Pengaruh Sanitasi Lingkungan Permukiman Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Aliran Sungai Deli Kota Medan Tahun 2011

(1)

PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DAERAH ALIRAN

SUNGAI DELI KOTA MEDAN

TESIS

OLEH YUNIATI 097032083/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DAERAH ALIRAN

SUNGAI DELI KOTA MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUNIATI 097032083/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Yuniati Nomor Induk Mahasiwa : 097032083

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing:

Ketua

(Prof. Zulkifli Nasution, M.Sc, PhD)

Anggota (Ir. Evi Naria, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 25 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph. D Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M. Kes

2. Dr. dr. Wirsal Hasan, M. P. H


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DAERAH ALIRAN

SUNGAI DELI KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

Yuniati 097032083/IKM


(6)

ABSTRAK

Penyakit DBD adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus

Ae.aegypti. Selama tahun 2010 di Sumut kasus DBD sekitar 4596 orang dan korban meninggal 58 orang. Daerah aliran sungai Deli Kota Medan terletak pada 8 kecamatan. Secara keseluruhan terdapat kasus DBD sekitar 462 orang. Hal ini disebabkan karena keadaan lingkungan belum memenuhi syarat kesehatan.Survei pendahuluan yang dilakukan pada 3 kecamatan yang DBD nya tertinggi di DAS terhadap 30 rumah, yang memiliki TPSS 40%, memiliki SAB 33,33%, memiliki SPAL 26,66%, dan yang memiliki ventilasi 43,33%.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sanitasil ingkungan permukiman (sampah, SPAL, tempat perindukan nyamuk, SAB, pencahayaan, kelembaban dan ventilasi) terhadap kejadian DBD di DAS Deli Kota Medan.Penelitian ini bersifat survey analitik dengan desain Cross sectional. Sampel berjumlah 100 KK, diperoleh dengan cara simplerandom sampling. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi yang berpedoman pada kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sampah, SPAL, tempat perindukan nyamuk, pencahayaan dan kelembaban, ventilasi terhadap kejadian DBD di DAS Deli kota Medan.

Kepada masyarakat yang tinggal di DAS diharapkan ikut berperan serta dalam menjaga sanitasi lingkungan di sekitar badan air, menghilangkan keberadaan jentik nyamuk dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk dan menjaga kebersihan lingkungan dan membentuk forum tentang pengelolaan DAS. KepadaPemko Medan diharapkan memperhatikan fasilitas sanitasi di DAS seperti TPS, drainase dan pengelolaan DAS dilakukan secara optimal dan berwawasan lingkungan


(7)

ABSTRACT

DHF (dengue or hemorrhagic fever) is one of the contagious diseases, caused by virus Ae.aegypti. In 2010 there were 3596 people who were affected by DHF in North Sumatera, and 58 of them died. The watershed along the Deli River comprises of eight sub-districts. The total number of people affected by DHF in these areas is 462 people. This is because the environment is not hygienic. The preliminary survey on 30 houses in three sub-districts with the highest rate of DHF along the watershed showed that the number of houses equipped with temporary dump site was 40%, with clean water facility was 33.33%, with waster water drainage was 26.66%, and with ventilations was 43.33%.

The aim of the research was to analyze the influence of sanitation in the housing environment (waste, waster water drainage, places where mosquitoes breed, clean water facility, lighting, moisture, and ventilations) on the incident of DHF along the watershed of the Deli River, Medan. The research was an analytic survey with cross sectional design. The samples comprised of 100 families which were obtained by simple random sampling technique. The data were gathered by conducting interviews and observation, based on questionnaires, and analyzed by using chi square test and logistic regression.

The results of the research showed that there was significant influence of waste, waster water drainage, places where mosquitoes breed, lighting, moisture, and ventilations on the incident of DHF along the watershed of the Deli River, Medan.

It is recommended that the people who live along the watershed of the Deli River should participate in taking care of the sanitation in their neighborhood, eliminate the larvae by demolishing mosquito breeding, keep the environment clean, and form a forum about keeping the watershed. It is also recommended that the authority of Medan should be aware of the sanitation facilities along the watershed, such as landfills, and drainage so that the people do not throw out the waste to the river.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunianya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Sanitasi Lingkungan Permukiman Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Aliran Sungai Deli Kota Medan Tahun 2011”.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimah kasih dan penghargaan kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak membantu, mengarahkan serta meluangkan waktu dan pikiran dalam penyusunan tesis ini.

5. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang juga telah banyak membantu serta mengarahkan dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam proses penyusunan tesis ini.


(9)

6. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H selaku anggota komisi penguji I yang telah banyak membantu serta mengarahkan dan memberikan masukkan penulis dalam proses penyusunan tesis ini.

7. Prof. Dra.Irnawati Marsaulina, M.S selaku anggota komisi penguji II yang telah banyak membantu serta mengarahkan dan memberikan masukkan penulis dalam proses penyusunan tesis ini.

8. Terima kasih kepada Badan Penelitian dan pengembangan Pemerintah Kota Medan yang telah memberikan bahan sebagai referensi dan izin untuk melakukan penelitian.

9. H. Muhammad Aswarlin Nasution S.H, Selaku Camat Kecamatan Medan Johor Kota.

10.Said Reza, S.STP Selaku camat Kecamatan Medan Maimun Kota Medan 11.Syahrul Effendi Rambe S.Sos Selaku Camat Kecamatan Medan Barat

12.Terima kasih Tak Terhingga Kepada Kedua Orang Tuaku Ayahanda Redi Raharja dan Ibunda Sutarni yang telah memberikan dukungan doa restu serta memberikan dorongan baik secara moril maupun materil kepada penulis.

13.Terima kasih kepada adindaku Susilowati, S.Pd yang telah memberikan motivasi dan doa kepada penulis

14.Kepada Rekan-rekan kerjaku di yayasan Rumah Sakit Umum Helvetia Medan yang telah memberikan motivasi kepada penulis


(10)

15.Kepada rekan-rekan mahasiswa seangkatan, senior maupun junior yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Oktober 2012 Penulis

Yuniati 097032083/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yuniati yang dilahirkan di Gunung Kidul, Jogjakarta pada t»ggal 8 Juni 1979, beragama Islam, penulis berdomisili di Kota Medan dengan alamat Jln. Yos Sudarso KM 7,5 Tanjung Mulia Medan.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri Widoro Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul Lulus 20 Maret 1992, selanjutnya Penulis Menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Muhammadiyah Kecamatan Semin Kabupaten Gaming Kidul Lulus 12 juni 1995, kemudian penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMUN 1 Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul Lulus 19 Mei 1998 , selanjutnya penulis menamatkan Diploma III di Akademi Keperawatan Helvetia Medan Lulus 5 September 2001, Kemudian Penulis Menamatkan Strata 1 di STTKes Helvetia Medan Lulus 6 Maret 2003, Selanjutkan Penulis Menamatkan AKTA IV mengajar di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Lulus 6 Maret 3006. Penulis bekerja Karyawan Tetap pada Yayasan Rumah Sakit Umum Helvetia dari tahun 2001 sampai dengan sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Sanitasi Lingkungan ... 9

2.1.1. Sanitasi Lingkungan Pemukiman ... 9

2.1.2. Pembuangan Sampah ... 10

2.1.3. Sarana Air Bersih ... 12

2.1.4. Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) ... 18

2.2. Lingkungan Biologik ... 20

2.2.1. Pencahayaan ... 20

2.2.2. Ventilasi ... 21

2.2.3. Kelembaban ... 22

2.3. Demam Berdarah Dengue ... 23

2.3.1. Tanda dan Gejala Klinik ... 23

2.3.2. Mekanisme Penularan ... 25

2.3.3. Tempat Potensial bagi Penularan Nyamuk DBD ... 26

2.4. Nyamuk Penularan DBD ... 27

2.4.1. Bionomik Vektor ... 29

2.4.2. Ekologi ... 32

2.4.3. Pengamatan Kepadatan Vektor ... 34

2.5. Upaya Penanggulangan DBD ... 37

2.5.1. Penemuan Penderita ... 37

2.5.2. Penataan Lingkungan ... 37

2.6. Daerah Aliran Sungai ... 40


(13)

2.8. Landasan Teori ... 52

2.9. Kerangka Konsep ... 55

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 56

3.1. Jenis Penelitian ... 56

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 56

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 56

3.2.2. Waktu Penelitian ... 56

3.3. Populasi dan Sampel ... 56

3.3.1. Populasi ... 56

3.3.2. Sampel ... 56

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 57

3.4.1. Data Primer ... 60

3.4.2. Data Sekunder ... 60

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 61

3.6. Metode Pengukuran ... 63

3.7. Metode Analisis Data ... 65

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 67

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 67

4.1.1. Letak Geografis ... 67

4.1.2. Keadaan Geografis ... 67

4.2. Karakteristik Responden ... 70

4.3. Analisis Univariat ... 72

4.4. Analisis Bivariat ... 81

4.5. Analisis Multivariat ... 87

BAB 5. PEMBAHASAN ... 91

5.1. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Permukiman Luar Rumah Terhadap Kejadian DBD di DAS ... 91

5.1.1. Pengaruh Sampah terhadap Kejadian DBD di DAS ... 91

5.1.2. Pengaruh Saluran Pembuangan Air Limbah terhadap Kejadian DBD di DAS ... 94

5.1.3. Pengaruh Tempat Perindukan Nyamuk terhadap Kejadian DBD di DAS ... 97

5.2. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Permukiman dalam Rumah Terhadap Kejadian DBD di DAS ... 100

5.2.1. Pengaruh Sarana Air Bersih terhadap Kejadian DBD di DAS ... 100

5.2.2. Pengaruh Pencahayaan terhadpa Kejadian DBD di DAS . 102 5.2.3. Pengaruh Ventilasi terhadap Kejadian DBD di DAS ... 105 5.2.4. Pengaruh Kelembaban terhadap Kejadian DBD di DAS . 107


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Jumlah KK yang Terletak di DAS Deli Pada 3 Kecamatan ... 58 3.2. Jumlah Kepala Keluarga Menurut Tempat Tinggal di DAS di

