Analisis Teknoekonomi Pendirian Industri Bioplastik Polihidroksi Alkanoat Berbasis Hidrolisat Minyak Sawit.

ANALISIS TEKNOEKONOMI PENDIRIAN INDUSTRI
BIOPLASTIK POLIHIDROSIALKANOAT
BERBASIS HIDROLISAT MINYAK SAWIT

YOSEVA ANASTASIA BR PINEM

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBERINFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis
Teknoekonomi Pendirian Industri Bioplastik Polihidroksialkanoat Berbasis
Hidrolisat Minyak Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Yoseva Anastasia Br Pinem
NIM F34110004

ABSTRAK
YOSEVA ANASTASIA BR PINEM. Analisis Teknoekonomi Pendirian Industri
Bioplastik Polihidroksi Alkanoat Berbasis Hidrolisat Minyak Sawit. Dibimbing
oleh ANAS MIFTAH FAUZI dan KHASWAR SYAMSU.
Plastik dari minyak bumi menimbulkan masalah lingkungan karena sulit
terdegradasi. Hal ini menjadi peluang bagi pengembangan bioplastik. Salah satu
bioplastik yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah polihidroksi
alkanoat (PHA). Polihidroksialkanoat (PHA) memperoleh perhatian besar dari
dunia industri sebagai plastik alami yang dapat didegradasi secara biologis dan
dapat digunakan secara luas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek
teknik dan teknologi yang meliputi ketersediaan bahan baku, neraca massa,
penentuan kapasitas produksi, jenis teknologi dan peralatan yang digunakan, serta

tata letak pabrik, dan menganalisis aspek finansial yang meliputi Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C),
dan Pay Back Period (PBP).
Kapasitas produksi berdasarkan pernyataan pakar yang dianalisis
menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah 10 % dari total
produksi bioplastik Indonesia (40.000 ton PHA/tahun). Hasil analisis finansial
menunjukkan bahwa industri polihidroksialkanoat layak untuk didirikan. Nilai
aspek finansial yaitu modal investasi tetap (Rp 506.338.077.433), modal kerja
(Rp144.450.247.396/bulan), NPV(Rp 522.964.988.066), IRR (17,75%), Net B/C
(1,27), PBP (5,38 tahun) dan BEP (16,88 %)
Kata kunci : bioplastik, polihidroksi alkanoat, teknik, finansial
ABSTRACT
YOSEVA ANASTASIA BR PINEM. Technoeconomic Analysis on Industry of
Polyhydroxyalkanoates Bioplastics from Palm Oil Hydrolyzate. Supervised by
ANAS MIFTAH FAUZI and KHASWAR SYAMSU.
Plastics based petroleum cause environmental problems because it is
difficult to be degraded. This is an opportunity for the bioplastics development.
One of bioplastics that has a great potential to be developed is polyhydroxy
alkanoate. Polyhydroxyalkanoate (PHA) gained great attention from the industry
as biodegradable plastic and can be widely used. The main objective of this

research was to analyze technical and technological aspects that include the
availability of raw materials, mass balance, determination of production capacity,
types of technologies and equipment used, layout of the factory, and to analyze
the financial aspects that include Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), and Pay Back Period (PBP).
Production capacity analyzed using Analytical Hierarchy Process (AHP)
was 10% of the total production of Indonesian bioplastics (40.000 ton PHA/year).
The financial aspects analysis results shows that the polyhydroxy alkanoate
(PHA) industry was feasible. The financial aspects values were investment in
fixed assets (Rp 506.338.077.433), working capital (Rp144.450.247.396/month),

NPV (Rp 522.964.988.066), IRR (17,75%), net B/C ratio (1,27), PBP (5,38
years), BEP (16,88 %).
keywords : bioplastics, polyhydroxy alkanoate, technical, financial

ANALISIS TEKNOEKONOMI PENDIRIAN INDUSTRI
BIOPLASTIK POLIHIDROSIALKANOAT
BERBASIS HIDROLISAT MINYAK SAWIT

YOSEVA ANASTASIA BR PINEM


Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala berkat dan kasih karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Februari 2015 hingga Juni 2015 ini adalah Analisis Teknoekonomi Pendirian
Industri Bioplastik Polihidroksi Alkanoat Berbasis Hidrolisat Minyak Sawit.
Terima kasih diucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Anas Miftah Fauzi M Eng

dan bapak Prof Dr Ir Khaswar Syamsu M Sc selaku dosen pembimbing akademik.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua terkasih Bapak
Amir Pinem, Ibu Meliana Ginting, serta seluruh keluarga, atas doa, dukungan dan
kasih sayang yang telah diberikan. Penghargaan juga diberikan kepada temanteman Dwiregies dan TIN 48 yang telah memberikan semangat dan dukungan
selama penelitian berlangsung.
Karya ilmiah ini jauh dari sempurna, tetapi diharapkan karya ilmiah ini
tetap bermanfaat bagi akademisi dan bagi pembaca.
Bogor, Juni 2015

Yoseva Anastasia br Pinem

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian
METODOLOGI
Kerangka Pemikiran
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Teknis dan Teknologi
Bahan Baku
Perencanaan Kapasitas Produksi
Teknologi Proses Produksi
Lokasi Pabrik
Tata Letak Pabrik
Analisis Finansial
Modal Investasi Tetap
Modal Kerja
Estimasi Aliran Kas Proyek
Analisis Kelayakan Investasi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
x
x
1
1
1
1
2
2
3
3
3
4
5
5
5
7

9
12
12
15
16
17
18
19
21
21
21
22
24

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data
Tabel 2 Perbedaan karakteristik kelapa sawit varietas dura, psifera, dan tenera
Tabel 3 Komposisi asam lemak yang terkandung pada minyak sawit
Tabel 4 kebutuhan air proses
Tabel 5 Kebutuhan listrik unit proses

Tabel 6 Kebutuhan listrik unit utilitas
Tabel 7 Potensi sumber bahan baku kawasan industri Sei Mangkei
Tabel 8 Perhitungan nilai TCR
Tabel 9 Kebutuhan luas ruang
Tabel 10 Perhitungan biaya bangunan dan sarana

3
5
6
10
11
11
12
14
15
16

Tabel 11 Biaya instrumentasi dan alat kontrol, perpipaan, instalasi listrik dan
inventaris kantor
Tabel 12 Modal investasi tetap tidak langsung

Tabel 13 Modal kerja

17
17
18

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4

Diagram proses analisis aspek teknis dan teknologis
Hirarki pengambilan keputusan secara keseluruhan
Bagan keterkaitan antar aktivitas pada pabrik PHA
Keterkaitan ruang produksi PHA

4
8
13

14

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Koesioner penentuan target produksi
Lampiran 2 Hasil perhitungan dengan expert choice 11
Lampiran 3 Process Flow Diagram PHA
Lampiran 4 Neraca massa proses hidrolisis
Lampiran 5 Neraca massa proses produksi PHA
Lampiran 6 Neraca kesetimbangan komponen keseluruhan
Lampiran 7 Perhitungan kebutuhanluas dan harga tanah
Lampiran 8 Denah ruangan dalam pabrik
Lampiran 9 Perhitungan estimasi biaya peralatan terpasang (HPT)
Lampiran 10 Modal investasi tetap
Lampiran 11 Biaya bahan baku
Lampiran 12 Gaji tetap karyawan
Lampiran 13 Pembayaran kredit modal investasi tetap
Lampiran 14 Pembayaran kredit modal kerja
Lampiran 15 Depresiasi dan amortisasi
Lampiran 16 Perhitungan biaya tetap dan biaya variabel
Lampiran 17 Perhitungan laba rugi
Lampiran 18 Aliran kas
Lampitan 19 Hasil analisis kelayakan

