Keanekaragaman Dan Biologi Reproduksi Parasitoid Telur Wereng Coklat, Nilaparvata Lugens Stal (Hemiptera: Delphacidae)

KEANEKARAGAMAN DAN BIOLOGI REPRODUKSI PARASITOID
TELUR WERENG COKLAT, Nilaparvata lugens STAL
(HEMIPTERA: DELPHACIDAE)

NURULLAH ASEP ABDILAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Keanekaragaman dan
Biologi Reproduksi Parasitoid Telur Wereng Coklat, Nilaparvata lugens Stal
(Hemiptera: Delphacidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Nurullah Asep Abdilah
NIM G352120051

RINGKASAN
NURULLAH ASEP ABDILAH. Keanekaragaman dan Biologi Reproduksi
Parasitoid Telur Wereng Coklat, Nilaparvata lugens Stal (Hemiptera:
Delphacidae). Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan DAMAYANTI BUCHORI.
Keberadaan parasitoid telur di alam dapat dimanfaatkan sebagai agens
hayati untuk mengendalikan Nilaparvata lugens. Keberadaan parasitoid telur N.
lugens mengalami perubahan seiring berubahnya kondisi lingkungan dan praktik
budidaya yang diterapkan. Informasi mengenai keanekaragaman dan kelimpahan
parasitoid telur N. lugens terkait dominansi dapat dijadikan strategi dalam
pemilihan parasitoid telur yang digunakan sebagai agens pengendali hayati.
Anagrus nilaparvatae adalah parasitoid telur yang menyerang wereng coklat,
Nilaparvata lugens. Keberhasilan parasitoid A. nilaparvatae dalam
mengendalikan N. lugens ditentukan oleh reproduksi parasitoid betina.
Reproduksi yang baik ditunjukkan dengan potensi produksi telur, jumlah telur
yang diletakkan dalam inang, dan tingkat parasitisasi yang tinggi serta lama hidup

imago yang panjang. Semakin banyak telur yang dapat diletakkan dalam inang
mengakibatkan tingginya mortalitas inang, sehingga pengendalian menjadi efektif.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari keanekaragaman dan dominansi
parasitoid telur N. lugens, pematangan telur parasitoid A. nilaparvatae, pengaruh
lama ketiadaan inang dan pemberian pakan serta interaksi antara lama ketiadaan
inang dan pemberian pakan terhadap kapasitas reproduksi parasitoid A.
nilaparvatae.
Parasitoid telur N. lugens diperangkap dengan cara menempatkan tanaman
padi umur satu bulan yang telah diinfestasi telur N. lugens di lapangan selama 2
hari. Tanaman Padi diambil kembali dan dipangkas daunnya 12 cm dari pucuk
daun. Padi dipelihara dalam kurungan plastik mika (8 cm x 50 cm) sampai imago
parasitoid muncul. Parasitoid dibuat preparat sementara dan diidentifikasi.
Penentuan pola pematangan telur parasitoid A. nilaparvatae dilakukan dengan
mematikan parasitoid betina yang baru keluar dari inang dalam freezer. Parasitoid
dibedah abdomennya di atas gelas objek yang sebelumnya sudah ditetesi air. Telur
matang parasitoid diamati dan dihitung jumlahnya. Metode untuk mempelajari
pengaruh lama ketiadaan inang dan pemberian pakan terhadap kapasitas
reproduksi A. nilaparvatae dilakukan dalam skala laboratorium. Parasitoid betina
A. nilaparvatae yang baru keluar dari inang diberi pakan larutan madu 10% atau
air dan tidak diberi inang selama 3, 6, 9, 12, dan 18 jam. Parasitoid diinfestasikan

ke dalam tabung reaksi (1 cm x 10 cm) berisi bibit padi yang sudah diinfestasi
telur N. lugens. Bibit padi diganti dengan bibit padi baru yang telah diinfestasi
telur N. lugens setiap 24 jam. Pengamatan meliputi jumlah telur yang diletakkan
parasitoid dalam inang di hari pertama dan hari kedua, keperidian, tingkat
parasitisasi, telur yang tersisa dalam ovari, potensi produksi telur, dan lama hidup
imago betina.
Parasitoid telur N. lugens yang dikoleksi dari pertanaman padi di
Dramaga, Bogor sebanyak 4.156 individu terdiri atas 4 famili dalam 6 spesies,
yaitu Anagrus nilaparvatae (Mymaridae), Anagrus sp. (Mymaridae), Oligosita sp.
(Trichogrammatidae), Tetrastichus formosanus (Eulophidae), Gonatocerus sp.
(Mymaridae), dan Cyrtogaster near vulgaris (Pteromalidae). Parasitoid Oligosita

sp. dan A. nilaparvatae ditemukan dominan dalam penelitian ini. Kelimpahan
Oligosita sp. tertinggi di antara parasitoid telur N. lugens lainnya.
Parasitoid betina A. nilaparvatae memiliki telur yang sudah matang ratarata 30,67±4,35 telur di awal kehidupan dewasanya. Jumlah telur matang A.
nilaparvatae meningkat setelah 3 jam, yaitu menjadi 37,07±5,18 telur. Jumlah
telur matang A. nilaparvatae selanjutnya cenderung tetap. Telur matang A.
nilaparvatae berbentuk elips dilengkapi dengan pedunculus yang ramping dan
panjang.
Kapasitas reproduksi parasitoid A. nilaparvatae dipengaruhi oleh lama

ketiadaan inang, meliputi jumlah telur yang diletakkan dalam inang di hari
pertama dan kedua, keperidian, tingkat parasitisasi, dan lama hidup imago betina.
Penurunan jumlah telur yang diletakkan di hari pertama dan kedua, keperidian,
serta tingkat parasitisasi parasitoid A. nilaparvatae terjadi setelah parasitoid tidak
mendapatkan inang selama 9 jam dan semakin menurun sampai 18 jam. Lama
hidup imago betina tertinggi terjadi pada parasitoid yang tidak diberi inang selama
9 jam dan terendah pada parasitoid yang tidak mendapatkan inang selama 18 jam.
Pemberian larutan madu 10% sebagai pakan selama ketiadaan inang dapat
mengurangi dampak penurunan kapasitas reproduksi akibat ketiadaan inang.
Kata kunci: Anagrus nilaparvatae, keanekaragaman, ketiadaan inang, pematangan
telur, pengendalian hayati

