Penerapan model smith dan dekker pada mesin rotary kiln (studi Kasus: PT Semen Indonesia (Persero) Tbk)

PENERAPAN MODEL SMITH DAN DEKKER PADA MESIN
ROTARY KILN (STUDI KASUS: PT SEMEN
INDONESIA (PERSERO) TBK)

JEPRI SIRAIT

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Model
Smith dan Dekker pada Mesin Rotary Kiln (Studi Kasus: PT Semen Indonesia
(Persero) Tbk) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Jepri Sirait
NIM G54100021

ABSTRAK
JEPRI SIRAIT. Penerapan Model Smith dan Dekker pada Mesin Rotary Kiln (Studi
Kasus: PT Semen Indonesia (Persero) Tbk). Dibimbing oleh I WAYAN MANGKU
dan MUHAMMAD ILYAS.
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang industri manufaktur yang memproduksi semen. Salah satu mesin yang sangat
penting dalam menentukan kualitas produksi semen yaitu mesin rotary kiln. Mesin
rotary kiln adalah salah satu mesin dalam unit pembakaran yang berfungsi
menghasilkan terak yang merupakan bahan dasar semen. Kerusakan yang muncul
pada mesin ini dapat menimbulkan gangguan terhadap proses produksi dan akan
menghambat kelangsungan produksi mesin yang lain. Model Smith dan Dekker
menggabungkan model ketersediaan dan model perawatan preventif dengan
memperhatikan uptime dan downtime dari sistem. Model ini disebut sebagai model
out of system, yaitu sebuah model yang terdiri atas satu mesin yang beroperasi

dan didukung oleh
buah mesin cadangan. Model out of system juga
dapat diterapkan pada komponen-komponen yang dapat diganti. Dengan mengetahui
perkiraan uptime dan downtime sistem, dapat diperoleh perkiraan yang baik untuk
rata-rata biaya perawatan dalam jangka waktu panjang. Berdasarkan analisis
perhitungan uptime, downtime, dan biaya serta peluang sukses mesin dengan
pertimbangan ketersediaan jumlah komponen mesin cadangan, diperoleh waktu
penggantian yang optimal untuk defuser, kiln drive, cooler, dan alarm yaitu
jam. Selain itu, banyaknya komponen mesin cadangan yang optimal untuk defuser,
kiln drive, cooler, dan alarm sebesar unit.
Kata kunci: biaya perawatan, model
penggantian

out of

system, rotary kiln, waktu

ABSTRACT
JEPRI SIRAIT. Implementation of Smith and Dekker’s Model on Rotary Kiln
Machine (Case Study: PT Semen Indonesia (Persero) Tbk). Supervised by I

WAYAN MANGKU and MUHAMMAD ILYAS.
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk is a company which engages in
infrastructure that produces cement. One of machines that is so important to
determine the quality of cement production is rotary kiln machine. Rotary kiln
machine is one of machines in the combustion unit which produces slag that is used
in the main substance of cement. The damage of this machine can disrupt the
production process and stop the activities of other machines. Model by Smith and
Dekker combines machines availability and preventive maintenance models by
considering the expected uptime and downtime of the system. This model is called as
out of system model, which has one operating machine and supported by
units of the reserve machines. A out of system is also applicable to replaceable
components. By knowing approximation of the expected uptime and downtime of the
system, a good approximation for the long term average maintenance costs can be
obtained. Based on the calculation analysis of the uptime, downtime, and cost with

the chances of a successful machine with consider the number of the reserve machine
components, the optimal replacement times of defuser, kiln drive, cooler, and alarm
are
hours. Moreover, the optimal number of the reserve machine components
of defuser, kiln drive, cooler, and alarm are units.

Key words: maintenance cost,
kiln

out of

system model, replacement time, rotary

PENERAPAN MODEL SMITH DAN DEKKER PADA MESIN
ROTARY KILN (STUDI KASUS: PT SEMEN
INDONESIA (PERSERO) TBK)

JEPRI SIRAIT

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Matematika

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Penerapan Model Smith dan Dekker pada Mesin Rotary Kiln
(Studi Kasus: PT Semen Indonesia (Persero) Tbk)
Nama
: Jepri Sirait
NIM
: G54100021

Disetujui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Mangku, MSc
Pembimbing I

Muhammad Ilyas, MSi, MSc
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Toni Bakhtiar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 sampai Juni 2014 ini
ialah perawatan mesin, dengan judul Penerapan Model Smith dan Dekker pada
Mesin Rotary Kiln (Studi Kasus: PT Semen Indonesia (Persero) Tbk).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir I Wayan Mangku, M
Sc dan Bapak Muhammad Ilyas, MSi, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir
Hadi Sumarno, MSc yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Fredy Agung Prabowo, ST dan Bapak Heru
Setiawan dari PT Semen Indonesia (Persero) Tbk yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Yono,
Bapak Asep, Ibu Ade, dan staf Departemen Matematika lainnya atas keramahan dan

kebaikannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (alm), ibu, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Jepri Sirait

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


Batasan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Definisi Perawatan

3

Fungsi Sebaran Kerusakan

3

Notasi-Notasi dalam Model Smith dan Dekker (1997)

5


Penentuan Waktu Penggantian dan Jumlah Mesin Cadangan yang Optimal

6

METODE PENELITIAN

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Penetapan Komponen Kritis

7

Peluang Sukses Mesin dalam Beroperasi
SIMPULAN DAN SARAN

16

18

Simpulan

18

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Total waktu kerusakan komponen mesin rotary kiln
Pola sebaran kerusakan komponen mesin rotary kiln
Nilai FTpm dan RTpm pada defuser, kiln drive, cooler, dan alarm
Nilai uptime, downtime, dan biaya pada defuser (441 FN2)
Nilai uptime, downtime, dan biaya pada kiln drive (441 KL1)
Nilai uptime, downtime, dan biaya pada cooler (441 CC1)
Nilai uptime, downtime, dan biaya pada alarm (441 AN1)
Hasil nilai laju kerusakan dan peluang sukses mesin dalam beroperasi
untuk defuser
Hasil nilai laju kerusakan dan peluang sukses mesin dalam beroperasi
untuk kiln drive
Hasil nilai laju kerusakan dan peluang sukses mesin dalam beroperasi
untuk cooler
Hasil nilai laju kerusakan dan peluang sukses mesin dalam beroperasi
untuk alarm
Hasil nilai laju kerusakan dan peluang sukses mesin rotary kiln dalam
beroperasi

7
10
11
13
13
14
14
17
17
17
17
18

DAFTAR GAMBAR
1 Fungsi kepekatan peluang sebaran normal ( = 1.5; = 0.5)
2 Fungsi kepekatan peluang sebaran eksponensial ( = 1.6)
3 Fungsi kepekatan peluang sebaran Weibull dengan beberapa
nilai β yang berbeda (α = 1)
4 Mesin rotary kiln dan beberapa nama komponennya
5 Sebaran laju kerusakan komponen defuser (441 FN2)
6 Sebaran laju kerusakan komponen kiln drive (441 KL1)
7 Sebaran laju kerusakan komponen cooler (441 CC1)
8 Sebaran laju kerusakan komponen alarm (441 AN1)
9 Plot uptime, downtime, dan biaya pada defuser (441 FN2)

