Percampuran Vertikal Dan Gaya Pembangkit Turbulensi Di Selat Makassar

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul
Percampuran Vertikal dan Gaya Pembangkit Turbulensi di Selat
Makassar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari
penulis
lain
telah
disebutkan
dalam
teks
dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis
saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016


Dahlia Prihatini
NIM C551130261

RINGKASAN
DAHLIA PRIHATINI. Percampuran Vertikal dan Gaya Pembangkit
Turbulensi di Selat Makassar. Dibimbing oleh MULIA PURBA dan
YULI NAULITA
Selat Makassar merupakan salah satu jalur masuk utama
Arlindo yang membawa massa air dari Samudra Pasifik ke
Samudra
Hindia.
Penelitian
mengenai
sebaran
spasial
turbulensi vertikal serta gaya-gaya pembangkitnya belum
banyak dilakukan pada keseluruhan area di Selat Makassar.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari distribusi
spasial turbulensi vertikal dengan parameter energi kinetik
disipasi turbulen ( ) dan diffusivitas vertikal (�� ), serta

untuk menganalisis gaya pembangkit turbulensi vertikal di
keseluruhan area Selat Makassar. Data hidrografi massa air
didapat dari alat CTD, serta SADCP yang diperoleh dari
pelayaran Ekspedisi Widya Nusantara (EWIN) pada 3-22 Juni
2013.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan
menghitung
Skala
Thorpe.
Selanjutnya
untuk
memvalidasi hasil dari metode skala Thorpe, diakukan tes
water-mass dari GK test. Nilai
dan �� yang didapat dari
hasil perhitungan skala Thorpe, selanjutnya akan dihubungkan
dengan gradien vertikal kecepatan arus dan gesekan angin di
lapisan tercampur. Kondisi stabilitas massa air dilihat
dengan menghitung nilai Richardson Number �� dan Bouyancy
frequency

Kesamaan pola antara pasut permukaan dengan
pola kontur menegak garis isopycnal dilihat untuk mengetahui
hubungan antara turbulensi vertikal dan gelombang internal
di lapisan termoklin. Topografi dasar Selat Makassar juga
dianalisa untuk mengetahui pengaruhnya khususnya bagi
pengadukan di dekat dasar perairan.
Lapisan tercampur, termoklin dan lapisan dalam Selat
Makassar memiliki turbulensi vertikal yang relatif lebih
intensif pada sisi Utara dengan nilai �� berkisar pada orde
[0(10-4 - 10-1) m2s-1] dibandingkan sisi selatannya � [0(10-6 10-4) m2s-1]. Turbulensi vertikal di lapisan tercampur
kemungkinan besar disebabkan oleh gradien vertikal kecepatan
arus, dimana nilai �� yang sebagian besar bernilai kurang
dari nilai kritisnya. Selain itu tekanan angin di bagian
Selatan dan tengah Selat Makassar juga berpengaruh besar
terhadap
turbulensi
vertikal di
lapisan
tercampur.
Turbulensi vertikal di lapisan termoklin untuk transek

Barat-Timur lebih intensif terjadi di sisi Timur. Hal ini
bisa dilihat dengan terdapatnya turbulensi vertikal hampir
pada semua stasiun di sisi Timur Selat Makassar dengan nilai
�� [0(10-3 - 10-2) m2s-1]. Turbulensi vertikal juga ditemukan
pada area dimana terdapat eddy, yaitu di sisi Barat dan
Timur selat dengan nilai �� yang relatif menengah sampai
besar. Selain itu Turbulensi vertikal yang relatif besar

dengan nilai �� lebih dari 10-4 m2s-1 terdapat di Kanal Labani
pada kedalaman sekitar 350-400 m. Beberapa kontur menegak
densitas pada lapisan ini memiliki kesamaan pola dengan
pasut permukaan.
Turbulensi vertikal di lapisan dalam pada transek
barat-timur lebih intensif pada area yang dekat dengan
dinding dan dasar selat, dimana baik sisi Barat maupun Timur
selat sama-nama memiliki beberapa turbulensi vertikal dengan
orde yang relatif besar dengan nilai �� [0(10-4 - 10-1) m2s-1].
Turbulensi vertikal yang lebih intensif di lapisan dalam
kemungkinan besar disebabkan oleh kekasaran topografi dasar
perairan dan kemiringan dinding (slope) Selat Makassar.

Kata kunci : Gradien vertikal kecepatan arus, Skala Thorpe,
Selat Makassar, Turbulensi vertikal,

SUMMARY
DAHLIA PRIHATINI. Vertical Turbulent and the Forcing
Mechanism at Makassar Strait. Supervised by MULIA PURBA and
YULI NAULITA
Makassar strait as the main entrance of the Indonesian
Throughflow (ITF) known carry
Pacific Ocean water-mass to
Indian Ocean. Research on spatial distribution of vertical
turbulence in the entire Makassar strait area and the forces
that trigger it still rarely done. The
purpose of this
research is to study the spatial distribution of the
vertical turbulence parameter i.e. turbulent kinetic energy
dissipation ( ) and the vertical diffusivity (�� ), and to
analyze the forces that trigger the turbulent in the entire
Makassar strait area. Water mass hydrographic data were
obtained from Widya Nusantara Expedition (EWIN) cruise on 3

