-Cl,B), ammonia (SMEWW 21th(2005):4500-NH3,C), sulfat
(SMEWW 21th(2005):4500-SO42-), klorin bebas (SMEWW 21th(2005): 4500Cl,Chlorine,B), sulfida (SMEWW 21th(2005):4500-S2-,D), fenol (SMEWW
21th(2005):5530-Phenols,B,D), barium (SMEWW 21th(2005):3111B), besi
(SMEWW 21th(2005):3111B), natrium (SMEWW 21th(2005):3111B), magnesium
(SMEWW 21th(2005):3111B), kalsium (SMEWW 21th(2005):3111B), TPC (SNI
19-2897-1992), alkalinitas (SMEWW 20th(2005):2320C), konduktivitas, TDS dan
salinitas menggunakan konduktometer. Prosedur analisis sifat fisikokimia air
injeksi/formasi disajikan pada Lampiran 5.
Penentuan Scale Tendency pada beberapa konsentrasi Na2CO3
Pembuatan larutan surfaktan yang digunakan untuk mengetahui scale
tendency, yaitu NaCl sebanyak 0,5% ditimbang dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer, kemudian air injeksi yang sudah difilter 20µ seberat 1000 ml
dimasukkan ke dalam botol erlenmeyer yang berisi NaCl, larutkan garam tersebut
dengan menggunakan magnetic strirer sampai larut sempurna selama ± 5 menit,
lalu masukkan surfaktan MES sebanyak 0,3% ke dalam botol erlenmeyer yang
sama dan aduk dengan kecepatan 400 rpm pada suhu 40-45oC selama 30 menit
dengan menggunakan magnetic stirer dan botol erlenmeyer dalam keadaan
tertutup. Kemudian masukkan alkali natrium karbonat (Na2CO3) sebanyak 0,1%
kemudian aduk selama 1 jam dengan kecepatan 400 rpm, pada suhu 40-45oC
menggunakan magnetic stirer, dan setelah pembuatan formula selesai lalu saring
larutan surfaktan dengan menggunakan filter 20µ, 15µ, dan 5µ. Lakukan cara
yang sama untuk membuat larutan formula surfaktan dengan konsentasi Na2CO3
0,2% dan 0,3%. Formula dibuat dengan menambahkan Na2CO3 pada konsentrasi
0% , 0,1%, 0,2% dan 0,3 %. Rancangan percobaan perlakuan yang mempengaruhi
proses dilakukan dengan RAL (Rancangan Acak Lengkap) tunggal dengan empat
taraf. Model matematis dari rancangan percobaannya adalah sebagai berikut:

10

Keterangan:
: hasil pengukuran pengaruh konsentrasi Na2CO3 taraf ke-i (i=1,2,3,4)
Yij
pada ulangan ke-j (j=1,2)
μ
: rata-rata yang sebenarnya
Ai
: pengaruh konsentrasi taraf ke-i
Εk(ij) : galat eksperimen pada ulangan ke-j karena faktor konsentrasi taraf
ke-i