4
4
5
8
8
9
9
9
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Perhitungan nilai fungsi sebaran kumulatif tiap komponen di setiap
waktu t (t = Tpm)
Perhitungan uptime, downtime, dan biaya pada defuser
Perhitungan uptime, downtime, dan biaya pada kiln drive
Perhitungan uptime, downtime, dan biaya pada cooler
Perhitungan uptime, downtime, dan biaya pada alarm
Plot uptime, downtime, dan biaya pada kiln drive, cooler, dan
alarm
Perhitungan laju kerusakan defuser dan peluang sukses mesin secara
keseluruhan
Perhitungan laju kerusakan kiln drive dan peluang sukses mesin
secara keseluruhan
Perhitungan laju kerusakan cooler dan peluang sukses mesin
secara keseluruhan
Perhitungan laju kerusakan alarm dan peluang sukses mesin
secara keseluruhan

20
23
24
25
26
27
30
31
32
33

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dunia industri saat ini telah mengalami kemajuan pesat, yang juga diikuti
dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih. Hal ini mengakibatkan
persaingan antar industri juga semakin ketat. Pada dasarnya, setiap perusahaaan
menginginkan keuntungan yang maksimal dari hasil produksinya, dengan
meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan. Untuk mencapai
keuntungan yang maksimal, setiap perusahaan memiliki strategi yang berbeda-beda
dalam pencapaiannya. Salah satu elemen yang sangat penting dalam suatu proses
produksi adalah mesin yang digunakan. Oleh karena itu, suatu keharusan bagi
perusahaan untuk menjaga mesin agar tetap dalam kondisi prima. Suatu langkah
yang bisa diterapkan adalah dengan melakukan perawatan terhadap mesin tersebut.
Jika perusahaan melakukan perawatan sebelum terjadinya kerusakan (preventive
maintenance), maka biaya yang dikeluarkan akan lebih kecil daripada biaya
perawatan setelah kerusakan (corrective maintenance). Hal ini dikarenakan waktu
yang dibutuhkan untuk perawatan pencegahan lebih kecil daripada waktu perawatan
perbaikan sehingga uptime yang diharapkan dari sistem juga akan meningkat dan
biaya-biaya operasi yang mungkin terjadi dapat dikendalikan (Sodikin 2011).
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang industri manufaktur yang memproduksi semen. Salah satu mesin yang sangat
penting dalam menentukan kualitas produksi semen yaitu mesin rotary kiln. Mesin
rotary kiln adalah salah satu mesin dalam suatu unit pembakaran yang terdapat pada
pabrik semen. Mesin ini berfungsi menghasilkan terak yang merupakan bahan dasar
semen. Kerusakan yang muncul pada mesin ini akan berpotensi menimbulkan
gangguan terhadap proses produksi dan akan menghambat kelangsungan produksi
mesin yang lain, serta dapat menimbulkan ancaman keselamatan di lingkungan kerja
sehingga mengurangi efektivitas dan efisiensi kinerja proses produksi. Mesin rotary
kiln terdiri atas beberapa komponen, namun ada 4 komponen mesin yang menjadi
fokus penelitian ini, yaitu defuser (441 FN2), kiln drive (441 KL1), cooler (441 CC1),
dan alarm (441 AN1). Berdasarkan pengamatan sebelumnya, keempat komponen
inilah yang paling sering mengalami kerusakan.
Model yang sesuai untuk menggambarkan perawatan preventif adalah model
Smith dan Dekker (1997). Model tersebut menggabungkan model ketersediaan dan
model perawatan preventif dengan memperhatikan uptime dan downtime dari sistem.
Model ini disebut sebagai model out of system, yaitu sebuah model yang
terdiri atas satu mesin yang beroperasi dan didukung oleh
buah mesin
cadangan. Model out of system juga dapat diterapkan pada komponen-komponen
yang dapat diganti. Selain itu, model ini menggunakan sebaran kerusakan yang
meningkat terhadap waktu. Asumsi yang digunakan yaitu waktu yang dibutuhkan
untuk perawatan preventif sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk perawatan
perbaikan. Dengan mengetahui perkiraan uptime dan downtime sistem, dapat
diperoleh perkiraan yang baik untuk rata-rata biaya perawatan dalam jangka waktu
panjang.

2

Perumusan Masalah
Perawatan terhadap mesin adalah suatu kegiatan wajib bagi perusahaan
untuk menghindari kerugian yang akan terjadi akibat kerusakan mesin tersebut.
Waktu terjadinya kerusakan pada mesin tidak bisa ditentukan dengan pasti,
sehingga diperlukan perawatan yang optimal pada mesin untuk mencapai
produktivitas yang diharapkan perusahaan.
Permasalahan yang dibahas dalam karya ilmiah ini adalah bagaimana
model sebaran kerusakan komponen mesin rotary kiln yang diteliti di PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk, kapan waktu penggantian yang optimal guna
meminimumkan biaya perawatan dalam jangka waktu panjang, dan berapa
banyaknya komponen mesin cadangan yang optimal untuk mendapatkan
perawatan preventif dengan menggunakan model Smith dan Dekker (1997).

Tujuan Penelitian
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan
1 meneliti model sebaran kerusakan komponen mesin rotary kiln di PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk,
2 menentukan waktu penggantian komponen mesin yang optimal guna
meminimumkan biaya perawatan dalam jangka waktu panjang,
3 menentukan jumlah komponen mesin cadangan yang optimal untuk
mendapatkan perawatan preventif dengan menggunakan model Smith dan
Dekker.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu PT Semen Indonesia (Persero)
Tbk dalam penentuan waktu penggantian komponen mesin yang optimal, serta
penetapan jumlah komponen mesin cadangan untuk meminimumkan biaya
perawatan dalam jangka waktu panjang.

Batasan Penelitian
Penelitian ini memiliki batasan-batasan agar fokus dalam menjawab
permasalahan penelitian. Batasan-batasan tersebut adalah
1 mesin yang menjadi objek penelitian difokuskan pada unit pembakaran
(rotary kiln),
2 data kerusakan mesin yang diteliti adalah pada bulan Januari–November 2013.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Perawatan
Kegiatan perawatan memiliki peranan yang sangat penting untuk kelangsungan
sistem dapat bekerja secara lancar dan optimal guna mencapai tujuan yang
diinginkan. Menurut Assauri (1999), perawatan adalah kegiatan untuk memelihara
atau menjaga fasilitas, mesin dan peralatan pabrik, mengadakan perbaikan,
penyesuaian atau penggantian yang memuaskan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kegiatan perawatan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu perawatan preventif
(preventive maintenance), perawatan perbaikan (corrective maintenance), dan
perawatan sekaligus perbaikan secara keseluruhan (overhaul). Karya ilmiah ini
hanya membahas perawatan dengan 2 cara, yaitu perawatan preventif (preventive
maintenance) dan perawatan perbaikan (corrective maintenance). Perawatan
preventif (preventive maintenance) memiliki banyak manfaat (Suharto 1991) yaitu
1 memperkecil waktu-waktu turun dan kerusakan mesin,
2 mengurangi kemungkinan pengeluaran karena rusaknya peralatan,
3 mengurangi pinjaman-pinjaman modal,
4 mengurangi biaya perawatan,
5 meminimalkan persediaan suku cadang,
6 memperkecil hilangnya gaji-gaji tambahan dari adanya turun mesin.
Tidak bisa dipungkiri bahwa perawatan perbaikan (corrective maintenance)
pasti akan terjadi terhadap sistem, namun dalam karya ilmiah ini dibahas bagaimana
memaksimalkan perawatan preventif (preventive maintenance) mengingat
banyaknya manfaat dari perawatan preventif (preventive maintenance) seperti yang
sudah disebutkan di atas.