Kecamatan Medan Johor ... 58 3.3. Jumlah Kepala Keluarga Menurut Tempat Tinggal di DAS di

Kecamatan Medan Johor ... 59 3.4. Jumlah Kepala Keluarga Menurut Tempat Tinggal di DAS di

Kecamatan Medan Johor ... 59 3.5. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 61 4.1. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

di Kota Medan ... 68 4.2. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan

Medan Johor, Medan Maimun dan Medan Barat ... 68 4.3. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Medan

Johor, Medan Maimun dan Medan Barat ... 69 4.4. Distribusi Kepala Keluarga Menurut Tempat Tinggal di DAS di

Kecamatan Medan Johor ... 69 4.5. Distribusi Kepala Keluarga Menurut Tempat Tinggal di DAS di

Kecamatan Medan Maimun ... 70 4.6. Distribusi Kepala Keluarga Menurut Tempat Tinggal di DAS di

Kecamatan Medan Barat ... 70 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

di Kecamatan Medan Johor, Medan Maimun dan Medan Barat ... 71 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan Medan


(15)

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Kecamatan Medan Johor, Medan Maimun dan Medan Barat ... 72 4.10. Distribusi Keadaan Sampah Berdasarkan Kejadian DBD di DAS Deli

Kota Medan ... 73 4.11. Hasil Observasi Lingkungan Permukiman Berdasarkan Keadaan

Sampah di DAS Deli Kota Medan ... 74 4.12. Distribusi Sarana Pembuangan Air Limbah Berdasarkan Kejadian

DBD di DAS Deli Kota Medan ... 74 4.13. Hasil Observasi Lingkungan Permukiman Berdasarkan Keadaan

SPAL di DAS Deli Kota Medan ... 75 4.14. Distribusi Tempat Perindukan Nyamuk Berdasarkan Kejadian DBD

di DAS Deli Kota Medan ... 75 4.15. Hasil Observsi Lingkungan Permukiman Berdasarkan Keadaan

Perindukan Nyamuk di DAS Deli Kota Medan ... 76 4.16. Distribusi Sarana Air Bersih Berdasarkan Kejadian DBD di DAS Deli

Kota Medan ... 76 4.17. Hasil Observasi Lingkungan Permukiman Berdasarkan Keadaan

SAB di DAS Deli Kota Medan ... 77 4.18. Distribusi Pencahayaan Berdasarkan Kejadian DBD di Daerah Aliran

Sungai Deli Kota Medan ... 78 4.19. Hasil Observasi Lingkungan Permukiman Berdasarkan Pencahayaan

di DAS Deli Kota Medan ... 78 4.20. Distribusi Ventilasi Berdasarkan Kejadian DBD di DAS Deli Kota

Medan ... 79 4.21. Hasil Observsi Lingkungan Permukiman Berdasarkan Ventilasi

di DAS Deli Kota Medan ... 79 4.22. Distribusi Kelembaban Berdasarkan Kejadian DBD di DAS Deli


(16)

4.23. Hasil Observasi Lingkungan Permukiman Berdasarkan Kelembaban di DAS Deli Kota Medan ... 80 4.24. Distribusi Kejadian DBD di DAS Deli Kota Medan ... 80 4.25. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Berdasarkan Kejadian DBD

di DAS Deli Kota Medan ... 81 4.26. Hubungan Keadaan Sampah dengan Kejadian DBD di DAS Deli

Kota Medan ... 82 4.27. Hubungan Pembuangan Saluran Air Limbah dengan Kejadian DBD

di DAS Deli Kota Medan ... 83 4.28. Hubungan Tempat Perindukan Nyamuk dengan Kejadian DBD

di DAS Deli Kota Medan ... 84 4.29. Hubungan Sarana Air Bersih dengan Kejadian DBD di DAS

Deli Kota Medan ... 84 4.30. Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian DBD di DAS

Deli Kota Medan ... 85 4.31. Hubungan Ventilasi dengan Kejadian DBD di DAS

Deli Kota Medan ... 86 4.32. Hubungan Kelembaban dengan Kejadian DBD di DAS Deli Kota

Medan ... 87 4.33. Hasil Uji Regresi Logistik untuk Identifikasi Variabel Sanitasi

Lingkungan Permukiman yang Akan Masuk dalam Model dengan

Nilai p < 0,25 ... 88 4.34. Hasil Uji Regresi Logistik Untuk Identifikasi Variabel Sanitasi

Lingkungan Permukiman yang Akan Masuk dalam Model dengan

Nilai p < 0,25 ... 88 4.35. Hasil Uji Regresi Logistik untuk Identifikasi Variabel Sanitasi

Lingkungan Permukiman yang Akan Masuk dalam Model dengan


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Siklus Hidup Nyamuk ... 30

2.2. Model Klasik Kausal Epidemiologi ... 53

2.3. Kerangka Teoritis ... 54


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Lembar Kuesioner Pengumpulan Data Pengaruh Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Daerah Aliran Sungai

Deli Kota Medan ... 119

2. Hasil Pengolahan Data Penelitian ... 122

3. Hasil Ukur Pengaruh Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Daerah Aliran Sungai Deli Kota Medan ... 137

4. Master Data Penelitian ... 140

5. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Kota Medan ... 142


(19)

PERNYATAAN

PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN PERMUKIMAN TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI KOTA MEDAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

Yuniati 097032083/IKM


(20)

ABSTRAK

Penyakit DBD adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus

Ae.aegypti. Selama tahun 2010 di Sumut kasus DBD sekitar 4596 orang dan korban meninggal 58 orang. Daerah aliran sungai Deli Kota Medan terletak pada 8 kecamatan. Secara keseluruhan terdapat kasus DBD sekitar 462 orang. Hal ini disebabkan karena keadaan lingkungan belum memenuhi syarat kesehatan.Survei pendahuluan yang dilakukan pada 3 kecamatan yang DBD nya tertinggi di DAS terhadap 30 rumah, yang memiliki TPSS 40%, memiliki SAB 33,33%, memiliki SPAL 26,66%, dan yang memiliki ventilasi 43,33%.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sanitasil ingkungan permukiman (sampah, SPAL, tempat perindukan nyamuk, SAB, pencahayaan, kelembaban dan ventilasi) terhadap kejadian DBD di DAS Deli Kota Medan.Penelitian ini bersifat survey analitik dengan desain Cross sectional. Sampel berjumlah 100 KK, diperoleh dengan cara simplerandom sampling. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi yang berpedoman pada kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sampah, SPAL, tempat perindukan nyamuk, pencahayaan dan kelembaban, ventilasi terhadap kejadian DBD di DAS Deli kota Medan.

Kepada masyarakat yang tinggal di DAS diharapkan ikut berperan serta dalam menjaga sanitasi lingkungan di sekitar badan air, menghilangkan keberadaan jentik nyamuk dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk dan menjaga kebersihan lingkungan dan membentuk forum tentang pengelolaan DAS. KepadaPemko Medan diharapkan memperhatikan fasilitas sanitasi di DAS seperti TPS, drainase dan pengelolaan DAS dilakukan secara optimal dan berwawasan lingkungan


(21)

ABSTRACT

DHF (dengue or hemorrhagic fever) is one of the contagious diseases, caused by virus Ae.aegypti. In 2010 there were 3596 people who were affected by DHF in North Sumatera, and 58 of them died. The watershed along the Deli River comprises of eight sub-districts. The total number of people affected by DHF in these areas is 462 people. This is because the environment is not hygienic. The preliminary survey on 30 houses in three sub-districts with the highest rate of DHF along the watershed showed that the number of houses equipped with temporary dump site was 40%, with clean water facility was 33.33%, with waster water drainage was 26.66%, and with ventilations was 43.33%.

The aim of the research was to analyze the influence of sanitation in the housing environment (waste, waster water drainage, places where mosquitoes breed, clean water facility, lighting, moisture, and ventilations) on the incident of DHF along the watershed of the Deli River, Medan. The research was an analytic survey with cross sectional design. The samples comprised of 100 families which were obtained by simple random sampling technique. The data were gathered by conducting interviews and observation, based on questionnaires, and analyzed by using chi square test and logistic regression.

The results of the research showed that there was significant influence of waste, waster water drainage, places where mosquitoes breed, lighting, moisture, and ventilations on the incident of DHF along the watershed of the Deli River, Medan.

It is recommended that the people who live along the watershed of the Deli River should participate in taking care of the sanitation in their neighborhood, eliminate the larvae by demolishing mosquito breeding, keep the environment clean, and form a forum about keeping the watershed. It is also recommended that the authority of Medan should be aware of the sanitation facilities along the watershed, such as landfills, and drainage so that the people do not throw out the waste to the river.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.LatarBelakang

Pemberantasanpenyakitmenularmerupakan program yang sangatpentingdalampembangunankesehatangunamencapaivisimisipembangunankeseh atandiperlukandukunganSistemKesehatanNasional (SKN) yang tangguh, subsistempertama SKN adalahupayakesehatanmenular yang mencakupantaralainpemberantasanpenyakitmenular (Depkes RI, 2004).PenelitianDumai N, dkk (2007) beberapafaktor yang berhubungandengankeberadaanjentiknyamuk DBD disuatudaerah, salahsatunyaadalahfaktorkesehatanlingkungan.PenelitianKarmila (2009)

bahwasanitasilingkungan yang baikdapatmenghindariterjadinyapenyakit DBD.

PenyakitDemamBerdarah Dengue (DBD) adalahsalahsatupenyakitmenular yang disebabkanoleh virus dengue ditularkandariseseorangkepada orang lainmelaluigigitannyamukAeaegypti.DBDtelahmunculsebagaimasalahkesehatanmasy arakatinternasionalpadaabad 21, menurut WHO (2000) antaratahun 1975-1995 terdeteksi di 102 negaradari lima wilayah WHO, yaitu 20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tengara, 4 negara di Timur Tengah dan 29 negara di Pasifik Barat (Depkes RI, 2003).