to 22 June 2013 that collected CTD and SADCP data was used
in this research.
Thorpe scale method was used in this research. Watermass test of GK test was applied on the data to validated
the result from Thorpe scale method. The values of
dan ��
obtained from Thorpe Scale calculation were correlated to
current shear and windstress. Vertically stable condition of
water-mass was investigated by calculating the Richardson
Number �� and Bouyancy frequency
The similarity pattern
between the tidal surface and the isopycnal contour at
thermocline layer were analized to knows the correlation
between vertical turbulent and internal tide. Bottom
topography was also analized to discover the cause of deep
layer vertical turbulent.
Mixed layer, thermocline, and deep layer in Makassar
Strait has more intensive vertical turbulence on the north
side with �� values of [0(10-4 - 10-1) m2s-1] than the south
side with �� values of [0(10-6 - 10-4) m2s-1]. Vertical
turbulence in the mixed layer is most likely caused by the

current shear, where the value of �� are mostly less than
the critical value. Besides that windstress at southern part
of Makassar Strait and middle part also affected vertical
turbulent at mix layer. Vertical turbulence in the
thermocline layer at west-east transect is more intensified
in the eastern side of the strait. This can be seen by the
existance of vertical turbulent in almost of all station in
the eastern side of Makassar Strait with relatively high
order of �� [0(10-3 - 10-2) m2s-1]. Vertical turbulent are also
found at the area where eddies exist, i.e at west side and
east side of the strait with relatively medium to high ��
values. Beside that, vertical turbulent with relatively high
value of �� of more than 10-4 m2s-1 are also found at Labani
Channel at the depth of 350-400 m. Some of vertical density
contour at thermocline layer has a similar pattern to the
surface tide.

Vertical
turbulent
at

deep
layers
in
east-west
transects more intensively in the area close to the slope
and bottom of the strait, where both the western and eastern
sides of the strait have some vertical turbulence with
relatively high values of �� [0(10-4 - 10-1) m2s-1]. More
intensive vertical turbulence in the depp layer is most
likely due to topography roughness of the sea floor and the
slope of Makassar Strait.
Keywords: Current shear, Makassar Strait, Thorpe Scale,
Vertical turbulence

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini
tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan
hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PERCAMPURAN VERTIKAL DAN GAYA PEMBANGKIT
TURBULENSI DI SELAT MAKASSAR

DAHLIA PRIHATINI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :
Dr Ir Agus S Atmadipoera, DESS

Judul Tesis
Nama
NIM

: Percampuran Vertikal dan Gaya Pembangkit
Turbulensi di Selat Makassar
: Dahlia Prihatini
: C551130261

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Mulia Purba, MSc
Ketua

Dr Ir Yuli Naulita, Msi

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Neviaty P Zamani, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian :7 September 2016

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji
dan
syukur
penulis
panjatkan
kepada
Allah
subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya
ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini
adalah mengenai pengadukan massa air di laut, dengan judul
Percampuran Vertikal dan Gaya Pembangkit Turbulensi di Selat
Makassar.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir
Mulia Purba MSc dan Ibu Dr Ir Yuli Naulita Msi selaku
pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan dalam
penelitan ini. Selain itu, ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Adi Purwandana Spi Msi dari Departemen
Oceanografy Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) selaku
pembimbing lapang dan atas kesediaannya menyediakan data
hidrografi massa air di Selat Makassar. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga,
sahabat dan teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

Dahlia Prihatini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

Viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis

1
1
3
3
3
3

2 METODOLOGI
Data, Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengolahan Data
Metode Analisis Data

5
5
6
8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Stabilitas Statis Massa air
Estimasi Skala Thorpe
Validasi Hasil Skala Thorpe
Distribusi Spasial Parameter Turbulensi Vertikal
Gaya Pembangkit Turbulensi Vertikal

13
13
16
23
24
30

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

46
46
46

DAFTAR PUSTAKA

47

LAMPIRAN

52

RIWAYAT HIDUP

54

DAFTAR TABEL
1

Pra-pemrosesan data CTD
lunak SBE Data Processing

menggunakan

perangkat
7

DAFTAR GAMBAR
1

2

3

4

5

6

7

8

9

Diagram
perumusan
masalah
dan
tahapan
penyelesaiannya serta langkah-langkah pengolahan
data
Posisi
stasiun
(titik
biru)
yang
ditumpangtindihkan dengan topografi dasar di
Selat Makassar. Garis hijau adalah lintasan KR
Baruna Jaya VIII dan perekaman data arus dari
SADCP.
Lokasi
pengambilan
data
pasut/angin
ditandai oleh rectangle/cross. Skala warna di
sebelah
kanan
peta
menyatakan
ketinggian
topografi dengan titik acuan permukaan bumi
(titik 0)
Contoh Thorpe displacement. Massa air dengan
densitas yang lebih besar (25,8043 kgm-3 dan
25,8055 kgm-3) berada pada kedalaman yang lebih
dangkal (223 m dan 228 m), sedangkan massa air
dengan densitas yang lebih kecil (25,8034 kgm-3
dan 25,8044 kgm-3) berada pada kedalaman yang
lebih dalam (226 m dan 230 m). Td pada gambar di
atas masing-masing 4 m dan 3 m
Ilustrasi perbandingan kemiringan dasar perairan
dengan kemiringan arah penjalaran internal tide.
Turbulen akan dihasilkan jika α/s mendekati nilai
1 (Kunze dan Smith 2003)
Profil menegak
(Bouyancy frequency) dan suhu
potensial rata-rata di Selat Makassar dari
permukaan sampai dekat dasar perairan (a) dan di
lapisan tercampur (10-100 m) (b) serta Nilai ��
pada lapisan tercampur yang sebagian besar
bernilai kurang dari 0,25 (c)
Td di lapisan tercampur (a), lapisan termoklin
(b) dan lapisan dalam (c) yang sudah lolos watermass test pada transek utara-selatan di Selat
Makassar
Td di lapisan tercampur di Selat Makassar pada
transek 2 (a), 3 (b), 4 (c), 5 (d) dan 6 (e) yang
sudah lulus water-mass test
Td di lapisan termoklin di Selat Makassar pada
transek 2 (a), 3 (b), 4 (c), 5 (d) dan 6 (e) yang
sudah lulus water-mass test
Td di lapisan dalam di Selat Makassar pada
transek 2 (a), 3 (b), 4 (c), 5 (d) dan 6 (e) yang
sudah lulus water-mass test

