DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN VOTING FEATURE INTERVALS 5

KOMPUTASI.

Vol.5 No.zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
9. 2007. 48 - 61zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

DIAGNOSIS PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MENGGUNAKAN
VOTING FEATURE INTERVALS 5
Irman Hermadi

I)


1) zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
. . tm
W: ka Anni
. 1)
, Aziz Kusl1yo
, A rIStI
'U pntasart

1) Departemen Emu Komputer, FMIPA IPB


I. PENDAHULU~~
1.1. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah
Dengue
(DBD)
atau
Dengue
Hemorrhagic
Fever ialah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Keduajenis
nyamuk ini terdapat hampir di seluruh
pelosok Indonesia, kecuali di tempattempat dengan ketinggian lebih dari 1000
meter di atas permukaan air laut (Kristina
etal,2004).
Tingkat kematian akibat penyakit
Demam Berdarah Dengue relatif masih
tinggi. Sejak Januari sampai dengan 5


Maret tahun 2004 total kasus DBD di
seluruh propinsi di Indonesia sudah
mencapai 26.015, dengan jumlah
kematian sebanyak 389 jiwa atau ease
fatality rate (CFR) sebesar 1,53%
(Kristina et al, 2004).
Salah satu penyebab tingginya
tingkat kematian tersebut
adalah
keterlambatan diagnosis (Sutaryo 2004
diacu dalam Syafii 2006). Semakin cepat
diagnosis dapat dilakukan, semakin cepat
pula pertolongan bisa diberikan sehingga
dapat mengurangi angka kematian
tersebut. Penyakit DBD juga sering salah
didiagnosis dengan penyakit lain seperti
flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena
infeksi virus dengue yang menyebabkan
DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak


48

Jelas gejalanya (Kristina et al, 2004).
Diagnosis penyakit DBD berdasarkan
hasil pemeriksaan klinis antara lain
dilakukan oleh Syafii (2006) dengan
menggunakan
Adaptive Neuro Fuzzy Inferenee
System (ANFIS). Akurasi model ANFIS
yang dikembangkan
Syafii (2006)
mencapai 86,67%. Akurasi ini belum
maksimal karena data yang digurtakan
pada penelitian Syafii (2006) lebih banyak
berupa data nominal. Sementara itu salah
satu syarat agar model ANFIS bisa
digunakan secara efektif adalah data yang
digunakan harus memiliki selang atau
grade. Oleh karena itu pada penelitian ini

digunakan algoritma klasifikasi Voting
Feature Intervals (VFI5), karena
algoritma ini bisa menangani data ordinal
maupun data nominal dengan baik.
Seperti pada penelitian yang dilakukan
oleh Iqbal (2007) dalam mengklasiftkasi
pasien Suspeet Parvo dan Distemper. Dari
49 fitur yang digunakan, 47 fitur
diantaranya berupa data nominal. Hasil
akurasi
yang diperoleh
dalam
pengklasiftkasian pasien Suspeet Parvo
dan Distemper dengan menggunakan
algoritma VFI5 adalah 90%. Demikian
pula dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh HA Gilvenir, G Demiroz
dan NIlter (1998) dalam memprediksi
penyakit erythemato-squamous. Akurasi
yang dihasilkan dengan menggunakan

algoritma VFI5 mencapai 96,2%. Dengan

Diagnosis Penyakit Demam Berdarah:.: ..... ( IrmanzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJ
Hermadi; Aziz Kustiyo, Aristi I. A.)zyxwvutsrqponmlkjihgfedcba

Demikian terbukti bahwa algoritma VFI5
mampu memprediksi
suatu penyakit
dengan akurasi yang cukup tinggi.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menerapkan algoritma klasifikasi VFI5
dalarn diagnosa penyakit DBD.
1.3.

Ruang Lingkup
Pada penelitian
ini dilakukan
pembatasan masalah pada:

1 Data yang digunakan adalah data
sekunder
penyakit
DBD pada
penelitian Syafii (2006).
2 Bobot (weight) setiap feature pada
data diasumsikan sama.
1.4. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat
membantu semua pihak dalam deteksi
dini penyakit
DBD menggunakan
algoritma VFI5.

Gambar I Tahapan proses klasifikasi data

Persyaratan catatan medis yang
dijadikan sampel adalah apabila di dalam
catatan medis terdapat 4 (empat) catatan
II. METODE PENELITIAN

tentang kriteria klinis yaitu : demam
(panas), bercak-bercak (petekia), tanda
Penelitian ini melalui beberapa
pendarahan
spontan
(mimisan,
gusi
tahapan proses untuk mengetahui akurasi
berdarah, muntah berdarah dan tinja
yang diperoleh algoritma VFI5 dalam
berwarna hitam) dan hasil uji tornikuet
mendiagnosa penyakit Demam Berdarah
(Syafii 2006).
Dengue (DBD). Tahapan-tahapan proses
Jumlah penderita DBD 120 orang
tersebut dapat dilihat pada Gambar I.
sedang jumlah penderita DD 111 orang.
Berdasarkan daftar penderita ini maka
2.1. Data
dilakukan pencarian catatan medisnya.

Data yang digunakan
dalam
Dari
pencarian terhadap 231 catatan medis,
penelitian ini adalah data sekunder penyakit
ditemukan 205 catatan medis. 26 catatan
Demam Berdarah Dengue (DBD) pada
medis tidak ditemukan karena sedang
penelitian Syafii (2006). Sampel terdiri dari
digunakan danjuga karena kasusnya bukan
data pasien yang menderita penyakit DBD dan
rawat inap. Dari 205 catatan medis yang
Demam Dengue (DD). Menurut International
Classification ofDeseases tenth revisiotizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
(K'D
ditemukan, catatan medis yang memenuhi
10) penyakit DBD diberi kode A.91 dan
persyaratan hanya 64, yang terdiri dari 32
penyakit DD dengan kodeA.90.
kasus DBD dan 32 kasus DD (Syafii 2006).


49

KOMPUTASL VoI.5 No.zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
9. 2007. 48 - 61

2.2. Seleksi Data
Pada penelitian ini akan dilakuk:n
seleksi terhadap keseluruhan data baik
sebelum maupun setelah validasi. Seleksi
ini dilakukan untuk menentukan data
mana yang digunakan sebagai data latih
dan data uji.

