Determination Of Calculation Quota Exporters Of Skin Reticulated Python (Python Reticulatus Scheider 1801) Environmental In Indonesia.

PENENTUAN RUMUS PERHITUNGAN KUOTA EKSPORTIR JENIS
KULIT ULAR SANCA BATIK (Python reticulatus Scheider 1801)
BERWAWASAN LINGKUNGAN DI INDONESIA

EKA NURMALA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penentuan Rumus
Perhitungan Kuota Eksportir Jenis Kulit Ular Sanca Batik (Python reticulatus
Scheider 1801) Berwawasan Lingkungan di Indonesia adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Eka Nurmala Sari
NIM P052130014

RINGKASAN
EKA NURMALA SARI. Penentuan Rumus Perhitungan Kuota Eksportir Jenis
Kulit Ular Sanca Batik (Python reticulatus Scheider 1801) Berwawasan
Lingkungan di Indonesia. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA dan NANDANG
PRIHADI.
Perdagangan jenis reptil baik di dalam negeri maupun di luar negeri dari
tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Jenis reptil yang
diperdagangkan terbagi menjadi tiga, yaitu reptil pet, reptil konsumsi dan reptil
kulit. Kulit reptil, khususnya kulit ular sanca batik diperdagangkan dalam jumlah
yang lebih besar dibandingkan dengan pet, hal ini karena kulit ular sanca batik
paling digemari dan menjadi primadona dikalangan para eksportir. Kuota ekspor
merupakan jumlah seluruh kuota ekspor yang boleh diperdagangkan oleh para
eksportir kulit ular ke luar negeri. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi

peubah-peubah kunci dalam rumusan perhitungan kuota eksportir kulit ular sanca
batik dan merumuskan cara perhitungan kuota eksportir.
Pengambilan data dilakukan kepada 44 eksportir kulit reptil pada bulan Juni
sampai dengan November 2016. Metode yang digunakan adalah pemeriksaan
dokumen-dokumen administrasi eksportir dan observasi langsung di lapangan
kepada 44 eksportir kulit ular sanca batik. Pengolahan dan analisis data meliputi
identifikasi peubah-peubah kinerja eksportir. Peubah-peubah kinerja eksportir
diantaranya pemanfaatan kuota ekspor tahun sebelumnya (X1), tenaga kerja (X2),
jenis produk barang jadi (X3), jenis produk kulit samakan/crusted (X4), investasi
(X5), rendemen (X6), PNBP (X7), negara tujuan (X8), waktu realisasi dari terbitnya
SATS-LN (X9), kegiatan konservasi (X10), bahan kimia (X11) dan listrik (X12).
Data dianalisis dengan menggunakan uji korelasi pearson, uji multikolinearitas,
dan analisis regresi linear dengan bantuan software SPSS versi 23.
Hasil analisis menunjukkan bahwa peubah kunci yang memiliki korelasi
terhadap perhitungan kuota eksportir dan tidak memiliki multikolenieritas antar
peubah bebas adalah produk barang jadi (X3), produk crusted (X4), nilai investasi
(X5), rendemen (X6), PNBP (X7), waktu realisasi (X9), kegiatan konservasi (X10)
dan bahan kimia (X11). Berdasarkan hasil analisis regresi linear didapatkan
rumusan penentuan kuota eksportir: Y = 2.001 + 0.002 X3 + 0.072 X4 + 0.080 X5
+ 0.030 X6 – 0.384 X9 + 0.059 X10. Persamaan regresi menghasilkan nilai

adjusted R square yang dihasilkan sebesar 0.916. Hal tersebut mengandung arti
bahwa pada persamaan regresi sebesar 91.6% cara perhitungan kuota eksportir
tersebut dapat dijelaskan oleh peubah produk barang jadi, produk crusted,
rendemen, investasi, waktu realisasi, dan kegiatan konservasi sedangkan 8.4%
dijelaskan oleh peubah lain yang tidak masuk dalam lingkup penelitian ini.
Peubah yang memiliki hubungan positif terhadap perhitungan kuota eksportir
diantaranya produk barang jadi (X3), produk crusted (X4), investasi (X5),
rendemen (X6), dan kegiatan konservasi (X10), sedangkan peubah yang memiliki
hubungan negatif adalah waktu realisasi (X9).
Kata kunci: kuota ekspor, kulit sanca batik, perdagangan

SUMMARY
EKA NURMALA SARI. Determination of Calculation Quota Exporters of Skin
Reticulated python (Python reticulatus Scheider 1801) Environmental in
Indonesia. Supervised by YANTO SANTOSA and NANDANG PRIHADI.
Trade of reptiles in regional and international have been increased every
year. The trade of reptiles was divided into three namely pet reptile, consumption
reptile and reptile skin. The trade of skin reptile greater than pest, because the
skin of reticulated python is the most popular and to be excellent among
exporters. Quotas export is all of number of quota exporter should be traded by

exporter to international. This study aimed to identify of key variables exporter
and formulation of calculation quota exporters of reticulated python.
Data were collected from 44 exporter skin of phyton from June to November
2015. The methods used in this research were examination of administrative
documents exporters and direct observation to the enclosure to 44 exporter skin of
phyton reticulated. Processing and data analysis includes the identification of
variables of exporter performance. Variables performance of exporter were
export realization ofthe previous year (X1), labor (X2), finished product (X3),
crusted product (X4), investment value (X5), yield (X6), PNBP (X7), state of export
(X8), time of realization (X9), conservation activities (X10), chemicals (X11), and
electricity (X12). Data was analyzed using pearson correlation, multikolinearitas
and regression on SPSS version 23.
Results showed that key variables that have a correlation to the calculation
of quotas exporter and has no multikolenieritas between independent variables
are finished product (X3) , the product crusted ( X4 ) , the investment value ( X5 ) ,
yield ( X6 ) , PNBP (X7) , time realization ( X9 ) , conservation activities (X10) and
chemicals ( X11 ) . Based on the analysis of linier regression formula obtained
quota determination exporter: Y = 2.001 + 0.002 X3 + 0.072 X4 + 0.080 X5 +
0.030 X6 – 0.384 X9 + 0.059 X10. The result of regression equation of adjusted R
square is 0.916. It means that the quation of regression linear is 91.6% for

calculation of quotas as it could be explained by finished product, products
crusted, yield, investment, time of realization and conservation activities, while
8.4% is explained by variables that are not included in of this research. Variables
were positively related to the calculation of export quotas include finished
product (X3), product crusted (X4), investments (X5), yield (X6), and conservation
activities (X10), while the variables that have a negative relationship is time of
realization ( X9).
Keywords: quota export, skin of reticulated python, trade

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENENTUAN RUMUS PERHITUNGAN KUOTA EKSPORTIR JENIS

KULIT ULAR SANCA BATIK (Python reticulatus Scheider 1801)
BERWAWASAN LINGKUNGAN DI INDONESIA

