Respons Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa, L) pada Aplikasi Arang Sekam Padi dan Pemupukan Nitrogen

TINJAUAN PUSTAKA
Varietas Unggul Baru (VUB) Padi
Penggunaan varietas padi unggul merupakan salah satu komponen
teknologi dasar dalam Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi sawah,
sebagai salah satu strategi dalam upaya pencapaian produktivitas usaha tani
padi. Adopsi varietas unggul oleh petani ditentukan oleh potensi hasil, umur
masak, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta rasa nasi. Umumnya
konsumen beras di Indonesia menyukai rasa nasi agak lunak (pulen) dengan
kadar amylosa 20-24%. Saat ini tersedia berbagai varietas unggul baru yang
dapat dipilih sesuai dengan kondisi wilayah, seperti produktivitas tinggi, dan
rasa nasi yang enak, diantaranya adalah varietas Ciherang dan Inpari 13
(BBPTP, 2011; IRRI, 2006).
Varietas Ciherang adalah hasil persilangan antara varietas IR64 dengan
varietas/galur lain. Sebagian sifat IR64 juga dimiliki oleh Ciherang, termasuk
hasil dan mutu berasnya yang tinggi. Sejak dilepas pada tahun 2000, Ciherang
menjadi salah satu varietas yang lebih disukai oleh petani untuk
dibudidayakan, karena berbagai keunggulan seperti tekstur nasi yang pulen,
rasa nasi yang disukai konsumen beras, tahan terhadap wereng coklat, dan
penyakit hawar daun. Potensi hasil Ciherang dapat mencapai 8,5 ton/ha.
Inpari 13 dilepas pada akhir tahun 2009. Kebanyakan padi sawah
selama ini rata-rata memiliki umur genjah sampai sedang (105–124 hari).

Dengan umur yang pendek (sangat genjah) sekitar 103 hari, tanaman Inpari 13
sudah dapat

Universitas Sumatera Utara

dipanen. Varietas yang sangat genjah ini didukung juga dengan produktivitas
tanaman padi yang tinggi dengan rata-rata hasil panen sebesar 6,59 ton/ha atau
setara dengan potensi hasil 8,0 ton/ha. Mutu beras Inpari 13 memiliki tekstur
nasi pulen sama seperti beras IR64 dan Ciherang. Kadar amilosa beras Inpari
13 (22,40%) lebih rendah sedikit bila dibandingkan dengan IR64 dan Ciherang
yang memiliki kadar amilosa 24%. Bentuk beras yang panjang dan ramping
seperti beras IR64 dan Ciherang banyak disukai oleh masyarakat Indonesia.
Varietas ini juga memiliki bentuk beras yang panjang dan ramping. Warna
gabah kuning bersih dengan kerontokan yang sedang secara tidak langsung
memudahkan petani dalam proses perontokan padi saat panen. Ketahanan
Hama Wereng Cokelat Dari hasil pengujian ketahanan wereng cokelat, Inpari
13 memiliki ketahanan wereng cokelat dengan biotipe yang lengkap bila
dibandingkan dengan varietas IR64 dan Ciherang yang hanya memiliki
ketahanan 1-2 biotipe saja. Ketahanan wereng cokelat yang dimiliki Inpari 13
adalah ketahanan wereng cokelat biotipe 1, 2, dan 3. Selain tahan terhadap

wereng cokelat, Inpari 13 juga tahan terhadap penyakit blas. Varietas Inpari 13
sangat cocok ditanam di lahan sawah irigasi sampai ketinggian 600 m dpl
(BBPTP, 2011).
Pemupukan Tanaman Padi
Pemakaian pupuk anorganik seperti urea, untuk mencukupi kebutuhan
nitrogen bagi tanaman, masih menjadi pilihan utama bagi petani padi sawah di
Indonesia. Untuk meningkatkan produksi, umumnya petani memberikan urea

Universitas Sumatera Utara

dengan takaran yang cukup tinggi, mencapai 300 kg/ha. Bahkan di beberapa
daerah, takarannya bisa mencapai 400-500 kg/ha, atau setara dengan 184-230
kg N/ha. Hal tersebut juga terjadi

di Kecamatan Langsa Lama, yang

merupakan sentra pertanian di wilayah Kota Langsa dengan luas areal
pertanian 255 hektar, yang sebagian besarnya adalah lahan padi sawah
(Wahid, 2003; BPS Kota Langsa, 2011).
Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus berdampak negatif

