PERBEDAAN KEPUASAN PERNIKAHAN SUAMI DITINJAU DARI STATUS ISTRI

Perbedaan Kepuasan Pernikahan Suami Ditinjau dari Status Istri

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai
salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Novia Rahma Widi Kusumawardani
NIM : 201210230311378

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

Perbedaan Kepuasan Pernikahan Suami Ditinjau dari Status Istri

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai
salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi


Novia Rahma Widi Kusumawardani
NIM : 201210230311378

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

SKRIPSI
Dipersiapkan dan disusun oleh :
Novia Rahma Widi Kusumawardani
Nim : 201210230311378
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal, 05 Februari 2016
dan dinyatakan memenuhi syarat sebagai kelengkapan
memperoleh gelar Sarjana (S1) Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang

SUSUNAN DEWAN PENGUJI :

Ketua/ Pembimbing I


Sekertaris/ Pembimbing II

Dr. Diah Karmiyati, M.Si.

Zainul Anwar, S.Psi. M.Psi.

Anggota 1

Anggota II

Hudaniah, S.Psi. M.Si.

M. Sohib, S.Psi. M.Si

Mengesahkan,
Dekan

Dra. Tri Dayakisni, M.Si


SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama

: Novia Rahma Widi Kusumawardani

NIM

: 201210230311378

Fakultas / Jurusan

: Psikologi / Psikologi

Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi / karya ilmiah yang berjudul :

Perbedaan Kepuasan Pernikahan Suami Ditinjau dari Status Istri
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk
kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah / skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan hak
bebas royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini
tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan Undang-undang yang
berlaku.

Malang, 05 Februari 2016
Mengetahui
Ketua Program Studi

Yang Menyatakan,

Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si

Novia Rahma Widi Kusumawardani

iv


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan
kepuasan pernikahan suami ditinjau dari status istri”, sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam Proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk
serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dra. Tri dayaksini, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Ibu Dr. Diah Karmiyati, M.Psi dan Bapak Zainul Anwar, M.Psi selaku dosen
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan
motivasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Ibu Siti Maimunah, S.Psi, M.M.,M.A selaku dosen wali yang telah memberi dukungan
hingga selesainya skripsi ini.
4. Para dosen dan Staf TU Fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan pembelajaran
serta proses pendewasaan.
5. Kepada kedua orang tuaku tercinta memberikan dukungan, do’a, dan kasih sayangnya

sehingga penulis termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Sahabat-sahabatku Cita, Nino, Eva yang selalu memberikan semangat, hiburan, cerita dan
manfaat yang begitu besar selama saya berkuliah dari awal masuk perkulihan hingga
sekarang.
7. Teman-teman Bachtiar, Aris, Nurus, Finda, Danny, Dhea, Nada, Mirza, Dewi, Rijal,
Rendy, Intan, Yanti, Om John, Huda, Rian PGSD, Rian Gitaris, Dewi Wahyu, Gusti,
Azizul, Ayik, Firly yang selalu membantu, mendukung, menemani dalam penyelesaian
skripsi ini.
8. Teman dekat Agnes dan Devi selalu memberikan semangat, membantu memberikan
nasihat dan masukan dalam skripsi ini.

v

9. Teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2012 khususnya kelas G yang memberikan
semangat, dukungan, serta berbagi ilmu dan saling melengkapi kekurangan masingmasing.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan
pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan semoga menjadi amal ibadah yang
diterima oleh Allah SWT.
Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran
demi perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 05 Februari 2016
Penulis

Novia Rahma Widi Kusumawardani

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN .......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR................................................................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................. ix
ABSTRAK ................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 2

TINJAUAN TEORI ................................................................................................................... 5
METODE PENELITIAN ........................................................................................................... 9
A.
B.
C.
D.