EKA NURMALA SARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Novianto Bambang Wawandono, M.Si

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’Ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2015 ini ialah
Penentuan Rumus Perhitungan Kuota Eksportir Jenis Kulit Ular Sanca Batik
(Python reticulatus Scheider 1801) Berwawasan Lingkungan di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA dan
Dr Nandang Prihadi, S.Hut, MSc selaku pembimbing tugas akhir dan Dr Ir
Novianto Bambang W, M.Si selaku penguji luar yang telah banyak memberi saran
guna penyempurnaan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
kedua orang tua, suami, anak-anakku tercinta dan semua sahabat grup PSL
angkatan 2013 atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

Eka Nurmala Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi


DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
1
2
3

3
3

TINJAUAN PUSTAKA

5

Pemanfaatkan Kuota Ekspor Tumbuhan dan Satwa Liar
Implementasi Perdagangan Kulit Ular Sanca Batik
(Python reticulatus Scheider 1801)
Kulit Ular Sanca batik (Python reticulatus Scheider 1801)

5
6
7

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Tahapan Penelitian

Analisis Data

8
8
9
9
13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Peubah Kunci Perhitungan Kuota ekspor

16
16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

32
32

32

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

39

DAFTAR TABEL
1.

2.
3.
4.
5.
6.

7.

Peubah yang diukur, simbol, satuan, metode pengumpulan,
pengolahan dan analisis data serta sumber data berdasarkan tujuan
masing-masing
Hubungan peubah kunci eksportir dengan peubah kunci lainnya
Hasil analisis regresi linear berganda pada rumusan perhitungan kuota
ekspotir
Tabel Anova pada rumusan perhitungan kuota ekspotir
Hasil analisis autokorelasi pada rumusan perhitungan kuota eksportir
Perbandingan kuota eksportir tahun 2014 dengan simulasi kuota
eksportir dengan rumus perhitungan kuota eksportir berdasarkan
peubah kunci
Jumlah Iuran Kegiatan Konservasi Berdasarkan Kelas Kuota Eksportir

12
16
20
21
22

28
31

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.

Kerangka pemikiran penelitian penentuan rumus perhitungan kuota
eksportir
Showroom produk barang jadi dan proses pembuatan barang jadi
Proses penyamakan dan kulit samakan siap jual

4
23
25

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Hasil analisis uji normalitas dengan one-sample Kolmogorov-Smirnov
Test
Hasil analisis regresi linier berganda pada rumusan perhitungan kuota
ekspor
Hasil uji heterokedasitas
Hasil perhitungan kuota eksportir berdasarkan rumus

36
36
37
38

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Maraknya pemberitaan tentang koleksi produk barang mewah dari kulit ular
baik di kalangan para selebriti dan elit pejabat belakang ini, memperkuat hasil
penelitian Suyastri (2015) yang menyatakan bahwa 30 tahun terakhir konsumsi
atas sumberdaya alam dari keanekaragaman hayati mengalami peningkatan tajam
dan perdagangan satwa serta bagian-bagian tubuhnya seperti kulit, gading, daging
dan organ tubuh lainnya untuk kebutuhan manusia menjadi salah satu perhatian
dunia. Berdasarkan laporan USAID (2015) dinyatakan bahwa Indonesia
merupakan pemasok terbesar produk satwa liar di Asia, baik secara legal maupun
ilegal. Adapun jenis kulit yang menjadi primadona dalam perdagangan jenis kulit
reptil baik di dalam negeri maupun di luar negeri yaitu jenis kulit ular sanca batik
(Python reticulatus). Laporan statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Tahun 2015 disebutkan bahwa besarnya PNBP dari ekspor kulit reptil
mencapai Rp 1.046.572.440,00 dengan perkiraan devisa mencapai Rp
707.909.501.765 atau US $ 54.454.577. Pemanfaatan realisasi ekspor kulit ular
sanca batik selama lima tahun terakhir selalu habis sesuai dengan kuota ekspor
yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu 157.500 lembar per tahun.
Kulit ular sanca batik merupakan kulit ular yang paling digemari dan
menjadi primadona di kalangan para eksportir. Kulit ular sanca batik banyak
dijadikan bahan baku kerajinan seperti tas, jaket, ikat pinggang, sepatu dan lain
sebagainya. Hal tersebut disebabkan kulit ular sanca batik memiliki nilai jual yang
tinggi dengan kualitas tebal kulit ular, corak dan warnanya yang unik, sehingga
terjadi perebutan kuota ekspor kulit ular sanca batik diantara para eksportir kulit
ular.
Ular sanca batik menurut CITES masuk ke dalam Appendiks II, yang
artinya adalah spesies yang tidak terancam punah, tetapi akan mengalami
kepunahan apabila tidak dikontrol dan dimonitor secara ketat, sehingga boleh
dimanfaatkan atau diperdagangakan. Upaya mekanisme pengendalian
perdagangan satwa yaitu dengan penetapan kuota ekspor. Penetapan kuota ekspor
merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengontrol dan memonitor
pemanfaatan satwa secara terkendali dan sustainable.
Kuota ekspor merupakan jumlah seluruh kuota ekspor yang boleh
diperdagangkan oleh para eksportir. Sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2015,
jumlah kuota ekspor kulit ular sanca batik tidak mengalami kenaikan. Hal ini
bertolak belakang dengan jumlah eksportir kulit yang setiap tahun mengalami
penambahan. Jumlah eksportir yang terdaftar pada Ditjen Konservasi Sumber
Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) pada tahun 2014 sebanyak 37 eksportir
meningkat pada tahun 2015 menjadi 44 eksportir yang tersebar di Kota Jakarta,,
Tangerang, Magelang, Surabaya, Makassar, Medan dan Samarinda.
Perhitungan kuota eksportir yang selama ini sudah dilakukan oleh Ditjen
KSDAE masih menggunakan rumusan perhitungan sederhana dan belum
dibuktikan secara ilmiah. Para eksportir merasa bahwa perhitungan kuota
eksportir yang telah dilakukan oleh pemerintah belum transparan dan belum
sepenuhnya mencerminkan kinerja eksportir. Hal tersebut menyebabkan para
eksportir merasa tidak puas dan tidak adil atas kuota ekspor yang diperoleh.

