Pemurnian Silikon Asal Arang Sekam Padi Menggunakan Magnesium dan Gas Nitrogen

PEMURNIAN SILIKON ASAL ARANG SEKAM PADI
MENGGUNAKAN MAGNESIUM DAN GAS NITROGEN

ANISYAH IS PURWATI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemurnian Silikon Asal
Arang Sekam Padi Menggunakan Magnesium dan Gas Nitrogen adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015

Anisyah Is Purwati
NIM G44100033

ABSTRAK
ANISYAH IS PURWATI. Pemurnian Silikon Asal Arang Sekam Padi
Mengunakan Magnesium dan Gas Nitrogen. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan
SRI SUGIARTI.
Arang sekam padi merupakan limbah pertanian yang mengandung 72%
silika yang dapat berpotensi sebagai alternatif sumber silikon. Silikon dari silika
asal sekam padi ini dimurnikan dengan cara mereduksi silika menggunakan
magnesium dan hasil reduksinya dicuci menggunakan HCl 3%. Oksigen dari
udara yang ada selama proses reduksi diduga ikut bereaksi dengan magnesium
sehingga fase silika masih terdapat pada hasil reduksi. Tujuan penelitian ini
adalah membandingkan kemurnian silikon hasil reduksi silika menggunakan
magnesium yang dialiri gas nitrogen dan tanpa dialiri gas nitrogen. Pemberian gas
nitrogen bertujuan mencegah oksigen dari udara ikut beraksi sehingga magnesium
hanya beraksi dengan silika. Pencirian silikon dilakukan menggunakan X-Ray

Diffraction dan data dianalisis menggunakan program Match 2. Jumlah silikon
dari proses reduksi tanpa dialiri gas nitrogen setelah pencucian dengan HCl 3%
ialah 59%. Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan jumlah silikon dari proses
reduksi yang dialiri gas nitrogen, yaitu 64%. Pemberian gas nitrogen pada proses
reduksi silika menggunakan magnesium memberikan efek pada kemurnian silikon.
Kata kunci: gas nitrogen, reduksi silika, sekam padi, silikon

ABSTRACT
ANISYAH IS PURWATI. Purification of Silicon from Rice Husk Charcoal Using
Magnesium and Nitrogen Gas. Supervised by ETI ROHAETI and SRI
SUGIARTI.
Rice husk charcoal is an agricultural waste containing 72% silica that is a
potential alternative source of silicon. Silicon from silica derived from the husk
was purified by reduction using magnesium and subsequently washing with HCl
3%. Oxygen in air is suspected to react with the magnesium during the reduction
process, such that the silica form was still present in the reduction product. The
objective of this research is to compare the purity of silicon obtained from silica
reduction using magnesium under nitrogen gas flow and under ambient air flow.
The nitrogen gas was used to avoid oxygen from reacting so the magnesium
only reacted with the silica. The silicon was characterized using X-Ray Diffraction

and data were analyzed using Match 2 software. The yield of silicon from the
reduction process without nitrogen gas flow was 59%. This is smaller than the
64% silicon yield obtained from the reduction process using nitrogen gas flow.
Application of nitrogen gas flow to the silica reduction process with magnesium
increases the silicon yield and affecyed the silicon purity.
Keywords: nitrogen gas, rice husk, silica reduction, silicon

PEMURNIAN SILIKON ASAL ARANG SEKAM PADI
MENGGUNAKAN MAGNESIUM DAN GAS NITROGEN

ANISYAH IS PURWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Pemurnian Silikon Asal Arang Sekam Padi Menggunakan
Magnesium dan Gas Nitrogen
Nama
: Anisyah Is Purwati
NIM
: G44100033

Disetujui oleh

Dr Eti Rohaeti, MS
Pembimbing I

Sri Sugiarti, PhD
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan April 2014 sampai Desember 2014 serta menyelesaikan
karya ilmiah dengan judul Pemurnian Silikon Asal Arang Sekam Padi
Menggunakan Magnesium dan Gas Nitrogen.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Eti Rohaeti, MS selaku
pembimbing pertama dan Ibu Sri Sugiarti, PhD selaku pembimbing kedua yang
telah memberikan saran, arahan, dorongan semangat, dan doa kepada penulis
selama melaksanakan penelitian ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
Ayah, Ibu, Adik, dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Alit Pradana, Mirma Prameswari, Baiq Amelia
Riyandari, Karina Dania Agusta, Eva Lilis Nurgilis, Lestari Pudjiastuti, Ibrahim,
dan Raodatul Jannah yang turut membantu selama penelitian berlangsung. Ucapan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Kimia Analitik
(Pak Eman, Pak Dede, Pak Kosasih, dan Bu Nunung) dan staf Laboratorium
Kimia Anorganik (Pak Sawal, Pak Mul, dan Pak Sunarsa) atas arahan dan
bantuannya selama bekerja di laboratorium, serta pihak di Batan Tenaga Nuklir
Nuklir Nasional (BATAN), yaitu Bapak Sulistioso Giat Sukaryo, MT yang telah
membantu dalam analisis XRD. Semoga Allah SWT membalas segala bantuan
dan doa dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Bogor, Februari 2015
Anisyah Is Purwati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Waktu dan Tempat

