Pembelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Wisata Alam Di Taman Nasional Kepulauan Seribu

PEMBELAJARAN (LESSON LEARNED) PENGEMBANGAN WISATA
ALAM DI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU

RIZQIAH MEGAWATI AL-MAKHZUMI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pembelajaran
(Lesson Learned) Pengembangan Wisata Alam di Taman Nasional Kepulauan
Seribu adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Rizqiah Megawati Al-Makhzumi
NIM E34100129

ABSTRAK
RIZQIAH MEGAWATI AL-MAKHZUMI. Pembelajaran (Lesson Learned)
Pengembangan Wisata Alam di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Dibimbing
oleh RINEKSO SOEKMADI dan NANDI KOSMARYANDI.
Kecenderungan masyarakat perkotaan yang menginginkan wisata berbasis
alam dengan biaya terjangkau, akses mudah dan waktu singkat menjadikan
TNKpS pilihan tempat wisata. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor
pengembangan wisata alam di TNKpS, kemudian mendeskripsikan lesson learned
yang didapat untuk membantu pengembangan wisata alam di taman nasional
khusunya di taman nasional laut. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode
wawancara tidak terstruktur dan kuisioner terbuka, lalu dianalisis secara statistik
deskriptif menggunakan panduan kebijakan operasional dalam pengembangan
wisata alam menurut PHKA 2003 dan Renstra tahun 2014 BTNKpS. Jenis wisata
yang ditawarkan di TNKpS yaitu wisata resort dan wisata pemukiman. Pengelola

wisata di TNKpS meliputi kepala resort wisata, agen travel wisata, manajer resort
wisata, dan pemda. Terdapat delapan faktor pengembangan wisata yang dilakukan
TNKpS yaitu partisipasi dan pemberdayaan masyarakat lokal, manajemen SDA,
promosi dan pemasaran, akomodasi, pelayanan, infrastruktur, dukungan finansial
pemerintah.
Kata kunci: kebijakan, pembelajaran, wisata alam.

ABSTRACT
RIZQIAH MEGAWATI AL-MAKHZUMI Lessons Learnt from Development of
Nature Based Tourism in Kepulauan Seribu Marine National Park. Under
academic supervision of RINEKSO SOEKMADI and NANDI KOSMARYANDI.
The trend of urban society to desire nature tourism with affordable cost and
easy access, which takes not much time, makes the Kepulauan Seribu National
Park (TNKpS) one of the choices for tourism destination. The objectives of this
study are analyzing the factors for nature tourism development in TNKpS, and
afterwards describing lessons learnt which are obtained, to help development of
nature tourism in National Park, particularly Marine National Park. Data were
obtained by method of interviews which were not structured and open
questionnaires. The data were subsequently analyzed with descriptive statistics
using operational policy guidelines in developing nature tourism according to

PHKA 2003 and 2014 Strategic Plan of Balai (Agency) of TNKpS. Types of
tourism being offered in TNKpS were resort tourism and residence tourism.
Tourism managers in TNKpS comprise head of tourism resort, tourism travel
agent, manager of tourism resort and local government. There are eight factors of
tourism development which are handled in TNKpS, namely participation and
empowerment of local community, management of natural resources, promotion
and marketing, accommodation, service, infrastructure, and financial support from
government.
Key words: lessons learnt, nature tourism, policy.

PEMBELAJARAN (LESSON LEARNED) PENGEMBANGAN WISATA
ALAM DI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU

RIZQIAH MEGAWATI AL-MAKHZUMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

:

Nama
NIM

:
:

Pembelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Wisata
Alam Di Taman Nasional Kepulauan Seribu
Rizqiah Megawati Al-Makhzumi

E34100129

Disetujui oleh

Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF
Pembimbing I

Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul

“Pembelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Wisata Alam di TNKpS” dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar
sarjana kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini juga disusun
untuk mengembangkan wawasan penulis mengenai pengembangan wisata alam.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Rinekso
Soekmadi, MScF dan Bapak Dr Ir Nandi Kosmaryandi, MScF sebagai dosen
pembimbing yang telah memberikan saran, masukan, dan bimbingan selama
proses penyusunan skripsi dari awal sampai akhir penyelesaian skripsi ini. Penulis
juga menyampaikan hormat dan terima kasih kepada ayah dan mamah tercinta,
Drs Imam Asrori dan Muryanah yang selalu mendoakan, mengingatkan, memberi
semangat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhingga. Penulis juga tidak lupa
berterima kasih kepada seluruh staf Taman Nasional Kepulauan Seribu dan
Pemerintah daerah Kepulauan Seribu. Terima kasih kepada pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Rizqiah Megawati Al-Makhzumi


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Alat dan Subyek


3

Jenis Data

3

Metode Pengambilan Data

3

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Kondisi Umum Lokasi Penelitian


4

Wisata Alam di TNKpS

6

Pengelola Wisata Alam di TNKpS

8

Faktor Pengembangan Wisata alam di TNKpS

11

Pembelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Wisata alam di TNKpS

13

SIMPULAN DAN SARAN


19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

22

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Kondisi fisik TNKpS
Sifat partisipasi masyarakat lokal terhadap kegiatan wisata alam
Potensi kehilangan pendapatan dari penarikan PNBP
Selisih PNBP dengan Kel. P. Panggang berdasarkan PP No. 12 Tahun
2014

5
11
16
17

DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian
2 Hubungan timbal balik antar pengelola wisata
3 Persentase pengetahuan pengunjung terhadap SIMAKSI

2
10
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Pengelola wisata alam
Faktor pengembangan wisata alam
Analisis keberhasilan dan kegagalan pengembangan wisata alam
Paket wisata