Rancangan Penelitian ..................................................................................................... 9
Subyek Penelitian ......................................................................................................... 10
Variabel dan Instrumen Penelitian ............................................................................... 10
Prosedur Penelitian ....................................................................................................... 10

HASIL PENELITIAN .............................................................................................................. 11
DISKUSI .................................................................................................................................. 14
SIMPULAN DAN IMPLIKASI............................................................................................... 17
REFERENSI............................................................................................................................. 17

vii

DAFTAR TABEL


TABEL 1
Deskripsi subjek penelitian .................................................................................................. 11
TABEL 2
Perhitungan kepuasan pernikahan suami dengan status istri ............................................... 12
TABEL 3
Perbedaan kepuasan pernikahan suami ditinjau dari status istri .......................................... 12
TABEL 4
Perbedaan kepuasan pernikahan suami antara istri yang bekerja dan tidak bekerja ditinjau dari
aspek-aspeknya..................................................................................................................... 12
TABEL 5
Perbedaan kepuasan pernikahan suami antara istri yang bekerja dan tidak bekerja ditinjau dari
jumlah anak .......................................................................................................................... 13

viii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1
Blue Print Skala Kepuasan Pernikahan ................................................................................ 21

LAMPIRAN 2
Skala Kepuasan Pernikahan ................................................................................................. 22
LAMPIRAN 3
Validitas dan Reliabilitas ..................................................................................................... 24
LAMPIRAN 4
Tabulasi dan Uji Perbedaan.................................................................................................. 25

ix

1

PERBEDAAN KEPUASAN PERNIKAHAN SUAMI DITINJAU DARI
STATUS ISTRI
Novia Rahma Widi Kusumawardani
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
novia.rhm@gmail.com

Suami merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga, namun pada saat ini
banyak suami setuju dengan istri berkarir di luar rumah dengan alasan dapat
menambah sumber keuangan keluarga. Namun, tidak jarang pula suami tidak

setuju dengan hal tersebut karena berbagai alasan, seperti istri yang berkarir
sering mengabaikan pekerjaan rumah dan anak. Kondisi istri yang berkarir
maupun tidak, membawa dampak positif dan negatif pada kehidupan
pernikahan mereka dan berpengaruh pada kepuasan pernikahan yang mereka
rasakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepuasan
pernikahan suami ditinjau dari status istri yang berkarir atau sebagai ibu rumah
tangga. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 97 orang suami (49 status
istri berkarir, 48 status istri tidak berkarir) dengan usia pernikahan minimal 4
tahun, menggunakan teknik purposive sampling. Pengambilan data
menggunakan skala model likert. Metode analisa data menggunakan
independent sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan
kepuasan pernikahan suami ditinjau dari status istri (F = 1,629; P>0,05).
Kata Kunci :Kepuasan pernikahan suami, istri berkarir, istri tidak berkarir.

The husband is the main breadwinner in the family, but nowdays a lot of
husband and wife agree to a carrer outside the home and grounds can add to
the family’s financial resources. However, not infrenquently the husband
doesn’t agree for some reason, like a carrer woman who often ignore the
housework and child. Condition that a carrer woman or not, bring a positive
and negative impact on their married life and effect on marital satisfaction they
feel. The aim of this research was to find out the difference of a husband’s
marital satisfaction which is viewed byhis wife status as a career woman or a
housewife. The number of this subjects in this research was 97 husbands (49
wives who have careers and 48 wives whodo not have any career) by the
minimum age of their marriage was 4 year, using purposive sampling
technique. Likert model scale was employed to collect the data. The data
analysis method used in this research was independent sample t-test. The result
of this research demonstrated that there was no differences of husbands’
marital satisfaction if viewed by their wives status (F = 1.629; P>0.05).
Keywords: Husband’s marital satisfaction, career woman, not career women.