Alat dan Bahan
Prosedur
HASIL DAN PEMBAHASAN
Silika Asal Sekam Padi
Reduksi Silika oleh Magnesium
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
2
2
2
3

4
4
6
11
11
11
11
13
35

DAFTAR TABEL
1 Kandungan kimia arang sekam padi
2 Komposisi fase yang terbentuk pada contoh silikon 1
3 Komposisi fase yang terbentuk pada contoh silikon 2

1
8
10

DAFTAR GAMBAR

1 Perubahan warna silika sebelum dan setelah penghilangan karbon (suhu
1000 °C)
2 Difraktogram silika asal sekam padi
3 Silikon sebelum dan setelah pencucian dengan HCl 3%
4 Difraktogram sinar-X silikon 1 sebelum pencucian dan setelah
pencucian dengan HCl 3%
5 Difraktogram sinar-X silikon 2 sebelum pencucian dan setelah
pencucian dengan HCl 3%

5
5
7
7
9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

5

Bagan alir penelitian
Tataan alat untuk reduksi silika
Hasil analisis XRD Silika menggunakan progam Match 2
Hasil analisis XRD Silikon 1 menggunakan progam Match 2
Hasil analisis XRD Silikon 2 menggunakan progam Match 2

13
14
16
19
25

PENDAHULUAN
Limbah pertanian merupakan bahan buangan atau bahan sisa dari proses
pengolahan hasil pertanian. Proses penghancuran limbah ini secara alami
berlangsung lambat sehingga tumpukan limbah tersebut mengganggu lingkungan
sekitar serta berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Akan tetapi limbah
pertanian tersebut sebenarnya dapat diolah lebih lanjut menjadi hasil samping

yang berguna. Salah satu limbah pertanian yang keberadaannya cukup melimpah
di Indonesia ialah sekam padi.
Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi yang merupakan produk
sampingan atau limbah dari proses penggilingan padi. Menurut BPPP (2001)
komposisi sekam padi terhadap bobot awal gabah, yaitu sekitar 20-30%.
Berdasarkan angka ramalan II Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi di
Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 70.87 juta ton. Hal ini
menunjukan limbah sekam padi yang dihasilkan bangsa Indonesia pada tahun
2013 sekitar 14.17-21.26 juta ton. Keberadaan limbah sekam padi yang melimpah
tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal.
Penelitian mengenai potensi sekam padi sudah banyak dilakukan tetapi
pemanfaatannya secara langsung di lapangan masih terbatas pada beberapa hal
seperti pakan ternak, media tanam, alas kandang unggas, dan bahan bakar
langsung. Pemanfaatan sekam padi sebagai bahan bakar ternyata menimbulkan
limbah baru, yaitu arang sekam padi. Oleh karena itu diperlukan penanganan yang
tepat guna sehingga tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan akibat
limbah arang sekam padi tersebut. Kandungan kimia arang sekam padi
ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan kimia arang sekam padi (Della et al. 2002)
Elemen

Kandungan (%)

SiO2

72.10

Al2O3

0.30

Fe2O3

0.15

CaO

0.43

Na2O

0.50

K 2O

0.72

MnO

0.15

TiO2

0.05

MgO

0.70

P 2O 5

0.06

Hilang akibat pembakaran

24.3

Tabel 1 menunjukkan limbah arang sekam dapat diolah lebih lanjut sebagai
sumber alternatif silikon dioksida (silika) karena komposisinya yang mencapai
72.10%. Silika yang dihasilkan dari sekam padi ini menurut Agung et al. (2013),
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan silika mineral, yaitu silika sekam padi