Kejadianluarbiasaatau KLB DBD di Indonesia terbesarterjadipadatahun 1998 yaitudengan IR (Inseden Rate)sebanyak 35,19 per 100.000 ribupenduduk,


(23)

lalumenurunpadatahun 1999 dengan IR 10,17 per 100.000 ribupenduduk, mengalamipeningkatankembalipadatahun 2000 dengan IR 15,99 per 100.000 ribupendudukdankembalimeningkatpadatahun 2001 dengan IR 21,66 per 100.000 ribupenduduk, kembalimenurunpadatahun 2002 yaitu IR 19,24 per 100.000 ribupendudukdanmeningkattajamkembalipadatahu 2003 yaitu IR 23,87 per 100.000 ribupenduduk. Data di atasmenunjukanbahwapenyakit DBD di Indonesia menjadiFenomena yang sangatsulitdiatasi di manakejadian DBD setiaptahunnyaberfluktuasi (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan dataprofilkesehatanPropinsi Sumatera Utara terdapat 8 daerahendemisDBDyaitu, Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, KabupatenLangkat, KabupatenAsahan, Kota TebingTinggi, Kota PematangSiantardanKabupatenKaro (Profil DinkesPropinsi Sumut, 2006).

Angkakejadianpenyakit DBD di Sumatera Utara daritahunketahunmengalamipeningkatan.Tahun 2002 jumlahpenderita (IR) adalah 3,6/100.000 penduduk (353 penderita), tahun 2003 sampai 2004 naikmenjadi 8,79/100.000 penduduk (1093 penderita). Padatahun 2005 terjadiledakankasus yang sangattajamyaitu 30,75/100.000 penduduk (3.657) penderita, tahun 2006 terjadipenurunanyaitu 17,58/100.000 penduduk (2.091) penderita, tahun 2007 terjadikembalipeningkatankasusyaitumenjadi 34,5/100.000 penduduk, tahun 2009 sebanyak 1940 penderita 18 orang meninggalduniadanhinggaMaret2010 jumlahkasus DBD di Sumatera Utara telahmencapaiangkasekitar 4596


(24)

penderitadenganjumlahkorban yang meninggalsebanyak 58 orang (DinkesProvinsi Sumatera Utara, 2010).

Daerah aliran sungai merupakan suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai, ke laut atau ke danau. Pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai mutlak dilakukan, karena merupakan suatu kesatuan pembangunan wilayah yang kompleks dan menjadikannya sebagai permasalahan yang kompleks pula. Hal ini dapat dilihat dari perubahan kualitas air sungai, kejadian penyakit berbasis lingkungan sehingga berpengaruh terhadap risiko kesehatan pada masyarakat yang berada di daerah aliran sungai, salah satunya adalah penyakit DBD. Hal tersebut di sebabkan oleh perkembangan kegiatan masyarakat yang ada di daerah aliran sungai, yang tidak memperdulikan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai.

Pengelolaan limbah yang tidak memenuhi syarat, di mana air limbah rumah tangga di buang langsung ke sungai, dan air limbah tergenang disekitar rumah dan sekitar sungai, sehingga menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk, terjadinya banjir sehingga meningkatkan populasi nyamuk, pembuangan sampah ke sungai dimana sebagian sampah seperti kaleng, botol, ban bekas darisampahyang anorganik tertinggal di pinggiran sungai yang dapat menyebabkan tempat bertelur dan berkembang biaknya nyamuk Ae.aegypti. Disamping itu sarana air bersih, seperti tempat penampungan air juga mempengaruhi perkembangbiakan vektor nyamuk


(25)

DBD, hal ini disebabkan perilaku masyarakat yang menggunakan tempat penampungan air di bibir sungai, dan tidak memperhatikan syarat-syarat tempat penampungan air.

Berdasarkan hasil survey Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara terdapat hubungan tempat penampungan air, pengelolaan sampah dan kondisi rumah dengan kejadian DBD.

Beberapa kecamatan yang di aliri sungai Deli di kota Medan yaitu Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Johor, Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan Labuhan, Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Belawan. Dari beberapa kecamatan tersebut terdapat beberapa kelurahan yang terletak pada daerah aliran sungai (DAS). Dari 5 kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan Polonia ada 1 kelurahan yang terletak pada DAS yaitu Kelurahan SukaDamai.Dari 6 kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan Maimun ada 6 kelurahan yang terletak pada DAS yaitu Kelurahan Aur, Hamdan, Jati, Sei Roja, Sei Mati, Kampung Baru. Dari 6 kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan Johor ada 5 kelurahan yang terletak pada DAS yaitu Kelurahan Titi Kuning, Kedai Durian, Pangkalan Mansur, Gedung Johor.Dari 6 kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan Barat ada 6 kelurahan yang terletak pada DAS yaitu Kelurahan Brayan Kota, Karang Berombak, Sei Agul, Glugur Kota, Silalas, Kesawan. Dari 5 kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan Deli ada 4 kelurahan yang terletak pada DAS yaitu Kelurahan Tanjung Mulia, Mabar, Kota Bangun, Titi Papan.Dari 6


(26)

kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan Labuhan ada 5 kelurahan yang terletak pada DAS yaitu Kelurahan Pekan Labuhan, Besar, Martubung, Nelayan Indah.Dari 5 kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan Marelan ada 2 kelurahan yang terletak pada DAS yaitu Kelurahan Rengas Pulau, Labuhan Deli dan dari 6 kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan Belawan ada 4 kelurahan yang terletak pada DAS yaitu Kelurahan Belawan I, Belawan II, Belawan Bahagia, Belawan Bahari (BLH Sumut, 2010).

Dipilihnya Daerah Aliran Sungai Deli Kota Medan sebagai tempat penelitian karena pada daerah tersebut keadaan lingkungannya masih belum memenuhi syarat kesehatan, disamping itu kejadian DBD tinggi. Dari 8 kecamatan yang terletak pada DAS kesemuanya terdapatkasus DBD yaitu: Kecamatan Medan Polonia 43 kasus, Kecamatan Medan Maimun 65 kasus, Kecamatan Medan Johor 132 kasus, Kecamatan Medan Barat 74 kasus, Kecamatan Medan Deli 53 kasus, Kecamatan Medan Labuhan 46 kasus, Kecamatan Medan Marelan 40 kasus, Kecamatan Medan Belawan 9 kasus.(Profil Dinkes Kota Medan, 2010).

Peneliti memilih 3 jumlah kasus DBD tertinggi di kota Medan yang dijadikan sebagai lokasi penelitian untuk tiga Kecamatan yang terletak pada DAS Deli yaitu Kecamatan Medan Johor 132 kasus, Kecamatan Medan Barat74 kasus dan Kecamatan Medan Maimun sebanyak 65 kasus.

Berdasarkan survai pendahuluan yang peneliti lakukan terhadap tiga kecamatan yang terletak pada DAS, masing-masing kecamatan ada 10 rumah yang


(27)

diobservasi, ternyata secara keseluruhan dari 30 rumah yang di observasi, rumah yang mempunyai tempat sampah sebanyak 12 rumah (40%), rumah yang mempunyai sarana air bersih (SAB) sebanyak 10 rumah (33,33%), rumah yang mempunyai saluranpembuangan air limbah (SPAL) sebanyak 8 rumah (26,66%). Rumah yang mempunyai ventilasi sebanyak 13 (43,33%)

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh sanitasi lingkungan permukiman (sampah, saluran pembuanganair limbah, tempat perindukan nyamuk, sarana air bersih, pencahayaan,ventilasi, kelembaban) terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di daerah aliran sungai Deli di Kota Medan

1.2.Permasalahan

Berdasarkanpermasalahanyang diuraikan diatasdapatdilihatbahwakedaansanitasilingkunganpermukiman di

daerahaliransungaiDeli masihrendahdengankejadian DBD yang tinggi, makadariitupenulisinginmenelitiadakahpengaruh sanitasi lingkungan permukiman (sampah, saluranpembuangan air limbah,tempat perindukan nyamuk, sarana air bersih, pencahayaan,ventilasi, kelembaban) terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di daerah aliran sungai Deli di Kota Medan.


(28)

Penelitianinibertujuanuntukmenganalisispengaruh sanitasi lingkungan permukiman (sampah, saluranpembuangan air limbah, tempat perindukan nyamuksarana air bersih, pencahayaan,ventilasi, kelembaban) terhadap Kejadian Demam Berdarah Denguedi daerah aliran sungai Deli di Kota Medan.

1.4Hipotesis

Ada

pengaruhantarasanitasilingkunganpermukiman(sampah,saluranpembuanganair

limbah, tempat perindukan nyamuk,sarana air bersih, pencahayaan,ventilasi, kelembaban) terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di daerah aliran sungai Deli di Kota Medan.

1.5.ManfaatPenelitian

Dengan dilaksanakannya penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi Masyarakat

Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga sanitasi lingkungan supaya lingkungan sekitarnya tidak menjadi tempat berkembang biaknya vektor nyamuk

Ae. Aegepti.


(29)

Memberikan informasi bagi puskesmas dan instansi kesehatan dalam menyusun program perbaikan sanitasi lingkungan dan juga program pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue di daerah aliran sungai di Kota Medan.

3. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan manajemen kesehatan lingkungan industri tentang Kondisi Sanitasi Lingkungan Permukiman terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyedian air bersih dan sebagainya (Notoadmodjo,2007).

2.1.1.

Banyak sekali permasalahan lingkungan yang harus dihadapi dan sangat mengganggu terhadap tercapainya kesehatan lingkungan.Kesehatan lingkungan bisa berakibat positif terhadap kondisi elemen-elemen hayati dan non hayati dalam ekosistem.Bila lingkungan tidak sehat maka sakitlah elemennya,tapi sebaliknya jika lingkungan sehat maka sehat pulalah ekosistem tersebut.Perilaku yang kurang baik dari manusia telah mengakibatkan perubahan ekosistem dan timbulnya sejumlah masalah sanitasi.