22
23
25
30

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wisata alam (nature tourism), merupakan aktifitas wisata yang ditujukan
pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya (Brunn
1995). Jenis wisata alam diatur dalam Permendagri No. 33 tahun 2009, salah
satunya adalah jenis wisata alam bahari seperti yang ada di Taman Nasional
Kepulauan Seribu (TNKpS) yang terdiri dari 78 pulau sangat kecil dan 6
merupakan pulau pemukiman, 86 gosong, dangkalan pasir dan hamparan laut.
Sebagian besar pulau di TNKpS telah menjadi tujuan wisata termasuk pulau-pulau
pemukiman dan spot-spot bawah air untuk olahraga diving dan snorkeling yang
menampilkan obyek visual terumbu karang, lumba-lumba, penyu, dan bangkai
kapal-kapal karam. Lokasi berjemur (sunbathing), sunset dan sunrise, camping,
birdwatching, pemancingan (fishing), dan olahraga jet-ski juga tersedia di sana.
Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) masuk ke dalam wilayah
administratif Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta ibukota Negara Republik
Indonesia. DKI Jakarta merupakan kota metropolitan, sentral pemerintahan,
kegiatan ekonomi dan pendidikan serta dekat dengan bandara internasional
Soekarno-Hatta yang merupakan gerbang bagi wisatawan lokal maupun
mancanegara.
Menurut Freyer (1993) dalam Damanik & Weber (2006) ada beberapa hal
yang dipertimbangkan oleh wisatawan sebelum mengambil keputusan untuk
melakukan perjalanan, yaitu biaya, daerah tujuan wisata, bentuk perjalanan, waktu
dan lama berwisata, akomodasi yang digunakan, moda tranportasi dan lainnya.
Dari beberapa hal yang perlu dipertimbangkan TNKpS termasuk ke dalam
destinasi wisata yang dipilih oleh wisatawan, terutama wisatawan daerah DKI
Jakarta dan sekitarnya. Hal tersebut, dikarenakan TNKpS menyediakan biaya
paket wisata (makan, transportasi, penginapan, sewa alat dll) dengan harga yang
terjangkau. TNKpS merupakan salah satu dari 12 destinasi wisata bahari unggulan
di Indonesia, bentuk perjalanan yang disediakan TNKpS ada bermacam-macam
yaitu berkelompok dengan diorganisir oleh travel wisata, dan individual ataupun
kelompok kecil. Waktu dan lama berwisata di TNKpS yaitu dua hari di akhir
minggu atau di musim libur karena hal tersebut berimplikasi pada waktu luang
dan biaya yang dikeluarkan wisatawan, karena masyarakat perkotaan memiliki
kecenderungan menginginkan wisata yang berbasis alam dengan biaya yang
terjangkau, akses mudah dan waktu yang singkat. Akomodasi yang disediakan
TNKpS bermacam-macam sesuai permintaan wisatawan, moda tranportasi yang
digunakan wisatawan untuk sampai ke TNKpS yaitu dengan menggunakan moda
transportasi darat dan laut yang selama perjalanan wisatawan juga dapat
menikmati atraksi wisata.
Perkembangan wisata alam di TNKpS yang pesat diduga tidak memberikan
dampak signifikan, melainkan menimbulkan kehilangan pendapatan aktual.
Mengingat perkembangan wisata alam semakin diminati, sehingga penelitian
Pembelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Wisata Alam di Taman Nasional
Kepulauan Seribu penting dilakukan.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor pengembangan
wisata alam di TNKpS, kemudian mendeskripsikan lesson learned yang di dapat
dari pengembangan wisata alam untuk membantu pengembangan wisata alam di
taman nasional khusunya di taman nasional laut.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Perencanaan dan pengembangan sektor pariwisata khususnya wisata alam
Taman Nasional laut dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk
meningkatkan pengembangan wisata alam.
2. Sivitas akademika dan praktisi diharapkan tulisan ini menjadi referensi dalam
melakukan penelitian dan praktik terkait pengembangan wisata alam.
3. Pemerintah dapat dijadikan sebagai masukan dalam membuat kebijakan
terkait dengan aktifitas wisata alam di Taman Nasional Laut.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kepulauan Seribu, Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

3
Waktu penelitian yaitu pada bulan Februari sampai dengan April dan empat
kali pengambilan data di PJLKKHL (Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan
Konservasi dan Hutan Lindung) pada bulan Mei tahun 2014.
Alat dan Subyek
Subyek penelitian ini adalah seluruh pihak yang memiliki kepentingan dan
pengaruh langsung terhadap wisata alam yaitu pengelola TNKpS, Pemda
(Pemerintah Daerah) setempat, travel dan manajer resort. Peralatan yang
digunakan selama penelitian berlangsung ialah alat tulis, peta kawasan, komputer,
kamera dan panduan wawancara serta kuesioner.

Jenis Data
Jenis data dikelompokkan menjadi dua, yaitu data utama dan data
Penunjang. Data utama merupakan data pokok yang berkaitan dengan
pengembangan wisata alam di TNKpS, diperoleh dari kuesioner maupun hasil
wawancara mendalam (in-depth interview) dengan pihak terkait dan dokumendokumen penting.
Data penunjang merupakan data yang dijadikan sebagai pelengkap data
utama yang dapat dijadikan sebagai bahan untuk mengambil pelajaran dari
pengembangan wisata alam di TNKpS, dikumpulkan dari dokumen yang
dipublikasikan pihak terkait berupa buku, laporan hasil penelitian, dan laporan
lainnya serta regulasi dan aturan yang terkait dengan pengelolaan taman nasional.

Metode Pengambilan Data
Pengumpulan data yang dilakukan selama penelitian menggunakan metode:
Metode wawancara mendalam (in-depth interview)
Metode ini diberikan terhadap responden yang mewakili dan atau tokoh
kunci (key person) dengan cara melakukan wawancara mendalam secara berulang
dari pertanyaan yang bersifat santai, fleksibel, informal dan efektif. Dengan
menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik wawancara yang ditujukan
kepada responden yang dianggap mengetahui kajian yang dibahas. Data yang
dikumpulkan adalah informasi pengelola TNKpS, travel dan manajer resort wisata
serta Pemerintah Daerah setempat.
Studi pustaka
Studi ini dilaksanakan untuk melengkapi data-data yang diambil selama
penelitian dan membantu untuk membandingkan antara ketentuan dengan kondisi
di lapangan.

4

Analisis Data
1.
2.

Metode analisis data yang digunakan yaitu
Metode statistik deskriptif analitik berupa penjelasan secara deskriptif datadata hasil pengolahan yang berupa persentase suatu nilai secara statistik.
Metode analisis kualitatif dengan dengan penjelasan secara deskriptif hasilhasil wawancara. Untuk menyelidiki dan memecahkan masalah yang tidak
terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga meliputi
analisis dan interpretasi data sampai kepada kesimpulan yang didasarkan atas
penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
TNKpS merupakan kawasan pelestarian alam perairan seluas 107.489 Ha,
termasuk daratan P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/kpts-II/2002 terletak
pada posisi geografis antara 5°24' - 5°45' LS dan 106°25' - 106°40' BT yang
terdiri dari empat ekosistem utama yaitu, hutan pantai, hutan mangrove, padang
lamun dan terumbu karang.
Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya
TNKpS merupakan wilayah kecamatan Kep. Seribu Utara, yang terdiri dari
tiga kelurahan yaitu: Kel. P. Panggang, Kel. P. Kelapa dan Kel. P. Harapan. Total
keseluruhan jiwa sebesar 14.632 jiwa. Mata pencaharian masyarakat TNKpS
mayoritas nelayan, karyawan swasta/PNS/ABRI, pedagang, pensiunan,
pertukangan dll. Perekonomian masyarakat TNKpS yang paling menonjol adalah
usaha perikanan dan wisata. Kel.P.Panggang masyarakatnya berasal dari
Tangerang, Jawa, dan Sulawesi, masyarakat Kel.P.Harapan masyarakatnya
mayoritas asli pulau dan suku Betawi, Kel.P.Kelapa mayoritas masyarakatnya dari
suku Bugis. Karena kebudayaan yang beragam pada Kel.P.Panggang dan
P.Harapan, sehingga tidak ada budaya khusus yang ditonjolkan selain rebana dan
marawis. Namun pada kelurahan P.Kelapa karena masyarakatnya berasal dari
suku Bugis, sehingga ada tari-tarian, makanan khas suku Bugis serta rumah adat
suku Bugis.
Kondisi Fisik
TNKpS terdiri dari 78 pulau sangat kecil, 86 pulau gosong, dangkalan pasir
dan hamparan laut. Dari ke 78 pulau tersebut 6 pulau diantaranya sebagai pulau
pemukiman. Dari 78 pulau dua pulau yang termasuk zona inti dan pulau lainnya
merupakan hak guna pakai perorangan.