2
Seperti halnya kegiatan pemanfaatan sumberdaya lainnya, pada penentuan
rumus perhitungan kuota eksportir jenis kulit ular sanca batik (Python reticulatus
Scheider 1801) berwawasan lingkungan di Indonesia juga ada tiga pilar yang
menjadi perhatian dalam penelitian ini, yaitu bidang ekonomi, ekologi dan sosial.
Pada bidang ekonomi dapat dilihat dari besarnya pengaruh nilai penjualan ekspor
atau devisa negara, serta besarnya investasi dalam pengembangan industri kulit
ular. Dilihat dari bidang ekologi bahwa dalam perdagangan satwa liar juga perlu
memperhatikan peran kegiatan konservasi untuk menjamin kelestarian populasi
satwa ini. Pada bidang sosial bahwa industri kulit ular tidak dapat dipungkiri akan
berdampak pada besarnya penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan pemikiran
tersebut, maka penelitian ini juga memperhatikan ketiga bidang ekologi, ekonomi
dan sosial, sehingga pada kegiatan identifikasi peubah-peubah kunci yang
merupakan salah satu tujuan dalam penelitian ini juga harus mempertimbangkan
semua bidang tersebut. Adapun peubah-peubah yang diduga berpengaruh terhadap
kinerja eksportir yaitu, meliputi realisasi eksportir tahun sebelumnya, tenaga kerja,
jenis produk kulit samakan dan barang jadi, nilai investasi, rendemen, Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP), negara tujuan ekspor, waktu realisasi dari terbitnya
Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar ke Luar Negeri (SATS-LN), kegiatan
konservasi, bahan kimia dan pemakaian listrik dalam menunjang proses kegiatan
usaha.
Atas dasar tersebut, maka penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi
peubah-peubah kunci yang merupakan ciri dari kinerja para eksportir kulit ular.
Peubah-peubah kunci yang didapatkan digunakan dalam perhitungan kuota ekspor.
Hasil penelitian penentuan cara perhitungan kuota ekspor kulit ular sanca batik
bermanfaat kepada para penentu kebijakan sehingga proses perhitungan kuota
ekspor menjadi lebih mudah, cepat, adil dan transparan.

Perumusan Masalah
Pembagian jatah kuota ekspor yang dilakukan oleh pemerintah masih
dirasakan belum adil oleh para eksportir kulit reptil khususnya dalam proses
pembagian jatah kuota untuk jenis kulit ular sanca batik. Proses perhitungan kuota
ekspor yang selama ini dilakukan oleh pemerintah masih belum
mempertimbangkan faktor-faktor yang mencerminkan kinerja dari eksportir. Para
eksportir merasa tidak puas karena perjuangan yang telah mereka kerjakan untuk
meningkatkan kualitas produk, mengoptimalkan realisasi ekspor dan
meningkatkan devisa negara seakan-akan tidak bernilai. Para eksportir dalam
mendapatkan jatah kuota ekspor tidak perlu menunjukkan kinerja yang baik, tapi
lebih pada faktor kedekatan. Selain itu, proses atau sistem penetapan kuota ekspor
masih bersifat subjektif. Hal tersebut menimbulkan banyak kecemburuan
dikalangan para eksportir. Sehingga terjadi persaingan yang tidak sehat. Para
eksportir berlomba-lomba mencari perhatian tetapi bukan dengan meningkatkan
kinerja mereka.
Cara perhitungan kuota ekspor yang sudah dilakukan oleh pemerintah cq.
Ditjen KSDAE masih sederhana dan belum teruji secara ilmiah. Para eksportir
berasumsi bahwa faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam perhitungan
tersebut belum merefleksikan kinerja eksportir. Perhitungan kuota ekspor yang
dilakukan masih belum transparan, sehingga menimbulkan permasalahan yaitu

3
komplain dari para eksportir atas ketidakpuasan dan ketidakadilan terhadap jatah
kuota yang mereka peroleh. Atas dasar hal tersebut, maka dilakukan penelitian
untuk mengidentifikasi semua peubah-peubah yang menjadi ciri-ciri kinerja para
eksportir. Peubah-peubah tersebut akan menjadi dasar dalam rumusan atau
rumusan cara perhitungan kuota ekspor. Adapun peubah-peubah yang diduga
berpengaruh terhadap kinerja eksportir yaitu meliputi realisasi eksportir tahun
sebelumnya, tenaga kerja, jenis produk kulit samakan dan barang jadi, nilai
investasi, rendemen, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), negara tujuan
ekspor, waktu realisasi dari terbitnya Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar ke
Luar Negeri (SATS-LN), kegiatan konservasi, bahan kimia dan pemakaian listrik
dalam menunjang proses kegiatan usaha.

Tujuan Penelitian
Tujuan kegiatan penelitian penentuan cara perhitungan kuota ekspor kulit
ular sanca batik di Indonesia, yaitu :
1. Mengidentifikasi peubah-peubah kunci yang seyogyanya diperhitungkan
dalam rumusan perhitungan kuota ekspor kulit ular sanca batik (Python
reticulatus).
2. Merumuskan cara perhitungan kuota eksportir secara transparan dan
mencerminkan kinerja perusahaan.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapatkan dari penelitian penentuan rumusan
perhitungan kuota ekspor kulit ular sanca batik di Indonesia, yaitu:
1. Membantu para penentu kebijakan dalam perhitungan kuota eksportir kulit
reptil.
2. Teridentifikasinya peubah kunci penciri kinerja para eksportir kulit.

Kerangka Pemikiran
Menurut KEPMENHUT No.447/KPTS-II/2003 tentang Tata Usaha
Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar, kuota
adalah batas maksimal ukuran dan satuan tumbuhan dan satwaliar dari alam untuk
setiap jenis yang dapat dimanfaatkan selama satu tahun takwin. Kuota ekspor
nasional adalah kuota yang diijinkan untuk diperdagangkan ke luar negeri yang
ditetapkan oleh pemerintah. Kuota ekspor nasional dibagikan kepada seluruh
eksportir tumbuhan dan satwa liar. Kuota eksportir adalah batasan jumlah dan
jenis spesimen yang boleh diperdagangkan ke luar negeri oleh para eksportir.
Jumlah kuota ekspor tidak boleh melebihi kuota nasional.
Proses pembagian kuota ekspor dilakukan oleh pemerintah yaitu
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan cq. Ditjen KSDAE dengan
rumusan cara perhitungan yang belum teruji secara ilmiah. Rumusan cara
perhitungan kuota eksportir belum sepenuhnya memperhatikan peubah-peubah
yang mencerminkan kinerja para eksportir. Peubah-peubah yang digunakan dalam

4
rumusan cara perhitungan kuota eksportir selama ini digunakan yaitu diantara
lain: realisasi pemanfaatan kuota ekspor tahun sebelumnya, tenaga kerja, jenis
produk, investasi, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), negara tujuan ekspor.
Peubah-peubah yang digunakan diduga belum lengkap dan belum mencerminkan
kinerja eksportir, sehingga perlu diindentifikasi peubah-peubah yang
mencerminkan kinerja eksportir.
Rumusan cara perhitungan kuota ekspor yang sudah dilakukan oleh
pemerintah seyogyanya dilakukan dengan cepat, adil dan transparan. Hal ini
bertujuan untuk menghilangkan rasa curiga dan diharapkan dapat meningkatkan
prestasi kinerja eksportir. Tahap analisa peubah kunci kinerja eksportir bertujuan
untuk mendapatkan hasil akhir yaitu rumusan perhitungan kuota ekspor. Rumusan
tersebut merupakan salah satu alat bantu bagi pemerintah dalam proses
perhitungan kuota ekspor. Secara ringkas kerangka pemikiran pelaksanaan
penelitian adalah sebagaimana Gambar 1.
Kuota ekspor
nasional