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Olein Sawit
Surfaktan terdiri dari surfaktan kationik, anionik, nonionik, dan amfoterik.
Surfaktan anionik merupakan jenis surfaktan yang paling banyak digunakan
dalam injeksi kimia untuk Enhanced Oil Recovery karena kemampuan adsorpsi
yang relatif rendah pada batuan pasir yang permukaannya bermuatan negatif.
Surfaktan MES merupakan surfaktan anionik yang memiliki struktur kimia MES
seperti pada Gambar 2.
O
R-CH-C-OCH3
SO3H
Gambar 2 Struktur Kimia Metil Ester Sulfonat (MES)
(Watkins 2001)
Pemilihan surfaktan MES untuk digunakan pada aplikasi EOR mempunyai
peranan yang sangat penting. Surfaktan MES yang digunakan berasal dari olein
sawit. Asam lemak dari olein sawit ditransesterifikasi kemudian dilanjutkan
dengan proses sulfonasi menggunakan SO3 sehingga menghasilkan surfaktan
MES. Proses sulfonasi molekul asam lemak dapat terjadi pada tiga sisi, yaitu
guugus karboksil, bagian α-atom karbon, dan rantai tidak jenuh (ikatan rangkap).
Pemilihan proses sulfonasi tergantung dari beberapa faktor, yaitu karakteristik dan
kualitas produk akhir yang diinginkan, kapasitas produksi yang disyaratkan, biaya
bahan kimia, biaya peralatan proses, sistem pengamanan yang diperlukan, dan
biaya pembuangan limbah hasil proses (Jungermann 1979).
Larutan surfaktan yang akan digunakan perlu dilakukan pengukuran sifat
fisikokimia. Pengukuran terhadap bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan
larutan formula surfaktan dapat menjelaskan sifat fisikokimia dari bahan tersebut.
Pengujian sifat fisikokimia surfaktan MES, meliputi bilangan asam, densitas,
Spesific Gravity (SG), stabilitas emulsi, viskositas, bilangan iod, bahan aktif, dan
pH. Tabel 3 menunjukkan hasil dari pengujian sifat fisikokimia surfaktan MES.
Tabel 3 Hasil analisis metil ester sulfonat
Parameter
Bilangan Asam (0,1% sampel)
Densitas
Stabilitas busa
Viskositas (0,1% sampel)
Bilangan Iod
Bahan Aktif (0,1% sampel)
pH (0,1% sampel)
Spesific Gravity (SG)

Satuan
ml KOH/g sampel
g/cm3
%
cP
mg iod/ g sampel
%
-

Metil ester sulfonat
7,47 ± 0,08
0,9174 ± 0,0001
50 ± 0,02
1,38 ± 14,14
35,55 ± 0,88
12,54 ± 0,02
3,5 ± 0,01
0,9201 ± 0,0001