Fungsi Sebaran Kerusakan
Beberapa fungsi berikut dapat menguraikan sebaran kerusakan, seperti fungsi
kepekatan peluang
, fungsi sebaran
, fungsi keandalan
, dan fungsi laju
kerusakan
. Hubungan dari keempat fungsi tersebut (Sodikin 2011) yaitu

1

)

F(t)

.

1





Waktu terjadinya kerusakan pada mesin tidak bisa ditentukan dengan pasti.
Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi perawatan mesin yang optimal. Kerusakan
mesin dapat dianalisis dengan beberapa fungsi matematika. Fungsi matematika
beserta bentuk fungsi kepekatan peluang, fungsi sebaran, fungsi keandalan, dan
fungsi laju kerusakan yang biasa digunakan (Walpole dan Myers 1989) adalah
sebagai berikut.

4

1

Sebaran normal: Sebaran ini dikenal dengan kurva fungsi kepekatannya yang
berbentuk lonceng, serta simetris terhadap nilai rata-rata
dan simpangan
baku
.
 fungsi kepekatan peluang
=




< <

fungsi sebaran
=



], –







fungsi keandalan
=



[

]

[

]

fungsi laju kerusakan
=



.

Gambar 1 Fungsi kepekatan peluang sebaran normal
2

Sebaran eksponensial: Sebaran ini dapat digunakan untuk menggambarkan
laju kerusakan konstan terhadap waktu, artinya probabilitas kerusakan tidak
bergantung pada lama pemakaian mesin.
 fungsi kepekatan peluang

, untuk ≥
 fungsi sebaran


 fungsi keandalan

 fungsi laju kerusakan
.

Gambar 2 Fungsi kepekatan peluang sebaran eksponensial

5

3

Sebaran Weibull: Sebaran ini paling banyak digunakan untuk menganalisis
masalah kerusakan mesin. Sebaran ini dapat memodelkan laju kerusakan
yang meningkat, menurun, atau tetap, bergantung pada besarnya nilai
parameter bentuk
. Saat
, maka sebaran ini menyerupai sebaran
eksponensial, dan
, menyerupai sebaran normal (Gambar 3).
 fungsi kepekatan peluang


, untuk
(1)





fungsi sebaran


fungsi keandalan




fungsi laju kerusakan
– .

Gambar 3 Fungsi kepekatan peluang sebaran Weibull dengan beberapa nilai
yang berbeda

Notasi-Notasi dalam Model Smith dan Dekker (1997)
up
down

pm
cm

S
a

: waktu uptime pada sistem dalam suatu waktu tertentu,
: waktu downtime pada sistem dalam suatu waktu tertentu,
: perawatan preventif (preventive maintenance),
: perawatan perbaikan (corrective maintenance),
: rata-rata waktu sistem untuk mendapatkan perawatan preventif/
=
dikalikan dengan 1 satuan waktu),
penggantian sistem (
: nilai fungsi kumulatif kerusakan sistem,
: waktu perawatan preventif
: waktu perawatan perbaikan
: waktu perawatan saat waktu perawatan preventif sama dengan
waktu perawatan perbaikan (
),
: banyaknya satuan waktu perawatan preventif atau penggantian
sistem (
satuan waktu),
: biaya tetap untuk suatu perawatan perbaikan,
: biaya tetap untuk suatu perawatan preventif,

(2)
(3)

(4)

6

cd
cr(t)

B1

: biaya downtime sistem tiap satuan waktu,
: biaya kumulatif tiap satuan waktu ,
: banyaknya penggantian preventif atau perbaikan sistem maksimal
yang diharapkan (
1 kali),
: biaya minimum yang diharapkan.

Penentuan Waktu Penggantian dan Jumlah Mesin Cadangan yang Optimal
Model penentuan waktu perawatan preventif dengan memperhitungkan
nilai uptime dan downtime yang diharapkan serta biaya per satuan waktu dengan
memberikan beberapa nilai Tpm yang berbeda adalah model Smith dan Dekker
(1997). Uptime merupakan pertambahan lama waktu aktif pakai mesin/komponen,
sedangkan downtime adalah penurunan lama waktu aktif pakai mesin/komponen.
Nilai uptime, downtime, dan biaya per satuan waktu dihitung dengan
asumsi yang digunakan yaitu waktu yang dibutuhkan untuk perawatan preventif
sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk perawatan perbaikan. Smith dan
Dekker (1997) menyatakan bahwa persamaan yang dipakai untuk menentukan
uptime, downtime, dan biaya per satuan waktu adalah sebagai berikut
E[

up]

E[

down]

B1

(5)

( - )



( - )
(

)

( -

( - )

/

(

)) τ

E[

]

(6)
E

E

τ



-

,

(7)

dengan E melambangkan nilai harapan.

METODE PENELITIAN
Pada karya ilmiah ini, data yang digunakan untuk menganalisis masalah
yang dihadapi bersumber dari studi literatur dan data sekunder. Studi literatur
dilakukan dengan mempelajari literatur untuk menambah referensi yang
mendukung penelitian, sedangkan data sekunder didapatkan dari PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk. Adapun data mesin yang menjadi fokus penelitian
adalah mesin rotary kiln yang digunakan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk
dalam proses produksi pada bulan Januari–November 2013. Analisis data
dilakukan untuk menguji pola sebaran dan menentukan parameter sebaran waktu
antar kerusakan dengan menggunakan software. Selanjutnya menghitung uptime,
downtime sistem, dan biaya per satuan waktu dengan menggunakan model Smith
dan Dekker (1997) untuk menentukan banyaknya komponen mesin cadangan dan
waktu penggantian optimal.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penetapan Komponen Kritis
Mesin rotary kiln adalah salah satu mesin dalam suatu unit pembakaran yang
terdapat pada pabrik semen. Unit pembakaran merupakan bagian yang sangat penting
keberadaannya karena akan menentukan kualitas semen yang dihasilkan. Secara
umum, mesin rotary kiln berfungsi sebagai penghasil terak. Terak adalah material
dari mesin suspension preheater berupa kristal yang memiliki bentuk tidak beraturan
(amorf), yang selanjutnya dilakukan penggilingan pada mesin finish mill untuk
mendapatkan hasil akhir berupa semen. Oleh karena itu, perlu penanganan intensif
untuk menghasilkan semen yang sesuai dengan keinginan perusahaan dan
menghindari kerugian akibat kerusakan yang terjadi. Mesin rotary kiln dibagi
menjadi 4 zona sesuai dengan reaksi yang terjadi pada suhu di mana reaksi tersebut
berlangsung. Zona-zona tersebut yaitu
1 zona kalsinasi, pada kondisi suhu 900 0C sampai 1100 0C,
2 zona transisi, pada kondisi suhu 1100 0C sampai 1250 0C,
3 zona klinkerisasi, pada kondisi suhu 1250 0C sampai 1450 0C,
4 zona pendinginan, terjadi penurunan suhu dari 1450 0C menjadi 1300 0C.
Berdasarkan perhitungan matematis terhadap data selama bulan Januari–
November 2013 untuk mesin rotary kiln, diperoleh total waktu kerusakan untuk tiaptiap komponennya seperti pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Total waktu kerusakan komponen mesin rotary kiln
Nama komponen
Total waktu kerusakan selama Januari–
No.
mesin rotary kiln
November 2013 (menit)
1
defuser (441 FN2)
3 241.80
2
kiln drive (441 KL1)
1 859.00
3
cooler (441 CC1)
883.00
4
alarm (441 AN1)
106.00
5
tyre ring (441 TR1)
2.52
6
magenta (441 ER4)
1.80
7
motor kiln (441 KL2)
1.37
Sumber: PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, Gresik.
Pada karya ilmiah ini dibahas empat komponen mesin rotary kiln, yaitu defuser
(441 FN2), kiln drive (441 KL1), cooler (441 CC1), dan alarm (441 AN1) karena
dianggap rentan terhadap kerusakan (Tabel 1). Defuser (441 FN2) berfungsi
menyeleksi bahan-bahan yang akan dibakar, kiln drive (441 KL1) berfungsi
mengatur laju pembakaran material, cooler (441 CC1) berfungsi mendinginkan
klinker dan memproduksi udara pembakar sekunder, dan alarm (441 AN1) berfungsi
mengatur waktu penggantian material yang akan dibakar dalam rotary kiln.
Kerusakan yang terjadi pada keempat komponen tersebut dapat mengakibatkan
mesin rotary kiln tidak berfungsi dengan baik. Kerusakan komponen mesin juga
dapat mengurangi efektivitas dan efisiensi kinerja proses produksi, sehingga
diperlukan jadwal perawatan yang optimal pada mesin tersebut.