25
31
32
33
34
35
41
43
44
48
49
49
50
53
54
55
57
58
60

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Plastik telah menjadi bagian penting dalam hidup manusia dibuktikan
dengan peningkatan pemakaian yang signifikan sejak 25 tahun terakhir (Felixon
2011). Plastik konvensional terbuat dari minyak bumi yang diolah dalam bentuk
resin. Plastik konvensional sulit didegradasi oleh bakteri pengurai, sehingga
ketika dibuang dan tertimbun di dalam tanah, plastik tidak terdegradasi selama
ratusan tahun. Hal ini menjadi peluang bagi pengembangan plastik biodegradable
atau biasa disebut bioplastik. Penggunaan kemasan bioplastik merupakan salah
satu solusi untuk mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan. Bioplastik
merupakan plastik yang dapat digunakan seperti layaknya plastik konvensional,
namun plastik tersebut lebih mudah terurai oleh aktivitas mikroorganisme. Salah
satu bioplastik yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah
bioplastik dari polihidroksi alkanoat (PHA).
Polihidroksi alkanoat (PHA) memiliki kekuatan dan kekerasan yang baik
sehingga dapat divariasikan untuk berbagai penggunaan dengan mengubah
komposisinya, selain itu juga memiliki sifat resisten terhadap kelembaban dan
permeabilitas oksigen yang sangat rendah (Van wegen et al. 1998). Polihidroksi
alkanoat (PHA) memperoleh perhatian besar dari dunia industri sebagai plastik
alami yang dapat didegradasi secara biologis dan dapat digunakan secara luas
mulai dari benang jahit pada operasi bedah, bahan sekali pakai (disposable
product), sampai bahan kemasan (Syamsu et al. 2007). PHA dapat diperoleh dari
proses kultivasi Ralstonia eutropha menggunakan media berbasis minyak sawit
sebagai sumber karbon kemudian dilarutkan (Syamsu et al. 2009 ).
Produksi polihidroksi alkanoat (PHA) berbasis minyak sawit perlu
dilakukan dalam skala industri. Kajian teknoekonomi pendirian industri
mencakup berbagai aspek diantaranya analisis aspek teknik dan teknologi, aspek
manajemen, aspek pasar dan pemasaran, serta aspek finansial. Kajian yang
dilakukan dalam penelitian ini mencakup aspek teknik dan teknologi serta aspek
finansial.
Perumusan Masalah
Masalah penelitian yang dapat dirumuskan adalah biaya produksi PHA lebih
tinggi dibandingkan dengan biaya produksi produk plastik yang berbasis
petrokimia. Investor akan tertarik untuk mendirikan pabrik jika mendapatkan
keuntungan secara berlanjut, maka dibutuhkan analisis teknoekonomi yang
meliputi analisis teknik dan teknologi.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1) Menganalisis aspek teknik dan teknologi yang meliputi ketersediaan bahan
baku, neraca massa, penentuan kapasitas produksi, jenis teknologi dan
peralatan yang digunakan, serta tata letak pabrik.

2

2) Menganalisis aspek finansial yang meliputi perkiraan jumlah dana yang
dibutuhkan dan analisis kelayakan investasi.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1) Investor sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam pendirian pabrik
2) Penulis sebagai sarana pengembangan wawasan serta pengalaman dalam
menganalisis teknoekonomi pendirian industri
3) Kalangan akademisi dapat dijadikan sebagai referensi penyusunan penelitian
yang serupa dan lebih mendalam.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian terdiri dari:
1) Aspek teknis teknologis, meliputi spesifikasi dan ketersediaan bahan baku,
penentuan kapasitas produksi, jenis teknologi beserta informasi neraca massa,
mesin dan peralatan yang digunakan, serta lokasi proyek dan tata letak pabrik.
2) Aspek finansial, meliputi perkiraan jumlah dana yang dibutuhkan dananalisis
kelayakan investasi.

3

METODOLOGI
Kerangka Pemikiran
Konsumsi plastik di Indonesia mencapai 1,9 juta ton pada tahun 2013 dan
berkisar 80% berasal dari minyak bumi (Kemenperin 2014). Plastik yang berasal
dari minyak bumi sulit terdegradasi. Alternatif dari permasalahan ini adalah
pendirian industri bioplastik yaitu polihidroksialkanoat (PHA). Sebelum proyek
pendirian industri bioplastik polihidroksialkanoat (PHA) berbasis hidrolisat
minyak sawit diimplentasikan, harus dilakukan analisis teknoekonomi dari aspek
teknis dan teknologi, serta aspek finansial. Analisis teknis dan teknologi yang
dilakukan meliputi ketersediaan bahan baku, neraca massa penentuan kapasitas
produksi, pemilihan teknologi proses, mesin dan peralatan, dan perencanaan tata
letak. Analisis finansial yang dilakukan yaitu melalui penghitungan kriteriakriteria kelayakan investasi seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR), Net B/C, Pay Back Period (PBP) dan Break Even Point (BEP).
Analisis teknoekonomi dilakukan untuk memberikan rekomendasi kepada pihak
pengambil keputusan kelayakan pendirian proyek.

Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan cara wawancara dan observasi lapangan. Data sekunder
diperoleh melalui penelusuran laporan, jurnal, skripsi, buku, data statistik dari
instansi-instansi terkait, dan internet. Jenis data dan metode pengumpulan data
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data
Data/Informasi
Jenis Data
Metode Pengumpulan
Teknis dan Teknologis
Bahan baku
Sekunder
Studi dokumen
Kapasitas Produksi
Sekunder dan Studi dokumen dan wawancara
primer
Proses Produksi PHA
Sekunder
Studi dokumen
Neraca massa
Sekunder
Studi dokumen penelitian
terdahulu
Mesin dan peralatan
Sekunder
Studi dokumen, literatur
internet
Utilitas
Sekunder
Studi dokumen, literatur
internet (berdasarkan daya alat)
Lokasi pabrik
Sekunder dan Observasi lapang, studi
primer
dokumen dan wawancara
Finansial
Rincian harga
Sekunder dan Wawancara dan studi dokumen
primer
literatur internet

4

Teknik Analisis Data
Analisis Teknis dan Teknologis
Analisis teknis dan teknologi meliputi ketersediaan bahan baku, neraca
massa penentuan kapasitas produksi, pemilihan teknologi proses, mesin dan
peralatan, dan perencanaan tata letak. Data bahan baku yang diperoleh melalui
studi dokumen, dianalisis apakah tersedia dan mencukupi untuk proses produksi.
Neraca massa disusun melalui studi dokumen. Penentuan kapasitas produksi
dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) menggunakan
program Expert Choice 11. Penyusunan tata Letak pabrik dilakukan dengan
menghitung nilai Total Closeness Rate (TCR) dan perhitungan kebutuhan luas
ruang. Diagram proses analisis aspek teknis dan teknologis dapat dilihat di
Gambar 1.