12
Bilangan asam merupakan jumlah asam lemak bebas yang terkandung
pada suatu minyak/lemak (Ketaren 2005). Pada pengujian bilangan asam MES
seperti pada Tabel 1 diperoleh nilai bilangan asam MES sebesar 7,47 ml NaOH/g
sampel dengan MES yang digunakan 0,1%. Densitas atau massa jenis merupakan
pengukuran massa setiap satuan volume benda. Densitas MES sebesar 0,9174
g/cm3. Pada hasil pengukuran SG diperoleh nilai sebesar 0,9201. SG merupakan
suatu rasio dari kerapatan suatu gas terhadap kerapatan suatu udara yang diukur
pada suhu dan tekanan yang sama.
Stabilitas busa surfaktan MES yang digunakan sebesar 50%. Hal ini
menunjukkan surfaktan MES mempunyai kemampuan MES untuk menghasilkan
busa dalam proses deterjensi (Stein dan Bauman 1974). Viskositas merupakan
tingkat kekentalan suatu fluida, makin tinggi viskositas suatu fluida maka makin
sulit fluida tersebut mengalir. Pada hasil pengujian MES memiliki nilai viskositas
sebesar 1,38 cP. Pengukuran viskositas yang dilakukan pada konsentrasi surfaktan
MES 0,1%.
Bilangan iod merupakan jumlah rata-rata komponen tidak jenuh dari
minyak/lemak. Pada Tabel 3 nilai bilangan iod MES sebesar 35,55 mg iod/g
sampel, hal ini menunjukkan ikatan rangkap pada surfaktan MES (Ketaren 2005).
Bahan aktif merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui kinerja
surfaktan baik atau tidak. Semakin tinggi nilai bahan aktif suatu surfaktan, maka
kinerja surfaktan tersebut semakin baik (Matesic-Puac et al. 2004). Pada hasil
pengujian, surfaktan MES 0,1% yang digunakan memiliki nilai bahan aktif
sebesar 12,54%. pH merupakan suatu nilai yang menunjukkan derajat keasaman
suatu bahan (Foster 1996). pH surfaktan MES pada aquades dengan konsentrasi
0,1% yang digunakan cukup rendah atau asam, yaitu sebesar 3,5.
Hal yang berpengaruh terhadap penurunan nilai tegangan antarmuka, yaitu
penambahan garam dan alkali. Menurut Healy dan Red (1974) tegangan
antarmuka minyak dan air yang sangat rendah memerlukan salinitas yang optimal.
Salinitas air injeksi yang digunakan sekitar 2100 ppm seperti pada Tabel 7,
kemudian untuk memperoleh salinitas yang optimal dilakukan penambahan garam
NaCl sebesar 0,5%. Penurunan nilai tegangan antarmuka yang cukup besar
diperoleh setelah dilakukan penambahan konsentrasi NaCl pada larutan surfaktan
MES. Tegangan permukaan merupakan suatu gaya yang timbul sepanjang garis
permukaan suatu cairan, sedangkan tegangan antar muka adalah energi yang
bergerak melintang sepanjang garis permukaan. Gaya ini timbul karena adanya
kontak antara dua cairan yang berbeda fase (Soemantri 2011).
Alkali bermanfaat untuk menurunkan nilai tegangan antarmuka minyak dan
air (Nedjhioui et al. 2005). Terdapat dua jenis alkali yang memiliki nilai terendah
antarmuka untuk menurunkan tegangan antarmuka, dua jenis alkali tersebut
adalah NaOH dan Na2CO3 yang diketahui bahwa kedua jenis alkali larut
sempurna dan tidak terbentuk endapan dalam larutan surfaktan. Pemilihan alkali
Na2CO3 dapat meningkatkan kekuatan ion atau salinitas sehingga dapat
memaksimalkan kinerja surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan.
Namun batas pemakaian alkali yang disarankan hanya 1% (Sugihardjo 2002).
Alkali Na2CO3 memiliki sifat meningkatkan pH yang dapat menstabilkan larutan
formula surfaktan. Penentuan konsentrasi dari penambahan alkali sangat
mempengaruhi nilai antarmuka yang dihasilkan, diharapkan nilai tegangan
antarmuka yang dihasilkan sangat rendah maka dari itu diperlukan pengukurran

13
terhadap sifat fisikokimia garam dan alkali. Pada Tabel 4 menjelaskan mengenai
sifat fisiko-kimia dari NaCl dan Na2CO3.
Tabel 4 Sifat fisikokimia NaCl dan Na2CO3
Bahan

Densitas (g/cm3)

NaCl 0,5%

1,0016 ± 1,41x10-5

7,07 ± 0,22

1,39 ± 0,01

Na2CO3 0,1%

0,9995 ± 2,12x10-5

11,25 ± 0,01

1,40 ± 0,01

Na2CO3 0,2%

1,0002 ± 1,41x10-5

11,32 ± 0,42

1,44 ± 0,04

Na2CO3 0,3%

1,0012 ± 2,12x10-5

11,38 ± 0,01

1,47 ± 0,09

pH

Viskositas (cP)