Sanitasi Lingkungan Pemukiman

Kesehatan perumahan dan lingkungan permukiman adalah kondisi fisik, kimia, dan biologi di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.Persyaratan kesehatan perumahan dan permukiman adalah ketentuan teknis kesehatan yang wajib di penuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di perumahan atau masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan (Soedjadi, 2005).Persyaratan kesehatan lingkungan perumahan dan permukiman sangat di perlukan karena pembangunan perumahan berpengaruh sangat besar terhadap


(31)

peningkatan derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat.Sanitasi lingkungan pemukiman meliputi: pengelolaan sampah, air bersih, sarana pembuangan air limbah, dan jamban.

2.1.2 Pembuangan Sampah

Sampah adalah semua benda atau produk sisa dalam bentuk padat sebagai akibat aktivitas manusia yang dianggap tidak bermanfaat dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya atau dibuang sebagai barang tidak berguna.

a.

1. Gangguan yang ditimbulkan oleh sampah

Pencemaran lingkungan:Sampah yang dibuang sembarangan dalam kurun waktu tertentu akan membusuk. Hasil penguraian sampah organik berupa cairan dan gas akan mencemari tanah, air dan udara.

b.

Gas yang dihasilkan berbau busuk menyengat akan mencemari udara.

Dengan timbulnya bau busuk akan mengundang

Sampah merupakan sumber penyakit

lalat berkembang biak sehingga populasi lalat meningkat. Populasi lalat yang meningkat akan memudahkan

membantu penularan penyakit sepertidll.

Selain lalat, binatang penular penyakit lainnya seperti kecoa, nyamuk, tikus dll akan berkembang biak pada sampah yang tentunya akan menularkan penyakit kepada kita yang tinggal disekitar sampah.


(32)

c.

Sampah berupa pecahan kaca, paku, duri dll dapat menyebabkan kecelakaan.Sampah yang dibakar tanpa pengawasan tidak jarang menimbulkan kebakaran.

Menimbulkan kecelakaan

d.

Sampah yang dibuang di parit, kali dan sungai lama kelamaan bertumpuk dan menghambat aliran air pada waktu musim hujan, akibatnya air meluap dan terjadi

Menimbulkan bencana

banjir yang dapat merusak sarana infra struktur seperti jalan, jembatan ,parit draainase dll.Sampah yang dibiarkan menggunung dapat menimbulkan longsor atau ledakan seperti yang terjadi di tempat pembuangan akhir Leuwi Gajah

Bandung

Sampah menimbulkan pemandangan yang tak sedap,

e. Mengganggu pemandangan

jorok dll.

Sampah sebaiknya dibuang di tempat pembuangan akhir untuk dikelola lebih lanjut. Untuk sampai ke tempat pembuangan akhir tentunya perlu mekanisme penanganan yang terpadu. Bermula dari sampah yang dikumpulkan di rumah kemudian dibuang di tempat pembuangan sementara yang selanjutnya di angkut ke tempat pembuangan akhir untuk dikelola lebih lanjut. Bagi permukiman yang dapat dijangkau pelayanan

2. Pengelolaan sampah


(33)

berarti, cukup membayar retribusi sampah dan kumpulkan sampah di TPS, maka sampah akan sampai di tempat pembuangan akhir untuk dikelola lebih lanjut

Bagi permukiman yang belum dapat dijangkau oleh pelayanan Dinas Kebersihan, sebaiknya agar pemukiman terhindar dari hal hal yang tak diharapkan akibat dampak sampah, maka sudah saatnya memiliki layanan pembuangan sampah sendiri. Hal ini tentunya dapat diusulkan ke Pemerintahan Desa/Kelurahan, yang penting adanya potensi yang mendukung untuk lancarnya pengelolaan sampah yang baik memenuhi syarat kesehatan. Dimulai dengan skala kecil, misalnya melayani hanya beberapa wilayah RT atau RW yang penting ada komitmen antara warga dan Pemerintahan setempat. Adapun potensi tersebut adalah :

1. Adanya petugas pelaksana

2. Sarana pengangkut : gerobak sampah atau mobil sampah.

3. Jalan yang memadai untuk angkutan gerobak sampah/mobil sampah. 4. Adanya komitmen antara warga dan pemerintahan setempat.

5. Sumber dana untuk operasional : Bisa dihimpun melalui iuran sampah. 6. Adanya lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir

7.Bila perlu lahan untuk Tempat Pengumpul Sementara

Pemusnahan sampah di tempat pembuangan akhir terdiri dari beberapa jenis kegiatan :

1. Daur ulang : sampah yang masih bisa dimanfaatkan akan didaur ulang, biasanya bahan plastik, botol, besi tua, kayu dll


(34)

2. Komposting

3.

: pembuatan kompos diperuntukkan bagi sampah organik dengan metode penguraian secara alami akan menghasilkan kompos yang berguna untuk pertanian.

Dibakar

4.

: bagi sampah yang kering bisa dibakar

Dikubur dengan metode sanitary landfil (Kusnoputranto, 2005).

a.

Jenis-jenis sampah terdiri dari beberapa macam yaitu: sampah kering, sampah basah, sampah berbahaya beracun ( Pansimas, 2011).

Sampah kering

b.

Sampah kering yaitu: sampah yang tidak mudah membusuk atau terurai seperti. Gelas, besih plastik.

Sampah basah

c.

Sampah basah yaitu: sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun, ranting, dan bangkai binatang

Sampah berbahaya beracun

2.1.3 Sarana Air Bersih

Sampah berbahaya beracun yaitu: sampah yang karena sifatnya dapat membahayakan manusia seperti sampah yang berasal dari rumah sakit, sampah nuklir, batu baterai bekas.

Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan; juga manusia selama hidupnya selalu memerlukan air. Dengan demikian semakin naik jumlah penduduk serta laju pertumbuhannya semakin naik pula laju pemanfaatan sumber-sumber air.


(35)

pertumbuhan.Sebagai akibatnya saat ini, sumber air tawar dan bersih menjadi semangkin langka.Laporan keadaan lingkungan di dunia tahun 1992 menyatakan bahwa air sudah saatnya dianggap sebagai benda ekonomi.Karena itu pengelolaan sumber daya air menjadi sangat penting pengelolaannya sumber daya air ini sebaiknya dilakukan secara terpadu, baik dalam pemanfaatannya maupun dalam pengelolaan kualitas (Slamet, 2002).

Air adalah zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.Sekitar tiga perempat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga digunakan untuk memasak, mencuci, mandi dan membersihkan kotoran yang ada disekitar rumah.Ditinjau dari sudut kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat.Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu perhari sekitar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007).

1. Sumber Air

Untuk kebutuhan sehari – hari, air dapat diperoleh dari beberapa sumber diantaranya

a. Air Hujan b. Air Permukaan


(36)

c. Air Tanah

Air hujan merupakan penyubliman awan atau uap air menjadi air murni yang ketika turun melalui udara akan melarutkan benda- benda yang terdapat didalam. Diantaranya benda–benda yang larut diudara itu seperti gas, oksigen, karbondioksida, nitrogen, jasad-jasad renik dan debu. Kelarutan gas karbondioksida didalam air hujan akan membentuk asam karbonat yang menjadi air hujan menjadi asam. Beberapa macam gas oksida dapat berada pula diudara, diantaranya yang penting ialah belerang dan oksida nitrogen. Kedua oksida ini bersama- sama dengan air hujan akan membentuk larutan asam nitrat dan asam sulfat. Setelah mencapai permukaaan bumi, air hujan bukan merupakan air murni lagi.

Air permukaan merupakan salah satu sumber yang bisa dipakai untuk bahan baku air bersih. Dalam penyediaan air bersih terutama untuk air minum dalam sumbernya diperhatikan 3 (tiga) hal penting yaitu mutu air baku, dan kontiunitas air baku. Di bandingkan dengan sumber lain, air permukaan merupakan sumber air yang paling tercemar. Hal ini terutama berlaku bagi tempat yang dekat dengan tinggalpenduduk karena hamper semua buangan dan sisa kegiatan manusia ditumpahkan kepada air atau dicuci kepada air yang pada waktunya akan dibuang pada badan air. Agar air bersih tidak menyebabkan penyakit bagi manusia maka air tersebut hendaknya diusahakan mendekati persyaratan–persyaratan kesehatan, sekurang-kurangnya diusahakan mendekati persyaratan yang telah ditentukan.


(37)

Menurut Key (1978), dalam pendapatnya menyebutkan bahwa air tersebut tercemar apabila air itu berubah komposisinya atau keadaannya, secara langsung ataupun tidak langsung sebagai akibat kegiatan manusia. Sehingga air itu menjadi kurang berguna bagi kehidupan atau kebutuhan tertentu maupun semua kebutuhan dibandingkan apabila air berada dalam keadaan alamiahnya semula (Slamet, 2002).

Selanjutnya menurut Pickford (1978), dalam pendapatnya menekankan bahwa pencemaran air semata-mata disebabkan oleh kegiatan manusia sendiri saja sedangkan tanah, tumbuh-tumbuhan, ganggang dan pengotor-pengotor alamiah lain yang turut mengotor air hanya digolongkan kedalam kotoran (impurity). Air tanah bisa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia dengan cara membuat sumber atau pompa air (Slamet, 2002).

A. Tempat penampungan air

Tempat penampungan air adalah: tempat-tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah sekitar rumah. Nyamuk Ae. aegyptytidak berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis-jenis tempat perindukan nyamuk

Ae.aegyptdapat di kelompokan sebagai berikut:

a. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi, WC, ember dan lain-lain

b. Tempat penampungan bukan keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).


(38)

1). Tempat minum hewan peliharaan

Tempat minum hewan piaraan yang dimaksud adalah tempat-tempat minum hewan piaraan yang dimiliki oleh responden yang berada di lingkungan sekitar rumah baik di dalam rumah maupun di luar rumah, misalnya: tempat minum burung, tempat minum ayam, dan hewan piaraan yang lain.

2).Barang-barang bekas

Barang-barang bekas yang dimaksud adalah barang-barang yang sudah tidak terpakai yang dapat menampung air, yang berada di dalam maupun di luar rumah responden. Barang-barang tersebut antara lain: kaleng, ban bekas, botol, pecahan gelas, dll

a). Vas bunga

Vas bunga yang dimaksud adalah vas bunga yang berisi air yang terletak di dalam rumah responden yang memungkinkan nyamuk

1.