Mulai

Pengumpulan Data Bahan Baku

Penyusunan Neraca Massa dan Neraca Energi

Penyusunan Matriks dan Kuesioner Hierarki AHP
Penentuan Target Produksi
Penyebaran Kuesioner
Penentuan Kapasitas Produksi

Peyusunan Tata Letak Pabrik

Pemilihan Teknologi Proses, Mesin dan Peralatan

Selesai

Gambar 1 Diagram proses analisis aspek teknis dan teknologis

5

Analisis Finansial
Analisis finansial bertujuan untuk memhitung kebutuhan biaya dalam
pendirian industri yang terdiri dari biaya investasi maupun biaya produksi.
Analisis finansial dilakukan dengan cara menghitung kriteria-kriteria kelayakan
investasi. Kriteria-kriteria yang digunakan untuk analisis finansial adalah Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, Pay Back Period
(PBP) dan Break Even Point (BEP).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Teknis dan Teknologi
Bahan Baku
1) Spesifikasi Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan pada proses produksi PHA adalah Crude Palm
Oil (CPO). CPO diperoleh dari bagian daging buah (mesocarp). Kelapa sawit
yang digunakan berasal dari varietas tenera yaitu hasil persilangan antara varietas
dura dan psifera. Karakteristik dan varietas buah kelapa sawit yang digunakan
mempengaruhi kualitas dari CPO dan kernel itu sendiri. Perbedaan masingmasing varietas kelapa sawit dapat di lihat di Tabel 2.
Tabel 2 Perbedaan karakteristik kelapa sawit varietas dura, psifera,
dan tenera
Komponen

Dura

Psifera

Tenera

2-5

Tidak ada

1-2,5

% cangkang/buah

20-50

Tidak ada

3-20

% mesocarp/buah

20-65

92-97

60-90

4-20

3-8

3-15

Rendah

Tinggi

Sedang

Ketebalan cangkang (mm)

% inti/buah
Kadar minyak

Sumber: Lembaga Pendidikan Perkebunan (2000)
Prinsip proses pengolahan kelapa sawit yaitu proses ekstraksi CPO secara
mekanis dari tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang diikuti dengan proses
pemurnian. Minyak sawit mengandung asam lemak yang mengandung unsur
karbon. Komposisi asam lemak yang terkandung pada minyak sawit dapat dilihat
di Tabel 3.

6

Tabel 3 Komposisi asam lemak yang terkandung pada minyak sawit
Asam lemak
Persentase terhadap asam lemak total
(%)
Kisaran
Rata-rata
Asam laurat (C12:0)
0.1 – 1.0
0.2
Asam miristat (C14:0)
0.9 – 1.5
1.1
Asam palmitat (C16:0)
41.8 – 45.8
44.0
Asam palmitoleat C16:1
0.1 – 0.3
0.1
Asam stearate (C18:0)
4.2 – 5.1
4.5
Asam oleat (C18:1)
37.3 – 40.8
39.2
Asam linoleiat (C18:2)
9.1 – 11.0
10.1
Asam linolenat (C18:3)
0.0 – 0.6
0.4
Asam arakidonat (C20:0)
0.2 – 0.7
0.4
Sumber: GAPKI (2014)
Enzim lipase digunakan untuk mengkatalis proses hidrolis minyak sawit.
Menurut sistem IUB (International Union of Biochemistry), lipase merupakan
ester gliserol hidrolase (EC.3.1.1.3.) yang mampu menghidrolisa trigliserida
menjadi asam lemak bebas dan gliserida. Berdasarkan posisi ester yang
dihisrolisis, lipase terdiri dari dua jenis yaitu lipase non spesifik dan lipase
spesifik 1,3. Lipase nonspesifik akan mengkatalis hidrolisis trigliserida menjadi
asam lemak dan gliserol dengan 1,2 (2,3)-digliserida, 1,3 digliserida dan
monogliserida sebagai hasil antara. Proses hidrolisis akan menghasilkan asam
lemak menggunakan katalis lipase spesifik 1,3 dengan mengkatalis ikatan ester
1,3 (Buhler dan Wandrey 1987 ). Enzim yang digunakan untuk memproduksi
PHA ini adalah enzim nonspesifik dari Candida cylindraceai.
Bakteri yang digunakan untuk mensintesa PHA adalah Ralstonia eutropha.
Ralstonia eutropha merupakan bakteri gram negatif, dan aerob obligat. Bakteri ini
dapat diisolasi dari tanah dan air dengan gas hidrogen yang berlebih. Bahan baku
lainnya adalah pelarut NaOCl. Alasan pemilihan pelarut berdasarkan penelitian
terdahulu adalah karena kemampuannya mengekstrak PHA dari biomassa
Ralstonia eutropha yang relatif lebih tinggi dibanding jenis lain, waktu proses
pengeringan yang relatif lebih pendek. Bahan baku lainya yaitu nitrogen, K2HPO4,
KH2PO4, dan MgSO4 untuk optimasi medium kultivasi R. eutropha.
2) Ketersediaan Bahan Baku
Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Seketariat JendralKementrian Pertanian (2014), sentra produksi utama kelapa sawit Indonesia
terdapat di provinsi Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan
dan Jambi. Keenam provinsi ini memberikan kontribusi sebesar 75,26% terhadap
total produksi minyak sawit Indonesia. Riau dan Sumatera Utara merupakan
provinsi yang memproduksi CPO terbesar di Indonesia yaitu 26,31% dan 16,05%
dari total produksi CPO di Indonesia. Produksi CPO Indonesia mengalami
kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 1980 produksi CPO Indonesia hanya
sebesar 721,17 ribu ton, sedangkan pada tahun 2013 menjadi 27,74 juta ton atau
tumbuh rata-rata sebesar 11,95% per tahun.