Hardware:
1 Prosesor Intel Pen tium 4
2 Memori512MB
3 Harddisk 80 GB
4 Monitor IS"
5 Alat input mouse dan keyboard


Software:
1. Sistem Operasi: Microsoft

2.3. Data Latih dan Data Uji
WindowsXP
Dengan metodezyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
3-fold cross
2. Microsoft Visual Basic ·6.0
validation, seluruh data dibagi menjadi
beberapa subset dengan ukuran yang
m. HASILDANPKMBAHASAN
. hampir sama. Subset-subset tersebut akan
digunakan sebagai data pelatihan dan data
Sesuai dengan penelitian Syafii
pengujian. Masing-masing data memuat
(2006) maka pada penelitian ini digunakan
inforrnasi tentang data input berupa
4 gejala klinis objektif yaitu demam,
demam, bercak, pendarahan, hasil uji

bercak, pendarahan spontan dan hasil uji
tornikuet dan data output berupa diagnosa
tornikuet untuk menetapkan diagnosa
(DBDatauDD).
DBD secara klinis. Empat gejala klinis
tersebut selanjutnya dijadikan sebagai
2.4. Algoritma VFIS
fitur. Fitur-fitur yang ada dibedakan
Pada penelitian ini digunakan
menjadi fitur linier dan fitur nominal.
algoritma klasifikasi VFIS dengan bobot
Suhu badan merupakan
fitur linier
setiap feature diasumsikan sama. Tahapan
sedangkan tiga gejala klinis lainnya
ini terdiri dari dua proses yaitu pelatihan
merupakan fitur nominal.
dan prediksi (klasifikasi) kelas instances
Berdasarkan kesimpulan klinis
baru.
yang telah ditentukan,
selanjutnya
dilakukan validasi data. Semua data yang
1.5. Analisis
nilainya dianggap tidak konsisten dengan
Pada tahapan ini dilakukan proses
kelasnya akan dihilangkan. Sebaran data
penghitungan akurasi. Akurasi diperoleh
sebelum dan setelah validasi dapat dilihat
dengan perhitungan :
pada Tabel 1.

. L data uji benar diklasifikasi
Tabel 1 Sebaran data sebelum dan setelah
akurasiezyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLK
----= ---------validasi
L total data ujizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
-

-

-----

---

.J - 0 -

------------

pengamatan
terhadap hasil diagnosa
penyakit DBD dengan menggunakan
VFIS. Hasil diagnosa diperoleh dari kelas
denganjumlah vote terbesar.
2.6. Spesifikasi Aplikasi
Aplikasi
dirancang
dan
dibangun dengan hardware dan software
sebagai berikut:

50

Sebelum
validasi

Setelah
validasi

DBD

32

23

DD

32

Jumlah

64

19
42

Kasus

Diagnosis Penyakit Demam Berdarah.

( IrmanzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFED
Hermadi, Aziz Kustiyo, Aristi lA.)zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWV

diklasifikasi benar. Rata-rata akurasi yang
Pada penelitian ini dilakukan 4
dihasilkan pada pengujian tahap pertama
ahap pengujian. Tahap pertama adaIah
ini dapat dilihat pada Tabel 4.
iengujian untuk data sebelum validasi,
ahap kedua adalah pengujian untuk data
Tabel 4 Akurasi dari setiap iterasi tahap
etelah validasi tanpa persebaran, tahap
pertama
.etiga adalah pengujian untuk data setelah
Akurasi
Iterasi
alidasi dengan persebaran dan tahapzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Pertama
66,67%
eempat adalah pengujian data dengan
66,67%
Kedua
embagian data latih dan data uji seperti
63,64%
Ketiga
ada penelitian Syafii (2006).
65,66%
Rata-rata
.1. Pengujian Tahap Pertama
3.1.1. Iterasi Pertama
Pada tahap ini dilakukan pengujian
ntuk keseluruhan data sebelum validasi.
Pada iterasi pertama, himpunan
Iasil pembagian data tahap pertama
bagian S2 dan S3 digunakan sebagai data
isajikan pada Tabe12.
pelatihan sedangkan himpunan bagian S1
sebagai data pengujian. Nilai distribusi
abel 2 Hasil pembagian data tahap
pada
fitur
demam
menunjukkan
pertama
kecenderungan bahwa pada suhu badan 36
°C dan lebih dari 39°C merujuk pada kelas
Himpunan
DBD
DD
DD,
sedangkan pada suhu 36,4 °C sampai
bagian
zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
39°C merujuk pada kelas DBD. Tetapi dari
10 instances
II instances
S1
hasil tersebut tidak dapat disimpulkan
10 instances
II ins tances
S2
bahwa pada suhu rendah dan suhu tinggi
II instances
II instances
S3
penderita terserang DD dan pada suhu
sedang penderita positif DBD. Hal ini
32 instances
Total
32 instances
disebabkan karena peran fitur- fitur lain
dalam pengklasifikasian
kelas sangat
Susunan data yang digunakan
mempengaruhi. Antara fitur yang satu
ebagai data pelatihan dan data pengujian
dengan
fitur yang lain memiliki
ada setiap iterasi disajikan pada Tabel 3.
keterkaitan yang sangat erat.
Selain itu, kecenderungan yang
ibel 3 Susunan data pelatihan dan data
pengujian tahap pertama
muncul tersebut bisa dijelaskan dari segi
tahapan perjalanan siklus DBD. Seperti
Iterasi
Pelatihan
Pengujian
yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa
S2 dan S3
S1
Pertama
DBD mengalami perjalanan empat tahap.
(43 instances)
(21 instancesi
Pada masa inkubasi
hampir
tidak
S1 dan S3
S2
K.edua
ditemukan
gejala.
Kemudian
pada
masa
(43 instances)
(21 instancesy
akut
mulai
dijumpai
beberapa
gejala
yang
S1 dan S2
S3
(etiga
salah satunya adalah suhu badan naik.
(42 instancesy
(22 instances)
Adanya fenomena bahwa pada suhu tinggi
Dari keseluruhan data sebelum
penderita justru negatif DBD, bisa jadi
lidasi yaitu sebanyak 64 instances,
disebabkan
karena
penderita
:emukan 42 instances sebagai data yang
memeriksakan dirinya ke dokter
pada

