Struktur Komunitas Semut Di Kepulauan Seribu Implikasi Keberadaan Semut Invasif Terhadap Komunitas Semut Lokal

STRUKTUR KOMUNITAS SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU:
IMPLIKASI KEBERADAAN SEMUT INVASIF TERHADAP
KOMUNITAS SEMUT LOKAL

ABDUL RAHIM

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Struktur Komunitas Semut di
Kepulauan Seribu: Implikasi Keberadaan Semut Invasif Terhadap Komunitas
Semut Lokal adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Januari 2009

Abdul Rahim
NRP: A451060021

ABSTRACT
ABDUL RAHIM. 2009. Ant Community Structure in Seribu Island: Implication
of Invasive Ant to Local Community Ant. Supervised by DAMAYANTI
BUCHORI and LILIK BUDI PRASETYO.
The objectives of this research were to study (1) ant community structure
in Seribu Islands and (2) the implication of invasive ant to local ant community.
Ecological research was conducted in three islands with different land use in
Seribu Islands. Ants were sampled using pitfall trap and winkler in 5 m x 5 m
plots that were distributed randomly on each island. In total, we found 68.787
individual of ant belongs to 4 subfamilies, 21 genera, and 35 species. Ant species
composition appears different among islands. Bokor and Rambut Island were
dominated by species from genus Pheidole, Paratrechina, Odontomachus,
Tetramorium, and Monomorium in ground surface, whereas in leaflitter habitat by
predators (e.g Hypoponera and Ponera). In contrast, Untung Jawa Island was

dominated by Iridomyrmex, Tapinoma, Monomorium, and Tetramorium, and also
invasive species Anoplolepis gracilipes, Solenopsis geminata and Paratrechina
longicornis. Based on multidimensional scalling analysis (MDS) revealed that ant
community structure in Untung Jawa completely different with Bokor and
Rambut Island. Species invasive seems to change the ant species composition and
tend to dominating in appropriate habitat. S. geminata might have significant
effect on shaping ant community in Untung Jawa Island.
Keyword : ant, communty structure, Seribu Island, invasive species

RINGKASAN
ABDUL RAHIM. 2009. Struktur Komunitas Semut Di Kepulauan Seribu:
Implikasi Keberadaan Semut Invasif Terhadap Komunitas Semut Lokal.
Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI dan LILIK BUDI PRASETYO.
Karakteristik pulau dan keberadaan spesies invasif berperan dalam
menyusun struktur komunitas semut lokal, terutama di daerah Kepulauan.
Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui struktur komunitas semut di Kepulauan
Seribu; dan (2) untuk mempelajari implikasi keberadaan semut invasif terhadap
semut lokal di Kepulauan Seribu. Pengambilan contoh semut dilaksanakan pada
tiga pulau yang memiliki karakteristik pulau yang berbeda yaitu; (1) Pulau
Untung Jawa (pulau yang banyak mengalami gangguan habitat), (2) Pulau

Rambut (pulau yang belum banyak mengalami gangguan dan habitatnya sesuai
bagi burung), dan (3) Pulau Bokor (pulau yang belum banyak mengalami
gangguan habitat).
Koleksi semut dilakukan dalam plot dengan metode koleksi pitfall trap dan
winkler. Indeks Shannon dan Simpson digunakan untuk membedakan
keanekaragaman semut antar pulau. Selain itu, kurva akumulasi spesies juga
digunakan untuk menggambarkan perbedaan kekayaan spesies berdasarkan
jumlah plot pengambilan contoh. Pendugaan kekayaan spesies semut dilakukan
dengan menggunakan abundance coverage estimator (ACE). Indeks Sorenson
digunakan untuk melihat kemiripan komposisi spesies semut antar pulau.
Perbedaan komposisi spesies antar plot di setiap pulau atau untuk melihat
pengaruh keberadan spesies invasif digunakan analisis multidimensional scalling
(MDS) dan analisis ragam.
Hasil penelitian menunjukkan keanekaragaman semut yang diperoleh dari
keseluruhan pengambilan contoh pada tiga pulau adalah 68.787 individu yang
terdiri dari 4 subfamili, 21 genus dan 35 spesies. Selain itu Pulau Bokor dan Pulau
Rambut memiliki nilai indeks keanekaragaman tertinggi dibandingkan dengan
Pulau Untung Jawa, sedangkan jumlah spesies semut yang ditemukan di Pulau
Untung Jawa lebih tingi dibandingkan dengan pulau lainnya, walaupun
berdasarkan estimasi dengan menggunakan ACE, jumlah spesies semut yang

ditemukan di Pulau Untung Jawa telah mencapai 96,86%, lebih tinggi
dibandingkan dengan pulau lainnya (Pulau Bokor 92,05% dan Pulau Rambut
77,70%).
Komposisi spesies di Pulau Bokor dan Pulau Rambut diantaranya dari genus
Pheidole,
Paratrechina,
Odontomachus,
Tetramorium,
Monomorium,
Hypoponera, Ponera, dan Anochetus. Sedangkan, komposisi spesies yang
ditemukan di Pulau Untung Jawa, pada umumnya didominasi dari genus
Iridomyrmex, Anoplolepis, Solenopsis, Paratrechina, Monomorium, Tetramorium,
dan Tapinoma. Spesies tersebut umumnya merupakan spesies predator,
scavenger, omnivor dan granivore. Struktur komunitas semut di pulau ini juga
terdiri dari beberapa spesies pendatang yang bersifat invasif, yakni Paratrechina
longicornis, Solenopsis geminata, dan Anoplolepis gracilipes yang hanya di
temukan di Pulau Untung Jawa.

Pulau Untung Jawa dan Pulau Rambut memiliki kemiripan komposisi
spesies paling tinggi (86%), dibandingkan dengan Pulau Untung Jawa dan Pulau

Bokor (72%), Hal tersebut menunjukkan bahwa kemiripan komposisi spesies
dipengaruhi oleh luas, jarak (isolasi), tipe habitat, dan intensitas gangguan habitat
(frekuensi kehadiran manusia di suatu pulau).
Spesies invasif P. longicornis, S. geminata, ditemukan di Pulau Bokor,
Pulau Rambut, dan Pulau Untung Jawa, sedangkan A. gracilipes hanya ditemukan
di Pulau Untung Jawa. Ada perbedaan antara pengaruh keberadaan spesies invasif
S. geminata terhadap komposisi spesies di Pulau Bokor, Pulau Rambut dan Pulau
Untung Jawa. Pada Pulau Bokor dan Pulau Rambut, keberadaan spesies S.
geminata tidak mengubah komposisi spesies, sedangkan di Pulau Untung Jawa
terdapat perbedaan komposisi spesies antar plot yang terdapat spesies invasif dan
plot yang tidak terdapat spesies invasif S. geminata. Hal ini dapat disebabkan S.
geminata memiliki kemampuan berkompetisi dengan spesies lokal dan didukung
oleh habitat yang sesuai (lahan terbuka) di Pulau Untung Jawa.
Nilai keanekaragaman pada plot yang tidak memiliki spesies invasif
memiliki kecendrungan berubah pada setiap waktu pengambilan contoh, hal ini
disebabkan umumnya semut memiliki perilaku mencari makan dari berbagai
sumber (generalized forages), predator, dan perantara bagi penyebaran benih
(granivore), sehingga dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya,
sedangkan pada plot yang memiliki spesies invasif memberikan informasi nilai
keanekaragaman yang relatif sama, disebabkan terjadinya kompetisi ruang yang