2

Masa dewasa merupakan masa dimana seseorang berproses untuk memenuhi tugas-tugas
perkembangannya, menikah menjadi salah satu hal yang diinginkan oleh semua orang. Orang
dewasa membangun struktur kehidupan mereka yang pertama, kerap dengan mengambil dan
menguji pilihan menikah atau membentuk hubungan yang stabil dan membentuk keluarga
yang harmonis, mereka cenderung mencari pasangan yang suportif dan saling mendukung.
Menikah menjadi salah satu kebutuhan yang diinginkan setiap manusia, pernikahan sebagai
suatu komitmen hubungan emosional yang resmi antara dua orang atau pasangan untuk saling
berbagi dalam perasaan, secara fisik, berbagi berbagai macam tugas, dan mengatur sumber
perekonomian (Indriani, 2014). Setiap manusia memiliki keinginan untuk menikah dan
membangun rumah tangga yang harmonis, dan sudah menjadi sifat manusiawi menyukai
kebanggaan, kenikmatan dan kenyamanan di dalam rumah tangganya (Mufidah, 2008). Tidak
hanya itu menikah bukan berarti menyesuaikan diri dengan pasangan namun juga keluarga,
lingkungan sosialnya, dan juga kebiasaan-kebiasaan pasangan.
Dalam pernikahan, suami dan istri memiliki perannya masing-masing, suami bertanggung
jawab untuk menafkahi istri dan anak-anaknya, sebagai kepala keluarga yang memiliki
wewenang terrtinggi dalam keputusan-keputusan keluarga dan bertanggung jawab atas anak
dan istrinya. Sedangkan kebanyakan istri bertugas untuk mengatur dan mangurus rumah
tangga serta mempersiapkan kebutuhan hidup sehari-hari baik kepada anak maupun suami,
taat dan patuh dalam hal yang baik di dalam rumah tangga, dan sebagai pengatur keuangan
keluarga. Perbedaan kamu pria dan wanita diperjelas adanya Panca Dharma Wanita Indonesia
yang menuntut wanita dapat melakukan lima tugas, yaitu sebagai istri atau pemdamping,
sebagai pengelola rumah tangga, sebagai penerus keturunan, sebagai ibu dari anak-anak dan
sebagai warga negara (Anoraga, 2005).
Namun perkembangan zaman membuat para istri tidak kalah kedudukannya dengan suami,
banyak istri yang bekerja dan berkarir diluar layaknya seorang laki-laki. Kebutuhan yang
semakin meningkat di dalam keluarga terkadang memaksa seorang istri untuk bekerja diluar
rumah, uang dan kurangnya uang menjadi sangat berpengaruh yang kuat dalam penyesuaian
antara suami dan istri, banyak istri tersinggung karena tidak dapat mengendalikan uang yang
dipergunakan untuk keluarga, banyak suami juga merasa sulit menyesuaikan diri dengan
keuangan, tetapi pendapatan suami harus bisa menutupi semua kebutuhan keluarga. Hal
semacam ini sering menimbulkan percecokan di dalam pernikahan karena istri juga menuntut
suami untuk ikut serta dalam tugas rumah, dan apabila suami tidak mampu menyediakan
barang-barang keperluan rumah tangga, maka hal ini dapat menimbulkan perasaan
tersinggung dan percecokan. Sehingga, banyak istri yang mengalami masalah tersebut, dan
memutuskan untuk bekerja sebagai usaha pemenuhan kebutuhan keluarga.
Wanita karir merupakan wanita yang memperoleh kemajuan dalam pekerjaan, jabatan dan
lain-lain, lebih cenderung pada pemanfaatan kemampuan atau aturan sehingga wanita
memperoleh perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan (Endang dalam Anoraga, 2005).
Kehadiraan kaum wanita atau istri menjadi dampak yang positif dan besar manfaatnya,
sebagai partner kaum pria tidak hanya di rumah tapi dalam hal bekerja juga menyalurkan
potensi-potensi mereka. Wanita juga dapat berbuat banyak seperti rekan prianya, bahkan ada
kalanya mereka bisa lebih dari kaum pria. Namun bagaimanapun mereka adalah ibu rumah
tangga yang tidak lepas dari lingkungan keluarga dan tugasnya sebagai istri atau ibu. Bukan
hal yang mudah bagi seorang istri membagi tugasnya di diluar rumah, pada kenyataannya
banyak wanita kurang dapat mengatasi hambatan tersebut sehingga keteteran.