5
Tabel 1 Kondisi fisik TNKpS
No

Data

Uraian Data

1.

Lokasi

Kec. Kep. Seribu Utara, Kab. Adm. Kep. Seribu

2.

Lingkungan Sekitar

3.

Geologi

4.

Geomorfologi

5.

Batimetri

Pulau-pulau kecil berpasir putih dan gosong, perairan
laut dangkal (10-40 meter)
Geologi kuarter batuan yang belum kompak (QI),
terbentuk dari batuan sedimen satuan batu gamping
koral tersusun oleh koloni koral, hancuran koral dan
cangkang moluska.
Laguna, Rataan Terumbu (Reef flat), dan Lereng
Terumbu (Tubir).
Kedalaman perairan laut dangkal sekitar 0-40 m

6.

Topografi

7.

Iklim

8.

Hidrologi dan
Oceanografi
Pasang Surut

Topografi landai 0-5 % dengan ketinggian rata-rata 0 – 2
mdpl
iklim tipe A yaitu daerah iklim tropika basah di mana
dipengaruhi oleh 2 (dua) musim yaitu musim barat
(Januari-Februari) dan musim timur (Juli-Agustus).

Suhu

Pasut Harian Tunggal (diurnal), di mana dalam satu hari
terdapat satu kali pasang surut dengan periode pasut
selama 24 jam 50 menit
Tinggi gelombang sekitar 0,5 – 1,5 meter, panjangnya 112 meter
Kecepatan arus permukaan berkisar antara 0,05 – 0,12
m/detik
28-30,5 ºC

Salinitas

30-31,5 ‰.

Derajat Keasaman

pH rata-rata sebesar 8

Kecerahan, Kekeruhan

Kecerahan 3-15 m, kekeruhan 0,5 – 1,1 NTU

Gelombang
Arus Laut

Sumber: Statistik BTNKpS 2012

Kondisi Biotik
Satwa yang dijumpai baik dilindungi maupun tidak dilindungi, diantaranya
jenis burung seperti elang bondol (Haliastur indus), elang laut perut putih
(Haliaeetus leucogaster), gereja asia (Passer montanus), bondol peking
(Lonchura punctulata), punai gading (Treron vernans), tekukur biasa
(Streptopelia chinensis), kokokan laut (Butorides striatus), kowak malam kelabu
(Nycticorax nycticorax), layang layang batu (Hirundo tahitica), gagak hutan
(Corvus enca), apung tanah (Anthus novaseelandiae), pecuk padi hitam
(Phalacrocorax sulcirostris), cekakak sungai (Todirhamphus chloris), madu
sriganti (Nectaria jugularis), kipasan belang (Rhipdura javanica), merbah
cerukcuk (Pycnonotus goiavier), dara laut putih (Gygis alba), kacamata laut
(Zosterops montanus), kepodang kuduk hitam (Oriolus chinensis), dan remetuk
laut (Gerygone sulphurea).

6
Beberapa pulau menjadi habitat atau tempat perteluran penyu sisik
(Eretmocelys imbricata) diantaranya seperti P. Pramuka, P. Karya, P. Semak daun,
P. Kotok Besar, P. Bira Besar, P. Sepa Barat, P. Yu Barat, P. Yu Timur, P.
Penjaliran dan P.Peteloran.
Vegetasi
Jenis-jenis vegetasi pantai yang dijumpai adalah pandan laut (Pandanus
tectorius), butun (Barringtonia asiatica), cemara laut (Casuarina equisetifolia),
mengkudu (Morinda citrifolia), sentigi (Pemphis acidula), ketapang (Terminalia
Catappa) dan seruni (Wedelia biflora). Selain itu juga terdapat beberapa jenis
mangrove seperti bakau (Rhizophora stylosa Griff.) pedada (Sonneratia sp.) dan
api-api (Avicennia sp.).
Lamun dan Flora Laut Lainnya
Jenis flora laut, kawasan TNKpS ditumbuhi oleh beberapa jenis lamun dan
alga yaitu 7 jenis lamun dan 18 jenis alga (BTNKpS, 2009). Jenis-jenis lamun
yang telah teridentifikasi sebanyak 7 jenis sebagai berikut : Thalassia hemprichii,
Halophila ovalis, Cymodoceae rotundata, Cymodoceae serrulata, Syringodium
isoetifolium, Halodule uninervis, dan Enhalus acoroides.
Terumbu Karang
Terumbu karang pada masing-masing tapak membentuk ekosistem khas
daerah tropik, pulau-pulaunya dikelilingi terumbu karang tepi (fringing reef)
dengan kedalaman 1-20 meter. Terumbu karang tepi (fringing reef) dapat
ditemukan di tubir (lereng terumbu) sekeliling pulau dengan kedalaman 2 m atau
lebih. Koloni (lifeform) karang terdiri dari koloni karang keras (hard coral) dan
koloni karang lunak (soft coral), yang dijumpai antara lain Acropora Tabulate,
Acropora branching, Acropora digitate, Acropora submassive, Branching,
Massive, Encrusting, Submassive, dan Foliose. Kelompok karang keras yang
kelimpahannya cukup banyak antara lain dari famili Fungidae, Poritidae,
Acroporidae, Faviidae, dan Agaricidae.

Wisata Alam di TNKpS
Wilayah TNKpS sejak dulu sudah menjadi salah satu destinasi wisata dan
mengalami perkembangan wisata yang pesat dari tahun 2004 hingga saat ini. Hal
ini dikarenakan perkembangan wisata alam yang semakin diminati dilatar
belakangi oleh semakin banyaknya masyarakat yang ingin kembali ke alam (back
to nature).
Kegiatan wisata dirintis oleh TNKpS, jenis wisata yang ditawarkan yaitu
wisata resort dan wisata pemukiman. Wisata resort merupakan bentuk wisata
terbatas yang dikelola perorangan, pulau-pulau di TNKpS yang menjadi resort
wisata di antaranya P. Macan, P. Putri, P. Sepa, P. Kotok, P. Pantara. Paket yang
disediakan wisata resort per orang Rp.1.500.000,- dengan fasilitas restaurant,
cottages, meeting room, billiard, bannana boat, play ground, karaoke, snorkeling,
diving, fishing, knee board, jetski, waterski, water sofa, glass board dan canoe