dapat mengganggu pergerakan semut permukaan tanah masuk ke plot tersebut.
Implikasi keberadaan spesies semut invasif menyebabkan penguasaan
(pengambilalihan) ruang oleh spesies, penurunan keanekaragaman spesies lokal,
dan terjadinya homogenisasi biotik. Pada penelitian ini keberadaan spesies invasif
co-exist dengan habitatnya, sehingga mengakibatkan terjadinya homogenisasi
biotik di Pulau Untung Jawa.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

STRUKTUR KOMUNITAS SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU:
IMPLIKASI KEBERADAAN SEMUT INVASIF TERHADAP
KOMUNITAS SEMUT LOKAL


ABDUL RAHIM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Entomologi-Fitopatologi

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si

Judul

: Struktur Komunitas Semut di Kepulauan Seribu: Implikasi Keberadaan
Semut Invasif Terhadap Komunitas Semut Lokal


Nama

: Abdul Rahim

NRP

: A451060021

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc
Ketua

Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Entomologi-Fitopatologi

Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian: 31 Desember 2008

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang
diberikan sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul ”Struktur
Komunitas Semut di Kepulauan Seribu: Implikasi Keberadaan Semut Invasif
Terhadap Komunitas Semut Lokal”. Tesis ini merupakan salah syarat untuk
memperoleh gelar magister sains di Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc

sebagai ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc sebagai
anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan pengarahan, bimbingan,
saran, dan motivasi selama penelitian dan penulisan tesis. Ucapan terimakasih,
kami sampikan pula kepada Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si selaku penguji luar
komisi pada ujian tesis
Kepada ibunda Simay, ayahda Usman, istri Siti Hadijah, putra Radja SR dan
Rakjat HA, serta seluruh keluarga dan sahabat atas dukungan moral maupun
materilnya sehingga penelitian dan penyusunan tesis dapat diselesaikan.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Universitas Borneo Tarakan,
Ditjend Dikti, Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Pemerintah Propinsi Kaltim,
Pemerintah Kota Tarakan, yang telah memberikan kesempatan dan membantu
pendanaan pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Akhmad Rizali, M.Si atas bimbingan
teknis ilmiah selama kegiatan penelitian dan penulisan tesis, serta Yayasan PEKA
Indonesia yang memberikan kesempatan penulis ikut serta pada kegiatan
penelitian ini.
Akhir kata penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu penyusunan tesis ini. Semoga Allah SWT memberikan
balasan amal baik dengan pahala yang tak terhingga.


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarakan, Kalimantan Timur pada tanggal 16 Desember
1978 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari ayah bernama Usman dan ibu
bernama Simay.
Tahun 1996 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Tarakan, dan pada tahun yang
sama melanjutkan di Universitas Mulawarman Samarinda melalui jalur
Penjaringan Bibit Unggul Daerah (PBUD). Penulis memilih program studi ilmu
hama dan penyakit tumbuhan dan lulus pada tahun 2001. Penulis mengikuti
program Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP3) Depdiknas Kaltim, di
desa perkampungan Dayak Basap Keraitan, Kabupaten Kutai Timur. Pada tahun
2002 penulis menjadi staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Borneo
Tarakan, dan memperoleh tugas belajar dari Universitas Borneo melalui beasiswa
BPPS Ditjend Dikti Tahun 2006 di Program Studi Entomologi/Fitopatologi
Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................
Tujuan Penelitian ..................................................................................
Manfaat Penelitian ................................................................................

1
3
3

STRUKTUR KOMUNITAS SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU
Pendahuluan ..........................................................................................
Bahan dan Metode ................................................................................
Hasil ......................................................................................................
Pembahasan.............................................................................................
Kesimpulan .............................................................................................

4
5
9
19
27

IMPLIKASI KEBERADAAN SEMUT INVASIF TERHADAP
STRUKTUR KOMUNITAS SEMUT LOKAL
DI KEPULAUAN SERIBU
Pendahuluan ..........................................................................................
Bahan dan Metode ................................................................................
Hasil ......................................................................................................
Pembahasan.............................................................................................
Kesimpulan .............................................................................................

28
29
30
38
41

PEMBAHASAN UMUM ...............................................................................

42

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
Kesimpulan .............................................................................................
Saran........................................................................................................

46
46
46

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

47

LAMPIRAN....................................................................................................

51

DAFTAR TABEL
Halaman

1

Deskripsi lokasi dan waktu penelitian di Kepulauan Seribu ...................

6

2

Keanekaragaman semut di Pulau Bokor, Rambut, dan Pulau
Untung Jawa ..............................................................................................

9

Jenis dan jumlah individu spesies semut yang ditemukan
keberadaanya di Pulau Bokor, Pulau Rambut dan Pulau Untung
Jawa ...........................................................................................................

10

Perbandingan hasil penelitian dengan penelitian Rizali et al.
(2006) ........................................................................................................

15

Jenis dan jumlah individu spesies semut yang ditemukan
keberadaanya berdasarkan metode pengambilan contoh ..........................

17

Jenis dan jumlah individu spesies semut yang ditemukan
keberadaanya berdasarkan waktu pengambilan contoh ...........................

18

Jenis, jumlah individu, dan jumlah plot yang ditemukan semut
invasif ........................................................................................................

30

3

4
5
6
7

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1 Peta lokasi penelitian Pulau Bokor (a), Pulau Rambut (b), dan
Pulau Untung Jawa (c) ...............................................................................

