Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha Industri Bawang Goreng Di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah.

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN TERHADAP
KINERJA USAHA BAWANG GORENG
DI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

DEWI CAHYANTI WAHYUNINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Perilaku
Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha Bawang Goreng di Kota Palu Provinsi
Sulawesi Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Dewi Cahyanti Wahyuningsih
H351130361

RINGKASAN
DEWI CAHYANTI WAHYUNINGSIH. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan
terhadap Kinerja Usaha Industri Bawang Goreng di Kota Palu Provinsi Sulawesi
Tengah. Dibimbing oleh LUKMAN M BAGA dan NETTI TINAPRILA.
Pengembangan industri bawang goreng di Kota Palu masih sangat besar
dilihat dari potensi sumberdaya bahan baku dan peran industri tersebut bagi
masyarakat. Keberadaan industri ini diharapkan mampu mengangkat produksi
sekaligus sebagai arah pengembangan komoditas bawang merah lokal Palu
sebagai bahan baku bawang goreng. Selain membantu pemasaran produksi
bawang petani, industri bawang goreng juga dapat mengurangi angka
pengangguran melalui penyerapan tenaga kerja di sekitar tempat usaha. Namun
peluang pengembangan industri bawang goreng ini tidak diikuti oleh peningkatan
kinerja pelaku usaha yang telah ada. Kurangnya keberanian mengambil risiko dan
berinovasi untuk menghasilkan produk, mengolah, menggunakan teknologi dan
memasarkan dengan ide yang baru, serta belum adanya manajemen pengolahan

yang baik merupakan faktor-faktor penyebab rendahnya kinerja pelaku usaha
bawang goreng di Kota Palu.
Tujuan penelitian ini adalah; (1) mengidentifikasi karakteristik pelaku usaha
bawang goreng di Kota Palu, (2) menganalisis pengaruh faktor internal dan
eksternal terhadap perilaku kewirausahaan pelaku usaha bawang goreng, dan (3)
menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha industri
bawang goreng. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Palu, Sulawesi Tengah yang
merupakan sentra industri bawang goreng. Sampel ditetapkan dengan metode
purposive sampling, sehingga diperoleh 34 orang pelaku usaha bawang goreng.
Karakteristik pelaku usaha bawang goreng digambarkan melalui analisis
deskriptif. Selanjutnya Partial least square (PLS)
dimanfaatkan untuk
menganalisis pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap perilaku
kewirausahaan dan pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha.
Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas pelaku usaha bawang goreng
di Kota Palu berpendidikan SMA atau sederajat dengan pengalaman usaha yang
cukup lama. Usaha bawang goreng merupakan mata pencaharian utama dengan
sumber modal dana pribadi. Faktor internal dan eksternal berpengaruh positif
terhadap perilaku kewirausahaan pelaku usaha bawang goreng. Pendidikan dan
motivasi berkontribusi signifikan terhadap pembentukan perilaku kewirausahaan.

Meskipun positif, pengaruh faktor-faktor eksternal lebih rendah dibanding faktor
internal. Hal ini disebabkan ketersediaan bahan baku belum memadai dan
dukungan pemerintah (modal, sarana produksi, penyuluhan dan pelatihan) belum
sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha. Variabel laten perilaku kewirausahaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Usaha. Ini menunjukkan
peningkatan perilaku kewirausahaan akan meningkatkan kinerja usaha pelaku
usaha bawang goreng.
Kata kunci: kinerja usaha, partial least square (PLS), pelaku usaha bawang
goreng, perilaku kewirausahaan

SUMMARY
DEWI CAHYANTI WAHYUNINGSIH. Influences of Entreprenerial Behavior to
the Performance of Fried Onions Businesses in Palu City, Central Sulawesi
Province. Supervised by LUKMAN M BAGA dan NETTI TINAPRILA.
Business development of fried onions in Palu is promising, considering the
availability of raw materials and its role for society. The existence of fried onions'
enterprises is expected to push production of local shallot Palu as raw material and
to guide the development of this commodity. Since, it not only supports the
marketing of shallot at farmers’ level but also reduces the number of
unemployment. However, the improving of these enterprises is not followed by

increasing of business' performances. Some obstacle factors are identified: lack of
willingness to take risks, lack of innovation to produce a product, lack of
technology and marketing strategy; and improper of business management.
This study aims (1) to identify characteristics of fried onions entrepreneurs
in Palu; (2) to analyze the influence of internal and external factors in shaping
entrepreneurial behavior on this businesses, and (3) to analyze the effect of
entrepreneurial behavior to the performance of fried onions' businesses in Palu.
Purposive sampling method determines 34 fried onions enterprises as sample.
Furthermore, descriptive analysis describes the characteristics of fried onions
businesses. Partial Least Square (PLS) is used to analyze the influence of internal
and external factors on the behavior of entrepreneurship and its influences to the
business performance.
The majority of fried onions entrepreneurs in the city of Palu are educated
and experienced in business. Even though this business as their main income,
most of capital sources are from personal funds. Simultaneous internal and
external factors influence positively to the behavior of entrepreneurial businesses
of fried onions. Education and motivation contribute significantly to shape
entrepreneurial behavior. Although positive, the influences of external factors
lower than internal factors. This is due to inadequate availability of raw materials
and government support (capital, production facilities, counseling, and training).

They are not in accordance with the needs of fried onion enterprises.
Entrepreneurial behavior impacts significantly to the business performance. This
study reveals that increasing of entrepreneurial behavior at enterprises of fried
onions will improve their business performance.
Keywords: entrepreneurial behavior, fried onions businesses, partial least
squares (PLS), performance of business.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN TERHADAP
KINERJA USAHA BAWANG GORENG
DI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH


DEWI CAHYANTI WAHYUNINGSIH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Heny Kuswanti S, M.Ec

Penguji Program Studi


: Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala
atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Shalawat dan salam juga penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW. beserta keluarga dan para sahabat. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan januari 2015 ini ialah
kewirausahaan, dengan judul Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap
Kinerja Usaha Bawang Goreng di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah.
Segala usaha yang penulis capai sampai sejauh ini bukan semata-mata
hanya karena usaha diri penulis sendiri, tidak lain karena ridho dan doa dari
orang–orang terdekat yang penulis cintai. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Bapak Dr Ir Lukman M Baga, MAEc dan Ibu Dr Ir Netti Tinaprila,
MM selaku pembimbing atas bimbingan dan motivasi, yang dengan ikhlas
dan sabar memberikan waktu, pemikiran, arahan dan petunjuk dalam
penyusunan tesis ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang
melimpah atas semua kebaikan dan kearifan yang diberikan kepada penulis.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada:
1. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Dosen Komisi Perwakilan