Dari hasil pengujian terhadap kedua bahan aditif yang dilarutkan pada
aquades diperoleh nilai densitas tidak terlalu terlihat perbedaan yang signifikan
dari kedua aditif tersebut, kedua aditif dengan konsentrasi yang berbeda
menunjukkan nilai yang sama, yaitu 1,00.
Pada parameter pH alkali Na2CO3 memiliki sifat yang lebih basa
dibandingkan dengan NaCl. Semakin tinggi konsentrasi Na2CO3 maka semakin
basa pH larutannya. Pada viskositas alkali dengan konsentrasi Na2CO3 0,3%
memiliki viskositas yang paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi alkali
lainnya. Hal ini dikarenakan volume pelarut yang sama, namun konsentrasi alkali
lebih besar untuk konsentrasi Na2CO3 0,3%.
Konsentrasi surfaktan MES yang digunakan pada larutan formula surfaktan,
yaitu 0,3%. Surfaktan yang digunakan pada larutan formula surfaktan dilarutkan
pada air injeksi. Penambahan konsentrasi surfaktan MES makin menurunkan nilai
tegangan antarmuka hingga 1,03x10-3 dyne/cm pada konsentrasi 0,3% (Rivai et al.
2011). Pada aplikasi EOR disyaratkan nilai tegangan antarmuka minyak dan air
yang sangat rendah, karena untuk diformulasikan dengan bahan lainnya.
Sedangkan untuk mengetahui sifat kedua aditif NaCl dan Na2CO3 pada
larutan surfaktan MES, maka dilakukan pengujian untuk parameter yang sama
dengan pengujian sifat fisikokimia aditif NaCl dan Na2CO3. Hasil pengujian
untuk parameter tersebut disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Densitas, pH, dan viskositas larutan surfaktan MES
Jenis Sampel

Densitas (g/cm3)

pH

Air injeksi

0,98 ± 3,54x10-5

8,76 ± 0,01

1,01 ± 0,01

Larutan formula 1

0,99 ± 3,54x10-5

8,58 ± 0,36

1,08 ± 0,07

Larutan formula 2

0,99 ± 1,41x10-5

8,49 ± 0,25

1,03 ± 0,02

Larutan formula 3

0,99 ± 2,12x10

-5

9,89 ± 0,13

1,02 ± 0,02

Larutan formula 4

0,99 ± 7,07x10-6

10,19 ± 0,12

1,02 ± 0,04

Larutan formula 5

0,99 ± 3,54x10-5

10,44 ± 0,01

1,01 ± 0,01

Viskositas (cP)

14
Dari ketiga parameter seperti pada Tabel 5, untuk parameter densitas pada
larutan formula surfaktan tidak terlihat perbedaan yang signifikan, namun terjadi
penurunan densitas pada pengukuran alkali dan pada larutan formula surfaktan,
begitu juga dengan nilai viskositas. Faktor densitas merupakan parameter penting
dalam perhitungan nilai tegangan antarmuka minyak dan air dengan penambahan
surfaktan, karena berkaitan dengan selisih densitas (density difference) antara
densitas larutan surfaktan dengan densitas minyak bumi (0,85174 g/cm3). Nilai
selisih densitas yang lebih kecil cenderung menghasilkan nilai tegangan
antarmuka yang lebih rendah. Penambahan garam NaCl pada air injeksi
berdampak pada peningkatan nilai viskositas. Sedangkan untuk pH terjadi
peningkatan pH menjadi lebih basa pada larutan formula surfaktan dengan
penambahan alkali Na2CO3 dengan konsentrasi di atas 0,1%.
Penurunan tegangan antarmuka pada larutan formula surfaktan setelah
penambahan NaCl mencapai 10-3 dyne/cm. Elektrolit dari NaCl mampu
menstabilkan mikroemulsi sehingga tegangan antarmuka terendah dapat dicapai
(Healy dan Reed 1974). Hal ini karena NaCl sebagai bahan penstabil yang akan
teradsorpsi pada interface diantara dua cairan dan menempel pada permukaan fase
internal, sehingga tegangan interfasial akan menurun dan dinding pemisah antara
fase internal dan eksternal akan terbentuk dan dapat menurunkan total energi.
Fase internal akan tetap berada pada tempatnya dalam jangka waktu lama.
Penambahan alkali menyebabkan terjadinya peningkatan pH pada larutan
formula surfaktan MES seperti pada Tabel 5. pH yang diinginkan pada larutan
formula surfaktan berkisar netral mendekati basa. Na2CO3 dapat menekan
konsentrasi ion kalsium, mengurangi tingkat pertukaran ion dan pelapisan
mineral, menurunkan adsorpsi, endapan karbonat tidak mempengaruhi
permeabilitas dibandingkan dengan OH- dan silikat, serta alkali yang tidak mahal.
Tinggi rendahnya nilai pH larutan surfaktan berkaitan dengan tinggi rendahnya
nilai tegangan antarmuka yang dihasilkan.
Analisis Larutan Surfaktan MES untuk Aplikasi EOR
Peningkatan perolehan minyak bumi (oil recovery) dapat dilakukan dengan
cara menambahkan surfaktan ke dalam air injeksi (surfactant flooding).
Karakteristik air atau fluida yang diinjeksikan ke dalam sumur minyak bumi harus
sesuai dengan karakteristik air formasi. Demikan pula dengan penginjeksian
surfaktan (umumnya bahan kimia), disyaratkan tidak mengubah kondisi formasi
yang telah ada di dalam reservoir minyak bumi (Nummedal et al. 2003).
Teknologi perolehan minyak bumi dapat dilihat pada Lampiran 6.
Surfaktan yang diinjeksikan ke dalam sumur pada lapangan minyak
diharapkan dapat menurunkan tegangan antarmuka antara minyak dan air
sehingga tekanan kapiler minyak dan batuan berkurang. Pada saat turunnya
tegangan antarmuka tersebut, minyak akan terkonsentrasi pada permukaan batuan.
Hal tersebut akan mengakibatkan surfaktan dapat mengikat minyak dan minyak
dapat diproduksi. Proses perolehan minyak bumi secara garis besar dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu tahap primer, sekunder, dan tersier. Pada tahap primer,
perolehan minyak menggunakan tenaga dorong alamiah yang diberikan oleh
reservoir, sedangkan tahap sekunder dan tersier digunakan setelah tahap primer
mengalami penurunan produksi.