7

2 Letak plot dan jenis habitat di Pulau Bokor ...............................................

7

3 Letak plot dan jenis habitat di Pulau Rambut ............................................

8

4 Letak plot dan jenis habitat di Pulau Untung Jawa ....................................

8

5 Kurva akumulasi spesies semut di ketiga pulau......................................... 11
6 Komposisi semut di pulau Bokor............................................................... 12
7 Komposisi semut di pulau Rambut ............................................................ 12
8 Komposisi semut di pulau Untung Jawa.................................................... 13
9 MDS komposisi spesies antar pulau berdasarkan indeks
kemiripan Sorensen.................................................................................... 16
10 Perbandingan komposisi spesies ketiga pulau pada plot yang
memiliki spesies invasif (a) dan plot yang tidak memiliki spesies
invasif (b) ................................................................................................... 31
11 Perbandingan komposisi spesies pada plot di Pulau Bokor yang
memiliki spesies invasif (a) dan plot yang tidak memiliki spesies
invasif (b) ................................................................................................... 32
12 Perbandingan komposisi spesies di Pulau Rambut pada plot yang
memiliki spesies invasif (a) dan plot yang tidak memiliki spesies
invasif (b) ................................................................................................... 33
13 Nilai rata-rata kekayaan spesies (a), keanekaragaman Shannon
(b), keanekaragaman Simpson (c), dan kemerataan (d)
berdasarkan keberadaan spesies invasif S. geminata di Pulau
Bokor (A: ada dan TA: tidak ada).............................................................. 34
14 Nilai rata-rata kekayaan spesies (a), keanekaragaman Shannon
(b), keanekaragaman Simpson (c), dan kemerataan (d)
berdasarkan keberadaan spesies invasif S. geminata di Pulau
Rambut (a: ada dan TA: tidak ada) ............................................................ 35
15 Nilai rata-rata kekayaan spesies (a), keanekaragaman Shannon
(b), keanekaragaman Simpson (c), dan kemerataan (d)
berdasarkan keberadaan spesies invasif S. geminata di Pulau
Untung (A: ada dan TA: tidak ada)............................................................ 35
16 MDS komposisi spesies semut invasif S. geminata berdasarkan
indeks kemiripan Sorensen antar plot di Pulau Bokor (a), Pulau
Rambut (b), dan Pulau Untung Jawa (c) .................................................... 36

17 Nilai rata-rata kekayaan spesies (a); keanekaragaman Shannon
(b); keanekaragaman Simpson (c); dan kemerataan (d)
berdasarkan keberadaan spesies invasif A. gracilipes di Pulau
Untung Jawa (A: ada dan TA: tidak ada)................................................... 37
18 Perbandingan nilai indeks Shannon (a) dan indeks Simpson (b)
antar plot pada ketiga pulau berdasarkan waktu pengambilan
contoh......................................................................................................... 38

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Data jenis dan jumlah individu per plot di Pulau Bokor ...........................

52

2

Data jenis dan jumlah indvidu semut per plot di Pulau Rambut ...............

54

3

Data jenis dan jumlah indvidu semut per plot di Pulau Untung
Jawa ...........................................................................................................

56

4

Nilai keanekaragaman dan keberadaan spesies invasif per plot................

58

5

Data suhu dan kelembaban di Pulau Bokor, Pulau Rambut, dan
Pulau Untung Jawa ....................................................................................

60

6

Data hasil analisis sampel tanah di Kepulauan Seribu ............................

61

7

Data vegetasi di Pulau Bokor, Pulau Rambut, dan Pulau Untung
Jawa ...........................................................................................................

62

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kekayaan spesies pada sebuah pulau umumnya lebih rendah dibandingkan
kekayaan spesies pada sebuah mainland (daratan luas) (Wilson 1961; McArthur &
Wilson 1967; Whitakker 1998). Hal ini disebabkan keragaman habitat, relung,
serta keberadaan sumber daya pada daratan luas lebih besar dibandingkan dengan
sebuah pulau. Akibatnya, kapasitas penyangga daratan (carrying capacity) akan
jauh lebih tinggi, sehingga akan memengaruhi jumlah spesies yang akan disangga
oleh daratan tersebut. Berbeda dengan daratan luas, keberadaan spesies pada
kepulauan akan sangat dipengaruhi oleh ukuran pulau tersebut. Umumnya makin
luas pulau, makin tinggi spesies yang dapat disangganya (spesies area
relationship) (McArthur & Wilson 1967).
McArthur & Wilson (1967) mengemukakan bahwa jumlah spesies yang
berada pada sebuah pulau ditentukan oleh laju imigrasi serta laju kematian. Laju
imigrasi dan kematian tersebut merupakan fungsi dari jarak (isolasi) serta ukuran
pulau. Keseteimbangan antara laju kematian dan laju imigrasi lah yang akan
menentukan titik keseteimbangan jumlah spesies di suatu pulau (teori biogeografi
kepulauan). Teori ini menyatakan bahwa jarak pulau dari daratan luas akan
memengaruhi laju imigrasi. Semakin jauh jarak pulau dari daratan luas
(mainland), semakin kecil laju imigrasi. Semakin kecil ukuran pulau semakin
tinggi laju kematian pada pulau tersebut. Jadi, keseteimbangan jumlah spesies
yang dapat disangga oleh sebuah pulau akan ditentukan oleh ukuran serta jarak
(isolasi) pulau tersebut dari daratan yang luas.
Hasil penelitian telah dilakukan untuk menguji teori biogeografi kepulauan,
seperti di Kepulauan Moluccan dan Melanesian yang menunjukkan jumlah spesies
dari subfamili Ponerinae dan Cerapachynae semakin tinggi dengan semakin luas
pulau di kepulauan tersebut (Wilson 1961), dimana memang dibuktikan bahwa
semakin luas pulau, semakin rendah laju kematiannya. Demikian pula, hasil
penelitian lainnya yang menunjukkan Kepulauan Solomon yang dekat dengan
mainland (Pulau Papua), memiliki jumlah spesies lebih tinggi dari Kepulauan
Samoa yang lebih jauh dari Pulau Papua (Wilson 1961), dimana memang

2
dibuktikan pula, bahwa semakin jauh jarak pulau dari mainland, semakin rendah
laju imigrasinya. Walaupun demikian, tidak selamanya teori biogeografi
kepulauan ini berlaku untuk pulau-pulau yang lain. Penelitian Torres & Snelling
(1997)

menunjukkan

tidak

adanya

pengaruh

jarak

dan

luas

dengan

keanekaragaman spesies semut di 44 pulau yang berada di sekitar Puerto Rico.
Demikian pula dengan penelitian Rizali et al. (2006), juga menunjukkan pulau
yang terdekat dengan sumber kolonisasi (Pulau Onrust) memiliki jumlah spesies
lebih rendah dibandingkan dengan pulau yang terjauh (Pulau Dua Timur) dan
pulau yang terkecil (Pulau Semak Daun) memiliki jumlah spesies lebih tinggi dari
Pulau Onrust yang memiliki luas lebih besar.
Menurut Whitakker (1998) sejarah geografi pulau, fragmentasi habitat dan
intensitas gangguan manusia, juga dapat memengaruhi keanekaragaman spesies.
Intensitas gangguan manusia, dilakukan dengan mengubah habitat alam menjadi
habitat buatan manusia, dan terbawanya spesies invasif di suatu pulau oleh
perantara manusia (Andersen 1997; Debuse et al. 2007; Holway et al. 2002).
Berdasarkan hasil penelitian Rizali et al. (2006) di Kepulauan Seribu,
menunjukkan kekayaan spesies juga dipengaruhi oleh keberadaan dermaga,
penggunaan lahan, dan keberadaan spesies invasif.
Spesies semut invasif memengaruhi keanekaragaman semut lokal (Holway
et al. 2002; Donlan & Wilcox 2008), mereduksi kelimpahan spesies invertebrata
lokal hingga 85% (Hoffman et al. 1994), menyebar hingga hutan alami dan
menyebabkan penurunan spesies semut lokal di Kepulauan Hawaii (Cole et al.
1992; Holway et al. 2002; Suarez et al. 1998; Gotelli & Arnett 2000), serta
keberadaan spesies invasif juga menyebabkan terjadinya homogenisasi biotik atau
penggantian spesies lokal yang berakibat pada kepunahan spesies lokal
(McKinney & Lockwood 2001; Olden et al. 2004; Ward & Beggs 2007).
Pada pulau kecil, keberadaan spesies semut invasif lebih berdampak negatif
terhadap struktur komunitas semut, karena memiliki keterbatasan sumber
makanan dan ruang (McArthur & Wilson 1967; Donlan & Wilcox 2008). Spesies
invasif dapat mengubah fungsi ekologi pada keseluruhan ekosistem di pulau kecil,
misalnya dampak dari semut invasif Anoplolepis gracilipes di Pulau Burung