terhadap lingkungan. Akibat penggunaan pupuk kimia yang terus menerus
tersebut juga dapat mengganggu keseimbangan kimia tanah sehingga
produktifitas tanah menurun. Selain inefisiensi proses produksi, penggunaan
pupuk buatan dalam jangka panjang secara terus menerus dan tidak terkontrol
akan berdampak buruk pada kesuburan tanah dan lingkungan sekitar, struktur
tanahnya rusak dan beberapa jenis pupuk dapat menyebabkan penurunan pH
tanah (Lingga dan Marsono, 2013; Novizan, 2005). Hal ini pada akhirnya akan
mengurangi keuntungan yang akan mereka peroleh, membuang banyak energi,
mengganggu keseimbangan hara tanah, dan hasil padi tidak optimal.
Kemunduran kesehatan tanah baik secara kimia, fisik maupun biologi (P3TP,
2006).
Efisiensi penggunaan hara pupuk adalah bagian yang sangat penting
dalam sistem usaha tani padi sawah intensif untuk menghasilkan efisiensi
agronomi, peningkatan efisiensi ekonomis dan dampak positif bagi kelestarian
fungsi lingkungan (Adelina dan Ilyas, 2011).
Karena pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan dan terus
menerus akan memberikan dampak yang tidak baik, maka aplikasinya

Universitas Sumatera Utara


haruslah dibatasi ataupun dikombinasikan dengan pemakaian pupuk organik,
atau dengan amandemen tanah untuk memperbaiki kualitas lahan padi sawah.
Salah satunya bisa dilakukan melalui penambahan biochar arang sekam padi.

Pengelolaan Hara Nitrogen dan Silika pada Tanaman Padi Melalui
Pemupukan
Nitrogen (N)
Pupuk nitrogen memegang peranan penting dalam peningkatan
produksi padi sawah, sedangkan sumber pupuk N yang utama adalah urea.
Pupuk N memiliki kontribusi yang nyata dalam peningkatan dan menjaga
stabilitas produksi padi di Indonesia. Urea merupakan salah satu pupuk
sumber nitrogen yang banyak digunakan petani padi sawah (Adelina dan Ilyas,
2011; Prajitno et al., 2009).
Pemupukan N akan menaikkan produksi tanaman, kadar protein, dan
kadar selulosa, tetapi sering menurunkan kadar sukrosa, polifruktosa dan pati.
Pemupukan N menyebabkan panjang, lebar, dan luas daun bertambah, tetapi
tebal daun menjadi berkurang. Fageria dan Virupax (1999) menyatakan bahwa
nitrogen adalah faktor kunci dan masukan produksi termewah pada padi sawah
dan apabila penggunaannya tidak tepat akan mencemari air tanah.
Hasanuzzaman et al., (2009), menyatakan bahwa tanaman padi membutuhkan

nutrisi yang lebih banyak untuk meningkatkan hasil panen, dimana nitrogen
menjadi salah satu input kunci untuk peningkatan hasil. Peningkatan panen
(70-80%) pada lahan padi bisa diperoleh dengan aplikasi pupuk nitrogen.

Universitas Sumatera Utara

Namun tanaman menyerap hanya 30% dari pupuk N yang diberikan
(Doberman and Fairhurst, 2000). Penggunaan nitrogen yang diberikan melalui
pemupukan pada usaha tani padi sawah hingga kini efisiensinya masih rendah.
Hal ini disebabkan oleh kehilangan utama N dari sistem tanah-tanaman, yaitu
melalui volatisasi amonia, denitrifikasi, aliran permukaan, dan pencucian.
Kehilangan N dari urea dilaporkan berkisar 60-80% pada tanaman padi dan
40-60% pada palawija (Prajitno et al., 2009).
Efisiensi

pemakaian

pupuk

N


di

lahan

padi

sawah

dapat

dimaksimalkan dengan jalan pemupukan tepat waktu, dan dengan cara
penempatan pupuk atau bahan organik ke dalam tanah. Penambahan biochar
seperti arang sekam padi kedalam tanah dapat meningkatkan ketersediaan
kation utama, fosfor, total N, dan Kapasitas Tukar Kation (KTK), yang pada
akhirnya akan mampu meningkatkan hasil. Pada lahan optimal dengan
pemupukan nitrogen dosis tinggi yang semakin meluas dan intensif,
penggunaan arang sekam padi sebagai sumber silikat hampir dapat dipastikan
akan meningkatkan produktivitas, kestabilan dan kualitas hasil padi (Mutert
and Fairhurst, 2002; Gani, 2009; Makarim et al., 2007).