3

Beberapa alasan istri berkarir di luar rumah dapat disebabkan oleh pemenuhan kebutuhan
rumah tangga yang semakin meningkat, sehingga memaksa istri untuk ikut serta dalam
mencari nafkah, ada pula faktor gaya hidup yang membuat istri untuk tetap bekerja atau
mempunyai kebutuhan sosial yang tinggi dan tempat kerja mereka sangat mencukupi
kebutuhan tersebut. Menurut Majid (2012) alasan-alasan mengapa wanita yang sudah
menikah memutuskan untuk bekerja di luar adalah faktor pendidikan istri, pendapatan suami,
dan jumlah tanggungan keluarga. Hal ini dimaksudkan bahwa semakin tinggi pendidikan istri
maka semakin banyak waktu yang digunakan untuk berpartisipasi dalam pekerjaannya,
karena dengan bekerkarir istri dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang
dimiliki serta sebagai bentuk aktualiasasi diri mereka, kebutuhan sosial juga memerankan
peran penting karena dengan bekerja dianggap lebih memunculkan identitas sosial yang lebih
tinggi ketimbang istri yang tidak berkarir. Kemudian, semakin banyak jumlah tanggungan
maka semakin banyak pula partisipasinya dalam bekerja dan peningkatan pendapatan yang
signifikan juga mampu meningkatkan tingkat partisipasinya dalam bekerja.
Keterlibatan istri dalam dalam hal ini tentu membawa dampak terhadap peran wanita dalam
keluarga, selain dapat mengurangi beban suami dalam mencari nafkah tentu saja ada hal
negatif yang dapat ditimbulkan akibat pergeseran peran dari istri yang berkarir, banyak pula
suami yang keberatan dengan hal tersebut karena dapat menimbulkan prasangka dari orang
lain bahwa ia tidak dapat mencukupi keluarganya (Hurlock, 1991). Menurut Rahayu (2014),
bahwa dampak negatif dari istri yang bekerja adalah kewajiban sebagai ibu rumah tangga
menjadi terabaikan, yaitu istri menjadi kurang taat kepada suami, istri kurang dapat menjaga
kehormatan diri, kebutuhan seksualitas suami kurang terpenuhi dan pekerjaan rumah tangga
terabaikan. Hal ini di dukung pula oleh Gopur (2010) melalui studi kasusnya, bahwa akibat
peran dan pergeseran tanggung jawab wanita dalam keluarga menimbulkan dampak negatif
terutama bagi keluarga itu sendiri bahkan hal tersebut tidak jarang menimbulkan kecacatan
dan kerusakan pada keluarga.
Madani Mental Health Care Foundation (2014) mengemukakan akibat dari istri yang berkarir
dapat menimbulkan keluhan-keluhan suami antara lain; suami sering mengeluh karena
istrinya bekerja dan berpenghasilan sehingga wibawa dirinya menurun karena istri tidak
bergantung kepada suami, menimbulkan perasaan rendah diri dan rasa cemburu pada pihak
suami. Sehingga, hal tersebut menuimbulkan kompilasi psikologis suami dan mengemukakan
keluhan-keluhan dalam bentuk kecemasan, depresi, atau dalam bentuk perubahan sikap yang
dingin, pencemburu, pemarah, kasar, bahkan dapat pula menyakiti istrinya secara fisik, dan
hal ini terjadi dikarenakan suami tidak dapat menyesuaikan diri dan merasa wibawanya
berkurang sehingga menunjukkan sikap lain yang dapat menunjukkan kekuasaannya.
Demikian pula penelitian dari Universitas Cornell mendapati bahwa para suami yang istrinya
bekerja sepanjang hari, akan meningkatkan peluang selingkuh hingga lima kali atau hampir
sebanyak 7% dari tahun 2002 hingga 2007 sedangkan perempuan 3%, hal ini dikarenakan ego
suami merasa dilukai oleh istri yang mungkin karirnya lebih baik daripada mereka, dan hal
tersebut mengancam identitas suami sebagai pencari nafkah, akhirnya selingkuh menjadi cara
untuk menegaskan sisi maskulinnya (Kompasiana, 2015).
Tidak jarang permasalahan tersebut berujung pada perceraian seperti yang terjadi di
Pengadilan Agama Yogyakarta, faktor penyebab perceraian termasuk masalah ekonomi, istri
memaksa untuk bekerja karena kebutuhan rumah tangga yang semakin meningkat, jika
penghasilan istri melebihi suami maka istri merasa lebih tinggi derajatnya dari suami, dari

