. Efektivitas Pemberian Bakteri Metanotrof Dan Ochrobactrum Anthropi Terhadap Penurunan Emisi Gas Ch4 Dan N2o Dan Pemacuan Pertumbuhan Padi Di Dataran Rendah.

EFEKTIVITAS PEMBERIAN BAKTERI METANOTROF DAN
OCHROBACTRUM ANTHROPI TERHADAP PENURUNAN EMISI
GAS CH4 DAN N2O DAN PEMACUAN PERTUMBUHAN
PADI DI DATARAN RENDAH

SUKMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektivitas Pemberian
Bakteri Metanotrof dan Ochrobactrum anthropi terhadap Penurunan Emisi Gas
CH4 dan N2O dan Pemacuan Pertumbuhan Padi di Dataran Rendah adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 26 Agustus 2015
Sukmawati
G351130061

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar
IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
SUKMAWATI. Efektivitas Pemberian Bakteri Metanotrof dan Ochrobactrum
anthropi terhadap Penurunan Emisi Gas CH4 dan N2O dan Pemacuan
Pertumbuhan Padi di Dataran Rendah. Dibimbing oleh Iman Rusmana dan Nisa
Rachmania Mubarik.
Beras adalah kebutuhan pokok masyarakat khususnya masyarakat Indonesia,
dan salah-satu sumber penghasil gas rumah kaca ialah lahan sawah, pelepasan gas
yang diemisikan dari lahan sawah seperti gas metan (CH4) dan dinitrogen oksida
(N2O). Beberapa metode sistem intensif untuk meningkatkan produktivitas padi
seperti pemupukan dengan senyawa kimia, perbaikan sistem irigasi, pengendalian

hama dengan menggunakan pestisida kimia memberi dampak negatif terhadap
lingkungan. Pemupukan dengan senyawa kimia dapat meningkatkan emisi gas
metan (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O) yang menyebabkan pemananasan global.
CH4 berpotensi menyebabkan pemanasan global 23 kali lebih besar dibandingkan
CO2. Gas N2O memiliki potensi sebagai penyebab pemanasan global 298 kali
lebih besar dibandingkan dengan CO2. CH4 dan N2O dapat direduksi melalui
proses oksidasi CH4 dan reduksi N2O oleh bakteri metanotrof dan bakteri
dinitrogen oksida serta dapat meningkatkan produktivitas padi.
Penelitian ini dilakukan dengan 2 perlakuan. Kontrol (P1) menggunakan
pupuk senyawa kimia NPK (15:15:15) 250 kg/ha (takaran 100% pupuk dosis
anjuran). Pada perlakuan (P2) digunakan pupuk senyawa kimia NPK 50 kg/ha
(takaran 20% pupuk dosis anjuran) serta menambahkan bakteri metanotrof M.
rosea BGM 1, M. parvus BGM 3, M. capculatus BGM 9, Methylobacter sp. SKM
14 dan bakteri pereduksi N2O O. anthropi BL2.
Tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai per rumpun dan skor warna
hijau daun pada perlakuan (P2) masing-masing meningkat sebesar 12.50%,
23.76%, 16.49%, dan 35.92% dibandingkan dengan tanaman kontrol (P1). Ratarata bobot kering tajuk, bobot kering akar, panjang akar, malai produktif, butir per
malai dan bobot 1000 butir pada tanamn perlakuan (P2) meningkat sebesar
67.60%, 143.32%, 37.05%, 24.46%, 48.28%, dan 42.07% dari tanaman kontrol
(P1).

Emisi metan pada pengamatan 21, 42, 63, dan 84 hari setelah tanam pada
kontrol (P1) melepaskan emisi metan dengan nilai tertinggi 7.43 mol CH4/hari/m2
sedangkan pada perlakuan (P2) menunjukkan penurunan (sink) metan paling
rendah sebesar 0.13 mol CH4/hari/m2. Emisi N2O pada perlakuan (P2) pada umur
21, 42, 63, dan 84 hari setelah tanam menunjukkan penurunan (sink) N2O paling
rendah sebesar 0.0023 mol N2O/hari/m2 sedangkan pada kontrol (P1)
menunjukkan pelepasan emisi dinitrogen oksida dengan nilai tertinggi 0.0026 mol
N2O/hari/m2. Efektivitas bakteri metanotrof M. rosea BGM 1, M. parvus BGM 3,
M. capculatus BGM 9, Methylobacter sp. SKM 14, dan O. anthropi BL2 dapat
mengurangi emisi metan (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O) serta memacu
pertumbuhan tanaman padi.
Kata kunci: Emisi CH4, Emisi N2O, Metanotrof, Lahan sawah, Ochrobactrum
anthropi

SUMMARY
SUKMAWATI. Effectiveness of Methanotrophic Bacteria and Ochrobactrum
anthropi to Reduce CH4 and N2O Emissions and to Promote Paddy Growth in
Lowland Paddy Fields. Suvervised by Iman Rusmana and Nisa Rachmania
Mubarik.
Rice is the most important basic needs in Indonesia, however paddy field is

one of the sources of greenhouse gasses such as methane (CH4) and nitrous oxide
(N2O). Various methods such as application of inorganic fertilizer, irrigation
system, and pest control using pesticides were intensively applied to increase
paddy productivity. Application of the methods could give an effect to
environment. The use of inorganic fertilizers will increase CH4 and N2O
emissions causing global warming. Methane has a potency to cause global
warming 23 times greater than that of CO2, meanwhile N2O gas has a potency to
cause global warming 298 times greater than that of CO2. Oxidation and reduction
process of CH4 and N2O by methanotrophic bacteria and dinitrogen oxide bacteria
BL2 can reduce CH4 and N2O emissions as well as increase paddy productivity.
This research was conducted with two treatments. The control (P1) using
inorganic fertilizer NPK (15:15:15) 250 kg/ha (100% recommended normal dose)
without application of bacteria. Meanwhile the treatment (P2) used inorganic
fertilizers NPK 50 kg/ha (20% of recommended normal dose) with addition of
methanotrophic bacteria (M. rosea BGM 1, M. parvus BGM 3, M. capculatus
BGM 9, Methylobacter sp. SKM 14) and N2O reducing bacteria (O. anthropi
BL2).
Paddy growth parameters such as plant’s height, number of tiller, number of
panicles per cluster and green color score on the treatment (P2) were increased up
to 12.50%, 23.76%, 16.49%, and 35.92% compared to control (P1) respectively.