I

51

KOMPUTASI,

VolzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
,5 No. 9. 2007, 48 - 61

memeriksakan dirinya ke dokter
pada
masa akut ini, yaitu saat gejala demam
mulai muncul, sehingga kemungkinan
terjadi kesalahan
diagnosis
sebagai
penyakit flu atau tipus, bukanDBD.
Pada fitur bercak, nilai-nilai
distribusi fitur tersebut pada selang
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
penderita positif DBD bila ditemukan
adanya bercak dengan perbandingan nilai
yang cukup signifikan yaitu 0,840 untuk
kelas DBD dan 0,160 untuk kelas DD.
Sementara itu kecenderungan penderita
DD kurang terlihat dengan perbandingan
nilai yang kurang signifikan, yaitu 0,556
untuk kelas DD dan 0,444 untuk kelas
DBD.
Pada
fitur
pendarahan,
kecenderungan
yang muncul
untuk
menjadi ciri khas kelas DBD bisa
dikatakan tidak tepat karena nilai-nilai
distribusi fitur tersebut pada selang
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
penderita terserang DD apabila terjadi
pendarahan dengan perbandingan nilai
0,656 untuk kelas DD dan 0,344 untuk
kelas DBD. Begitu juga sebaliknya untuk
kecenderungan
penderita positif DBD
justru terjadi bila tidak ada pendarahan
dengan perbandingan nilai yang kurang
signifikan yaitu 0,512 untuk kelas DBD
dan 0,488 untuk kelas DD.
Untuk fitur uji tomikuet, nilainilai distribusi fitur tersebut pada selang
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
penderita positif DBD bila hasil uji
tornikuetnya positif dengan perbandingan
nilai 0,663 untuk kelas DBD dan 0,337
untuk
kelas
DD.
Sebaliknya,
kecenderungan penderita DD terjadi bila
hasil uji tomikuetnya negatif dengan
perbandingan nilai 0,690 untuk kelas DD
dan 0,310 untuk kelas DBD.
Pengujian yang dilakukan pada

52

iterasi pertama sebagai klasifikasi pada
data pengujian SI menghasilkan akurasi
sebesar 66,67'110.Dari keseluruhan jumlah
data pengujian SI sebanyak 21 instances,
ditemukan 14 instances sebagai data yang
diklasifikasi benar.
3.1.2. Iterasi Kedua
Pada iterasi kedua, himpunan bagian SI
dan S3 digunakan sebagai data pelatihan
sedangkan himpunan bagian S2 sebagai
data pengujian. Nilai distribusi pada fitur
demam menunjukkan
kecenderungan
bahwa pada suhu badan kurang dari 36°C
dan lebih dari 39 °C merujuk pada kelas
DD, sedangkan pada suhu antara 36,4 °C
sampai 39°C merujuk pada kelas DBD.
Kecenderungan yang muncul untuk fitur
demam sama seperti kecenderungan yang
terlihat pada iterasi pertama, demikian
pula dengan
penyebab
munculnya
kecenderungan ini.
Pada fitur bercak, nilai-nilai distribusi
fitur tersebut pada selang mencerminkan
kecenderungan bahwa penderita positif
DBD bila ditemukan adanya bercak
dengan perbandingan nilai yang cukup
signifikan yaitu 0,827 untuk kelas DBD
dan 0,173 untuk kelas DD. Sementara itu
kecenderungan
penderita DD kurang
terlihat dengan perbandingan nilai yang
kurang signifikan, yaitu 0,552 untuk kelas
DD dan 0,448 untuk kelas DBD.
Seperti pada iterasi pertama, untuk
fitur pendarahan kecenderungan
yang
muncul bisa dikatakan tidak tepat karena
nilai-nilai distribusi fitur tersebut pada
selang mencerminkan
kecenderungan
bahwa penderita terserang DD apabila
terjadi pendarahan dengan perbandingan
nilai yang kurang signifikan yaitu 0,512
untuk kelas DD dan 0,488 untuk kelas
DBD. Begitu juga sebaliknya untuk

Diagnosis Penyakit Demam Berdarah.:.: ...•.{ Irman Hermadi; Aziz Kustiyo; AristizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWV
1. A.)

kelas DBD. Kecenderungan
penderita
kecenderungan penderita positif DBD
positif
DBD
justru
terjadi
bila
tidak
ada
justru terjadi bila tidak ada pendarahan
pendarahan dengan perbandingan nilai
dengan perbandingan nilai 0,501 untuk
yang kurang signifikan yaitu 0,514 untuk
kelas DBD dan 0,499 untuk kelas DD.
kelasDBDdanO,486untukkelasDD.
Untuk fitur uji tornikuet, nilai-nilai
Untuk fitur uji tornikuet, nilai-nilai
distribusi
fitur tersebut pada selang
distribusi fitur tersebut pada selang
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
penderita positif DBD bila hasil uji
penderita positif DBD bila hasil uji
tornikuetnya positif dengan perbandingan
tornikuetnya positif dengan perbandingan
nilai 0,672 untuk kelas DBD dan 0,328
nilai 0,593 untuk kelas DBD dan 0,407
untuk
kelas
DD.
Se b a lzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTS
ikny a,
untuk
kelas
DD.
Sebaliknya,
kecenderungan penderita DD terjadi bila
kecenderungan
penderita
DD terjadi bila
hasil uj i tornikuetnya negatif dengan
perbandingan nilai pada selang adalah
hasil uji tornikuetnya negatif dengan
0,677 untuk kelas DD dan 0,323 untuk
perbandingan nilai 0,667 untuk kelas DD
dan 0,333 untukkelasDBD.
kelasDBD.
Pengujian yang dilakukan pada iterasi
Pengujian yang dilakukan pada iterasi
kedua sebagai klasifikasi
pada data
ketiga sebagai klasifikasi
pada data
pengujian
S2 menghasilkan
akurasi
pengujian S3menghasilkan akurasi sebesar
sebesar 66,67%.
63,64%. Dari keseluruhan jumlah data
pengujian S3 sebanyak 22 instances,
3.1.3. Iterasi Ketiga
ditemukan 14 instances sebagai data yang
diklasifikasi benar.
Pada iterasi ketiga, himpunan bagian
S, dan himpunan bagian S2 digunakan
3.2. Pengujian Tahap Kedua
sebagai
data pelatihan
sedangkan
Pada tahap ini akan dilakukan
himpunan
bagian
S3 sebagai
data
pengujian terhadap data setelah validasi.
pengujian. Nilai distribusi pada fitur
Hasil pembagian
data tahap kedua
demam menunjukkan
kecenderungan
disajikan pada Tabel 5.
bahwa pada suhu badan kurang dari 36,5
°C dan lebih dari 39 °C merujuk pada kelas
Tabel 5. Hasil pembagian data tahap kedua
DD, sedangkan pada suhu 36,5 "C sampai 39
HimpunanzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIH
DBD
DD
OC merujuk pada kelas DBD. Pada fitur
bagian
bercak, nilai-nilai distribusi fitur tersebut
S)zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
8 instances
6 instances
pada selang tidak ada yang mencerminkan
8 instances
S2
6 instances
kecenderungan fitur ini untuk menjadi ciri
S)
7 instances
7 instances
khas dari kelas DBD dan kelas DD. Nilai
Total
23 instances
19 instances
yang dihasilkan setiap interval baik pada
kelas DBD maupun kelas DD adalah 0,5.
Nilai-nilai distribusi fiturtersebut pada
Susunan data yang digunakan sebagai
selang mencerminkan
kecenderungan
data pelatihan dan data pengujian pada
bahwa penderita terserang DD apabila
setiap iterasi disajikan pada Tabel 6.
terjadi pendarahan dengan perbandingan
nilai 0,6 untuk kelas DD dan 0,4 untuk