Ae.aegyptiberkembang biak di dalam vas bunga tersebut.

Perangkap semut

Perangkap semut yang di maksud adalah tempat perangkap semut yang berisi air yang biasanya diletakkan dibawah kaki meja untuk mencegah semut-semut naik keatas meja yang berisi makanan yang terletak di dalam rumah responden


(39)

2. Penampung air dispenser

3.

Penampungan air dispenser yang dimaksud adalah tempat penampungan air yang menyatu dengan dispenser yang terletak di bawah alat yang digunakan untuk mengalirkan air di dalam wadah/galon dispenser, letaknya di dalam rumah responden.

Pot tanaman air

Pot tanaman air yang dimaksud adalah pot-pot berisi air yang digunakan sebagai media tanaman air untuk hidup, yang terletak di dalam maupun di luar rumah responden.

B. Peranan Air Dalam Penularan Penyakit

c. Tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon, pelepah daun, tempurung kelapa, talang penampung air hujan (Surono, 2009 dan Soedarmo, 1998).

Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Ada 4 macam klasifikasi penyakit yang berhubungan dengan air sebagai media penularan penyakit yaitu :

a. Water borne diseaseyaitu penyakit penularan melalui air yang terkontaminasi oleh bakteri dan patogen dari penderita atau carier. Bila air yang mengandung kuman patogen terminum maka dapat terjadi penjangkitan penyakit orang yang bersangkutan.


(40)

b. Water based diseaseyaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain melalui persediaan air sebagai pejamu (host) perantara. Pejamu perantara ini hidup dalam misalnya schistosomiasis.

c. Water washed desease yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain melalui persedian air sebagai pencuci atau pembersih.

d. Vektor insektisida yang berhubungan dengan air yaitu penyakit vektornya berkembang baik dalam air. Misalnya malaria, demam berdarah dan

trypanosomiasis (Entjang, 2000).

1. Masalah yang berkaitan dengan air

a. Sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan sumber penularan penyakit

Berdasarkan masalah yang berkaitan dengan air (Pansimas, 2011).

b. Masih ada masyarakat yang mengambil air untuk keperluan rumah tangga berasal dari air sungai atau mata air yang tidak di lindungi

c. Sarana penampungan air hujan yang sudah retak, yang tidak dapat melindungi air hujan yang disimpan di dalamnya agar tetap bersih, karena dinding yang retak menjadi tempat perkembangbiakan lumut yang dapat mengotori air

d. Sumur pompa tangan yang tidak dilengkapi lantai kedap air menjadi sumur tersebut tidak sehat, karena air bekas pakai dapat meresap air dalam sumur.


(41)

2.1.4 Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)

Sarana pembuangan air limbah yang sehat yaitu yang dapat mengalirkan air limbah dari sumbernya (dapur, kamar mandi) ke tempat penampungan air limbah dengan lancar tampa mencemari lingkungan dan tidak dapat dijangkau serangga dan tikus (Pamsimas, 2011)

Rumah yang membuang air limbahnya di atas tanah terbuka tanpa adanya saluran pembuangan limbah akan membuat kondisi lingkungan sekitar rumah menjadi tidak sehat. Akibatnya menjadi kotor, becek, menyebabkan bau tidak sedap da dapat menjadi tempat berkembang biak serangga terutama nyamuk (Pamsimas, 2011).

Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri atau tempat-tempat umum lainya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, adablack water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya

Beberapa sumber air buangan :


(42)

Air buang dari pemukiman ini umumnya mempunyai komposisi yang terdiri dari ekskreta ( tinja dan urin), air bekas cucian, dapur dan kamar mandi, dimana sebagian merupakan bahan –bahan organik.

b. Air buangan kotapraja (municipal waste water)

Air buang ini umumnya berasal dari daera perkotaan, perdangangan, selokan, tempat ibadah dan tempat umum lainya.

c. Air buang industri (industrial waste water)

Air buangan yang berasal dari macam industri. Pada umumnya lebih sulit pengelolahannya serta mempunyai variasi yang luas. Zat-zat yang terkandung didalamnya misalnya logam berat, zat pelarut, amoniak dan lain-lain.

Pengolahan Air Limbah dalam kehidupan sehari-hari pengolahan air limbah dilakukan dengan dua cara yaitu :

a. Menyalurkan air limbah tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa diolah tanpa diolah sebelumnya

b. Menyalurkan air limbah setelah diolah sebelumnya dan kemudian dibuang ke alam. Pengolahan air limbah ini dapat dilakukan secara pribadi ataupun terpusat.

Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media perkembangan mikroorganisme patogen, larva nyamuk ataupun serangga yang dapat menjadi media transmisi penyakit kolera, typus abdominalis, disentri baciler dan sebagainya.

Bila air limbah itu dibuang begitu saja tanpa diolah sebelumnya maka beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu :


(43)

a. Tidak sampai mengotori sumber air minum

b. Tidak menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor c. Tidak mengganggu estetika, misalnya dari segi pemandangan dan menimbulkan

bau.

d. Tidak mencemarkan alam sekitarnya, misalnya merusak tempat untuk rekreasi berenang dan sebagainya (Notoadmodjo, 2007).

Saluran limbah yang bocor atau pecah menyebabkan air keluar dan tergenang serta meresap ke tanah. jika jarak terlalu dekat dengan sumber air dapat mencemari sumber air tersebut. Tempat penampungan air yang terbuka dapat menyebabkan nyamuk bertelur (Pansimas, 2011).

2.2.Lingkungan Biologik

Lingkungan biologik yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban, pencahayaan di dalam rumah, merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat (Soegijanto, 2003).

2.2.1 Pencahayaan

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak.Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar matahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca. Cahaya berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:


(44)

a. Cahaya Alamiah

Cahaya alamiah yakni matahari, cahaya ini sangat penting karena dapat menghambat pertumbuhan nyamuk Ae.aegyptidi dalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang cukup sehat harus mempunyai jalan masuk yang cukup (jendela), luasnya sekurang-kurangnya 15%-20%. Perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat langsung ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini selain sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya.Selain itu jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca.

b. Cahaya Buatan

Pencahayaan alam atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan juga dapat membunuh kuman patogen, jika pencahayaan kurang sempurna mengakibatkan ketegangan mata (Kepmenkes RI No. 829,1999).

2.2.2. Ventilasi

Suatu ruangan yang terlalu padat penghuninya dapat memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan para penghuni rumah tersebut, untuk itu pengaturan sirkulasi udara sangat diperlukan. Fungsi ventilasi adalah untuk menyediakan udara segar dan melenyapkan udara jenuh, tetapi tidak ada sangkut pautnya dengan komposisi kimia, namun ia tetap menghubungkan dengan pencegahan terjadinya akumulasi gas-gas beracun dan mikroorganisme diruangan. Ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan mengakibatkan perasaan sesak, pengap, cepat lelah dan


(45)

keaktifan menurun. Hal ini diakibatkan peningkatan suhu udara yang dikeluarkan oleh tubuh dan bertahan di dalam ruangan, tidak ada pergerakan udara serta kelembaban yang tinggi akibat uap air yang dilepaskan paru-paru ( Entjang, 2000).

Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar. Dengan demikian, setiap rumah harus memiliki jendela yang memadai.Luas jendela secara keseluruhan kurang lebih 15% dari luas lantai.Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu terbuka (Chandra, 2007).Menurut Kepmenkes RI No. 829 (1999), kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut:

a. Suhu udara nyaman berkisar 18o-30o

b. Kelembaban udara berkisar antara 40%-70%. C.

c. Konsentrasi gas SO2 d. Pertukaran udara 5 kaki

tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam. 3

e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam /menit/penghuni.

2.2.3. Kelembaban

Kelembaban sangat penting bagi perkembangbiakan nyamuk.Kelembaban yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai untuk berkembangbiaknya nyamuk

Ae.aegypti. Penghuni rumah yang mempunyai kelembaban ruang keluarga lebih besar dari 70% berisiko terkena DBD dibandingkan penduduk yang tinggal pada perumahan yang memiliki kelembaban lebih kecil.Kelembaban merupakan sarana perkembangbiakan nyamuk Ae.aegypti. Kelembaban berhubungan dengan kepadatan


(46)

dan ventilasi.Kelembaban udara yang memenuhi syarat di dalam rumah berkisar antara 40-70% (Achmadi, 2007).

2.3. Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut disertai dengan manifestasi perdarahan bertendensi menimbulkan syok dan dapatmenyebabkan kematian, umumnya menyerang pada anak < 15 tahun, namun tidaktertutup kemungkinan menyerang orang dewasa. Tanda-tanda penyakit ini adalahdemam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu,gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda-tanda perdarahan di kulit (petechiae), lebam(echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, kesadaranmenurun atau renjatan (shock) (Depkes RI, 2003).

Menurut WHO dikenal penyakit Demam Dengue (DD), yaitu penyakit akutyang disebabkan oleh virus dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, sakit pada sendi,tulang dan otot.Sedangkan DBD ditunjukkan oleh 4 (empat) manifestasi klinis yangutama, demam tinggi, fenomena perdarahan, sering dengan hepatomegali, dan tanda-tandakegagalan sirkulasi darah (WHO, 1997).

2.3.1.Tanda dan Gejala Klinik

Menurut Soegijanto (2003) gejala klinik utama pada DBD adalah demam danmanifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji

torniquet.Gejala klinik :


(47)

2. Manifestasi perdarahan a. Uji torniquet positif

b. Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epistaksis,perdarahan gusi, hematemesis, melena.

3. Hepatomegali

4. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) ataunadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah.

Menurut Depkes RI (2003), secara klinis ditemukan demam, suhu tubuh padaumumnya antara 39°C–40°C menetap antara 5–7 hari, pada fase awal demamterdapat ruam yang tampak di muka leher dan dada. Selanjutnya pada fasepenyembuhan suhu turun dan timbul petekia yang menyeluruh pada tangan dan kaki.Perdarahan pada kulit pada DBD terbanyak dilakukan uji tourniquet

positif.Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO tahun 1997terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium.Penggunaan kriteria ini dimaksudkanuntuk mengurangi diagnosis yang tidak berhubungan dengan penyakit DBD (overdiagnosis).