7

Bakteri yang digunakan untuk memproduksi PHA adalah Ralstonia
eutropha. Menurut World Data Centre for Microoganisms (WDCM) 2015, starter
bakteri dapat diperoleh dari Deutsche Sammlung von Mikroorganismen und
Zellkulturen GmbH (DSMZ), Egypt Microbial Culture Collection (EMCC),
Korean Collection for Type Cultures (KCTC), Belgian Coordinated Collections of
Microorganisms (BCCM), the Netherlands Culture Collection of Bacteria,
National Collections of Industrial Food and Marine Bacteria (incorporating the
NCFB) UK, Collection Nationale de Cultures de Microorganismes, culture
collection the University of Tokyo, dan American Type Culture Collection
(ATCC). Bakteri ini akan diperbanyak jumlahnya melalui proses propagasi
bertahap.
Air yang digunakan oleh industri PHA dikelompokkan menjadi air untuk
produksi dan untuk sanitasi yang berasal dari air tanah. Air yang digunakan untuk
proses produksi diberi perlakuan terlebih dahulu dengan menggunakan peralatan
water treatment sehingga layak untuk dijadikan bahan pembantu proses
pembuatan PHA. Bahan penunjang lain yang digunakan adalah pelarut NaOCl,
enzim lipase, nitrogen, K2HPO4, KH2P04, dan MgSO4 yang tersedia di pasaran.
Perencanaan Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi merupakan jumlah produk yang dihasilkan selama
satuan waktu tertentu dan dinyatakan dalam bentuk keluaran (output) per satuan
waktu. Penentuan kapasitas produksi dapat ditentukan dari berbagai faktor.
Terdapat empat faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan kapasitas
produksi industri PHA yaitu kemampuan pasar menyerap produk, ketersediaan
bahan baku, jumlah investasi, dan kemampuan teknis. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya produksi CPO Indonesia mengalami kenaikan setiap
tahunnya. Investasi yang dimiliki harus mampu memenuhi target kapasitas
produksi yang akan ditetapkan. Kapasitas produksi harus berdasar pada
kemampuan teknologi yang tersedia sehingga dapat memproses jumlah bahan
baku yang ditetapkan. Menurut European-Bioplastic (2015), pasar bioplastik
dunia mengalami pertumbuhan lebih dari 20% per tahun, selain itu bioplastik
berpotensial mensubstitusi 85% dari polimer. Berdasarkan data Kementrian
Perdagangan dan Perindustrian, konsumsi plastik di Indonesia mencapai 1,9 juta
ton. Jika 20% dari total konsumsi plastik tersebut merupakan konsumsi bioplastik,
maka dibutuhkan penentuan kapasitas produksi yang sesuai untuk pendirian
pabrik PHA.
Penentuan kapasitas produksi PHA dilakukan dengan penyebaran kuesioner
kepada pakar menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Kuesioner dapat dilihat di Lampiran 1. Prinsip metode AHP adalah
membandingkan alternatif-alternatif yang tersedia dan menyederhanakannya
menjadi bagian yang tertata dalam bentuk hirarki proses (Marimin dan Maghfiroh
2010). Hirarki pengambilan keputusan penentuan target produksi PHA terdiri dari
tiga level yaitu sasaran, faktor, dan alternatif. Level faktor terdiri dari empat faktor
yang dipertimbangkan dalam penentuan alternatif-alternatif yaitu permintaan
bioplastik, teknologi, investasi dan ketersediaan bahan baku. Alternatif yang
dipilih adalah target produksi sebesar 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dari total
tingkat produksi bioplastik di Indonesia. Hirarki pengambilan keputusan secara
keseluruhan terdapat pada Gambar 2.

8

Hasil perhitungan bobot kepentingan menggunakan expert choice 11 dengan
nilai inconsistency 0,03 pada level faktor menunjukkan bobot kepentingan
tertinggi adalah faktor permintaan bioplastik sebesar 0,57, sedangkan faktor lain
yaitu faktor teknologi memiliki bobot kepentingan sebesar 0,16, investasi sebesar
0,124 dan ketersediaan bahan baku sebesar 0,145. Faktor permintaan bioplastik
sangat perlu dipertimbangkan dalam pemilihan target produksi bioplastik PHA
karena memiliki bobot kepentingan yang tertinggi.
Hasil perhitungan bobot pada level alternatif dengan nilai overall
inconsistency sebesar 0,02 menunjukkan bobot kepentingan tertinggi adalah
alternatif kapasitas 10% dari total permintaan bioplastik Indonesia sebesar 0,238,
sedangkan faktor lain yaitu kapasitas 5% memiliki bobot sebesar 0,158, kapasitas
15% sebesar 0,222, kapasitas 20% sebesar 0,233 dan kapasitas 25% sebesar 0,15.
Hasil perhitungan dengan expert choice 11 terlampir di Lampiran 2. Alternatif
yang terpilih adalah 10 % dari total produksi bioplastik di Indonesia yaitu target
produksi sebesar 40.000 ton bioplastik/tahun. Untuk menghasilkan 40.000 ton
bioplastik pertahun dibutuhkan CPO sebesar 170.576 ton CPO/tahun. Pabrik
melakukan pemanenan 24 jam sekali dan terdapat 300 hari kerja sehingga dalam
setahun terdapat 300 kali pemanenan. Adapun kapasitas produksi produksi PHA
perbatch adalah 618 ton CPO.

Gambar 2 Hirarki pengambilan keputusan secara keseluruhan

9

Teknologi Proses Produksi
1) Proses produksi
Teknologi proses produksi yang terlibat pada industri yang didirikan secara
umum terdiri dari dua proses yaitu proses hidrolisis minyak sawit dan produksi
PHA.
a) Hidrolisis Minyak Sawit
Minyak sawit dihidrolisis secara enzimatik. Kondisi proses hidrolisis
minyak sawit dilakukan berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Subarkah (1995), Simanjuntak (1996), Pakiding (1997), Fitri (2001), Istiqomah
(2001), Wicaksono (2005) dan Syamsu et al. (2009) yaitu konsentrasi enzim
lipase yang digunakan sebesar 40 /g substrat, waktu proses 7 jam, suhu sebesar
350C dan konsentrasi substrat sebesar 30% (v/v). Proses Hidrolisis dilakukan di
dalam reaktor berpengaduk. Minyak CPO, akuades dan enzim lipase dimasukkan
ke dalam reaktor dan diaduk dengan kecepatan 300 rpm. Setelah 7 jam, hasil
hidrolisis disentrifugasi menggunakan sentrifugator berkecepatan 3000 rpm
selama 10 menit untuk memisahkan fasa air dan fasa organik. Fasa air akan
dialirkan ke IPAL, sedangkan fasa organik yaitu hidrolisat minyak sawit dialirkan
ke reaktor pembuatan media kultivasi.
b) Produksi PHA
Produksi PHA diawali dengan pembuatan media kultivasi. Media kultivasi
dibuat dengan pencampuran hidrolisat minyak sawit sebagai sumber karbon,
nitrogen, K2HPO4, KH2PO4, dan MgSO4 di dalam tangki pencampur. Media
kultivasi dialirkan ke bioreaktor dan diinokulasikan inokulum R. Eutropha.
Menurut Fitri (2001), Inokulasi R.eutropha sebesar 5% dari medium. Kultivasi
dilakukan selama 7 hari pada pH 7, suhu 250C, dan laju agitasi 120 rpm, Setelah
proses kultivasi, sel-sel dipisahkan dengan sentrifugasi (9000 rpm) selama 20
menit dengan suhu 40C (Wicaksono 2009). Supernatan dialirkan ke IPAL,
sedangkan biomassa R. eutropha di alirkan ke reaktor perendaman. Perendaman
dilakukan dengan melarutkan biomassa di dalam NaOCl (1:1) selama 24 jam
(Istiqomah 2001).
Hasil perendaman disentrifugasi menggunakan sentrifugator berkecepatan
9000 rpm, dengan suhu 40C selama 20 menit. NaOCl bekas dialirkan ke IPAL,
sedangkan PHA kotor dimasukkan ke tangki perendaman kloroform untuk
dimurnikan lanjut. Hasil dari proses perendaman yang kedua disentrifugasi dan
PHA kotor dialirkan ke tangki pencucian untuk dicuci dengan air panas. Hasil
pencucian disentrifugasi menggunakan sentrifugator berkecepatan 9000 rpm,
dengan suhu 40C selama 20 menit. Air dialirkan ke IPAL, sedangkan PHA yang
masih mengandung air dikeringkan menggunakan vacuum dryer. Process flow
diagram dapat di lihat di Lampiran 3.
2) Neraca Massa Produksi Polyhydroxyalcanoate (PHA)
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Subarkah (1995),
Simanjuntak (1996), Pakiding (1997), Fitri (2001), Istiqomah (2001), Wicaksono
(2005) dan Syamsu et all (2009), konsentrasi enzim lipase yang digunakan
sebesar 40 /g substrat dan konsentrasi substrat sebesar 30% (v/v). Substrat