Program Studi pada ujian tesis dan selaku Ketua Program Studi
Agribisnis Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
2. Dr Ir Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
3. Dosen Staf Pengajar dan Staf Program Studi Agribisnis atas bantuan,
dan kemudahan yang diberikan kepada penulis selama menempuh
pendidikan pada Program Studi Agribisnis.
4. Dr Wahyu Budi Priatna, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan
kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan,
masukan dan saran sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan
baik.
5. Dr Ir Heny Kuswanti S, M.Ec selaku Dosen Penguji Luar Komisi.
6. Dinas Pertanian Kota Palu, serta Dinas Perindustrian, Perdagangan dan
Koperasi Kota Palu selaku instansi yang memberikan data penunjang
terhadap penelitian ini.
7. Pemiliki perusahaan bawang goreng di Kota Palu selaku responden
dalam penelitian ini.
8. Kedua orang tua penulis kepada ayahanda Ilham LS koroma, SP dan
Ibunda Mursiyati. tesis ini penulis persembahkan sebagai salah satu
wujud terima kasih dan tanggung jawab penulis atas segala cinta, kasih

sayang, dukungan, semangat, pengertian, pengorbanan, keikhlasan,
kesabaran dan lantunan doa disetiap nafas mereka yang tiada hentinya
untuk hidup, kebahagiaan, keberhasilan dan masa depan penulis. Kalian
adalah penyemangat yang mengajarkan arti sebuah perjuangan hidup
berbekal kesabaran dan rasa syukur. Semua nasihat adalah motivasi dan
inspirasi terbesar dalam hidup penulis, selalu bersyukur kepada Allah

SWT karena telah menghadirkan orang tua sebaik dan seindah ayah dan
ibu. Sembah sujud penulis untuk ayah dan ibu tercinta.
9. Kakak dan adik-adik tercinta Hendro Wahyu Wibowo, Ulinnuha Asnifa,
Amd. Keb., Aditiya Dedi Sutrisno Setiawan, Indra Agung Wijaya, Diah
Permatasari Anggraini Setiawati, Erlis Wulandari Kurniawati, Adinda
Fatimah Rahmawati dan Rahmat Taufik Hidayat, serta keponakan
Khansa dan Khalista, dan keluarga besar penulis, terima kasih untuk
doa, cinta, kasih sayang dan canda tawa dari kalian, semoga Allah SWT
selalu melindungi dan meridhoi setiap langkah kita.
10. Sahabat-sahabat tercinta Rian Apriansyah, S.Kom, Indiani Abu
Bakar, SP, Siti Yuliati CA, SP, Ratih Apri Utami, SP. M.Si, Dian Fauzi,
SP, Khairum Rahmi, SP, Amri Syahardi, SP, Timbul Rasoki, SP, Luthfi
Nur’azkiyah, SP atas bantuan, kerjasama, semangat, kebersamaan dan

persahabatan kita selama ini. Serta teman-teman seperjuangan di MSA
angkatan IV atas kebersamaan yang indah selama menempuh studi.
Semoga Allah SWT yang Maha Rahman dan Maha Rahim
memberikan balasan yang setimpal atas segala kebaikan kehadiratnya-Nya
kelak. Akhir kata semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak
yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2015
Dewi Cahyanti Wahyuningsih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
5
7
7
7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Kewirausahaan dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja

7
7
10

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kewirausahaan
Perilaku Kewirausahaan
Kinerja Usaha
Kerangka Pemikiran Operasional

12
12
15
17
19

4 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penetuan Sampel
Metode Analisis Data

22
22
22
22
23

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran Umum Industri Bawang Goreng di Kota Palu
Karakteristik Responden
Model Partial Least Square (PLS) Faktor Internal, Faktor
Eksternal, Perilaku Kewirausahaan dan Kinerja Usaha
Hasil Analisis Model Partial Least Square (PLS) Faktor Internal,
Faktor Eksternal, Perilaku Kewirausahaan dan Kinerja Usaha
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kewirausahaan Pelaku
Usaha Bawang Goreng di Kota Palu
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha Industri
Bawang Goreng di Kota Palu
Implikasi Manajerial

33
33
34
36
41
58
63
65
66

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

68
68
68

DAFTAR PUSTAKA

69

LAMPIRAN

74

RIWAYAT HIDUP

81

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Perkembangan jumlah usaha mikro, kecil dan menengah
menurut skala usaha Tahun 2009-2012
Jumlah penyerapan tenaga kerja menurut skala usaha mikro,
kecil dan menengah Tahun 2009-2012
Jumlah kontribusi PDB atas dasar harga konstan 2000 menurut
skala usaha mikro, kecil dan menengah Tahun 2009-2012
Nama perusahaan dan kapasitas produksi bawang goreng di
Kota Palu Tahun 2012
Indikator faktor internal yang mempengaruhi perilaku
kewirusahaan
Indikator faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku
kewirusahaan
Indikator yang mencerminkan perilaku kewirausahaan
Indikator yang mencerminkan kinerja usaha
Hasil penilaian kriteria dan nilai standar model reflektif
Analisis validitas diskriminan kriteria cross loading
Korelasi variabel laten, AVE, dan akar AVE
Nilai analisis model inner vs nilai standar
Nilai hasil bootstrap koefisien path
Hasil perhitungan effect size f2

2
2
2
4
29
30
32
33
58
59
60
61
62
62

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Model umum dari perilaku kewirausahaan dan kinerja bisnis
Kerangka pemikiran operasional
Model jalur PLS
Kisaran umur pelaku usaha bawang goreng di Kota Palu
Sebaran responden menurut jenis kelamin pada pelaku usaha
bawang goreng di Kota Palu
Sebaran pendidikan formal pelaku usaha bawang goreng di
Kota Palu Tahun 2012
Sebaran responden menurut status pernikahan
Lamanya pengalaman usaha pelaku usaha bawang goreng di
Kota Palu Tahun 2014
Hasil analisis model awal
Hasil analisis model akhir
Hasil analisis bootstrap

19
21
29
38
38
39
40
40
42
49
63

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Loading factor pada model outer awal
Loading factor pada model akhir
Outer yang dikeluarkan dari model
Pengaruh faktor internal terhadap perilaku kewirausahaan jika
faktor eksternal dikeluarkan

74
75
76
77

5
6
7

Pengaruh faktor eksternal terhadap perilaku kewirausahaan jika
faktor internal dikeluarkan
Model blindfolding
Peta Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