1) Kriteria klinis tersebut seperti demam tinggi tanpa sebab yang jelas yangberlangsung 2–7 hari.Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandaidengan uji tourniquet positif, petechiae, echymosis, pupura, perdarahanmukosa, epitaksis, pendarahan gusi, hematemesis dan melena, pembesaranhati.Adanya syok yang


(48)

ditandai dengan nadi cepat dan lemah sertapenurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembabdan penderita tampak gelisah.

2) Kriteria laboratorium seperti trombositopenia 100.000 sel/ml atau kurangdan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan hemotokrit 20% atau lebih. Dua kriteria klinis ditambah peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosa klinis DBD.

WHO (1997) membagi derajat DBD dalam 4 (empat) tingkat, yaitu sebagai berikut:

Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet positif.

Derajat II: Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau pendarahan lain. Derajat III: Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dam lembut,

tekanan nadi menurun (≤ 20 mm Hg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.

Derajat IV: Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.

2.3.2 Mekanisme penularan

Faktor-faktor yang memegang peranan dalam penularan infeksi virus dengueyaitu manusia, vektor perantara dan lingkungan.Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Ae.aegypti. Nyamuk Aedes tersebut mengandungvirus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami


(49)

viremia.Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8–10hari (Extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transavaria transmition) namun peranannya tidak penting (Suroso, 2000).

Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infiektif). Dalam tubuh manusia virus memerlukan waktu tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period)

sebelum menimbulkan penyakit.Seseorang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit DBD.Virus dengue berada dalam darah selama 4–7 hari setelah 1 sampai 2 hari baru mulai demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Penularan ini dapat terjadi setiap nyamuk menusuk (menggigit), sebelum menghisap darah, nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan kepada orang lain (Depkes RI, 2004).

2.3.3. Tempat Potensial bagi Penularan Nyamuk DBD

Penularan nyamuk DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :


(50)

Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar yaitu :

1. Sekolah

Anak sekolah merupakan kelompok umur yang paling rentan untuk terserang penyakit DBD.

2. Puskesmas/rumah sakit dan unit pelayanan kesehatan lainnya orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita DBD, demam dengue (DD) atau carrier virus dengue.

3. Tempat-tempat umum lainnya :

a. Tempat-tempat perbelanjaan, pasar, restoran, hotel, bioskop dan tempat tempat ibadah.

b. Wilayah rawan DBD (endemis) c. Pemukiman baru di pinggir kota

Pada daerah ini penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah yang kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing daerah asal. (Depkes RI, 2005).

2.4. Nyamuk Penular DBD

Di Indonesia nyamuk penular (Vektor) penyakit DBD yang penting adalah

Ae.aegypti, Ae.albopictusdan Ae.scutelluris, tetapi sampai saat ini yang menjadi vektor utama penyakit DBD adalah Ae.aegypti(Soegijanto, 2003). Nyamuk


(51)

Ae.aegyptibetina suka bertelur di permukaan air pada dinding vertikel bagian dalamtempat-tempat yang berisi sedikit air, harus jernih dan terlindung dari cahayamatahari langsung. Tempat air yang dipilih adalah tempat air di dalam rumah dandekat rumah.Larva Ae.aegyptiumumnya ditemukan di drum, tempayan, tong atau bakmandi di rumah keluarga yang kurang diperhatikan kebersihannya. Besarnyakontainer dan lamanya air disimpan didalamnya mengakibatkan banyak nyamuk yangdapat berasal dari drum itu (Soeroso, 2000).

Tempat air yang tertutup lebih disukai oleh nyamuk betina sebagai tempatbertelur dibandingkan tempat air yang terbuka.Karena tutupnya jarang dipasangsecara baik dan jarang dibuka, ruang didalamnya relatif lebih gelap dibandingkantempat air yang terbuka. Telur Ae.aegyptiberwarna hitam seperti sarang tawon,diletakkan satu demi satu di permukaan atau sedikit di bawah permukaan air dalamjarak lebih kurang 2,5 cm dari dinding tempat perindukan. Telur dapat bertahansampai berbulan-bulan pada suhu -20C sampai 420C. Namun, bila kelembabanterlampau rendah, maka telur akan menetas dalam waktu 4 hari. Dalam keadaanoptimal, perkembangan telur sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung selamasekurang-kurangnya 9-10 hari.Telur yang dihasilkan kurang lebih 10-100 butir setiapkali bertelur dan biasanya pada interval 4-5 hari. Walaupun nyamuk betina berumurkira-kira 9-10 hari, waktu itu cukup bagi nyamuk untuk makan, bagi virus cukupuntuk berkembang biak dan selanjutnya menyebarkan virus ke manusia lain. Nyamukbetina dapat terbang sejauh 2 km, tetapi kemampuan normalnya adalah


(52)

kira-kira 40meter. Larva dan nyamuk dewasa banyak ditemukan sepanjang tahun di semua kota di Indonesia. Dari penyelidikan intensif selama 2 (dua) musim dalam setahun yang dilakukan di Jakarta, ternyata tidak terdapat pengaruh musim terhadap kepadatan nyamuk (Soedarmo, 1998).

2.4.1 Bionomik Vektor

Bionomik vektor adalah tempat perindukan (breeding place), kebiasaan menggigit (feeding habit), kebiasaan istirahat (resting habit) dan jarak terbang (flightrange) (Soedarmo, 1998). Menurut Soegijanto (2003), tempat perindukan utama adalah tempat-tempat penampungan air di dalam dan di sekitar rumah. Biasanya tidak melebihi jarak 500 (lima ratus) meter dari rumah. Nyamuk

Ae.aegyptitidak berkembang biak pada genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis-jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Ae.aegyptidapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Tempat Penampungan Air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tangki

reservoir, tempayan, bak mandi, WC, ember dan lain-lain.

b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).

c. Tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon, pelepah daun, tempurung kelapa, dan lain-lain.


(53)

Nyamuk Ae. aegyptidisebut black-white mosquito karena tubuhnya ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan diatas dasar hitam, yamuk ini sering disebut nyamuk rumah. Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk

Ae.aegyptimengalami metamorfosa sempurna melalui 4 tahap yaitu telur, larva, pupa dan dewasa.

Nyamuk dewasa 1-2 hari

Pupa Telur

(kepompong)

6-7 hari 1-2 hari

Jentik

Gambar 2. 1. Siklus Hidup Nyamuk Ae.aegypti

Setiap bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran 0,5–0,8 mm, permukaan poligonal, tidak memiliki alat pelampung, diletakkan satu per satu pada benda–benda yang terapung pada dinding bagian dalam tempat penampungan air yang berbatasan langsung dengan permukaan air. Jentik kecil berwarna transparan dengan corong pernafasan berwarna hitam (siphon) yang menetas dari telur dan akan tumbuh menjadi besar yang panjangnya 0,5–1 cm. Jentik akan selalu bergerak aktif


(54)

dalam air dengan gerakan berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara), kemudian turun kembali ke bawah dan seterusnya.

Pada waktu istirahat posisi hampir tegak lurus dengan permukaan air.Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air. Setelah 6-8 hari jentik akan berubah menjadi kepompong. Kepompong berbentuk koma, geraknya lamban dan sering berada di permukaan air. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk betina Ae.aegyptilebih menyukai darah manusia dari pada binatang (antropophilik). Darahnya diperlukan untuk mematangkan telur jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan sehingga dapat menetas.Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari.Jangka waktu tersebut satu siklus

gonotropik.

Nyamuk betina biasanya mencari mangsa pada siang hari dengan 2 (dua) puncak aktivitas yaitu pukul 09.00–10.00 dan pukul 16.00-17.00. Nyamuk

Ae.aegyptimempunyai kebiasaan menghisap berulang kali dalam satu siklus

gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.Tempat yang disenangi nyamuk untuk beristirahat selama menunggu waktu bertelur adalah tempat yang gelap, lembab, dan sedikit angin.Nyamuk biasanya hinggap di dalam rumah pada benda-benda yang bergantungan seperti pakaian, kelambu dan handuk.Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan ke tempat istirahat ditentukan oleh


(55)

kemampuan terbang nyamuk betina, yaitu rata-rata 40-100 meter.Namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kenderaan, nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh nyamuk dari penguapan oleh karena aktivitasnya, maka jarak terbang nyamuk terbatas, sehingga penyebarannya tidak jauh dari tempat perindukan, tempat mencari mangsa dan tempat istirahat, terutama di daerah yang padat penduduknya (Soeroso, 2000).

Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk

Ae.aegyptijuga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan olehinang, temperatur, kelembaban, kadar karbon dioksida (CO2) dan warna. Untuk jarakyang lebih jauh faktor bau memegang peranan penting bila dibandingkan denganfaktor lainnya.Kebiasaan istirahat lebih banyak di dalam rumah pada benda-bendayang tergantung, berwarna gelap dan tempat-tempat lain yang terlindung (Soegijanto,2003).

2.4.2. Ekologi

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara vektor dengan lingkungannya.Eksistensi nyamuk Ae.aegyptidipengaruhi oleh lingkunganfisik maupun lingkungan biologik. Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor penular penyakit DBD dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinyapenyakit DBD. Lingkungan fisik mempengaruhi eksistensi nyamuk antara lainketinggian tempat, curah hujan, temperatur dan kecepatan angin. Ketinggian 1000meter di atas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Ae.aegyptikarena


(56)

padaketinggian tersebut suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupannyamuk (Depkes RI, 1998).

a. Lingkungan fisik

Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, macam kontainer,ketinggian tempat dan iklim (Depkes RI, 1998).

1. Jarak antara rumah

Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumahlain, semakin dekat jarak antara rumah semakin mudah nyamuk menyebar kerumah sebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warnadinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumahtersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitianpenyakit menular membuktikan bahwa kondisi perumahan yang berdesak-desakandan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit.

2. Macam kontainer

Termasuk macam kontainer disini adalah jenis/bahan kontainer, letakkontainer, bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air mempengaruhi nyamuk dalam pemilihan tempat bertelur.