2
memiliki butiran halus, lebih reaktif, serta didukung oleh ketersediaan bahan baku
yang melimpah. Pemisahan silika dari sekam padi dapat dilakukan dengan metode
pengabuan (Della et al. 2002; Harsono 2002; Hikmawati 2010; Suparman 2010).
Silika asal sekam padi ini berfungsi sebagai dessicant, adsorben, media filter, dan
komponen katalisator, serta berpotensi untuk menghasilkan silikon sebagai bahan
dasar semikonduktor (Agung et al. 2013).
Pemurnian silikon dari silika dapat dilakukan dengan cara mereduksi silika
sekam padi menggunakan magnesium (Mg) sebagai reduktor (Sadique 2010;
Hikmawati 2010; Ahmad 2012; Muzikarno 2013). Hasil reduksi selanjutnya
dicuci dengan HCl untuk menghilangkan unsur-unsur pengotor sehingga
dihasilkan silikon murni (Hikmawati 2010, Ahmad 2012. Dan Muzikarno 2013).
Pemurnian silikon dari sekam padi ini telah dilaporkan oleh beberapa peneliti di
antaranya Hikmawati (2010) memperoleh silikon dengan kadar 79.17%, Ahmad
(2012) memperoleh silikon dengan kemurnian 42.29%, dan Muzikarno (2013)
memperoleh silikon dengan kemurnian 60.87%. Namun pada difraktogram sinarX yang dihasilkan masih menunjukkan adanya puncak silika pada titik 21.84
(Ahmad 2012) dan pada titik 21.81 (Muzikarno 2013). Hal ini menunjukkan
adanya silika yang belum tereduksi sehingga dihasilkan kemurnian silikon yang
masih rendah. Proses reduksi silika tersebut dilakukan dalam wadah terbuka
sehingga dimungkinkan adanya magnesium yang bereaksi dengan oksigen dari
udara. Oleh karena itu, pada penelitian ini proses reduksi silika akan dilakukan
dalam wadah tertutup yang dialiri gas nitrogen (untuk mencegah oksigen dari
udara ikut bereaksi) dan membandingkan kemurnian silikon hasil reduksi silika
yang dialiri gas nitrogen dan tanpa dialiri gas nitrogen. Silikon yang dihasilkan
dari proses reduksi tersebut diharapkan memiliki kemurnian yang tinggi.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Desember 2014 di Laboratorium
Kimia Analitik dan Laboratorium Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Institut
Pertanian Bogor (IPB) dan analisis menggunakan XRD di Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) Serpong, Tanggerang.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat alat gelas, tanur Nabertherm
Germany, hot plate dan stirer Heidolph MR 3001, neraca analitik, cawan porselin
30 mL, reaktor tabung alumina tertutup, reaktor tabung alumina tertutup dengan
cerat gas, selang tembaga, dan XRD merk Shimadzu XD 610. Bahan-bahan yang
digunakan adalah limbah arang sekam padi dari hasil pembakaran bahan bakar
tungku sekam IPB, HCl 37%, pita magnesium dari Merck (kandungan Mg

3
>99.5%), kertas saring bebas abu (Whatman No 1), gas nitrogen, bubuk alumina,
dan akuades.

Prosedur
Prosedur penelitian terdiri atas 3 tahap, yaitu penyiapan silika dengan
metode pengabuan, pemurnian silikon, dan pencirian silika dan silikon
menggunakan XRD. Tahapan penyiapan silika di antaranya pengabuan arang
sekam padi dan pencucian abu sekam padi dengan HCl 3% sedangkan tahapan
pemurnian silikon di antaranya reduksi silika oleh magnesium tanpa aliran gas
nitrogen, reduksi silika oleh magnesium dengan aliran gas nitrogen, dan
pencucian hasil reduksi dengan HCl 3%. Secara umum bagan alir penelitian dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Penyiapan silika dengan metode pengabuan
Tahap pembuatan silika dengan metode pengabuan mengacu pada
Hikmawati (2010). Pengabuan dilakukan dengan pemanasan bertingkat, mulamula arang sekam ditimbang dalam cawan porselin kemudian dipanaskan pada
suhu 400 °C selama 2 jam. Pemanasan dilanjutkan pada suhu 1000 °C selama 1
jam. Tahap selanjutnya untuk mendapatkan silika adalah pencucian abu sekam
padi (silika) menggunakan HCl. Abu sekam padi mula-mula dimasukkan dalam
gelas piala lalu dicampurkan dengan HCl 3% (12 mL HCl 3% untuk 1 gram abu
sekam), kemudian dipanaskan di atas hot plate (tombol pengatur suhu pada
penangas di atur sehingga menunjukkan skala suhu 200 °C) dan diaduk dengan
pengaduk magnet pada kecepatan 240 rpm selama 2 jam. Setelah itu sampel
dicuci menggunakan akuades panas berulang-ulang sampai bebas asam lalu
disaring dengan kertas saring bebas abu. Hasil penyaringan dipanaskan dalam
tanur dengan suhu 1000 °C hingga diperoleh silika berwarna putih.
Pemurnian Silikon
Pemurnian silikon ini mengacu pada Muzikarno (2013) dan Ahmad (2012).
Pembuatan silikon dilakukan melalui 2 tahap, yaitu silika direduksi oleh
magnesium kemudian hasil reduksi silika dan residunya dicuci dengan HCl.
Tahap pertama, reduksi silika dengan magnesium yang dilakukan dalam dua
kondisi, yaitu kondisi tanpa dialiri gas nitrogen dan kondisi dengan dialiri gas
nitrogen (untuk mencegah oksigen dari udara bereaksi). Tataan alat untuk reduksi
dapat dilihat pada Lampiran 2. Mula-mula pita magnesium diamplas dan dipotong
kecil-kecil. Kondisi pertama, tanpa dialiri gas nitrogen, silika dan magnesium
dengan perbandingan magnesium dan silika 1:1 (magnesium berlebih)
dimasukkan dalam tabung alumina tertutup. Kemudian dipanaskan dalam tanur
selama 1 jam pada suhu 650 °C. Kondisi kedua, dialiri gas nitrogen, silika dan
magnesium dengan perbandingan magnesium dan silika 1:1 (magnesium berlebih)
dimasukan dalam rangkaian reaktor tabung alumina tertutup dengan cerat gas
kemudian reaktor dihubungkan dengan tabung gas nitrogen menggunakan selang
tembaga. Kemudian dipanaskan dalam tanur pada suhu 650 °C selama 1 jam
sambil dialiri gas nitrogen dengan kecepatan .