78
79
80

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sektor agroindustri merupakan salah satu sektor yang berperan penting
dalam sistem agribinis. Efek multiplier yang ditimbulkan dari pengembangan
agroindustri meliputi semua industri dari hulu sampai pada industri hilir. Hal
ini disebabkan karena karakteristik dari agroindustri yang memiliki kelebihan
dibandingkan dengan industri lainnya, antara lain: (a) memiliki keterkaitan
yang kuat baik dengan industri hulunya maupun ke industri hilir, (b)
menggunakan sumberdaya alam yang ada dan dapat diperbaharui, (c) mampu
memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif baik di pasar internasional
maupun di pasar domestik, (d) dapat menampung tenaga kerja dalam jumlah
besar, (e) produk agroindustri pada umumnya bersifat cukup elastis sehingga
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berdampak semakin luasnya
pasar khususnya pasar domestik. Agroindustri hasil pertanian mampu
memberikan sumbangan yang sangat nyata bagi pembangunan dikebanyakan
negara berkembang karena adanya empat alasan, yaitu: Pertama, agroindustri
adalah pintu untuk sektor pertanian. Kedua, agroindustri sebagai dasar sektor
manufaktur. Ketiga, agroindustri menghasilkan komoditas ekspor penting.
Keempat, agroindustri pangan merupakan sumber penting nutrisi
(Austin 1992).1
Industri pengolahan di Indonesia umumnya masih berada dalam skala
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Namun UMKM selalu
digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting dalam
pembangunan ekonomi di Indonesia. Industri mikro dan kecil menyumbang
pembangunan dengan berbagai jalan, menciptakan kesempatan kerja, untuk
perluasan angkatan kerja, urbanisasi, dan menyediakan fleksibilitas kebutuhan
serta inovasi dalam perekonomian secara keseluruhan (Partomo & Soejoedono
2002). Pemberdayaan usaha mikro dan kecil merupakan kunci bagi
kelangsungan hidup sebagian besar rakyat Indonesia. Usaha mikro dan kecil
dapat digunakan sebagai penggerak utama dalam mempercepat pemulihan
perekonomian Indonesia. usaha kecil juga dapat digunakan sebagai kunci
pemacu ekspor serta peningkatan kesejahteraan rakyat (Riyanti 2003).
Jumlah usaha mikro dan kecil mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Berdasarkan Tabel 1 dari Tahun 2009 sampai 2012 jumlah usaha mikro
mengalami peningkatan sebesar 3 679 405 unit, dan jumlah usaha kecil
mengalami peningkatan sebesar 82 775 unit dari total usaha yang ada.
1

Udayana, 2011. Peran agroindustri dalam pembangunan pertanian. [Internet]. [diakses
pada
25
November
2015].
Tersedia
pada:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=57560&val=4320
websiteaustin

2
Tabel 1 Perkembangan jumlah usaha mikro, kecil dan menengah menurut
skala usaha Tahun 2009-2012
Tahun
2009
2010
2011
2012

Mikro
Jumlah
Pangsa
(unit)
(persen)
52 176 771
99.99
54 114 821
99.99
54 559 969
98.82
55 856 176
98.79

Kecil
Jumlah
Pangsa
(unit)
(persen)
546 643
1.04
568 397
1.05
602 195
1.09
629 418
1.11

Menengah
Jumlah
Pangsa
(unit)
(%)
41 336
0.08
42 008
0.08
44 280
0.08
48 997
0.09

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM (2014)

Semakin meningkatnya jumlah unit usaha, penyerapan terhadap tenaga
kerja juga semakin bertambah seperti yang disajikan pada Tabel 2. Pada Tahun
2009 sampai 2012 penyerapan tenaga kerja dari usaha mikro sebanyak 9 934
822 orang, dan pada usaha kecil sebanyak 1 015 473 orang.
Tabel 2 Jumlah penyerapan tenaga kerja menurut skala usaha mikro, kecil dan
menengah Tahun 2009-2012
Tahun
2009
2010
2011
2012

Mikro
Jumlah
Pangsa
(orang)
(persen)
89 960 695
90.97
91 729 384
90.83
94 957 797
90.77
99 895 517
90.12

Kecil
Jumlah
Pangsa
(orang)
(persen)
3 520 497
3.56
3 768 885
3.73
3 919 992
3.75
4 535 970
4.09

Menengah
Jumlah
Pangsa
(orang)
(%)
2 712 431
2.74
2 740 644
2.71
2 844 669
2.72
3 262 023
2.94

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM (2014)

Peningkatan jumlah serta tingkat penyerapan tenaga kerja juga diiringi
dengan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Pada Tahun 2012, jumlah
kontribusi usaha mikro dan kecil terhadap PDB sebanyak Rp 790 825.6 atau
sebesar 31.32 persen dan Rp 294 260.7 milyar atau sebesar 11.65 persen
(Tabel 3). Jumlah ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
Tabel 3 Jumlah kontribusi PDB atas dasar harga konstan 2000 menurut skala
usaha mikro, kecil dan Menengah Tahun 2009-2012
Tahun
2009
2010
2011
2012

Mikro
Jumlah
Pangsa
(Rp.milyar)
(persen)
682 259.8
32.66
719 070.2
32.42
761 228.8
32.02
790 825.6
31.32

Kecil
Jumlah
Pangsa
(Rp.milyar)
(persen)
224 311.0
10.74
239 111.4
10.78
261 315.8
10.99
294 260.7
11.65

Menengah
Jumlah
Pangsa
(Rp.milyar)
( persen)
306 028.5
14.65
324 390.2
14.63
346 781.4
14.59
366 373.9
14.51

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM (2014)

Berdasarkan fakta yang telah dipaparkan, menunjukkan besarnya potensi
usaha mikro dan kecil yang masih dapat dikembangkan, baik dalam
produktivitas maupun daya saing (Riyanti 2003). Pada umumnya, usaha mikro
dan kecil di Indonesia memiliki keterbatasan sumberdaya manusia termasuk
aspek kewirausahaan (Bappenas 2004). Oleh sebab itu, untuk mencapai
keberhasilan salah satunya adalah dengan memperhatikan faktor sumberdaya
manusia yang terkait dengan kewirausahaan. Sebagian besar keberhasilan