8

Mesin rotary kiln terdiri atas beberapa komponen. Selain komponen mesin
yang sudah disebutkan pada Tabel 1, berikut nama-nama komponen lain penyusun
mesin rotary kiln: kiln shell, tyre, supporting roll tyre, main gear, reduser kiln, inlet
kiln, secondary iching drive, discharge kiln, hydrolic thrust device, dan fire brick.

alarm

defuser
kiln drive

secondary
iching drive

roll tyre

cooler

Gambar 4 Mesin rotary kiln dan beberapa nama komponennya

Penentuan Sebaran Tingkat Kerusakan Komponen Mesin Rotary Kiln
Sebelum membuat jadwal perawatan yang optimal pada mesin, terlebih dahulu
harus diketahui sebaran waktu antar kerusakan tiap komponennya. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan software. Hasil pengujian pola sebaran waktu antar
kerusakan komponen dapat dilihat pada Gambar 5 8 di bawah ini.
1 Untuk komponen defuser (441 FN2), hasil gambar dari software:

Gambar 5 Sebaran laju kerusakan komponen defuser (441 FN2)

9

2 Untuk komponen kiln drive (441 KL1), hasil gambar dari software:

Gambar 6 Sebaran laju kerusakan komponen kiln drive (441 KL1)
3 Untuk komponen cooler (441 CC1), hasil gambar dari software:

Gambar 7 Sebaran laju kerusakan komponen cooler (441 CC1)
4 Untuk komponen alarm (441 AN1), hasil gambar dari software:

Gambar 8 Sebaran laju kerusakan komponen alarm (441 AN1)

10

Secara ringkas, hasil dari pengujian pola sebaran waktu antar kerusakan
komponen dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2
No.
1
2
3
4

Pola sebaran kerusakan komponen mesin rotary kiln
Nama komponen
Pola sebaran
defuser (441 FN2)
Weibull
kiln drive (441 KL1)
Weibull
cooler (441 CC1)
Weibull
alarm (441 AN1)
Weibull

Nilai parameter
α = 0.157; β = 0.054
α = 0.159; β = 0.198
α = 0.172; β = 0.038
α = 0.204; β = 0.022

Pola sebaran yang dipilih adalah pola sebaran dengan nilai square error
terkecil. Pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebaran Weibull memiliki
nilai square error pada defuser, kiln drive, cooler, dan alarm berturut-turut adalah
0.014327, 0.010888, 0.014111, dan 0.013623. Sebaran eksponensial memiliki nilai
square error berturut-turut adalah 0.018461, 0.023390, 0.018464, dan 0.018468,
sedangkan sebaran normal memiliki nilai square error berturut-turut adalah
0.469273, 0.470225, 0.469293, dan 0.469290. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
sebaran yang paling cocok untuk menggambarkan kondisi kerusakan tiap komponen
yang diuji adalah sebaran Weibull yang memiliki nilai square error terkecil.
Keempat komponen tersebut menyebar Weibull, artinya waktu terjadinya kerusakan
di tiap komponen tidak bisa dipastikan di awal, pertengahan, atau akhir
pemakaiannya. Nilai α menyatakan parameter umur karakteristik (parameter
skala/scalling parameter), sedangkan β menyatakan parameter bentuk (shaping
parameter), yakni nilai kemiringan kurva sebaran Weibull.
Dengan mengetahui pola sebaran serta nilai parameter tiap komponen, nilai
fungsi sebaran kumulatif kerusakan tiap komponen dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus fungsi sebaran Weibull berikut
(8)
FTpm = 1 – exp[–( β ],
nilai Tpm (Tpm = t) yang diberikan yaitu rentang waktu perawatan preventif (Mean
Time Between Maintenance (MTBM)). Selain itu juga dihitung nilai RTpm, yakni nilai
keandalan tiap komponen dengan menggunakan rumus
RTpm = 1 – FTpm.
(9)
Berikut contoh perhitungan FTpm dan RTpm pada defuser (441 FN2) untuk Tpm =
74.66 jam:
0.054
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.752
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.752 = 0.248.
Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk Tpm = 104.70, 116.65, 167.25,
236.62, dan 364.56 jam pada kiln drive (441 KL1), cooler (441 CC1), dan alarm (441
AN1) disajikan di Lampiran 1. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3 di
bawah ini.

11

Tabel 3 Nilai FTpm dan RTpm pada defuser, kiln drive, cooler, dan alarm
defuser
kiln drive
cooler
alarm
Tpm
(jam)
FTpm
RTpm
FTpm
RTpm
FTpm
RTpm
FTpm
RTpm
74.66 0.752
0.248
0.966
0.034
0.716
0.284
0.680 0.320
104.70 0.759
0.241
0.973
0.027
0.720
0.280
0.682 0.318
116.65 0.761
0.239
0.975
0.025
0.723
0.277
0.683 0.317
167.25 0.767
0.233
0.981
0.019
0.727
0.273
0.686 0.314
236.62 0.774
0.226
0.985
0.015
0.732
0.268
0.689 0.311
364.56 0.782
0.218
0.991
0.009
0.738
0.262
0.693 0.307
Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu
penggantian Tpm pada keempat komponen mesin mengakibatkan peluang terjadinya
kerusakan FTpm akan semakin besar. Peluang kerusakan mesin berdasarkan nilai
kumulatif kerusakan maksimum secara berturut-turut mulai dari yang terbesar adalah
kiln drive (99.1%), defuser (78.2%), cooler (73.8%), dan alarm (69.3%). Semakin
besar nilai FTpm pada komponen mesin mengakibatkan nilai keandalan mesin RTpm
semakin rendah, karena RTpm = 1 – FTpm. Nilai FTpm sebesar 0.752 dan Tpm sebesar
74.66 jam pada defuser menunjukkan bahwa nilai persentase kumulatif kerusakan
defuser pada waktu 74.66 jam adalah sebesar 75.2%. Sebaliknya, persentase
keandalan defuser setelah waktu 74.66 jam adalah 24.8%.