4

5

9

13

15

17

20

21

22

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

Skala Thorpe yang belum (a) dan sudah lulus
sortir water-mass test (b), inversi densitasnya
(c) dan diagram T-S untuk kotak 1 (d) dan kotak 2
(e) pada stasiun 11
Sebaran spasial turbulensi vertikal di Selat
Makassar
pada
lapisan
permukaan.
Stasiun
penelitian (titik merah) yang dilingkari biru
adalah yang memiliki nilai diffusivitas vertikal

10-4 m2s-1 (d)
Sebaran spasial turbulensi vertikal di Selat
Makassar
pada
lapisan
thermoklin.
Stasiun
penelitian (titik merah) yang dilingkari biru
adalah yang memiliki nilai diffusivitas vertikal

(m2s-1) 10-5 (a), 10-4 (b) dan >10-4 (c)
Sebaran spasial turbulensi vertikal di Selat
Makassar pada lapisan dalam. Turbulensi vertikal
dengan nilai diffusivitas vertikal (m2s-1) 10-4 terdapat hampir di semua
stasiun penelitian (titik merah dalam lingkaran
biru) kecuali stasiun 8
Gradien
vertikal
kecepatan
arus
yang
ditumpangtindihkan dengan �� di transek 1 (a) dan
transek 9 (b). Skala di kanan adalah nilai
Posisi
transek
dapat
dilihat
di
Log10(�� ).
sebelah kanan bawah Gambar
Nilai �� pada koordinat (S2,N2) pada lapisan
tercampur di transek 1 (a),2 (b), 3 (c), 4 (d), 5
(e) dan 6 (f) dengan skala di kanan adalah nilai
dissipasi turbulen ( )
Shear arus (ms-1) yang ditumpangtindihkan dengan
�� di transek 2 (a), 3 (b), 4(c), 5 (d), 6(e) dan
9 (e). Posisi transek dapat dilihat di sebelah
kanan bawah
Nilai �� maksimum dan minimum (a) serta pola
tekanan angin (b) untuk tiga lokasi di Selat
Makassar
Stickplot arah dan kecepatan angin U10 di atas
Selat Makassar pada tanggal 7 (a), 13 (b dan c)
dan 15 (d) Juni 2013. Skala di kanan bawah adalah
topografi dasar perairan
Kontur densitas potensial yang ditumpangtindihkan
dengan nilai log10(�� ) di lapisan termoklin pada
transek 1 dan 2 (a), 3 dan 4 (b) serta 5 dan 6
(c). Lokasi stasiun pasut : Donggala
Korelasi silang antara log10(Aint) dan log10(�� )
di transek 1 (a), 2 (b), 3 (c), 4 (d), 5 (e) dan
6 (f)
Sebaran
spasial
turbulensi
vertikal
untuk
parameter �� beserta topografi dasar pada transek
1 (a), 7 (b), 8 (c) dan 9 (d)

23

26

28

30

32

33

35

36

37

40

41

44

22

Sebaran
spasial
turbulensi
vertikal
untuk
parameter �� beserta topografi dasar pada transek
2 (a), 3 (b), 4 (c), 5 (d) dan 6 (e)

45

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Spesifikasi alat CTD SBE 911plus
Metadata perekaman data CTD

52
53

1

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengetahuan tentang turbulensi dan pengaruhnya di laut,
penting dalam memahami dinamika lautan, transfer bahang dan
dalam membangun model yang dapat memprediksi perubahan laut
serta bagaimana laut berinteraksi dengan atmosfer. Salah
satu pengaruh proses turbulensi di perairan Indonesia adalah
mengubah karakteristik massa air Samudera Pasifik yang
melalui perairan dalam Indonesia menjadi massa air dengan
karakteristik yang berbeda ketika keluar ke Samudera Hindia
(Hatayama et al. 1996, Hatayama 2004, Ffield dan Gordon
1996, Koch-Larrouy et al. 2015, Horhoruw et al. 2016). Massa
air yang mengalir dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia
mengalami
transformasi
ketika
melalui
perairan
dalam
Indonesia, dalam hal ini adalah Selat Makassar. Massa air
dari Samudra Pasifik memiliki karakter suhu yang relatif
lebih rendah dan salinitas yang lebih tinggi, dimana ketika
memasuki Samudra Hindia suhunya mengalami peningkatan
sedangkan salinitasnya mengalami penurunan. Struktur massa
air Arlindo Selat Makassar dicirikan oleh dominasi massa air
termoklin bersalinitas maksimum yang berasal dari Pasifik
Utara (Horhoruw et al. 2016).
Dalam mempelajari turbulensi di lautan, telah banyak
dilakukan pengamatan secara langsung dengan menggunakan alat
microstruktur profiler dan metode tidak langsung dengan
menggunakan data CTD (Conductivity Temperature Depth).
Instrumen CTD sudah umum dipergunakan pada penelitian penelitian kelautan sehingga data CTD sudah banyak tersedia
dan lebih mudah diperoleh.
Menurut Thorpe (2005), turbulensi adalah pergerakan
yang bersifat energetik, rotasional dan eddies dari suatu
paket fluida dan bisa menyebabkan terjadinya transfer
momentum dan bahang. Percampuran turbulen bisa terjadi di
lapisan permukaan, lapisan termoklin maupun lapisan dalam.
Turbulen di lapisan permukaan biasanya disebabkan oleh
gesekan angin (windstress) (Thomson dan Fine 2003, Grant dan
Belcher 2011). Turbulen di lapisan termoklin biasanya
disebabkan oleh internal wave breaking atau pecahnya
gelombang internal (Klymak et al. 2010, Bruno et al. 2006,
Sun dan Kunze 1998, Nash et al. 2004, Moum et al. 2003).
Pecahnya gelombang internal ini akan menyebabkan pengadukan
di kolom air antara massa air di lapisan tercampur dan massa
air di bawah lapisan termoklin atau lapisan dalam.
Turbulensi di lapisan dalam atau di dekat dasar perairan
biasanya disebabkan oleh topografi dasar perairan tersebut
(Kunze dan Smith 2004, Legg dan Klymak 2008, Nash et al.
2007,
Naulita
2014).
Selain
itu,
faktor
lain
yang
menyebabkan terjadinya turbulensi vertikal adalah pergerakan
arus. Perbedaan kecepatan arus pada setiap level kedalaman