15
Lapangan minyak merupakan tempat sumber minyak, gas bumi, dan air
formasi yang terdapat pada reservoir (Rachmat 2009). Reservoir minyak dan gas
bumi merupakan batuan berpori dan permeabel tempat minyak dan/atau gas dalam
sumur minyak bergerak dan berakumulasi. Melalui batuan reservoir ini fluida
dapat bergerak ke arah titik serap pada sumur produksi yang dipengaruhi oleh
tekanan dari dalam atau tekanan dari luar. Suatu reservoir dapat mengandung
minyak dan/atau gas dengan syarat, yaitu terdapat batuan reservoir, lapisan
penutup, dan batuan asal.
Batuan reservoir merupakan suatu lapisan berpori yang berisi minyak dan
gas. Lapisan penutup merupakan lapisan yang berada dibagian atas dan tepi
reservoir yang melindungi fluida yang terdapat di lapisan bawah. Batuan asal
merupakan tempat akumulasi minyak dan gas. Minyak dan gas akan terperangkap
pada batuan berpori, yaitu batuan reservoir (Rachmat 2009). Proses perolehan
minyak bumi dengan menggunakan surfaktan seperti dijelaskan pada Lampiran 7.
Minyak yang terjebak di dalam pori-pori batuan memerlukan usaha untuk
menurunkan gaya kapilaritas dengan cara menurunkan tegangan antarmuka.
Surfaktan mampu menurunkan tegangan antarmuka. Surfaktan membentuk
micelle, yaitu surfaktan yang aktif dan mampu mengikat air dan minyak pada
konsentrasi tertentu. Lapangan minyak yang akan diambil kandungan minyaknya
memerlukan bantuan dari luar, yaitu air injeksi yang telah dicampur dengan
larutan surfaktan. Air formasi merupakan fluida reservoir yang tercampur dan
terangkat bersama minyak bumi kepermukaan. Kandungan utama air formasi
adalah unsur kalsium (Ca2+), natrium (Na+), dan Chlor (Cl-) yang dapat ditemukan
dalam jumlah besar. Sedangkan air injeksi adalah air yang memiliki komposisi
dan konsentrasi yang berbeda dengan air formasi. Air injeksi merupakan air yang
telah diolah untuk diinjeksikan kembali ke dalam batuan reservoir melalui sumur
injeksi untuk meningkatkan perolehan minyak pada fase sekunder/waterflooding
(Lake 1989). Tabel 6 menunjukkan hasil pengukuran kandungan mineral pada air
formasi dan injeksi Lapangan T.