3
Seychelles yang memengaruhi struktur komunitas beberapa taxa dari invertebrata
(Hill et al. 2003), sedangkan penelitian di Pulau Yasawa Kepulauan Fiji, spesies
invasif Pheidole megacephala dan A. gracilipes memengaruhi komunitas semut
lokal lainnya. Demikian pula, penelitian di Kepulauan Hawaii menunjukkan
keberadaan spesies invasif Hypoponera opaciceps, Solenopsis papuana, dan
spesies Linepithema humile menyebar hingga hutan alami, yang menyebabkan
terjadinya penurunan semut lokal di Kepulauan Hawaii (Cole et al. 1992; Holway
et al. 2002).
Kepulauan Seribu merupakan salah satu gugusan kepulauan Indonesia.
Letak Kepulauan Seribu di sebelah utara Jakarta dan memiliki 106 pulau-pulau
kecil dengan luas kurang dari 1 km2 (Alamsyah 2003). Jumlah ini tidak termasuk
beberapa pulau yang hilang beberapa tahun yang lalu (UNESCO 1997). Hasil
penelitian keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu, telah memberikan
informasi tentang keberadaan spesies semut lokal di Kepulauan Seribu, serta
memberikan informasi keberadaan spesies invasif A. gracilipes, S. geminata, dan
Paratrechina longicornis dibeberapa pulau (Rizali et al. 2006), namun informasi
tentang struktur komunitas dan implikasi dari keberadaan spesies invasif belum
diketahui, sehingga dibutuhkan penelitian tentang struktur komunitas semut dan
implikasi keberadaan spesies invasif di Kepulauan Seribu terhadap komunitas
semut lokal.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui struktur komunitas semut di Kepulauan
Seribu dan mempelajari implikasi keberadaan semut invasif terhadap struktur
komunitas semut lokal.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk
mengembangkan strategi konservasi spesies lokal dan pengelolaan keberadaan
spesies semut invasif khususnya di kepulauan.

STRUKTUR KOMUNITAS SEMUT DI
KEPULAUAN SERIBU
Pendahuluan
Struktur komunitas semut dapat dijelaskan berdasarkan form (bentuk),
function (fungsi), dan diversity (keanekaragaman). Bentuk meliputi ukuran dan
biomasa, fungsi menjelaskan peranan dan kegiatan semut di dalam suatu
ekosistem, sedangkan diversity menjelaskan komposisi, jumlah, dan hubungan
taxonomi antar komunitas (Price 1997; Kaspari 2000).
Semut memiliki ukuran dan biomasa terbesar dari keseluruhan biomasa
hewan, misalnya 15% dari total biomasa hewan di hutan hujan tropis Central
Amazone berasal dari komunitas semut (Fitkau & Klinge 1973), dan di
perkebunan kakao Palolo Sulewesi Tengah spesies semut mencapai 78,5% dari
ordo Hymenoptera yang ditemukan (Hosang 2004). Menurut Bolton (1997) dari
750.000 spesies serangga yang telah dideskripsikan, berkisar 9500 merupakan
spesies semut.
Peranan semut di ekosistem sebagai predator (pemangsa), herbivor
(pemakan tumbuhan), scavenger (pemakan sisa-sisa organisme), detrivore
(pengurai), seed harvester (pemakan biji), dan granivore (penyebar biji tanaman)
(Hölldobler & Wilson 1990; Brown 2000; Hashimoto 2003; Folgarait 1998).
Semut juga memiliki peran sebagai organisme yang membantu siklus nutrisi dan
hara di dalam tanah (Hölldobler & Wilson 1990). Semut merupakan kelompok
hewan darat yang mendominasi daerah iklim tropis dan dapat menjadi indikator
terhadap kerusakan habitat (Andersen 1997; King et al. 1998; Peck et al. 1998),
dan indikator kunci dalam mengukur keanekaragaman serangga (Brown et al.
2000).
Struktur komunitas semut di Kepulauan Seribu memiliki kemiripan dengan
spesies semut yang ada di Pulau Jawa. Berdasarkan laporan hasil penelitian Ito et
al. (2001) ditemukan 216 spesies dan beberapa spesies yang sama juga ditemukan
Rizali et al. (2006), diantaranya Dolichoderus thoracicus, Oeocophylla
smaragdina, Crematogaster difformis, Tetramorium pacifium, Anoplolepis
gracilipes, dan Paratrechina longicornis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
ada kaitannya antara jarak pulau di Kepulauan Seribu dengan mainland.

5
Hasil penelitian Rizali et al. (2006) menemukan 48 spesies dari 5 subfamili,
28 genus, serta adanya beberapa spesies yang hanya ditemukan di pulau tertentu,
misalnya Ponera sp.01 hanya ditemukan di Pulau Rambut. Selain itu, penelitian
Rizali et al. (2006) juga menunjukkan bahwa ada kaitannya antara tipe habitat dan
intensitas gangguan manusia (frekuensi kedatangan manusia) di Kepulauan
Seribu. Demikian pula dengan hasil penelitian di Pulau Yasawa Kepulauan Fiji
yang memiliki perbedaan habitat, ditemukan 27 spesies, yang terdiri atas 17
spesies lokal, termasuk enam diantaranya merupakan spesies endemic dan 10
spesies invasif (Ward et al. 2007), sedangkan penelitian Mikheyev & Solomon
(2005) menginformasikan hasil penelitian di Kepulauan Coccus Costarica yang
menemukan 19 spesies dari 14 genus dan 4 subfamili, serta menunjukkan
perbedaan dari hasil penelitian sebelumnya, yang disebabkan oleh kepunahan
spesies dan pengaruh teknik pengambilan contoh semut.
Hasil penelitian Rizali et al. (2006) telah menginformasikan kekayaan
spesies semut yang terdapat di Kepulauan Seribu, yang diduga dengan
menggunakan incidence-based coverage estimator (ICE) yang merupakan
penduga kekayaan spesies berdasarkan presence-absence, sehingga tidak dapat
menggambarkan kekayaan spesies berdasarkan kelimpahan spesies (spesies
abundance). Berdasarkan pertimbangan di atas, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui struktur komunitas semut di Kepulauan Seribu. Struktur komunitas
semut dijelaskan dengan membandingkan presence-absence kekayaan spesies
penelitian Rizali et al. (2006) dan menggunakan metode pitfall trap dan winkler
untuk mendapatkan data jumlah individu (kelimpahan) spesies.
Bahan dan Metode
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan pada tiga pulau di Kepulauan Seribu,
dengan karakteristik pulau yang berbeda (Tabel 1), yakni Pulau Bokor, Pulau
Rambut, dan Pulau Untung Jawa. Ketiga pulau berada antara 106020 – 106050’
BT dan 05020 – 06000’ LS. Berdasarkan hasil penelitian Rizali et al. (2006) luas
Pulau Bokor 16,34 ha (pulau yang belum banyak mengalami gangguan habitat),
Pulau Rambut memiliki luas pulau 45,80 ha (pulau yang belum banyak