4
Tahap selanjutnya, yaitu pencuncian hasil reduksi dan residunya dengan
HCl 3%. Hasil reduksi dan residunya mula-mula dimasukkan dalam gelas piala
lalu ditambahkan HCl 3%. Selanjutnya campuran dipanaskan di atas hot plate
(skala 200 °C) sambil diaduk dengan pengaduk magnet pada kecepatan 240 rpm
selama 2 jam. Pencucian dengan HCl dilakukan sebnayak 2 kali. Setelah itu,
sampel dicuci dengan akuades panas hingga bebas asam dan disaring dengan
kertas saring Whatman No 1 lalu dikeringkan selama 12 jam pada suhu 110 °C.
Pencirian Fase dengan X-Ray Diffraction (XRD)
Silika dan silikon yang dihasilkan kemudian dianalisis menggunakan XRD.
Analisis ini menggunakan sampel berbentuk bubuk. Sumber sinar yang digunakan
adalah Cu pada garis Kα dengan panjang gelombang 0.15406 nm. Sudut untuk
penembakan silika adalah antara 10-90° sedangkan silikon antara 10-100°.
Analisis data dilakukan menggunakan program Match 2 untuk mengidentifikasi
fase yang terbentuk serta mentukan struktur dan sitem kristal yang terbentuk.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Silika Asal Sekam Padi
Silika atau silikon dioksida (SiO2) merupakan material oksida yang
keberadaanya berlimpah di alam baik dalam bentuk amorf maupun kristalin.
Pada penelitian ini silika diperoleh dari pengabuan arang sekam padi. Pemisahan
silika dari sekam padi dilakukan melalui 2 tahap, yaitu pengabuan arang sekam
padi dan pencucian abu sekam padi. Proses pengabuan mula-mula dilakukan pada
suhu 400 °C kemudian dilanjutkan pada suhu 1000 °C. Menurut Hikmawati
(2010), pada suhu pengabuan 1000 °C, abu yang dihasilkan sedikit dan masa yang
hilang banyak. Fenomena ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengabuan
maka proses pengabuan semakin sempurna, hal ini disebabkan oleh unsur organik
dari arang sekam padi akan hilang sehingga hanya tersisa abu sekam padi (silika).
Tahap kedua, yaitu proses pencucian abu sekam padi menggunakan HCl 3%
mampu menghilangkan pengotor dalam abu sekam padi sehingga dihasilkan silika
murni (Hikmawati 2010). Warna abu sekam padi yang dihasilkan setelah proses
pencucian adalah abu-abu. Hal tersebut menunjukkan abu sekam padi masih
mengandung sedikit karbon. Oleh karena itu, setelah proses pencucian, abu sekam
padi dipanaskan kembali pada suhu 1000 °C untuk menghilangkan karbon yang
masih terdapat didalamnya. Pemanasan dilakukan hingga abu sekam padi berubah
warna menjadi putih. Perubahan warna silika tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Perubahan warna abu sekam ini berhubungan dengan tranformasi struktur silika
yang terjadi selama proses pembakaran (Della et al. 2002).

5

(a)
(b)
Gambar 1 Perubahan warna silika (a) sebelum dan (b) setelah penghilangan
karbon (suhu 1000 °C)
Pencirian silika asal sekam padi dilakukan menggunakan XRD. Proses ini
berfungsi untuk menganalisis keberadaan silika yang diharapkan. Difraktogram
silika asal sekam padi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Difraktogram silika asal sekam padi
Hasil pencirian dengan XRD ini dianalisis menggunakan progam Match 2
dengan database ICDD (International Center for Diffraction Data) 96-900-8228
sebagai referensi sehingga dapat dikonfirmasi bahwa fase anorganik yang
terbentuk merupakan puncak silika dengan struktur kristal kristobalit dan sistem
kristal tetragonal. Selain itu, database ICDD 96-901-4492 juga mengkonfirmasi
adanya fase silika dengan struktur kristal tridimit dan sistem kristal monoklinik
(Lampiran 3). Gambar 2 menunjukkan puncak dengan intensitas tertinggi, yaitu
pada titik 21.70° (4.0915 Å) dan titik 35.92° (2.4983 Å) merupakan puncak silika
kristobalit. Sementara itu, puncak silika tridimit ditunjukkan pada titik 21.14°
(4.1995 Å) dan 22.51° (3.4959 Å) Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh
Herdianita et al. (1999), bahwa silika kristobalit menunjukkan dua puncak XRD
yang intensif pada 4.04 Å dan 2.49 Å sedangkan silika tridimit menunjukkan dua
puncak XRD yang intensif pada 4.11 Å dan 4.33 Å. Kristobalit dan tridimit
merupakan kristal silika dengan bentuk struktur yang stabil. Silika yang
dihasilkan pada penelitian ini baik dengan struktur kristal kristobalit maupun

6
dengan kristal tridimit disebabkan oleh suhu pemanasan abu yang mencapai
1000 °C. Menurut Yusmaniar et al. (2007), transformasi silika amorf ke bentuk
kristal tridimit atau kristobalit terjadi pada suhu 1000 °C. Semakin tinggi suhu
maka energi yang dihasilkan akan semakin besar. Energi inilah yang digunakan
silika amorf untuk bertransformasi ke bentuk tridimit atau kristobalit.