3
usaha, khususnya usaha kecil, sangat ditentukan oleh faktor wirausaha.
Kepribadian wirausaha merupakan faktor utama, menyusul sesudahnya faktor
kemampuan, faktor teknologi, dan faktor lain.
Industri bawang goreng merupakan salah satu usaha yang berkembang
dalam skala UMKM. Usaha bawang goreng banyak diusahakan oleh pelaku
usaha di Kota Palu. Produk bawang goreng merupakan produk unggulan
daerah yang menjadi ciri khas dan brand local Kota Palu. Bahan baku utama
dari bawang goreng ini adalah bawang merah varietas Lembah Palu. Bawang
ini hanya bisa tumbuh di Lembah Palu, sehingga ciri khas inilah yang
membuat bawang goreng memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan
bawang goreng lainnya yang ada di Indonesia. Industri bawang goreng dapat
mengangkat produksi sekaligus sebagai arah pengembangan komoditas
bawang merah Lokal Palu. Usaha pengolahan bawang ini, selain akan
membantu pemasaran petani, juga dapat mengurangi angka pengangguran di
daerah sekitar industri. Melihat pentingnya peranan industri bawang goreng
maka diperlukan pelaku usaha yang memiliki perilaku kewirausahaan untuk
meningatkan kinerja usaha industri yang diharapkan dapat membantu
pengembangan dan keberhasilan usaha.
Permintaan bawang goreng semakin meningkat dari waktu ke waktu,
namun pelaku usaha belum bisa memenuhi semua permintaan yang ada.
Masalah utama dari usaha bawang goreng ini yaitu fluktuasi ketersediaan dan
harga bahan baku, sehingga berdampak pada kuantitas, kualitas dan
kontinuitas. Sama seperti komoditas pertanian pada umumnya, produksi
bawang merah sangat dipengaruhi oleh iklim. Usaha ini juga berkendala pada
keterbatasan modal, serta belum memiliki manajemen dan tempat produksi
yang baik. Namun demikian, meskipun usaha ini terkendala dengan
ketersediaan bahan baku dan modal, para pelaku usaha tetap bertahan
mengusahakan hingga bertahun-tahun meskipun perkembangan usaha tersebut
tidak signifikan. Sehingga usaha ini membutuhkan sumberdaya manusia yang
berkualitas untuk pengembangan dan keberhasilan usaha bawang goreng.2
Berdasarkan data Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (2014),
terdapat 37 unit usaha yang masih produktif. Unit usaha tersebut mengalami
penurunan, jika dibandingkan dengan unit usaha yang ada pada tahun 2012
yaitu sebanyak 52 unit (Tabel 4). Kenyataannya banyak pelaku-pelaku usaha
pemula yang ingin mendirikan usaha tetapi belum bisa memenuhi persyaratan
izin usaha. Dari total jumlah unit usaha yang ada 15 diantaranya telah berhenti
berproduksi. Padahal peluang bisnis bawang goreng begitu besar. Hal ini
mengindikasikan bahwa adanya perbedaan perilaku dalam menjalankan usaha,
sehingga menyebabkan penurunan jumlah pelaku usaha bawang goreng. Oleh
karena itu, dibutuhkan pelaku usaha yang memiliki jiwa kewirausahaan yang
ditunjukan melalui perilakunya dalam peningkatan kinerja usaha untuk tetap
bertahan dalam persaingan usaha ini agar tetap mengembangkan usahanya.
2

[Hasil wawancara]. Yuslam, 2015. Permintaan bawang goreng. [Diakses pada 19 Januari
2015]. Dilakukan pada: Kepala bidang industri kecil Dinas Perindustrian, Perdagangan
dan Koperasi Kota Palu.

4
Tabel 4 Nama perusahaan dan kapasitas produksi bawang goreng di Kota Palu
Tahun 2012
No.
1

Nama
Perusahaan
Duta
Agro
Lestari

Kapasitas
Produksi (Kg)

No.

57 600

27

Nama
Perusahaan

Kapasitas
Produksi (Kg)

Usaha Hidup*

3 600

2

UD. Sri ReJeki

36 000

28

3
4

Sal Han
Citra
Lestari
Production
Makmur Jaya*
Mahkota
Raja Bawang
Melisa
Garuda Indah
Tangkasih*
Dea
Mustika
Riski Jaya
Sumber Cahaya
Abadi
Bunga Kaili
Madika

18 000

29

Rumah
Bawang*
BG. Linda

14 400

30

Mutiara Mandar

3 600
3 600
3 500

CENDANA
3 000
Mandiri*
3 000
F1*
3 000
Merpati Sakti*
3 000
Duta Mandiri*
3 000
Alda Sejahtera*
2 400
Tahira
2 000
NADOLI
2 000
Salwa
1 800
Bintang Bawani
6 000
1 750
Manufactured *
15
6 000 41
Mustika Abon*
1 560
16
6 000 42
Warung 45
1 500
43
Kelompok
17
Sofie
6 000
1 500
"NOSARARA"
18
Himo Yaku
5 400 44
Sutra
1 500
19
Malino Jaya*
5 400 45
Kartini*
1 000
20
Istana Bawang
5 400 46
Kuliner*
1 000
21
Bintang Soraya
5 000 47
Multazyam
500
22
Citra Land
5 000 48
CIKA*
500
23
Mbok Sri
5 000 49
Ataf Food
480
24
Diana
4 800 50
Al Fitrah
400
25
" NUR Buana"
4 000 51
KWT.
350
PLAMBOYAN
26
Musdalifa
3 600 52
Nurul
350
Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Provinsi Sulawesi Tengah, 2014.3
* Unit usaha yang sudah tidak berproduksi
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

14 000
12 000
9 600
9 000
9 000
7 680
7 000
6 000
6 000

31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

Pengembangan usaha bawang goreng ke depan, ditentukan oleh faktor
sumberdaya manusia (SDM) unggul atau berdaya saing. Sebagaimana
disampaikan Pambudy dan Dabukke (2010) bahwa, dalam era persaingan
sekarang ini, yang bersaing sebenarnya bukan komoditas pertaniannya, tetapi
adalah orang-orang yang berada dibalik produk itu. Selanjutnya SDM atau
kelompok orang yang paling penting dalam kancah persaingan perdagangan
produk pertanian adalah petaninya, pedagangnya, serta pengusahanya. Dengan
kata lain, yang bersaing adalah wirausahanya.
Perilaku kewirausahaan dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam
mengamati individu wirausahaan yang memiliki karakteristik kewirausahaan
3

[Dinperindakop] Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Provinsi Sulawesi
Tengah, 2014. Nama perusahaan dan kapasitas produksi usaha bawang goreng di
Kota Palu.