Average of shoot’s dry weight, root’s dry weight, root’s length, grains per
panicles and weight of 1000 grains in the treatment (P2) plants were increased up
to 67.60%, 143.32%, 37.05%, 48.28%, and 42.07% compared to control (P1)
plants respectively.
The results in day 21st, 42nd, 63rd, and 84th after planting showed that control
(P1) fields had the highest CH4 emission (7.43 mole CH4/day/m2). But in the
treatment (P2) fields showed the use (sink) of CH4 (0.13 mole/ CH4/day/m2). N2O
emission in the treatment (P2) fields in day 21st, 42nd, 63rd, and 84th after planting
showed decreasing N2O emission up to 0.0023 mole N2O/day/m2, meanwhile
control (P1) fields had high emission up to 0.0026 mole N2O/day/m2. In summary,
applcation of methanotrophic bacteria M. rosea BGM 1, M. parvus BGM 3, M.
capculatus BGM 9, Methylobacter sp. SKM 14, and dinitrogen oxide bacteria can
reduce CH4, N2O emission, and increase paddy’s growth in paddy fields.
Keywords: CH4 emission, N2O emission, Methanotrophs, paddy field,
Ochrobactrum anthropi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFEKTIVITAS PEMBERIAN BAKTERI METANOTROF DAN
OCHROBACTRUM ANTHROPI TERHADAP PENURUNAN
EMISI GAS CH4 DAN N2O DAN PEMACUAN PERTUMBUHAN
PADI DI DATARAN RENDAH

SUKMAWATI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji diluar komisi pembimbing pada Ujian Tesis: Dr Ir Hamim, MSi

Judul Tesis

Nama
NIM

: Efektivitas Pemberian Bakteri Metanotrof dan Ochrobactrum
anthropi terhadap Penurunan Emisi Gas CH4 dan N2O dan
Pemacuan Pertumbuhan Padi di Dataran Rendah
: Sukmawati
: G351130061

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Iman Rusmana, MSi
Ketua

Dr Nisa Rachmania Mubarik, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Mikrobiologi
Departemen Biologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Anja Meryandini, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian:
14 Agustus 2015


Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subehanawata’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 sampai Maret 2015
dengan judul Efektivitas Pemberian Bakteri Metanotrof dan Ochrobactrum
anthropi terhadap Penurunan Emisi Gas CH4 dan N2O dan Pemacuan
Pertumbuhan Padi di Dataran Rendah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Iman Rusmana, MSi dan
Ibu Dr Nisa Rachmania Mubarik, MSi selaku pembimbing, serta ucapan terima
kasih kepada Bapak Dr Hamim, MSi sebagai penguji pada ujian tesis. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Jaka Permana dari staf
Laboratorium Mikrobiologi, para warga Desa Citarik Kecamatan Pelabuhan Ratu
Kabupaten Sukabumi, dan teman-teman mikrotropisian 2012/2013 yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, Ibrahim, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, 26 Agustus 2015
Sukmawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Emisi Metan (CH4) dan Dinitrogen Oksida (N2O)
Bakteri Metanotrof
Bakteri Pereduksi Gas Dinitrogen Oksida (N2O)
METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Prosedur Penelitian
Tahap Peremajaan Isolat
Tahap Pengolahan Sawah dan Penyiapan Bibit
Tahap Penanaman dan Inokulasi Bakteri Metanotrof
Tahap Pemasangan Sungkup
Tahap Pemeliharaan dan Parameter yang Diamati
Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
HASIL
Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Emisi Metan (CH4) dan Dinitrogen Oksida (N2O)
Pertumbuhan Tanaman dan Hasil Panen
PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

1
1
2
2
2
4
5
6
6
6
6
7
7
7
7
7
8
8
8
9
10
13
17
17
18
18
22

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1 Analisis sifat fisik kimia tanah pada petak perlakuan (P2) dan petak
kontrol (P1) sebelum penanaman tanaman padi
2 Komponen hasil panen pada perlakuan (P2) dengan pemberian pupuk
NPK 20%, pemberian bakteri metanotrof serta O. anthropi dan pada
kontrol (P1) yang diberikan pupuk NPK 100% dosis anjuran dengan
tanpa pemberian bakteri

8

13

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Skema siklus produksi metan pada lahan sawah
Siklus oksidasi metan dan asimilasi formaldehid
Siklus sumber N2O dan reduksi N2O pada lahan sawah
Laju akumulasi/penyerapan metan (CH4)
Laju akumulasi/penyerapan dinitrogen oksida (N2O)
Tinggi tanaman
Jumlah anakan per rumpun
Jumlah malai per rumpun
Warna daun

3
4
5
9
10
10
11
11
12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis sifat fisik kimia tanah lahan sawah dataran rendah di Desa
Citarik, Kec. Pelabuhan Ratu, Kab. Sukabumi, Jawa Barat
2 Kriteria penilaian sifat fisik kimia tanah
3 Analisis residu pestisida sebelum tanam dan sesudah panen lahan
sawah dataran rendah di Desa Citarik, Kec. Pelabuhan Ratu, Kab.
Sukabumi, Jawa Barat

22
23

24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras adalah kebutuhan pokok pangan utama untuk masyarakat di berbagai
negara khususnya Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut perlu
peningkatan produktivitas padi. Berbagai cara dilakukan secara intensif untuk
meningkatkan produktivitas padi seperti pemupukan, perbaikan sistem irigasi,
pengendalian hama dengan menggunakan pestisida kimia. Akan tetapi beberapa
aplikasi tersebut dapat berdampak terhadap lingkungan, seperti penggunaan pupuk
senyawa kimia berkontribusi terhadap penyebab pemanasan global.
Konsentrasi gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO2), metan (CH4),
dan dinitrogen oksida (N2O) di atmosfir terus meningkat akibat dari aktivitas
manusia. Persentase peningkatan emisi gas rumah kaca mencapai 70% antara
tahun 1970 hingga 2004 (IPCC 2007). Gas metan (CH4) mempunyai potensi
penyebab pemanasan global 23 kali lebih besar dibandingkan CO2. Gas N2O
memiliki potensi penyebab pemanasan global 298 kali lebih besar dibandingkan
dengan CO2 (Millar et al. 2010).
Salah-satu solusi untuk mengatasi peningkatan emisi CH4 dan N2O yang
dihasilkan dari lahan persawahan dapat direduksi melalui proses oksidasi CH4 dan
reduksi N2O oleh bakteri metanotrof dan Ochrobactrum anthropi BL2. Hasil
penelitian terdahulu telah didapat empat isolat bakteri metanotrof terbaik dalam
mengoksidasi CH4, yaitu isolat bakteri metanotrof BGM 1, BGM 3, BGM 9, dan
SKM 14 yang telah diisolasi oleh Hapsari (2008) di lahan persawahan Bogor dan
Sukabumi. Keempat isolat tersebut telah diidentifikasi oleh Astuti (2009) sebagai
Methylocystis rosea, M. parvus, Methylococcus capsulatus dan Methylobacter sp.
demikian halnya dengan bakteri denitrifikasi telah diisolasi oleh Setyaningsih et al.
(2010) dari lahan sawah di Belendung, Tangerang, Banten yang berpotensi dalam
mereduksi emisi N2O. Bakteri isolat BL2 mampu mereduksi N2O sebanyak 5.41
μmol mL-1. Berdasarkan analisis gen 16S rRNA, isolat tersebut teridentifikasi
sebagai Ochrobactrum anthropi BL2.
Bakteri metanotrof dan O. anthropi BL2 telah diujicobakan sebagai agen
pengoksidasi metan dan pereduksi N2O pada tanaman padi di rumah kaca Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB dan rumah kaca
Departemen Biologi, FMIPA, IPB (Muttaqin 2012). Selain itu isolat-isolat
tersebut telah diujicobakan di lahan sawah dataran tinggi Desa Cicurug, Sukabumi
Jawa-Barat. Pada percobaan tersebut, isolat-isolat tersebut mampu mereduksi CH4
dari lahan sawah hingga 20.47% jika dibandingkan dengan kontrol (Pingak et al.
2013; Sutanto et al. 2014). M. capsulatus BGM 9 dan Methylobacter sp. SKM 14
tidak hanya mampu mengoksidasi metan tetapi juga memiliki aktivitas
nitrogenase, sehingga isolat tersebut memiliki kemampuan melakukan fiksasi N2
(Maisaroh 2009). Hadianta et al. (2014) melaporkan bahwa pertumbuhan tanaman
padi dengan pemberian bakteri metanotrof lebih baik dibandingkan dengan
kontrol yang diberi pupuk 100% sesuai rekomendasi. Kemampuan isolat M.
capsulatus BGM 9 dan Methylobacter sp. SKM 14 selain mampu mengoksidasi
metan dan fiksasi nitrogen, juga berpotensi mengurangi residu pestisida
organoklorin dari lahan sawah (Nurhasanah 2009). Dengan demikian bakteri

2
tersebut berpotensi besar untuk dikembangkan
pengendali gas rumah kaca di areal pertanian.

sebagai agen hayati dalam

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas bakteri metanotrof dan
O. anthropi BL2 sebagai agen pengoksidasi metan dan pereduksi N2O serta
pemacu terhadap pertumbuhan padi pada lahan sawah di dataran rendah.