Perhitungan Uptime, Downtime, dan Biaya per Satuan Waktu dengan Rpm = S
Tahap selanjutnya adalah perhitungan uptime, downtime, serta biaya per satuan
waktu yang diharapkan (biaya minimum). Perhitungan dilakukan dengan
memberikan nilai Tpm yang berbeda, yaitu waktu penggantian suatu komponen untuk
tindakan preventif (Tpm = 74.66, 104.70, 116.65, 167.25, 236.62, dan 364.56 jam),
banyaknya komponen cadangan n (n = 2, 3, dan 4 unit), dan waktu perawatan S (S =
6.3 jam). Tujuannya adalah menentukan waktu penggantian dan banyaknya
komponen cadangan yang optimal. Model Smith dan Dekker (1997) dapat digunakan
untuk menghitung uptime, downtime, dan biaya yang diharapkan dengan
menggunakan persamaan (5)–(7) dengan asumsi waktu yang dibutuhkan untuk
perawatan preventif sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk perawatan perbaikan
(Rpm = S).
Berikut diberikan contoh dan hasil perhitungan untuk tiap komponen mesin:
1 Contoh perhitungan uptime, downtime, dan biaya pada defuser (441 FN2) untuk
Tpm = 74.66 jam dan n = 2 unit:
E[ up]
=15.76
E[ down]
B1



dt/
(

= 5.30
)



= 2 695 985.30.
Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk Tpm = 104.70, 116.65, 167.25,
236.62, dan 364.56 jam disajikan di Lampiran 2. Hasil selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 4.

12

2 Contoh perhitungan uptime, downtime, dan biaya pada kiln drive (441 KL1)
untuk Tpm = 74.66 jam dan n = 2 unit:
= 12.26
E[ up] =
E[
B

down]

=∫

dt/
(

= 5.30
)



= 644 387.13.
Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk Tpm = 104.70, 116.65, 167.25,
236.62, dan 364.56 jam disajikan di Lampiran 3. Hasil selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 5.
3 Contoh perhitungan uptime, downtime, dan biaya pada cooler (441 CC1) untuk
Tpm = 74.66 jam dan n = 2 unit:
E[ up]
=16.55
E[ down]
B1



dt/
(

= 5.30
)



= 2 948 205.98.
Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk Tpm = 104.70, 116.65, 167.25,
236.62, dan 364.56 jam disajikan di Lampiran 4. Hasil selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 6.
4 Contoh perhitungan uptime, downtime, dan biaya pada alarm (441 AN1)
untuk Tpm= 74.66 jam dan n = 2 unit:
E[ up]
=17.43
E[ down]
B1



dt/
(

= 5.30
)



= 3 170 879.24.
Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk Tpm = 104.70, 116.65, 167.25,
236.62, dan 364.56 jam disajikan di Lampiran 5. Hasil selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 7.

13
14

Tabel 4 Nilai uptime, downtime, dan biaya pada defuser (441 FN2)
n = 2 unit
n = 3 unit
Tpm
Uptime Downtime
Uptime Downtime
(jam)
Biaya (rupiah)
(jam)
(jam)
(jam)
(jam)
74.66
15.76
5.30
2 695 985.30
20.96
5.30
104.70
21.89
5.30
2 828 644.26
28.85
5.30
116.65
24.33
5.30
2 864 314.11
31.97
5.30
167.25
34.61
5.30
2 961 022.92
34.61
5.30
236.62
48.52
5.30
3 007 177.32
62.69
5.30
364.56
73.99
5.30
3 029 942.53
94.63
5.30
Tabel 5 Nilai uptime, downtime, dan biaya pada kiln drive (441 KL1)
n = 2 unit
n = 3 unit
Tpm
Uptime Downtime
Uptime
Downtime
(jam)
Biaya (rupiah)
(jam)
(jam)
(jam)
(jam)
74.66
12.26
5.30
644 387.13
12.69
5.30
104.70
17.08
5.30
589 134.57
17.55
5.30
116.65
18.99
5.30
570 365.15
19.47
5.30
167.25
26.89
5.30
507 996.49
27.58
5.30
236.62
38.09
5.30
440 887.16
38.63
5.30
364.56
58.39
5.30
369 031.67
58.92
5.30

Biaya (rupiah)
2 162 353.54
2 252 776.42
2 277 111.27
2 361 022.92
2 380 523.56
2 443 917.96

Biaya (rupiah)
628 956.78
576 915.71
559 154.43
497 353.37
435 467.89
365 986.19

Uptime
(jam)
27.86
38.00
42.01
58.83
81.00
121.00

n = 4 unit
Downtime
(jam)
5.30
5.30
5.30
5.30
5.30
5.30

Biaya
(rupiah)
1 711 784.44
1 776 295.58
1 793 851.40
1 842 681.01
1 875 565.69
1 902 272.12

Uptime
(jam)
13.14
18.04
19.97
28.12
39.18
59.45

n = 4 unit
Downtime
(jam)
5.30
5.30
5.30
5.30
5.30
5.30

Biaya
(rupiah)
613 715.34
564 878.61
548 093.90
489 406.44
430 093.20
362 962.54

13

14

n = 3 unit
Downtime
(jam)
5.30
5.30
5.30
5.30
5.30
5.30

Tabel 7 Nilai uptime, downtime, dan biaya pada alarm (441 AN1)
n = 2 unit
Tpm (jam)
Uptime
Downtime
Uptime
Biaya (rupiah)
(jam)
(jam)
(jam)
74.66
17.42
5.30
3 170 879.24
25.62
104.70
24.36
5.30
3 366 029.61
35.73
116.65
27.10
5.30
3 417 497.43
39.69
167.25
38.69
5.30
3 561 929.86
56.41
236.62
54.36
5.30
3 671 598.03
79.11
364.56
83.50
5.30
3 745 167.19
120.49

n = 3 unit
Downtime
(jam)
5.30
5.30
5.30
5.30
5.30
5.30

Biaya (rupiah)
2 267 076.61
2 370 162.21
2 393 929.95
2 471 014.10
2 521 843.19
3 415 397.36

Biaya (rupiah)
2 330 177.94
2 433 910.95
2 461 774.00
2 539 560.41
2 595 218.77
2 643 824.31

Uptime
(jam)
32.28
44.52
48.99
69.09
95.75
143.96

n = 4 unit
Downtime
Biaya
(jam)
(rupiah)
5.30
1 714 014.87
5.30
1 777 110.28
5.30
1 795 535.65
5.30
1 844 483.09
5.30
1 881 438.06
5.30
1 915 404.90

Uptime
(jam)
37.68
52.39
58.11
82.23
114.82
173.87

n = 4 unit
Downtime
(jam)
5.30
5.30
5.30
5.30
5.30
5.30

Biaya
(rupiah)
1 676 422.88
1 731 034.26
1 746 580.79
1 790 405.46
1 823 711.03
1 856 185.38

14

Tabel 6 Nilai uptime, downtime, dan biaya pada cooler (441 CC1)
n = 2 unit
Tpm (jam)
Uptime
Downtime
Uptime
Biaya (rupiah)
(jam)
(jam)
(jam)
74.66
16.55
5.30
2 948 205.98
23.11
104.70
23.08
5.30
3 119 742.09
32.05
116.65
25.60
5.30
3 153 878.21
35.42
167.25
36.51
5.30
3 281 350.24
50.22
236.62
51.30
5.30
3 358 730.36
70.09
364.56
78.41
5.30
3 415 397.36
78.41