7
selama dua hari satu malam. Wisatawan yang memilih resort wisata sebagian
besar golongan ekonomi menengah ke atas. Wisatawan ekonomi menengah ke
bawah umumnya wisata yang dipilih adalah wisata pemukiman dengan jumlah tak
terbatas atau wisata massal dengan harga paket Rp. 450.000,- dengan fasilitas
homestay, catering, barbeque, diving, dan snorkeling selama dua hari satu malam.
Pulau-pulau yang dijadikan wisata pemukiman diantaranya P.Pramuka dan
P.Harapan.
TNKpS dibagi menjadi tiga seksi pengelolaan taman nasional (SPTN), yaitu
SPTN wilayah I pulau Kelapa, SPTN wilayah II pulau Harapan, dan SPTN
wilayah III pulau Pramuka dengan rincian sebagai berikut :
1. SPTN wilayah I P.Kelapa mencakup P.Semut, P.Kaliage Kecil, P.Kaliage
Besar, P.Kelapa, P.Kelapa Dua, P.Panjang Besar, P.Panjang Kecil, P.Genteng
Kecil, P.Gentang Besar, P.Matahari, P.Putri Gundul, P.Putri Barat, P.Macan
Kecil, P.Panjang, P.Tongkeng, P.Kayu Angin Putri, P.Melintang Kecil, P.KA
Melintang, P.Melintang Besar, P.Melinjo, P.Semut Besar, P. Cina, P.Jukung,
P.Kelor Barat, P.Kelor Timur, P.Saktu, P.Yu Barat, P.Yu Timur, P.Gosong Yu,
P.Hantu Barat, P.Hantu Timur, P.Bundar, P.Kapas, P.Lipan, P.Sebaru Kecil,
P.Gosong Rengat, dan P.Dua Barat.
2. SPTN wilayah II P. Harapan mencakup P.Opak Besar, P.Harapan,
P.Pamegaran, P.Bulat, P.Bira kecil, P.Rose, P.Bira besar, P.Kayu Angin Bira,
P.Belanda, P.Putri Timur, P.Pelangi, P.Perak, P.Paptheo, P.Sepa Besar, P.Sepa
Kecil, P.Sepa Besar, P.Semut Kecil, P.Nyamplung, P.Sebaru Besar, P.Rengit,
P.Jagung, P.Penjaliran Barat, P.Penjaliran Timur, P.Peteloran Barat,
P.Peteloran Timur dan P.Dua Timur.
3. SPTN wilayah III P. Pramuka mencakup P.Opak Kecil, P.Karang Bongkok,
P.Kotok Kecil, P.Kotok Besar, P.Gosong Congkak, P.Semak Daun, P.Karya,
P.Panggang dan P.Pramuka.
Tiap-tiap SPTN terdapat pulau yang dijadikan wisata pemukiman dan
wisata resort yaitu :
1. Pada SPTN wilayah I P.Kelapa yang merupakan pulau resort wisata adalah
P.Matahari, P.Hantu Timur, dan P.Macan Kecil. Pulau wisata pemukiman
hanya P.Kelapa, adapun P.Kelapa Dua tidak menjadi wisata pemukiman
dikarenakan penduduk P.Kelapa Dua merupakan penduduk suku Bugis,
sehingga penduduk P.Kelapa Dua tidak menginginkan adanya wisata
dikarenakan takut terjadinya pergeseran budaya. Dengan demikian wisatawan
yang ingin berkunjung ke P.Kelapa Dua hanya dapat melihat pelestarian penyu,
arboretum mangrove dan arboretum terumbu karang di sekitar kantor SPTN
wilayah I P.Kelapa yang berlokasi di P.Kelapa Dua.
2. SPTN wilayah II P.Harapan terdapat pulau yang menjadi pulau resort wisata
adalah P. Bira Besar, P.Putri timur, dan P.Sepa, sedangkan pulau yang menjadi
pulau wisata pemukiman yaitu P.Harapan.
3. Pada SPTN wilayah III P.Pramuka juga terdapat pulau yang menjadi pulau
resort wisata dan pulau wisata pemukiman. Pulau yang menjadi pulau resort
wisata yaitu P.Kotok Besar, sedangkan pulau yang menjadi pulau wisata
pemukiman yaitu P.Pramuka.

8
Pengelola Wisata Alam di TNKpS
Pengelola wisata di TNKpS meliputi pihak dari TNKpS yaitu kepala resort
wisata, agen travel wisata, manajer resort wisata dan Pemda.
Elang Ekowisata (SPTN III)
Didirikan pada tahun 2003, namun diresmikan pada tahun 2004. Keadaan
SDM berjumlah 10 orang yang merupakan orang asli pulau yang berprofesi
sebagia guide. Upaya –upaya seperti legalitas, pelatihan, monitoring, transek yang
diberikan dari Yayasan Terangi dan TNKpS merupakan upaya yang dilakukan
dalam mendukung serta meningkatkan kualitas SDM. Promosi melalui media
sosial yaitu situs facebook dan dari mulut ke mulut.
Paguyuban Pemandu (SPTN II)
Paguyuban pemandu diketuai oleh Bapak Ilham, didirikan pada tahun 2013
dengan jumlah anggota 40 orang dengan latar belakang pendidikan SD hingga
SMA. Upaya untuk mendukung meningkatkan SDM dilakukan dengan mengikuti
pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh TNKpS. Strategi pemasaran yang
dilakukan untuk mengangkat wisata di Pulau Harapan dengan cara menurunkan
harga paket wisata.
AJWKS (Asosiasi Jasa Wisata Kepulauan Seribu)
AJWKS merupakan himpunan lembaga-lembaga wisata di Kepulauan
Seribu. Berdiri tahun 2012 yang merupakan inisiasi salah satu dari masyarakat
P.Pramuka, dibawahi oleh Pemda dan dibina oleh TNKpS.
Tujuan dibentuknya AJWKS yaitu untuk memudahkan komunikasi antar
lembaga wisata, yang mencakup travel, guide, dan dive centre. Hingga tahun 2014
perkembangan AJWKS masih tahap sosialisasi lembaga-lembaga wisata secara
keseluruhan, karena belum seluruhnya tahu lembaga wisata tentang adanya
AJWKS dan keharusan menjadi anggota. Selain itu terlalu banyak lembagalembaga wisata yang ada di Kepulauan Seribu, sehingga mengalami kendala saat
ada rapat tidak semua yang bisa hadir. Sistem pemasaran yang dilakukan AJWKS
dalam mengembangkan wisata melalui kaskus dan milist, alasan tidak
menggunakan media cetak karena keterbatasan dana. Sumber pendanaan AJWKS
hanya berasal dari anggota AJWKS.
GURITA (Guide Tour and Travel)
Merupakan himpunan guide dan travel P.Pramuka dan P.Panggang yang
berdiri pada tahun 2012. Gurita beranggotakan 80 orang dari berbagai usia. Latar
belakang terbentuknya Gurita yaitu tidak ingin adanya perbedaan harga paket
travel dan guide, sehingga tujuan dibentuknya Gurita yaitu standarisasi atau
menyamakan harga paket travel dan guide agar tidak ada kesenjangan serta tidak
menjatuhkan harga travel dan guide. Selain itu juga dengan adanya Gurita
memudahkan untuk menyamakan persepsi terkait wisata alam yang berbasis
lingkungan.
Gurita mempunyai SOP (standar operational) yang berlaku untuk
anggotanya dalam mengembangkan wisata alam, secara garis besar SOP nya
mengenai menjaga biota dan obyek wisata, keselamatan pengunjung, efektifitas