Perhitungan Kuota
ekspor berdasarkan
peubah kinerja
eskportir

Pembagian kuota
ke 44 eksportir

Tidak puas
terhadap kuota
ekspor

Peubah Kunci
Kinerja Perhitungan
Kuota Eksportir

Identifikasi peubah
kinerja kuota ekspor

Analisis Peubah Kunci
Kinerja Perhitungan
Kuota Eksportir
Analisis regresi
Rumusan cara
perhitungan Kuota
ekspor Kulit
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian penentuan rumus perhitungan kuota
eksportir

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pemanfaatkan Kuota Ekspor Tumbuhan dan Satwa Liar
Pemanfaatan satwa liar merupakan salah satu aspek kegiatan konservasi
yang dilakukan oleh manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya (Indrawan et
al 2007). Pemanfaatan satwaliar di Indonesia diatur dalam Undang-undang No 5
Tahun 1990 (UU No. 5/1990) dan Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 (PP No.
8/1999). Menurut UU No. 5/1990, sumberdaya alam hayati Indonesia harus
dikelola dan dimanfaatkan secara lestari (Sekditjen PHKA 2007a). Sedangkan PP
No. 8/1999 menyatakan bahwa satwaliar dapat dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat dan pemanfaataannya dilakukan dengan memperhatikan
kelangsungan potensi, daya dukung dan keanekaragamannya (Sekditjen PHKA
2007b). Bahkan pemanfaatan satwaliar ditujukan agar satwaliar tersebut bisa tetap
lestari. Pemanfaatan satwaliar di Indonesia dilakukan untuk kegiatan komersial
dan non komersial. Menurut PP No. 8/1999, pemanfaatan satwaliar bisa dilakukan
dalam bentuk (1) pengkajian, penelitian dan pengembangan; (2) penangkaran; (3)
perburuan; (4) perdagangan; (5) peragaan; (6) pertukaran; dan (7) pemeliharaan
untuk kesenangan (Sekditjen PHKA 2007b).
Pemanfaatan TSL untuk kegiatan ekonomi yang komersial, diijinkan sesuai
dengan UU No. 5/1990 yang menyebutkan bahwa konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan yang salah satunya adalah
pemanfaatan secara lestari dan salah satu bentuk pemanfaatannya adalah untuk
perdagangan (Sekditjen PHKA 2007a). Dalam PP No. 8/1999 juga disebutkan
bahwa pemanfaatan jenis TSL dilaksanakan dalam bentuk yang salah satunya
adalah perdagangan (Sekditjen PHKA 2007b). Lebih lanjut dalam SK Menteri
Kehutanan No. 447/Kpts-II/2003 disebutkan bahwa TSL yang diperdagangkan
bisa diperoleh dari penangkaran dan pengambilan atau penangkapan dari alam
(Sekditjen PHKA 2007c).
Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar yang diperdagangkan di Indonesia
diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 447/KptsII/Menhut/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan
Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL). Salah satu kegiatan pemanfaatan
tumbuhan dan satwa liar yaitu peredaran atau perdagangan. Perdagangan
tumbuhan dan satwa liar meliputi kegiatan ekspor, impor dan re-ekspor.
Perdagangan tumbuhan dan satwa liar diawali dengan penetapan kuota. Kuota
adalah batas maksimum ukuran dan satuan tumbuhan dan satwa liar dari alam
untuk setiap jenis yang dapat dimanfaatkan selama satu tahun takwin. (Sekditjen
PHKA 2007c).
Kuota ekspor ditetapkan oleh Ditjen PHKA sebagai otoritas pengelola yang
jumlahnya ditetapkan berdasarkan pada rekomendasi LIPI sebagai otoritas
keilmuan di Indonesia. LIPI memberikan rekomendasi berdasarkan peta data dan
informasi ilmiah hasil monitoring populasi (Sekditjen PHKA 2007c). Namun bila
data dimaksud tidak tersedia, maka kuota dapat diperoleh atas dasar, yaitu :
a. Kondisi habitat dan populasi jenis yang ditetapkan;
b. Informasi ilmiah dan teknis lainnya tentang populasi dan habitat;
c. Realisasi pengambilan tahun sebelumnya;

6
d.

Kearifan tradisional.
Kuota ekspor adalah batasan jumlah spesimen tumbuhan dan satwa liar
yang diperbolehkan oleh para eksportir untuk diperdagangkan ke luar negeri.
Setiap eksportir berlomba-lomba untuk mendapatkan kuota yang sebesar-besarnya.
Semakin besar kuota ekspor yang diperoleh maka semakin besar keuntungan
perusahaan yang didapat.
Kuota ekspor dibagikan kepada para eksportir yang aktif dan terdaftar pada
Ditjen KSDAE sebagai pemegang ijin pengedar tumbuhan dan satwa liar ke luar
negeri. Jumlah eksportir yang terdaftar sampai dengan tahun 2015 yaitu sebanyak
44 eksportir, yang terbagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok eksportir
penghasil kulit samakan dan barang jadi, kelompok eksportir penghasil kulit
samakan saja dan kelompok eksportir barang jadi saja. Kelompok eksportir kulit
samakan dan barang jadi berjumlah enam eksportir, kelompok eksportir kulit
samakan saja berjumlah 12 eksportir dan kelompok eksportir barang jadi saja
berjumlah 26 eksportir.
Dalam rangka meningkatkan nilai devisa negara, sejak tahun 2013
pemerintah tidak lagi menerbitkan ijin pengedar kulit reptil samakan, tetapi ijin
yang diterbitkan hanya diberikan kepada eksportir yang menghasilkan barang jadi.
Salah satu pertimbangan penentuan perhitungan kuota ekspor yang selama
ini berlaku yaitu realisasi pemanfaatan kuota eksportir. Pemerintah berpendapat
bahwa realisasi pemanfaatan kuota ekspor yang besar mencerminkan kinerja
perusahaan yang baik. Menurut Yastuti (2004), faktor-faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi kinerja dan daya saing industri di pasar
international, antara lain : pembiayaan usaha, pengenaan pajak, retribusi,
pungutan liar, biaya listrik, bahan bakar, telekomunikasi dan tenaga kerja. Faktor
lain yang juga mempengaruhi kinerja industri yaitu persaingan pasar international,
regionalisasi perdagangan dan isu-isu yang berkembang di pasar internasional.
Implementasi Perdagangan Kulit Ular Sanca Batik (Python reticulatus
Scheider 1801)
Perdagangan satwaliar internasional sudah diatur dalam CITES (Convention
on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang
ditandatangani pada tanggal 3 Maret 1973 di Wasington DC dan mulai berlaku
pada tanggal 1 Juli 1975 (Dit. KKH 2010). Indonesia telah menjadi anggota
CITES yang ke 48 pada tanggal 28 Desember 1978 (CITES 2012) dan
meratifikasi CITES melalui Keputusan Presiden No. 43 tahun 1978 tentang
Pengesahan CITES. Indonesia telah pula menetapkan Ditjen PHKA Kementerian
Kehutanan sebagai Otoritas Pengelola dan LIPI sebagai Otoritas Keilmuan
melalui Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 (Dit. KKH 2010). Tujuan dari
CITES adalah menghindarkan jenis-jenis tumbuhan dan satwa dari kepunahan di
alam melalui pengendalian perdagangan serta produk-produknya secara
internasional (Dit. KKH 2010).
Perdagangan reptilia dilakukan dalam jumlah yang besar dengan nilai yang
sangat komersil. Sinaga (2008) mencatat beberapa penelitian pada pasar
tradisional, perdagangan jenis reptilia asing cenderung meningkat seperti yang
tercatat dalam penelitian Sheperd dan Nijman (2007) di Thailand dan Goh dan
O’Riordan (2007) di Singapura. Nijman (2010) menyatakan bahwa reptil
mempunyai jumlah terbesar yang diperdagangkan, yaitu 17.4 juta ekor dan 13.79