53

KOMPUTASI, VolzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
,5 No. 9. 2007, 48 - 61

penderita terserang DD dan pada suhu
sedang penderita positifDBD.
Pada fitur bercak, nilai-nilai
Pengujian
Iterasi
Pelatihan
distribusi fitur tersebut pada selang
S,zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
S2dan SJ
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
Pertama
(14 instances)
(28 instances)
penderita positif DBD bila ditemukan
S1 dan S3
S2
adanya bercak dengan perbandingan nilaizyxwvutsrqponmlkjihgfed
Kedua
(14 instances)
(28 instances)
1 untuk kelas DBD dan 0 untuk kelas DD.
SI dan S2
S3
Sebaliknya,
penderita cenderung DD bila
Ketiga
(14 instancesi
(28 instances)
tidak ditemukan bercak di tubuhnya
dengan perbandingan nilai yang kurang
Apabila pada pengujian tahap
signifikan, yaitu 0,6 untuk kelas DD dan
pertama kecenderungan yang dihasilkan
0,4 untuk kelas DBD.
oleh fitur pendarahankurang tepat, maka
Nilai-nilai
distribusi
fitur
pada pengujian
tahap
kedua
ini,
pendarahan pada selang mencerminkan
kecenderungan yang muncul pada fitur
kecenderungan bahwa penderita positif
pendarahan bisa dijadikan kesimpulan
DBD apabila tetjadi pendarahan dengan
klinis untuk menjadi ciri khas gejalaDBD.
perbandingan nilai 1 untuk kelas DBD dan
Rata-rata akurasi yang dihasilkan pada
o untuk kelas DD. Begitu juga sebaliknya,
pengujian tahap kedua ini dapat dilihat
kecenderungan penderita DD terjadi bila
pada Tabel 7 .
tidak
ada pendarahan
dengan
perbandingan
nilai
yang kurang
Tabel 7 Akurasi dari setiap iterasi tahap
signiftkan yaitu 0,517 untuk kelas DD dan
kedua
0,483 untuk kelas DBD.
Akurasi
Iterasi
Untuk fitur uji tornikuet, nilai-nilai
Pertama
100%
distribusi fitur tersebut pada selang
78,57 %
Kedua
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
Ketiga
100%
penderita
positif
DBD
bila
hasil
uji
Rata-rata
92,86%
tornikuetnya positif dengan perbandingan
nilai I untuk kelas DBD dan 0 untuk kelas
3.2.1. Iterasi Pertama
DD. Sebaliknya,
kecenderungan
Pada iterasi pertama, himpunan bagian
penderita DD terjadi bila hasil uji
S2dan S) digunakan sebagai data pelatihan
tornikuetnya
negatif
dengan
sedangkan himpunan bagian S1 sebagai
perbandingan
nilai
0
untuk
kelas
DD dan 1
data pengujian. Nilai distribusi pada fitur
untuk
kelas
DBD.
demam menunjukkan
kecenderungan
Pengujian yang dilakukan pada iterasi
bahwa pada suhu badan lebih dari 39°C
pertama
sebagai klasifikasi pada data
merujuk pada kelas DD, sedangkan pada
pengujian
S1 menghasilkan
akurasi
suhu antara 36,4 °C sampai 39°C merujuk
sebesar 100%. Hal ini berarti prediksi
pada kelas DBD. Kecenderungan yang
kelas sebagai hasil klasifikasi yang
muncul untuk fitur demam pada tahap
dilakukan oleh algoritma VFI5 sama
kedua iterasi pertama ini sama seperti
dengan kelas sebenarnya untuk- seluruh
kecenderungan
yang terlihat
pada
data pengujian S1'
pengujian tahap pertama, yaitu bahwa
pada suhu rendah dan suhu tinggi
Tabel 6 Susunan data pelatihan dan data
penguj ian tahap kedua

54

Diagnosis Penyakit Demam Berdarah. ....•.•.{ Irman Hermadi; Aziz Kustiyo; Aristi l. A.)zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXW

pengujian tahap kedua iterasi kedua ini
J.2.2.IterasiKedua
adalah sebesar 78,57%. Tiga instances
Pada iterasi kedua, himpunan bagian S1
yang salah diklasifikasi oleh algoritma
:ian S3 digunakan sebagai data pelatihan
VFI5 termasuk ke dalam kelas DD,
sedangkan himpunan bagian S2 sebagai
sedangkan kelas sebenarnya dari instances
iata pengujian. Nilai distribusi pada fitur
tersebut
adalah kelas DBD. Normalisasi
lemam menunjukkan
kecenderungan
tiga
instances
pengujian ini disajikan pada
iahwa pada suhu badan 36,2 "C dan lebih
8.
Tabel
lari 38,2 "C merujuk pada kelas DD,
iedangkan pada suhu antara 36,4 "C
Tabel 8 Normalisasi
tiga instances
:ampai38,2 OCmerujukpadakelasDBD.
pengujian
Pada fitur bercak, nilai-nilai distribusi
itur tersebut pada selang mencerminkan
Fitur instanceszyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLK
.ecenderungan bahwa penderita positif
DD
DBD
1
4
3
I 2
)BD bila ditemukan adanya bercak
0,53
1
0,4'7
0
39.0 I 0
lengan perbandingan nilai 1 untuk kelas
0,47
38.5 I 0
0,53
1
0
mD danzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
untuk kelas DD. Sebaliknya,
0,53
1
0,47
0
38.7 I 0
ienderita cenderung
DD bila tidak
Keterangan fitur :
litemukan bercak di tubuhnya dengan
=
demam
3 = pendarahan
1
.erbanding an nilai
yang kurang
2
=
bercak
4=ujitomikuet
ignifikan, yaitu 0,6 untuk kelas DD dan
1,4 untuk kelas DBD.
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa nilai
Nilai-nilai distribusi fitur pendarahan
normalisasi ketiga instances mendekati
ada
selang
mencerminkan
0,5. Tiga instances tersebut mempunyai
ecenderungan bahwa penderita positif
peluang yang hampir sama untuk menjadi
mD apabila terjadi pendarahan dengan
kelas DBD maupun kelas DD. Temyata
erbandingan nilai 1 untuk kelas DBD dan
apabila
tiga instances yang salah
untuk kelas DD. Begitu juga sebaliknya
diklasifikasi
berada pada satu data
ntuk kecenderungan
penderita
DD
pengujian yaitu S2' akurasi yang dihasilkan
~tjadi bila tidak ada pendarahan dengan
hanya mencapai 78,57%.
erbandingan nilai yang kurang signifikan
aitu 0,517 untuk kelas DD dan 0,483
ntuk kelas DBD.
3.2.3. Iterasi Ketiga
Untuk fitur uji tomikuet, nilai-nilai
Pada iterasi ketiga, himpunan bagian S1
istribusi fitur tersebut pada selang
dan S2 digunakan sebagai data pelatihan
iencerminkan
kecenderungan
bahwa
sedangkan himpunan bagian S3 sebagai
enderita positif DBD bila hasil uji
data pengujian. Nilai distribusi pada fitur
rnikuetnya positif dengan perbandingan
demam menunjukkan
kecenderungan
lai 1 untuk kelas DBD dan 0 untuk kelas
bahwa pada suhu badan 36,2 "C dan lebih
D. Sebaliknya,
kecenderungan
dari 39°C
merujuk pada kelas DD,
mderita DD terjadi bila hasil uji
sedangkan pada suhu 36,5 "C sampai pada
ir n ik u e tny a negatif
dengan
suhu badan kurang dari 39 "C merujuk
:rbandingan nilai untuk kelas DD dan 1
padakelasDBD.
rtuk kelas DBD.
Pada fitur bercak, nilai-nilai distribusi
Akurasi
yang dihasilkan
pada
fitur tersebut pada selang mencerminkan

°

°

55

KOMPUTASJ, VolzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
,5 No. 9. 2007, 48 - 61 zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

kecenderungan
bahwa penderita
positifDBD bila ditemukan adanya bercak
dengan perbandingan nilai 1 untuk kelas
DBD dan 0 untuk kelas DD. Sebaliknya,
penderita
cenderung
DD bila tidak
ditemukan bercak di tubuhnya dengan
perbandingan
nilai
yang
kurang
signifikan, yaitu 0,533 untuk kelas DD dan
0,467 untuk kelas DBD.
Nilai-nilai distribusi fitur pendarahan
pada
selang
mencerminkan
kecenderungan bahwa penderita positif
DBD apabila terjadi pendarahan dengan
perbandingan nilai 1 untuk kelas DBD dan
o untuk kelas DD. Kecenderungan
penderita DD terjadi bila tidak ada
pendarahan dengan perbandingan nilai
yang kurang signifikan yaitu 0,533 untuk
kelas DD dan 0,467 untuk kelas DBD.
Untuk fitur uji tornikuet, nilai-nilai
distribusi fitur tersebut pada selang
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
penderita positif DBD bila hasil uji
tomikuetnya positif dengan perbandingan
nilai 1 untuk kelas DBD dan 0 untuk kelas
DD. Sebaliknya, kecenderungan penderita
DD terjadi bila hasil uji tomikuetnya
negatif dengan perbandingan nilai 0 untuk
kelas DD dan 1 untukkelasDBD.
Pengujian yang dilakukan pada iterasi
ketiga sebagai klasifikasi
pada data
pengujian
S3 menghasilkan
akurasi
sebesar lOO%. Hal ini berarti prediksi
kelas sebagai hasil klasifikasi
yang
dilakukan oleh algoritma VFI5 sama
dengan kelas sebenarnya untuk seluruh
data penguj ian S3'

instances tersebut akan disebar pada 3
data pengujian yang berbeda, sehingga
masing-masing
data
pengujian
mengandung satu instances yang salah
diklasifikasi.
Pembagian data keseluruhan setelah
validasi dengan persebaran menghasilkan
subset-subset
yang masing-masing
memiliki jumlah instances yang hampir
sama. Hasil pembagian data tahap ketiga
disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil pembagian data tahap ketiga
Himpunan
bagian
S1
S2
S3

Total

DBD

DD

8 instances
8 instances
7 instances
23 instances

6 instances
6 instances
7 instances
19 instances

Susunan data yang digunakan
sebagai data pelatihan dan data pengujian
pada setiap iterasi disajikan pada Tabell O.
Tabel 10 Susunan data pelatihan dan data
pengujian tahap ketiga

lterasi
Pertama
Kedua
Ketiga

Pelatihan
S 2 dan S3
(28 instances)
S1 dan S3
(28 instances)
S1 dan S2
(28 instances)

Pengujian
S1
(14 instances)
S2
(14 instances)
SJ
(14 instances)

Dari keseluruhan jumlah data
setelah validasi yaitu sebanyak 42
instances, ditemukan 41 instances sebagai
3.3. Pengujian Tahap Ketiga
data
yang diklasifikasi benar. Akurasi
Dari hasil pengujian tahap kedua,
yang
dihasilkan pada proses pengujian
ditemukan
3zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
instances
yang salah
tahap
ketiga
disaj ikan pada Tabel 11.
diklasifikasi
dimana ketiga instances
tersebut berada pada satu data pengujian
yang sama. Pada tahap ini, ketiga

56

Diagnosis Penyakit Demam Berdarah.