6
mengalami gangguan dan habitatnya sesuai bagi burung), sedangkan Pulau
Untung Jawa memiliki luas 39,12 ha (pulau yang banyak mengalami gangguan
habitat) (Rizali et al. 2006).
Penelitian laboratorium meliputi sortasi (pemilahan) dan identifikasi contoh
semut dilaksanakan di Laboratorium Yayasan Peduli Konservasi Alam Indonesia
(PEKA) Indonesia.
Tabel 1. Deskripsi lokasi dan waktu penelitian di Kepulauan Seribu
Pulau
Bokor

Rambut

Untung
Jawa

Jumlah
Plot
16

17

25

Deskripsi

Waktu Pengambilan

Pulau belum banyak mengalami gangguan
habitat, luas pulau 16,34 ha. Tipe habitat hutan
primer dengan kanopi sangat rapat, tumbuhan
yang sering ditemukan tumbuhan Kedoya
(Dysoxylum amooroides), Kepuh (Sterculia
futida), dan Jeruk Kingkit (Allophylus cobbe).
Pulau ini merupakan Cagar Alam.

17 – 18 Maret 2008

Luas pulau 45,80 ha (hanya berkisar 20 ha
yang dapat digunakan untuk pengambilan
contoh) dan merupakan habitat dari berbagai
jenis burung, vegetasi mangrove, serta hutan
primer, misalnya Kedoya (Dysoxylum
amooroides), Jati pasir (Guettarda speciosa),
dan Jeruk Kingkit (Allophylus cobbe). Pulau
ini merupakan kawasan Suaka Margasatwa.

14 – 15 Maret 2008

Pulau ini merupakan daerah wisata dengan
luas pulau 39,12 ha. Penggunaan lahannya
diperuntukkan bagi pemukiman, kebun, lahan
terbuka dan tambak. Vegetasi yang umumnya
ditemukan yakni Srikaya (Annona squamosa),
Baru Laut (Thespesia populena), dan Sukun
(Artocarpus communis).

12 – 13 Maret 2008

8 – 9 April 2008
16 – 17 Mei 2008

10 – 11 April 2008
18 – 19 Mei 2008

12 – 13 April 2008
13 – 14 Mei 2008

Pengambilan Contoh Semut
Pengambilan contoh semut dilakukan melalui pemasangan pitfall trap
(perangkap jebak) dan winkler (koleksi serasah) pada plot yang berukuran 5 m x 5
m,

Jarak antar plot di dalam satu pulau minimal 75 m. Metode koleksi

(pengambilan contoh) semut dengan pemasangan pitfall trap dilakukan selama
dua hari dan pengambilan serasah dengan luas 1 m x 1 m dilakukan satu kali pada
setiap waktu pengambilan contoh.

7
Contoh semut yang diperoleh ditempatkan dalam botol film yang berisi
alkohol 70%, yang selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk kegiatan sortasi dan
identifikasi. Selanjutnya, sortasi dan identifikasi contoh semut yang diperoleh dari
lapangan, dilakukan berdasarkan kunci identifikasi semut (Bolton 1997). Contoh
semut yang telah teridentifikasi akan dilakukan pengecekan ulang dengan
spesimen rujukan (hasil penelitian terdahulu) yang terdapat di Laboratorium
PEKA Indonesia, dibawah bimbingan Akhmad Rizali, M.Si.

a

b

c

Pulau Jawa

Gambar 1 Peta lokasi penelitian Pulau Bokor (a), Pulau Rambut (b),
dan Pulau Untung Jawa (c).

Gambar 2 Letak plot dan jenis habitat di Pulau Bokor.

8

Gambar 3 Letak plot dan jenis habitat di Pulau Rambut.

Gambar 4 Letak plot dan jenis habitat di Pulau Untung Jawa.
Pengambilan data lingkungan
Pengambilan data lingkungan meliputi data vegetasi, fisik-kimia tanah, suhu
dan kelembaban, yang bertujuan mendapatkan informasi atau data pendukung
penelitian. Data vegetasi diperoleh dengan cara non destructive measure
(mencatat) serta desctructive measure (mengambil contoh tumbuhan) untuk
diidentifikasi (Kusmana 1997). Identifikasi tumbuhan berdasakan karakter
morfologi, dengan menggunakan kunci identifikasi tumbuhan dan informasi dari
petugas Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) di pulau tersebut.

9
Data analisis fisik-kimia tanah menggunakan parameter, tekstur tanah, pH
tanah, dan C/N Ratio yang dianalisis di laboratorium Balai Penelitian Tanah
Bogor, serta melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara dengan
menggunakan thermohygrometer.
Analisis Data
Indeks keanekaragaman Shannon dan Simpson (Magguran 1988) digunakan
untuk membedakan keanekaragaman semut antar pulau. Selain itu, kurva
akumulasi spesies juga digunakan untuk menggambarkan perbedaan kekayaan
spesies berdasarkan jumlah plot pengambilan. Pendugaan kekayaan spesies semut
yang ada pada suatu pulau dilakukan dengan menggunakan abundance coverage
estimator (ACE) yang dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak EstimateS
(Colwell & Coddington 1994; Colwell 1997). Indeks Sorenson (Magurran 1988)
digunakan untuk melihat kemiripan komposisi spesies semut antar pulau dan
menggunakan analisis multidimensional scalling (MDS) yang dilakukan dengan
perangkat lunak Statistica 6 (Statsoft 1995).
Hasil
Keanekaragaman semut yang diperoleh dari keseluruhan pengambilan
contoh pada tiga pulau adalah 68.787 individu yang terdiri atas 4 subfamili, 21
genus dan 35 spesies (Tabel 2 dan Tabel 3).
Tabel 2 Keanekaragaman semut di Pulau Bokor, Pulau Rambut, dan Pulau
Untung Jawa
Pulau
Parameter