Silika (Si)
Silika (Si) adalah salah satu unsur hara yang dibutuhkan tanaman
terutama padi. Si dapat

mendukung pertumbuhan yang sehat dan

menghindarkan tanaman dari serangan penyakit dan cekaman suhu, radiasi
matahari, serta defisiensi dan keracunan unsur hara. Peran unsur Si secara
fisiologi pertama kali dikemukakan oleh Ohkawa dan Ishibashi (1936-1939).

Universitas Sumatera Utara

Mereka menyatakan, defisiensi Si menghambat pertumbuhan tanaman padi
dan Si mengurangi jumlah gabah hampa (BPT, 2010).
BPTPI (2010), menyebutkan bahwa fungsi Silikon (Si) pada tanaman
padi adalah :
1. Membuat tanaman memiliki daun yang tegak (tidak terkulai), daun menjadi
efektif menangkap sinar matahari;
2. Daun terlapisi silikat sehingga menjadi lebih tahan terhadap serangan
penyakit yang diakibatkan oleh jamur maupun bakteri, misalnya penyakit

blas dan hawar daun bakteri;
3. Batang tanaman menjadi lebih kuat dan kekar, sehingga lebih tahan
terhadap serangan
penggerek batang, wereng coklat, dan tanaman tidak mudah rebah;
4. Menyebabkan sistem perakaran tanaman menjadi lebih kuat, intensif, dan
meningkatkan kemampuan akar mengoksidasi lingkungannya seperti ion
fero menjadi feri sehingga tanaman padi tidak/sedikit atau lebih tahan
keracunan besi.
5. Tanaman menjadi lebih tahan kekeringan, karena permukaan daun
terlindungi silikat.
Pada tahun 1940-an, produksi padi di Jepang menurun drastis yang
diduga karena penurunan kesuburan tanah. Selanjutnya diketahui bahwa
penurunan hasil tersebut disebabkan oleh defisiensi Si didalam tanah. Belajar
dari hal itu, pupuk Si diberikan secara reguler pada tanah sawah di Jepang, dan
penelitian Si berkembang, termasuk untuk padi.

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian terbaru menunjukkan, kandungan Si dalam air irigasi
dan tanah sawah di Jawa dan Sumatera menurun. Penurunan tersebut salah

satunya disebabkan oleh retensi Si di dalam waduk/dam. Mekanisme
kekurangan Si pada tanah sawah dapat dijelaskan sebagai berikut. Tanaman
padi sawah membutuhkan banyak air untuk pertumbuhannya. Pada saat
penggenangan, tanah sawah selalu dicuci dengan air sehingga unsure-unsur
beracun dan kation basa seperti K, Ca, dan Mg menjadi tercuci. Pada saat itu,
tanah menjadi sangat reduktif, kemudian Fe, Mn, dan Si tereduksi dan
selanjutnya larut dan turun ke tanah lapisan bawah. Di Indonesia, sampai saat
ini belum ada penelitian yang kompherensif tentang pengaruh unsur Si
terhadap pertumbuhan padi. Namun, tingginya tingkat penurunan hasil akibat
serangan hama dan penyakit blas serta banyaknya gabah hampa dapat menjadi
indikasi gejala kekurangan Si pada tanah sawah intensifikasi. Makin
intensifnya penanaman padi (2-3 kali setahun) akan makin menguras hara Si
di dalam tanah bila tanpa dibarengi dengan upaya mengembalikan unsur Si ke
dalam tanah (BPT, 2010).
Tanaman padi menyerap Si dalam jumlah banyak dari sekitarnya, yaitu
dari setiap 100 kg gabah kering giling (GKG) terserap 2,1 kg N; 0,5 kg P; 3,3
kg K; 0,7 kg Ca, dan 20 kg SiO. Tanaman padi mendapatkan silikat dari
berbagai sumber, antara lain air irigasi, jerami padi, kompos dan pupuk silikat
(Makarim et al., 2007).
Pupuk Si diperlukan untuk menjadikan tanaman memiliki bentuk daun

yang tegak (tidak terkulai), sehingga daun efektif menangkap radiasi sinar
matahari dan efisien dalam penggunaan hara N yang menentukan tinggi dan