TINJAUAN PUSTAKA

Emisi Metan (CH4) dan Dinitrogen Oksida (N2O)
Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan
untuk menyerap radiasi matahari yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu bumi
semakin meningkat yang menyebabkan suasana panas. Penyebab terjadinya efek
rumah kaca adalah naiknya konsentrasi gas-gas rumah kaca, seperti
karbondioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO), dinitrogen
oksida (N2O), metan (CH4), dan klorofluorokarbon di atmosfer. Kenaikan
konsentrasi gas-gas tersebut disebabkan oleh kenaikan berbagai jenis pembakaran
di permukaan bumi seperti pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara,
dan bahan-bahan organik lainnya. Di Indonesia kontribusi terbesar GRK berasal
dari karbondioksida, metan, dan dinitrogen oksida. Gas terbesar kedua dalam
mempengaruhi pemanasan global adalah gas metan yang mayoritas berasal dari
sektor pertanian (Rachman 2007).
Metan (CH4) merupakan salah satu gas rumah kaca utama yang dapat
menyerap radiasi infra-merah sehingga berkontribusi terhadap pemanasan global.
Gas metan mempunyai potensi pemanasan global 23 kali lebih besar dibanding
karbondioksida. Sumber metan terutama dari lahan sawah, dengan sistem irigasi
pada kegiatan pertanian menyediakan lingkungan ideal untuk proses
metanogenesis. Hal tersebut terjadi akibat dari tingginya input karbon mudah
terlapuk, kondisi anaerobik akibat tergenang, dan suhu optimum untuk bakteri
penghasil metan (Venterea et al. 2005). Emisi metan pada lahan sawah tiap
tahunnya mampu melepaskan emisi metan sebanyak 5-150 Tg/tahun (Jean 2001).
Gas metan dihasilkan oleh bakteri matanogen dan arkhea. Bakteri metanogen
menggunakan H2 ataupun asetat sebagai sumber energi, CO2 sebegai sumber
karbon untuk mengahasilkan gas metan. H2 dan asetat adalah hasil fermentasi
asam-asam organik yang berasal dari eksudat akar. Asam-asam organik tersebut
difermentasi oleh bakteri. Hasil produk fermentasi dari bakteri akan digunakan
oleh bakteri metanogen melalui siklus metanogen (Gambar 1)

3

Gambar 1 Skema siklus produksi metan pada lahan sawah (Juottonen
2008)
Tipe siklus metanogen terdiri atas tiga: (1) Hidrogenetrophic methanogens:
pada siklus tersebut H2 sebagai donor elektron sedangkan karbondioksida (CO2)
sebagai akseptor elektron, namun ada beberapa menggunakan format sebagai
donor elektron. (2) Acetolastic methanogens: pada siklus tersebut senyawa asetat
diubah menjadi metil dan grup karbonil, kemudian grup karbonil dioksidasi
menjadi CO2, kemudian CO2 direduksi menjadi grup metil. Selanjutnya grup metil
diubah menjadi metan (CH4). (3) Methylotrophic methanogens: mikrob penghasil
metan mampu tumbuh pada senyawa metil seperti metanol, metilamin, dan metil
sulpida. Ketiga senyawa tersebut mampu digunakan oleh mikrob penghasil metan
sebagai donor elektron maupun akseptor elektron (Deppenmeier 2002). Gas selain
metan dalam mempengaruhi pemanasan global adalah gas N2O yang juga berasal
dari sektor pertanian, salah-satunya adalah lahan sawah.
Gas N2O dapat meningkatkan suhu bumi 296 kali dibanding karbondioksida
(CO2) (IPCC 2007). Peningkatan gas N2O akibat dari pemberian pupuk senyawa
kimia yang memiliki kandungan karbon tinggi serta mudah termineralisasi
sehingga meningkatkan biomassa mikrob yang meningkatkan emisi N2O.
Intensitas dan besarnya emisi N2O dari tanah ditentukan oleh beberapa faktor
yaitu suhu, curah hujan, kelembaban tanah, kandungan karbon mudah
termineralisasi yang berjumlah atom karbon rendah sebagai donor elektron pada
proses reduksi (Arth dan Frenzel 2000) (Gambar 3).
Emisi N2O sebagai salah-satu dampak dari pemberian pupuk senyawa kimia
pada lahan pertanian. Emisi tersebut dapat terjadi melalui dua cara, emisi
langsung dan tak langsung. Emisi langsung N2O didefinisikan sebagai emisi N2O
dari tanah di lahan pertanian yang telah diberikan pupuk senyawa kimia,
sedangkan hanyutan pupuk senyawa kimia pada badan air atau tanah di sekitar
lahan pertanian yang menyebabkan terbentuknya emisi N2O disebut sebagai emisi
N2O tak langsung (Millar et al. 2010).
Tanaman padi salah-satu media untuk melepaskan gas metan (CH4) dan
dinitrogen oksida (N2O) yang dihasilkan dari dalam tanah ke atmosfer, gas

4
tersebut dilepaskan melalui pembuluh aerenkima daun, batang dan akar padi.
Metan akan dilepaskan melalui pori-pori mikro pada pelepah daun bagian bawah.
Jumlah akar dan jumlah anakan juga mempengaruhi emisi CH4, makin banyak
jumlah akar yang terbentuk maka emisi CH4 makin tinggi pula. Jumlah anakan
juga merupakan faktor penentu besarnya pelepasan CH4. Semakin banyak anakan
maka kerapatan dan jumlah pembuluh aerinkima meningkat sehingga pelepasan
metan juga meningkat (Wihardjaka 2001).
Bakteri Metanotrof
Bakteri metanotrof termasuk bakteri aerob obligat yang dapat menggunakan
metan sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya (Roslev dan
King 1994). Bakteri metanotrof dapat ditemukan pada bagian permukaan sawah
yang bersifat aerob. Metan (CH4) pada lahan sawah dapat dioksidasi oleh bakteri
metanotrof sebab bakteri tersebut merupakan satu-satunya sistem biologi yang
berperan sebagai penampung metan (Dubey 2005) dan telah disebutkan oleh
Dedysh et al.(2005) bahwa bakteri metanotrof memiliki peran kunci dalam siklus
metan di dunia. Bakteri metanotrof menggunakan metan dan methanol. Bakteri
metanotrof merupakan subset dari metilotrof. Metilotrof didefinisikan sebagai
kelompok bakteri dan arkaea yang mampu menggunakan substrat komponen C1
seperti CO2 dan CH4. Bakteri metanotrof mampu mengubah metan menjadi CO2
melalui proses oksidasi dengan menggunakan metan monooksigenase (MMO),
oksidasi metan dapat terjadi pada lingkungan mikro yang bersifat aerob pada zona
perakaran dan pada bagian yang bersifat toksik pada lapisan permukaan tanah
(Semrau et al. 2010). Siklus oksidasi metan dan asimilasi formaldehid oleh
bakteri metanotrof tergantung dari tipe bakteri tersebut (Gambar 2).