5
yang kuat ataupun lemah. Perilaku kewirausahaan adalah tindakan yang terdiri
dari kegiatan mengumpulkan informasi, mengolahnya, identifikasi peluang,
pengambilan risiko, mengelola perusahaan baru dan masuk pasar, mencari
dukungan finansial, keahlian teknologi dan input lainnya (Fogel et al. 2005).
Menurut Bird (1996), perilaku wirausaha adalah aktivitas wirausahawan
yang mencermati peluang (opportunistis), mempertimbangkan dorongan nilainilai dalam lingkungan usahanya (value-driven), siap menerima risiko dan
kreatif. Adanya konsep perilaku kewirausahaan pada pelaku usaha merupakan
hal yang penting, karena akan berdampak pada kinerja usaha, Krisnamurthi
(2001) berpendapat bahwa pengembangan perilaku kewirausahaan akan
menumbuhkan sikap positif dalam berwirausaha dalam bentuk kemampuan
sikap untuk mengendalikan keadaan dan memfokuskan perhatian pada
kegiatan-kegiatan atau hasil yang ingin dicapai. Hal ini disebabkan pelaku
usaha yang berperilaku kewirausahaan akan lebih aktif dalam memanfaatkan
peluang, inovatif dan berani mengambil risiko. Berdasarkan pemaparan di atas
maka perlu dilakukan penelitian secara lebih mendalam untuk mengetahui
perilaku kewirausahaan pelaku usaha dengan melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku tersebut serta pengaruh perilaku terhadap kinerja
usaha, yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap perkembangan kinerja
usaha bawang goreng.
Perumusan Masalah
Bawang goreng adalah produk unggulan Kota Palu yang banyak diminati
oleh semua kalangan, bukan hanya warga Kota Palu saja bahkan sudah
terkenal hampir di seluruh wilayah Indonesia dan Luar Negeri. Keistimewaan
bawang goreng ini berbeda dengan bawang goreng lainnya yaitu rasanya yang
renyah dan gurih serta aroma yang tidak berubah walaupun disimpan lama
dalam wadah yang tertutup sehingga banyak permintaan terhadap bawang
goreng. Melihat keunggulan produk dari usaha ini, bawang goreng memiliki
potensi atau peluang usaha yang menjanjikan keuntungan dan daya saing
sehingga banyak pelaku-pelaku usaha yang mendirikan usaha bawang goreng.
Namun pada kenyataannya setiap usaha pasti memiliki masalahnya masingmasing, begitu juga halnya dengan usaha bawang goreng.
Masalah yang dihadapi oleh pelaku usaha bawang goreng usaha bawang
goreng memerlukan ketersediaan bahan baku dalam jumlah cukup dan
kontinyu serta yang berkualitas baik, juga peralatan industri yang memadai
karena permintaan bawang goreng Palu cukup besar dari luar daerah.
Kelemahan persayaratan untuk mengakses permodalan, ketersediaan dan
penggunaan teknologi masih terbatas, fluktuasi ketersediaan bahan baku serta
belum nemiliki manajeman pengolahan yang baik. Berdasarkan hasil survei
awal, sebagian pelaku usaha masih lemah dalam menekuni usahanya, kurang
mampu menjalin hubungan dengan berbagai pihak terkait usahanya, kurang
mampu membaca peluang, kelemahan dalam mengakses dan persaingan pasar,
serta keterbatasan akses ke lembaga-lembaga keuangan.
Masalah-masalah yang terjadi dalam usaha bawang goreng ini adalah
tugas pemilik usaha untuk mengatasinya. Dimana pemilik usaha merupakan

6
pelaku utama dalam pengusahaan dan pengembangan bawang goreng.
Penyediaan sumberdaya manusia yang kompeten penting di dalam usaha
pengolahan bawang goreng. Kebanyakan pelaku usaha bawang goreng belum
mengusahakan pengolahan bawang goreng secara profesional karena sebagian
belum mempertimbangkan pasar, modal dan teknologi. Umumnya pelaku
usaha belum memiliki kemampuan manajemen yang memadai. Sementara
usaha kecil sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan kepribadian pemilik
usaha karena pada dasarnya pemilik usaha berperan dalam mengatur seluruh
kegiatan usaha agar tercapai tujuan usaha secara efektif. Oleh karena itu
prestasi total ditentukan oleh sikap dan tindakan seorang wirausaha
(Meredith 1996).
Kewirausahaan harus dikembangkan sebagai modal agar pelaku usaha
dan masyarakat mampu mandiri dan berhasil dalam usahanya. Industri bawang
goreng juga memiliki risiko yang besar dalam produksi, harga, biaya, dan
pendapatan. Pengembangan sumberdaya manusia menjadi salah satu kunci
dalam menjawab permasalahan ini karena pada era global saat ini dibutuhkan
pelaku usaha yang kreatif dan inovatif agar mampu bertahan dan bersaing.
Faktor kewirausahaan menentukan berhasil tidaknya pelaku usaha dalam
menyesuaikan
dengan
perubahan
lingkungan
bisnis.
Wirausaha
mempertimbangkan aspek pasar, mampu melihat dan mengelola peluang, serta
memiliki kemampuan manajemen. Wirausaha berpikir dan bertindak untuk
terus mengembangkan hal-hal baik dari yang diusahakan saat ini sehingga
diperoleh hasil yang lebih menguntungkan. Selain itu pentingnya peran
sumberdaya manusia dalam pencapaian keunggulan kompetitif juga
diungkapkan oleh Krisnamurthi (2001), yaitu faktor manusia menjadi faktor
yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian keunggulan kompetitif,
karena pada manusia akan diperoleh kreativitas dan inovasi, pada manusia juga
melekat kemampuan dan keberanian serta sikap memanfaatkan peluang dan
mengatasi kesulitan. Penguasaan dan pemanfaatan teknologi juga akan terletak
pada manusia, disamping kemampuan untuk mendapatkan modal, informasi
dan jaringan usaha.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa masih rendahnya
kinerja usaha bawang goreng dipengaruhi oleh faktor sumberdaya manusia
ditinjau dari perilaku kewirausahaannya, maka masalah yang akan diteliti
adalah:
1. Bagaimanakah karakteristik pelaku usaha industri bawang goreng di Kota
Palu dalam menjalankan usahanya?
2. Bagaimanakah pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap perilaku
kewirausahaan pelaku usaha industri bawang goreng di Kota Palu?
3. Bagaimanakah pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha
industri bawang goreng di Kota Palu?

7
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Melihat karakteristik pelaku usaha bawang goreng di Kota Palu
2. Menganalisis faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi
perilaku kewirausahaan pelaku usaha bawang goreng di Kota Palu.
3. Menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha
bawang goreng di Kota Palu.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan usaha bawang goreng di
Kota Palu yang berdaya saing khususnya di Sulawesi Tengah. Diharapkan dari
penelitian ini dapat diketahui apakah dengan menganalisa perilaku
kewirausahaan pelaku usaha industri bawang goreng dapat dijadikan alternatif
pendekatan lain dalam peningkatan kinerja usaha bawang goreng. Selain itu,
hasil penelitian ini digunakan sebagai masukan bagi pengambil kebijakan
dalam meningkatkan dan mengembangkan kewirausahaan bawang goreng.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada karakteristik pelaku usaha
bawang goreng di Kota Palu, faktor internal dan eksternal, perilaku
kewirausahan dan kinerja usaha bawang goreng, serta pengaruh antara faktor
internal dan eksternal terhadap perilaku kewirausahaan, dan pengaruh antara
perilaku kewirausahaan pelaku usaha dengan kinerja usaha bawang goreng.
Penelitian ini dilakukan pada usaha bawang goreng di Kota Palu, Provinsi
Sulawesi Tengah sehingga hasil penelitian ini tidak dapat menyimpulkan
kondisi di wilayah lain.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Perilaku Kewirausahaan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Delmar (1995) mendifinisikan perilaku kewirausahaan sebagai tindakan
yang dilakukan wirausaha dalam mewujudkan tujuan usahanya. Tindakan
tersebut mengarah pada konsep-konsep kewirausahaan yaitu tindakan yang
menunjukkan kreativitas, inovasi dan berani berisiko. Sependapat dengan hal
tersebut, menurut Dirlanudin (2010), perilaku wirausaha dalam konteks
pengembangan usaha kecil adalah perilaku yang dimiliki pengusaha kecil
dalam menjalankan aktivitas usahanya yang terdiri dari kecermatan terhadap
peluang usaha, keberanian dalam mengambil risiko, inovatif dalam
menghasilkan produk dan daya saing usahanya. Ditambahkan pula bahwa,
pengusaha yang memiliki pola perilaku wirausaha adalah mereka yang secara