4

perasaan yang dialami suami kemudian merasa kurang nyaman sehingga terjadi pertengkaran
dan perceraian. Adapula data yang diungkap oleh Kemenag, Nasaruddin (2015), berdasarkan
laporan yang diterima pada beberapa tahun silam angka perceraian mencapai 60.000 per
tahun. Pasca reformasi perceraian rata-rata naik menjadi 200.000 per tahun. Kemudian
beberapa alasan muncul sebagai penyebab terjadinya perceraian, seperti halnya ketidak
cocokan, jarak sosial, umur, perselingkuhan.
Kasus perceraian juga tidak sedikit yang terjadi di Jawa Timur. Dari data Pengadilan Agama
Jatim, pada tahun 201 5angka perceraian terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2010,
jumlah perceraian di Jawa Timur mencapai 69.956 kasus, kemudian pada tahun 2011
meningkat sekitar 6% dari tahun sebelumnya menjadi 74.777 kasus, disusul tahun 2012
menunjukkan hasil yang signifikan, yaitu meningkat sebersar 14% dari tahun sebelumnya
menjadi 81.672 kasus perceraian, dan hingga saat ini angka perceraian khususnya di Jawa
Timur mencapai 100 ribu kasus.
Beberapa faktor penyebab perceraian antara lain; faktor ekonomi atau keuangan keluarga dan
tidak ada tanggung jawab, menurut Widayanti dan Lestari hal ini terjadi pada kasus istri yang
bekerja di luar rumah, semua masalah yang timbul menjadi tanggung jawab suami dan istri,
namun jika istri kurang atau tidak mempunyai rasa tanggung jawab dalam melaksanakan
kewajibannya seperti istri meninggalkan rumah tanpa ijin suami, maka suami merasa kurang
puas karena hak-haknya kurang terpenuhi dan hal ini pula dapat menyebabkan suami
menuntut perceraian akibat kurangnya tanggung jawab istri (Widayanti dan Lestari, 2014).
Seseorang yang memutuskan untuk menikah menginginkan keluarga yang harmonis dan
bahagia, kepuasan pernikahan menjadi salah satu faktor untuk mencapai keluarga yang
bahagia, karena pernikahan yang memuaskan akan tercapai jika kebutuhan-kebutuhan
individu dapat terpenuhi seperti kebutuhan sosial, psikologis, dan biologis. Seperti halnya
suami, beberapa keputusan menjadi pertimbang ketika hal tersebut berpengaruh terhadap
kualitas pernikahannya, seperti suami merasa tidak keberatan jika istrinya berkarir dan turut
membantu mencari penghasilan suami, namun ada pula suami yang keberatan jika istrinya
berkarir yang berarti istri berakarir akan mengurangi perhatian, waktu yang diberikan kepada
anak-anak, urusan rumah tangga, kasih sayang dan kebutuhan biologis yang tidak dapat
digantikan oleh wanita lain. Jadi, perlu diperhatikan motivasi istri untuk berkarir dapat
menguntungkan suami atau justru merugikan.
Menurut Burgess dan Locke (Indriani, 2014) mengungkapkan bahwa mengukur keberhasilan
perkawinan menggunakan beberapa kriteria. Salah satu kriteria yang dapat dilihat untuk
mengukur keberhasilan suatu pernikahan adalah puas atau tidaknya individu selama menjalani
kehidupan berumah tangga. Sedangkan, menurut Bahr dkk, (Utami & Mariyati, 2015)
mengatakan kepuasan dilihat dari sejauh mana kebutuhan, harapan, dan keinginan individu
sudah dipenuhi di dalam menjalani pernikahannya, dalam bentuk; kesepakatan peran, aturan
peran bersama sebagai suami-istri (pasangan), dan aturan peran amsing-masing sebagai diri
sendiri.
Namun hal ini berbeda dengan suami yang memiliki istri berkarir, karena waktu istri harus
terbagi dengan pekerjaan diluar rumah dan tidak sepenuhnya mengurus urusan rumah tangga,
sehingga suami merasa kurang puas dalam pernikahannya. Hal ini didukung pula oleh hasil
penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Paputungan (2012) yang menunjukkan bahwa suami
yang memiliki istri berkarir merasa kurang puas dalam pernikahannya dalam hal kepuasan