16
Tabel 6 Kandungan mineral air pada lapangan T
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Parameter
Salinitas
Kesadahan
Sulfida
Sulfat
Zat Padat Terlarut (TDS)
Natrium (Na+)
Calsium (Ca2+)
Magnesium (Mg2+)
Besi (Fe2+)
Barium (Ba2+)
Ammonium (NH4-)
pH
Karbonat (CO32-)
Bikarbonat (HCO3-)

Satuan
ppm
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

Hasil Pemeriksaan
Air Formasi
Air Injeksi
2087
2100
106,05
133
0
0,03
0
0,27
2650
2920
744,5
627
100,4
117,6
5,65
5,45
0
0,3
52
34,51
0
0,14
7,98
8,76
0
0
382,9
259,88

Pada Tabel 6 menunjukkan kandungan mineral yang terkandung pada air
formasi dan air injeksi yang digunakan. Karakteristik air atau fluida yang
diinjeksikan ke dalam sumur minyak bumi harus sesuai dengan karakteristik air
formasi yaitu air yang berada di dalam cekungan minyak bumi.
Larutan formula surfaktan merupakan campuran dari air injeksi lapangan
minyak T, surfaktan, dan alkali. Kandungan fisikokimia dari larutan formula
surfaktan perlu diketahui untuk mengetahui sifat fisiko-kimia dari larutan formula
surfaktan yang dibuat sesuai dengan air formasi yang terdapat pada reservoir.
Hasil dari pengujian kandungan fisikokimia larutan formula surfaktan dapat
dilihat pada Tabel 7. Sifat-sifat fisikokimia larutan formula surfaktan dapat
mempengaruhi kemungkinan terbentuknya scale. Sifat-sifat fisikokimia yang
terkandung dalam larutan formula surfaktan, yaitu:
1. Populasi bakteri
Keberadaan bakteri dalam larutan formula surfakatan dapat menyebabkan
terjadinya sumbatan. Keberadaan bakteri ini berasal dari adanya kandungan
sulfat pada larutan (Sari 2011). Dari hasil analisis populasi bakteri terbanyak
terdapat pada larutan blanko.
2. Kandungan padatan tersuspensi dan kekeruhan
Jumlah padatan yang tersaring dari sejumlah air formasi atau air injeksi
merupakan kandungan padatan yang tersuspensi. Padatan ini dapat berupa
organik dan inorganik yang dapat mengakibatkan penyumbatan atau endapan
scale. TDS mengakibatkan kekeruhan pada air. Zat organik dan anorganik
pada air terdiri dari dua jenis, yaitu total dissolve solid (TDS) dan total
suspended solid (TSS). Secara fisika zat ini sebagai penyebab kekeruhan pada
air (Priyono 1994). Larutan formula surfaktan yang mengandung TDS dan
TSS tertinggi, yaitu larutan formula 5, hal ini dikarenakan konsentrasi yang
dilarutkan didalam air injeksi lebih banyak dibandingkan dengan larutan
formula yang lainnya. Kekeruhan larutan meningkat sebanding dengan
meningkatnya padatan terlarut dalam larutan.