15

Berdasarkan Tabel 4–7 di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu
penggantian (Tpm) pada komponen, maka nilai uptime akan meningkat. Semakin
banyak jumlah persediaan komponen cadangan (n) juga menunjukkan peningkatan
yang signifikan pada uptime. Hal ini menunjukkan bahwa umur hidup dari suatu
mesin dapat ditentukan dari waktu penggantian komponen dan banyaknya persediaan
komponen mesin cadangannya. Berbeda halnya pada uptime yang selalu meningkat
ketika n dan Tpm dinaikkan, downtime memiliki nilai konstan terhadap n dan Tpm,
artinya n dan Tpm tidak memengaruhi downtime mesin tersebut. Dari keempat
komponen, terlihat bahwa waktu downtime perusahaan saat ini konstan. Biaya
perawatan defuser (441 FN2), cooler (441 CC1), dan alarm (441 AN1) akan semakin
meningkat saat nilai Tpm diperbesar, sedangkan biaya perawatan kiln drive (441 KL1)
akan semakin menurun saat nilai Tpm diperbesar. Komponen cadangan yang semakin
banyak akan menurunkan total biaya per unit waktu yang diharapkan. Hal ini berlaku
untuk keempat komponen tersebut.
Berikut diberikan plot grafik uptime, downtime, dan biaya pada defuser (441
FN2) (plot grafik komponen lainnya dapat dilihat di Lampiran 6).

Uptime (jam)

Grafik uptime pada defuser
150
100
UP n=2

50

UP n=3

0

UP n=4

0

100

200

300

400

Tpm (jam)

Downtime (jam)

Grafik downtime pada defuser
6
4
DT n=2

2

DT n=3
DT n=4

0
0

100

200
Tpm (jam)

300

400

16

Grafik biaya pada defuser
Biaya (rupiah)

4.000.000,00
3.000.000,00
2.000.000,00

B n=2

1.000.000,00

B n=3

0,00

B n=4
0

100

200

300

400

Tpm (jam)

Gambar 9 Plot uptime, downtime, dan biaya pada defuser (441 FN2)

Peluang Sukses Mesin dalam Beroperasi
Kesuksesan suatu mesin dalam beroperasi merupakan suatu faktor yang sangat
penting untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi. Suatu mesin dapat bekerja
dengan baik apabila didukung kondisi komponen-komponennya yang baik pula.
Analisis selanjutnya adalah menghitung peluang sukses mesin secara keseluruhan
dalam beroperasi. Analisis perhitungan peluang sukses dengan pertimbangan
ketersediaan suku/komponen cadangan bertujuan mengetahui seberapa besar
pengaruh kerusakan pada komponen-komponen yang diteliti terhadap kesiapan
mesin secara keseluruhan dalam beroperasi. Adapun rumus yang digunakan untuk
menghitung peluang kesuksesan suatu mesin dalam beroperasi dengan pertimbangan
ketersediaan suku/komponen cadangan (Mustafa 1998) yaitu


(10)

dengan n menyatakan banyaknya komponen cadangan, t menyatakan waktu
penggantian komponen, dan menyatakan laju kerusakan komponen pada waktu
tertentu. Berdasarkan hasil pada Tabel 2, yang menyatakan bahwa sebaran kerusakan
keempat komponen yang diteliti adalah Weibull, maka laju kerusakan komponen
mesin dihitung dengan menggunakan persamaan (4).
Contoh perhitungan laju kerusakan komponen mesin defuser (441 FN2) serta
peluang kesuksesan mesin secara keseluruhan dalam beroperasi, jika persediaan
komponen cadangannya sebesar 2 unit dengan t = 74.66 jam (α = 0.157; β = 0.054)
yaitu:
)0.054-1 = 0.001008960,
=
P = exp( 0.001008960(74.66)) + 0.001008960(74.66)exp( 0.001008960(74.66)) +
= 0,999932664.
Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk kiln drive (441 KL1), cooler (441
CC1), dan alarm (441 AN1) dengan t = 104.7, 116.65, 167.25, 236.62, dan 364.56
jam, n = 2, 3, dan 4 unit, serta nilai α dan β dari masing-masing komponen (Tabel 2)
disajikan di Lampiran 7–10. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8–11 di
bawah ini.

17

Tabel 8 Hasil nilai laju kerusakan dan peluang sukses mesin dalam beroperasi untuk
defuser
defuser
Tpm
(t)
(jam)
n = 2 unit
n = 3 unit
n = 4 unit
74.66 0.001008960
0.999932664
0.999998737
0.999999981
104.70 0.000732733
0.999928947
0.999998643
0.999999979
116.65 0.000661519
0.999927716
0.999998611
0.999999979
167.25 0.000470447
0.999923458
0.999998500
0.999999976
236.62 0.000338815
0.999919122
0.999998386
0.999999974
364.56 0.000225103
0.999913378
0.999998230
0.999999971
Tabel 9 Hasil nilai laju kerusakan dan peluang sukses mesin dalam beroperasi untuk
kiln drive
kiln drive
Tpm
(t)
(jam)
n = 2 unit
n = 3 unit
n = 4 unit
74.66 0.008965448
0.969479735
0.995073206
0.999356019
104.70 0.006835831
0.963919064
0.993789240
0.999133475
116.65 0.006268260
0.961953920
0.993315005
0.999047753
167.25 0.004695144
0.954672902
0.991473814
0.998698411
236.62 0.003554670
0.946486250
0.989253693
0.998246682
364.56 0.002513332
0.934439160
0.985722756
0.997470036
Tabel 10 Hasil nilai laju kerusakan dan peluang sukses mesin dalam beroperasi
untuk cooler
cooler
Tpm
(t)
(jam)
n = 2 unit
n = 3 unit
n = 4 unit
74.66 0.000641096
0.999982368
0.999999790
0.999999998
104.70 0.000463068
0.999981683
0.999999779
0.999999998
116.65 0.000417340
0.999981459
0.999999775
0.999999998
167.25 0.000295091
0.999980691
0.999999762
0.999999998
236.62 0.000211347
0.999979922
0.999999750
0.999999997
364.56 0.000139448
0.999978921
0.999999733
0.999999997
Tabel 11 Hasil nilai laju kerusakan dan peluang sukses mesin dalam beroperasi
untuk alarm
alarm
Tpm
(t)
(jam)
n = 2 unit
n = 3 unit
n = 4 unit
74.66 0.000335530
0.999997429
0.999999984
1
104.70 0.000241048
0.999997371
0.999999983
1
116.65 0.000216869
0.999997352
0.999999983
1
167.25 0.000152461
0.999997289
0.999999983
1
236.62 0.000108590
0.999997227
0.999999982
1
364.56 0.000077115
0.999997147
0.999999982
1
Berdasarkan hasil perhitungan peluang kesuksesan mesin rotary kiln dalam
beroperasi pada Tabel 8–11 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semakin kecil
waktu penggantian komponen, peluang sukses mesin semakin besar. Hal ini sesuai