3. Ketinggian tempat

Pengaruh variasi ketinggian berpengaruh terhadap syarat-syarat ekologis yangdiperlukan oleh vektor penyakit di Indonesia nyamuk Ae.aegyptidan Ae.


(57)

albopictusdapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000 meter di ataspermukaan laut.

4. Iklim

Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri dari :suhu, udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin.

a. Suhu udara

Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenyamenurun atau bahkan berhenti bila suhunya turun sampai di bawah suhukritis.Pada suhu yang lebih tinggi dari 350C juga mengalami perubahandalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologis, rata-rata suhuoptimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 250C–270C. Pertumbuhannyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang 100C atau lebih dari400

b. Kelembaban nisbi

C.

Menurut Gobler dalam Depkes RI, (1998) umur nyamuk dipengaruhi olehkelembaban udara. Pada suhu 200C kelembaban nisbi 27% umur nyamukbetina 101 hari dan umur nyamuk jantan 35 hari, kelembaban nisbi 55%umur nyamuk betina 88 hari dan nyamuk jantan 50 hari. Pada kelembabankurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadivektor, karena tidak cukup waktu untuk perpindahan virus dari lambungkekelenjar ludah.


(58)

c. Kecepatan angin

Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada kelembaban dansuhu udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangannyamuk. Bila kecepatan angin 11-10 meter atau 25-31 mil/jam akanmenghambat penerbangan nyamuk.

d. Curah hujan

Hujan berpengaruh terhadap kelembaban nisbi.Kelembaban udara naikmaka tempat perindukan nyamuk juga bertambah banyak.Dari hasilpengamatan penderita DBD yang selama ini dilaporkan di Indonesiabahwa musim penularan DBD pada umumnya terjadi pada musimpenghujan (Soeroso, 2000).

2.4.3 Pengamatan Kepadatan Vektor

Untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survei yang dipilih secara acak yang meliputi survei nyamuk, survei jentik, dan survey perangkap telur. Survei jentik dilakukan dengan cara pemeriksaan terhadap semua tempat air di dalam dan di luar rumah dari 100 (seratus) rumah yang diperiksa di suatu daerah dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik. Dalam pelaksanaan survai ada 2 (dua) metode yang meliputi : (Depkes RI, 1998)

1) Metode Single Survai

Survei ini dilakukan dengan mengambil satu jentik disetiap tempat genangan air yang ditemukan ada jentiknya untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut jenis jentiknya.


(59)

2) Metode Visual

Survei ini dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa melakukan pengambilan jentik. Dalam program pemberantasan penyakit DBD, survei jentik yang biasa digunakan adalah cara visual dan ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik yaitu :

a. Angka Bebas Jentik (ABJ)

Angka Bebas Jentik adalah persentase pemeriksaan jentik yang dilakukan di semua desa/kelurahan setiap 3 (tiga) bulan oleh petugas puskesmas pada rumah– rumah penduduk yang diperiksa secara acak.

Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik

x 100% Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

b. House Indeks (HI)

House Indeks (HI) adalah persentase jumlah rumah yang ditemukan jentik yang dilakukan di semua desa/kelurahan oleh petugas puskesmas setiap 3 (tiga) bulan pada rumah-rumah yang diperiksa secara acak.

Jumlah rumah yang ditemukan jentik

x 100% Jumlah rumah yang diperiksa


(60)

c. Container Indeks (CI)

Container Indeks (CI) adalah persentase pemeriksaan jumlah container yang diperiksa ditemukan jentik pada container di rumah penduduk yang dipilih secara acak.

Jumlah Container ditemukan jentik

x 100% Jumlah container yang diperiksa

d. Breteau Indeks (BI)

Jumlah container yang terdapat jentik dalam 100 rumah.Angka Bebas Jentik dan

House Index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk di suatu daerah.Tidak ada teori yang pasti Angka Bebas Jentik dan House Index yang dipakai sebagai standard, hanya berdasarkan kesepakatan, disepakati House Index

minimal 1% yang berarti persentase rumah yang diperiksa jentiknya positif tidak boleh melebihi 1% atau 99% rumah yang diperiksa jentiknya harus negatif. Ukuran tersebut digunakan sebagai indikator keberhasilan pengendalian nyamuk penularan DBD (Depkes RI, 1998).

2.5. Upaya Penanggulangan DBD 2.5.1. Penemuan Penderita

Selama hampir dua abad, penyakit dengue digolongkan sejajar dengandemam, pilek atau diare.Penyakit ini dianggap sebagai penyesuaian diriseseorang terhadap iklim tropis. Tetapi, hal ini berubah sejak timbulnya wabahdemam dengue di Manila pada tahun 1953-1954, yang disertai renjatan (shock)dan perdarahan gastrointestinal


(61)

yang berakhir dengan kematian penderita,menyebabkan pandangan ini berubah (Soedarmo, 1988).Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejalanya tidak spesifik.Olehkarena itu masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat tanda/gejalayang mungkin merupakan awal perjalanan penyakit DBD (Depkes RI, 1992).

Apabila keluarga/masyarakat menemukan tanda/gejala di atas, maka penderitasegera diberi obat penurun panas golongan parasetamol. Beri kompres hangat danminum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit dan lain-lain. Jika dalam dua haripanas tidak turun atau timbul tanda/gejala lanjut seperti perdarahan kulit (sepertigigitan nyamuk), muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera dibawaberobat ke dokter atau ke unit pelayanan kesehatan (Puskesmas, RS) atau saranapelayanan kesehatan lain untuk segera mendapat pemeriksaan dan pertolongan(Depkes RI, 2006).Dokter atau petugas kesehatan yang menentukan penderita DBD maka wajibdilaporkan dalam 1 kali 24 jam ke Puskesmas sesuai dengan tempat tinggalpenderita. Pelaporan resmi dilakukan dengan jalan mengirim formulirpemeriksaan spesimen DBD atau tanpa spesimennya kepada Dinas KesehatanKabupaten/Kota setempat.Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun1984 (Depkes RI, 1992).

Penanggulangan seperlunya adalah kegiatan untuk mencegah atau membatasipenularan penyakit DBD di rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnyayang diperkirakan dapat menjadi sumber penularan lebih lanjut.Jenis


(62)

kegiatan yang dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologisebagai berikut (Depkes RI, 1992):

a. Bila ditemukan penderita/tersangka DBD lainnya atau ditemukan satu ataulebih penderita panas tanpa sebab yang jelas dan ditemukan jentik, dilakukanpenyemprotan (fogging focus) di rumah penderita dan sekitarnya dalam radius200 meter, 2 siklus dengan interval 1 minggu (siklus 1 untuk mematikannyamuk Ae. aegypti yang ada dan siklus II untuk mematikan nyamuk

Ae.aegypti pada siklus 1 belum menjadi nyamuk atau masih berstadium pupa),penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk Pemberantasan SarangNyamuk.

b. Bila ditemukan penderita tetapi tidak ditemukan jentik, dilakukanpenggerakan masyarakat PSN dan penyuluhan.

c. Bila tidak ditemukan penderita dan tidak ditemukan jentik dilakukanpenyuluhan terhadap masyarakat.Penanggulangan lain yang dilakukan di desa/kelurahan rawan dilaksanakanoleh petugas kesehatan dibantu masyarakat untuk mencegah terjadinya KLB danmembatasi penyebaran penyakit ke wilayah lain. Jenis kegiatan disesuaikandengan stratifikasi daerah rawan sebagai berikut (Soegijanto, 2004).

1. Desa/kelurahan rawan I (endemis) yaitu apabila dalam tiga tahun terakhir setiaptahun terjangkit DBD maka dilakukan:


(63)

a. Penyemprotan massal sebelum musim penularan, yaitu penyemprotan yangdilakukan di sebagian atau di seluruh wilayah Desa/Kelurahan rawan Isebelum masa penularan untuk membatasi penularan dan mencegah KLB. b. Pemeriksaan jentik berkala di rumah dan di tempat umum yaitu

pemeriksaantempat-tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk Ae. Aegypti yang dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur sekurang-kurangnyatiga bulan sekali untuk mengetahui populasi jentik nyamuk penularDBD dengan menggunakan indikator Angka Bebas Jentik (ABJ).

c. Penyuluhan pada masyarakat.

2. Desa/kelurahan rawan II (sporadis) yaitu apabila dalam tiga tahun terakhirterjangkit DBD tetapi tidak setiap tahun maka dilakukan:

a. Pemeriksaan jentik berkala. b. Penyuluhan pada masyarakat.

3. Desa/Kelurahan rawan III (potensial) yaitu apabila dalam tiga tahun terakhirtidak pernah terjangkit penyakit DBD tetapi penduduknya padat, mempunyaihubungan transportasi yang ramai dengan wilayah lain dan persentase ditemukanjentik lebih dari 5%, maka dilakukan:

a. Pemeriksaan Jentik Berkala di rumah dan tempat umum akan tetapipemeriksaan di rumah di lakukan jika ada Desa/Kelurahan rawan I atau IIdi kecamatan yang sama.


(64)

4. Desa/Kelurahan bebas yaitu desa/kelurahan yang tidak pernah terjangkit DBD,dan ketinggian lebih dari 1000 meter dari permukaan laut atau yangketinggiannya kurang dari 1000 meter tetapi persentase rumah yang ditemukanjentik kurang dari 5% maka dilakukan:

a. Pemeriksaan jentik berkala di tempat umum. b. Penyuluhan kepada masyarakat.

2.5.2. Penataan Lingkungan

Penataan lingkungan meliputi berbagai perubahan yang menyangkutupaya pencegahan atau mengurangi perkembangbiakan vektor sehinggamengurangi kontak antara vektor dengan manusia adalah dengan melakukanpemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasitempat perkembangbiakan buatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Pencegahan perkembangbiakan nyamuk penyebab DBD adalah dengancara modifikasi lingkungan yaitu (Depkes RI, 2003).