7
juta diantaranya berasal dari alam. Negara yang menjadi pengekspor terbesar
adalah Indonesia dan Malaysia, sedangkan negara pengimpor terbesar adalah
Singapura, Uni Eropa dan Jepang. Indonesia menjadi penyuplai 62% reptil pada
tata niaga satwaliar di Asia Tenggara yang berasal dari tangkapan alam selama
tahun 1998-2007 (Nijman 2010).
Perdagangan ekspor kulit ular sanca batik (Python reticulatus) di Indonesia
yang semakin menunjukan bahwa kulit ular sanca batik (Python reticulates)
sangat diminati oleh pasar luar negeri dan memiliki nilai komersial. Kegiatan
ekspor kulit ular ini memberikan sumbangan devisa negara yang tidak sedikit.
Menurut Amaliah (2012), rata-rata perkiraan devisa dari ekspor jenis kulit ular
kobra, ular sanca batik dan ular jali antara tahun 2005-2010 mencapai $32.929,93
dan PNBP (IHH) Rp 18.864.145,00.
Perdagangan kulit ular sanca batik (Python reticulatus) di Indonesia
bergerak fluktuatif di antara tahun 2001-2010 dengan total ekspor mencapai
13.500,127 lembar (Amaliah 2012). Indonesia dan Malaysia merupakan negara
pengekspor reptil terbesar (Wardhani 2012). Indonesia yang merupakan negara
produsen utama kulit ular, tetapi nilai pendapatan negara yang dihasilkan dari
perdagangan kulit ular masih sangat kecil, hal tersebut disebabkan karena
rendahnya harga patokan yang ditetapkan pemerintah. Selain itu Indonesia belum
memiliki posisi tawar dalam penentuan harga kulit dunia.
Menurut Khairunnisa (2009), peubah harga mempunyai pengaruh negatif
terhadap permintaan ekspor. Atas dasar tersebut perlu upaya dalam usaha
meningkatkan daya saing sehingga mampu menjual dengan harga yang kompetitif
dipasar tujuan ekspor.
Pasar tujuan ekspor kulit ular sanca batik (Python reticulatus) dari Indonesia
merupakan negara-negara yang telah memiliki industri pengolahan kulit yang
maju. Amaliah (2012) menyampaikan bahwa ekspor kulit ular Sanca Batik
(Python reticulatus) ditujukan pada 39 negara. Mayoritas negara tujuan ekspor
tersebut seperti Singapura, Meksiko, Itali dan Spanyol.
Peningkatan permintaan ekspor dalam dunia industri, dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang meliputi : (1) peningkatan kualitas produktifitas sehingga
mampu bersaing dengan negara-negara lain; (2) menetapkan harga ekpor produk
sehingga dapat lebih kompetitif dengan negara pesaing; (3) Perluasan pangsa
pasar sebagai negara tujuan ekspor sehingga dapat meningkatkan devisa negara;
(4) melakukan perjanjian dagang dengan negara tujuan ekspor untuk
meningkatkan barganing position (Oktaria 2009).
Kulit Ular Sanca batik (Python reticulatus Scheider 1801)
Ular sanca batik (Python reticulatus) adalah salah satu jenis spesies yang
menjadi primadona perdagangan reptil sehingga jenis ini merupakan jenis ular
yang banyak dieksploitasi (Abel 1998; Requier 1998; Shine et al. 1998b;
Yuwono 1998; Auliya et al. 2002; Mardiastuti & Soehartono 2003). Ular sanca
batik (Python reticulatus) di Indonesia banyak dimanfaatkan untuk industri kulit.
Nijman (2010) menyatakan bahwa bentuk reptil yang diperdagangkan adalah
kulit dan pet. Menurut Yuwono (1998) dan Nijman (2010), kulit reptil
diperdagangkan dalam jumlah yang lebih besar daripada pet.
Kulit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kulit samakan. Kulit
samakan adalah kulit yang dikerjakan sedemikian rupa sehingga bersifat lebih