2
akan menghasilkan gradien vertikal kecepatan arus atau shear
arus. Shear arus ini selanjutnya bisa menyediakan energi
yang dibutuhkan untuk memulai proses terjadinya turbulensi
vertikal di seluruh lapisan perairan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hatayama (2004) dan
Purwandana (2014) masing-masing di Dewakang sill dan kanal
Labani
menemukan
keberadaan
turbulensi
vertikal
yang
berasosiasi dengan internal wave. Selain itu berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Suteja (2011) di Selat
Ombai juga ditemukan turbulensi vertikal yang disebabkan
oleh pasut internal. Sebenarnya Ffield dan Gordon (1996)
telah
terlebih
dahulu
melakukan
penelitian
tentang
turbulensi vertikal di perairan Indonesia yaitu di Laut
Seram dan Laut Banda, dimana di lokasi ini juga ditemukan
turbulensi vertikal yang disebabkan oleh arus pasut.
Penelitian terbaru dilakukan oleh Koch-Larrouy et al. (2015)
dalam Indonesian Mixing Program (INDOMIX) tentang turbulensi
vertikal di perairan Indonesia yang berkaitan dengan
transformasi massa air Samudra Pasifik menjadi massa air
isohalin
di
perairan
Indonesia.
Penelitian
INDOMIX
mendapatkan nilai dissipasi turbulen dengan kisaran [0(10-10
– 10-4) Wkg-1] di Laut Banda dan Laut Halmahera.
Percampuran skala kecil ternyata memiliki pengaruh yang
cukup signifikan terhadap keseimbangan bahang skala besar
dan dinamika sistem arus ekuator atau Equatorial Current
System (Crawford 1981, Lien et al. 2002, Cheng dan Kitade
2014). Menurut Crawford dan Osborn (1981) gradien tekanan
arus zonal (zonal pressure gradient) akan diseimbangkan oleh
gesekan turbulensi (turbulent friction) pada lokasi dimana
tidak adanya gaya koriolis horizontal, contohnya di ekuator.
Kedua hal di ataslah yang menjadi salah satu sebab
pentingnya
dilakukan
penelitian
turbulensi
di
daerah
ekuator, dalam hal ini adalah di Selat Makassar. Terlebih
lagi adanya perubahan karakteristik massa air Arlindo ketika
memasuki dan ketika keluar dari selat Makassar (Hatayama et
al. 1996, Hatayama 2004, Ffield dan Gordon 1996).
Perubahan karakteristik yang cukup signifikan terjadi
pada massa air Arlindo yang melewati Selat Makassar.
Penelitian yang dilakukan oleh Horhoruw (2016) menemukan
semakin berkurangnya nilai salinitas maksimum ke arah
selatan dengan selisih sekitar 0.001-0.45 psu. Hasil
penelitian sebelumnya juga menunjukkan hal yang sama yaitu
Arlindo mengalami perubahan pada aliran masuk dan keluar,
yakni salinitas massa air NPSW dari 34,90 PSU menjadi 34,54
PSU; dan massa air NPIW dari 34,35 PSU menjadi 34,47 PSU
(Purwandana 2012). Perubahan salinitas ini mengindikasikan
adanya proses percampuran vertikal yang sangat kuat di
perairan Indonesia (Ffield Gordon 1996,
Hatayama 2004,
Robertson dan Ffield 2005, Koch-Larrouy et al. 2007,
Atmadipoera et al. 2009).

3
1.2 Perumusan Masalah
Transformassi massa air Arlindo ketika melewati Selat
Makassar memunculkan pertanyaan tentang peran Selat Makassar
terhadap transformassi massa air ini. Turbulensi vertikal
yang terjadi di Selat Makassar diduga kuat sebagai faktor
penyebab transformasi massa air ini. Sayangnya penelitian
mengenai
sebaran
spasial
turbulensi
vertikal
yang
berhubungan dengan karakteristik dan perubahan massa air ini
belum banyak dilakukan pada keseluruhan area di Selat
Makassar.
Selain
itu
gaya-gaya
pembangkit
turbulensi
vertikal yang berpeluang besar menjadi faktor penyebab
pengadukan di Selat Makassar juga masih belum banyak
diteliti. Perumusan masalah serta tahapan dalam penyelesaian
masalah dapat dilihat pada Gambar 1.