17
3. Salinitas
Salinitas merupakan kadar atau kandungan garam yang terlarut di dalam air
(Ghufron dan Kordi 2007). Penambahan NaCl mempengaruhi salinitas larutan
formula surfaktan. Larutan formula surfaktan yang memiliki kandungan
salinitas paling tinggi, yaitu pada larutan formula 5.
4. Alkalinitas
Alkalinitas merupakan suatu parameter kimia perairan yang menunjukan
jumlah ion karbonat dan bikarbonat. Nilai ini menggambarkan kapasitas air
untuk menetralkan asam, atau biasa juga diartikan sebagai kapasitas
penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH (Effendi 2003). Larutan
formula surfaktan memiliki nilai HCO3-, CO3-, dan OH- yang semakin
meningkat dengan adanya penambahan alkali. Hal ini dikarenakan alkali
Na2CO3 dapat meningkatkan hidroksida dan alkalinitas larutan dan dapat
menekan kelarutan garam-garam yang menyebabkan larutan menjadi basa. Ion
karbonat yang terdapat pada alkalinitas larutan dapat terjadi pembentukan
endapan karbonat jika bereaksi dengan ion kalsium (Ca2+) seperti pada
persamaan berikut: (Effendi 2003)
Ca2+ + CO32-

CaCO3

5. Klorida
Klorida merupakan ion yang terbentuk sewaktu unsur klor mendapatkan satu
elektron untuk membentuk suatu anion (ion bermuatan negatif) Cl-. Klorida
merupakan ion utama dalam air asin atau air formasi, yaitu sebagai garam
natrium klorida (Michael dan Scott 2006). Dalam air, senyawa ini terpecah
menjadi ion Na+ dan Cl-. Kandungan klorida semakin meningkat dengan
adanya penambahan garam.
6. Sulfat
Kandungan sulfat yang terdapat di dalam larutan formula surfaktan dapat
membentuk scale sulfat jika ion sulfat bereaksi dengan ion kalsium atau ion
barium. Kandungan sulfat pada larutan formula surfaktan semakin meningkat,
hal ini dapat disebabkan adanya aktifitas bakteri sulfat (Effendi 2003).
7. Barium
Kandungan barium pada larutan formula sufaktan bersifat konstan sebesar 2
mg/L. kandungan barium menurun dari 34,51 mg/L pada air injeksi. Hal ini
dikarenakan ion barium bereaksi dengan ion lain seperti ion sulfat membentuk
barium sulfat yang bersifat tidak larut (Michael dan Scott 2006).
8. Besi
Kadar besi dalam air biasanya termasuk kandungan yang rendah dan dapat
berbentuk sebagai ion ferro atau ion ferri. Ion-ion ini dapat menimbulkan
korosi. Adanya komponen besi dapat menyebabkan penyumbatan di dalam
pipa alir (Michael dan Scott 2006). Kandungan besi pada air injeksi menurun
dengan adanya penambahan garam NaCl dan kembali meningkat dengan
penambahan surfakatan MES dan Na2CO3. Hal ini disebabkan karena ion Fe2+
dapat membentuk senyawa lain seperti besi karbonat (FeCO3), sulfide besi
(FeS), dan Fe(OH)2 atau Fe(OH)3.

18
9. Natrium
Kandungan natrium pada laruatan formula surfaktan semakin mengikat
dengan adanya penambahan Na2CO3. Namun terjadi penurunan pada larutan
formula 2, hal ini dapat disebabkan ion natrium bereaksi dengan ion klorida
membentuk garam NaCl.
10. Magnesium, kalsium, dan kesadahan
Ion magnesium dan ion kalsium berhubungan dengan kesadahan larutan. Ionion ini yang menyebabkan kesadahan air selain ion karbonat dan ion
bikarbonat. Penambahan Na2CO3 pada larutan formula surfaktan
meningkatkan kesadahan larutan, hal ini seperti persamaan berikut: (Fardiaz
1992)
CaSO4 (aq) + Na2CO3 (aq)

CaCO3 (s) + Na2SO4 (aq)

Air sadah mengandung garam sulfat CaSO4 atau MgSO4. Nilai kesadahan dan
magnesium yang mening