Tabel 11 Akurasi dari setiap iterasi tahap
ketiga
Akurasi
Iterasi
Pertama
Kedua
Ketiga
Rata-rata

3.3.1. Iterasi Pertama

92,86%
100%
100%
97,62%

( Irman Hermadi; Aziz Kustiyo, Aristi LA.)zyxwvutsrqponmlkjihgfedcb

Perbandingan nilai yang kurang signifikan
yaitu 0,517 untuk kelas DD dan 0,483
untukkelasDBD.
Untuk
fitur
uji
tornikuet,
kecenderungan penderita positifDBD bila
hasil uji tomikuetnya
positif dengan
perbandingan nilai 1 untuk kelas DBD dan
o untuk kelas DD. Sebaliknya,
kecenderungan penderita DD terjadi bila
hasil uji tomikuetnya
negatif dengan
perbandingan nilai untuk kelas DD dan 1
untukkelasDBD.
Pengujian yang dilakukan pada iterasi
pertama sebagai klasifikasi pada data
pengujian SI menghasilkan akurasi sebesar
92,86%. Dari keseluruhan jumlah data
pengujian S1 sebanyak 14 instances,
ditemukan 1 instances sebagai data yang
diklasifikasi
salah. Hasil pengujian
instances tersebut disajikan pada Tabel 12.

Pada iterasi ini, himpunan bagian S2
dan S3 digunakan sehagai data pelatihan
sedangkan himpunan bagian SI sebagai
data pengujian. Nilai distribusi pada fitur
demam menunjukkan
kecenderungan
bahwa pada suhu badan lebih dari 38,7 °C
merujuk pada kelas DD, sedangkan pada
suhu antara 36,4 °C sampai 38,7 °C
merujuk pada kelas DBD. Hasil ini hampir
sama dengan
kecenderungan
yang
dihasilkan
pada proses
pengujian
sebelumnya, begitu juga dengan penyebab
Tabel 12 Hasil pengujian instances salah
munculnya kecenderungan ini.
klasifikasi tahap ketiga
Pada fitur bercak, nilai distribusi fitur
tersebut pada selang mencerminkan
Instances (39; 0; 0; 1)
Fitur
kecenderungan bahwa penderita positif
DBD
DD
DBD bila ditemukan adanya bercak
Demam
0
1
dengan perbandingan nilaizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
1 untuk kelas
Bercak
0,375
0,625
DBD dan 0 untuk kelas DD. Sebaliknya,
Pendarahan
0,483
0,517
penderita
cenderung
DD bila tidak
Uji tornikuet
1
0
ditemukan bercak dengan perbandingan
Total vote
1,858
2,142
nilai 0,625 untuk kelas DD dan 0,375
untukDBD.
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa
Untuk
fitur
pendarahan,
total vote kelas DD lebih besar daripada
kecenderungan yang muncul sama seperti
total vote kelas DBD, sehingga instances
kecenderungan
yang dihasilkan pada
pengujian
tahap kedua. Nilai-nilai
yang salah diklasifikasi tersebut termasuk
ke dalam kelas DD, sedangkan kelas
distribusi fitur tersebut pada selang
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
sebenarnya adalah kelas DBD. Hal ini
disebabkan karena nilai fitur demam
penderita positif DBD apabila terjadi
pendarahan dengan perbandingan nilai I
instances tersebut merujuk pada kelas DD.
untuk kelas DBD dan 0 untuk kelas DD.
Normalisasi instances pengujian tersebut
disajikan pada Tabel 14.
B egi tuj uga se bal i k nya un t-uk
kecenderungan penderita DD terjadi bila
tidak
ada pendarahan
dengan

°

57

KOMPUFASI, VolzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
,5 No. 9. 2007, 48 - 61

Tabel 13 Normalisasi instances pengujian
salah klasifikasi

Distribusi fitur tersebut pada selang
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
penderita positif DBD bila hasil uji
Fitur instanceszyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
tornikuetnya positif dengan perbandingan
DD zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
DBD
1 I 2 I 3 I 4
nilai 1 untuk kelas DBD dan 0 untuk kelas
0,46
0,54
39.0 1 0 I 0 I 1
DD. Sebaliknya, kecenderungan penderita
DD terjadi bila hasil uji tomikuetnya
Keterangan fitur :
3 = pendarahan
negatif dengan perbandingan nilai 0 untuk
1 = demam
2 = bercak
4 = uji tornikuet
kelas DD dan 1untukkelasDBD.
. Pengujian yang dilakukan pada iterasi
kedua sebagai klasifikasi
pada data
3.3.2.lterasi Ked ua
pengujian
S2 menghasilkan
akurasi
Pada iterasi kedua, himpunan bagian S1
sebesar 100%. Hal ini berarti prediksi
dan S3 digunakan sebagai data pelatihan
kelas sebagai hasil klasifikasi
yang
sedangkan himpunan bagian S2 sebagai
dilakukan oleh algoritma VFl5 sama
data pengujian. Nilai distribusi pada fitur
dengan kelas sebenarnya untuk seluruh
demam menunjukkan
kecenderungan
data pengujian S2'
bahwa pada suhu badan kurang dari 36,5
°C, 39°C dan 39,7 OC merujuk pada kelas
3.3.3. Iterasi Ketiga
DD, sedangkan pada suhu antara 36,5 °C
Pada iterasi ketiga, himpunan bagian SI
sampai 39°C merujuk padakelasDBD.
dan S2 digunakan sebagai data pelatihan
Pada fitur bercak, nilai-nilai distribusi
sedangkan himpunan bagian S3 sebagai
fitur tersebut pada selang mencerminkan
data
pengujian. Nilai distribusi pada fitur
kecenderungan bahwa penderita positif
demam
menunjukkan
kecenderungan
DBD bila ditemukan adanya bercak
bahwa
pada
suhu
badan
36,2
OC dan lebih
dengan perbandingan nilai 1 untuk kelas
39°C
merujuk
pada
kelas DD,
dari
DBD dan 0 untuk kelas DD. Sebaliknya,
sedangkan
pada
suhu
36,4
°C
sampai
pada
penderita
cenderung
DD bila tidak
suhu
badan
kurang
dari
39°C
merujuk
ditemukan bercak di tubuhnya dengan
pada kelas DBD.
perbandingan nilai yang kurang signifikan
Pada fitur bercak, nilai-nilai distribusi
yaitu 0,556 untuk kelas DD dan 0,444
fitur tersebut pada selang mencerminkan
untuk kelas DBD.
kecenderungan bahwa penderita positif
Pada fitur pendarahan,
nilai-nilai
DBD bila ditemukan adanya bercak
distribusi
fitur tersebut pada selang
dengan perbandingan nilai 1 untuk kelas
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
DBD dan 0 untuk kelas DD. Sebaliknya,
penderita positif DBD apabila terjadi
penderita
cenderung
DD bila tidak
pendarahan dengan perbandingan nilai 1
ditemukan bercak di tubuhnya dengan
untuk kelas DBD dan 0 untuk kelas DD.
perbandingan nilai yang kurang signifikan
Begitu juga sebaliknya kecenderungan
yaitu
0,552 untuk kelas DD dan 0,448
penderita DD terjadi bila tidak ada
untukkelasDBD.
pendarahan dengan perbandingan nilai
Pada fitur pendarahan,
nilai-nilai
yang kurang signifikan yaitu 0,517 untuk
distribusi
fitur
tersebut
pada
selang
kelas DD dan 0,483 untukkelasDBD.
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
Untuk fitur uji tornikuet, nilai-nilai
penderita positif DBD apabila terjadi