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari distribusi spasial
turbulensi vertikal dengan parameter diffusivitas vertikal
(
di Selat Makassar. Tujuan lainnya adalah untuk
menganalisis gaya pembangkit turbulensi vertikal di Selat
Makassar.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi studi–studi
yang berhubungan dengan transformasi massa air, kesuburan
perairan yang berhubungan dengan flux nutrient, interaksi
laut atmosfer serta pemodelan massa air di Selat Makassar.

1.5 Hipotesis
Transformasi massa air Arlindo di Selat Makassar diduga
kuat
disebabkan
oleh
turbulensi
vertikal.
Perbedaan
kecepatan arus pada setiap level kedalaman akan menghasilkan
gradien vertikal kecepatan arus (shear). Selain itu angin
yang bertiup di atas permukaan air akan menghasilkan tekanan
angin
(windstress)
pada
lapisan
tercampur.
Pecahnya
gelombang internal pada kolom air disebabkan oleh beberapa
faktor seperti topografi dasar perairan yang berupa kanal
dan adanya penyempitan jalur pada beberapa titik, adanya
kemiringan atau lereng pada kedua sisi selat, serta
terdapatnya sill atau bukit di dasar laut. Shear, windstress
dan gelombang internal ini akan mengganggu stabilitas
vertikal massa air yang kemungkinan besar menyebabkan
terjadinya turbulensi vertikal.

4
Turbulensi Gambar
vertikal
1. dan gaya
pembangkitnya masih belum banyak diteliti
di seluruh area Selat Makassar

Sebaran spasial
turbulensi
vertikal

Data
CTD

Prapemrosesan
data SADCP

Analisis
Thorpe

Profil
vertikal
shear
arus

Nilai
ɛ dan ��

Windstress
angin

Sebaran spasial ɛ
dan �� di lapisan
tercampur,
termoklin dan dalam

Turbulensi
vertikal di
Selat Makassar
dan gaya
pembangkitnya
1

Gaya pembangkit
turbulensi
vertikal

Data SADCP
Data Angin
Data Pasut
DataTopografi

Prapemrosesan
data CTD

Gambar

Turbulensi
vertikal

Kondisi
pasut
permukaan
di Donggala
Bentuk dan
topografi
Selat
Makassar

Dugaan gaya
pembangkit
turbulensi vertikal

Diagram perumusan masalah dan tahapan
penyelesaiannya
serta
langkah-langkah
pengolahan data

5

2 METODOLOGI
2.1 Data, Lokasi dan Waktu Penelitian
Data hidrografi massa air didapat dari alat CTD
(Conductivity Temperature
Depth), serta SADCP (Shipboard
Acoustic Doppler Current Profiler) yang diperoleh dari
pelayaran Ekspedisi Widya Nusantara (EWIN) pada 3-22 Juni
2013.
Pengukuran
hidrografi
dalam
program
EWIN-2013
dilakukan di Selat Makassar pada wilayah antara 2°LU-4°LS
dan 115.5° - 120.5°BT yang merupakan kerja sama LIPI
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dengan United Nations
Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO)
dan Sub-Commission for the Western Pacific (WESTPAC)
menggunakan kapal riset Baruna Jaya VIII. Peta lokasi
penelitian dan posisi stasiun dapat dilihat pada Gambar 2.

m

m

m

m

m

m

m

Gambar

2

Posisi
stasiun
CTD
(titik
biru)
yang
ditumpangtindihkan dengan topografi dasar di
Selat Makassar. Garis hijau adalah lintasan KR
Baruna Jaya VIII dan perekaman data arus dari
SADCP. Lokasi pengambilan data pasut/angin
ditandai oleh rectangle/cross. Skala warna di
sebelah kanan peta menyatakan kedalaman dengan
titik acuan tinggi muka laut rata-rata (0 m)