8
permanen dengan kadar air tertentu yang tidak memungkinkan tumbuhnya
mikroorganisme (Alinar 2011). Kulit samakan merupakan bahan baku dalam
pembuatan barang jadi. Menurut Asnawi (1997), kegiatan operasional produksi,
perusahaan berusaha maksimal untuk menekan biaya serendah mungkin dan
berjalan secara efisien. Komponen biaya bahan baku adalah termasuk biaya
terbesar dalam proses produksi kulit samakan pada kegiatan industri kulit. Kulit
yang diekspor dalam bentuk barang setengah jadi (crusted / finished) dan dalam
bentuk barang jadi (seperti kerajinan atau accecories seperti tas, ikat pinggang,
dompet, sepatu, sandal, jaket dan lain-lain).
Kulit beberapa jenis ular memiliki ketebalan dan corak menarik yang
dianggap bernilai tinggi untuk dijadikan produk perhiasan, sepatu, tas, dompet,
hiasan dinding, dan pakaian. Kulit ular Sanca Batik (Python reticulatus) memiliki
corak yang unik dengan perpaduan antara warna coklat, emas, hitam dan putih
memberikan keindahan dan menimbulkan kesan mewah untuk dijadikan aksesoris.
Terjadinya pergeseran paradigma disebagian masyarakat terhadap penilai ular
bahwa ular merupakan satwa eksotik yang menarik, sehingga spesies satwa ini
semakin diminati untuk dijadikan kerajinan kulit ular. Akibat hal tersebut maka
kerajinan kulit ular mengalami perkembangan, baik dari segi kualitas produk,
kuantitas pekerja dan jumlah produk, maupun proses pembuatan.
Menurut para ahli ekonomi di negara barat, segala sesuatu yang dapat
dijualbelikan pasti mempunyai nilai (Suparmoko 1997). Ular piton (Phyton
reticulatus), memiliki nilai ekologi, ekonomis dan estetika yang sangat tinggi.
Dari segi ekologi satwa ini menjadi sumber plasma nutfah dan memberikan
keseimbangan bagi rantai makanan di alam. Dari segi estetika, satwa ini terbukti
banyak dipelihara oleh masyarakat karena mempunyai nilai keindahan tersendiri.
Sedangkan dari segi ekonomi satwa ini dapat menjanjikan bagi pengembangan
perekonomian dengan menjadikan satwa ini sebagai komoditi komersil, mulai
untuk pets, obat-obatan, maupun untuk fungsi lainnya.
Seluruh bagian tubuh ular sanca batik (Python reticulatus) dewasa nyaris
tidak ada yang terbuang, apalagi setelah mencapai ukuran panjang lebih dari 1
meter. Kulitnya untuk bahan baku kerajinan; daging untuk konsumsi dan bagian
tubuh lainnya (empedu, sumsum, darah) dipercaya sebagai penawar berbagai
penyakit.

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara sensus kepada 44 pemegang ijin pengedar
kulit reptil ke luar negeri (eksportir) yang terdaftar pada Kementerian Kehutanan.
Eksportir kulit tersebar di beberapa propinsi, yaitu sebanyak 12 eksportir di DKI
Jakarta, dua eksportir di DI Yogjakarta, tiga eksportir di Banten, tiga eksportir di
Jawa Barat , tiga eksportir di Jawa Tengah, empat eksportir di Jawa Timur, tujuh
eksportir di Bali, satu eksportir di Kalimantan Timur, satu eksportir di Jambi,
enam eksportir di Sumatera Utara dan satu eksportir Sulawesi Selatan. Penelitian
ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2015 sampai dengan November 2015.

9
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam pengamatan di lapangan antara lain laporan
realisasi pemanfaatan kuota ekspor, data investasi, RKT eksportir, laporan
pembayaran iuran ekspor, copy dokumen Surat Angkut Tumbuhan Dan Satwa
Liar ke Luar Negeri (SATS-LN), laporan tahunan eksportir, Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) penyegelan, laporan annual report dan kuisioner. Bahanbahan yang digunakan dalam penelitian ini diterbitkan pada tahun 2014. Alat yang
digunakan yaitu kamera, microsoft excel 2007 dan software SPSS 23.
Tahapan Penelitian
Kegiatan penelitian penentuan rumusan cara perhitungan kuota ekspor
dilakukan dengan tahapan-tahapan yang terdiri atas:
1.
Persiapan meliputi pengumpulan tinjauan pustaka ke beberapa instansi
terkait seperti Ditjen DKSAE, Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA), dan Asosiasi Eksportir Kulit Reptil (AIRAI).
2.
Pengambilan data meliputi pemeriksaan dokumen-dokumen eksportir dan
observasi langsung dilapangan kepada 44 eksportir kulit reptil untuk
menilai peubah-peubah yang mencerminkan kinerja eksportir
3.
Pengolahan dan analisis data meliputi identifikasi peubah-peubah kinerja
eksportir. Peubah-peubah tersebut kemudian dianalisis dengan uji korelasi
pearson untuk mengetahui hubungan antar peubah kunci kuota ekspotir.
Peubah-peubah yang tidak memiliki korelasi antar peubah kunci tersebut
akan dilanjutkan dengan analisis regresi, sehingga dihasilkan peubah yang
paling dominan dan persamaan regresi linear untuk menduga perhitungan
kuota eksportir.
4.
Hasil akhir dari kegiatan ini adalah tesis, yang diharapkan dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam perhitungan kuota eksportir.
Metode Pengumpulan Data
Kajian Dokumen Administrasi
Kajian dokumen administrasi bertujuan memperoleh data dan informasi
awal tentang kondisi dan gambaran tentang kegiatan tata usaha peredaran kulit
reptil di Indonesia. Studi literatur yang dilakukan meliputi kebijakan yang berlaku
dalam perijinan peredaran TSL khususnya terkait peredaran kulit reptil baik di
dalam negeri maupun luar negeri .
Data dan informasi diperoleh melalui Direktorat Konservasi
Keanekaragaman Hayati (Direktorat KKH), Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asosiasi Industri Reptil
dan Amphibi Indonesia (AIRAI) dan eksportir kulit reptil.
Pengamatan Langsung
Pengamatan langsung dilakukan dengan cara sensus kepada 44 eksportir
kulit reptil. Pengumpulan data lapangan meliputi : (a) pemeriksaan dokumen
administrasi eksportir meliputi copy SATS-LN, copy SATS-DN, BAP penyegelan,
invoice, PEB, airwil bil, laporan RKT, struck pembayaran askes/BPJS, struck
pembayaran listrik, dan kwitansi pembelian bahan kimia. (b) observasi peubah-