Subfamili
Genus
Spesies
Jumlah Individu
H
E
1/D

Bokor

Rambut

Untung Jawa

4
14
24
1.492
2,27
0,71
6,41

4
18
27
4.283
2,19
0,67
6,81

4
20
29
63.012
1,14
0,34
1,91

10
Tabel 3 Jenis dan jumlah individu spesies semut yang ditemukan keberadaanya
di Pulau Bokor, Pulau Rambut, dan Pulau Untung Jawa
No

Spesies

Untung
Jawa

Total

Bokor

Rambut

0
3
11

0
50
135

17
44862
850

17
44915
996

1
2
3

Dolichoderinae
Dolichoderus thoracicus
Iridomyrmex anceps
Tapinoma melanocephalum

4
5
6
7
8
9
10
11

Formicinae
Anoplolepis gracilipes
Camponotus reticulatus
Camponotus sp.47
Oecophylla smaragdina
Paratrechina longicornis
Paratrechina sp.17
Paratrechina sp.24
Polyrachis acuata

0
1
121
0
245
0
41
0

0
1
114
3
976
0
33
1

5772
0
84
15
2237
21
441
5

5772
2
319
18
3458
21
515
6

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Myrmicinae
Cardiocondyla nuda
Crematogaster difformis
Crematogaster sp.10
Monomorium destructor
Monomorium floricola
Monomorium monomorium
Monomorium sp.08
Oligomyrmex sp.10
Pheidole sp.01
Pheidole sp.02
Pheidole sp.03
Solenopsis geminata
Solenopsis sp.02
Strumigenys emmae
Tetramorium pacificum
Tetramorium smithi
Tetramorium walshi

0
1
3
101
33
6
1
9
468
6
3
43
63
23
78
0
64

1
22
9
439
27
29
0
3
716
0
0
112
59
36
4
100
652

12
1
3
256
710
170
5
7
179
0
0
4029
35
3
0
65
3168

13
24
15
796
770
205
6
19
1363
6
3
4184
157
62
82
165
3884

29
30
31
32
33
34
35

Ponerinae
Anochetus graeffei
Hypoponera sp.01
Hypoponera sp.02
Hypoponera sp.03
Odontomachus similimus
Platyhyrea parallela
Ponera sp.01

11
0
0
3
154
0
0

17
2
1
0
740
0
1

9
5
2
0
48
1
0

37
7
3
3
942
1
1

1492
24

4283
27

63.012
29

68.787
35

Jumlah Spesimen
Jumlah Spesies

11
Berdasarkan indeks Shannon (H’), Pulau Bokor memiliki keanekaragaman
semut tertinggi dengan kemerataan (E) yang tinggi pula, namun dengan
menggunakan indeks Simpson (1/D), keanekaragaman semut tertinggi ditemukan
di Pulau Rambut (Tabel 2).
Jumlah spesies semut yang ditemukan di Pulau Untung Jawa lebih tinggi
bila dibandingkan dengan pulau yang lain (Gambar 5). Walaupun demikian,
berdasarkan estimasi dengan menggunakan ACE, jumlah spesies semut yang
ditemukan di Pulau Untung Jawa telah mencapai 96,86%, sedangkan pulau
lainnya lebih rendah (Bokor 92,05% dan Rambut 77,70%). Hal ini menunjukkan,
masih banyak spesies semut yang belum terkoleksi di Pulau Bokor dan Pulau
Rambut dengan menggunakan perangkat pitfall trap dan winkler.

40

35

Jumlah Spesies

30

25

20
15

Untung Jawa (ACE = 96,80%)

10

Rambut (ACE = 77,70%)
Bokor (ACE = 92,05%)

5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 13141516 17181920 212223 2425

Jumlah plot

Gambar 5 Kurva akumulasi spesies semut di ketiga pulau.
Genus yang dominan ditemukan di Pulau Bokor yakni Pheidole,
Paratrechina, Odontomachus, Monomorium, dan Tetramorium, dengan komposisi
tertinggi genus Pheidole (32%) (Gambar 6), sedangkan di Pulau Rambut, genus
yang dominan yakni genus Paratrechina, Tetramorium, Odontomachus, Pheidole,
dan Monomorium, dengan komposisi genus tertinggi Paratrechina (29%)
(Gambar 7).

12
Anochetus
1%
Tetramorium
10%

Camponotus
8%

Tapinoma
1%

Crematogaster
0%
Hypoponera
0%
Iridomyrmex
0%

Strumigenys
2%

Monomorium
9%

Solenopsis
7%

Odontomachus
10%

Pheidole
32%

Oligomyrmex
1%
Paratrechina
19%

Gambar 6 Komposisi semut di Pulau Bokor.

Anochetus
0%
Tetramorium
18%

Camponotus
3%

Cardiocondyla
0%
Crematogaster
1% Hypoponera
0%

Tapinoma
3%

Iridomyrmex
1%

Strumigenys
1%

Monomorium
12%
Odontomachus
17%

Solenopsis
4%

Oecophylla
0%

Polyrachis
0%
Ponera
0%

Pheidole
17%

Oligomyrmex
0%
Paratrechina
24%

Gambar 7 Komposisi semut di Pulau Rambut.

13
Komposisi spesies yang ditemukan di Pulau Untung Jawa, didominasi genus
Iridomyrmex, Anoplolepis, Solenopsis, Tetramorium, dan Paratrechina, dengan
genus tertinggi Iridomyrmex (71%) (Gambar 8).

Platyhyrea
0%

Tapinoma
1% Tetramorium
5%
Strumigenys
0%

Solenopsis
6%
Pheidole
0%

Polyrachis
0%
Oecophylla
0%
Monomorium
2%
Oligomyrmex
0%
Odontomachus

Anochetus
0%
Anoplolepis Camponotus
9%
0%
Cardiocondyla
0%
Crematogaster
0%
Dolichoderus
0%
Hypoponera
0%

0%

Paratrechina
4%

Iridomyrmex
71%

Gambar 8 Komposisi semut di Pulau Untung Jawa
Perbedaan spesies yang ditemukan jika dibandingkan dengan hasil
penelitian sebelumnya (Rizali et al. 2006), akan memberikan informasi tentang
beberapa spesies yang tidak ditemukan di Pulau Bokor yakni spesies D.
thoracicus, Tapinoma sp.07, A. gracilipes, Paratrechina sp.17, Crematogaster
sp.70, Monomorium sp.08, T. smithi, Crematogaster sp.70, Amblyopone sp.01,
Hypoponera sp.04, dan Ponera sp.01. Selain itu, spesies yang tidak ditemukan
pada saat pengambilan contoh dan ditemukan pada penelitian sebelumnya yakni
spesies Philidris sp.01, Philidris sp.02, T. kraepelini, T. albipes, O. smaragdina,
P. arcuata, C. nuda, P. parallela , dan Tetraponera sp.01, sedangkan spesies yang
tidak ditemukan pada penelitian sebelumnya (catatan baru) yakni spesies C.
difformis.
Spesies yang tidak ditemukan di Pulau Rambut yakni spesies D. thoracicus,
Philidris sp.01, Philidris sp.02, Tapinoma sp.07, A. gracilipes, Paratrechina