6
Stasiun penelitian berjumlah 29 dan dibagi menjadi 9
transek. Transek 1, 7, 8 dan 9 adalah transek pada arah
Utara-selatan dan transek 2, 3, 4, 5 dan 6 pada arah Barattimur Selat Makassar. Transek 1 di bagian tengah selat dan
terdiri dari stasiun 1, 2, 3, 6, 11, 17 dan 23. Sementara
itu transek 7 di tengah agak ke bagian Barat selat yang
terdiri dari stasiun 7, 12, 16, 24 dan 29 serta dibuat
dengan tujuan untuk melihat pengaruh Paparan Tanjung
Mangkaliat terhadap turbulensi vertikal di Selat Makassar.
Transek 8 di sisi timur selat terdiri dari stasiun 5, 10,
16, 22 dan 26. Sementara itu transek 9 di sisi paling Barat
Selat Makassar terdiri dari stasiun 1, 2, 8, 14, 21, 24 dan
29,
dibuat
untuk
melihat
pengaruh
Arlindo
Western
Intensification. Transek 2 dimulai dari sisi paling selatan
dekat Kanal Labani dan seterusnya sampai transek 6 di sisi
paling utara Selat Makassar dekat Samudra Pasifik. Sisi
Barat dan Timur Selat Makassar memilki kemiringan yang
berbeda, dimana sisi Timur lebih terjal dibandingkan sisi
Barat.
Transek Barat-timur ini dibuat untuk melihat
pengaruh kemiringan dinding selat terhadap turbulensi
vertikal.
Data pendukung berupa topografi dasar perairan Selat
Makassar diperoleh dari ETOPO 0.25o. Kecepatan dan arah
angin didapat dari ECMWF (European Center for Medium-Range
Weather Forecasting) untuk periode waktu yang bersamaan
dengan ekspedisi ini. Data pasang surut di stasiun
pengamatan Donggala didapat dari daftar pasang surut
kepulauan Indonesia yang dikeluarkan oleh Dinas HidroOseanografi TNI-AL.
2.2 Metode Pengolahan Data
Alat CTD yang digunakan dalam pengambilan data adalah
CTD SBE 911plus. Data yang diambil berupa data kedalaman,
suhu dan konduktivitas dengan panjang winch maksimum 5000
m.
Pengolahan data CTD dilakukan menggunakan perangkat
lunak SBE Data Processing. Tahapan pengolahan data ini dapat
dilihat pada Tabel 1 (McTaggart et al. 2010). Pengolahan
data tersebut dilakukan berurutan sesuai tipe situasi kapal
di lintang rendah. Penurunan instrumen dilakukan dengan
kecepatan 1 ms-1. Setelah tahapan pra-pemrosesan data
dilakukan, kemudian data dikoreksi secara manual untuk
membuang spike. Selanjutnya dilakukan interpolasi pada data
yang mengalami missing, yaitu data kosong dalam suatu
interval kedalaman.
Pengukuran arus dilakukan dengan menggunakan alat SADCP
(Shipboard Acoustic Doppler Current Profilers) 75 kHz merk
RDI. Alat ini digunakan untuk mengukur arus dan echo
intensity. Tipe SADCP yang digunakan pada penelitian ini
adalah broard band VMADCP, frekuensi 75 kHz, blank after
transmit 8 m, minimum bin zise 5 m. Kedalaman maksimum yang
digunakan pada penelitian ini adalah sekitar 100 m. Pra-

7
pemrosesan data arus dilakukan menggunakan CODAS (Common
Oceanographic Data Access System) (Kom.pribadi Atmadipoera
2015). Selanjutnya data arus dipisah berdasarkan komponen
utara dan selatan serta difilter untuk memisahkan komponen
pasut dan non-pasutnya. Data arus yang digunakan pada
penelitian ini adalah komponen non-pasut mengingat arus
utama yang terdapat di Selat Makassar adalah Arlindo yang
merupakan arus non-pasut.
Tabel 1 Pra-pemrosesan data CTD menggunakan perangkat lunak
SBE Data Processing (2005)
Program
Fungsi
Data
Mengubah data mentah (HEX) ke dalam bentuk .cnv,
conversion memilih
ASCII
sebagai
format
data
yang
dikonversi. Pengkonversian ini bertujuan agar
data
hasil
perekaman
CTD
dapat
diolah
menggunakan berbagai perangkat lunak. Konversi
data ini meliputi : scan count, tekanan (db),
temperatur (ITS-90, °C), Salinitas (psu).
Wild edit Menghapus data dengan nilai ekstrim pada setiap
scan 100 bin. Tahap pertama menghapus nilai pada
setiap bin yang lebih besar dari 2x standar
deviasi. Kemudian mengestimasi nilai rata-rata
dan standar deviasi baru serta menghapus nilai
yang lebih besar dari 20 standar deviasi dari
nilai rata-rata yang baru.
Cell
Menapis
secara
recursive
untuk
mengoreksi
thermal
temperatur
pada
sel
konduktivitas
saat
mass
pengukuran berlangsung. Cell thermal dilakukan
pada amplitudo 0.03 dan nilai anomali waktu
(1/beta) adalah 7.
Filter
Menghilangkan bias (noise) berupa frekuensi
tinggi
pada
data
tekanan
dan
meningkatkan
resolusi tekanan untuk proses loop edit, serta
low
pass
filter
pada
temperatur
dan
konduktivitas untuk menghaluskan frekuensi yang
tinggi pada data. Low pass filter yang digunakan
adalah low pass filter A dengan frekuensi 0.03 s1
dan B dengan frekuensi 0.15 s-1. Low pass
filter A diaplikasikan pada kedalaman sedangkan
low pass filter B dipakai pada konduktivitas.
Loop edit Memperbaiki data CTD akibat ketidakstabilan
kecepatan
penurunan
CTD
yang
kurang
dari
kecepatan
minimum.
Kecepatan
minimum
yang
dipakai adalah 0.25 ms-1.
Derive
Menurunkan parameter lain selain parameter yang
sudah diperoleh setelah konversi data. Data yang
diturunkan dalam proses ini adalah kedalaman
laut (m).

8
Kecepatan angin berupa data deret waktu harian untuk
komponen u dan v disesuaikan dengan kurun waktu perekaman
data CTD. Vektor resultan dihitung dari kedua komponen untuk
selanjutnya digunakan pada penghitungan nilai gesekan angin
(windstress). Stasiun pengambilan data angin terdiri dari 3
titik, yaitu titik utara (119,5 BT dan 0,75 LU), titik
tengah (118,5 BT dan 0,75 LS) dan titik selatan (118,5 BT
dan 2,25 LS).
Data pasang surut yang digunakan berupa deret waktu
setiap jam yang disesuaikan dengan periode perekaman data
CTD. Amplitido pasut ini selanjutnya akan digunakan untuk
menghitung amplitido gelombang internal.
Profil kontur kedalaman perairan didapat dari hasil
pengolahan data topografi dengan titik acuan 0 m adalah
tinggi muka laut rata-rata dan disesuaikan dengan area
penelitian. Data topografi ini dalam bentuk matrik [b,k]
dengan b dan k berturut-turut merupakan data latitude
(baris) dan longitude (kolom). Setiap transek akan dibuat
profil topografinya untuk selanjutnya dihubungkan dengan
turbulensi vertikal di lapisan dalam pada transek yang
bersangkutan.
Keterkaitan
antara
turbulensi
vertikal
dengan
gelombang
internal
diketahui
dengan
menghitung
nilai
korelasi linear antara keduanya dengan rumus,