Gambar 2 Siklus oksidasi metan dan asimilasi formaldehid (Hanson dan Hanson
1996)
Bakteri metanotrof adalah bakteri Gram negatif dan dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu metanotrof tipe I, tipe II, dan tipe X. Pengelompokkan ini berdasarkan
atas perbedaan internal membran, lintasan asimilasi formaldehid, dan siklus asam
sitratnya. Contoh bakteri metanotrof tipe I ialah Methylomonas dan Methylobacter,

5
contoh tipe II ialah Methylocinus dan Methylocystis, dan contoh tipe X ialah
Methylococcus capsulatus. Bakteri metanotrof tipe II dan tipe X memiliki
kemampuan untuk memfiksasi N2. Fiksasi nitrogen ialah proses penambatan
nitrogen bebas yang diubah menjadi amonium sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai sumber nitrogen oleh tanaman, karena kemampuan fiksasinya maka dapat
diaplikasikan pada lingkungan yang jumlah nitrogennya terbatas (Hanson dan
Hanson 1996; Macalady et al. 2002).
Oksidasi metan merupakan tahap awal penggunaan metan sebagai sumber
karbon dan energi untuk pertumbuhan bakteri metanotrof. Semakin tinggi
aktivitas oksidasi metan maka semakin rendah kadar gas metan tersisa pada
bagian headspace kultur. Isolat-isolat bakteri metanotrof yang memiliki aktivitas
oksidasi metan yang tinggi, berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen
pengoksidasi metan di lahan sawah. Isolat-isolat bakteri metanotrof yang memiliki
kemampuan fiksasi nitrogen yang tinggi berpotensi untuk dikembangkan sebagai
agen pupuk hayati pada lahan sawah. Kombinasi kedua jenis bakteri metanotrof
tersebut dapat dikembangkan sebagai agen pengoksidasi metan sekaligus pupuk
hayati pada lahan sawah karena kemampuannya yang dapat menfiksasi nitrogen
(Margareth 2011).
Bakteri Pereduksi Gas Dinitrogen Oksida (N2O)
Bakteri pereduksi gas N2O dapat tumbuh dengan menggunakan N2O karena
N2O sebagai akseptor elektron. Salah-satu bakteri pereduksi gas N2O ialah
Ochrobactrum anthropi. Ochrobactrum anthropi termasuk ke dalam subdivisi
beta bakteri ungu, bersifat motil, tidak berpigmen dan peritrik. Bakteri ini
merupakan jenis bakteri Gram negatif, bersifat aerob, dan kemoorganotrof
(Shapleigh 2006). Pemberian pupuk nitrogen pada lahan persawahan dan
kelebihan atau hanyutannya menuju lingkungan perairan lain berpotensi sebagai
sumber N2O melalui proses denitrifikasi oleh mikroorganisme (Dong et al. 2009).
Hasil penelitian Mulvaney et al. (1997) juga menyatakan bahwa proses
denitrifikasi dan emisi N2O dipengaruhi oleh sumber N. Seperti pupuk Urea
menyebabkan proses denitrifikasi yang lebih tinggi dibanding dengan amonium
sulfat seperti yang telah dilakukan pada studi rumah kaca dengan tanah tergenang.
Kelimpahan gas rumah kaca N2O dapat dikendalikan oleh O. athropi melalui
proses reduksi N2O (Gambar 3).

Gambar 3 Siklus sumber N2O dan reduksi N2O pada lahan sawah (Baggs 2008)

6
Produksi N2O dapat terjadi melalui proses nitrifikasi (oksidasi amonia),
disimilasi nitrat (denitrifikasi dan nitrat amonifikasi). Nitrifikasi adalah proses
pembentukan senyawa nitrat dari senyawa amonium. Proses ini terjadi dari ion
amonium dioksidasi menjadi ion nitrit, lalu ion nitrit menjadi ion nitrat. Bakteri
yang berperan dalam proses nitrifikasi adalah kelompok bakteri yang mampu
menkonversi nitrat dari senyawa amonia yang umumnya bersifat aerob, bakteri
tersebut bersifat kemolitotrof (menggunakan senyawa anorganik), bersifat non
motil. Proses nitrifikasi berlangsung dalam dua tahapan: (1) Nitritasi, oksidasi
amonia menjadi nitrit (2NH3+3O2 2HNO2 + 2H2O) oleh bakteri nitrit, contoh
Nitrosomonas. (2) Nitratasi, oksidasi senyawa nitrit menjadi nitrat (2HNO2 +
O2 2HNO3) oleh bakteri nitrat, contoh Nitrobacter yang bersifat autotrof
(Elizabeth dan Baggs 2011).
Proses denitrifikasi merupakan proses pengubahan nitrat (NO3-) menjadi
bentuk nitrogen yang lebih tereduksi, yaitu NO2-, NO, N2O, dan N2. Di antara
bentuk nitrogen tereduksi tersebut, N2O dan N2 kemudian diemisikan menuju
atmosfer. Rasio emisi N2O menuju atmosfer dipengaruhi oleh pH di mana terjadi
peningkatan emisi N2O ketika terjadi penurunan pH, contoh bakteri yang berperan
pada proses denitrifikasi alah Pseudomonas, Bacillus dan
Paracoccus
(Cuhel et al. 2010).
Proses nitrat amonifikasi merupakan konversi asam amino (hasil deaminasi)
menjadi amonia (NH3), selanjutnya amonia pada tanah yang lembab terlarut
dalam air dan membentuk ion ammonium (NH4) (Elizabeth dan Baggs 2011).

METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2014 – Maret 2015. Tahap
peremajaan bakteri metanotrof dan O. anthropi BL2 bertempat di Laboratorium
Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor. Penanaman padi dilakukan di lahan persawahan
dataran rendah di Desa Citarik, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi,
Jawa-Barat.
Bahan
Mikroorganisme yang digunakan ialah bakteri metanotrof meliputi M. rosea
BGM 1, M. parvus BGM 3, M. capculatus BGM 9, Methylobacter sp. SKM 14,
bakteri pereduksi N2O O. anthropi BL2, dan bibit padi varietas IR64.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan 2 taraf perlakuan. Perlakuan kontrol (P1)
menggunakan pupuk NPK (15:15:15) 250 kg/ha (takaran 100% pupuk dosis
anjuran) (Permentan 2007). Pada perlakuan (P2) digunakan pupuk NPK 50 kg/ha