14
sp.17, Pheidole sp.01, Pheidole sp.02, Amblyopone sp.01. Demikian pula, spesies
yang tidak ditemukan pada saat pengambilan contoh dan ditemukan pada
penelitian sebelumnya yakni spesies, T. kraepelini, T. albipes, Crematogaster
sp.70, Monomorium sp.08, Hypoponera sp.03, Hypoponera sp.04, Pachycondyla
sp.42, P. parallela, Ponera sp.01, dan Tetraponera sp.01. Sedangkan, spesies
yang tidak ditemukan pada penelitian sebelumnya (catatan baru) yakni spesies P.
arcuata dan Hypoponera sp.02
Informasi tentang beberapa spesies yang tidak ditemukan di Pulau Untung
Jawa yakni spesies Philidris sp.01, Philidris sp.02, T. kraepelini, Crematogaster
sp.70, Pheidole sp.01, Pheidole sp.02, T. pacifium, Hypoponera sp.04.
Pachycondyla sp.42, dan Tetraponera sp.01. Spesies yang tidak ditemukan pada
saat pengambilan contoh dan ditemukan pada penelitian sebelumnya yakni
spesies, Tapinoma sp.07, T. albipes, C. reticulatus, dan Amblyopone sp.01.
Sedangkan spesies yang tidak ditemukan pada penelitian sebelumnya (catatan
baru) yakni spesies Camponotus sp.47, C. difformis, A. graeffei, Monomorium
sp.08, Ponera sp.01, dan Hypoponera sp.03.
Spesies semut yang ditemukan pada saat pengambilan contoh dan pada
penelitian sebelumnya (Rizali et al. 2006) di Pulau Bokor, Pulau Rambut, dan
Pulau Untung Jawa yakni I. anceps, T. melanocephalum, C. reticulatus, P.
longicornis, Paratrechina sp.24, Crematogaster sp.10, M. destructor, M.
floricola, M. monomorium, Oligomyrmex sp.10, Pheidole sp.01, S. geminata,
Solenopsis sp.02, S. emmae, T. walshi, Hypoponera sp.01, dan O. simillimus
(Tabel 4).

15
Tabel 4 Perbandingan hasil penelitian dengan penelitian Rizali et al. (2006)
No

Subfamili

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45

Dolichoderinae

Formicinae

Myrmicinae

Ponerinae

Pseudomyrmicinae

Spesies
Dolichoderus thoracicus
Iridomyrmex anceps
Philidris sp.01
Philidris sp.02
Tapinoma melanocephalum
Tapinoma sp.07
Technomyrmex albipes
Technomyrmex kraepelini
Anoplolepis gracilipes
Camponotus reticulatus
Camponotus sp.47
Oecophylla smaragdina
Paratrechina longicornis
Paratrechina sp.17
Paratrechina sp.24
Polyrhachis arcuata
Cardiocondyla nuda
Crematogaster difformis
Crematogaster sp.10
Crematogaster sp.70
Monomorium destructor
Monomorium floricola
Monomorium monomorium
Monomorium sp.08
Oligomyrmex sp.10
Pheidole sp.01
Pheidole sp.02
Pheidole sp.03
Solenopsis geminata
Solenopsis sp.02
Strumigenys emmae
Tetramorium pacificum
Tetramorium smithi
Tetramorium walshi
Amblyopone sp.01
Anochetus graeffei
Hypoponera sp.01
Hypoponera sp.02
Hypoponera sp.03
Hypoponera sp.04
Odontomachus simillimus
Pachycondyla sp.42
Platythyrea parallela
Ponera sp.01
Tetraponera sp.01

Bokor

Rambut

A
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-

A
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

B
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-

B
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-

Keterangan : A (Pengambilan contoh penelitian Rizali et al. 2006) ; B (Pengambilan contoh penelitian);
+ (Spesies ditemukan); - (Spesies tidak ditemukan)

Untung
Jawa
A B
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-

16
Berdasarkan nilai indeks Sorensen dan analisis MDS, Pulau Untung Jawa
dan Pulau Rambut memiliki kemiripan komposisi spesies 86%, Pulau Bokor dan
Pulau Rambut sebesar 78%, sedangkan Pulau Untung Jawa dan Pulau Bokor
sebesar 72% (Gambar 9).
2.00

Bokor

Rambut

Untung Jawa

1.50
1.00

Dim 2

0.50
0.00
-0.50
-1.00
-1.50
stress: 0,20
-2.00
-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

Dim 1

Gambar 9 MDS komposisi spesies antar pulau berdasarkan indeks kemiripan
Sorensen.
Keanekaragaman berdasarkan waktu dan metode pengambilan contoh.
Metode pengambilan contoh pitfall trap terdiri dari 33 spesies (68.075
individu), lebih tinggi dari metode pengambilan contoh winkler yakni 25 spesies
(712 individu). Spesies yang dominan ditemukan pada metode pitfall trap yakni I.
anceps, A. gracilipes, dan S. geminata, sedangkan pada metode winkler yakni
Pheidole sp.01 dan T. walshi (Tabel 5).
Jumlah spesies tertinggi pada bulan ketiga pengambilan contoh, bulan
pertama serta bulan kedua, jumlah spesies yang ditemukan masing-masing
berjumlah 33 spesies, 29 spesies dan 28 spesies, dan jumlah individu tertinggi
ditemukan di bulan pertama (38.924), bulan ketiga (17.194), dan bulan kedua
(12.669). Spesies yang dominan pada bulan pertama yakni I. anceps, A.
gracilipes, dan S. geminata, pada bulan kedua yakni I. anceps, A. gracilipes, dan
T. walshi, sedangkan bulan ketiga spesies I. anceps, P. longicornis, dan T. walshi
(Tabel 6).