8
gigih berupaya melakukan kombinasi dari sumberdaya ekonomi yang tersedia,
mereka mampu menciptakan produk dan teknik usaha baru (inovatif), mampu
mencari peluang baru, bekerja dengan metode kerja yang lebih efektif dan
efisien, cepat mengambil keputusan dan berani mengambil risiko. Dalam
penelitiannya Dirlanudin mengukur perilaku wirausaha dari tiga aspek yaitu:
(i) kognitif, terkait dengan kemampuan manajerial dan pemasaran; (ii) afektif,
terkait dengan komitmen, disiplin, kejujuran, semangat dan kesadaran
mengutamakan kualitas; dan (iii) motorik, terkait dengan kemampuan teknis,
kreatif, inovatif, efisien dan keberanian mengambil risiko.
Menurut pendapat Zimmerer dan Scarborough (2008) kewirausahaan
adalah hasil dari suatu proses sistematis, yang menerapkan kreativitas dan
inovasi untuk memenuhi kebutuhan dan peluang pasar, dengan menggunakan
strategi serta fokus terhadap ide-ide baru dan wawasan baru untuk
menciptakan produk atau layanan yang memenuhi kebutuhan dan keinginan
pelanggan. Senada dengan hal tersebut Kasmir (2006) menyatakan bahwa
kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan
usaha yang merupakan hasil dari adanya kreativitas dan inovasi yang terus
menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada
sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perilaku kreatif dan
inovatif merupakan karakteristik utama dari perilaku kewirausahaan.
Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan cara
baru dalam menghadapi masalah dan peluang, sedangkan inovasi adalah
kemampuan untuk melakukan sesuatu yang berbeda, atau menerapkan solusi
kreatif dalam menghadapi permasalahan dan peluang untuk tujuan
menciptakan kekayaan bagi individu dan nilai tambah bagi masyarakat
(Kao et al. 2001).
Kreativitas dan inovasi merupakan hal yang penting dalam mencapai
kesuksesan suatu usaha, karena dengan kreativitas dan inovasi suatu usaha
dapat mencapai keunggulan kompetitif. Selain itu, inovasi merupakan unsur
yang penting untuk meningkatkan kemampuan bertahan, menghadapi
persaingan bisnis dan pertumbuhan perusahaan. Penelitian Pambudy (1999),
menggunakan parameter dari perilaku wirausaha terdiri dari tiga aspek, yaitu
pengetahuan, sikap mental dan keterampilan. Parameter tersebut digunakan
pula dalam penelitian Sapar (2006), yang menggunakan parameter peubah
perilaku kewirausahaan meliputi; (1) pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang
bahan baku, strategi berdagang, konsumen, dan manajemen keuangan, (2)
sikap, yaitu sikap dalam berusaha, pandangan dalam menjalankan usaha, dan
semangat berusaha, serta (3) keterampilan, yaitu keterampilan dalam memilih
bahan baku, perencanaan usaha dan penggunaan modal. Dirlanudin (2010) dan
Sapar (2006) membagi faktor- faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
kewirausahaan ke dalam faktor internal dan faktor eksternal. Dalam penelitian
Sapar (2006) disebutkan bahwa faktor internal adalah ciri-ciri pribadi, status
sosial dan ekonomi seseorang. Faktor internal yang mempengaruhi perilaku
kewirausahaan adalah umur, pendidikan, pengalaman berusaha, motivasi,
persepsi terhadap usaha dan besar usaha. Sedangkan faktor eksternal,
diantaranya adalah modal, keluarga, lingkungan tempat bekerja, peluang
pembinaan usaha dan ketersediaan bahan. Dari hasil penelitian tersebut

9
diketahui bahwa faktor internal dan ekternal secara nyata mempengaruhi
perilaku wirausaha pedagang kaki lima di Kabupaten Bogor.
Berbeda dengan penelitian Dirlanudin (2010), yang menggunakan
indikator tingkat ketekunan, kepemilikan sumber usaha, kekosmopolitan,
penggunaan modal usaha dan kontribusi bagi keluarga ke dalam faktor internal,
sedangkan indikator faktor eksternal diantaranya adalah pandangan masyarakat
tentang wirausaha, kekompakan antar pengusaha kecil, berfungsinya forum
usaha kecil dan nilai kebiasaan masyarakat. Dari hasil penelitiannya terhadap
perilaku wirausaha pengusaha kecil industri agro menunjukan bahwa faktor
internal masih kurang memadai terhadap perkembangan perilaku wirausaha,
sedangkan faktor eksternal relatif kondusif terhadap perkembangan perilaku
wirausaha. Senada dengan penelitian Harijati (2007) mengenai pengaruh faktor
individu dan faktor lingkungan terhadap kompetensi agribisnis petani sayuran
lahan sempit, faktor individu diukur berdasarkan umur, tingkat pendidikan,
pengalaman, kebutuhan, motivasi dan sifat kewirausahaan. Sedangkan faktor
lingkungan diukur dari pembelajaran agribisnis, akses sarana agribisnis, akses
sumber modal, akses sumber informasi dan akses kelompok tani.
Hasil analisis jalur Path pada penelitian Pambudy (1999), menunjukan
bahwa umur dan penghasilan mempunyai hubungan struktural positif dengan
perilaku wirausaha peternak ayam buras skala kecil, sedangkan lamanya
beternak mempunyai hubungan struktural yang negatif. Selain itu, variabel
pengetahuan, sikap mental dan keterampilan beternak peternak ayam buras
skala kecil, menengah dan besar mempunyai hubungan struktural positif
terhadap perilaku wirausaha peternak. Perilaku berwirausaha peternak ayam
buras dan broiler dipengaruhi oleh faktor informasi usaha dan kelembagaan.
Disamping itu hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa, meskipun secara
langsung tidak ada kaitan antara pendidikan dan semangat wirausaha, tetapi
dalam menjalankan usahanya, wirausaha perlu memiliki beberapa pengetahuan
dasar yang memadai agar usahanya berhasil, karena manajemen yang buruk,
kurangnya pengalaman dan pengawasan keuangan yang buruk merupakan halhal yang menjadi kegagalan wirausaha dalam mencapai keberhasilan usaha.
Penelitian yang dilakukan Kellermanns et al. (2008) pada perusahaan
keluarga (Family Business) menunjukan bahwa, perilaku kewirausahaan dari
sebuah perusahaan keluarga dipengaruhi oleh karakteristik dari pemimpin
perusahaannya, yaitu usia dan lamanya masa kepemilikan, serta faktor
banyaknya jumlah generasi keluarga yang terlibat dalam perusahaan. Hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa faktor usia tidak mempunyai hubungan
yang siginifikan terhadap perilaku kewirausahaan, sedangkan lamanya
kepemilikan perusahaan dan banyaknya generasi yang terlibat menunjukkan
prediktor penting dari pertumbuhan lapangan kerja. Penelitian mengenai
pengaruh faktor kelembagaan terhadap perilaku kewirausahaan yang dilakukan
oleh Welter dan Smallbone (2011), menunjukan bahwa faktor kelembagaan
yang terdiri dari kondisi ekonomi, politik dan hukum serta sosial budaya
dimana pengusaha tersebut menjalankan usahanya, dapat menjadi pendukung
ataupun sebagai pembatas dalam menjalankan usaha. Kelembagaan formal
yang umum terdapat di setiap negara diantaranya adalah aturan yang mengatur
masuk dan keluar industri, hak kepemilikan atau hak cipta, serta
pengembangan usaha melalui undang-undang kontrak dan hukum kepailitan.