9
PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) dan konservasi serta edukasi. Dengan
demikian guide juga merupakan sebagai interpreter. Guide yang membawa tamu
atau wisatawan 10 orang untuk snorkeling mendapatkan pendapatan sebesar Rp.
300.000,- sedangkan guide yang membawa tamu atau wisatawan sebanyak lima
orang mendapatkan pendapatan sebesar Rp. 250.000,-.
Resort wisata (swasta)
Pada awalnya pulau yang dijadikan wisata resort merupakan pulau vila
keluarga yang jarang dikunjungi, namun pada tahun 2005 melihat potensi pulau
yang dapat dijadikan wisata resort, dengan demikian sejak tahun 2005 sampai saat
ini menjadi pulau wisata resort yang terbatas. Biaya yang dikenakan untuk
wisatawan Rp.1.500.000,- per orang selama dua hari, jumlah wisatawan yang
diperbolehkan sangat terbatas yaitu hanya 150 orang. Dari hasil pendapatan wisata
resort akan disisihkan untuk kepentingan sosial dan lingkungan sebesar 10 % dari
pendapatan resort, sementara dari aspek edukasi kontribusi yang diberikan hanya
melalui penurunan tarif untuk pelajar yang akan berlibur di pulau yang dijadikan
wisata resort. Dalam segi kelestarian lingkungan manajer resort bekerja sama
dengan TNKpS, karena dalam menjaga konservasi laut TNKpS merupakan garda
depan.
Pemerintah Daerah
Wisata dirintis oleh Pemda Kepulauan Seribu sejak tahun 2003. Saat ini
wisata yang ada bermacam-macam, diantaranya seperti wisata resort dan wisata
pemukiman. Pulau-pulau yang menjadi resort wisata diantarannya yaitu P.
Bidadari, P. Air, P. Ayer, P. Kotok besar, P. Putri, P. Sepa, P. Matahari, P. Macan
kecil, dan P. Pantara. Pulau yang dijadikan wisata pemukiman yaitu seperti P.
Pramuka, P. Harapan, P. Kelapa.
Hingga saat ini belum adanya kebijakan pemerintah Kepulauan Seribu
terkait wisata, karena Pemda masih fokus bagaimana caranya agar Pulau Seribu
menjadi tujuan wisata yang berkembang dan banyak diminati oleh pengunjung.
Upaya yang dilakukan oleh pemda dalam memajukan wisata dilakukan dari
berbagai aspek, seperti peningkatan transportasi yang dikelola oleh suku dinas
pehubungan dan kelautan, dan suku dinas pariwisata yang fokus dalam
pengembangan wisata melalui promosi dan paket travel serta guide wisata. Selain
upaya tersebut, pemda juga meningkatkan sarana prasarana seperti peningkatan
jumlah homestay, pembuatan jalan, pembuatan kolam labuh sebagai salah satu
obyek wisata.
Gambar 2 menunjukkan keterkaitan pengelola wisata yang berkaitan antara
satu dan lainnya. Keterkaitan antara TNKpS dan Pemda. Kepulauan Seribu (1)
merupakan keterkaiatan dalam bidang pengelolaan konservasi dalam kegiatan
wisata tersebut karena kegiatan wisata berlangsung pada kedua wilayah kerja
TNKpS dan Pemda. Homestay, warung makan, kegiatan wisata pantai, island
hopping berlangsung pada kawasan daratan yang merupakan wilayah kerja Pemda,
sedangkan kegiatan wisata air seperti diving dan snorkeling berada pada wilayah
kerja TNKpS walaupun secara administratif merupakan kawasan Pemda. Kep.
Seribu. Kedua instansi tersebut merupakan pionir penggerak kegiatan
pemberdayaan masyarakat. Seharusnya ada bentuk kerjasama baik tertulis
maupun tidak dalam menjelaskan peran masing-masing dalam kegiatan wisata.

10
Namun kondisi dilapang menunjukkan belum adanya koordinasi dan kerjasama
antara TNKpS dan Pemda. Kep. Seribu dalam pengelolaan kawasan maupun
penjelasan peran masing-masing dalam kegiatan wisata seperti pada Gambar 2.

Keterangan: (1). Pengelolaan kawasan yaitu TNKpS dengan Pemda; (2) adminstratif pengelolaan;
(2a) pemda dengan resort; (2b) Pemda dengan agen; (3) kegiatan wisata resort dengan
agen; (4) pengelolaan konservasi (4a) TNKpS dengan agen; dan (4b) TNKpS dengan
resort.

Gambar 2 Hubungan timbal balik antar pengelola wisata

Keterkaitan antara Pemda. Kep. Seribu dengan pihak resort wisata dan agen
penyelenggara (2a) dan (2b) wisata merupakan bentuk keterkaitan dalam hal
administratif pengelolaan seperti perizinan dan rekomendasi serta lainnya. Selain
itu keterkaitan TNKpS dan agen wisata berupa pelatihan-pelatihan peningkatan
kapasitas pengelolaan wisata seperti pemanduan, penyelaman, dan lainnya.
Keterkaitan antar pelaku utama kegiatan wisata yaitu resort wisata dan agen
wisata (3) lebih pada bentuk pengelolaan wisata seperti dalam pengarahan
pengunjung, upaya promosi kawasan, koordinasi paket yang terintegrasi antar
wisata resort dan wisata pemukiman hingga koordinasi dan kerjasama dalam
sarana maupun prasana.
Kedua pengelola wisata tersebut merupakan pelaku utama karena yang
merasakan manfaat ekonomi langsung dari kegiatan wisata adalah agen dan resort
wisata, sedangkan pemda dan TNKpS merupakan pengelola wisata penunjang dan
tidak merasakan manfaat ekonomi secara langsung. Instansi pemerintahan tersebut
menjadi pembimbing dalam kegiatan wisata baik dalam segi pengunjung, wisata
yang bertanggung jawab dan pelestarian alam.
Keterkaitan antara TNKpS dan agen wisata serta resort wisata (4a) dan (4b)
merupakan keterkaitan dalam hal pemanfaatan SDA (sumber daya alam) serta
upaya pelestarian alam melalui wisata alam. Agen dan resort wisata sebagai
pemanfaat SDA untuk ODTW (objek daya tarik wisata) harus melalui perizinan
dan bimbingan dari TNKpS sehingga kegiatan wisata tersebut dapat menjadi
upaya pelestarian alam melalui pemanfaatannya. TNKpS seharusnya menjadi
pelaku utama kegiatan wisata yang memberikan contoh pengelolaan wisata
bertanggung jawab sehingga upaya pelestarian alam dapat terwujud melalui
kegiatan-kegiatan pemanfaatannya, karena jika hanya agen dan resort wisata,
kegiatan wisata sulit terkontrol dan belum mengacu pada prinsip wisata alam yang
sebenarnya, hal tersebut mengakibatkan tujuan pelestarian alam tidak tercapai.