Dimana x dan y adalah dua series data yang berbeda.
dan
adalah data ke-i dari
dan . ̅ dan ̅ adalah nilai ratarata dari series data
dan .
dan
adalah standar
deviasi dari series data
dan , sedangkan n adalah jumlah
data. Nilai korelasi berkisar antara 0 – 1. Nilai
yang
mendekati 1 (semakin besar nilai
) maka keterkaitan antara
kedua parameter juga semakin kuat, sebaliknya Nilai
yang
mendekati 0 (semakin kecil nilai
) maka keterkaitan antara
kedua parameter semakin lemah.
2.3 Metode Analisis Data
2.3.1 Metode Skala Thorpe
Langkah pertama pengolahan data dalam penelitian ini
yaitu melakukan identifikasi untuk mengetahui keberadaan
vertical overturn di Selat Makassar. Metode yang digunakan
adalah metode Thorpe yaitu dengan menyusun ulang profile
vertikal densitas yang mengandung inversi menjadi profil
baru tanpa inversi. Menurut Dillon (1982), di perairan laut
ketidakstabilan ini berkaitan dengan turbulen.

9
Perpindahan Thorpe (Thorpe displacement), selanjutnya
disingkat Td, adalah perubahan kedalaman suatu sampel massa
air yang harus berpindah dari kedalaman awal ke kedalaman
yang baru untuk mendapatkan profil yang stabil. Contoh Td
dapat dilihat pada Gambar 3. Secara teknis, data kedalaman
dan
densitas
disusun
ulang.
Penyusunan
ulang
ini
menghasilkan profil yang stabil secara dinamik.
Nilai
Thorpe
displacement
(Td)
dihitung
dengan
persamaan
dimana
adalah kedalaman awal massa
air sebelum/sesudah dilakukan penyusunan ulang (Dillon
1982). Td selanjutnya digunakan untuk menghitung skala


Thorpe,

(Dillon 1982) dimana n adalah jumlah

sample densitas,
adalah nilai Td pada reordering region
ke-i. Nilai
positif/negatif berarti massa air akan
cenderung bergerak ke atas/bawah untuk mencari kestabilan.
Kecenderungan pergerakan ke atas/bawah massa air ini terjadi
jika
massa
air
berdensitas
rendah/tinggi
berada
di
bawah/atas massa air berdensitas tinggi/rendah. Jika pada
profil densitas terjadi
, maka nilai
pada
kedalaman tersebut tidak diikutsertakan dalam menghitung
nilai skala Thorpe.

Zb

Za

di
di

Za

Zb
di

Za
di

Za

Zb

Gambar

3

Contoh Thorpe displacement. Massa air dengan
densitas yang lebih besar (25,8043 kgm-3 dan
25,8055 kgm-3) berada pada kedalaman yang lebih
dangkal (223 m dan 228 m), sedangkan massa air
dengan densitas yang lebih kecil (25,8034 kgm-3
dan 25,8044 kgm-3) berada pada kedalaman yang
lebih dalam (226 m dan 230 m). Td pada gambar di
atas masing-masing 4 m dan 3 m.

10
Thorpe displacement (Td) sangat berguna untuk mengamati
rentang jarak vertical dari proses-proses pengadukan/mixing.
Sebagai contoh gangguan besar di lapisan permukaan yang
mengalami pengadukan sering memiliki batas yang tajam dan
dicirikan dengan perubahan posisi yang bernilai negatif dan
positif. Fluktuasi perubahan posisi vertikal dengan ukuran
yang sebanding dengan gangguannya bisa diharapkan sebagai
vertical overturning (Dillon 1982).
Sementara
itu
resolusi
pembatas
dari
vertical
overturning ditetapkan
laju

dan

serta resolusi

disipasi minimal yang masih bisa dideteksi adalah
(Galbraith dan Kelley 1995). Bouyancy frequency

dirumuskan

adalah

interval

kedalaman

(0,04 m), g adalah percepatan gravitasi bumi (~9,8 ms-2 di
daerah ekuator),
adalah kemampuan alat CTD untuk
mendeteksi perbedaan densitas (0,0003) dan
adalah
densitas rata-rata.
minimum yang masih bisa dideteksi
adalah 5
= 0,2. Nilai
maksimum dari permukaan sampai
kedalaman ±3000 m di Selat Makakssar adalah 0,003, sehingga
diperoleh
~ 0,16 m. Nilai maksimum
ini sama dengan
hasil penelitian Galbraith dan Kelley (1995) dan Purwandana
yang lebih kecil dari resolusi pembatas di
(2014). Nilai
yang paling sering
atas tidak akan diperhitungkan. Nilai
ditemukan di permukaan sampai kedalaman ± 100 m, di lapisan
termoklin dan di lapisan dalam adalah berturut-turut 10-4,
berturut-turut
10-5, dan 10-7 s-1, sehingga didapat batas
-8
-9
-12
-1
10 , 10 dan 10
Wkg .
2.3.2 Menghilangkan noise dengan Water-mass test dari GK
(Galbraith dan Kelley) test
Pembalikan densitas yang sudah dihitung dengan skala
Thorpe tidak semuanya merupakan tanda keberadaan percampuran
massa
air/mixing,
tapi
mungkin
saja
pembalikan
ini
disebabkan oleh posisi kapal yang tidak stabil ketika
melintasnya gelombang, atau bisa saja karena timelag pada
sensor CTD. Hal ini mengharuskan dilakukannya tes lanjutan
untuk lebih meyakinkan keberadaan mixing. Menurut Galbraith
dan Kelley (1995) metode yang bisa dilakukan pada data CTD
untuk mengetahui ada atau tidaknya pengadukan massa air yang
disebabkan oleh vertical overturn dilakukan dengan Watermass test. Pembalikan yang meragukan bisa terlihat dari T-S
diagram sebagai loop pada area dekat isopycnal dimana T-S
berubah. Hal ini menunjukkan adanya intrusi secara lateral
pada massa air. Loop dihilangkan dengan melakukan smoothing,
tetapi sayangnya smoothing bisa saja menghilangkan area
overturning pada T-S diagram. Skema solusi untuk mengatasi
ini dengan menerapkan perlakuan secara individu pada areaarea yang diduga terjadi overturning. Metode Least Square
Curve fits diterapkan pada titik-titik dalam setiap area
yang diduga terjadi pembalikan densitas.