Reduksi Silika oleh Magnesium
Silika yang dihasilkan selanjutnya direduksi oleh magnesium (Mg) agar
membentuk silikon (Si). Menurut Larbi (2010), hasil pengujian DTA
menunjukkan bahwa proses reduksi silika oleh magnesium berada pada suhu
643 °C. Suhu tersebut lebih rendah dibandingkan agen pereduksi lainnya seperti
karbon (C), kalsium (Ca), dan aluminium (Al). Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan magnesium sebagai agen pereduksi. Suhu yang rendah bermakna
energi yang dibutuhkan dalam membuat silikon juga lebih rendah. Reaksi yang
diharapkan terjadi pada proses reduksi tersebut ialah sebagai berikut
SiO2 (s) + 2Mg(s) → 2MgO(s) + Si(s)
Secara stoikiometri, nisbah antara bobot silika dan magnesium yang
digunakan, yaitu 60 gram silika dan 48 gram magnesium atau 6:5, namun pada
penelitian ini bobot magnesium yang digunakan berlebih sehingga nisbah
bobotnya menjadi 6:6 atau 1:1. Hal ini bertujuan agar reaksi dapat berjalan
sempurna karena magnesium diharapkan mereduksi seluruh silika yang ada.
Proses reduksi silika oleh magnesium dilakukan dalam 2 kondisi yang berbeda.
Kondisi pertama, yaitu proses reduksi berlangsung tanpa dialiri gas nitrogen dan
kondisi kedua, yaitu proses reduksi berlangsung dengan dialiri gas nitrogen (tidak
ada oksigen dari udara). Perbedaan kondisi ini bertujuan membandingkan
pengaruh oksigen terhadap kemurnian dan struktur silikon.
Selanjutnya, tahap pencucian dengan HCl 3% bertujuan meningkatkan
kemurnian silikon yang dihasilkan. Hal ini disebabkan HCl 3% mampu
menghilangkan pengotor seperti Mg, MgO, dan Mg2Si (Sadique 2010). Pencucian
silikon dengan HCl dilakukan selama 2 jam sebanyak 2 kali. Adjiantoro (2012)
melaporkan pengamatan struktur partikel Si dari proses pelindian menggunakan
HCl 2.45 mol/L menunjukan pada waktu pelindian 24 sampai 96 jam partikel Si
masih mengandung unsur pengotor yang terdapat pada batas butir kristal Si
sedangkan pada waktu pelindian 120 jam partikel Si relatif bersih dari unsur
pengotor khususnya pada butir kristal Si. Hal tersebut menunjukkan semakin
bertambah waktu pencucian atau pelindian, kandungan unsur pengotor yang ada
dalam silikon semakin berkurang. Silikon hasil reduksi silika oleh magnesium
pada penelitian ini berwarna abu-abu (Gambar 3).

7

(a)
(b)
Gambar 3 Silikon (a) sebelum dan (b) setelah pencucian dengan HCl 3%
Silikon yang dihasilkan selanjutnya dicirikan juga menggunakan XRD
untuk mengidentifikasi fase lain yang mungkin masih ada selain silikon. Selain itu,
penentuan struktur kristal silikon yang dihasilkan dari kedua kondisi tersebut baik
sebelum pencucian maupun setelah pencucian juga dicirikan menggunakan XRD.
Difaktogram silikon tanpa dialiri gas nitrogen (Silikon 1) dapat dilihat pada
Gambar 4.
a

b

Gambar 4 Difraktogram sinar-X silikon 1 (a) sebelum pencucian dan (b)
setelah pencucian dengan HCl 3%