10

yang digunakan adalah 618.000 kg minyak sawit dan 1.601.856 kg air (berat jenis
CPO 0,9002 g/cm3). Enzim lipase yang dibutuhkan adalah 88,79 kg. Berdasarkan
penelitian Fitri (2001), lipase mampu menghidrolisis minyak sawit sebanyak
85,59% yaitu sebesar 528.946,2 kg hidrolisat minyak sawit. Neraca massa proses
hidrolisis dapat dilihat di Lampiran 4.
Berdasarkan penelitian Wicaksono (2005) dengan proses sekali pemurnian
menggunakan NaOCl, produksi PHA maksimum sebesar 10,9586 g dapat
diperoleh dengan menggunakan hidrolisat minyak sawit sebesar 40 g, nitrogen
sebesar 4,5 g, K2HPO4 sebesar 8,7 g, konsentrasi KH2PO4 sebesar 1,9 g dan 5 mL
larutan MgSO4 0,1 M (5 gram air dan 0,06 gram MgSO4). Hasil dari proses
pemurnian lanjut menggunakan kloroform adalah 92% dari hasil perendaman
pertama (Atkinson dan Mavituna 1991). Jika menggunakan 528.946,2 kg
hidrolisat minyak sawit maka setiap variabel dikali dengan 13225,2. Proses
produksi membutuhkan media 528.946,2 kg hidrolisat minyak sawit, nitrogen
sebesar 59.513,4 kg, K2HPO4 sebesar 115.059,240 kg, KH2PO4 sebesar 25.127,8
kg dan MgSO4 0,1 M (66.126 kg air dan MgSO4 sebesar 793,512 kg). Jumlah
media yang digunakan adalah 795.566,232 kg. Hasil Pemurnian tahap lanjut
dilakukan melalui proses perendaman di dalam kloroform yaitu 92% (Atkinson
dan Mavituna 1991) dari rendemen perendaman pertama yaitu 133.327,32 kg
PHA.dan pengeringan vakum. Rendemen PHA yang diperoleh adalah 21,574%.
Neraca Massa Produksi PHA dapat dilihat di Lampiran 5 dan neraca
kesetimbangan komponen secara keseluruhan dapat dilihat di Lampiran 6.
3) Kebutuhan Utilitas
Utilitas pabrik polihidroksi alkanaoat terdiri dari kebutuhan air, kebutuhan
tenaga listrik dan kebutuhan bahan bakar.
a) Kebutuhan air
Adapun data kebutuhan air proses pembuatan polihidroksialkanoat dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kebutuhan Air Proses
Kebutuhan air
Alat
(kg/hari)
Tangki Hidrolisis
1.601.856
Tangki pembuatan media
66.126
Tangki pencucian
212.159,4
Cooler
5.616
Total
1.885.757,4
Total kebutuhan air proses adalah 1.885.757,4 kg/hari atau 78.573,22
kg/jam. Kebutuhan air domestik untuk setiap orang diperkirakan sekitar 40 L/hari.
Maka kebutuhan air domestik adalah 40L/hari x 1hari/24 jam= 1,667 L/jam
Jumlah karyawan 144 orang, maka
m = ρ.v = (1.000 kg/ m3) x (1,67 L/jam) x (1m3/1.000 dm3)
= x 144 orang = 240 kg/jam
Total air = air proses + 20% air untuk pencucian alat + air kebutuhan domestik
= 78.573,22 + 15.714,64+ 240 = 94.527,86 kg/jam

11

b) Kebutuhan Listrik
Listrik merupakan sumber energi untuk alat, mesin, dan komponen lainnya.
Perincian kebutuhan listrik untuk unit proses dapat dilihat pada Tabel 5 dan untuk
unit utilitas dapat dilihat pada Tabel 6
Tabel 5 Kebutuhan listrik unit proses
No

Unit Proses

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Tangki hidrolisis
Bioreaktor PHA
Sentrifugator
Bioreaktor Rastonia
Pompa air
Pompa sentrifugator
Sterilizer
Cooler
Tangki mixing pencucian
Tangki Perendaman I
Vacuum dryer
Tangki air pencucian
Tangki mixing pembuatan
13
media
14 Pompa hidrolisat minyak sawit
Total

Daya
(kW)
40
70
16
35
12
12
50
15
40
40
42
40

Jumlah
alat
2
10
5
3
2
5
1
2
1
1
1
1

Total
(kW)
80
700
80
105
24
60
50
30
40
40
42
40

40

1

40

12

1

12
1.343

Tabel 6 Kebutuhan listrik unit utilitas
No Unit Utilitas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Boiler
Sand Filter
Pompa Sand filter
Pompa Sedimentasi
Cation Exchanger
Pompa larutan asam sulfat
Pompa cation exchanger
Pompa larutan NaOH
Anion Exchanger
Pompa Anion Exchanger
BPV
Tangki Pemanas
Cooling Tower
Total

Daya
(kW)
210
12
12
12
16
12
12
12
16
12
167
30
3

Jumlah
alat
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

Total
(kW)
210
12
12
12
16
12
12
12
16
12
167
30
3
526

12

Total daya yang dibutuhkan adalah 1.789kW. Untuk cadangan maka ditambahkan
20%, maka listrik yang dibutuhkan sebesar 1.789kW x (1+20%) = 2.146,8 kW
Efisiensi generator adalah 80%, maka daya output generator adalah
= 2.146,8 kW/0,8 = 2.683,5 kW
c) Kebutuhan bahan bakar
Bahan bakar yang digunakan untuk pembangkit tenaga listrik adalah minyak
solar.
Nilai Bahan Bakar = 19.860 Btu/lbm
Densitas bahan bakar =0,89 kg/l
Daya output generator = 2.683,5 kW
Daya generator yang dihasilkan =2.683,5 kW x (3.413 Btu/jam)/kW
= 9.158.785,5 Btu/jam
Jumlah bahan bakar = 9.158.785,5 Btu/jam /19.860 Btu/lbm
= 461,167 lbm/jam x0,454 kg/lbm
= 209,3 kg/jam
Kebutuhan Solar = 209,3 kg/jam/0,89 kg/l
= 235,17 liter/jam
Lokasi Pabrik
Lokasi pendirian pabrik direncanakan di Sei Mangkei Kabupaten Simalungun,
Sumatera Utara. Terdapat banyak faktor yang mendukung pengembangan kawasan
industri di Sei Mangkei, diantaranya lokasi yang berada di areal perkebunan kelapa
sawit dan dekat dengan beberapa PKS (Radius 70 Km), sehingga lebih mudah
mengakses bahan baku. Jumlah bahan baku yang tersedia mencukupi kapasitas
industri PHA yang akan didirikan (170.576 ton CPO/tahun). Potensi sumber bahan
baku untuk kawasan industri Sei Mangkei dapat dilihat di Tabel 7.
Kebutuhan air untuk proses produksi PHA dapat diperoleh dari Sungai Bah
Bolon dengan debit sungai 37,3 m3/detik. Sei Mangkei juga dekat dengan pelabuhan
Kuala Tanjung (±40 km) yang akan menjadi Global Hub di Koridor Ekonomi I
(Sumatera) dalam program MP3EI, serta dekat dengan jalur kereta api dari Gunung
Bayu sampai ke Stasiun Perlanaan. UMR di Simalungun relatif lebih rendah yaitu Rp
1.375.000, sehingga biaya untuk gaji pegawai tidak terlalu besar (Dharmayanti 2014).
Tabel 7 Potensi sumber bahan baku kawasan industri
Sei Mangkei
No
Sumber Bahan Baku
Potensi CPO
(Ton/Tahun)
1
PKS PTPN III
652.860
2
PKS PTPN II
388.200
3
PKS PTPN IV
1.148.144
4
PKS Swasta
2.685.690
Sumber: Dharmayanti (2014)
Tata Letak Pabrik
Tata letak pabrik merupakan gabungan dari unsur-unsur fisik yang disusun
berdasarkan logika tertentu untuk mencapai keefisiensian dan keefektivan. Tata
letak pabrik harus direncanakan dengan benar karena merupakan rangkaian proses