18

untuk keempat komponen tersebut. Selain itu, peluang sukses mesin juga akan
semakin besar saat banyaknya komponen mesin cadangan bertambah. Komponen
defuser, cooler, dan alarm memiliki nilai peluang sukses mesin yang sangat besar,
yakni mencapai 99.9%. Hasil tersebut berlaku saat persediaan komponen cadangan
sebesar 2, 3, dan 4 unit, sedangkan peluang sukses mesin saat persediaan komponen
pada kiln drive sebesar 2, 3, dan 4 unit berturut-turut adalah 96.9%, 99.5%, dan
99.9%. Hal ini sesuai dengan nilai tingkat keandalan R(t) pada kiln drive, yang
memiliki persentase keandalan paling kecil dari ketiga komponen lainnya (Tabel 3).
Laju kerusakan dari keempat komponen tersebut relatif kecil, yaitu tidak lebih dari
1%. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh kerusakan keempat komponen tersebut
sangat kecil untuk kesuksesan mesin secara keseluruhan dalam beroperasi.
Dengan asumsi bahwa masing-masing komponen memiliki pengaruh sebesar
25% terhadap mesin rotary kiln dibuat Tabel 12 berikut.
Tabel 12 Hasil nilai laju kerusakan dan peluang sukses mesin rotary kiln dalam
beroperasi
Komponen mesin rotary kiln: defuser, kiln drive,
Tpm
cooler, dan alarm
(t)
(jam)
n = 2 unit
n = 3 unit
n = 4 unit
74.66 0.002737758
0.992348049
0.998767929 0.999839000
104.70 0.002068170
0.990956766
0.998446832 0.999783363
116.65 0.001890997
0.990465112
0.998328344 0.999761932
167.25 0.001403286
0.988643585
0.997868015 0.999674596
236.62 0.001053355
0.986595630
0.997312953 0.999561663
364.56 0.000737259
0.983582151
0.996430175 0.999367501
Dari Tabel 12 di atas, terlihat bahwa mesin rotary kiln cukup sukses dalam
beroperasi, bahkan dengan persediaan masing-masing komponen cadangan sebanyak
2 unit saja dan waktu penggantiannya sebesar 364.56 jam, peluang sukses masih
besar, yakni mencapai 98.35%. Selain itu, peluang sukses mesin paling besar, yakni
mencapai 99.98% terjadi saat persediaan masing-masing komponen cadangan
sebanyak 4 unit dan waktu penggantiannya yaitu 74.66 jam.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa model
kerusakan keempat komponen mesin rotary kiln (defuser (441 FN2), kiln drive (441
KL1), cooler (441 CC1), dan alarm (441 AN1)) di PT Semen Indonesia (Persero)
Tbk pada bulan Januari–November 2013 menyebar Weibull dengan masing-masing
nilai parameter yang berbeda.
Berdasarkan analisis perhitungan uptime, downtime, dan biaya serta peluang
sukses mesin dengan pertimbangan ketersediaan jumlah suku/komponen mesin
cadangan, diperoleh waktu penggantian yang optimal untuk defuser, kiln drive,

19

cooler, dan alarm yaitu 74.66 jam. Selain itu, banyaknya komponen mesin cadangan
yang optimal untuk defuser, kiln drive, cooler, dan alarm sebesar 4 unit.

Saran
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penelitian masih bisa
dikembangkan dengan asumsi lain, misalnya waktu yang dibutuhkan untuk
perawatan preventif tidak sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk perawatan
perbaikan. Selain itu, dapat juga dilakukan penelitian mengenai seberapa besar
pengaruh kerusakan komponen berbeda terhadap kesuksesan mesin rotary kiln dalam
beroperasi.

DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Ed ke-4. Jakarta (ID):
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Mustafa, A. 1998. Manajemen Perawatan. Bandung (ID): ITB Pr.
Semen Indonesia. 2013. Data Produksi 2013. Gresik (ID): Semen Indonesia.
Smith MAJ, Dekker R. 1997. Preventive maintenance in a 1 out of n system: The
uptime, downtime, and costs. European Journal of Operational Research 99.
p 565-583.
Sodikin, I. 2011. Penentuan Kombinasi Waktu Perawatan Preventif dan Jumlah
Persediaan Komponen Guna Meningkatkan Peluang Sukses Mesin dalam
Memenuhi Target Produksi [skripsi]. Yogyakarta (ID): Institut Sains dan
Teknologi AKPRIND.
Suharto. 1991. Manajemen Perawatan Mesin. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta
Anggota IKAPI.
Walpole RE, Myers RH. 1989. Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan
Ilmuwan. Ed ke-4. Bandung (ID): ITB Pr.

20

Lampiran 1 Perhitungan nilai fungsi sebaran kumulatif dan keandalan tiap
komponen di setiap waktu t (t = Tpm)
defuser


Untuk Tpm = 104.7
0.054
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.759
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.759 = 0.241



Untuk Tpm = 116.65
0.054
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.761
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.761 = 0.239



Untuk Tpm = 167.25
0.054
] = 0.767
FTpm = 1 – exp[–(
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.767 = 0.233



Untuk Tpm = 236.62
0.054
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.774
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.774 = 0.226



Untuk Tpm = 364.56
0.054
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.782
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.782 = 0.218

kiln drive
 Untuk Tpm = 104.7
0.198
] = 0.973
FTpm = 1 – exp[–(
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.973 = 0.027



Untuk Tpm = 116.65
0.198
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.975
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.975 = 0.025



Untuk Tpm = 167.25
0.198
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.981
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.981 = 0.019



Untuk Tpm = 236.62
0.198
] = 0.985
FTpm = 1 – exp[–(
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.985 = 0.015



Untuk Tpm = 364.56

21

0.198
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.991
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.991 = 0.009

cooler



Untuk Tpm = 104.7
0.038
] = 0.720
FTpm = 1 – exp[–(
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.720 = 0.280



Untuk Tpm = 116.65
0.038
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.723
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.723 = 0.277



Untuk Tpm = 167.25
0.038
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.727
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.727 = 0.273



Untuk Tpm = 236.62
0.038
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.732
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.732 = 0.268



Untuk Tpm = 364.56
0.038
] = 0.738
FTpm = 1 – exp[–(
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.738 = 0.262

alarm



Untuk Tpm = 104.7
0.022
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.682
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.682 = 0.318



Untuk Tpm = 116.65
0.022
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.683
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.683 = 0.317



Untuk Tpm = 167.25
0.022
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.686
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.686 = 0.314



Untuk Tpm = 236.62
0.022
] = 0.689
FTpm = 1 – exp[–(
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.689 = 0.311

22



Untuk Tpm = 364.56
0.022
FTpm = 1 – exp[–(
] = 0.693
RTpm = 1 – FTpm = 1 – 0.693 = 0.307

23

Lampiran 2 Perhitungan uptime, downtime, dan biaya pada defuser
defuser (n


2)

Untuk Tpm
E[ up]
E[ down]
B1



104.7



2 828 644.26
Untuk Tpm 116.65
E[ up]
E[ down]
B1



2 864 314.11
 Untuk Tpm 167.25
E[ up]
E[ down]
B1



2 961 022.92
 Untuk Tpm 236.62
E[ up]
E[ down]
B1





3 007 177.32
Untuk Tpm 364.56
E[

dt/
(

5.30
)



24.33
dt/
(

5.30
)



34.61
dt/
(

5.30
)



48.52
dt/
(

5.30
)



73.99

up]

E[ down]
B1



3 029 942.53
defuser (n
di atas.