8
Tabel 2 Komposisi fase yang terbentuk pada contoh silikon 1
Kode Contoh

Fase Yang Terbentuk
MgO

Silikon 1A

Mg2Si

Silikon 1B

Si
MgO
SiO2
Si

Nama
Periclase
Magnesium
Silikat
Silikon
Periclase
Quartz
Silikon

Jumlah (%)
60.70
31.40
7.90
18.10
23.20
58.70

Gambar 4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan fase pada difraktogram
sinar-X sebelum pencucian dan setelah pencucian dengan HCl 3%. Sebelum
pencucian, fase yang muncul pada contoh silikon 1 selain Si, yaitu MgO di titik
36.92, 42.89, 62.25, 74,69, 78.60, 93.99° dan Mg2Si di titik 24.20, 28.03, 40.00,
57.93, 63.64, 65.60, 72.78, 86.47, 91.48° (Gambar 4a dan Lampiran 4). Menurut
Sadique (2010), senyawa MgO dan Mg2Si merupakan fase yang terbentuk pada
hasil reduksi silika menggunakan magnesium. Mg2Si yang terbentuk dapat
disebabkan oleh kelebihan Mg yang bereaksi dengan SiO2. Pada awal proses
pencucian hasil reduksi dengan HCl 3% muncul percikan api yang diduga berasal
dari Mg2Si yang terbentuk. Hal tersebut sesuai dengan yang dilaporkan oleh
Sadique (2010) bahwa Mg2Si akan menyebabkan reaksi keras jika terkena HCl.
Reaksi antara Mg2Si dan HCl tersebut mengahasilkan gas silan (SiH4) yang
bersifat reaktif dan karena adanya oksigen dari udara maka secara spontan gas
tersebut akan terbakar. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya percikan api.
Reaksi yang terjadi antara Mg2Si dan HCl, yaitu sebagai berikut
Mg2Si (s) + 4HCl(aq) → SiH4(g) + 2MgCl2(s)
SiH4 (g) + 2O2(aq) → SiO2(s) + 2H2O(aq)
Difraktogram contoh silikon 1 setelah pencucian menunjukkan fase yang
masih terdapat pada contoh selain Si, yaitu MgO di titik 40.10° dan 47.28° serta
SiO2 di titik 22.59, 39.72, 41.77, 62.80, dan 72.88° (Gambar 4b dan Lampiran 4).
Tabel 2 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa jumlah fase MgO setelah pencucian
lebih sedikit dibandingkan sebelum pencucian. Fenomena tersebut menunjukkan
HCl mampu untuk melarutkan MgO sehingga jumlah MgO pada contoh
berkurang. Begitu pula pada fase Mg2Si yang hilang setelah proses pencucian
contoh silikon 1 dengan HCl 3%. Hilangnya fase Mg2Si dan berkurangnya fase
MgO menyebabkan jumlah Si pada contoh silikon 1 meningkat menjadi 58.70%
(Tabel 2). Persentase jumlah silikon tersebut diperoleh tanpa menghitung
rendemen silikon yang terebentuk. Gambar 4b menunjukkan adanya fase SiO2
yang muncul setelah pencucian. Hal tersebut diduga fase SiO2 sebenarnya sudah
ada pada contoh silikon 1 sebelum pencucian, namun puncaknya tidak terlihat
karena intensitasnya sangat rendah. Selain itu, fase SiO2 yang muncul setelah
proses pencucian diduga berasal dari hasil reaksi antara Mg2Si dan HCl yang
terbakar di udara dan kemudian membentuk SiO2. Berdasarkan database ICDD
yang ada pada program Match 2, dapat dikonfirmasi bahwa struktur kristal silikon

9
1 (tanpa dialiri gas nitrogen) memiliki sistem kristal kubus. Hal ini sesuai dengan
yang dilaporkan Larbi (2010), silikon dalam keadan murni memiliki bentuk kristal
dengan sistem kubus berpusat muka.
Proses reduksi silika selanjutnya dilakukan dengan menggunakan aliran gas
nitrogen. Gas tersebut bersifat inert sehingga tidak akan ikut bereaksi pada proses
reduksi. Aliran gas nitrogen ini bertujuan mencegah oksigen yang ada pada sistem
beraksi dengan contoh sehingga Mg tidak teroksidasi oleh oksigen dari udara dan
hanya bereaksi dengan SiO2. Gas nitrogen dialirkan selama 1 jam saat proses
reduksi pada suhu 650 °C dengan laju alir 2.5 mL/menit. Pencirian contoh silikon
dengan dialiri gas nitrogen (Silikon 2) dapat dilihat pada Gambar 5.

a
.

b
.

Gambar 5 Difraktogram sinar-X silikon 2 (a) sebelum pencucian dan (b)
setelah pencucian dengan HCl 3%