SUMMARY
NURULLAH ASEP ABDILAH. Diversity and Reproductive Biology of Egg
Parasitoids of Rice Brown Planthopper, Nilaparvata lugens Stal (Hemiptera:
Delphacidae). Supervised by TRI ATMOWIDI and DAMAYANTI BUCHORI.
The existence of egg parasitoids in nature can be used as agents for
biological control of N. lugens. Information related to the diversity and abundance
of egg parasitoid of N. lugens can be used as pest control strategies, especialy on
selection of egg parasitoid that can be used as biological control agents. Anagrus

nilaparvatae Pang et Wang (Hymenoptera: Mymaridae) is a major egg parasitoid
of brown planthopper, Nilaparvata lugens Stal (Hemiptera: Delphacidae). The
success of biological control using A. nilaparvatae is greatly dependent on the
reproductive ability of female parasitoids. Fitness of female parasitoids are shown
by the high potential fecundity, parasitization rate, and lifespan of adult females.
The more eggs that can be laid in the host will result in high mortality of the host
so that the control becomes effective. The aims of this study were to study the
diversity and abundance of egg parasitoids of N. lugens, the pattern of egg
maturation of parasitoid A. nilaparvatae, effect of host deprivation and feeding,
and interaction between host deprivation and feeding on the reproductive capacity
of parasitoid A. nilaparvatae.
A. nilaparvatae were collected by placing 30 days-old rice plants on 8 cm
diameter plastic pots that has been infested by eggs of N. lugens. Exposure in the
field were done for 2 consecutive days. After 2 days, rice plants were brought to
Biological Control Laboratory and the leaves were cut 12 cm from above. Rice
plants were kept in 8 cm x 50 cm plastic (mica) cages until adult stage of
parasitoids emerged. Determination of A. nilaparvatae egg maturation pattern was
done by dissecting newly eclosed females and counting the eggs inside the ovaries.
Females ages 1, 2, 3, 4, 5, and 6 hours were also dissected. Wasps were mounted
on glass objects using water and the abdomens dissected using micro pin. Mature

eggs were calculated and documented. The effect of host deprivation toward
reproductive capacity of A. nilaparvatae were observed by depriving female
parasitoids of hosts for 3, 6, 9, 12, and 18 hours consecutively. Females were
divided into two groups, i.e those that were fed 10% honey, and the other group
were fed water. After treatments, female parasitoids were put into a 1 cm x 10 cm
test tube containing rice seeds that had been infested eggs of N. lugens for 24
hours. Rice seeds were replaced with new rice seeds that had been infested eggs of
N. lugens every 24 hours until the parasitoid died. Another group of parasitoids
were given water and were treated with the same length of deprivation period.
Variables measured included realized fecundity, parasitization rate, remaining
eggs in the ovary, potential fecundity, and longevity of female parasitoid.
Results showed that altogether, there were 4.156 individuals parasitoids
captured that belonged to four family, and six species, i.e. Anagrus nilaparvatae
(Mymaridae), Anagrus sp. (Mymaridae), Cyrtogaster near vulgaris
(Pteromalidae), Tetrastichus formosanus (Eulophidae), Gonatocerus sp.
(Mymaridae), and Oligosita sp. (Trichogrammatidae). Oligosita sp. and A.
nilaparvatae were dominant of egg parasitoid of N. lugens. Abundance of
Oligosita sp. is highest among other egg parasitoids of N. lugens. Females of A.

nilaparvatae has mature eggs as many as 30.67 ± 4.35 eggs in early adult stage.

The number of mature eggs increased to 37.07 ± 5.18 eggs after three hours. After
that, the number of mature eggs relatively constant. Mature egg of A. nilaparvatae
was elliptical with slender and long peduncle. Reproductive capacity of A.
nilaparvatae decreased with increasing duration of deprivation period, including
realized fecundity, parasitization rate, and longevity of female wasp. The decline
in the reproductive capacity was strongly detected on host deprivated for 9 hours.
Longevity of female wasps varied from one to three days, with higher values for 9
hours host deprivation and lower values for 18 hours host deprivation. Feeding
10% honey solution during the host deprivation reduce the impact of the decline
in reproductive capacity due to the host deprivation.
Key words: Anagrus nilaparvatae, biological control, diversity, host deprivation,
egg maturation

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KEANEKARAGAMAN DAN BIOLOGI REPRODUKSI PARASITOID
TELUR WERENG COKLAT, Nilaparvata lugens STAL
(HEMIPTERA: DELPHACIDAE)

NURULLAH ASEP ABDILAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr Ir Pudjianto, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah
ketiadaan inang, dengan judul Keanekaragaman dan Biologi Parasitoid Telur
Wereng Coklat, Nilaparvata lugens Stal (Hemiptera: Delphacidae).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Tri Atmowidi dan Ibu
Prof Dr Ir Damayanti Buchori selaku pembimbing serta Bapak Dr Ir Pudjianto
selaku penguji yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Ibu Prof Dr Ir Damayanti Buchori yang telah
memberikan izin bagi penulis untuk menggunakan segala fasilitas laboratorium.
Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Ibu Dr Araz Meilin, Ibu Adha Sari,
Ibu Retno, Silvia Puspitasari, dan Budi Setiawan yang telah membantu dalam
kelancaran dalam pengumpulan data.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada bapak dan ibu pengajar Biosains
Hewan (BSH) atas semua ilmu, pengalaman, bimbingan, motivasi, perhatian, dan

nasihat selama ini. Ucapan terima kasih untuk teman-teman Biosains Hewan
angkatan 2012 atas kebersamaan, keceriaan, kehangatan, solidaritas, dan semangat
yang telah diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan untuk seluruh temanteman di Zoocorner Biosains Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB dan
Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman IPB atas
dukungan dan persahabatan selama ini. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada
ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Februari 2015

Nurullah Asep Abdilah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN UMUM
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PARASITOID TELUR
WERENG COKLAT, NILAPARVATA LUGENS STAL (HEMIPTERA:
DELPHACIDAE) DI PERTANAMAN PADI DRAMAGA, BOGOR
Pendahuluan
Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
3 PEMATANGAN TELUR, PENGARUH LAMA KETIADAAN INANG
DAN
PEMBERIAN
PAKAN
TERHADAP
KAPASITAS
REPRODUKSI PARASITOID ANAGRUS NILAPARVATAE PANG ET
WANG (HYMENOPTERA: MYMARIDAE)
Pendahuluan
Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

1
1
3
3

4
5
6
9
29

30
31
33
37
53

4 PEMBAHASAN UMUM

54

5 SIMPULAN DAN SARAN UMUM

59

DAFTAR PUSTAKA

60

LAMPIRAN

72

RIWAYAT HIDUP

77

DAFTAR TABEL
1 Kekayaan dan kelimpahan masing-masing spesies parasitoid telur N.
lugens pada waktu pemerangkapan I, II, dan III di pertanaman padi
Dramaga, Bogor
2 Jumlah telur yang diletakkan parasitoid A. nilaparvatae di hari pertama
setelah perlakuan ketiadaan inang dan pemberian pakan
3 Keperidian parasitoid A. nilaparvatae setelah perlakuan ketiadaan inang
dan pemberian pakan
4 Tingkat parasitisasi parasitoid A. nilaparvatae di hari pertama setelah
perlakuan ketiadaan inang dan pemberian pakan
5 Jumlah telur yang tersisa dalam ovari parasitoid A. nilaparvatae setelah
perlakuan ketiadaan inang dan pemberian pakan
6 Potensi produksi telur parasitoid A. nilaparvatae setelah perlakuan
ketiadaan inang dan pemberian pakan
7 Pengaruh lama ketiadaan inang dan pemberian pakan pada parasitoid A.
nilaparvatae terhadap persentase total nimfa N. lugens yang muncul
dan mati dalam jaringan padi