1. Perbaikan saluran air: apabila aliran sumber air tidak memadai dan hanyatersedia sedikit, maka harus diperhatikan kondisi penyimpanan air tersebutpada berbagai jenis wadah karena hal tersebut dapat meningkatkanperkembangbiakan Ae.aegypti. 2. Talang air/tangki air bawah tanah atau sumber air bawah tanah anti

nyamuk:perindukan jentik Ae.aegyptitermasuk di talang air/tangki air bawah tanahbangunan dari batu (masonary), saluran pipa air, maka strukturnya


(65)

harusdibuat anti nyamuk.Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2003).

a. Mengeringkan instalasi penampungan air: genangan air/kebocoran di ruangberdinding batu, pipa penyaluran, katup, katup pintu air, kotak keran hidran,meteran air dan lain-lain, akan dapat menampung air dan menjadi tempatperindukan jentik Ae.aegyptibila tidak dirawat.

b. Tempat penampungan air di lingkungan rumah tangga: sumber utamaperkembangbiakan Ae. aegyptisebagian besar adalah wadah-wadahpenampungan air untuk keperluan rumah tangga, termasuk wadah darikeramik, tanah liat dan bak semen, galon dan wadah-wadah yang lebih kecilsebagai penampungan air bersih atau hujan. Wadah penampungan air harusditutup dengan penutup rapat atau kasa.

c. Vas bunga dan perangkap semut: merupakan sumberperkembangbiakan

Ae.aegyptiyang banyak dijumpai. Semua harus dilubangisebagai lubang pengeringan.Untuk vas bunga dapat diberi campuran pasir danair.Jambangan bunga dari kuningan, bukan merupakan tempat perindukanlarva yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti wadah dari kaca.Perangkap semut dapat dibubuhi garam atau minyak.

d. Diwadah tertentu lainnya: alat pendingin air, wadah kondensasi air di bawah kulkas, dan pendingin ruangan harus secara teratur diperiksa, dikeringkan dandibersihkan.


(66)

e. Pembuangan sampah padat: sampah padat seperti kaleng, botol, ember atausejenisnya yang tersebar di sekitar rumah harus dipindahkan dan dikuburdi dalam tanah.

f. Pembuangan ban: ban bekas merupakan tempat perkembangbiakan utamaAedes. Ban dapat didaur ulang untuk menghasilkan barang-barang.

g. Mengisi lubang pagar: pagar atau pembatas pagar yang terbuat dari tanamanberlubang seperti bambu harus dipotong pada ruasnya dan pagar beton harusdipenuhi dengan pasir, pecahan gelas, atau semen untuk mengurangiperindukan Aedes.

h. Botol, kaca dan kaleng, semuanya merupakan wadah penampung air yangharus dikubur di dalam tanah atau dihancurkan dan didaur-ulang untukkeperluan industri.Pengawasan kualitas lingkungan adalah cara pemberantasan vektor DBDmelalui pengawasan kebersihan lingkungan oleh masyarakat. Cara ini bertujuanuntuk menghilangkan tempat perindukan nyamuk Ae.aegyptidari daerahpemukiman penduduk. Kegiatan yang dilakukan adalah: (1) Pengawasankebersihan lingkungan disetiap rumah termasuk sekolah, tempat-tempat umum(TTU) dan tempat-tempat-tempat-tempat industri (TTI) oleh masyarakat seminggu sekali, (2)Penyuluhan kebersihan lingkungan dan penggerakan masyarakat dalamkebersihan lingkungan dan melaluigotong royong secara berkala, (3) Pemantauan kualitas menggunakan indikator kebersihan dan indeks vektor DBD (Chahaya, 2003).


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Ada pengaruh yang signifikan antara sampah terhadap kejadian DBD. Pengaruh tersebut berpeluang untuk terjadinya DBD sebesar 7,6 kali yang disebabkan dari keadaan sampah yang tidak memenuhi syarat.

2. Ada pengaruh yang signifikan antara saluran pembuangan air limbah terhadap kejadian DBD. Pengaruh tersebut berpeluang untuk terjadinya DBD sebesar sebesar 0,03 kali yang disebabkan dari saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat.

3. Ada pengaruh yang signifikan antara tempat perindukan nyamuk terhadap kejadian DBD. Pengaruh tersebut berpeluang untuk terjadinya DBD sebesar 27,12 kali yang disebabkan dari tempat perindukan nyamuk yang mempunyai jentik.

4. Ada pengaruh yang signifikan antara pencahayan terhadap kejadian DBD. Pengaruh tersebut berpeluang untuk terjadinya DBD sebesar 0,15 kali yang disebabkan dari pencahayaan yang tidak memenuhi syarat.

5. Ada pengaruh yang signifikan antara kelembaban terhadap kejadian DBD. Pengaruh tersebut berpeluang untuk terjadinya DBD sebesar 0,04 kali yang disebabkan dari kelembaban yang tidak memenuhi syarat.


(2)

6. Ada pengaruh yang signifikan antara ventilasi terhadap kejadian DBD. Pengaruh tersebut berpeluang untuk terjadinya DBD sebesar 0,02 kali yang disebabkan dari ventilasi yang tidak memenuhi syarat.

7. Pengaruh yang paling dominan terhadap kejadian DBD di DAS yaitu tempat perindukan nyamuk dimana peluang tersebut (Exp B) sebesar 27,12 kali di banding dengan variabel yang lain.

6.2. Saran

1. Kepada masyarakat yang tinggal di DAS diharapkan agar ikut berperan serta dalam menjaga kebersihan lingkungan di sekitar badan air, agar kualitas air dan lingkungan badan air tetap baik dan terpelihara.

2. Untuk menghindari terjadinya kejadian DBD diharapkan kepada masyarakat yang tinggal di DAS agar meniadakan keberadaan jentik nyamuk pada tempat penampungan air baik di dalam dan di luar rumah, dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk dan selalu menjaga kebersihan lingkungan

3. Kepada Pemko Medan agar menyediakan fasilitas sanitasi kepada masyarakat yang ada di daerah aliran sungai, seperti :menyediakantempat penampungan sampah, membuat saluran pembuangan limbah kota sehingga masyarakat tidakmembuang limbahnya ke sungai.

4. Kepada pihak Kecamatan yang ada di DAS agar dapat menggerakkan masyarakat untuk melakukan gotong royong secara rutin demi terciptanya kebersihan lingkun gan dan terhindar dari penyakit.


(3)

4. Kepada masyarat yang peduli terhadap lingkungan agar dapat membentuk suatu kelembagaan forum yang utuh tentang pengelolaan DAS yang benar-benar mempunyai aksi nyata di lapangan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar A, 2003,. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. PT Mutiara Sumber Widiya, Jakarta

Azman N, 2009,. Penyakit-Penyakit Yang Dapat Menimbulkan PHEIC, Bulletin KKP Kelas I Medan, Volume 1 Tahun 2009, Medan

Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2010, Medan Dalam Angka, Medan

Budiarto E, Anggraeni D, 2001,. Pengantar Epdemiologi Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001, Jakarta.

Chahaya, I, 2003, Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia, Digitized by USU Digital Library, Medan.

Chandra, B, 2007,. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Buku EGC, Jakarta

Depkes RI, 1992, Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular danPelaporan DBD, Ditjen PPM & PLP Depkes RI, Jakarta.

________, 1998, Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular DBD, Jakarta. ________, 1999, Rencana pembangunan kesehatan 2010, Jakarta

________, 1999, Persyaratan Kesehatan Lingkungan Perumahan dan Pemukiman, Jakarta

________, 2003, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue, Ditjen PPM & PLP, Jakarta.

________, 2003, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue, Ditjen PPM & PLP, Jakarta.

________, 2004, Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Jakarta.

________,2004c. Kebijakan Program P-2 DBD dan Situasi Terkini DBD di Indonesia. Dirjen PPM & PL Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.


(5)

Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2010, Profil Kesehatan Sumatera Utara, SUMUT. Dinkes Kota Medan, 2010, Profil Kesehatan Kota Medan

Dinas Kependudukan Kota Medan, 2010, Profil Kependudukan Kota Medan

Dinkes Provinsi Sulawesi Utara, 2011, Hubungan sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Di Daerah Pesisir, http://www.risbinkes.litbang.depkes.go.id. Diakses pada November 2011

Entjang, I, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT Cipta Aditiya Bakti, Bandung Fauziah, 2009,. Pengaruh Partisipasi Ibu Rumah Tangga dan Peran Petugas Dalam

Upaya Pencapaian Program Pemberantasan Sarang Nyamukdi Wialayah Kerja Puskesmas Tegal Sari Kecamatan Medan Denai, Tesis USU, 2009.

Karmila, 2009, Peran Keluarga Dan Petugas Puskesmas Terhadap Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Perumnas Helvetia Medan Tahun 2009, Tesis, USU

Notoadmodjo S,2003, Pendidikan dan perilaku Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta. ________, 2005, Metedologi penelitian kesehatan , PT. Rineka Cipta, Jakarta

________, 2005, Promosi Kesehatan dan Aplikasi, PT. Rineka Cipta, Jakarta

Pansimas, 2011, perilaku hidup bersih dan sehat dan berbasis lingkungan,

Soedarmo, S, 1998. DBD Pada Anak, Penerbit UI Press, Jakarta

Soeroso, T, 2000, Perkembangan DBD, Epidemiologi dan Pemberantasannya di Indonesia, Jakarta

Slamet, S,j, 2000, Kesehatan lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Soemirat, 2002, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta

Soegijanto, S, 2003, Demam Berdarah Dengue, Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003, Airlangga University Press, Surabaya


(6)

Soedjadi keman, 2005, Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman, Jurnal Kesling FKM Universitas Airlangga, Surabaya

Tim Teknis Pembangunan Sanitasi, 2010, Tujuh Sarat Membuat Jamban Sehat tanggal 2 agustus 2011

USU, 2011, Daerah Aliran Sungai, http://www.Respiratory.ac.id. Diakses pada November 2011

World Health Organization, 1997, Dengue H.F. Diagnosis Treatment and Control, 2n Edition, Geneva.

________, 2000, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Terjemahan dari WHO regional Publication SEARO No. 29: Prevention Control of dengue and Dengue Haemorrhagic Fever, Depkes RI, Jakarta.