11
Faktor Pengembangan Wisata alam di TNKpS
Faktor pengembangan wisata alam diformulasi dari berbagai sumber
(Lampiran 3). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan wisata
alam di TNKpS, diantaranya seperti partisipasi masyarakat lokal. Terdapat
beberapa kelompok partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata alam di
TNKpS. Steck et al (1999) dalam Damanik & Weber (2004) mengelompokkan
partisipasi masyarakat berdasarkan derajat keterlibatan masyarakat dalam
pengelolaan usaha wisata, seperti disederhanakan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Sifat partisipasi masyarakat lokal terhadap kegiatan wisata alam
Masyarakat
Sifat partisipasi
Parameter
Guide
Langsung
- - Masyarakat bekerja di dalam kawasan
Travel
wisata (pemandu, karyawan
Catering
akomodasi/restoran).
- Masyarakat sebagai pengusaha atau
Homestay
pengelola jasa akomodasi atauu restoran,
Kapal motor
atraksi, dan transportasi di dalam kawasan
Pemilik
wisata.
Kapal/ojek
(angkutan
umum)
Pedagang
Tidak langsung
- Masyarakat sebagai supplier bahan
Dive shop
kebutuhan kegiatan wisata alam dalam
Rental sepeda
bentuk: bahan pangan (beras, sayur-mayur,
buah-buahan, minuman, dll), bahan
bangunan, kerajinan tangan.
- Masyarakat sebagai pengelola usaha jasa
penunjang
kegiatan
wisata
alam
(persewaan tenda, alat selam dll).
Masyarakat
Nol/tidak ada
Masyarakat tidak berpartisipasi.
biasa

Faktor pengembangan wisata lainnya yaitu pengembangan pengetahuan dan
pelatihan kepada masyarakat lokal melalui sosialisasi dan pelatihan terkait
kawasan dan kegiatan wisata alam. Hal ini seperti yang disebutkan oleh (Zeppel
2006, Butler dan Hinch 2007). TNKpS memberikan pengembangan pengetahuan
kepada ketua RT (rumah tangga) dan masyarakat yang berprofesi sebagai
pemandu, selain itu juga memberikan pengetahuan terkait kawasan yang
diperbolehkan melakukan kegiatan wisata alam serta bagaimana wisata
bertanggung jawab dapat diberikan kepada wisatawan.
Faktor pengembangan selanjutnya adalah manajemen SDA (Veerakumaran
dan Pitchai 2007). TNKpS melakukan kegiatan manajemen SDA baik dari
inventarisasi spot diving dan snorkeling yang menjadi ODTWA (objek daya tarik
wisata alam), perlindungan dan identifikasi potensi SDA. Selain TNKpS terdapat
agen wisata yang melakukan inventarisasi terumbu karang yang dibantu oleh
stakeholders TNKpS.

12
TNKpS melakukan pengembangan wisata alam melalui pameran,
pembuatan jurnal, pembuatan dan pembaharuan media-media promosi seperti
melalui booklet, leaflet, website, film dokumentasi, kegiatan-kegiatan yang
mengangkat potensi secara luas dengan kegiatan-kegiatan seperti festival bahari
dan jambore bahari. Tidak hanya TNKpS yang melakukan hal tersebut. Promosi
dan marketing juga dilakukan oleh agen dan resort wisata melalui website dan
pemberian harga khusus untuk pelajar. Pemasaran dan media sosial dalam rangka
promosi, iklan dan hubungan publik merupakan faktor penting dalam
pengembangan wisata alam menurut Dieke (2005).
Akomodasi wisata yang disediakan pengusaha wisata masuk kedalam paket
wisata (Lampiran 4). Paket wisata disesuaikan dengan permintaan dan tingkatan
wisatawan. Jenis transportasi yang digunakan terdapat tiga jenis, penginapan
untuk wisatawan terbagi tiga yaitu di pulau pemukiman, pulau pribadi dan resort
wisata. Hal tersebut sesuai dengan (Mill dan Morrison 2002; Perreault dan
McCarthy 2002) bahwa akomodasi dan pelayanan merupakan elemen yang
mempengaruhi pengembangan wisata alam. Bentuk pelayanan yang diberikan
guide sebatas pendampingan kegiatan wisata penyediaan kebutuhun dan fasilitas
selama berwisata, tidak berperan sebagai interpreter yang mampu menjelaskan
hal-hal menarik pada obyek wisata. Hal ini dikarenakan beberapa kendala seperti
keterbatasan bahasa, keterbatasan ketrampilan dan jumlah guide dalam satu
kelompok wisata.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya tentang keterkaitan antar
pengelola wisata di TNKpS, namun demikian tidak ada kolaborasi dan kemitraan
serta hubungan kerjasama yang jelas diantara pengelola tersebut. Sedangkan
menurut Blackman et al. (2004) kolaborasi dan kemitraan merupakan faktor
dalam pengembangan wisata alam.
Infrastruktur, dukungan pemerintah dan finansial merupakan faktor
kesuksesan dalam pengembangan wisata alam menurut Blackman et al. (2004).
Infrastruktur yang ada di Kepulauan Seribu merupakan infrastruktur yang
diberikan untuk masyarakat, namun fungsi infrastruktur tersebut menjadi sarana
prasarana penunjang untuk wisatawan. Infrastruktur yang ada seperti dermaga,
ATM, Rumah Sakit, dan Kantor Pos. Kepulauan Seribu merupakan bagian dari
pengembangan infrastruktur wilayah oleh kabupaten, sehingga kegiatan wisata
pada wilayah Kep. Seribu mendapat dukungan dari pemerintah setempat melalui
dinas pariwisata berupa pusat informasi dan dinas perhubungan berupa dermaga
dan transportasi. Dukungan finansial berasal dari pemerintah daerah setempat.
Pengelolaan dan pengusahaan wisata alam di TNKpS tidak ada organisasi
yang menaungi keseluruhan kegiatan wisata, meskipun ada beberapa usaha
pembentukan lembaga wisata masyarakat yang berusaha menaungi seluruh
kegiatan wisata di TNKpS seperti Gurita dan AJWKS. Namun keduanya belum
secara keseluruhan dapat mengakomodir kegiatan wisata di TNKpS. Organisasi
wisata di TNKpS berjumlah banyak, namun berjalan masing-masing dalam
pelaksanaan wisatanya. Terdapat koordinasi, namun hal tersebut sebatas
pengalihan pengunjung yang terlalu banyak.
Faktor dalam pengembangan wisata alam menurut penelitian Shemshad dan
Iraj (2012) yang memiliki dampak positif dan signifikan adalah pengorganisasian
penyelenggara wisata dan pengembangan SDM. Pengembangan SDM yang

13
dilakukan 6 bulan 1x telah dilakukan oleh TNKpS dalam upaya peningkatan
kapasitas pengetahuan wisata yang bertanggung jawab.

Pembelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Wisata alam di TNKpS
Pembelajaran (Lesson learned) pengembangan wisata di TNKpS dianalisis
dengan menggunakan panduan kebijakan operasional dalam pengembangan
wisata alam (PHKA 2003). Tabel keberhasilan dan kegagalan pengembangan
wisata alam di TNKpS dituangkan dalam Lampiran 3.
Pengelolaan wisata berdasarkan kebijakan dan strategi tahun 2014 Balai
TNKpS yaitu Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam
terdiri dari 5 kegiatan pokok (BTNKpS 2014). Beberapa metode pengembangan
wisata alam yang dilaksanakan oleh TNKpS adalah penyuluhan terhadap generasi
muda dan melaksanakan kegiatan Bina Cinta Alam melalui muatan lokal di
sekolah-sekolah, pembinaan kader konservasi dan pendampingan wisata alam
yang merupakan bagian dari rencana strategi tersebut, secara detail dijelaskan
sebagai berikut.
1. Pengembangan wisata alam bahari di SPTN I
Melalui pembentukan paguyuban pemandu Bintang Harapan, saat ini
kondisi paguyuban tersebut mulai merintis kegiatan wisata di SPTN I ditunjukan
dengan adanya kegiatan seperti pembuatan ID card pemandu, seragam dan
pelatihan serta peningkatan SDM (sumber daya manusia) pemandu.
2. Pengembangan wisata alam bahari di SPTN III
Melalui pembentukan paguyuban pemandu GURITA pada tahun 2012, saat
ini kondisi paguyuban tersebut sudah tidak aktif lagi dikarenakan terdapat
masalah internal antar anggota.
3. Promosi dan publikasi
Promosi dan publikasi yang telah dilakukan TNKpS selama tahun 2012
melalui booklet sebanyak 2000 eksemplar, 1000 eksemplar poster, 5000
eksemplar leaflet, pameran flora fauna, gebyar wisata dan budaya nusantara, serta
indogreen forestry expo di JCC dan kegiatan pendampingan wisata alam bahari.
4. Pembentukan dan pembinaan kader konservasi
TNKpS telah melakukan pembentukan dan pembinaan kader konservasi
sesuai SK Kepala Balai TN Kep. Seribu No.07/BTNKpS-1/2010 yaitu kader
konservasi Tk pemula sebanyak 20 orang pada tahun 2012.
5. Pembentukan dan pembinaan pemandu wisata
Telah dilakukan pelatihan pemandu wisata alam bahari sebanyak 30 orang
anggota paguyuban pemandu gurita dengan tujuan meningkatkan ketrampilan
masyarakat dalam pemanduan.