7
(takaran 20% dari dosis anjuran) serta penambahan bakteri metanotrof dan bakteri
pereduksi N2O.
Tahap Peremajaan Isolat
Isolat bakteri metanotrof M. rosea BGM 1, M. parvus BGM 3, M.
capculatus BGM 9, dan Methylobacter sp. SKM 14 diremajakan pada media agar
Nitrate Mineral Salt (NMS) + 1% metanol, kemudian diinkubasi pada suhu ruang
selama 3-7 hari. Isolat bakteri pereduksi N2O O. anthropi BL2 diremajakan pada
media denitrifikasi, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 3-7 hari. Isolat
bakteri metanotrof hasil peremajaan masing-masing dikultur dalam media cair
NMS + 1% metanol dan bakteri pereduksi N2O pada media cair denitrifikasi,
kemudian diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 100 rpm pada
suhu ruang sehingga diperoleh kultur dengan konsentrasi sel minimal 1x106 sel/ml.
Tahap Pengolahan Lahan Sawah dan Penyiapan Bibit
Lahan sawah digarap sekitar 3-5 hari. Padi varietas IR64 dikecambahkan
dengan kondisi lembab dan gelap selama 24 jam. Setelah berkecambah padi
disemai di sawah selama 20 hari hingga bibit padi tumbuh. Setelah bibit padi
tumbuh, bibit padi siap untuk ditanam.
Tahap Penanaman dan Inokulasi Bakteri Metanotrof
Petak sawah berukuran 1000 m2 dengan jarak tanam 25 25 cm. Untuk
perlakuan (P2), bibit padi direndam pada kultur bakteri metanotrof dan
O. anthropi BL2 dengan konsentrasi sel bakteri minimal 1x106 sel/ml selama 1530 menit sebelum ditanam. Kontrol (P1) tidak direndam pada kultur bakteri
metanotrof dan O. anthropi BL2 sebelum penanaman. Pemberian pupuk NPK
(nitrogen, fosfat, kalium) masing-masing diberikan pada waktu 21 hari setelah
tanam. Pemberian pupuk NPK tersebut diberikan pada tanaman perlakuan (P2)
dan kontrol (P1) untuk melihat pengaruhnya terhadap peningkatan pertumbuhan
dan produktivitas antara dosis 20% dan dosis 100%.
Tahap Pemasangan Sungkup
Sungkup berukuran 55.5x89x89 cm3 masing-masing dipasang pada petak
perlakuan (P2) dan petak kontrol (P1). Pemasangan sungkup dilakukan pada
waktu 20 hari setelah tanam. Sungkup tersebut dilengkapi dengan kipas agar
sampel gas yang diambil dalam kondisi homogen. Sungkup tersebut berfungsi
sebagai penampung gas.
Tahap Pemeliharaan dan Parameter yang Diamati
Pengamatan pertumbuhan padi dan pengambilan gas CH4 dan N2O diamati
pada waktu 21, 42, 63, dan 84 hari setelah tanam. Parameter pertumbuhan
tanaman yang diamati meliputi: tinggi tanaman (cm), jumlah anakan per rumpun,
jumlah malai per rumpun, dan skoring warna helaian daun (skoring 2-5). Skoring
warna helaian daun mengindikasikan kecukupan pupuk. Parameter data panen
yang diamati meliputi: bobot kering tajuk (g), panjang akar (g), bobot kering akar
(g), malai produktif, butir per malai (butir), bobot 1000 butir (g), dan butir
hampa (%) (Departemen Pertanian 2003).

8
Pengambilan gas metan CH4 dan N2O dilakukan dengan menggunakan
sungkup tertutup. Sampel gas sebanyak 100 ml diambil dengan menggunakan
syringe dan dimasukkan ke dalam tabung vakum. Sampel gas diambil pada saat
setelah penyungkupan (t0) dan 5 jam setelah penyungkupan (t5). Selanjutnya
pengukuran gas metan (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O) dianalisis di Balai
Penelitian Lingkungan Pertanian. Jl. Raya Jakenan Km 05 Jakenan Pati, Jawa
Tengah, Indonesia 59182.
Analisis Sifat Fisik Kimia Tanah
Pengambilan sampel lumpur sawah diambil dan dimasukkan ke dalam
wadah plastik sebanyak 2 wadah yang berasal dari petak Kontrol (P1) dan
perlakuan (P2). Kedua sampel tersebut dianalisis di Laboratorium Tanah, Balai
Penelitian Tanah BB SDLP, Badan Litbang Pertanian, Jl. Ir. H. Juanda No. 98
Bogor.

HASIL

Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Kondisi sifat fisik dan kimia tanah pada lahan sawah di Desa Citarik,
Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa-Barat memiliki tekstur
tanah lempung liat berpasir baik pada petak perlakuan maupun pada petak kontrol.
Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan sebelum penanaman padi, yang
berarti sebelum pemberian bakteri maupun pemberian pupuk NPK (Tabel 1
Lampiran 1)
Tabel 1 Analisis sifat fisik kimia tanah pada petak perlakuan (P2) dan petak
kontrol (P1) sebelum penanaman tanaman padi
Kondisi tanah
Perlakuan
Kontrol
Pasir
31
30
Tekstur (%)
Debu
38
38
Liat
31
32
Ca
17.43
18.31
Mg
2.9
2.85
Kandungan unsur makro (%)
K
0.57
0.28
Na
0.61
0.70
KTK
13.51
14.53
C Walkley
1.31
1.55
Bahan organik (%)
N Kjeldahl
0.13
0.17
C/N
10
9
P2O5
62
78
HCl 25% (mg/100 g)
K2O
29
21
H2O
7.1
7.2
pH
KCl
6.3
6.3

9
Emisi Metan (CH4) dan Dinitrogen Oksida (N2O)
Pelepasan emisi metan pada pengamatan 21, 42, 63, dan 84 hari setelah
tanam pada kontrol yang tanpa pemberian bakteri metanotrof menunjukkan nilai
akumulasi tertinggi 7.43 mol CH4/hari/m2, sedangkan pada perlakuan dengan
pemberian bakteri metanotrof M. rosea BGM 1, M. parvus BGM 3, M. capculatus
BGM 9, dan Methylobacter sp. SKM 14 menunjukkan penggunaan metan (sink)
paling rendah sebesar 0.13 mol CH4/hari/m2 (Gambar 4)

Laju akumulasi/penyerapan metan (CH4) (mol/hari/m2 )

9

7.43

7
4.92

5

3

2.34

Perlakuan
1

0.36

21 HST

-1

-3

42 HST
-0.34

63 HST

84 HST

-0.56

-0.13

Kontrol

-2.40

Hari Setelah Tanam (HST)
-5

Gambar 4 Emisi metan (CH4) pada perlakuan (P2) dengan pemberian pupuk
NPK 20%, pemberian bakteri metanotrof serta O. anthropi BL2 dan
pada kontrol (P1) yang diberikan pupuk NPK 100% dosis anjuran
dengan tanpa pemberian bakteri di lahan sawah dataran rendah
Emisi pada perlakuan dengan pemberian bakteri metanotrof dan O. anthropi
BL2 pada umur 21, 42, 63, dan 84 hari setelah tanam menunjukkan nilai negatif
yang berarti digunakan (sink) paling rendah sebesar 0.0023 mol N2O/hari/m2
sedangkan pada kontrol menunjukkan pelepasan emisi N2O dengan nilai tertinggi
0.0026 mol N2O/hari/m2 (Gambar 5)

10

Laju akumulasi/penyerapan
dinitrogen oksida (N2O)
(mol/hari/m2)

060E-04
040E-04

0.0026

0.0024

0.0007
0.0020

020E-04

0.000E+00
21 HST

42 HST

63 HST

84 HST

-020E-04

Perlakuan
Kontrol

-040E-04
-060E-04
-080E-04

-0.0046

-0.0023
-0.0030
-0.0068

Hari Setelah Tanam (HST)

Gambar 5 Emisi dinitrogen oksida (N2O) pada perlakuan (P2) dengan
pemberian pupuk NPK 20%, pemberian bakteri metanotrof serta
O. anthropi BL2 dan pada kontrol (P1) yang diberikan pupuk NPK
100% dosis anjuran dengan tanpa pemberian bakteri di lahan sawah
dataran rendah

Pertumbuhan Tanaman dan Hasil Panen

Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman padi pada perlakuan yang ditambahkan bakteri metanotrof
dan O. anthropi menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman
kontrol yang tanpa pemberian bakteri. Tanaman perlakuan hanya diberikan pupuk
NPK 20% dari dosis anjuran namun mampu meningkatkan rata-rata 12.50% lebih
tinggi dari tanaman kontrol yang diberikan pupuk NPK 100% dari dosis anjuran
(Gambar 6)
100
93.05
89
90
78.85
86.6
82.95
80
70
64.08
60
50 45.26
40.33
40
30
21
42
63
84
Umur Tanaman Padi (HST)