10
peubah kinerja eksportir meliputi realisasi pemanfaatan kuota ekspor tahun
sebelumnya (X1), tenaga kerja (X2), jenis produk barang jadi (X3), jenis produk
kulit samakan (crusted) (X4), investasi (X5), rendemen (X6), PNBP (X7), negara
tujuan (X8), waktu realisasi dari terbitnya SATS-LN (X9), kegiatan konservasi
(X10), bahan kimia (X11) dan listrik (X12).
Pemeriksaan Kelengkapan Administrasi Eksportir
Pemeriksaan dilakukan dengan mengunjungi lokasi kantor dan pabrik
pengolahan kulit. Kunjungan tersebut bertujuan untuk melihat proses kegiatan
pengolahan kulit mulai dari bahan mentah sampai menjadi kulit samakan atau
barang jadi. Selain itu juga data lokasi dari para eksportir kulit dan melakukan
penilaian terhadap kelengkapan administrasi yaitu dengan mencocokan data
laporan dengan kondisi di lapangan baik kantor maupun pabrik pengolahan kulit.
Peubah–Peubah Kinerja Eksportir
Peubah yang dipilih dalam penelitan ini merupakan komponen penunjang
yang mencerminkan kinerja para eksportir, sehingga eksportir dapat
memanfaatkan jatah kuota mereka secara optimal. Adapun peubah tersebut, yaitu
realisasi pemanfaatan kuota ekspor tahun sebelumnya, tenaga kerja, jenis produk,
investasi, rendemen, Pendapatan Nasional Bukan Pajak (PNBP), negara tujuan
ekspor, waktu realisasi dari terbitnya Surat Angkut Tumbuhan Dan Satwa Liar ke
Luar Negeri (SATS-LN), kegiatan konservasi, bahan kimia dan listrik.
1.
Realisasi pemanfaatan kuota ekspor tahun sebelumnya
Salah satu peubah yang dipilih dalam penelitian penentuan cara perhitungan
kuota ekspor yaitu besarnya realisasi pemanfaatan kuota ekspor tahun sebelumnya.
Penilaian terhadap realisasi pemanfaatan kuota ekspor merupakan salah satu
indikator yang mencerminkan kemampuan eksportir dalam menghabiskan jatah
kuota ekspor yang diberikan oleh pemerintah.
Data realisasi pemanfaatan kuota ekspor diperoleh dari Ditjen KSDAE cq.
Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati tepatnya pada Subdit Pemanfaatan
Jenis Seksi Tertib Peredaran. Adapun data realisasi yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu data realisasi pemanfaatan kuota ekspor tahun 2014, terhitung
sejak kuota ekspor diterbitkan oleh Ditjen KSDAE sampai dengan 31 Desember
2014.
2.
Tenaga kerja
Industri kerajinan kulit reptil secara langsung telah membantu pemerintah
dalam upaya penyerapan tenaga kerja, mengurangi tingkat pengangguran dan
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat, khususnya masyarakat sekitar areal
kegiatan usaha. Pemerintah sangat peduli kepada industri atau kegiatan usaha
yang dapat menampung atau menyerapan tenaga kerja. Atas pertimbangan
tersebut maka jumlah tenaga kerja dipilih menjadi salah satu peubah kunci.
3.
Jenis produk
Produk yang dihasilkan dari kulit ular sanca batik terdiri atas 2 (dua) jenis
yaitu kulit samakan (crusted) dan barang jadi (seperti tas, ikat pinggang, sepatu,
jaket dan lain-lain). Produk yang banyak dihasilkan dari para eksportir yaitu kulit
samakan (crusted). Penjualan produk kulit samakan relatif lebih mudah
dibandingkan produk barang jadi.

11
4.

Investasi
Investasi merupakan banyaknya modal yang dipergunakan untuk menunjang
kinerja kegiatan usaha industri kulit. Investasi tersebut meliputi kepemilikan lahan,
toko (showroom), teknologi dan sarana prasana penunjang kegiatan usaha lainnya.
5.
Rendemen
Rendemen adalah prestasi eksportir dalam kegiatan memproduksi kulit
mentah sampai dengan proses kulit samakan dan/atau barang jadi. Persentase
rendemen yang dihasilkan dari para eksportir sangat bergantung pada tingkat
kreatifitas eksportir tersebut dalam menfaatkan kulit yang rusak.
6.
Pendapatan Nasional Bukan Pajak (PNBP)
Pendapatan Nasional Bukan Pajak (PNBP) merupakan kewajiban dari para
eksportir untuk melakukan pembayaran atas pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar
yang telah mereka gunakan. Hal tersebut merupakan pengganti dari nilai intrinsik
atas sumberdaya yang telah mereka ambil dari alam.
Pemilihan PNBP menjadi salah satu peubah karena dipandang memiliki ciri
atas kinerja eksportir. Begitu banyak pungutan PNBP yang dilakukan pemerintah
terhadap kegiatan usaha TSL ini. Mulai dari iuran tangkap atau ambil TSL, iuran
ijin pengedar TSL dalam negeri, iuran ijin pengedar TSL ke luar negeri dan iuran
angkut TSL ke luar negeri (IASLTA). Dalam penelitian ini, PNBP yang dihitung
hanya berdasarkan pada besarnya iuran angkut dari tumbuhan dan satwa liar ke
luar negeri (IASLTA) pada tahun 2014.
7.
Negara tujuan ekspor
Negara tujuan ekspor menggambarkan besarnya jaringan pemasaran dari
eksportir. Salah satu indikator penilaian dalam perhitungan kuota ekspor yaitu
jumlah negara tujuan ekspor. Semakin banyak negara tujuan ekspor maka
pemasaran atas produk dari eksportir tersebut semakin baik.
8.
Waktu realisasi dari terbitnya SATS-LN
Kegiatan perdagangan kulit ular Sanca Batik (Python reticulatus) harus
diliput oleh dokumen SATS-LN. Waktu realisasi pengiriman spesimen dari
terbitnya SATS-LN menggambarkan adanya kepastian pembeli. Hal ini untuk
menghindari adanya monopoli dan spekulasi yang merugikan eksportir lain.
9.
Kegiatan konservasi
Dalam rangka menjaga kelestarian tumbuhan dan satwa liar dan sebagai
wujud tanggung jawab atas pemanfaatan dari tumbuhan dan satwa liar, maka
kegiatan konservasi seyogyanya menjadi peubah dalam perhitungkan kuota
eksportir. Kegiatan konservasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
seberapa besar suatu eksportir ikut berperan serta dalam mendukung program
kegiatan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, yang meliputi : kegiatan
penangkaran, inventarisasi populasi satwa, pembinaan habitat, pelepasliaran,
kampanye, studi, kajian, penelitian dan lain sebagainya.
10. Bahan kimia
Pembelian bahan kimia juga merupakan salah satu peubah yang diamati
dalam penelitian cara perhitungan kuota eksportir. Proses penyamakan kulit yang
dilakukan oleh eksportir pasti memerlukan bahan kimia. Sehingga bukti
pembelian bahan kimia menjadi kunci penciri bahwa eksportir tersebut melakukan
penyamakan.
11. Listrik
Penggunaan daya listrik merupakan kunci utama kegiatan operasional
produksi eksportir. Fasilitas yang tersedia pada pabrik mulai dari penerangan,

12
mesin jahit dan mesin-mesin penunjang memerlukan listrik. Sehingga besarnya
pembayaran listrik atas pemanfaatan daya listrik dari kegiatan operasional
produksi menjadi salah satu peubah kunci penciri kinerja eksportir.
Secara ringkas metode pengumpulan, pengolahan dan analisis data
berdasarkan tujuan masing-masing yang tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Peubah yang siukur, simbol, satuan, metode pengumpulan, pengolahan
dan analisis data serta sumber data berdasarkan tujuan masing-masing