11
Model sederhana untuk melakukan smoothing pada T-S
covariation adalah dengan menggunakan persamaan
dimana
dan
adalah koefisien
persamaan garis untuk data salinitas dan suhu. Koefisien –
koefisien ini didapat dengan cara memplotkan data
atau
pada sumbu X dan data
atau
pada sumbu y. Selanjutnya
dicari persamaan garis yang paling sesuai untuk sebaran data
tersebut.
dan
adalah nilai densitas berdasarkan data
salinitas dan suhu.
dan
adalah nilai salinitas dan suhu.
Persamaan di atas merupakan persamaan linear yang akan
menghasilkan garis lurus pada profile vertikal densitas.
Deviasi antara data observasi dan garis ini didapat dengan
menghitung nilai root mean square (rms) dari
dan
. Nilai deviasi ini tidak memiliki dimensi ketika dibagi
oleh nilai skala Thorpe.
Perbandingan antara nilai deviasi
dan
dengan skala
Thorpe akan menghasilkan nilai
dan
(Galbraith
dan Kelley 1995). Nilai
dan
pasti positif dan berkisar
antara 0 dan 1. Hubungan T-S yang erat ditandai dengan nilai
dan
yang mendekati nol, sedangkan nilai
dan
yang
lebih dari 1 menandakan hubungan T-S yang lemah. Nilai
dan
diperoleh dari koefisisen korelasi
kritis ( ) dari
dan
antara skore pengamatan visual dan hasil perhitungan
. Area yang mengalai reordering secara individu akan
diberi skore dari 0 sampai 1, tergantung dari keeratan
hubungan T-S nya. Hasil dari scoring ini akan dibandingkan
dengan nilai
dan
hasil penghitungan sebagai kalibrasi
kasar dari tes yang dilakukan. Hanya area reordering dengan
dan
yang kurang dari nilai
= 0,7 yang diduga
nilai
kuat memiliki vertical overturning
(Galbraith dan Kelley
1995).
2.3.3 Menghitung Nilai

dan

Skala Thorpe yang sudah divalidasi dengan water-mass
test dari GK test selanjutnya dihitung nilai energi kinetik
disipasi turbulen ( ) menggambarkan lapisan aktif turbulen
yang akan mengalami pemecahan menjadi bentuk yang lebih
kecil (dissipation) yang akan mentransfer energi ke media
lain.
Laju
penghilangan/disipasi
energi
kinetik
( )
dihubungkan dengan skala Thorpe dirumuskan dengan
dimana
(Thorpe 2005). Konstanta
= 0,9 untuk
wilayah ekuator (Cheng dan Kitade 2014).
Nilai difusivitas vertikal dihitung sebagai
dimana � = 0,2 adalah Mixing Efisiensi yang merupakan
indikasi dari efisiensi konversi energi kinetik turbulen ke
energi
potensial
sistem,
sehingga
dapat
bervariasi
tergantung pada dinamika turbulensi (Thorpe 2005). Nilai
selanjutnya akan dihubungkan dengan gaya-gaya
dan
pembangkit turbulensi pada setiap lapisan perairan.

12
2.3.4 Menghitung Gaya Pembangkit Turbulensi Vertikal
Gradien vertikal kecepatan arus dan tekanan angin
merupakan sumber energi kinetik di lapisan permukaan
tercampur yang dibutuhkan untuk membangkitkan turbulensi.
Gradien vertikal kecepatan arus (S) merupakan perubahan
kecepatan arus, baik komponen utara–selatan (v) maupun
komponen barat–timur (u), terhadap kedalaman (z) dan
dirumuskan sebagai

[

] . Komponen arus non-pasut

(Arlindo) merupakan komponen arus utama di Selat Makassar,
sehingga pada penelitian ini komponen arus non-pasut lah
yang dihitung nilai gradien vertikalnya untuk dihubungkan
dengan turbulensi vertikal di Selat Makassar.
Pengaruh angin terhadap turbulensi vertikal khusus
untuk kedalaman 10-100 m dilihat dengan menghitung tekanan
angin pada permukaan laut dengan persamaan
.
Besaran yang digunakan pada persamaan ini adalah massa jenis
1,22 kgm-3), koefisien tarikan angin
dan
udara (
kecepatan angin 10 m
di atas permukaan laut (U10).
= 1,2 x 10-3 untuk 4
Koefisien tarikan angin ditetapkan
= (0,49 + 0,065| |) x 10 -3 untuk