Perlakuan
Kontrol

Gambar 6 Tinggi tanaman padi (cm) pada perlakuan (P2) dengan pemberian
pupuk NPK 20%, pemberian bakteri metanotrof serta O. anthropi BL2
dan tinggi tanaman padi (cm) pada kontrol (P1) yang diberikan
pupuk NPK 100% dari dosis anjuran dengan tanpa pemberian bakteri

11

Jumlah anakan per rumpun

Jumlah anakan per rumpun pada tanaman perlakuan yang diberikan bakteri
metanotrof dan O. anthropi menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 23.76%
jika dibandingkan dengan jumlah anakan per rumpun pada tanaman kontrol yang
tanpa pemberian bakteri. Peningkatan jumlah anakan per rumpun pada tanaman
perlakuan dan tanaman kontrol meningkat hingga hari ke-42 HST. Pada hari ke63 HST dan 84 HST tidak terjadi peningkatan jumlah anakan per rumpun sebab
pada waktu tersebut telah memasuki fase generatif (Gambar 7)
60
50

45

45

45

40
35

30
20

35

35

Perlakuan
Kontrol

15.2

13.9

10
21

42
63
Umur Tanaman Padi (HST)

84

Gambar 7 Jumlah anakan tanaman padi per rumpun pada perlakuan (P2) dengan
pemberian pupuk NPK 20%, pemberian bakteri metanotrof serta
O. anthropi BL2 dan jumlah anakan per rumpun pada kontrol (P1)
yang diberikan pupuk NPK 100% dosis anjuran dengan tanpa
pemberian bakteri
Jumlah malai per rumpun mulai muncul pada umur 63 hari setelah tanam
dan terus meningkat hingga umur 84 hari setelah tanam. Jumlah malai per rumpun
pada tanaman perlakuan dengan pemberian bakteri metanotrof dan O. anthropi
menunjukkan 16.49% lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kontrol.
(Gambar 8)

Jumlah malai per
rumpun

30

22.6

20
10

19.4

Perlakuan
2.4

0.9

Kontrol

0
63
-10

84

Umur Tanaman Padi (HST)

Gambar 8 Jumlah malai tanaman padi per rumpun pada perlakuan (P2) dengan
pemberian pupuk NPK 20%, pemberian bakteri metanotrof serta
O. anthropi BL2 dan jumlah malai per rumpun pada kontrol (P1) yang
diberikan pupuk NPK 100% dosis anjuran dengan tanpa pemberian
bakteri

12
Warna hijau daun merupakan salah-satu indikasi tingkat kesuburan tanaman,
pada tanaman kontrol rata-rata skor warna hijau daun terlihat lebih rendah
dibandingkan dengan skor warna hijau daun pada tanaman perlakuan.
Peningkatan skor warna hijau daun pada tanaman perlakuan rata-rata meningkat
sebesar 35.92% dari tanaman kontrol pada setiap pengamatan, meskipun pada
tanaman perlakuan hanya diberikan pupuk NPK 20% dari dosis anjuran
sedangkan pada tanaman kontrol diberikan pupuk NPK 100% dari dosis anjuran
(Gambar 9)
5

4.2

Warna daun

3.9

4
3.1

3

3

3.3

3.1
2.6

Perlakuan

2.2

Kontrol

2

1
21

42
63
Umur Tanaman Padi (HST)

84

Gambar 9 Skor warna hijau daun tanaman padi pada perlakuan (P2) dengan
pemberian pupuk NPK 20%, pemberian bakteri metanotrof serta
O. anthropi BL2 dan warna daun pada kontrol (P1) yang diberikan
pupuk NPK 100% dosis anjuran dengan tanpa pemberian bakteri.
(Skor 2-3 membutuhkan pupuk urea 15 kg/ha, skor 3-4; 10 kg/ha,
skor 4-5; 0 kg/ha)
Komponen hasil panen pada perlakuan dengan pemberian bakteri dan pupuk
NPK 20% dari dosis anjuran menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan
komponen hasil panen pada kontrol dengan pemberian pupuk NPK 100% dari
dosis anjuran dan tanpa pemberian bakteri. Rata-rata bobot kering tajuk (g) pada
perlakuan meningkat sebesar 67.60% dibandingkan dengan kontrol. Bobot kering
akar (g) juga mengalami peningkatan sebesar 143.32% dibandingkan dengan
kontrol. Panjang akar (cm) pada perlakuan meningkat 37.05%, dibandingkan
dengan kontrol. Malai produktif meningkat 24.46% pada perlakuan dibandingkan
dengan kontrol. Selain itu butir per malai (butir) dan bobot 1000 butir (g)
menunjukkan peningkatan sebesar 48.28% dan 42.07% dibandingkan dengan
kontrol, sedangkan butir hampa pada tanaman perlakuan mangalami penurunan
dibandingkan dengan butir hampa tanaman kontrol (Tabel 2)

13
Tabel 2 Komponen hasil panen pada perlakuan (P2) dengan pemberian pupuk
NPK 20%, pemberian bakteri metanotrof serta O. anthropi BL2 dan pada
kontrol (P1) yang diberikan pupuk NPK 100% dosis anjuran dengan
tanpa pemberian bakteri. Waktu panen 98 hari setelah tanam
Bobot
kering
tajuk (g)

Bobot
kering
akar (g)

Panjang
akar
(cm)

Malai
produktif

Butir per
malai
(butir)

Bobot
1000
butir (g)

Butir
hampa
(%)

Perlakuan

45.32±4.5

17.86±1.8

23.3±0.7

17.3±1.2

72.91±5.6

30.19±1.8

2.65±1.2

Kontrol

27.04±2.91

7.34±1.07

17±1.15

13.9±1.4

49.17±3.8

21.25±0.9

9.49±3.5

Keterangan: ±Standar Error

PEMBAHASAN
Sifat fisik kimia tanah pada petak perlakuan dan petak kontrol memiliki
kisaran nilai yang hampir sama. Berdasarkan kriteria penilaian sifat fisik kimia
tanah (Lampiran 2) menurut BPT (2009) petak sawah kontrol dan perlakuan
memiliki sifat fisik kimia tanah yang sama kecuali kalium (K). Kalium (K) pada
petak perlakuan tergolong sedang dan pada petak kontrol tergolong rendah. Sifat
fisik kimia tanah yang lainnya memiliki kriteria yang sama yaitu tekstur tanah
tergolong tanah lempung liat berpasir. Unsur makro; kandungan kalsium (Ca)
tinggi, magnesium (Mg) tinggi, natrium (Na) sedang, kapasitas tukar kation
(KTK) rendah. Bahan organik; karbon (C) walkley rendah, nitrogen (N) kjeldahl
rendah, rasio C/N rendah. Asam klorida (HCl) 25%; fosfat pentoksida (P2O5)
sangat tinggi, potasium oksida (K2O) sedang dan pH; air (H2O) bersifat netral,
kalium klorida (KCl) agak masam. Keseragaman sifat fisik dan kimia tanah pada
petak perlakuan (P2) dan petak kontrol (P1) mengindikasikan bahwa hasil
pengamatan baik laju emisi gas CH4, N2O, pertumbuhan tanaman, dan hasil
produktivitas telah memenuhi standar, untuk dapat dibandingkan antara satu
parameter dengan parameter lainnya.
Emisi pada pengamatan umur 21, 42, 63, dan 84 hari setelah tanam, pada
petak kontrol (P1) yang tanpa pemberian bakteri melepaskan emisi metan dengan
nilai tertinggi 7.43 CH4 mol/hari/m2. Pada perlakuan (P2) yang diberi bakteri
metanotrof dan O. anthropi BL2 menurunkan emisi metan tertinggi sebanyak 2.40
CH4 mol/hari/m2 pada 21 HST (Gambar 4). Nilai negatif pada perlakuan
menunjukkan bahwa bakteri metanotrof M. rosea BGM 1, M. parvus BGM 3, M.
capculatus BGM 9, dan Methylobacter sp. SKM 14 menggunakan metan sebagai
sumber karbon dan energi dalam pertumbuhannya sehingga terjadi penurunan
pelepasan CH4. Penggunaan CH4 oleh bakteri metanotrof direduksi dengan cara
mengoksidasi CH4.
Oksidasi metan oleh bakteri metanotrof pada hasil penelitian yang lain
sebanyak 0.469 mol/hari/m2 (Pingak et al. 2014) dan 1.672 g/mol/hari/m2
(Sutanto et al, 2014), sedangkan dalam kondisi in vitro masing-masing