10
Tabel 3 Komposisi fase yang terbentuk pada contoh silikon 2
Kode Contoh

Silikon 2A

Fase Yang Terbentuk
Si
MgO
SiO2
Mg2Si

Silikon 2B

Si
MgO
SiO2

Nama
Silikon
Periclase
SiO2
Magnesium
Silikat
Silikon
Periclase
SiO2

Jumlah (%)
7.40
46.40
9.70
36.50
64.10
4.10
31.90

Gambar 5 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan fase pada difraktogram
sinar-X sebelum pencucian dan setelah pencucian hasil reduksi dengan HCl 3%.
Gambar 5a dan Tabel 3 menunjukkan fase yang terbentuk pada contoh silikon 2
sebelum pencucian, yaitu Si, MgO, SiO2, dan Mg2Si. Adanya fase MgO dan
Mg2Si serta SiO2 yang masih terbentuk menunjukkan bahwa lingkungan dalam
rangkaian proses reduksi belum sepenuhnya inert. Setelah pencucian fase Mg2Si
hilang dan fase MgO berkurang sehingga komposisi Si dalam contoh meningkat
(Gambar 5b dan Tabel 3). Namun, Tabel 3 menunjukkan jumlah SiO2 yang
terbentuk setelah pencucian dengan HCl 3% meningkat menjadi 31.90%. Hal ini
dapat disebabkan oleh gasi silan (hasil reaksi antara Mg2Si dan HCl 3%) yang
terbakar di udara membentuk SiO2 kembali. Menurut Swatsitang et al. (2009) dan
Ikram et al. (1988), SiO2 tidak reaktif terhadap asam kecuali dengan HF.
Penambahan HF menyebabkan SiO2 berubah menjadi SiF4 yang kemudian
menguap. Reaksi yang terjadi antara SiO2 dan HF, yaitu sebagai berikut
SiO2 (s) + 4HF(aq) → SiF4(g) + 2H2O(aq)
Kemampuan HF melarutkan SiO2 yang tidak bereaksi pada hasil reduksi
silika akan meningkatkan kemurnian silikon. Swatsitang et al. (2009) melaporkan
kemurnian silikon yang dihasilkan setelah pencucian dengan HCl dan HF
mencapai 99%. Masih adanya SiO2 yang terbentuk menyebabkan jumlah Si yang
dipeeroleh tidak terlalu besar. Jumlah silikon 2 yang terbentuk, yaitu 64.10%.
Nilai tersebut masih berada di bawah tingkat kemurnian silikon sebagai bahan
semikonduktor. Menurut Gustiono et al. (2012), silikon yang biasanya digunakan
sebagai bahan semikonduktor, yaitu Solar Grade Silicon (SG-Si) dengan tingkat
kemurnian 99.9999 (6N) dan Elektronik Grade Gilicon (EG-Si) dengan tingkat
kemurnian 99.9999999 (9N).
Swatsitang et al. (2009) melaporkan bahwa proses reduksi silika amorf
menggunakan magnesium bubuk dalam atmosfer gas argon (Ar) pada suhu
650 °C optimum pada waktu 3 jam dan memberikan kemurnian mencapai 99%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa lamanya waktu proses reduksi silika
menggunakan magnesium dengan aliran gas nitrogen juga masih perlu dioptimasi.
Akan tetapi, jumlah silikon 2 (dialiri gas nitrogen) yang diperoleh pada penelitian
ini lebih besar jika dibandingkan jumlah silikon 1 (tanpa dialiri gas nitrogen). Hal
ini menunjukkan gas nitrogen dapat mencegah oksigen dari udara bereaksi
sehingga memberikan pengaruh terhadap kemurnian silikon. Oleh karena itu,

11
pemurnian silikon pada penelitian ini efektif dilakukan pada kondisi kedua, yaitu
reduksi silika menggunakan magnesium dengan dialiri gas nitrogen.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Silika asal sekam padi berhasil direduksi menggunakan magnesium dalam
wadah tertutup yang dialiri gas nitrogen dan tanpa dialiri gas nitrogen. Pencucian
hasil reduksi menggunakan HCl 3% mampu mengurangi dan menghilangkan
beberapa pengotor seperti Mg, MgO, dan Mg2Si dari contoh silikon. Jumlah
silikon dari proses reduksi tanpa dialiri gas nitrogen setelah pencucian dengan
HCl, yaitu 59% sedangkan jumlah silikon dari proses reduksi yang dialiri gas
nitrogen setelah pencucian dengan HCl 3%, yaitu 64%. Pemberian gas nitrogen
pada proses reduksi silika dapat meningkatkan kemurnian silikon.

Saran
Proses reduksi silika dalam wadah tertutup yang dialiri gas nitrogen perlu
dilakukan optimasi waktu. Selain itu, hasil reduksi silika menggunakan
magnesium perlu dicuci dengan HF untuk menghilangkan SiO2 yang tidak
bereaksi. Karakterisasi silikon menggunakan spektrofotometri serapan atom juga
dapat dilakukan untuk memastikan kadar silikon yang terdapat pada contoh.

DAFTAR PUSTAKA
Adjiantoro B, Mabruri E. 2012. Pengaruh waktu pelindian pada prose pemurnian
silikon tingkat metalurgi menggunakan larutan HCl. Maj Metalurgi.
27(1):1-6.
Agung GF, Hanafie MR, Mardina P. 2013. Ekstraksi silika dari abu sekam padi
dengan pelarut KOH. Konversi. 2(1):28-31.
Ahmad L. 2012. Uji struktur dan sifat listrik silikon dioksida dan silikon dari
sekam padi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BPPP] Balai Penelitian Pasca Panen (ID). 2001. Peluang Agribisnis Arang
Sekam. [internet] [diacu 2014 Januari 30]. Tersedia dari:
http://www.pustakadeptan.go.id/publikasi.
[BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2013. Angka Ramalan (Anram) II Produksi
Padi Tahun 2013. [internet] [diacu 2014 Februari 10]. Tersedia dari:
http://www.bps.go.id/brs_file/aram_01nov13.pdf.
Della VP, Kuhn I, Hotza D. 2002. Rice husk ash an alternate source for active
silica production. J Mater Lett. 57:818-821.