10
Kelembagaan yang merupakan peraturan yang berlaku di masyarakat, yang
jika berjalan dengan stabil dan efisien dapat memfasilitasi pengembangan
kewirausahaan menjadi lebih produktif karena dapat mengurangi
ketidakpastian dan risiko usaha, dapat mengurangi biaya transaksi dan
memungkinkan hubungan transaksi ekonomi berlandaskan kontrak hukum.
Penelitian Riyanti (2003), membuktikan bahwa perilaku inovatif yang
merupakan bagian dari perilaku wirausaha, merupakan syarat mutlak bagi
keberhasilan usaha. Dalam penelitiannya didapatkan bahwa faktor demografi
yang berpengaruh terhadap perilaku inovatif diantaranya adalah; (1) Usia, usia
berkaitan dengan keberhasilan dan prestasi kerja seseorang bila dihubungkan
dengan lamanya seseorang menjadi wirausaha, dengan bertambahnya usia
seorang wirausaha maka akan semakin banyak pengalaman di bidang usahanya.
Perbedaan usia menyiratkan perbedaan kemantapan karir; (2) Pengalaman atau
keterlibatan dalam pengelolaan usaha sejenis. Wirausaha yang berpengalaman
mengelola usaha sebelumnya, mampu melihat lebih banyak jalan untuk
membuka bisnis baru dibanding dengan orang dengan jalur karir yang berbeda.
Pengalaman dapat memberikan pengaruh terhadap keberhasilan usaha; (3)
Pendidikan yang lebih baik akan memberikan pengetahuan yang lebih baik
dalam mengelola usaha.
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja
Hisrich et al. (2008) mengatakan proses kewirausahaan merupakan
proses untuk mengembangkan usaha baru, produk baru, dan membawa produk
yang ada ke pasar yang baru. Pengusaha harus mampu menemukan,
mengevaluasi dan mengembangkan sebuah peluang dengan mengatasi
kekuatan yang menghalangi terciptanya sesuatu yang baru melalui tahapan; (1)
identifikasi dan evaluasi peluang, (2) Pengembangan rencana bisnis, (3)
Penetapan sumberdaya yang dibutuhkan, dan (4) Manajemen perusahaan yang
dihasilkan. Seorang wirausahawan akan berperilaku kreatif, mampu
melakukan terobosan baru dan bersedia mengambil risiko. Perilaku
kewirausahaan dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja usaha,
sebagaimana menurut Wirasasmita (2011), perusahaan yang berperilaku
kewirausahaan yang menerapkan sifat inovatif dalam produksi dapat
meminimalkan biaya atau mencegah kenaikan biaya dan memaksimalkan
output, hal ini dikarenakan adanya kombinasi input baru yang menghasilkan
output yang lebih besar dibandingkan sebelumnya, selain itu adanya inovasi
dapat menghasilkan penghematan penggunaan input, sehingga biaya produksi
keseluruhan menjadi rendah atau mencegah kenaikan biaya, sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan laba perusahaan dan pertumbuhan. Inovatif
dianggap karakteristik utama dari kewirausahaan.
Dari perspektif kewirausahaan fungsi produksi dirumuskan sebagai
berikut : Q = F (X|,inovasi). Variabel inovasi merupakan "Market Shifter" atau
penggerak permintaan, hal ini karena inovasi menghasilkan keunikan dari
produk yang dapat berbentuk keunggulan teknikal, kualitas dan pelayanan
yang dapat menciptakan nilai bagi pelanggan karena kecocokan dengan
preferensi atau ekspektasinya. Pengaruh dari adanya inovasi dalam fungsi