14
M. rosea BGM 1, M. parvus BGM 3, M. capculatus BGM 9 and, Methylobacter
sp. SKM 14 mampu mengoksidasi metan dengan nilai berturut-turut 969.62
mol/hari, 4186.25 mol/hari, 66556.82 mol/hari dan, 25654 mol/hari (Hapsari
2008).
Gas metan dapat dihasilkan melalui proses metanogenesis oleh bakteri
metanogen atau penghasil metan. Proses metanogenesis terjadi dalam kondisi
anaerob akibat tergenangnya air dan suhu optimum (Venterea et al. 2005). Bakteri
metanogen mendapatkan sumber energi berupa H2 ataupun asetat, dan CO2
sebagai sumber karbon. H2, asetat dan CO2 dihasilkan oleh bakteri anaerob yang
mampu menfermentasikan senyawa organik yang berasal dari eksudat akar
tanaman padi. Asetat, H2, dan CO2 merupakan senyawa yang dapat dimanfaatkan
oleh bakteri metanogen sebagai sumber karbon dan energi (Jean dan Roger 2001).
Metan (CH4) pada lahan sawah dapat dioksidasi oleh bakteri metanotrof
sebab bakteri tersebut merupakan bakteri yang menggunakan senyawa C1 sebagai
sumber energi, sehingga disebutkan bahwa bakteri metanotrof merupakan
penampung (sink) metan (Dubey 2005). Dedysh et al. (2005) menyatakan dalam
artikelnya bahwa bakteri metanotrof memiliki peranan penting dalam siklus
metan di dunia. Bakteri metanotrof mampu mengubah metan menjadi sumber
karbon dan energi untuk pertumbuhannya melalui proses oksidasi dengan
menggunakan enzim metan monooksigenase (MMO) (Semrau et al. 2010).
Oksidasi metan oleh bakteri metanotrof terdiri dari dua jalur biosintesis yakni
jalur serin dan jalur formal dehid atau jalur RuMP. Kedua jalur biosintesis
tersebut tergantung dari tipe bakteri metanotrof. Methylococcus termasuk tipe X,
Methylobacter termasuk bakteri metanotrof tipe I, dan Methylocystis termasuk
bakteri metanotrof tipe II (Hanson dan Hanson 1996).
Bakteri yang digunakan adalah Methylocystis rosea BGM 1, M. parvus
BGM 3 termasuk bakteri metanotrof tipe II, sehingga proses biosintesis bakteri
tersebut menggunakan jalur serin. Enzim yang berperan dalam jalur serin ialah
hydroxymethyl transferase (STHM), hydroxypyruvate reductase (HPR), malate
thiokinase (MTK), dan malyl coenzyme A lyase (MCL). Reaksi keseluruhan dan
hasil akhir dari jalur tersebut ialah:
Methylococcus capculatus BGM 9 termasuk tipe X dan Methylobacter sp.
SKM 14 termasuk bakteri metanotrof tipe I, proses biosintesis bakteri metanotrof
tipe X dan tipe I memiliki jalur biosintesis yang sama yakni jalur RuMP. Enzim
yang berperan dalam jalur RuMP ialah hexulose-6-phosphate synthase dan
hexulose phosphate isomerase. Reaksi keseluruhan dan hasil akhir dari jalur
tersebut ialah:
Demikian halnya dengan dinitrogen oksida (N2O) yang menunjukkan
pelepasan emisi dinitrogen oksida (N2O) pada kontrol (P1) di setiap waktu
pengamatan 21, 42, 63, dan 84 hari setelah tanam dengan nilai berturut-turut
0.0024 mol/hari/m2, 0.002 mol/hari/m2, 0.0026 mol/hari/m2, 0.0007 mol/hari/m2
(Gambar 5), sedangkam emisi N2O pada perlakuan (P2) bernilai negatif
mengindikasikan penurunan emisi N2O, penurunan emisi N2O karena N2O
direduksi menjadi N2 oleh O. anthropi BL 2. O. anthropi BL 2 memiliki enzim
N2O reduktase yang mampu mereduksi N2O menjadi N2. Dinitrogen oksida (N2O)
tertinggi yang direduksi pada perlakuan (P2) sebesar 0.0068 N2O mol/hari/m2.