Universitas Sumatera Utara

rendahnya hasil tanaman (Pulung, 2007). Pengaruh Si sangat penting pada
tanaman padi yang dipupuk nitrogen takaran tinggi dimana daunnya menjadi
lebih lunak dan rentan terhadap penyakit.
Sebagai hara tanaman padi, silika sangat efektif bila diberikan
bersama-sama dengan pemupukan nitrogen dosis tinggi. Tanaman akan
mampu melakukan adaptasi pemupukan berat. Kebutuhan silika pada tanaman
padi terjadi pada seluruh masa tumbuhnya, terutama selama dan setelah masa
primordial (Tkahashi, 1968 dalam Saeni, 2010). Sebagai unsur hara non
esensial, silikat luput dari perhatian pemerintah dan petani sawah. Terbukti
dari tidak adanya penambahan silikat secara artifisial dalam praktek budidaya
padi selama ini (Gusmini et al., 2010).
Mempopulerkan kembali penggunaan pupuk silikat pada tanaman padi
saat ini sangat tepat, seiring dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan
produksi padi nasional sebesar 5%, dimana lahan-lahan suboptimal, lahanlahan endemik hama dan penyakit, serta lahan optimal dengan penggunaan N
dosis tinggi yang semakin meluas dan intensif. Lahan-lahan tersebut

memerlukan tambahan silikat (Makarim et al., 2007).
Secara alami, sumber silikat untuk tanaman padi berasal dari air irigasi
dan hasil pelapukan tanah serta sisa-sisa tanaman. Jerami dapat juga menjadi
sumber hara Si dan K bagi tanaman padi apabila dikelola dengan baik.
Namun, jerami biasanya dibakar sehingga tidak ada waktu untuk
mendekomposisi jerami. Sumber Si lain yang banyak digunakan di beberapa
negara adalah abu sekam (Gascho, 2001; BPT, 2010; Gusmini et al, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Pemanfaatan arang sekam padi sebagai amandemen pada lahan padi
sawah, untuk meningkatkan ketersediaan Si dapat dijadikan sebagai salah satu
solusi. Arang sekam padi memiliki kandungan Si cukup tinggi. Dan
berdasarkan pengamatan di lapangan arang sekam padi belum dimanfaatkan
oleh para petani padi sawah di Kota Langsa.
Biochar Arang Sekam Padi
Biochar

memiliki

potensi

sebagai

amandemen

tanah

untuk

meningkatkan kualitas tanah dan penyerapan karbon. Biochar sangat penting
dalam penyerapan karbon, mengurangi emisi GRK, dan meningkatkan
kesuburan tanah. Penggunaan biochar dapat meningkatkan KTK tanah dan
efisiensi pemupukan, meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman,
mengurangi erosi tanah. Biochar juga mampu meningkatkan kemampuan
menahan air, yang sangat penting dalam proses adaptasi terhadap perubahan
iklim global yang berhubungan dengan mitigasi terhadap kekeringan,
kehilangan unsur hara dan erosi. Aplikasi biochar bisa digunakan untuk
memperbaiki kesuburan tanah dan produktivitas tanaman. Bahan organik yang
dapat dimanfaatkan sebagai biochar antara lain jagung, serealia, gandum,
kacang, kelapa sawit, serbuki kayu, jerami gandum, dan sekam padi (Sohi et
al., 2009; Surapornpiboon et al, 2008; Zhang et al., 2012).
Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis
butir gabah, terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling
bertautan. Pada proses penggilingan gabah, sekam akan terpisah dari butir
beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Dari proses

Universitas Sumatera Utara

penggilingan gabah akan dihasilkan 16.3-28%sekam. Sekam padi merupakan
bahan berlignoselulosa seperti biomassa lainnya namun mengandung silika
yang tinggi. Kandungan kimia sekam padi terdiri atas 50 % selulosa, 25 - 30
% lignin, dan 15-20 % silika. Sekam padi saat ini telah dikembangkan sebagai
bahan baku untuk menghasilkan abu yang dikenal di dunia sebagai RHA (rice
husk ask). Abu sekam padi yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi pada
suhu 400o-500oC akan menjadi silika amorphous dan pada suhu lebih besar
dari 1.000oC akan menjadi silika kristalin (BPTP NAD, 2009; Bakri, 2008).
Penggilingan padi menghasilkan 72% beras, 5-8% dedak, dan 20-22%
sekam. Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari hasil
penggilingan padi, selama ini hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk
pembakaran batu merah, pembakaran untuk memasak atau dibuang begitu
saja. Sekam padi mengandung 78-80% bahan organik yang mudah menguap
(lignin, selulosa, gula), jika sekam dibakar dan dihasilkan sisa pembakaran 2022% abu sekam padi. Kandungan abu dalam sekam padi bervariasi dari 1329% tergantung variasi padi, iklim dan lokasi geografisnya. Nilai paling
umum kandungan silika (SiO 2 ) dalam abu sekam padi adalah 90-99% dan
sejumlah kecil alkali, dan logam pengotor (Masulili, 2010; ARCP, 2009;
BPTP NAD, 2009).
Setiap tahunnya limbah kehutanan, perkebunan, pertanian dan
peternakan yang mengandung karbon mencapai ratusan juta ton dan sering
menjadi masalah dalam hal pembuangannya. Limbah jenis ini merupakan
bahan sangat potensial diubah menjadi biochar dalam berbagai tingkat
teknologi produksi. Sebagai gambaran sederhana, dari 50 juta ton produksi