14
6. Kegiatan Bina Cinta Alam
Telah dilakukan selama tahun 2012 kegiatan Bina Cinta Alam oleh TNKpS,
diantaranya kegiatan seperti Perkemahan Konservasi dalam Bentuk Jambore
Bahari, Cerdas Cermat Konservasi, Pendidikan Konservasi Tk. Dasar sebagai
muatan lokal di SD. Pulau Harapan, Pendidikan Konservasi Tk. Dasar sebagai
Mulok di SD 01 dan 02 Pulau Kelapa.
Pengelolaan wisata yang dilakukan oleh TNKpS belum efektif terutama dari
aspek pengenalan kawasan. Persepsi pengunjung sebagian besar tidak tahu bahwa
mereka berada dan melakukan kegiatan wisata di kawasan konservasi. Hal
tersebut dapat dilihat dari Gambar 3 yang menunjukkan pembuatan SIMAKSI
oleh pengunjung.

85.6

Jumlah Pengunjung (orang)

90.0
80.0
70.0
60.0

ya

50.0

tidak

40.0
30.0

14.4

20.0
10.0
0.0

Gambar 3 Persentase pengetahuan pengunjung terhadap SIMAKSI
Meskipun pengunjung tidak diwajibkan membuat simaksi, namun dari
Gambar 3 diketahui bahwa pengunjung tidak tahu SIMAKSI dan izin pada
kawasan apa SIMAKSI tersebut. Sebanyak 85.6% pengunjung tidak melakukan
pembuatan SIMAKSI dikarenakan pengunjung tidak tahu bahwa kegiatan wisata
yang mereka lakukan termasuk ke dalam kawasan konservasi TNKpS.
Pengunjung hanya mengetahui bahwa mereka berwisata di Kepulauan
Seribu yang dikelola oleh agen wisata dan Pemda Kep. Seribu. Berdasarkan
Gambar 3 diketahui bahwa sebanyak 14.4% pengunjung yang melakukan
pembuatan SIMAKSI, hal tersebut dilatar belakangi karena tujuan pengunjung
untuk melakukan penelitian dan diharuskan melakukan birokrasi ke kantor taman
nasional, sehingga pengunjung tahu tentang TNKpS.
Rendahnya pengetahuan pengunjung mengenai kawasan yang menjadi
lokasi berwisata didukung dengan Tour operator resort wisata dan agen wisata
yang ada di TNKpS mayoritas tidak berizin sesuai dengan Permenhut No. 48
Tahun 2010 dan PP No. 36 Tahun 2010 Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di
Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata
Alam. Paguyuban pemandu Bintang Harapan dan GURITA berada dibawah

15
bimbingan TNKpS dalam melakukan kegiatan wisata, sehingga kegiatan wisata
lebih terarah dan terkontrol baik dari materi dan dalam kegiatan berwisata.
Penyelenggaraan kegiatan wisata selain tidak memiliki izin, terdapat faktor
lain berupa manajemen wisata yang terpisah-pisah. Hal tersebut menyebabkan
promosi wisata tidak mendukung satu dan lainnya, melainkan hanya menonjolkan
lembaga masing-masing untuk mendapatkan pengunjung sebanyak-banyaknya.
Manajemen wisata terpisah juga mengakibatkan TNKpS tidak dapat mengontrol
wisatawan dari segi jumlah yang berimplikasi kepada daya dukung wisata dan
daya dukung kawasan menjadi terganggu.
Manajemen wisata terpisah menimbulkan beberapa hal seperti adanya
wisatawan dan guide lepas yang berimplikasi pada tujuan wisata ke zona inti yang
memiliki keunikan dan keindahan yang lebih seperti Pulau Kayu Angin Bira
(Zona Inti III). Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 56 tahun 2006 tentang
Pedoman zonasi taman nasional yang menyatakan bahwa zona inti taman nasional
adalah zona yang mutlak harus dilindungi, didalamnya tidak diperbolehkan
adanya perubahan apapun oleh aktifitas manusia. Kegiatan yang diperbolehkan
hanya yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, dan
penunjang budidaya. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan adanya kegiatan yang
dapat mengancam kelestarian pada zona inti.
Manajemen wisata yang terpisah juga mengakibatkan penarikan tiket tidak
efektif. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa terdapat gap yang sangat signifikan
dari pencatatan jumlah pengunjung kawasan. Data jumlah pengunjung yang
berasal dari pihak Kelurahan Panggang terdapat 147.983 orang yang terdiri dari
pengunjung dalam negeri 145.376 orang dan luar negeri 2.607 orang. Sedangkan
data jumlah pengunjung yang dihimpun oleh pihak taman nasional hanya sebesar
4342 orang orang dengan komposisi jumlah pengunjung dalam negeri 4.296 orang
dan 46 pengunjung luar negeri, sehingga pada tahun 2013 terdapat selisih jumlah
pengunjung sebesar 143.641 pengunjung.
Jumlah kunjungan tersebut jika dinominalkan sesuai dengan PP No. 59
Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan Dan Perkebunan, maka PNBP
berdasarkan data taman nasional pada tahun 2013 sebesar Rp. 11.660.000,
sedangkan oleh kelurahan sebesar Rp. 415.580.000. Sehingga jumlah potensi
pendapatan yang hilang (potential income lost) dari kegiatan wisata di SPTN III
sebesar Rp. 403.920.000. Jika total potensi pendapatan yang hilang
diekstrapolasikan pada ketiga SPTN Kepulauan Seribu dengan asumsi jumlah
kunjungan sama pada tahun 2013, maka total jumlah potensi pendapatan yang
hilang di TNKpS yang menjadi pemasukan negara bukan pajak sebesar Rp.
1.211.760.000/tahun seperti terlihat pada Tabel 3.
Perhitungan pada Tabel 3 merupakan proyeksi kasar mengenai potensi
pendapatan negara yang hilang hanya berasal dari penarikan tiket masuk yang
lama (PP No.59 Tahun 1998), belum berasal dari biaya paket wisata yang
ditetapkan dalam peraturan tersebut seperti biaya masuk kendaraan, pengambilan
snapshot, serta paket olahraga dan wahana air.