15
N2O yang mampu direduksi oleh O. anthropi BL 2 pada penelitian lainnya
sebanyak 127.19 µmol/hari/m2 (Pingak et al. 2014), sedangkan dalam kondisi in
vitro O. anthropi BL 2 mampu mereduksi N2O dengan mencapai 5.41 μmol/ mL
(Setyaningsih et al. 2010). Setyaningsih et al. (2010) telah mengidentifikasi
bakteri pereduksi dinitrogen oksida yang berpotensi sebanyak tiga galur antaralain O. anthropi BL 1, O. anthropi BL 2, dan O. anthropi BLN 1. Pada kondisi
lapang O. anthropi BL 1 mampu mereduksi N2O sebanyak 0.26 µmol/mL/jam
sedangkan O. anthropi
BLN 1 mampu mereduksi N2O sebanyak 0.43
µmol/mL/jam pada lahan sawah (Setyaningsih et al. 2013).
N2O dihasilkan melalui beberapa jalur biosintesis diantaranya ialah proses
nitrat amonifikasi, nitrifikasi, dan nitrifier denitrifikasi (Gambar 3). Salah-satu
pemicu meningkatnya emisi N2O karena pemberian pupuk senyawa kimia pada
lahan persawahan atau ada hanyutannya menuju lingkungan, sehingga berpotensi
sebagai sumber N2O (Dong et al. 2009). Bakteri penghasil N2O menggunakan
senyawa N dari pupuk senyawa kimia tersebut sebagai sumber energinya dan
menghasilkan hasil samping berupa N2O.
Nilai negatif pada perlakuan (P2) mengindikasikan terjadinya penurunan
emisi N2O. Hal tersebut membuktikan bahwa O. anthropi BL2 mampu mereduksi
N2O menjadi N2 oleh enzim N2O reduktase sehingga dapat memenuhi kebutuhan
sel O. anthropi BL2 dalam pertumbuhannya. Shapleigh (2006) mangatakan
dalam hasil penelitiannya bahwa O. anthropi merupakan jenis bakteri Gram
negatif yang mampu mereduksi N2O melalui proses denitrifikasi (Gambar 3).
Kemampuan O. anthropi BL 2 dan bakteri metanotrof dalam mereduksi
N2O dan mengoksidasi CH4 memiliki peran yang sangat penting terhadap
penurunan gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Bakteri metanotrof tidak
hanya berperan dalam penurunan gas rumah kaca namun juga mampu mereduksi
residu pestisida melalui proses oksidasi. Bakteri metanotrof mampu mereduksi
senyawa residu pestisida melalui proses oksidasi karena bakteri tersebut mampu
menggunakan senyawa C1 sebagai sumber energi, contoh senyawa pestisida yang
struktur kimianya C1 ialah karbofuran. Proses penelitian ini juga dilakukan
pengamatan tambahan mengenai analisis residu pestisida sebelum tanam dan
sesudah panen baik pada petak kontrol (P1) maupun pada petak perlakuan (P2).
Pada perlakuan yang menggunakan bakteri metanotrof dan O. anthropi BL 2
mengalami penurunan senyawa klorpirifos setelah panen, sedangkan senyawa
profenofos dan karbofuran tidak terjadi penurunan (Lampiran 3). Terjadinya
peningkatan nilai profenofos dan karbofuran karena dalam penelitian tersebut
tidak dilakukan pemberian pestisida selama pemeliharaan tanaman padi.
Penurunan konsentrasi residu pestisida klorpirifos kemungkinan disebabkan
oleh penambahan bakteri metanotrof dan Ochrobactrum anthropi BL 2 pada lahan
sawah. Wang et al. (2007) melaporkan bahwa penurunan konsentrasi klorpirifos
pada tanah terjadi akibat adanya adsorpsi dan degradasi oleh bakteri. Proses
degradasi profenofos terjadi karena reaksi-reaksi hidrolisis, fotolisis, dan aktivitas
mikrob (Chaurasia 2014). Sedangkan karbofuran dapat terdegradasi melalui
proses hidrolisis, proses kimia dan mikrob (Seo et al. 2007). Karbofuran
merupakan senyawa C1 yang mampu digunakan oleh bakteri metanotrof sebagai
sumber energinya. Kemampuan bakteri metanotrof yang lainnya ialah mampu
menfiksasi nitrogen bebas, sehingga berpotensi dijadikan agen hayati dalam
memacu pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi.

16
Keefektivitasan bakteri metanotrof dalam memacu pertumbuhan tanaman
padi dapat dilihat pada peningkatan tinggi tanaman (cm) (Gambar 6), jumlah
anakan per rumpun (Gambar 7), jumlah malai per rumpun (Gambar 8) dan skor
warna hijau daun (Gambar 9). Pada perlakuan (P2) masing-masing meningkat
sebesar 12.50%, 23.76%, 16.49%, dan 35.92% dibandingkan tanaman kontrol
(P1). Kecukupan pupuk NPK pada warna hijau daun dilihat hingga batas umur 42
HST, karena pada umur 63 dan 84 HST warna daun mulai menguning sebab
nutrisinya digunakan untuk pengisian malai, serta aktivitas laju fotosintesis
menurun. Demikian pula hasil panen pada perlakuan (P2) mengalami peningkatan
hasil dibandingkan dengan kontrol (P1) (Tabel 2).
Bobot 1000 butir (g) pada perlakuan meningkat sebesar 42.07%
dibandingkan tanaman kontrol. Hasil penelitian yang lain melaporkan bobot 1000
butir (g) pada metode konvensional meningkat sebesar 2.51% (Cepy dan
Wangiyana 2011). Produktivitas hasil panen pada tanaman perlakuan (P2) dan
tanaman kontrol (P1), jika diestimasikan dalam ton/hektar sebanyak 9.45 ton/ha
pada tanaman perlakuan, sedangkan produktivitas pada tanaman kontrol sebanyak
3.84 ton/ha.
Peningkatan persentase pertumbuhan tanaman padi dan persentase
komponen hasil panen pada perlakuan (P2), lebih baik dibandingkan kontrol (P1)
meskipun pemberian pupuk NPK (15:15:15) pada perlakuan hanya 20% dari dosis
anjuran, dibandingkan kontrol yang diberikan pupuk NPK (15:15:15) 250 kg/ha
(takaran 100% pupuk dosis anjuran) (Permentan 2007). Pupuk NPK pada kontrol
tidak dimanfaatkan seluruhnya tetapi mengalami proses pencucian (bleaching),
oleh sebab itu pertumbuhan dan hasil panen pada kontrol lebih kerdil. Duan et al.
(2007) menyatakan dalam penelitiannya bahwa tanaman mengambil 30-70%
selebihnya terbuang karena mengalami proses pencucian.
Peningkatan hasil pertumbuhan dan komponen hasil panen pada perlakuan
(P2) dibandingkan dengan kontrol (P1), karena pada perlakuan diberikan bakteri
metanotrof dan Ochrobactrum anthropi BL2. Bakteri metanotrof M. rosea BGM
1, M. capculatus BGM 9 dan Methylobacter sp. SKM 14 selain kemampuannya
dapat mengoksidasi metan juga memiliki kemampuan untuk memfiksasi nitrogen
(N2). Kemampuan menfiksasi nitrogen (N2) karena M. rosea BGM 1, M.
capculatus dan Methylobacter sp. memiliki gen nif HDK yang mengkodekan
enzim-enzim nitrogenase (Hanson dan Hanson 1996). M. capculatus BGM 9 dan
Methylobactersp. SKM 14 memiliki kemampuan dalam mengakumulasi amonia
sebanyak sebanyak 47 µM dan 15 µM dalam kondisi in vitro (Sagala 2009),
namun jika kultur bakteri M. rosea BGM 1 dicampur dengan kultur bakteri
Methylobacter sp. SKM 14 kemampuan aktivitas nitrogenasenya 11.27
μmol/jam/mL dalam kondisi in vitro (Chatrina 2010).
Enzim nitrogenase yang dimiliki oleh bakteri metanotrof berperan dalam
menfiksasi nitrogen. Nitrogen adalah salah-satu penyusun klorofil. Banyaknya
pigmen klorofil ditandai dengan warna hijau daun. Klorofil berperan dalam proses
fotosintesis, yang hasil fotosintesis tersebut memacu perkembangan bulir padi
yang produktif. Selain hasil fotosintesis yang berperan dalam pengisian bulir padi,
akar juga memiliki peran penting dalam menyerap unsur hara untuk
perkembangan organ tanaman lainnya dan produktifnya bulir padi. Semakin
banyak akar maka kemampuan tanaman semakin meningkat dalam menyerap
unsur hara, yang akan memacu pertumbuhan seperti tinggi tanaman dan

17
bertambahnya jumlah anakan. Semakin banyak jumlah anakan maka semakin
banyak jumlah malai dan jumlah bulir juga semakin meningkat.
Macalady et al. (2002) menyatakan dalam laporan hasil penelitiannya
bahwa fiksasi nitrogen ialah proses penambatan nitrogen bebas yang diubah
menjadi amonium yang akan dikonversi menjadi asam amino, asam nukleat, dan
protein. Hasil konversi dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen
berperan sebagai penyusun klorofil yang terlibat dalam proses fotosintesis
sehingga meningkatkan jumlah butir padi yang produktif, meningkatkan
persentase protein, dan berperan dalam penyusunan komponen penting organ
tanaman (Chaturvedi 2005; Netto et al. 2005; Watanabe dan Kitagawa 2000).
Fiksasi nitrogen terjadi melalui proses ni