Universitas Sumatera Utara

gabah tiap tahunnya ikut dihasilkan sekitar 60 juta ton merupakan "limbah"
(jerami dan sekam padi) yang dapat diproses menjadi biochar. Penambahan
biochar ke tanah meningkatkan ketersediaan kation utama dan fosfor, total N
dan kapasitas tukar kation tanah (KTK) yang pada akhimya meningkatkan
hasil. Tingginya ketersediaan hara bagi tanaman merupakan hasil dari
bertambahnya nutrisi secara langsung dari biochar, meningkatnya retensi hara,
dan perubahan dinamika mikroba tanah. Keuntungan jangka panjangnya bagi
ketersediaan hara berhubungan dengan stabilisasi karbon organik yang lebih
tinggi seiring dengan pembebasan hara yang lebih lambat dibanding bahan
organik yang biasa digunakan. Peran biochar terhadap peningkatan
produktivitas tanaman dipengaruhi oleh jumlah yang ditambahkan. Pemberian
sebesar 0,4 sampai 8 ton/ha dilaporkan dapat meningkatan produktivitas
secara nyata antara 20 - 220% (Gani, 2009).
Melihat potensi kandungan unsur hara yang dimiliki oleh arang sekam
padi, maka pemanfaatannya sebagai sumber biochar untuk amandemen lahan
padi sawah patut diteliti lebih lanjut. Beberapa hasil penelitian terkait dengan
pemanfaatan biochar di bidang pertanian, khusunya pada tanaman padi
disajikan berikut ini.
Hasil penelitian Zhang et al., (2012) tentang pengaruh amandemen
biochar terhadap kualitas tanah, hasil tanaman dan emisi gas rumah kaca pada
padi sawah di Cina, menunjukan bahwa amandemen biochar meningkatkan
produktivitas padi, pH tanah, C-organik tanah, dan N-total. Namun
menurunkan bobot tanah (soil bulk density) dalam siklus kedua pertumbuhan
padi. Pengamatan pada respirasi tanah juga tidak menunjukkan perbedaan

Universitas Sumatera Utara

yang nyata antara perlakuan amandemen biochar dengan kontrol. Biochar
ditambahkan sebelum penanaman pada taraf 0, 10, 20 dan 40 ton/ha.
Sebuah penelitian lapangan ditujukan untuk menyelidiki tentang
pengaruh biochar pada taraf 0, 10 dan 40 ton/ha terhadap hasil padi dan emisi
gas CH 4 dan N 2 O, dengan atau tanpa pemupukan N pada padi sawah di Tai
Lake China. Menunjukkan hasil bahwa amandemen biochar 10 ton/ha dan 40
ton/ha, telah meningkatkan hasil panen padi dengan 12% dan 14% pada tanah
tanpa pemupukan, dan dengan 8,8% dan 12,1% pada tanah dengan
pemupukan N. Total emisi CH 4 -C tanah meningkat sampai dengan 34% dan
41% pada tanah yang diamandemen dengan biochar 40 ton/ha, dibandingkan
dengan perlakuan tanpa biochar, dan dengan atau tanpa pemupukan N
(Lianqing et al., 2010).
Hasil dari penelitian tentang amandemen biochar untuk memperbaiki
kesuburan tanah dan produksi padi, juga telah dilaporkan di Thailand. Dimana
amandemen biochar dari sekam padi (rice husk) yang digunakan mampu
meningkatkan N total, C/N dan pH tanah pada tanah sawah yang miskin hara,
dengan suplementasi pupuk mineral yang memadai (Hemwong and Cadisch,
2010).
Aplikasi biochar dapat mempengaruhi transformasi N dan jumlah N
dalam tanah. Dimana memperbaiki ketersediaan N tanaman adalah salah satu
pendekatan efektif untuk mengurangi kehilangan N secara langsung dan emisi
N 2 O secara tak langsung.. Pengurangan emisi N 2 O 50 dan 80% setelah
penambahan biochar menutupi tanah pada kedelai dan gandum (Singh, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Pengaruh biochar sekam padi juga telah diteliti pada budidaya padi di
tanah sulfat masam di Kalimantan Barat, Indonesia (Masulili, 2010). Hasilhasil penelitian lainnya, pada berbagai jenis tanaman juga telah dilaporkan di
Kamboja, Philipina, India dan Bangladesh. (ARCP, 2009).

Universitas Sumatera Utara