13

keputusan yang berorientasi jangka panjang. Selain itu perubahan tata letak
membutuhkan biaya yang besar. Penyusunan tata letak pabrik PHA dilakukan
secara kualitatif. Pendekatan kualitatif terdiri dari 3 bagian yaitu tahap analisis
tingkat kedekatan, perhitungan kebutuhan luas lantai dan penataan fasilitas.
Analisis tingkat kededekatan dapat dilakukan dengan menyusun diagram
keterkaitan aktifitas (Hadiguna 2009). Nilai yang digunakan adalah A ( mutlak
perlu berdekatan), E (sangat penting berdekatan), I (penting berdekatan), O (tidak
ada masalah), U (bebas dan tidak saling mengikat ), X (mutlak berjauhan).
Diagram keterkaitan aktivitas pabrik PHA dapat dilihat di Gambar 3.

Gambar 3 Bagan keterkaitan antar aktivitas pada pabrik PHA
Bagan keterkaitan antar aktivitas di atas merupakan acuan perhitungan
keterkaitan antar ruang. Untuk membuat Tata Letak dan hubungan antar aktivitas
dilakukan penghitungan dengan metode Total Closeness Rating (TCR). TCR
dihitung dengan menggunakan rumus:\
m

TCR i =

V (rij)
J=1

Menurut Apple (1990), nilai derajat keterkaitan (Vr) untuk A, E, I, O, U, dan
X adalah 34, 33, 32, 31, 30, dan 0. Hasil penghitungan nilai TCR dapat dilihat pada
Tabel 8. Hasil perhitungan di atas dapat diaplikasikan ke dalam sebuah gambar
keterkaitan ruang yang ditunjukkan pada Gambar 4, sehingga lebih mudah dalam
mendesain bangunan pabrik. Nilai TCR tertinggi adalah stasiun pemurnian PHA
sehingga harus memiliki kemudahan akses ke stasiun lain. Setelah penyusunan
gambar keterkaitan antar ruang produksi PHA, dilakukan penentuan kebutuhan
luas ruang. Luas ruang dihitung berdasarkan perkiraan kebutuhan luas alas yang
dibutuhkan oleh tiap-tiap mesin dan peralatan produksi, kebutuhan luas ruang
operator, kelonggaran, kebutuhan luas gudang, kantor, dan ruangan-ruangan lain.
Kebutuhan luas ruang dapat dilihat pada Tabel 9 dan penghitungan pada Lampiran
7.

14

Tabel 8 Perhitungan nilai TCR

Gambar 4 Keterkaitan ruang produksi PHA.
Area kelonggaran sebesar 150% untuk setiap unit alat disediakan untuk
pergerakan pekerja dan perawatan, lorong, kolom, dan sebagainya sesuai
kebutuhan. Selain itu area kelonggaran dapat meningkatkan kefleksibelan.
Apabila terjadi perubahan volume produksi atau rencana perluasan dimasa datang
yang disebabkan penambahan jumlah mesin, maka dapat diakomodir (Hadiguna
2009). Berdasarkan perhitungan tersebut, luas pabrik yang dibutuhkan adalah
5058 m2. Untuk lebih jelasnya, denah ruangan dalam pabrik dapat dilihat pada
Lampiran 8.

15

Tabel 9 Kebutuhan luas ruang
No
Area
1 Penyimpanan Bahan Baku

Luas (m2)
506

2

Pembuatan Hidrolisat Minyak Sawit

325

3

Propagasi Ralstonia Eutropha

4

Pembuatan Media Kultivasi PHA

5

Kultivasi dan Isolasi Biomassa

6

Pemurnian PHA

7

Ruang QC

200

8
9

IPAL
Kantor administrasi

250
300

10

Mushola dan Toilet

200

11

Area Parkir

512

12

Penyimpanan PHA

256

13

Ruang utilitas
Total Kebutuhan Luas Ruang

83
390,8
910
282,7

842,5
5.058

Analisis Finansial
Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah biaya yang
dibutuhkan untuk rencana investasi pendirian industri melalui perhitungan biaya
dengan membandingkan jumlah pengeluaran dan pendapatan. Aspek yang
dipertimbangkan dalam analisis finansial diantaranya adalah total modal investasi,
sumber dana pembiayaan proyek, estimasi aliran kas proyek, serta analisis
kelayakan investasi (Halim 2009). Analisis kelayakan investasi terdiri dari Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, Pay Back Period
(PBP), Break Even Point (BEP) dan sensitifitas. Dalam perancangan pabrik
polihidroksialkanoat dari hidrolisat minyak sawit digunakan asumsi sebagai
berikut :
1) Pabrik beroperasi selama 300 hari dalam setahun.
2) Kapasitas maksimum adalah 40.000 ton PHA/tahun dengan bahan baku 618
ton CPO/batch.
3) Perhitungan didasarkan pada harga peralatan tiba di pabrik atau purchased
equipment delivered (Peters MS dan Timmerhaus 1991).
4) Harga alat dan bahan disesuaikan dengan nilai tukar rupiah, yaitu US$ 1 = Rp
13.000.
5) Perhitungan biaya pemasangan alat, instrumentasi dan alat kontrol, perpipaan,
instalasi listrik, insulasi, inventaris kantor, sarana transportasi, pra investasi,
engineering dan supervisi, kontraktor dan biaya tak terduga berdasarkan,
start-up (Peters MS dan Timmerhaus 1991).
6) Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dilakukan berdasarkan UU
No.20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