58

Diagnosis Penyakit Demam Berdarah. ......•. { IrmanzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFE
Hermadi; Aziz Kustiyo, Aristi LA.)zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXW

3.4.1. Sebelum validasi
'end arahan dengan perbandingan nilai 1
Nilai distribusi pada fitur demam
ntuk kelas DBD danzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
untuk kelas DD.
menunjukkan kecenderungan bahwa pada
tegitu juga sebaliknya kecenderungan
suhu badan kurang dari 36,4 °C dan lebih
enderita DD terjadi bila tidak ada
dari 39 "C
merujuk pada kelas DD,
endarahan dengan perbandingan nilai
sedangkan pada suhu 36,4 °C sampai 39°C
ang kurang signifikan yaitu 0,533 untuk
merujuk pada kelas DBD. Kecenderungan
elas DD dan 0,467 untuk kelas DBD.
ini sama seperti kecenderungan
yang
Untuk fitur uji tomikuet, nilai-nilai
terlihat pada pengujian data sebelumnya
istribusi
fitur tersebut pada selang
yaitu pada suhu rendah dan suhu tinggi
iencerminkan
kecenderungan
bahwa
penderita cenderung DD sedangkan pada
enderita positif DBD bila hasil uji
suhu sedang penderita cenderung DBD,
imikuetnya positif dengan perbandingan
ilai 1 untuk kelas DBD dan 0 untuk kelas
demikian
pula dengan
penyebab
munculnya kecenderungan ini.
ID. Sebaliknya,
kecenderungan
Pada fitur bercak, nilai-nilai distribusi
enderita
DD terjadi bila hasil uji
fitur tersebut pada selang mencerminkan
o r n i k u e t n y a negatif
dengan
kecenderungan bahwa penderita positif
erbandingan nilai 0 untuk kelas DD dan 1
DED bila ditemukan
adanya bercak
ntuk kelas DBD.
dengan perbandingan nilai yang kurang
Pengujian yang dilakukan pada iterasi
etiga sebagai klasifikasi pada data
signifikan yaitu 0,6 untuk kelas DBD dan
0,4 untuk kelas DD. Demikian pula dengan
engujian
S3 menghasilkan
akurasi
kecenderungan
penderita
DD,
ebesar 100%. Hal ini berarti prediksi
perbandingan nilainya adalah 0,513 untuk
elas sebagai hasil klasifikasi
yang
kelas DD dan 0,487 untuk kelas DBD.
[lakukan oleh algoritma VFI5 sama
Nilai-nilai distribusi fitur tersebut pada
engan kelas sebenamya untuk seluruh
selang mencerminkan
kecenderungan
rtapengujian S3'
bahwa penderita terserang DD apabila
.4. Pengujian Tahap Keempat
terjadi pendarahan dengan perbandingan
Pada tahap ini dilakukan pengujian
nilai 0,6 untuk kelas DD dan 0,4 untuk
rhadap data baik sebelum validasi
kelas DBD. Begitu juga sebaliknya,
aupun
setelah
validasi
dengan
kecenderungan
penderita positif DBD
embagian data latih dan data uji seperti
justru terjadi bila tidak ada pendarahan
ida penelitian Syafii (2006). Susunan
dengan perbandingan nilai yang kurang
ita yang digunakan
sebagai data
signifikan yaitu 0,513 untuk kelas DBD
slatihan dan data pengujian disajikan
dan 0,487 untuk kelas DD.
Ida Tabel 14.
Untuk fitur uji tomikuet, nilai-nilai
distribusi
fitur tersebut pada selang
ibel 14 Susunan data pelatihan dan data
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
pengujian tahap keempat
penderita positif DBD bila hasil uji
tomikuetnya positif dengan perbandingan
Sebelum
Setelah
Data
nilai 0,586 untuk kelas DBD dan 0,414
validasi
validasi
'elatihan
untuk
kelas
DD.
Sebaliknya,
44 instances
27 instances
kecenderungan penderita DD terjadi bila
'engujian
20 instances
15 instances
um lah
hasil uji tomikuetnya
negatif dengan
64 inslances
42 instances

°

59

KOMPUTASl,

Vol.5 No.zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
9. 2007. 48 - 61 zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