12
Gustiono D, Suratman, Nuryadi R, Deni Y, Roseno S, Ulfa IM. 2012. Pembuatan
prototipe polycristalline silicon untuk bahan baku industri sel surya.
Seminar Insetif Riset SINas (InSINas) 2012 [internet]. [Waktu dan tempat
pertemuan tidak diketahui] [di unduh 30 Januari 2014]. Tersedia pada:
http://insentif.ristek.go.id/PROSIDING2012/file-MT-TeX_02.pdf.
Harsono. 2002. Pembuatan silikon dioksida amorf dari limbah sekam padi. JID.
2(3):98-103.
Herdianita NR, Ong HL, Subroto Ea, Priadi B. 1999. Pengukuran kristalinitas
silika berdasarkan metode difraktometer sinar-X. Proc ITB. 31(1):41-47.
Hikmawati. 2010. Produksi bahan semikonduktor silikon dari silika limbah arang
sekam padi sebagai alternatif sumber silikon [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Ikram N, Akhter M. 1988. X-ray diffraction analysis of silicon prepared from rice
husk ash. J Mater Sci. 23:2379-2381.doi:10.1007/BF01111891.
Larbi KK. 2010. Synthesis of high purity silicon from rice husks [tesis]. Toronto
(CA): University of Toronto.
Muzikarno O. 2013. Penambahan magnesium berlebih dalam menghasilkan
silikon murni dari sekam padi sebagai bahan semikonduktor [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Sadique SE. 2010. Production and purification of silicon by magnesiothermic
reduction of silica fume [tesis]. Toronto (CA): University of Toronto.
Suparman. 2010. Sintesis silikon karbida (SiC) dari silika sekam padi dan karbon
kayu dengan metode reaksi fasa padat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Swatsitang E, Krochai M. 2009. Preparation and Characterization of Silicon from
Rice Hulls. J Metals Mater Miner. 19(2):91-94.
Yusmaniar, Soegijono B. 2007. Pengaruh suhu pemanasan pada sintesis silika dari
abu sekam padi. JSMI. 536:115-117.

13

LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan alir penenelitian
Limbah Arang
Sekam Padi
Pengabuan
Abu
SekamPadi
Pencucian
SiO2
Reduksi oleh Mg
Tanpa Aliran Gas
N

Ada Aliran Gas N2
Si dan
residunya

Si dan
residunya

Pencucian

Pencucian
Si murni

Si murni

Analisis XRD

14
Lampiran 2 Tataan alat untuk reduksi silika
A. Kondisi tanpa dialiri gas nitorgen
Tabung alumina

Bubuk Alumina

Tabung stainless steel

Tutup tabung stainless steel

Posisi Alat dalam Tanur

15
lanjutan Lampiran 2
B. Kondisi dialiri gas nitrogen
Tabung alumina

Contoh
Bubuk alumina

Tabung Stainless Steel

Inlet
Outlet

Tutup Tabung
Stainless Steel

Selang Tembaga yang
dihubungkan dengan
Tabung Gas N2

Posisi Alat dalam Tanur

16
Lampiran 3 Hasil analisis XRD Silika menggunakan progam Match 2

17
lanjutan Lampiran 3

18
lanjutan Lampiran 3

19
Lampiran 4 Hasil analisis XRD Silikon 1 menggunakan progam Match 2
A. Sebelum pencucian dengan HCl 3%

20
lanjutan Lampiran 4

21
lanjutan Lampiran 4

22
lanjutan Lampiran 4
B. Setelah pencucian dengan HCl 3%

23
lanjutan Lampiran 4

24
lanjutan Lampiran 4

25
Lampiran 5 Hasil analisis XRD Silikon 2 menggunakan progam Match
A. Sebelum pencucian dengan HCl 3%

26
lanjutan Lampiran 5

27
lanjutan Lampiran 5

28
lanjutan Lampiran 5
B. Setelah pencucian dengan HCl 3%

29
lanjutan Lampiran 5

30
lanjutan Lampiran 5

31

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pangalengan pada tanggal 9 Juli 1992. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Moch. Furqon Ali
Basah dan Iis Kurniasari. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 1 Cibinong dan
diterima untuk melanjutkan studi di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi
masuk IPB (USMI).
Selama menjalani perkuliahan, penulis mendapatkan beasiswa Bidikmisi
pada tahun 2010-2014. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Analitik
Layanan Biokimia 2013/2014 dan praktikum Teknik Pemisahan 2013/2014.
Penulis juga aktif dalam kegiatan mahasiswa dengan menjadi anggota Ikatan
Mahasiswa Kimia (Imasika) IPB 2011-2013 dan badan pengurus pusat Ikatan
Himpunan Mahasiswa Kimia Indonesia (Ikahimki) 2012-2014. Tahun 2013
penulis juga aktif mengikuti Progam Kreatifitas Mahasiswa dan danai oleh Dikti
dengan judul CPU (Colour Print Unit) sebagai Inovasi Tinta Printer Berbasis
Bahan Alami dan Ramah Lingkungan. Pada bulan Juli-Agustus 2013, penulis
melaksanakan Praktik Lapangan di Balai Besar Kimia dan Kemasan dengan judul
Verifikasi Metode Penentuan Kadar Air, Kadar Belerang, Kadar Asam Bebas, dan
Kadar Fosfor Pupuk SP 36.