16

7) Bunga pinjaman bank adalah sebesar 13,5% dari total pinjaman.
8) Gaji karyawan terdiri dari gaji tetap tiap bulan ditambah 1 bulan gaji yang
diberikan sebagai tunjangan.
9) Nilai sisa bangunan pada akhir proyek adalah 50% dari nilai awal, mesin dan
peralatan adalah 10% dari nilai awal dan kendaraan adalah 20% dari nilai
awal.
10) Biaya asuransi pabrik berdasarkan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (2014)
dan asuransi karyawan berdasarkan PT. Prudential Life Assurance (2014).
11) Proyek dimulai pada tahun ke-0 sedangkan produksi pertama dimulai pada
tahun ke-1.
12) Kapasitas produksi pada tahun pertama adalah 80% dan kapasitas produksi
seterusnya adalah 100%.
13) Discount factor diasumsikan sebesar 12%.
Modal Investasi Tetap
Komponen yang termasuk di dalam modal investasi tetap langsung adalah
biaya tanah, bangunan dan sarana, harga peralatan terpasang (HPT), Instrumentasi
dan alat kontrol, perpipaan, instalasi listrik, insulasi, inventaris kantor dan sarana
transportasi. Komponen yang termasuk di dalam modal investasi tetap tak
langsung adalah biaya pra investasi, engineering dan supervisi, kontraktor dan
biaya tak terduga.
a) Modal Investasi Tetap Langsung
Luas tanah yang dibutuhkan adalah seluas 5.058 m2 dengan harga per m2
tanah di Sei Mangkei sebesar Rp 600.000. Untuk perataan tanah sehingga sesuai
dengan kebutuhan konstruksi pabrik diperkirakan membutuhkan biaya sebesar
20% dari harga tanah sehingga dibutuhkan biaya total pembelian tanah sebesar
Rp4.091.757.484. Perhitungan biaya tanah dapat dilihat di Lampiran 7 dan biaya
bangunan dan sarana dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Perhitungan biaya bangunan dan sarana
Area
Luas (m2) Harga (Rp/m2)
Bahan baku
506
2.000.000
Pembuatan hidrolisat
325
2.000.000
Pembuatan media
390,8
2.000.000
Propagasi
83
2.000.000
Kultivasi
910
2.000.000
Pemurnian PHA
282,7
2.000.000
Penyimpanan PHA
256
2.000.000
utilitas
542,5
2.500.000
Kantor
300
1.500.000
Mushola dan toilet
200
1.500.000
Ruang QC
200
1.500.000
Pengelolaan limbah
250
2.000.000
Parkir
512
1.000.000
Total

Jumlah (Rp)
1.012.000.000
650.200.000
781.600.000
166.000.000
1.820.000.000
565.400.000
512.000.000
1.356.250.000
450.000.000
300.000.000
300.000.000
500.000.000
512.000.000
8.925.450.000

17

Penyesuaian harga alat dengan kapasitas yang dibutuhkan dilakukan
perhitungan menggunakan persamaan:
[ ] [ ] (Peters MS dan Timmerhaus 1991).

Estimasi biaya yang dibutuhkan untuk peralatan terpasang (HPT) adalah
Rp147.375.645.828. Perhitungan estimasi biaya harga peralatan terpasang dapat
dilihat di Lampiran 9. Biaya instrumentasi dan alat kontrol, perpipaan, instalasi
listrik, sarana pengolahan limbah dan inventaris kantor dapat dilihat di Tabel 11.
Jadi jumlah modal investasi tetap langsung (MITL) adalah Rp398.691.399.553.
Tabel 11 Biaya instrumentasi dan alat kontrol, perpipaan, instalasi
listrik dan inventaris kantor
Komponen
Harga (Rp)
Instrumentasi dan Alat Kontrol (13% HPT)
19.158.833.958
Biaya Perpipaan (80% HPT)
117.900.516.663
Biaya Instalasi Listrik (10% HPT)
14.737.564.583
Biaya Insulasi (8% HPT)
11.790.051.666
Biaya Inventaris kantor (1%)
1.473.756.458
Sarana Transportasi (10% HPT)
14.737.564.583
Sarana Pengolahan Limbah(4 % HPT)
58.950.258.331
b) Modal Investasi Tetap Tak Langsung
Modal investasi tetap tidak langsung adalah sebagai berikut:
Tabel 12 Modal investasi tetap tidak langsung
Modal Investasi Tetap Tak Langsung
Harga (Rp)
Pra Investasi (7% MITL)
27.908.397.969
Engineering and Supervisi (8% MITL)
31.895.311.964
Biaya Kontraktor (2%MITL)
7.973.827.991
Biaya Tak Terduga (10% MITL)
39.869.139.955
Modal investasi tetap diperoleh dari penjumlahan modal investasi tetap langsung
dan modal investasi tetap tidak langsung yaitu sebesar Rp506.338.077.433.
Perhitungan modal investasi tetap secara keseluruhan dapat dilihat di Lampiran
10. Modal investasi tetap ditetapkan 40% sebagai modal sendiri yaitu Rp
202.535.230.973 dan modal pinjaman bank sebesar Rp303.802.846.460.
Modal Kerja
Modal kerja adalah biaya yang dibutuhkan untuk membiayai operasional dan
produksi yang meliputi biaya bahan baku, bahan penunjang dan utilitas, kas, dan
start up untuk tahun pertama. Biaya bahan baku, bahan penunjang dan utilitas
sebesar Rp143.694.124.031/bulan dapat di lihat perhitungannya di Lampiran 11.
Biaya kas terdiri dari biaya gaji pegawai, administrasi umum, pemasaran dan
pajak bumi dan bangunan. Gaji pegawai harus di atas UMR di kabupaten
Simalungun yaitu sebesar Rp 1.375.000. Pegawai juga mendapatkan bonus

18

sebesar satu kali besar gaji. Biaya administrasi umum adalah sebesar 20% dari
gaji pegawai yaitu sebesar Rp1.206.660.000/tahun. Biaya pamasaran juga sebesar
20% dari gaji pegawai. Perhitungan besar gaji tetap karyawan dapat dilihat pada
Lampiran 12.
Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dilakukan berdasarkan UU
No.20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yaitu :
a) Objek pajak adalah Perolehan hak atas tanah dan bangunan (Pasal 2 Ayat 1)
b) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (Pasal 6 Ayat 1)
c) Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (Pasal 5)
d) Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak adalah sebesar Rp 30.000.000,(Pasal 7 Ayat 1)
e) Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (Pasal 8 Ayat 2)
Besar Pajak Bumi dan Bangunan adalah Rp 626.860.374/tahun, perhitungannya
yaitu:
Nilai Perolehan Objek Kena Pajak
Tanah
Bangunan
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena
Pajak
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
Pajak yang Terutang (5% NPOPKP)/tahun
Pajak yang Terutang (5% NPOPKP)/bulan

Rp 3.641.757.484
Rp 8.925.450.000
-Rp 30.000.000
Rp 12.537.207.484
Rp 626.860.374
Rp 52.238.365

Biaya start up yang dibutuhkan adalah sebesar 12% dari modal investasi tetap
yaitu sebesar Rp 60.760.569.292. Jumlah modal kerja (tanpa biaya startup awal)
yang dibutuhkan dapat di lihat di Tabel 13.
Tabel 13 Modal kerja
Jenis Biaya
Jumlah (Rp/bulan)
Bahan baku dan utilitas
Rp143.694.124.031
Kas
756.123.365
Total
Rp144.450.247.396
Modal investasi kerja untuk 3 bulan ditetapkan 40% sebagai modal sendiri dan
60% diperoleh dari pinjaman bank dengan bunga sebesar 13,5%. Biaya start up
awal menggunakan modal sendiri. Pembayaran kredit modal investasi tetap
dilakukan selama 5 tahun dapat dilihat di Lampiran 13 dan modal kerja selama 2
tahun dapat dilihat di Lampiran 14.
Estimasi Aliran Kas Proyek
Dalam pembuatant arus kas proyek, salah satu faktor yang perlu
diperhatikan adalah depresiasi dan amortisasi. Depresiasi adalah penurunan nilai
dari suatu alat/mesin dan bangunan akibat dari pertambahan umur pemakaian.
Hal-hal yang menyebabkan depresiasi yaitu adanya bagian-bagian yang aus atau
rusak karena penggunaan dalam waktu lam sehingga tidak dapat bekerja dengan
optimal, perkembangan teknologi akan selalu muncul alat/mesin yang lebih