13
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penentuan rumusan cara perhitungan
kuota eksportir kulit ular sanca batik (Python reticulatus) dilakukan dengan
analisis kuantitatif. Data hasil lapangan, kemudian diuji untuk masing-masing
peubah kinerja eksportir (uji seleksi peubah kunci eksportir). Setelah peubah
tersebut dilakukan pengujian maka tahap akhir dari penelitian ini adalah
melakukan analisis data dengan menggunakan regresi linier berganda berupa
metode enter.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengecekan langsung di lapangan
terdapat beberapa data eksportir yang meragukan sehingga dalam penelitian ini
diputuskan hanya menggunakan data sebanyak 30 eksportir.
Uji Seleksi Peubah Kunci Eksportir
Seleksi peubah kunci kinerja eksportir dalam pendugaan perhitungan kuota
eksportir, menggunakan fungsi-fungsi antara lain realisasi pemanfaatan kuota
ekspor tahun sebelumnya (X1), tenaga kerja (X2), jenis produk barang jadi (X3),
jenis produk kulit samakan (crusted) (X4), investasi (X5), rendemen (X6), PNBP
(X7), negara tujuan (X8), waktu realisasi dari terbitnya SATS-LN (X9), kegiatan
konservasi (X10), bahan kimia (X11) dan listrik (X12).
Penentuan korelasi antar peubah kunci kinerja eksportir tersebut (Xi)
dilakukan dengan menggunakan uji korelasi pearson. Pengujian dilakukan dengan
bantuan software SPSS 23. Hipotesis pengujian tersebut dirumuskan sebagai
berikut :
H0 = Antar peubah kunci kinerja eksportir dalam perhitungan kuota eksportir
tidak saling berkorelasi
H1 = Antar peubah kunci kinerja eksportir dalam perhitungan kuota eksportir
saling berkorelasi
Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan probabilitas (asymptotic
significance) sebagai berikut:
1. Jika probabilitas > 0.05, maka H0 diterima
2. Jika probabilitas < 0.05, maka H0 ditolak atau H1 diterima.
Kaidah keputusan adalah menolak Ho jika nilai signifikansi. lebih besar
daripada pada taraf uji α = 5% (p=0,05). Peubah-peubah yang menunjukkan tidak
adanya korelasi antar peubah kunci kinerja eksportir dalam perhitungan kuota
eksportir, selanjutnya akan dianalisis menggunakan regresi linier berganda.
Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil identifikasi pemeriksaan kelengkapan administrasi eksportir berupa
ijin pengedar luar negeri, rencana kerja tahunan (RKT), berita acara pemeriksaan
(BAP) ekspor TSL, akte notaris dan arsip dokumen CITES SATS-LN 2014 serta
hasil wawancara terhadap para eksportir, sehingga diperoleh peubah kunci dalam
rumusan perhitungan kuota eksportir yaitu berupa realisasi pemanfaatan kuota
ekspor tahun sebelumnya (X1), tenaga kerja (X2), jenis produk barang jadi (X3),
jenis produk kulit samakan/crusted (X4), investasi (X5), rendemen (X6), PNBP
(X7), negara tujuan (X8), waktu realisasi dari terbitnya SATS-LN (X9), kegiatan
konservasi (X10), bahan kimia (X11) dan listrik (X12).

14
Analisis regresi linier berganda tersebut dilakukan untuk melihat sejauh
mana peran peubah tersebut dalam mempengaruhi penentuan rumusan
perhitungan kuota eksportir. Penentuan peubah kunci dalam perhitungan kuota
eksportir yang berpengaruh terhadap besarnya jatah kuota eksportir dilakukan
dengan pendekatan multivariate analisis. Tahapan analisis dilakukan dengan
menggunakan bantuan software SPSS 23.0.
Peubah tidak bebas (Y) merupakan besarnya kuota yang akan didapat oleh
eksportir, sedangkan peubah bebas (X) merupakan peubah-peubah kunci yang
mencirikan kinerja eksportir dalam pendugaan perhitungan kuota eksportir, yaitu
terdiri dari realisasi pemanfaatan kuota ekspor tahun sebelumnya (X1), jumlah
tenaga kerja (X2), jenis produk barang jadi (X3), jenis produk setengah
jadi/crusted (X4), nilai investasi (X5), rendemen dalam proses produksi (X6),
PNBP (X7), negara tujuan ekspor (X8), waktu realisasi dari terbitnya SATS-LN
(X9), kegiatan konservasi (X10), pembelian bahan kimia (X11) dan pembayaran
listrik (X12).
Persamaan yang digunakan adalaah sebagai berikut (Suprapto 2004) :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + …….bqXq + ɛ
Keterangan :
Y = Jumlah Kuota eksportir (lbr)
b0 = Intersep
bi = Nilai koefisien regresi ke-i
X1 = Realisasi pemanfaatan kuota ekspor tahun sebelumnya (lbr)
X2 = Jumlah tenaga kerja (org)
X3 = Jenis produk barang jadi (lbr)
X4 = Jenis produk kulit samakan /crusted (lbr)
X5 = Investasi (Rp)
X6 = Rendemen (%)
X7 = PNBP (Rp)
X8 = Negara tujuan (jumlah negara)
X9 = Waktu Realisasi dari Terbitnya SATS-LN (hari)
X10 = Kegiatan konservasi (Rp)
X11 = Bahan kimia
X12 = Listrik (Rp)
Hipotesis yang digunakan adalah :
Ho : b1=b2=….bq = 0 (Tidak ada peubah yang berpengaruh terhadap perhitungan
kuota eksportir)
H1 : b1 ≠ b2 ≠ …..bq ≠ 0 (Ada peubah yang berpengaruh terhadap perhitungan
kuota eksportir).
Model regresi yang didapatkan harus sesuai atau memenuhi dengan syaratsyarat regresi antara lain:
1.
Uji normalitas
Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data
atau observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga
statistik t dapat dikatakan sah. Pembuktian untuk meyakini data telah mendekati
sebaran normal perlu dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Pengambilan
keputusan berdasarkan kriteria pengujian (Santoso 2002) adalah jika nilai
signifikansi (Sig.) > 0.05 maka data terdistribusi normal.

15
2.

Uji statistik F
Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh peubah bebas secara
bersama-sama terhadap peubah terikat. Tahapan analisis dilakukan dengan
software SPSS 23.0. Hipotesis pengujian tersebut dirumuskan sebagai berikut :
H0 = Semua peubah bebas tidak berpengaruh nyata terhadap peubah terikat
H1 = Semua peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah terikat.
Jika Fhit 0.05 maka H0 diterima, artinya peubah bebas (Xi)
tidak berpengaruh nyata terhadap kuota eksportir (Y), atau sebaliknya.
3.

Uji terhadap multikolinieritas
Model dengan banyak peubah sering terjadi masalah multikolinier yaitu
terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Masalah tersebut dapat
dilihat langsung melalui hasil analisi, dimana apabila nilai Varian Inflation Factor
(VIF) < 10 tidak ada masalah multikolinier yang berarti bahwa model regresi
sudah tepat (Iriawan dan Astuti 2006).
4.

Uji heteroskedastisitas
Salah satu asumsi metode pendugaan kuadrat terkecil adalah
homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran
atas asumsi ini disebut heteroskedastisitas. Deteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu
pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah Y
yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di-studentized.
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasar analisis uji
heteroskedastisitas (Ghozali 2006):
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
5.

Uji autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah t