PERBEDAAN PERSEPSI SUAMI TERHADAP KESETARAAN GENDER DITINJAU DARI PERAN ISTRI

PERBEDAAN PERSEPSI SUAMI TERHADAP KESETARAAN GENDER
DITINJAU DARI PERAN ISTRI

SKRIPSI

Disusun Oleh :
Anisa Rahma
07810065

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

PERBEDAAN PERSEPSI SUAMI TERHADAP KESETARAAN GENDER
DITINJAU DARI PERAN ISTRI

SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang
Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Disusun Oleh :

Anisa Rahma
07810065

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

KATA PENGANTAR
Assalamu`alaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan segala hidayah,
kasih sayang serta rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Persepsi Suami Terhadap Kesetaraan Gender Ditinjau Dari Peran Istri”.
Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata 1 (S1) di
Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Saya menyadari sebagai seorang manusia tidak akan pernah luput dari kesalahan,
kekurangan, dan kekhilafan. Namun, atas dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati saya
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Dr. Diah Karmiyati, M.Si, selaku dosen pembimbing I atas segala dukungan, saran
dan senantiasa sabar didalam membimbing penulis disela-sela kesibukannya.
3. Bpk Zainul Anwar, M.Psi, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan
masukan dan waktu dalam membimbing penulis.
4. Bpk Salis Yuniardi, M.Psi, selaku dosen wali yang telah memberikan dukungan dan
arahan pada penulis.
5. Kepada ayah dan bundaku yang tercinta, Bpk Muliadi dan Ibu Susiati atas segala doa,
dukungan, kasih sayang dan cintanya yang tulus yang diberikan selama ini.
6. Raya Agus Prasetyo, yang selalu memberikan kasih sayangnya, dukungan, motivasi,
perhatian dan bantuannya selama penyelesaian skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat terbaik penulis, yang tak henti-hentinya memberi dukungan dan selalu
membantu penulis hingga selesainya skripsi ini, yaitu : Ratih (ndut), Ririz, Nina, Ardi,
Icha, Gian, Naila.
8. Teman-teman kelas B psikologi angkatan `07, atas kebersamaannya selama ini.
9. Teman-teman part time Perpustakaan Pusat Universitas Muhammadiyah Malang atas
dukungan dan bantuannya, yaitu : Yossy (Ochy), Aulia, Ana (Antung), Yuriz, Yogi

(Bang Igoy) dan terima kasih banyak pada Mas Syaiful yang selama ini telah banyak
membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat KKN, yang telah memberi motivasi dan dukungannya selama ini, yaitu :

Kakak pipit (Fitri), Mas Bodo` (Priambodo) dan terimakasih banyak pada Papi (Kristya
Kembara) yang telah banyak membantu dalam menyusun skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan
banyak bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Sebagai penutup penulis menyadari bahwa tugas akhir yang sederhana ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, kritikan dan saran sangat penulis harapkan guna kesempurnaan karya
sederhana ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu`alaikum Wr. Wb.

Malang, 28 Maret 2012
Penulis,

Anisa Rahma

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………………..

i


LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………...

ii

SURAT PERNYATAAN……………………………………………………………..

iii

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………

iv

INTISARI……………………………………………………………………………..

vi

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….....

vii


DAFTAR TABEL…………………………………………………………………….

ix

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………….

x

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………

1

B. Rumusan Masalah………………………………………………………..

8


C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………

8

D. Manfaat Penelitian………………………………………………………..

8

TINJAUAN PUSTAKA
A. Persepsi…………………………………………………………………… 9
B. Kesetaraan Gender………………………………………………………..

12

C. Peran Istri…………………………………………………………………. 16
D. Perbedaan Persepsi Suami Terhadap Kesetaraan Gender Ditinjau Dari
Peran Istri…………………………………………………………………. 17
BAB III


METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian……………………………………………………………. 22
B. Variabel Penelitian………………………………………………………… 22
C. Populasi dan Sampel………………………………………………………. 23
D. Instrumen Penelitian………………………………………………………. 24

E. Validitas dan Reliabilitas………………………………………………….. 26
F. Analisa Data……………………………………………………………….
BAB IV

28

PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data…………………………………………………………….

30

B. Hasil Analisa Data………………………………………………………… 31
C. Pembahasan……………………………………………………………….
BAB V


32

PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………….

35

B. Saran………………………………………………………………………

35

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Blue Print Skala Persepsi Suami Terhadap Kesetaraan Gender………………….. 26

Tabel 2


Validitas Skala Persepsi Suami Terhadap Kesetaraan Gender…………………… 27

Tabel 3

Nilai Reliabilitas Skala Persepsi Suami Terhadap Kesetaraan Gender…………... 28

Tabel 4

Pengelompokan Persepsi Suami Terhadap Kesetaraan Gender…………………... 31

Tabel 5

Hasil Analisis Uji-t………………………………………………………………… 32

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Skala Persepsi Suami Terhadap Kesetaraan Gender……………………


38

Lampiran 2

Data Penelitian…………………………………………………………..

43

Lampiran 3

Uji Validitas……………………………………………………………..

45

Lampiran 4

Uji Signifikan…………………………………………………………….

55


DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 1998. Sikap manusia, teori dan pengukurannya. Yogayakarta :
Pustaka
Davidoff, L. 1988. Psikologi suatu pengantar. Jakarta : Erlangga
Fakih, M. 1996. Analisis gender dan transformasi sosial. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar Offset
Gerungan, W. A. 1991. Psikologi sosial. Bandung : PT Eresco
Handayani, T. & Sugiarti. 2002. Konsep dan teknik penelitian gender. Malang :
UMM Press
Irwanto. 2002. Psikologi umum, buku panduan mahasiswa. Jakarta : PT Karim
Gramedia Pustaka Utama
M. A. 2007. Keistimewaan nafkah suami dan kewajiban istri. Jakarta :
Qultum Media
King, E. M. & Mason, A. D. 2000. Pembangunan berperspektif gender. Bank
Dunia : Amerika
Megawangi, R. 1999. Membiarkan berbeda. Bandung : Mizan anggota IKAPI
Mufidah, Ch. 2004. Paradigma gender edisi revisi. Malang : Bayumedia
Publishing
Munandar, U. S. C. 1983. Emansipasi dan peran ganda wanita indonesia.
Jakarta : UI Press
Poerwanti, E. 2000. Dimensi-dimensi riset ilmiah. Malang : UMM
Rakhmat, S. 1996. Psikologi komunikasi. Jakarta : Erlangga
Robbins, S. P. 1996. Perilaku organisasi, konsep kontroversi aplikasi.
Yogyakarta : Aditya Media
Sadli, S. 2010. Berbeda tetapi setara, pemikiran tentang kajian perempuan.
Jakarta : Kompas Media Nusantara
Sajogyo, P. 1983. Peranan wanita dalam perkembangan masyarakat desa.
Jakarta : CV Rajawali
Santrock, John. 1983. Life span development. Jakarta : Erlangga
Sardjoe. 1994. Psikologi umum. Pasuruan : GBI anggota IKAPI

Sears, D. O. & Freedman, J. 1985. Psikologi sosial. Jakarta : Erlangga
Simanjuntak, P. N. H. 1999. Pokok-pokok hukum perdata indonesia. Jakarta :
Djambatan
Sumbullah, U. 2008. Spektrum gender. Malang : UIN Press
Suprihatin. 2004. Perbedaan persepsi terhadap kesetaraan gender antara lakilaki dan perempuan (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang, Jawa Timur)
Thoha, M. 1983. Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada
Walgito, B. 2000. Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset
Winarsunu, T. 2009. Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan.
Malang: UMM Press

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka
semakin

banyak

peluang

bagi

perempuan

untuk

berperan

dalam

pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai
suku bangsa, adat dan kebudayaan daerah yang menjadikan kesempatan yang
diberikan kepada perempuan belum mendapat hasil yang memuaskan. Pada
saat

ini

pemerintah

sedang

mengembangkan

konsep

pembangunan

berwawasan gender dan kemitrasejajaran antara laki-laki dan perempuan,
yaitu memusatkan atau mementingkan fungsi dan peran laki-laki dan
perempuan yang mengandung pengetahuan adanya fokus pada kegiatan yang
dapat dikerjakan dengan baik oleh laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan
perempuan pada konsep ini memiliki kemampuan yang sama, sehingga
masing-masing memiliki potensi yang dapat difungsikan dan dapat
diperankan.
Perubahan pandangan dari pola tradisional ke modern sebenarnya
merupakan hal yang wajar. Beberapa ahli menyatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan yang dicapai perempuan, maka semakin besar pula
kemungkinan mereka untuk menerima pandangan dan wawasan baru. Namun
adanya kemajuan perempuan dianggap membahayakan kedudukan, peran dan
wibawa kaum laki-laki sebagai kepala rumah tangga.
Saat ini telah banyak perempuan yang memasuki dunia kerja, ada
berbagai alasan yang mendorong mereka untuk bekerja dan meninggalkan
rumah antara lain untuk mandiri secara ekonomi tidak bergantung pada suami,
menambah penghasilan keluarga, menghindari rasa kebosanan atau mengisi
waktu luang, serta minat dan keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan untuk
mengembangkan diri agar tidak terbelenggu oleh rutinitas pekerjaan rumah
tangga. Disamping keuntungan keuangan, pernikahan dengan karir ganda

1

2

dapat berkontribusi pada hubungan yang lebih setara antara suami istri dan
meningkatkan rasa harga diri bagi perempuan (Santrock, 1983).
Sebagai seorang ibu rumah tangga bertugas mendampingi dan
mensupport suami dan membesarkan dan mendidik anak-anak. Beberapa
wanita memandang peran ini sebagai tugas yang paling penting dan
merupakan prioritas utama dari segala peran yang dimiliki. Semua perhatian
dan kasih sayang yang dimiliki dilimpahkan kepada suami dan anak-anak.
Lebih jauh lagi, mendidik putra-putrinya dengan baik menjadi tujuan utama
hidupnya. Dari peran istri sebagai ibu rumah tangga itu akan membatasi ruang
gerak perempuan karena waktunya akan lebih tersita untuk suami dan anak,
sehingga tidak dapat lagi mengembangkan dirinya sebagai individu. Dari
kedua peran istri sebagai ibu rumah tangga dan peran istri sebagai wanita karir
atau peran ganda tersebut merupakan perbedaan di mana seorang suami
memandang kedua peran tersebut setara gender atau tidak. Jika suami
memandang tidak setara gender maka akan menimbulkan masalah dan itu
akan menyebabkan diskriminasi terhadap kaum perempuan.
Sejarah perkembangan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi
melalui sosialisasi, penguatan dan konstruksi sosial kultur, keagamaan bahkan
melalui kekuasaan dan ketentuan biologis yang tidak dapat diubah lagi,
sehingga sering disebut dengan kodrat. Misalnya kaum perempuan sifatnya
lemah lembut, sifat memelihara dan sifat emosional yang dimiliki kaum
perempuan dikatakan sebagai kodrat perempuan. Sedangkan sosialisasi
konstruksi sosial tentang gender ini secara evolusi akhirnya mempengaruhi
perkembangan masing-masing jenis kelamin. Sifat gender laki-laki harus kuat
dan agresif sehingga konstruksi sosial itu membuat laki-laki terlatih dan
termotivasi untuk mempertahankan sifat yang ditentukan tersebut, yang
memang laki-laki lebih kuat dan lebih besar. Sebaliknya karena konstruksi
sosial bahwa perempuan harus lemah lembut, maka sejak kecil sosialisasi
perempuan tersebut mempengaruhi perkembangan emosi, visi dan ideologi
perempuan, serta perkembangan fisik dan biologis mereka. Karena proses
sosialisasi yang berjalan secara mapan, akhirnya sulit dibedakan apakah sifat

3

gender tersebut dikonstruksi atau kodrat biologis ketentuan Tuhan (Handayani
dan Sugiarti, 2002).
Persoalannya, jika konstruksi gender dianggap sebagai kodrat,
akibatnya gender mempengaruhi keyakinan manusia serta budaya masyarakat
tentang bagaimana laki-laki dan perempuan berpikir, bertindak dengan
ketentuan sosial tersebut. Pembedaan yang dilakukan oleh aturan masyarakat
dan bukan perbedaan biologis itu dianggap ketentuan Tuhan. Masyarakat
sebagai kelompoklah yang menciptakan perilaku yang dianggap sebagai
keharusan untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan. Selanjutnya
diwariskan dari generasi ke generasi dan mendominasi yang akhirnya lamakelamaan pembagian keyakinan gender dianggap alamiah, normal dan
merupakan kodrat sehingga bagi mereka yang melanggar dianggap tidak
normal. Oleh karena itu dalam kurun waktu yang berbeda pembagian gender
berbeda-beda. Handayani dan Sugiarti (2002) menyatakan bahwa manifestasi
ketidakadilan gender tersosialisasikan pada kaum laki-laki dan perempuan
secara mantap, yang mengakibatkan ketidakadilan tersebut merupakan
kebiasaan dan akhirnya dipercayai bahwa peran gender itu seolah-olah
merupakan kodrat dan akhirnya diterima masyarakat secara umum. Hal ini
disebabkan karena terdapat kesalahan makna gender karena sebenarnya
gender itu berdasarkan pada konstruksi sosial yang justru dianggap sebagai
kodrat yang berarti ketentuan Tuhan. Misalnya pekerjaan domestik, seperti
merawat anak dan merawat rumah itu sangat melekat dengan tugas
perempuan, yang akhirnya dianggap kodrat. Padahal sebenarnya pekerjaanpekerjaan tersebut adalah konstruksi sosial yang dibentuk, sehingga dapat
dipertukarkan atau dapat dilakukan laki-laki maupun perempuan (Handayani
dan Sugiarti, 2002).
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa ketidakadilan tersebut
terjadi sebagai akibat adanya ketidakseimbangan hubungan antara laki-laki
dan perempuan. Misalnya pola pendidikan dalam keluarga yang menerapkan
pola patriarkhi (pola pendidikan yang menggambarkan dominasi laki-laki atas
perempuan dan anak didalam keluarga). Hal ini secara tidak langsung dapat

4

berlanjut pada dominasi laki-laki dalam berbagai bidang kemasyarakatan
(Sumbullah, 2008). Patriarkhi adalah konsep bahwa laki-laki memegang
kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat dan kehidupan,
sehingga hal ini seringkali membentuk nilai pembeda antara laki-laki dan
perempuan.
Budaya patriarkhi telah melahirkan ketidakadilan gender yang
dimanifestasikan melalui bentuk-bentuk seperti marginalisasi, penempatan,
perempuan pada subordinat, stereotype, tindak kekerasan, maupun beban kerja
yang tidak proposional dilakukan oleh laki-laki dalam segala komunitas yang
ada, misalnya dalam lingkungan keluarga, tempat kerja ataupun tempat-tempat
umum, oleh siapapun tidak mengenal tingkat pendidikan, sosial ekonomi,
profesi dan jabatannya. Untuk mengubah konstruk sosisal budaya yang tidak
berkeadilan gender, maka harus terlebih dahulu memahami konsep kesetaraan
gender. Kesetaraan bukan dalam arti sama rata dan tidak ada perbedaan.
Tetapi lebih tepat dimaknai dengan berkeadilan dan berkesimbangan
(Mufidah, 2004).
Kesetaraan gender tersebut hendaknya dimanifestasikan dalam segala
aspek kehidupan, salah satunya adalah dalam kehidupan rumah tangga.
Menurut UU No.1 Tahun 1974, hak dan kewajiban suami istri diatur dalam
pasal 30 sampai pasal 34 salah satunya adalah hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat (Simanjuntak, 1999). Disini jelas bahwa didalam rumah tangga
haruslah ada keseimbangan dan keadilan antara hak dan kewajiban suami atau
istri, tidak adanya penindasan dalam hal siapa yang lebih kuat dalam hal fisik,
tapi didasari oleh sikap saling menghargai satu dengan yang lainnya.
Kesetaraan dan keadilan gender merupakan kondisi dinamis, dimana laki-laki
dan perempuan sama-sama memiliki hak, kewajiban, peranan dan kesempatan
yang dilandasi oleh saling menghormati, menghargai dan bantu-membantu
diberbagai sektor kehidupan.
Persoalan yang terjadi didalam keluarga lebih disebabkan oleh
konstruksi sosial dan kultural yang dipahami dan dianut oleh masyarakat yang

5

tidak didasarkan pada asas kesetaraan gender. Pemahaman tentang subyekobyek, dominan-tidak dominan, serta pembagian peran-peran yang tidak
seimbang antara anggota keluarga laki-laki dan perempuan seringkali
memposisikan laki-laki lebih mendapatkan hak-hak istimewa, sedangkan
perempuan sebagai kaum kelas kedua. Banyak pandangan yang seakan-akan
menilai bahwa posisi wanita selalu lebih rendah dibandingkan dengan pria.
Pria memiliki wewenang yang lebih banyak daripada wanita dalam segala hal
termasuk di dalam sebuah keluarga. Di dalam pembagian kerja antara suami
dan istri dalam rumah tangga, suami mencari nafkah di luar rumah (sektor
publik), sedangkan istri melakukan pekerjaan di dalam rumah tangga (sektor
domestik). Dalam perbedaan peran tersebut terlihat pada kasus di bawah ini
yang menunjukkan bahwa perlakuan suami yang mendominasi dan
ketidakadilan pada peran istri.
“Pengaruh suami ibu Y sangat besar dalam hubungan perkawinan
mereka. Terlihat bahwa ibu Y kurang bahagia dan sering diperlakukan
kasar oleh suaminya, tetapi ia tidak melihat perceraian sebagai salah
satu jalan keluarnya. Ini merupakan perkawinan kedua bagi si suami
dan pernikahan pertama bagi si istri. Suami Y adalah bekas kopral dan
kini menjadi ketua rukun kampung. Segala sesuatu dalam kehidupan
rumah tangganya yang termasuk dalam hal konsumsi, pendidikan, anak,
perbaikan rumah, dan produksi usaha taninya secara mutlak ditentukan
oleh suami. Seluruh anak dari kedua istrinya berjumlah 7 orang. Anak
yang mana boleh terus sekolah dan anak yang mana yang harus
berhenti karena keterbatasan biaya dan kemudian untuk membantu
bertani, suamilah yang menentukan. Demikian pula dalam hal membeli
semua kebutuhan keluarga kecuali dalam hal makanan, termasuk
membeli pakaian istri dan anak-anaknya suami ikut mengambil
keputusan karena suami menganggap selera istri kurang baik. Termasuk
juga suami memerintahkan istrinya untuk menyiapkan makanan yang
disukainya dan menolak makanan lain yang dihidangkan istri adalah
keputusan suaminya. Ibu Y merasa tidak sehat dan sakit-sakitan sejak
kelahiran anaknya yang bungsu 6 bulan lalu, ia telah sakit sejak masa
kehamilannya dan dokter puskesmas setempat menganjurkan supaya ia
melahirkan di rumah sakit. Tetapi suaminya mengambil keputusan
bahwa istrinya harus melahirkan di rumah saja dengan pertolongan
bidan setempat, walaupun ibu Y sebetulnya kurang setuju dan tidak
berani mengatakannya.” (Sajogyo, 1983)

6

Berdasarkan dari kasus di atas bahwa seorang suami memperlakukan
istrinya secara tidak adil dan tidak bersetara gender karena suami menganggap
bahwa istri tidak cocok dengan pekerjaan yang berhubungan di luar rumah dan
cocok dengan pekerjaan yang berhubungan dengan rumah tangga. Adanya
anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta
tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga berakibat bahwa semua
pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan
(Fakih, 1996). Pembagian kerja inilah yang tidak melahirkan penghargaan
sosial yang sama karena suami sebagai pihak yang memperoleh uang dan
mempunyai kekuatan ekonomi, maka seringkali istri hanya dianggap sebagai
pendamping dan bukan mitra sejajar yang mewakili suami di sektor publik.
Karena peran gender itulah yang secara sosial telah terkonstruksi secara turun
temurun dalam suatu sistem masyarakat, maka masyarakat tersebut sering
menganggap ketimpangan dan ketidakadilan gender.
Informasi tentang kesetaraan gender diharapkan dapat mengubah
pandangan dan keyakinan yang sudah melekat tentang hubungan laki-laki dan
perempuan. Selain itu, informasi tentang kesetaraan gender juga diharapkan
mampu mengubah pandangan masyarakat tentang ketidakadilan gender.
Karena selama ini laki-laki selalu menempati posisi yang menguntungkan
dalam segala bidang, mulai sejak laki-laki lahir selalu dididik untuk selalu
unggul dibandingkan perempuan. Sedangkan perempuan selalu dalam posisi
yang dirugikan dan sebagai orang yang tertindas dalam segala bidang
kehidupan. Dengan adanya kesetaraan gender laki-laki akan mempunyai
persepsi yang tidak mendukung dan menentang terhadap kesetaraan gender.
Hal ini disebabkan oleh karena laki-laki merasa takut jika disaingi oleh
perempuan dan kemajuan perempuan dianggap membahayakan kedudukan,
peran dan wibawa laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan pemimpin bagi
perempuan. Sedangkan bagi perempuan yang menempati posisi yang
dirugikan akibat adanya diskriminasi dan ketidakadilan gender mempunyai
persepsi yang mendukung terhadap kesetaraan gender.

7

Dari perbedaan gender itu melahirkan ketidakadilan gender.
Ketidakadilan itu termanifetasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan yaitu
dalam mempersepsi, memberi nilai pada pembagian tugas antara laki-laki dan
perempuan.

Pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suprihatin

tentang perbedaan persepsi terhadap kesetaraan gender antara laki-laki dan
perempuan, dimana persepsi yang positif terhadap kesetaraan gender berarti
mempunyai persepsi yang mendukung terhadap kesetaraan gender dan
persepsi negatif terhadap kesetaraan gender berarti mempunyai persepsi yang
tidak mendukung terhadap kesetaraan gender. Populasi dari penelitian
perbedaan persepsi terhadap kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan
yang dilakukan oleh Suprihatin adalah mahasiswa jurusan Tehnik Industri
UMM angkatan 2000, yang berjumlah 168 mahasiswa. Reliabilitas dari
penelitian tersebut adalah 0,8910 dan r tabelnya 0,1834. Dari hasil uji tersebut
diperoleh hasil t= -13.104, dan nilai p= 0.000. Serta mean untuk laki-laki
139,20 dan perempuan 180,36. Sehingga hasil penelitiannya menunjukkan ada
perbedaan persepsi yang sangat signifikan terhadap kesetaraan gender antara
laki-laki dan perempuan. Perempuan mempunyai persepsi yang positif
terhadap kesetaraan gender dan laki-laki mempunyai persepsi yang negatif
terhadap kesetaraan gender.
Berdasarkan dari penelitian di atas dengan adanya kesetaraan terhadap
gender, laki-laki mempunyai persepsi yang tidak mendukung atau persepsi
negatif. Ini disebabkan karena adanya asumsi bahwa sejak lahir laki-laki sudah
dididik untuk menjadi anak yang perkasa, kuat dan jantan. Laki-laki dituntut
untuk bisa melindungi perempuan dan perempuan adalah bagian dari dirinya,
karena itu laki-laki sebagai pemimpin bagi perempuan sekaligus sebagai
kepala keluarga, perempuan adalah bagian yang mengurus rumah tangga dan
laki-laki yang mencari nafkah bagi keluarga. Laki-laki juga memiliki
kebutuhan akan kekuasaan yang lebih besar dan lebih berorientasi pada
masalah yang besar dari pada masalah yang kecil. Karena asumsi dan
stereotype yang sudah berakar itulah yang menyebabkan laki-laki mempunyai
persepsi yang tidak mendukung terhadap kesetaraan gender ini, laki-laki

8

merasa bahwa dia memiliki harga diri, sehingga ia merasa takut kalau disaingi
oleh perempuan dan dianggap lemah karena adanya kesejajaran fungsi dan
peran antara laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan

masalah

yang

berkaitan

dengan

gender

yang

berhubungan diskriminasi terhadap kaum perempuan, maka peneliti tertarik
untuk mengangkat penelitian yang berjudul perbedaan persepsi suami
terhadap kesetaraan gender ditinjau dari peran istri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas maka masalah yang
dapat dirumuskan adalah “Apakah ada perbedaan persepsi suami terhadap
kesetaraan gender ditinjau dari peran istri”.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
persepsi suami terhadap kesetaraan gender ditinjau dari peran istri.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi
perkembangan

ilmu

pengetahuan psikologi sosial dan

psikologi

perkembangan.
2. Secara Praktis : Penelitian ini diharapkan bagi laki-laki yang sudah
menikah mempunyai pemahaman tentang kesetaraan gender yang baik
sehingga suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama
sebagai peran suami istri.