19

praktis dan efisien sehingga alat/mesin lama nilainya merosot, dan adanya
pengembangan perusahaan sehingga alat yang digunakan harus diganti (Pramudya
2010). Selain penyusutan niali alat/mesin dan bangunan, modal investasi tetap tak
langsung juga mengalami penyusutan yang disebut sebagai amortisasi. Tarif
amortisasi untuk harta tidak berwujud (modal investasi tetap tak langsung)
menggunakan masa manfaat kelompok massa 4 tahun (Rusjdi 2004). Nilai
amortisasi ditetapkan sebesar 20% dari modal investasi tetap tak langsung. Hasil
perhitungan menunjukkan nilai depresiasi dan amortisasi industri setiap tahunnya
adalah sebesar Rp 45.140.986.819. Perhitungan depresiasi dan amortisasi dapat di
lihat di Lampiran 15.
Kategori biaya produksi dalam analisis finansial terdiri dari dari biaya tetap
dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang selama satu priode kerja
berjumlah tetap dan tidak tergantung dari jumlah produk yang dihasilkan. Biaya
tetap terdiri dari biaya gaji tetap pegawai, bunga pinjaman bank, biaya depresiasi
dan amortisasi, biaya laboratorium dan penelitian pengembangan, asuransi dan
Pajak Bumi dan Bangunan. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya akan
berubah dengan perubahan intensitas volume kegiatan. Biaya variabel meliputi
biaya bahan baku dan proses utilitas, serta biaya pemasaran dan distribusi
Perhitungan biaya tetap dan biaya variabel setiap tahunnya dapat dilihat di
Lampiran 16.
Proyeksi laba rugi merupakan ringkasan penerimaan yang diperoleh dari
hasil penjualan produk dan seluruh biaya yang dikeluarkan industri setiap tahun
dalam priode tertentu. Laba bersih merupakan nilai yang diperoleh dari
pengurangan total penerimaan dengan total pengeluaran, termasuk bunga
pinjaman dan pajak penghasilan. Laporan laba rugi menjelaskan mengenai
keuntungan atau kerugian yang dialami oleh perusahaan pada priode tertentu.
Secara sederhana perhitungan laba rugi adalah pengurangan antara hasil penjualan
dengan pengeluaran yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Perhitungan
laba rugi sepuluh tahun pertama dapat di lihat di Lampiran 17. Aliran kas dihitung
dengan mengurangi aliran kas masuk dengan aliran kas keluar setiap tahunnya.
Aliran kas dapat dilihat di Lampiran 18.
Analisis Kelayakan Investasi
Analisis kelayakan investasi bisnis merupakan analisis secara mendalam
mengenai suatu investasi bisnis yang akan dijalankan dalam rangka menentukan
keputusan layak tidaknya investasi tersebut dibiayai. Adapun kriteria yang
dianalisis yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C,
Pay Back Period (PBP), Break Even Point (BEP) dan sensitifitas. Penentuan
harga PHA yang akan dijual sangat berpengaruh dalam kelayakan berdirinya
industri. Harga yang ditawarkan harus mampu bersaing dan mampu memberikan
profit kepada perusahaan. Menurut
California Department of Resources
Recycling and Recovery (2013), harga PHA umumnya berkisar US$ 4 - 16 per kg,
namun agar dapat bersaing harga PHA harus berkisar US$ 3 - 5 per kg. Dalam
analisis kelayakan investasi ini digunakan harga PHA yang mampu bersaing yaitu
US$ 4 dan US$ 5.
Net Present Value (NPV) adalah perbedaan antara nilai sekarang (present
value) dari manfaat dan biaya. Jika nilai NPV bernilai positif maka proyek layak
untuk dilaksanakan dan sebaliknya jika NPV bernilai negatif maka proyek tidak

20

layak untuk dilaksanakan. Hasil perhitungan NPV yang diperoleh bernilai positif
pada harga PHA US$ 5 per kg. yaitu sebesar Rp 522.964.988.066, sehingga
industri layak untuk didirikan. Nilai NPV pada harga PHA US$ 4 per kg adalah
bernilai negatif yaitu Rp -1.738.133.118.629, sehingga industri tidak layak untuk
didirikan. Karena itu harga penjualan PHA yang ditetapkan adalah US$.5
Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat pengembalian modal yang
digunakan dalam suatu proyek, yang nilainya dinyatakan dalam % per tahun. Nilai
discount rate yang digunakan dalam perhitungan adalah 12%. Proyek layak
dilaksanakan jika nilai IRR lebih besar atau sama dengan discount rate dan
sebaliknya jika IRR kurang dari discount rate maka proyek tidak layak untuk
dilaksanakan. Hasil perhitungan IRR lebih besar dari discount rate yaitu sebesar
17,75% sehingga industri layak untuk didirikan. Net B/C adalah perbandingan
nilai kini arus manfaat bersih dibagi dengan nilai sekarang arus biaya bersih.
Perhitungan Net B/C dilakukan dengan membandingakan nilai NPV yang bernilai
positif dengan NPV yang bernilai negatif. Proyek layak dilaksanakan jika nilai
Net B/C lebih dari satu dan sebaliknya tidak layak dilaksanakan jika nilai Net B/C
kurang dari satu. Hasil perhitungan Net B/C lebih besar dari satu yaitu sebesar
1,27 sehingga industri layak untuk didirikan.
Pay Back Period (PBP) merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan seluruh modal suatu investasi, yang dihitung dari aliran kas
bersih. Jangka waktu pengembalian ini dapat diartikan sebagai jangka waktu pada
saat NPV sama dengan nol. Nilai Pay Back Period (PBP) yang diperoleh adalah
5,38, sehingga investor membutuhkan waktu selama 5,38 tahun untuk
mengembalikan seluruh modal investasinya. Titik impas atau Break Even Point
atau titik dimana total biaya produksi sama dengan penerimaan atau dengan kata
lain industri tidak mengalami untung dan tidak mengalami rugi. Titik impas
menunjukkan bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama
besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Nilai BEP yang diperoleh
adalah 16,88% yang artinya pada kapasitas 6750 ton bioplastik/tahun industri
tidak mengalami untung ataupun mengalami rugi. Perhitungan Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, Pay Back Period (PBP), Break
Even Point (BEP) dapat dilihat di Lampiran 19.

21

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pendirian industri bioplastik polihidroksialkanoat membutuhkan analisis
teknoekonomi yang meliputi aspek teknik dan teknologi serta aspek finansial.
Aspek teknik dan teknologi meliputi ketersediaan bahan baku, neraca massa,
penentuan kapasitas produksi, jenis teknologi dan peralatan yang digunakan, serta
tata letak pabrik. Bahan baku untuk industri ini tersedia dan mampu memenuhi
kebutuhan produksi. Hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan
bahwa kapasitas produksi yang ideal untuk pabrik bioplastik polihidroksialkanoat
berbasis hidrolisat minyak sawit adalah 40.000 ton PHA/tahun. Pendirian pabrik
bioplastik ini direnca