21.89

dt/
(

5.30
)



3, 4) dapat dihitung dengan cara yang sama seperti pada defuser (n = 2)

24

Lampiran 3 Perhitungan uptime, downtime, dan biaya pada kiln drive
kiln drive (n


2)

Untuk Tpm
E[

104.7

up]

E[ down]
B1

17.08


589 134.57
 Untuk Tpm 116.65
E[ up]
E[ down]
B1



570 365.15
 Untuk Tpm 167.25
E[ up]
E[ down]
B1





507 996.49
Untuk Tpm 236.62
E[ up]
E[ down]
B1



dt/
(

)



369 031.67



18.99
dt/
(

5.30
)



26.89
dt/
(

5.30
)



38.09
dt/
(

5.30
)

440 887.16
 Untuk Tpm 364.56
58.39
E[ up]
E[ down]
B1

5.30

dt/
(



5.30
)



kiln drive (n 3, 4) dapat dihitung dengan cara yang sama seperti pada kiln drive
(n = 2) di atas.

25

Lampiran 4 Perhitungan uptime, downtime, dan biaya pada cooler
cooler (n


2)

Untuk Tpm
E[ up]
E[ down]
B1



104.7



23.08
dt/
(

)

3 119 742.09
Untuk Tpm 116.65
E[ up]
= 25.60
E[ down]
B1



dt/
(



3 281 350.25
 Untuk Tpm 236.62
E[ up]
E[ down]
B1





3 358 730.36
Untuk Tpm 364.56
E[



5.30
)





51.30
dt/
(

5.30
)



78.41

up]

E[ down]
B1



3 415 397.36
cooler (n
atas.

dt/
(



5.30
)

3 153 878.21
 Untuk Tpm 167.25
E[ up]
36.51
E[ down]
B1

5.30

dt/
(

5.30
)



3, 4) dapat dihitung dengan cara yang sama seperti pada cooler (n = 2) di

26

Lampiran 5 Perhitungan uptime, downtime, dan biaya pada alarm
alarm (n


2)

Untuk Tpm
E[

up]

E[ down]
B1





up]

E[ down]
B1



up]

E[ down]
B1





3 745 167.19
alarm (n
atas.



dt/
(

5.30
)



dt/
(

5.30
)



dt/
(

5.30
)



83.50

up]

E[ down]
B1

)

54.36

3 671 598.03
Untuk Tpm 364.56
E[

(

5.30

38.69

3 561 929.86
Untuk Tpm 236.62
E[

dt/

27.10

3 417 497.43
Untuk Tpm 167.25
E[





up]

E[ down]
B1



24.36

3 366 029.61
Untuk Tpm 116.65
E[



104.7

dt/
(

5.30
)



3, 4) dapat dihitung dengan cara yang sama seperti pada alarm (n = 2) di

27

Lampiran 6 Plot uptime, downtime, dan biaya pada kiln drive, cooler, dan
alarm

Uptime (jam)

Grafik uptime pada kiln drive
70
60
50
40
30
20
10
0

UP n=2
UP n=3
UP n=4
0

100

200

300

400

Tpm (jam)

Grafik downtime pada kiln drive, cooler, dan alarm

6
Downtime (jam)

5
4
3

DT n=2

2

DT n=3

1

DT n=4

0
0

100

200

300

400

Tpm (jam)

Grafik biaya pada kiln drive

Biaya (rupiah)

800.000,00
600.000,00
400.000,00

B n=2

200.000,00

B n=3
B n=4

0,00
0

100

200
Tpm (jam)

300

400

28

Grafik uptime pada cooler

Uptime (jam)

200
150
100

UP n=2

50

UP n=3
UP n=4

0
0

100

200

300

400

Tpm (jam)

Biaya (rupiah)

Grafik biaya pada cooler

4.000.000,00
3.500.000,00
3.000.000,00
2.500.000,00
2.000.000,00
1.500.000,00
1.000.000,00
500.000,00
0,00

B n=2
B n=3
B n=4

0

100

200

300

400

Tpm (jam)

Grafik uptime pada alarm

Uptime (jam)

200
150
UP n=2

100

Up n=3

50

Up n=4
0
0

100

200
Tpm (jam)

300

400

29

Biaya (rupiah)

Grafik biaya pada alarm
4.000.000,00
3.500.000,00
3.000.000,00
2.500.000,00
2.000.000,00
1.500.000,00
1.000.000,00
500.000,00
0,00

B n=2
B n=3
B n=4

0

100

200
Tpm (jam)

300

400

30

Lampiran 7 Perhitungan laju kerusakan defuser dan peluang sukses mesin secara
keseluruhan
Untuk defuser dengan t = 104.70, n = 2, dan (α = 0.157; β = 0.054) yaitu:

=
)0.054-1 = 0.000732733


P = exp( 0.000732733(104.70)) + 0.000732733(104.70)exp( 0.000732733
(104.70)) +

= 0.999928947

Untuk defuser dengan t = 116.65, n = 2, dan (α = 0.157; β = 0.054) yaitu:
)0.054-1 = 0.000661519

=


P = exp( 0.000661519(116.65)) + 0.000661519(116.65)exp( 0.000661519
(

)) +

= 0.999927716

Untuk defuser dengan t = 167.25, n = 2, dan (α = 0.157; β = 0.054) yaitu:

=
)0.054-1 = 0.001008960


P = exp( 0.000470447(167.25)) + 0.000470447(167.25)exp( 0.000470447
(167.25)) +

= 0.999923458

Untuk defuser dengan t = 236.62, n = 2, dan (α = 0.157; β = 0.054) yaitu:

=
)0.054-1 = 0.000338815


P = exp( 0.000338815(236.62)) + 0.000338815(236.62)exp( 0.000338815
(236.62)) +

= 0.999919122

Untuk defuser dengan t = 364.56, n = 2, dan (α = 0.157; β = 0.054) yaitu:

=
)0.054-1 = 0.000225103


P = exp( 0.000225103(364.56)) + 0.000225103(364.56)exp( 0.000225103
(364.56)) +

= 0.999913378

Untuk defuser (n = 3, 4) dapat dihitung dengan cara yang sama seperti pada defuser
(n = 2) di atas.

31

Lampiran 8 Perhitungan laju kerusakan kiln drive dan peluang sukses mesin secara
keseluruhan
Untuk kiln drive dengan t = 74.66, n = 2, dan (α = 0.159; β = 0.198) yaitu:
)0.198-1 = 0.008965448

=


P = exp( 0.008965448 (74.66)) + 0.008965448(74.66)exp( 0.008965448
(74.66)) +

= 0.969479735

Untuk kiln drive dengan t = 104.70, n = 2, dan (α = 0.159; β = 0.198) yaitu:

=
)0.198-1 = 0.006835831
 P = exp( 0.006835831(104.70)) + 0.006835831(104.70)exp( 0.006835831
(104.70)) +

= 0.963919064

Untuk kiln drive dengan t = 116.65, n = 2, dan (α = 0.159; β = 0.198) yaitu:

=
)0.198-1 = 0.006268260


P = exp( 0.006268260(116.65)) + 0.006268260(116.65)exp( 0.006268260
(116.65)) +

= 0.961953920

Untuk kiln drive dengan t = 167.25, n = 2, dan (α = 0.159; β = 0.198) yaitu:

=
)0.198-1 = 0.004695144


P = exp( 0.004695144 (167.25