17
Tabel 5 Jenis dan jumlah individu spesies semut yang ditemukan keberadaanya
berdasarkan metode pengambilan contoh
No

Spesies

1
2
3

Dolichoderinae
Dolichoderus thoracicus
Iridomyrmex anceps
Tapinoma melanocephalum

4
5
6
7
8
9
10
11

Metode
Pitfall
Winkler

Jumlah

16
44914
969

1
1
27

17
44915
996

Formicinae
Anoplolepis gracilipes
Camponotus reticulatus
Camponotus sp.47
Oecophylla smaragdina
Paratrechina longicornis
Paratrechina sp.17
Paratrechina sp.24
Polyrachis acuata

5757
2
316
18
3455
21
502
6

15
0
3
0
3
0
13
0

5772
2
319
18
3458
21
515
6

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Myrmicinae
Cardiocondyla nuda
Crematogaster difformis
Crematogaster sp.10
Monomorium destructor
Monomorium floricola
Monomorium monomorium
Monomorium sp.08
Oligomyrmex sp.10
Pheidole sp.01
Pheidole sp.02
Pheidole sp.03
Solenopsis geminata
Solenopsis sp.02
Strumigenys emmae
Tetramorium pacificum
Tetramorium smithi
Tetramorium walshi

13
24
14
772
728
200
5
11
1231
6
3
4126
77
7
82
124
3722

0
0
1
24
42
5
1
8
132
0
0
58
80
55
0
41
162

13
24
15
796
770
205
6
19
1363
6
3
4184
157
62
82
165
3884

29
30
31
32
33
34
35

Ponerinae
Anochetus graeffei
Hypoponera sp.01
Hypoponera sp.02
Hypoponera sp.03
Odontomachus similimus
Platyhyrea parallela
Ponera sp.01

20
7
0
0
926
0
1

17
0
3
3
16
1
0

37
7
3
3
942
1
1

68.075
33

712
25

68.787
35

Jumlah Individu
Jumlah Spesies

18
Tabel 6 Jenis dan jumlah individu spesies semut yang ditemukan keberadaanya
berdasarkan waktu pengambilan contoh
No

Spesies

1
2
3

Dolichoderinae
Dolichoderus thoracicus
Iridomyrmex anceps
Tapinoma melanocephalum

4
5
6
7
8
9
10
11

1

Bulan
2

3

Jumlah

5
30596
250

3
5508
262

9
8811
484

17
44915
996

Formicinae
Anoplolepis gracilipes
Camponotus reticulatus
Camponotus sp.47
Oecophylla smaragdina
Paratrechina longicornis
Paratrechina sp.17
Paratrechina sp.24
Polyrachis acuata

1747
0
89
7
1136
8
197
1

2568
1
106
4
718
8
140
0

1457
1
124
7
1604
5
178
5

5772
2
319
18
3458
21
515
6

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Myrmicinae
Cardiocondyla nuda
Crematogaster difformis
Crematogaster sp.10
Monomorium destructor
Monomorium floricola
Monomorium monomorium
Monomorium sp.04
Oligomyrmex sp.10
Pheidole sp.01
Pheidole sp.02
Pheidole sp.03
Solenopsis geminata
Solenopsis sp.02
Strumigenys emmae
Tetramorium pacificum
Tetramorium smithi
Tetramorium walshi

10
5
3
295
438
57
4
2
403
2
0
2095
39
2
8
80
1175

0
9
5
156
174
38
1
10
387
0
3
961
55
17
25
63
1129

3
10
7
345
158
110
1
7
573
4
0
1128
63
43
49
22
1580

13
24
15
796
770
205
6
19
1363
6
3
4184
157
62
82
165
3884

29
30
31
32
33
34
35

Ponerinae
Anochetus graeffei
Hypoponera sp.01
Hypoponera sp.02
Hypoponera sp.03
Odontomachus similimus
Platyhyrea parallela
Ponera sp.01

3
2
0
0
264
0
1

12
2
1
0
303
0
0

22
3
2
3
375
1
0

37
7
3
3
942
1
1

38.924
29

12.669
28

17.194
33

68.787

Jumlah Individu
Jumlah Spesies

19
Pembahasan
Struktur komunitas Semut di Pulau Bokor, Rambut dan Untung Jawa.
Komunitas semut terdiri dari 4 subfamili yakni Dolichoderinae, Formicinae,
Myrmicinae, dan Ponerinae. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Rizali et
al. (2006), maka subfamili Pseudomyrmicinae tidak ditemukan pada hasil
penelitian ini. Menurut Hashimoto (2003), subfamili ini memiliki satu genus
(Tetraponera) yang beraktivitas di bagian-bagian tumbuhan dan hasil penelitian
Rizali et al. (2006), juga menunjukkan frekuensi ditemukan spesies Tetraponera
sp.01 lebih banyak ditemukan pada vegetasi tumbuhan, sehingga metode winkler
dan pitfall trap yang digunakan tidak efektif untuk mendapatkan spesies tersebut.
Subfamili Dolichoderinae. Hasil penelitian sebelumnya (Rizali et al. 2006)
menemukan spesies Philidris sp.01, Philidris sp.02, Tapinoma sp.07, T. albipes,
dan T. kraepelini, namun pada penelitian ini tidak ditemukan spesies-spesies
tersebut. Faktor yang memengaruhi adalah ketidaksesuaian perilaku semut dengan
metode pengambilan contoh semut yang digunakan. Genus Philidris merupakan
kelompok spesies yang meletakkan sarang di bagian cabang atau ranting
tumbuhan (Shattuck 2000; Brown 2000; Hashimoto 2003), dan sesuai dengan
hasil penelitian Maeyama & Matsumoto (2000) yang menginformasikan genus
Philidris merupakan spesies yang hidup di tumbuhan (arboreal), dan dapat
ditemukan pada tumbuhan di hutan mangrove.
Genus Tapinoma menurut Brown (2000) merupakan spesies yang memiliki
relung yang beragam, dan diduga Tapinoma sp.07 merupakan spesies yang
banyak beraktivitas di tumbuhan. Sedangkan, genus Technomyrmex merupakan
scavenger (pemakan sisa-sisa makhluk hidup yang telah mati) yang mencari
makanan di permukaan tanah dan vegetasi tumbuhan, dengan sarang yang berada
di tanah, cabang-cabang tanaman, ranting (Brown 2000; Hashimoto 2003),
aktivitas ketiga serangga yang berada di bagian tumbuhan menyebabkan tidak
terkoleksi dengan menggunakan metode winkler dan pitfall trap.
Spesies D. thoracicus merupakan spesies yang hanya ditemukan di Pulau
Untung Jawa. Menurut See & Khoo (1996), spesies ditemukan di areal budidaya

20
tanaman dan merupakan predator dari Conopomorpha cramerella, sehingga
memungkinkan keberadaanya di Pulau Untung Jawa yang memiliki habitat
tersebut. Walaupun hasil penelitian Rizali et al. (2006), menunjukkan bahwa
spesies ini juga ditemukan pada pulau yang tidak memiliki areal budidaya
tanaman (Pulau Bokor).
Spesies I. anceps dan T. melanocephalum merupakan spesies yang memiliki
jumlah individu terbesar, disebabkan kedua spesies merupakan spesies yang
berasosiasi pada daerah yang dihuni oleh manusia atau pemukiman hingga habitat
alam (Hölldobler & Wilson 1990; Schultz & McGlynn 2000), dan menurut
Hölldobler & Wilson (1990) spesies tersebut memiliki kemampuan menghasilkan
semut pekerja dalam jumlah yang banyak, sehingga mampu berkompetisi dengan
spesies lainnya dan mampu menempati relung yang beragam.
Subfamili Formicinae. Spesies A. gracilipes, O. smaragdina, Paratrechina
sp.17, dan P. acuata tidak di temukan di Pulau Bokor