16
Tabel 3 Potensi kehilangan pendapatan dari penarikan PNBP1
Jumlah pengunjung2
PNBP (Rp)
No
Bulan
TNKpS
Kelurahan
DN LN
DN
LN
TNKpS
Kelurahan
1
Januari
162
0
13.216 237
405.000
37.780.000
2
Februari
127
0
13.216 237
317.500
37.780.000
3
Maret
195
0
13.216 237
487.500
37.780.000
4
April
438
0
13.216 237
1.095.000
37.780.000
5
Mei
702
4
13.216 237
1.835.000
37.780.000
6
Juni
601
21
13.216 237
1.922.500
37.780.000
7
Juli
292
0
0
0
730.000
0
8
Agustus
197
9
13.216 237
672.500
37.780.000
9
September 626
10
13.216 237
1.765.000
37.780.000
10
Oktober
416
2
13.216 237
1.080.000
37.780.000
11
Nopember 136
0
13.216 237
340.000
37.780.000
12
Desember 404
0
13.216 237
1.010.000
37.780.000
Total
4296 46
145.376 2.607 11.660.000 415.580.000
Potential income lost (1 SPTN/tahun)
403.920.000
Ekstrapolasi 3 SPTN/tahun
1.211.760.000
Keterangan: 1. Perhitungan PNBP dari PP No.59 Tahun tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan Dan Perkebunan, namun hanya
digunakan perhitungan untuk Rayon I (tarif masuk kawasan Rp.2500/pengunjung dalam
negeri, Rp. 20.000/pengunjung luar negeri) karena TNKpS merupakan pengelolaan
kawasan pada rayon I
2. Data pengunjung yang dihimpun dari TNKpS lengkap pada tahun 2013, sedangkan dari
pihak kelurahan data tersebut merupakan data bulan Desember tahun 2013 namun
berdasarkan keterangan pihak Kelurahan P. Panggang jumlah kunjungan relatif sama
sehingga dapat diextrapolasi dengan seragam namun hanya pada bulan puasa (Bulan juli)
tidak ada pengunjung yang tercatat.

Perubahan kebijakan dari PP No. 59 Tahun 1998 menjadi PP No. 12 tahun
2014 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
berlaku pada Kementerian Kehutanan, dapat mengakibatkan pendapatan negara
yang hilang di TNKpS semakin besar dan nyata pada setiap bulannya.
Pendapatan negara bukan pajak yang hilang di TNKpS akibat wisatawan
yang tidak membayar tiket (PNBP) dari wisata alam yang dinikmati.
Jumlah hilangnya pendapatan dari PNBP terlihat signifikan pada Tabel 4
dengan tarif penarikan PNBP terbaru pada Rayon I, II, dan III. Jika jumlah
pengunjung menurut data TNKpS dan data kelurahan dikalikan dengan tarif
PNBP pada Rayon I, maka selisih antara keduanya sebesar Rp. 3.461.850.000.
Terlihat gap pendapatan yang sangat signifikan dari data keduanya, gap tersebut
merupakan potensi pendapatan yang hilang (potential income lost) selama satu
tahun dalam satu seksi pengelolaan taman nasional dari kegiatan wisata di TNKpS
seperti yang terlihat pada Tabel 4.

17
Tabel 4 Selisih PNBP antara TNKpS dengan Kelurahan P. Panggang berdasarkan
PP No.12 Tahun 20141
No

Bulan

1
Januari
2
Februari
3
Maret
4
April
5
Mei
6
Juni
7
Juli
8
Agustus
9
September
10 Oktober
11 Nopember
12 Desember
Potential income lost (1
SPTN/tahun)
Ekstrapolasi Potential
income lost (3 SPTN/tahun)

Rayon I
320.330.000
321.030.000
319.670.000
314.810.000
308.530.000
306.300.000
-5.840.000
317.380.000
308.550.000
314.750.000
320.850.000
315.490.000

Selisih PNBP (Rp)
Rayon II
Rayon III
177.940.000
100.820.000
178.290.000
100.995.000
177.610.000
100.655.000
175.180.000
99.440.000
171.740.000
97.520.000
169.350.000
95.475.000
-2.920.000
-1.460.000
175.790.000
99.295.000
171.300.000
97.000.000
175.000.000
99.250.000
178.200.000
100.950.000
175.520.000
99.610.000

3.461.850.000

1.923.000.000

1.089.550.000

10.385.550.00
0

5.769.000.000

3.268.650.000

Keterangan: 1. Perhitungan potential income lost jika menggunakan peraturan terbaru yaitu PP No.12 Tahun
2014 dan kemudian penerapan data tabel 1 pada pengelolaan PNBP Rayon I
(Rp.20.000/pengunjung dalam negeri dan Rp.250.000/pengunjung luar negeri), Rayon II
(Rp.10.000/pengunjung dalam negeri dan Rp.200.000), dan Rayon III (Rp.5.000/pengunjung
dalam negeri dan Rp.150.000/pengunjung luar negeri).

Data potensi kehilangan pendapatan diekstrapolasikan melalui PNBP
pada satu SPTN dalam Rayon I menjadi data potensi kehilangan pendapatan
dalam satu tahun pada 3 SPTN, maka didapat potensi kehilangan pendapatan total
sebesar Rp. 10.385.550.000/tahun. Data tersebut merupakan gambaran umum
jumlah total pendapatan yang hilang dari kegiatan wisata di TNKpS jika pihak
pengelola tidak segera membenahi sistem dan membangun kolaborasi yang kuat.
Data jumlah pengunjung pada Tabel 4 dapat dijadikan gambaran besarnya
pendapatan yang hilang pada taman nasional dengan pengelolaan wilayah Rayon
II dan III. Berdasarkan Tabel 4, potential income lost taman nasional pada Rayon
II berdasarkan perbandingan data TNKpS dan data kelurahan pada tahun 2013
sebesar Rp. 1.923.000.000. Angka tersebut merupakan potensi kerugian negara
hanya pada satu seksi pengelolaan wilayah. Akumulasi potensi hilangnya
pendapatan dari PNBP taman nasional Rayon II pada tiga SPTN selama satu
tahun sebesar Rp. 5.769.000.000.
Jumlah potensi hilangnya pendapatan pada Rayon III selama satu tahun
pada satu seksi pengelolaan wilayah adalah sebesar Rp. 1.089.550.000. Angka
tersebut diakumulasikan untuk mendapatkan jumlah total potensi pendapatan yang
hilang pada taman nasional Rayon III selama satu tahun pada ketiga SPTN, maka
total jumlah potensi pendapatan negara yang hilang yaitu sebesar Rp.
3.268.650.000. Hal tersebut diasumsikan jika dalam pengembangan wisata alam

18
TNKpS tidak menambahkan sarana prasarana serta tidak meningkatkan pelayanan
kepada pengunjung.
Manajemen wisata yang terpisah selain mengakibatkan beberapa hal di atas
juga mengakibatkan pengembangan wisata yang tidak maksimal. Oleh karena itu,
pengelola wisata di TNKpS disarankan untuk berkolaborasi seperti terdapat pada
peraturan perundang-undangan yaitu Permenhut No. 19 tahun 2004 (