Perbandingan nilai 0,667 untuk kelas DD
dan 0,333 untuk kelas DBD.
Dari keseluruhan jumlah. data
pengujian
sebanyak
20 i.nstances,
ditemukan 14 instances sebagai data yang
diklasifikasi
benar. Akurasi
yang
dihasilkan pada pengujian ini adalah 70%.
3.4.2. Setelah validasi
Nilai distribusi pada fitur demam
menunjukkan kecenderungan bahwa pada
suhu badan 36,2 °C dan lebih dari 39°C
merujuk pada kelas DD, sedangkan pada
suhu 36,4 °C sampai kurang dari 39°C
merujuk pada kelas DBD.
Pada fitur bercak, nilai-nilai
distribusi
fitur tersebut pada selang
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
penderita positif DBD bila ditemukan
adanya bercak dengan perbandingan nilai
1 untuk kelas DBD dan untuk kelas DD.
Sebaliknya, penderita cenderung DD bila
tidak ditemukan bercak di tubuhnya
dengan perbandingan nilai yang kurang
signifikan yaitu 0,548 untuk kelas DD dan
0,452 untuk kelas DBD.
Nilai-nilai
distribusi
fitur
pendarahan pada selang mencerminkan
kecenderungan bahwa penderita positif
DBD apabila terjadi pendarahan dengan
perbandingan nilai 1 untuk kelas DBD dan
untuk kelas DD. Begitu juga sebaliknya
kecenderungan penderita DD terjadi bila
tidak
ada pendarahan
dengan
perbandingan nilai yang kurang signifikan
yaitu 0,531 untuk kelas DD dan 0,469
untuk kelas DBD.
Untuk fitur uji tomikuet, nilainilai distribusi fitur tersebut pada selang
mencerminkan
kecenderungan
bahwa
penderita positif DBD bila hasil uji
tomikuetnya positif dengan perbandingan
nilai I untuk kelas DBD dan untuk kelas
DD. Sebaliknya, kecenderungan penderita

°

°

°

60

°

untuk
dengan perbandingan nilai
kelas DD dan 1 untukkelasDBD.
Akurasi yang dihasilkan
dari pengujian data setelah validasi
tahap keempat ini adalah 100%. Ha!
ini berarti prediksi kelas sebagai
hasil klasifikasi yang dilakukan oleh
algoritma VFI5 sama dengan kelas
sebenamya
untuk seluruh data
pengujian setelah validasi.

rv KESIMPULAN

DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Pada
penelitian
ini,
algoritma
klasifikasi
VFI5
dikembangkan dan diterapkan untuk
mendiagnosis
penyakit
DBD.
Akurasi yang dihasilkan lebih tinggi
bila dibandingkan dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Syafii
(2006) dengan menggunakan model
ANFIS. Akurasi yang diperoleh
dengan
model ANFIS
adalah
86,67% sedangkan dengan VFI5
adalah 100%. Hal ini disebabkan
data yang digunakan pada penelitian
ini lebih cocok untuk VFI5 daripada
untuk modelANFIS.
Rata-rata
akurasi
yang
dihasilkan pada penguj ian tahap
pertama terhadap data sebelum
validasi
adalah 65,66%.
Pada
pengujian tahap kedua untuk data
setelah validasi tanpa persebaran
ditemukan 3 instances yang kelas
prediksinya tidak sesuai dengan
kelas sebenarnya. Masing-masing
instances tersebut memiliki peluang
yang hampir sama untuk menjadi
kelas DBD maupun kelas DD. Ratarata akurasi pada pengujian tahap
kedua
ini adalah
92,86%.
Selanjutnya pada pengujian tahap
ketiga yang dilakukan pada data

Diagnosis Penyakit Demam Berdarah.

setelah validasi, tiga instances yang salah
diklasifikasi pada tahap kedua disebar
pada tiga data pengujian yang berbeda.
Hasilnya terdapat 1 instances yang kelas
prediksinya tidak sesuai dengan kelas
sebenarnya. Instances tersebut memiliki
peluang yang hampir sama untuk setiap
kelasnya.
Rata-rata
akurasi
yang
dihasilkan pada pengujian tahap ketiga ini
mencapai 97,62%. Pada pengujian tahap
keempat dimana pembagian data latih dan
data uji mengacu pada penelitian Syafii
(2006), akurasi yang dihasilkan untuk data
setelah validasi adalah 100%.
Nilai-nilai distribusi setiap titur
pada selang yang dihasilkan
pada
pengujian tahap kedua dan ketiga lebih
jelas terlihat kecenderungannya
untuk
menjadi ciri khas gejala DBD bila
dibandingkan
dengan pengujian tahap
pertarna. Selanjutnya, bila pada pengujian
tahap pertama
kecenderungan
yang
dihasilkan oleh titur pendarahan kurang
tepat, maka pada pengujian tahap kedua,
kecenderungan yang muncul pada fitur
pendarahan bisa dijadikan kesimpulan
klinis untuk menjadi ciri khas gejala DBD.
4.2. Saran
Pada penelitian ini digunakan
bobot fitur yang seragam pada algoritma
VFIS. Hal ini masih bisa dikembangkan
dengan menggunakan bobot yang berbeda
untuk setiap titurnya.
Untuk
pengembangan
selanjutnya
data yang digunakan
diharapkan rnemiliki jumlah record yang
lebih banyak. Disarankan juga adanya
penambahan kriteria klinis yang relevan
termasuk tanda subjektif seperti sakit
Icepala,nyeri perut dan mual.

( IrmanzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGF
Hermadi; Aziz Kustiyo, Aristi LA.)zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYX

DAFTAR PUSTAKA
Guvenir HA. 1998. A ClassificationLearning
Algorithm Robust to Irrelevant Features.
htto:/ /www.cs.bilkent.edu.tr/techreportl19- 981B U -CEIS-981 O.pdf.
Guvenir HA, Demiroz G, Ilter N. 1998.
Learning
Differential
Diagnosis
of
Erythemato-Squamous
Diseases using
Voting Feature
lntevals.
Artificial
IntelligenceinMedicine,
13(3), 147-165.

Ibrahim F, Taib MN, Abas WABW, Guan CC,
Sulaiman S. 2005.ANovel Dengue Fever
(OF) and Dengue Haemorrhagic FeverzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZY
(DHF) Analysis Using Artificial Neural
W
0
r
k
Net
(ANN).http://www.intl.elsevierhealt.co
m!journals/cmpb.
Iqbal M. 2007. Klasifikasi Pasien Suspect
Parvo dan Distemper pada Data Rekam
Medik
Rumah
Sakit Hewan
IPB
Menggunakan Voting Feature Intevals
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Kristina, Isminah dan Wulandari L. 2004.
Demam
Berdarah
Dengue.
bttp://
www.litbang.depkes.go.id/maskes/0520
04/demamberdarahl.htm.
Syafii M. 2006. Adaptive Neuro Fuzzy
lnference
System
(ANFIS)
untuk
Diagnosa dan Tatalaksana Penyakit
Demam Berdarah Dengue [tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Intitut Pertanian
Bogor. 14

61