11
produksi merubah hubungan input-output, yaitu; (a) Kombinasi input baru
menghasilkan output yang Iebih besar dibandingkan sebelumnya, dan (b)
Inovasi baru menghasilkan penghematan penggunaan input, sehingga biaya
produksi keseluruhan menjadi rendah atau mencegah kenaikan biaya. Teori
laba dalam perspektif kewirausahaan, yaitu laba merupakan fungsi dari inovasi.
Dalam rumus : Laba = f (inovasi produk, inovasi proses dan inovasi
manajerial), dimana sumber inovasi dapat bersifat eksogeneous/ dari luar dan
dari dalam/endogeneous yaitu persaingan dengan dirinya sendiri, atau
keinginan menghasilkan/produk atau proses yang lebih baik dari sebelumnya
(Wirasasmita 2011). Secara umum keberhasilan kinerja usaha dapat dilihat dari
adanya peningkatan jumlah penjualan atau perluasan pangsa pasar dan
peningkatan pendapatan.
Dari hasil penelitian Dirlanudin (2010) menunjukan bahwa perilaku
wirausaha berpengaruh langsung dan bernilai positif terhadap keberhasilan
usaha kecil industri agro. Indikator keberhasilan pengusaha kecil yang
digunakan adalah peningkatan jumlah pelanggan, kecenderungan loyalitas
pelanggan, perluasan pangsa pasar, kemampuan bersaing, dan peningkatan
pendapatan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga
pengusaha kecil industri agro. Demikian juga hasil penelitian Kellermanns et
al. (2008) menyebutkan bahwa perilaku kewirausahaan dipandang sebagai
elemen penting dalam kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan
keluarga karena membantu menciptakan lapangan kerja dan kekayaan bagi
anggota keluarga. Tanpa perilaku kewirausahaan, perusahaan keluarga
kemungkinan akan menjadi stagnan. Sehingga membatasi potensi untuk
mencapai kesuksesan perusahaan dan pertumbuhan di masa depan.
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa perilaku
kewirausahaan dari seorang pemimpin perusahaan merupakan faktor kunci
dalam pertumbuhan lapangan kerja di perusahaan keluarga. Runyan et al.
(2008), melakukan penelitian tentang pengaruh entrepreneurial orientation
(EO) dan small business orientation (SBO) terhadap usaha kecil. Fokus tujuan
SBO berbeda dari EO, yaitu pengusaha yang berorientasi kewirausahaan akan
cenderung melakukan inovasi, yaitu dengan memperkenalkan barang baru dan
metode baru yang lebih efektif dan efisien, membuka pasar baru dan mencari
peluang sumber pasokan baru, bersikap proaktif, serta berani mengambil risiko.
Sedangkan pengusaha yang berorientasi pada usaha kecil (SBO), memiliki
preferensi yang kurang untuk melakukan inovasi, tidak aktif dalam pemasaran
dan hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan keluarga sehari-hari.
Kinerja yang dihasilkan perusahaan dengan EO tentunya akan lebih baik dalam
meningkatkan pendapatan perusahaan. Pada penelitian Riyanti (2003), perilaku
inovatif pada pengusaha berpengaruh positif dan siginifikan terhadap
keberhasilan usaha. Dan indikator keberhasilan usaha kecil dapat dilihat dari
peningkatan dalam akumulasi modal, jumlah produksi, jumlah pelanggan,
perluasan usaha dan perbaikan sarana fisik. Sedangkan hasil penelitian
Asmarani (2006) dan Sapar (2011), menunjukan bahwa adanya motivasi dan
kemandirian yang merupakan bagian dari tipe kepribadian wirausaha personal
achiever, memegang peranan penting dalam menciptakan kinerja usaha yang
baik, yang pada akhirnya dapat menciptakan hasil dengan keunggulan bersaing.

12

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kewirausahaan
Sejarah perkembangan teori kewirausahaan telah mencatatkan berbagai
konsep/definisi kewirausahaan dari berbagai sudut pandang keilmuan baik dari
aspek antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, manajemen dan teknologi
(Tonge 2001). Pemahaman mengenai konsepsi kewirausahaan sangat
bergantung pada aspek mana definisi tersebut dikembangkan dan dalam
konteks sosial seperti apa teori tersebut dibangun. Secara terminologi, kata
kewirausahaan (entrepreneurship) berasal dari bahasa Perancis, entreprendre
dan dalam bahasa Jerman adalah unternehmen yang artinya dalam bahasa
Inggris adalah sama yaitu to undertake yang memiliki makna positif yang luas
yakni memulai sesuatu dengan tanggung jawab sendiri untuk
menyelesaikannya yang merupakan kebalikan dari kata to give up (menyerah)
(Drucker 1996). Di dalam kamus bahasa Inggris, the Oxford Dictionary, kata
entrepreneur (wirausahawan) didefinisikan sebagai seseorang yang
mengorganisasikan, mengelola dan memprediksi dan mau menerima risiko
dari kegiatan bisnis yang dijalani (Adegbite et al. 2006). Dengan demikian
orang yang melakukan kegiatan wirausaha adalah orang yang memiliki dan
menjalankan sendiri usahanya tersebut. Pengertian kewirausahaan dari uraian
suku kata terdiri dari kata awalan ke dan akhiran an, wira dan usaha. Awalan
ke dan akhiran an menunjukkan kata benda abstrak tentang sifat, sedangkan
wira berarti manusia unggul, pahlawan, pendekar, teladan, berbudi luhur,
berjiwa besar, gagah berani serta memiliki keagungan watak, usaha berarti
pekerjaan amal, bekerja, berbuat sesuatu. Dengan demikian kewirausahaan
berarti sekumpulan sifat-sifat atau watak yang dimiliki oleh individu yang
menunjukkan besarnya potensi untuk menjadi wirausahawan (Herawati 1998).
Bygrave (1994) mendefinisikan wirausahawan sebagai individu yang
mengamati kesempatan dan menciptakan organisasi untuk mengejar
kesempatan. Sedangkan menurut As`ad (2001) wirausahawan adalah individu
yang memiliki kemampuan dan sikap mandiri, kreatif, inovatif, ulet,
berpandangan jauh ke depan, pengambilan risiko yang sedang dan tanpa
mengabaikan orang lain dalam bidangnya atau masyarakat. Schumpeter dalam
Alma (2005), bahwa wirausahawan adalah individu yang mendobrak sistem
ekonomi yang ada dan menggerakkan perekonomian masyarakat untuk maju
ke depan. Wirausahawan adalah individu-individu yang berani mengambil
risiko, mengkoordinasi, mengelola penanaman modal atau sarana produksi
serta mengenalkan fungsi faktor produksi baru atau yang mampu memberikan
respon secara kreatif dan inovatif. Berwirausaha adalah menciptakan sebuah
bisnis baru dengan mengambil risiko demi mencapai keuntungan dengan cara
mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumberdaya yang diperlukan
(Zimmerer dan Scarborough 2002).
Suryana (2003) mendefinisikan kewirausahaan sebagai kemampuan
kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumberdaya untuk mencari
peluang menuju sukses. Dengan demikian, inti dari kewirausahaan adalah
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui

13
berpikir kreatif dan inovatif. Selanjutnya Suryana (2003) menyatakan bahwa
kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam menciptakan nilai tambah
di pasar melalui proses pengelolaan sumberdaya dengan cara-cara baru dan
berbeda melalui: (1) pengembangan teknologi baru; (2) penemuan
pengetahuan ilmiah baru; (3) perbaikan produk dan jasa yang ada; dan (4)
penemuan cara-cara baru untuk menghasilkan barang lebih banyak dengan
sumberdaya lebih efisien. Dengan demikian bahwa kreativitas merupakan
kemampuan untuk memikirkan ide-ide baru dan berbeda, sedangkan inovasi
merupakan perwujudan dari kreativitas yakni kemampuan melakukan hal-hal
yang baru dan berbeda. Hisric