11
39
41
41
44
44

46

DAFTAR GAMBAR
1 Pembiakan N. lugens menggunakan bibit padi umur 2 minggu dalam
stoples plastik
2 Pemerangkapan parasitoid telur N. lugens
3 Vegetasi habitat di lokasi pemerangkapan parasitoid telur N. lugens
4 Tumbuhan liar di pematang sawah dan sekitar lahan yang dijadikan
tempat pemerangkapan parasitoid telur N. lugens
5 Kelimpahan relatif masing-masing spesies parasitoid telur N. lugens di
pertanaman padi Dramaga, Bogor
6 Kekayaan, keragaman, kemerataan, dan dominansi spesies parasitoid
telur N. lugens di pertanaman padi Dramaga, Bogor
7 Morfologi Anagrus nilaparvatae
8 Morfologi Anagrus sp.
9 Morfologi Oligosita sp.
10 Morfologi Tetrastichus formosanus
11 Morfologi Gonatocerus sp.
12 Morfologi Cyrtogaster near vulgaris
13 Morfologi tarsus dari parasitoid telur N. lugens yang diperangkap di
area pertanaman padi Dramaga, Bogor
14 Pembiakan parasitoid A. nilaparvatae
15 Telur matang parasitoid A. nilaparvatae
16 Jumlah telur matang dalam ovari parasitoid A. nilaparvatae
17 Interaksi antara lama ketiadaan inang dan pemberian pakan terhadap
jumlah telur yang diletakkan parasitoid A. nilaparvatae di hari kedua
18 Interaksi antara lama ketiadaan inang dan pemberian pakan terhadap
tingkat parasitisasi parasitoid A. nilaparvatae di hari kedua
19 Interaksi antara lama ketiadaan inang dan pemberian pakan terhadap
lama hidup imago betina parasitoid A. nilaparvatae

7
8
9
10
11
12
14
15
16
17
18
19
20
34
37
38
40
43
45

DAFTAR LAMPIRAN
1 Telur N. lugens belum terparasit, telur N. lugens terparasit, pupa
parasitoid A. nilaparvatae, dan praimago parasitoid A. nilaparvatae
yang mati saat perkembangan dalam inang
2 Hasil analisis data

72
73

1 PENDAHULUAN UMUM
Latar Belakang
Pengendalian hayati merupakan upaya memanipulasi dan memanfaatkan
musuh alami untuk mengurangi dan mengendalikan populasi hama, sehingga
populasi hama berada di bawah ambang ekonomi (Mangoendiharjo dan Mahrub
1984; DeBach dan Rosen 1991; Norris et al. 2003). Musuh alami terbagi atas tiga
kelompok, yaitu predator, parasitoid, dan patogen (Mangoendiharjo dan Mahrub
1984; Huffaker 2013). Peran parasitoid sebagai pengendali serangga hama
berkaitan dengan sifat hidupnya. Parasitoid adalah serangga yang selama tahap
pradewasa hidup di dalam atau di permukaan tubuh serangga atau arthropoda lain
yang menjadi inangnya. Pradewasa parasitoid akan memakan bagian tubuh
inangnya untuk tumbuh dan berkembang mencapai tahap dewasa. Inang dari
parasitoid akan mengalami kematian dan dewasa parasitoid akan keluar dari inang
serta hidup bebas (Quicke 1997).
Menurut Godfray (1994), kelebihan parasitoid dibanding musuh alami
lainnya adalah mampu mengendalikan hama secara spesifik, populasinya di
lapang relatif cukup tinggi dan mampu menekan populasi serangga hama secara
signifikan. Elzinga (2004) juga melaporkan beberapa kelebihan penggunaan
parasitoid, yaitu umumnya sangat selektif, resistensi hama lebih sedikit, efek
terhadap ekosistem lebih sedikit, dan tidak berbahaya terhadap manusia.
Parasitoid dapat dibedakan menjadi parasitoid soliter dan parasitoid gregarius.
Driesche et al. (2008) menyatakan bahwa bila hanya satu individu parasitoid yang
dapat berkembang menjadi dewasa per individu inang disebut parasitoid soliter,
sedangkan bila beberapa individu parasitoid dapat berkembang menjadi dewasa
per individu inang disebut parasitoid gregarius. Pemanfaatan parasitoid sebagai
agens pengendali hayati memerlukan beberapa studi, seperti eksplorasi, taksonomi,
biologi, perilaku, dan ekologi (Barbosa 1998).
Peran parasitoid dalam mengendalikan serangga hama dilakukan oleh
individu betina dewasa melalui mekanisme oviposisi. Kebugaran terkait biologi
perilaku reproduksi dari parasitoid betina menjadi salah satu faktor yang dapat
memengaruhi keberhasilan penekanan populasi serangga hama dalam
pengendalian hayati. Kebugaran parasitoid betina dapat dilihat dari keperidian,
tingkat parasitisasi, potensi produksi telur, nisbah kelamin keturunan, dan lama
hidup. Keperidian menunjukkan jumlah telur yang diletakkan parasitoid dalam
inang selama hidupnya. Tingkat parasitisasi merupakan banyaknya inang yang
diparasit dari keseluruhan inang yang tersedia. Potensi produksi telur merupakan
jumlah telur yang dapat diproduksi betina parasitoid selama hidup. Betina
parasitoid yang berumur panjang akan memiliki lebih banyak waktu untuk
oviposisi. Kebugaran dari betina parasitoid pada akhirnya akan menentukan
keberhasilan dalam reproduksinya (Handayani et al. 2004). Biologi reproduksi
parasitoid adalah dasar dan terapan penting sebagai komponen sejarah hidup
utama yang berkaitan dengan produksi telur dan fekunditas betina (Jervis et al.
1996), serta memengaruhi dinamika populasi inang dan parasitoid (Hegazi et al.
2013).

2
Pengendalian hama dilakukan parasitoid melalui parasitisasi terhadap
serangga hama yang menjadi inangnya. Parasitisasi terjadi ketika betina parasitoid
meletakkan telurnya dalam inang (Li et al. 1994). Parasitoid yang membiarkan
inang tetap berkembang setelah telur diletakkan disebut koinobiont, sedangkan
parasitoid yang menginjeksikan venom yang dapat melumpuhkan bahkan
mematikan inang disebut idiobiont. Telur parasitoid menetas menjadi larva yang
akan memakan bagian tubuh dari inang untuk mencapai tahap dewasa. Aktivitas
makan dari larva parasitoid mengakibatkan mortalitas inang (Althoff 2003;
Cameron et al. 2005; Desneux et al. 2009). Parasitisasi parasitoid yang
mematikan inang menjadikan parasitoid merupakan agen kontol biologi yang baik
(Jonsson et al. 2008; Shanker et al. 2012).
Produksi dan pematangan telur parasitoid dapat terjadi selama
perkembangan dalam inang menjelang tahap dewasa (proovigenik), atau setelah
mencapai tahap dewasa (synovigenik). Proovigenik umumnya hidup singkat dan
muncul pertama kali dari inang dengan telur matang yang lengkap (Flanders
1950). Selama perkembangan dalam inang, sumberdaya banyak dikonversi untuk
produksi dan pematangan telur, sehingga menyebabkan lama hidup dewasa lebih
singkat (Seyahooei et al. 2011). Produksi telur memerlukan energi yang besar dan
dapat menyebabkan penurunan harapan hidup (Tatar dan Carey, 1995). Parasitoid
synovigenik umumnya hidup lebih lama dan selama masa hidup dewasa mampu
memproduksi telur matang (Kapranas et al. 2008).
Kondisi ekologi seperti cuaca, suhu, dan ketersediaan inang dapat
memengaruhi aktivitas parasitoid (Thompson et al. 2010). Keefektifan parasitoid
sangat bergantung pada kemampuan mencari inang (host finding) dan menangani
inangnya dalam kondisi lingkungan tertentu, seperti suhu, kelembapan, curah
hujan, kualitas, jumlah, dan kepadatan inang (Godfray 1994; Dutton et al. 1996).
Ketersediaan inang yang terbatas dapat memicu terjadinya superparasitisme dan
mengakibatkan kematian pradewasa parasitoid (Hasriyanty 2008). Ketiadaan inang
juga dapat menyebabkan penurunan jumlah telur, terutama disebabkan oleh
penyerapan kembali dan kehilangan telur serta hasil dari penurunan keperidian secara
umum (Fleury dan Bouletreau 1993; Navasero dan Elzen 1992; Hougardy et al. 2005;
Hegazi et al. 2007; Rohmani et al. 2008; Akbar dan Buchori 2012). Parasitoid
synovigenik mampu menyesuaikan produksi dan pematangan telur berdasarkan
ketersediaan inang melalui resorpsi dan produksi kembali telur. Resorpsi telur yang
dilakukan parasitoid synovigenik dapat menurunkan keperidiannya (Pelosse et al.
2011). Parasitoid proovigenik umumnya tidak mampu melakukan resorpsi telur ketika
inang tidak tersedia. Penundaan oviposisi karena ketiadaan inang dapat menurunkan
keberhasilan reproduksinya (Kant et al. 2013). Ketiadaan inang, baik selama
pembiakan masal maupun setelah dilepas di lapangan, tampaknya menjadi faktor
pembatas bagi parasitoid dalam mengendalikan hama. Pemantauan terhadap
keberadaan inang perlu dilakukan sebelum parasitoid dilepas di lapangan karena
akan menentukan ketepatan waktu pelepasan. Ketepatan waktu pelepasan
parasitoid akan mengefisienkan pengendalian hayati yang dilakukan (Smith 1996).
Ketersediaan pakan di alam juga merupakan faktor pembatas parasitoid
dalam keberhasilan reproduksinya. Ketersediaan pakan pada tahap dewasa
parasitoid dapat membatasi potensi oviposisi (Wackers 2004; Luo et al. 2010).
Jervis et al. (1996) dan Thompson (1999) melaporkan bahwa parasitoid dewasa
setelah muncul dari inang umumnya memerlukan pakan, seperti nektar atau
serbuk sari untuk mempertahankan aktivitas mencari pakan dan mempertahankan

3
oogenesis. Proovigenik mengalokasikan pakan untuk pemeliharaan metabolisme
tubuh, sedangkan parasitoid synovigenik, pakan lebih dibutuhkan untuk
reproduksi (Savino et al. 2012). Keberhasilan pengendalian hayati dapat
ditingkatkan melalui penyediaan tanaman penghasil nektar pada lanskap pertanian
(Wackers 2004; Evans et al. 2010; Diaz et al. 2012; Shanker et al. 2012).
Ketersediaan tanaman penghasil nektar juga dapat meningkatkan potensi
pengendalian hayati, karena meningkatnya keanekaragaman dan kelimpahan
parasitoid (Herlinda 2007; Yaherwandi et al. 2008; Bianci dan Wackers 2008;
Yaherwandi 2012).
Salah satu serangga hama yang sampai saat ini sulit dikendalikan adalah
wereng coklat, Nilaparvata lugens Stal (Hemiptera: Delphacidae). Pengendalian
N. lugens secara hayati menggunakan parasitoid memerlukan beberapa studi yang
saling terkait. Studi mengenai jenis-jenis parasitoid yang menyerang N. lugens
dapat menjadi tahap awal untuk mendapatkan informasi mengenai parasitoid yang
berpotensi dijadikan agens pengendali hayati N. lugens. Kajian perilaku
reproduksi parasitoid betina, seperti pematangan telur dan pengaruh ketiadaan
inang serta pakan terhadap kapasitas reproduksi betina parasitoid dapat menjadi
acuan dalam strategi pengendalian hayati. Dalam tesis ini diuraikan beberapa
judul atau topik, yaitu keanekaragaman dan dominansi parasitoid telur N. lugens
pada pertanaman padi Dramaga, Bogor, pematangan telur parasitoid Anagrus
nilaparvatae, serta pengaruh lama ketiadaan inang dan pemberian pakan terhadap
kapasitas reproduksi parasitoid A. nilaparvatae.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari keanekaragaman dan
biologi reproduksi parasitoid telur wereng coklat, Nilaparvata lugens Stal
(Hemiptera: Delphacidae) dan implikasinya terhadap pengendalian hayati.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam
strategi pengendalian N. lugens di lapangan menggunakan parasitoid A.
nilaparvatae.

4

2 KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PARASITOID
TELUR WERENG COKLAT, NILAPARVATA LUGENS
STAL (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) PADA
PERTANAMAN PADI DRAMAGA, BOGOR
ABSTRAK
Wereng coklat, Nilaparvata lugens Stal (Hemiptera: Delphacidae)
merupakan hama utama tanaman padi. Parasitoid telur dapat dijadikan agens
pengendali hayati untuk menekan populasi N. lugens. Tujuan penelitian ini adalah
mempelajari keanekaragaman dan dominansi parasitoid telur yang menyerang N.
lugens. Parasitoid diperangkap dengan cara menempatkan 12 tanaman padi umur
satu bulan yang telah diinfestasi telur N. lugens di pertanaman padi (5m x 25 m)
dengan jarak 10 m antar tanaman. Tanaman padi dibiarkan selama dua hari.
Tanaman padi diambil kembali dan diinkubasi di laboratorium sampai imago
parasitoid muncul. Pemerangkapan dilakukan sebanyak tiga kali dengan rentang
dua hari antar pemerangkapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parasitoid
telur N. lugens yang dikoleksi dari pertanaman padi di Dramaga, Bogor sebanyak
4.156 individu, terdiri atas 4 famili dalam 6 spesies, yaitu Anagrus nilaparvatae
(Mymaridae), Anagrus sp. (Mymaridae), Oligosita sp. (Trichogrammatidae),
Tetrastichus formosanus (Eulophidae), Gonatocerus sp. (Mymaridae), dan
Cyrtogaster near vulgaris (Pteromalidae). Parasitoid Oligosita sp. dan A.
nilaparvatae merupakan parasitoid yang dominan pada N. lugens.
Kata kunci: Anagrus nilaparvatae, Oligosita, pengendalian hayati

ABSTRACT
Brown planthopper, Nilaparvata lugens Stal (Hemiptera: Delphacidae) is a
major pest of rice. Egg parasitoids attacking N. lugens can be used as biological
control agent. The aims of this study was to study the diversity and abundance of
egg parasitoids of N. lugens. Parasitoids were collected by placing rice plants (30
days old) infested by eggs of N. lugens in 5 m x 25 m rice field with a distance of
10 m between pants. Rice plants were exposed for two days in the field. After 2
days, rice plants were brought to Biological Control Laboratory and the leaves
were cut 12 cm from above. Rice plants were kept in 8 cm x 50 cm plastic (mica)
cages until adult stage of parasitoids emerged. Collections of parasitoids were
done 3 times with two days span between trapping. Results showed that altogether,
there were 4.156 individuals parasitoids captured that belonged to four family, and
six species, i.e. Anagrus nilaparvatae (Mymaridae), Anagrus sp. (Mymaridae),
Cyrtogaster near vulgaris (Pteromalidae), Tetrastichus formosanus (Eulophidae),
Gonatocerus sp. (Mymaridae), and Oligosita sp. (Trichogrammatidae). Oligosita
sp. and A. nilaparvatae were dominant of egg parasitoid of N. lugens. Abundance
of Oligosita sp. is highest among other egg parasitoids of N. lugens.
Key words: Anagrus nilaparvatae, biological control, Oligosita

5

PENDAHULUAN
Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal: Hemiptera: Delphacidae) adalah
serangga hama yang hidup dengan cara menghisap cairan pelepah daun tanaman
padi sehingga pertumbuhan tanaman padi menjadi terhambat. N. lugens memiliki
siklus hidup yang singkat, yaitu berkisar 23-25 hari pada suhu 28ºC. Imago betina
N. lugens mampu menghasilkan sebanyak 100-500 telur. Telur menetas menjadi
nimfa setelah 7-11 hari. Nimfa mengalami lima instar. Imago N. lugens terdiri atas
dua bentuk, yaitu makroptera yang memiliki sayap sempurna sehingga mampu
terbang dan brakhiptera yang memiliki sayap pendek (Mochida dan Okada 1979).
Serangan N. lugens ditandai dengan menguningnya tanaman padi yang
berlanjut pada kematian tanaman seperti terbakar (hopperburn) (Mochida dan
Okada 1979). Serangan N. lugens secara luas di Indonesia pertama kali dilaporkan
pada tahun 1969 di Tegal yang mencapai 1.633 ha. Serangan semakin luas pada
tahun 1975 yang mencakup hampir semua provinsi di Indonesia (Soenardi 1978
dalam Soemawinata dan Sosromarsono). Komulatif luas serangan N. lugens
mencapai 3.119 ha pada tahun 2011 sampai dengan bulan Juni (Dinpertan 2012).
Serangan N. lugens dilaporkan dari beberapa daerah diantaranya Tuban, Kudus,
Demak, Karanganyar, Bojonegoro, Jombang, Lamongan, Wonogiri, dan Cianjur
pada tahun 2013 hingga bulan Juli.
N. lugens memiliki sifat plastis yang menjadikannya mudah beradaptasi
terhadap berbagai kondisi lingkungan. N. lugens mampu membentuk populasi
baru dalam waktu singkat, sehingga sulit untuk dikendalikan (Baehaki dan
Munawar 2007). Pengendalian N. lugens sejauh ini masih menggunakan
insektisida kimia yang dapat memicu terjadinya resistensi dan akhirnya
berdampak pada resurgensi (Pedigo 2002). Penggunaan tanaman varietas tahan
juga tidak mampu mengatasi serangan N. lugens dan menimbulkan biotipe baru
yang lebih resisten (Baehaki dan Munawar 2007).
Pengendalian N. lugens secara hayati dengan memanfaatkan musuh alami
belum banyak dilakukan. Musuh alami, seperti parasitoid telur dari N. lugens yang
sering dijumpai di lapangan adalah Anagrus sp. (Hymenoptera: Mymaridae),
Gonatocerus
sp.
(Hymenoptera:
Mymaridae),
dan
Oligosita
sp.
(Trichogrammatidae) (Yaherwandi dan Syam 2007). Anagrus sp. selain
menyerang N. lugens juga dapat menyerang wereng hijau (Diani et al. 1992).
Beberapa jenis Anagrus yang dapat ditemukan di Asia, antara lain Anagrus
incarnatus Haliday, A. japanicus Sahad, A. nigriventris Giraulti, A. flaveolus
Waterhouse, A. frequens Perkins, A. hirashinae Sahad, A. subfuscus Forster, A.
optabilis Perkins, A. paniciculae Sahad, A. perforator Perkins (Sahad dan
Hirashima 1984), serta A. nilaparvatae (Meilin 2012). Anagrus sp. yang dominan
di Indonesia adalah A. optabilis dan A. flaveolus, serta A. nilaparvatae (Santosa
dan Sulistyo 2007; Meilin 2012). Kemampuan Anagrus sp. memarasit telur N.
lugens mencapai 38% pada tanaman padi dengan siklus hidup berlangsung selama
11-13 hari (Diani et al. 1992).
Parasitoid Oligosita sp. termasuk parasitoid telur dari wereng batang dan
wereng daun. Jenis Oligosita yang dapat ditemukan di lapangan, yakni Oligosita
aesopi Girault dan O. neas Girault. Kemampuan Oligosita sp. memarasit telur N.
lugens berkisar antara 10,5-37,2% dengan siklus hidup berlangsung selama 11-12
hari (Diani et al. 1992). Gonatocerus sp. juga merupakan parasitoid telur wereng

6
batang dan wereng daun. Beberapa spesies dari Gonatocerus sp. yang ditemukan
di Asia, antara lain Gonatocerus decvivitatakus, G. litoralis, G. narayani, G.
fukuokensis, G. sulfuripes, G. ulterdecomes, G. mumarus, G. cicadellae, G.
miurae dan G. cincticipitis (Sahad and Hirashima 1984). Gonatocerus sp. mampu
memarasit telur N. lugens dengan tingkat parasitisasi berkisar antara 1,16-6,04 %,
wereng hijau 34,08 % dan wereng punggung putih 7,05 % (Diani et al. 1992).
Chiu (1979) melaporkan terdapat 79 jenis musuh alami N. lugens
diantaranya 34 parasitoid, 37 predator dan 8 patogen. Maryana (1994) dalam
penelitiannya yang dilakukan di daerah Bogor dan Cianjur melaporkan bahwa
parasitoid telur yang menyerang wereng hijau Nephotettix virescens (Distant) dan
N. lugens meliputi lima spesies dalam dua famili, yaitu Trichogrammatidae dan
Mymaridae, 4 spesies diantaranya termasuk famili Mymaridae. Yaherwandi dan
Syam (2007) mengoleksi 8 spesies parasitoid telur N. lugens di Sumatera Barat,
meliputi famili Mymaridae, Trichogrammatidae dan Eulophidae. Meilin (2012)
melaporkan terdapat dua famili parasitoid telur N. lugens yang dikoleksi dari
pertanaman padi di daerah Bantul, Yogyakarta, yaitu Mymaridae dan
Trichogrammatidae.
Keberadaan musuh alami mengalami perubahan seiring berubahnya
kondisi lingkungan dan praktik budidaya yang dilakukan. Kajian mengenai
keanekaragaman dan dominansi parasitoid telur N. lugens dapat menjadi acuan
dalam strategi pengendalian N. lugens secara hayati. Tujuan penelitian ini adalah
mempelajari keanekaragaman dan dominansi parasitoid telur yang menyerang N.
lugens.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2013-September 2014 di
Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian IPB. Pembuatan preparat parasitoid dilakukan di Laboratorium Terpadu,
Departemen Biologi, FMIPA IPB. Pemerangkapan parasitoid telur N. lugens
dilakukan di area pertanaman padi Dramaga, Bogor.

Penyediaan Tanaman Padi
Benih padi yang digunakan adalah varietas Mekongga yang rentan
terhadap N. lugens. Benih padi direndam dalam air selama 24 jam. Benih dibilas
kemudian disemai dalam stoples plastik. Stoples ditutup dengan kain kasa sebagai
aerasi. Benih dibiarkan tumbuh menjadi bibit dan dipelihara. Bibit padi umur satu
minggu digunakan sebagai medium pembiakan N. lugens. Sebanyak tiga benih
padi ditanam dalam medium pada gelas plastik (diameter atas 8 cm dan bawah 6
cm). Medium terdiri atas tanah kebun dan kompos dengan perbandingan 1:1.
Benih padi yang tumbuh menjadi bibit dipelihara hingga menjadi tanaman.

7
Tanaman padi umur satu bulan digunakan untuk pemerangkapan parasitoid di
lapangan.

Pembiakan N. lugens
N. lugens diperoleh dari Rumah Kaca Cikeumeuh, Cimanggu, Bogor. N.
lugens dibiakkan dalam bibit padi (umur satu minggu setelah semai) yang ditanam
secara hidroponik dalam stoples plastik (Gambar 1). Selama pembiakan, air selalu
dikontrol untuk menjaga kelembaban dalam stoples. Imago betina N. lugens yang
gravid digunakan untuk persiapan dalam pemerangkapan parasitoid. N. lugens
yang gravid dicirikan dengan abdomen yang lebih besar.

Gambar 1 Pembiakan N. lugens menggunakan medium bibit padi umur satu
minggu dalam stoples plastik.

Pemerangkapan Parasitoid Telur N. lugens
Pemerangkapan parasitoid dilaksanakan di pertanaman padi umur satu
bulan. Pemerangkapan dilakukan sebanyak tiga kali dengan rentang waktu antar
pemerangkapan adalah 2 hari. Duapuluh imago betina N. lugens gravid
diinfestasikan ke tanaman padi umur satu bulan. Tanaman padi dikurung dengan
kurungan plastik mika bening berbentuk silinder (diameter 8 cm, tinggi 50 cm)
dengan bagian atasnya diberi kain kasa. Imago N. lugens gravid dibiarkan
meletakkan telur dalam jaringan tanaman padi selama dua hari.
Parasitoid diperangkap dengan menempatkan duabelas tanaman padi yang
telah diinfestasi telur N. lugens pada area pertanaman padi (luas 1.250 m2) secara
sistematis dengan jarak 10 meter antar masing-masing tanaman. Tanaman padi
selanjutnya diambil dan dibawa ke laboratorium setelah dua hari. Daun tanaman
padi dipangkas sehingga hanya tersisa bagian batangnya. Pemangkasan daun
bertujuan untuk membuang telur serangga lain yang mungkin diletakkan pada
daun selama di lapangan. Tanaman padi diberi kurungan silinder (diameter 8 cm,
tinggi 50 cm) dari plastik mika yang bagian atasnya diberi kain kasa. Tanaman

8
padi dipelihara sampai akhir pengamatan. Imago parasitoid yang muncul
ditangkap menggunakan tabung reaksi (Gambar 2).
a

b

c

Gambar 2 Pemerangkapan parasitoid telur N. lugens: persiapan (a), peletakan padi
di lapangan (b), padi yang daunnya telah dipangkas (c).

Pengamatan dan Identifikasi Parasitoid yang Terperangkap
Kelimpahan dan keanekaragaman parasitoid dihitung berdasarkan
parasitoid yang muncul. Parasitoid dibuat preparat sementara dengan
meletakkannya di atas gelas objek yang telah ditetesi dengan larutan polivinil
ethanol, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Preparat dipanaskan pada hot
plate selama tujuh hari selanjutnya diamati menggunakan mikroskop Olympus
BX51 dan didokumentasikan dengan kamera Olympus. Bagian yang menjadi
fokus pengamatan adalah antenna, sayap depan (forewings), tarsus, dan alat
genetalia betina. Spesimen diidentifikasi berdasarkan Askew (1965), Doutt (1955),
Graham dan Robert (1969), Heydon (1989), Huber et al. (2009), Lin et al. (2007),
Pricop (2013), Timberlake (1921), Triapitsyn (2000), Triapitsyn (2002),
Triapitsyn dan Berezovskiy (2004), Triapitsyn (2010), Viggiani dan Rao (1978),
Yousuf dan Shaffe (1978). Berdasarkan karakter morfologi dari spesies-spesies
yang telah teridentifikasi dilakukan pembuatan kunci identifikasi untuk famili dan
morfospesies.
Analisis Data
Analisis data meliputi penghitungan kekayaan spesies (S), indeks
keragaman Shannon (H’), kemerataan spesies Pielou (J’), dan indeks dominansi
Simpson (D) (Magurran 1988).

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Deskripsi Lokasi Pemerangkapan Parasitoid Telur N. lugens
Lokasi yang dijadikan tempat pemerangkapan parasitoid N. lugens
merupakan area pertanaman padi polikultur. Pertanaman palawija, seperti kacang
hijau, jagung, dan cabai juga ditemukan di lokasi pemerangkapan (Gambar 3).
Lokasi pertanaman padi berdekatan dengan jalan raya dan pemukiman penduduk.
Jarak antara jalan raya dan pemukiman penduduk dengan lokasi pertanaman padi
berkisar 20-100 m. Di sekitar pertanaman padi terdapat tumbuhan liar, semak
belukar, dan terdapat aliran sungai kecil. Tumbuhan liar berbunga juga ditemukan
di pematang sawah (Gambar 4).
a

b

c

d

Gambar 3 Vegetasi habitat di lokasi pemerangkapan parasitoid N. lugens:
pertanaman padi (a), pertanaman kacang hijau, cabai dan jagung (b),
semak belukar (c), tumbuhan liar dan rerumputan (d).

10

Gambar 4 Tumbuhan liar di pematang sawah dan sekitar lahan tempat
pemerangkapan parasitoid telur N. lugens.

Keanekaragaman dan Kelimpahan Parasitoid Telur N. lugens di Pertanaman
Padi Dramaga, Bogor
Parasitoid telur N. lugens yang berhasil dikoleksi dari pertanaman padi di
Dramaga, Bogor sebanyak 4.156 individu, meliputi 6 spesies dalam 4 famili, yaitu
Anagrus nilaparvatae (Mymaridae), Anagrus sp. (Mymaridae), Gonatocerus sp.
(Mymaridae),
Tetrastichus
formosanus
(Eulophidae),
Oligosita
sp.
(Trichogrammatidae), dan Cyrtogaster near vulgaris (Pteromalidae). Parasitoid
telur N. lugens paling sedikit didapatkan dari pemerangkapan I dan paling banyak
didapatkan dari pemerangkapan II (Tabel 1). Parasitoid Oligosita sp. dan A.
nilaparvatae lebih dominan dibandingkan dengan parasitoid telur N. lugens
lainnya (Gambar 5).
Pemerangkapan I memperoleh parasitoid telur N. lugens sebanyak 759
individu dalam 5 spesies, yaitu A. nilaparvatae (178 individu), Anagrus sp. (3
individu), Oligosita sp. (524 individu), T. formosanus (34 individu), dan
Gonatocerus sp. (20 individu). Pemerangkapan II memperoleh 2.331 individu
parasitoid telur N. lugens dalam 5 spesies, yaitu A. nilaparvatae (495 individu),
Anagrus sp. (5 individu), Oligosita sp. (1.721 individu), T. formosanus (95
individu), dan Gonatocerus sp. (15 individu). Pemerangkapan III memperoleh
parasitoid telur N. lugens sebanyak 1.066 individu dalam 6 spesies, yaitu A.
nilaparvatae (153 individu), Anagrus sp. (4 individu), Oligosita sp. (814 individu),
T. formosanus (65 individu), Gonatocerus sp. (12 individu), dan Cyrtogaster near
vulgaris (18 individu) (Tabel 1).

11
Tabel 1 Kekayaan dan kelimpahan masing-masing spesies parasitoid telur N.
lugens pada waktu pemerangkapan I, II, dan III di pertanaman padi
Dramaga, Bogor.
Spesies parasitoid
Anagrus nilaparvatae
Anagrus sp.
Oligosita sp.
Tetrastichus formosanus
Gonatocerus sp.
Cyrtogaster near vulgaris
Total individu
Total spesies

Waktu pemerangkapan
I
II
III
178
495
153
3
5
4
524
1721
814
34
95
65
20
15
12
0
0
18
759
2331
1066
5
5
6

Famili
Mymaridae
Mymaridae
Trichogrammatidae
Eulophidae
Mymaridae
Pteromalidae

Kelimpahan relatif parasitoid telur N. lugens dari keseluruhan
pemerangkapan (I, II, dan III) berturut-turut, adalah A. nilaparvatae sebanyak 826
individu (19,87%), Anagrus sp. sebanyak 12 individu (0,29%), Oligosita sp.
sebanyak 3.059 individu (73,60%), T. formosanus sebanyak 194 individu (4,67%),
Gonatocerus sp. sebanyak 47 individu (1,13%), dan Cyrtogaster near vulgaris
sebanyak 18 individu (0,43%). Kelimpahan Oligosita sp. tertinggi dibandingkan
dengan parasitoid N. lugens lainnya (Gambar 5).
4.67%
1.13%
0.43%
Anagrus nilaparvatae
Anagrus sp.
73.60%

19.87%

Oligosita sp.
Tetrastichus formosanus
Gonatocerus sp.

0.29%
Cyrtogaster near vulgaris

Gambar 5 Kelimpahan relatif masing-masing spesies parasitoid telur N. lugens di
pertanaman padi Dramaga, Bogor

Hasil pemerangkapan parasitoid telur N. lugens di pertanaman padi
Dramaga, Bogor dari pemerangkapan I, II, dan II memiliki kekayaan, keragaman,
kemerataan, dan dominansi spesies yang cenderung tidak berbeda. Kekayaan
spesies parasitoid telur N. lugens dari pemerangkapan III memiliki nilai tertinggi
(S=6 spesies), sementara pemerangkapan I dan II memiliki kekayaan spesies yang
sama (S=5 spesies). Indeks keragaman tertinggi hingga terendah berturut-turut

12
diperoleh pada pemerangkapan I (H’=0,85), III (H’=0,79), dan II (H’=0,72).
Distribusi kelimpahan spesies pada pemerangkapan I (J’=0,53) lebih merata
dibandingkan pemerangkapan II (J’=0,45) dan III (J’=0,44). Dominansi spesies
tertinggi terdapat pada pemerangkapan III (D=0,60), diikuti dengan
pemerangkapan II (D=0,59) dan I (D=0,53) (Gambar 6).
7
6
Nilai indeks S, H', J', dan D

6
5

5

5
4
3
2
0.85 0.72 0.79

1

0.53 0.45 0.44

0.53 0.59 0.6

Kemerataan
spesies (J')

Dominansi
spesies (D)

0
Kekayaan spesies
(S)

Keragaman
spesies (H')

Pemerangkapan I

Pemerangkapan II

Pemerangkapan III

Gambar 6 Kekayaan, keragaman, kemerataan, dan dominansi spesies parasitoid
telur N. lugens di pertanaman padi Dramaga, Bogor.

Deskripsi Parasitoid Telur N. lugens
Imago A. nilaparvatae memiliki panjang tubuh berkisar 0,4-0,6 mm,
berwarna coklat kemerahan. Bagian kepala berbentuk segiempat. Kepala lebih
besar dari toraks. Pada kepala terdapat 3 oseli. Parasitoid jantan dan betina dapat
dibedakan dari bentuk dan jumlah ruas antena. Jantan memiliki antena beruas 13
dan tidak bergada, sedangkan betina memiliki antena beruas sembilan dan pada
ruas terakhir antena berbentuk gada. Sayap depan sempit dengan silia diskal
jarang. Sayap belakang lebih sempit dan lebih pendek dari sayap depan. Silia
marjinal pada sayap depan dan sayap belakang panjang (Gambar 7). Tarsus beruas
empat (Gambar 13) (Meilin 2012). A. nilaparvatae memiliki funikel ruas pertama
hampir berbentuk bulat (subglobular), ukurannya lebih pendek 4 kali dari panjang
funikel ruas kedua dan ovipositornya panjang kurang excerted.
Imago Anagrus sp. memiliki panjang tubuh berkisar 0,4-0,6 mm. Anagrus
sp. memiliki funikel ruas pertama langsing dengan ukuran lebih panjang dari
pedisel (Gambar 8). Ovipositor Anagrus sp. lebih pendek dan excerted (langsing)
serta bagian akhir tarsomer termodifikasi menjadi taji (Gambar 13).

13
Imago Oligosita sp. memiliki panjang tubuh berkisar 0,5-0,6 mm dan
memiliki warna kecoklatan. Antena pada betina parasitoid pendek, menyiku dan
berujung gada. Gada memiliki 3 ruas. Funikel antena betina terdapat dua ruas
(cincin+hanya funikel). Sayap depan agak memanjang dengan silia marjinal.
Panjang silia marjinal adalah setengah dari lebar sayap maksimum. Silia diskal
(mikrotrikhia) sayap depan tersusun dalam baris dan tidak banyak (jarang).
Pedisel lebih pendek dari skapus. Funikel berukuran dua kali panjang pedisel
(Gambar 9) (Meilin 2012). Ujung abdomen jantan berwarna gelap kehitaman
namun terang pada betina. Tarsus memiliki 3 ruas (Gambar 13).
Panjang tubuh imago betina Tetrastichus formosanus berkisar 0,94-1,53
mm, sedangkan jantan berkisar 0,8-1,13 mm. Imago berwana kuning pucat
kehijauan dengan berkas kehitaman pada bagian dorsal toraks dan abdomen.
Kepala agak lebih lebar dari toraks. Antena berwarna kuning pucat kecoklatan.
Antena betina terdiri atas 10 segmen yang tersusun atas skapus, pedisel, cincin 4
ruas, funikel 3 ruas dan klub. Ruas cincin pertama dan keempat lebih panjang
daripada ruas cincin yang lainnya. Funikel ruas pertama lebih panjang
dibandingkan dua ruas funikel lainnya. Funikel dan klub dilengkapi dengan
rambut sensila yang panjang dan lebat sementara rambut sensila pada skapus dan
pedisel lebih pendek dan jarang. Pronotum dengan deretan rambut-rambut halus di
sepanjang marjin posterior. Mesoskutum dengan dua atau tiga pasang rambut di
setiap sisinya. Sayap depan lebar dengan silia marjinal yang panjang pada margin
posterior. Silia marjinal lebih pendek dari vena stigmal. Vena marjinal lebih dari
dua kali submarjinal yang dilengkapi dengan sebelas atau duabelas rambut yang
sedikit lebih panjang dari rambut pada margin posterior. Sayap belakang lebih
sempit dari sayap depan. Imago jantan memiliki antena yang terdiri atas 3 ruas
cincin, 4 ruas funikel, dan klub. Skapus antena jantan mengalami pembesaran dan
berbentuk cenderung globular (Gambar 10) (Timberlake 1921).
Imago Gonatocerus sp. memiliki panjang tubuh berkisar antara 1-2 mm.
Kepala dan mesosoma betina dan jantan gelap. Betina memiliki antena bersegmen
11 dengan klub dan 8 ruas funikel. Jantan memiliki antena bersegmen 13 dan
tidak memiliki klub. Sayap depan luas dengan panjang 2-3 kali dari lebar. Venasi
sayap depan pendek kurang dari separuh panjang sayap. Pronotum terbagi dan
tanpa carinae melintang. Gaster coklat muda sampai coklat tua kehitaman
(Gambar 11). Petiole tidak jelas. Tungkai panjang dan ramping. Tarsus beruas
lima (Gambar 13). Tubuh sangat tersklerotisasi namun kurang terkitinisasi (Pricop
2013).
Imago Cyrtogaster near vulgaris memiliki panjang tubuh berkisar 2 mm.
Maksila jantan pada segmen kedua dari belakang menggembung. Sayap depan
dengan sel basal. Spekulum sayap depan terbuka ke bawah. Gaster betina
mengalami sklerotisasi (tergit) sekitar tigaperempat dari gaster. Toraks
membungkuk (gibbous) (Gambar 12) (Askew 1965). Tarsus beruas lima dengan
bagian akhir tarsomer termodifikasi menjadi taji (Gambar 13).

14

a

b

c

d

e

f

Gambar 7 Morfologi Anagrus nilaparvatae: imago betina (a), imago jantan
(b), antena betina (c), antena jantan (d), sayap depan betina (e),
sayap depan jantan (f).

15

a

b

c

d

e

f
Gambar 8 Morfologi Anagrus sp.: imago betina (a), imago jantan (b), antena
betina (c), antena jantan (d), sayap depan jantan (e), sayap
belakang jantan (f).

16

a

b

c

d

e

Gambar 9 Morfologi Oligosita sp.: imago betina (a), imago jantan (b), sayap
depan betina (c), sayap belakang betina (d), dan antena betina (e).

17
a
b

c

d

e

f
Gambar 10 Morfologi Tetrastichus formosanus: imago betina (a), imago
jantan (b), antena jantan (c), antena betina (d), sayap depan
betina (e), sayap belakang betina (f).

18
a

b

c

d

e

Gambar 11 Morfologi Gonatocerus sp.: imago betina (a), ovipositor (b),
antena betina (c), antena jantan (d), sayap jantan (e).

19

a

b

c

d

e

f
Gambar 12 Morfologi Cyrtogaster near vulgaris: imago betina (a), imago
jantan (b), antena betina (c), antena jantan (d), sayap depan
betina (e), sayap belakang betina (f).

20
(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)
Gambar 13 Morfologi tarsus parasitoid telur N. lugens:
Anagrus
nilaparvatae (1), Anagrus sp. (2), Oligosita sp. (3),
Tetrastichus formosanus (4), Gonatocerus sp. (5), Cyrtogaster
near vulgaris (6).

21
Kunci Identifikasi Famili Parasitoid Telur N. lugens dari Pertanaman Padi
1 Tarsi terdiri atas 3 segmen, berukuran sangat kecil (minute), antena sangat
pendek dan terdiri atas 3 segmen, silia diskal tersusun dalam garis
longitudinal......................................................................... Trichogrammatidae
- Tarsi terdiri atas 4 atau 5 segmen, berukuran sangat kecil (minute) sampai agak
besar, antena panjang dan terdiri atas 9-11 segmen, silia diskal lebih merata
tidak tersusun dalam garis longitudinal.............................................................. 2
2 Bagian basal sayap belakang menyerupai tangkai, sayap dan tungkai panjang
serta ramping, silia marjinal sebagian besar panjang, soket antena berjauhan,
gaster umumnya memiliki petiole.................................................... Mymaridae
- Bagian basal sayap belakang tidak menyempit seperti tangkai, sayap dan
tungkai gemuk dan berbeda bentuk, silia marjinal tidak panjang...................... 3
3 Sayap depan memiliki vena marjinal yang panjang dan luas, postmarjinal, dan
vena stigmal yang berkembang dengan baik, spekulum jelas, bagian akhir
tarsomer termodifikasi menjadi taji (clawn)...................................Pteromalidae
- Sayap depan memiliki vena marjinal yang relatif panjang, postmarjinal, dan
vena stigmal yang pendek, bagian akhir tarsomer tidak mengalami
modifikasi.......................................................................................... Eulophidae

Kunci Identifikasi Morfospesies Parasitoid Telur N. lugens dari Pertanaman
Padi
1 Tarsi terdiri atas 4 atau 5 segmen, bagian basal sayap belakang menyempit
seperti tangkai..................................................................................................... 2
- Tarsi terdiri atas 3 segmen, bagian basal sayap belakang tidak menyempit
seperti tangkai, antena betina terdiri atas 2 segmen funikel (cincin dan funikel),
sayap depan memiliki silia diskal yang jarang dan tersusun dalam baris, silia
marjinal setidaknya setengah dari lebar sayap maksimum.............. Oligosita sp.
2 Ovipositor pendek dan langsing (exerted), antena betina terdiri atas 6 funikel
dan klub yang padat, funikel ruas pertama langsing dan lebih panjang dari
pedisel,
antena
jantan
bersegmen
13
dan
tidak
memiliki
klub................................................................................................... Anagrus sp.
- Ovipositor panjang dan kurang exerted...............................................................3
3 Gaster melekat dengan propodeum, mesopostphragma jelas memproyeksikan
terhadap gaster, antena betina memiliki 6 segmen funikel dengan klub, funikel
ruas pertama berbentuk subglobular berukuran 4 kali lebih pendek dari panjang
funikel ruas kedua, skutelum diikuti oleh sepasang pelat yang terpisah dengan
jelas (postskutelum), antena janta