5

fisik karena istri lebih jarang di rumah, kemudian subyek dari penelitiaan tersebut
mengungkapkan mereka merasa lebih puas dalam pernikahannya jika pasangan mampu
menciptakan suasan terbuka secara komunikasi, karena dengan adanya komunikasi yang
terbuka mampu menyalurkan keinginan dari masing-masing pihak. Bukan hanya masalah
Mengenai kepuasan dalam pernikahan telah ditemukan penelitian-penelitian sebelumnya
yaitu, penelitian yang dilakukan oleh Terry dan Scott (2007) menunjukkan hasil tidak adanya
prediktor yang berbeda pada tingkat kepuasan pernikahan oleh laki-laki maupun perempuan
karena keduanya memiliki komitmen yang tinggi untuk bekerja dan untuk keluarga mereka.
Pada pasangan tradisional aspek kepuasan dalam seksualitas menunjukkan istri lebih tinggi
dibandingkan suami, sedangkan kepuasan kerja hampir tidak ada perbedaan dari keduanya.
Mengenai masalah pekerjaan dan kepuasan pernikahan antara pasangan pada penelitian yang
dilakukan Moen, P. Dkk (2001) mengungkapkan bahwa pekerjaan yang sudah pensiun sangat
mempengaruhi kualitas dari pernikahan dan hasilnya menunjukkan penurunan angka
kepuasan bagi suami dan istri, suami yang sudah mengalami masa pensiun sedangkan istri
tetap bekerja menjadi konflik pernikahan terbesar atau menjadi konflik lebih tinggi, sehingga
sangat penting menggabungkan status pasangan, sama-sama kerja atau sama-sama pensiun.
Zainah, dkk. (2012) juga mengungkapkan bahwa pasangan dengan usia pernikahan yang lebih
lama cenderung lebih merasakan kepuasan pernikahannya dan pendapatan keluarga menjadi
faktor penting untuk stabilitas pernikahan, pada penelitian tersebut diungkapkan bahwa
keluarga dengan penghasilan tinggi memiliki kepuasan lebih tinggi dibandingkan yang
rendah. Namun kembali pada pasangan yang sama-sama bekerja bukan hanya sekedar
memiliki pendapatan yang tinggi saja, namun jika pasangan sama-sama bekerja di luar rumah
potensi terjadinya konflik menjadi lebih intensif. Tugas besar yang harus dilakukan pasangan
adalah menemukan cara paling baik untuk menyesuaikan kebutuhan pada keluarga berkarir
ganda (Baron, 2005).
Mengenai dampak positif dan negatif akibat peranan ganda dari wanita karir sekaligus sebagai
ibu rumah tangga maka, dari latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah ada perbedaan kepuasan pernikahan bagi suami yang memiliki istri berkarir
dan yang tidak berkarir? Tujuan dari penelitian ini ingin mengetahui perbedaan kepuasan
pernikahan pada suami yang memiliki istri berkarir dan tidak berkarir. Hasil dari penelitian ini
diharapkan mampu memberikan kontribusi baru mengenai informasi dan dapat memperluas
wawasan bagi disiplin ilmu khususnya Psikologi dan bagi masyarakat agar dapat mengetahui
aspek-aspek apa saja yang dapat menciptakan, membangun serta meningkatkan kepuasan
dalam rumah tangga serta diharapkan mampu mengurangi tingkat perceraian.
Kepuasan Pernikahan
Menurut Dabone & Tawiah (Setyoasih, 2014) Kepuasan pernikahan adalah kondisi mental
yang menemukan manfaat yang dikeluarkan dalam kehidupan pernikahan. Semakin tinggi
biaya hidup yang dikeluarkan makan kepuasan pernikahan juga akan menurun.
Chappel dan Leigh ( Altaira & Nashori, 2008), mendefinisikan kepuasan pernikahan sebagai
evaluasi subyektif terhadap kualitas perkawinan secara keseluruhan. Hal tersebut berarti taraf
yang menunjukkan terpenuhinya kebutuhan, harapan dan keinginan seseorang dalam suatu
pernikahan.

6

Hawkins (Matsurah, 2014) mengemukakan bahwa kepuasan pernikahan adalah perasaan
bahagia, puas, dan pengalaman senang yang dirasakan oleh pasangan suami istri secara
subjektif terhadap berbagai aspek yang ada dalam perkawinan.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan adalah hasil
evaluatif sebyektif selama pernikahan dan seberapa besar kualitas yang dihasilkan dari
pernikahan itu sendiri.
Aspek-aspek Kepuasan Pernikahan
Olson dan Olson (dalam Lestari, 2012) mengemukakan aspek-aspek yang dapat membangun
kepuasan pernikahan yaitu : (1) Communication, area ini melihat tentang bagaimana perasaan
dan sikap pasangan suami-istri saat berkomunikasi. Area ini juga berfokus pada perasaan
senang dari keduanya saat melakukan komuniasi. (2) Leisyre Activity, area ini melihat pilihan
kegiatan yang dilakukan bersama untuk mengisi waktu luang serta melihat apakah suatu
kegiatan dilakukan sebagai pilihan bersama serta harapan-harapan dalam mengisi waktu
luang. (3) Religious Orientation, area ini menilai makna keyakinan beragama serta bagaimana
pelaksanaanya dalam kehidupan sehari-hari. Keyakinan spiritualitas merujuk pada kulitas
batin yang dirasakan individu dalam hubungannya dengan Tuhan. (4) Conflict resolution, area
ini berfokus untuk menilai presepsi suami istri terhadap suatu masalah serta bagaimana
pemecahannya. Hal ini mencangkup keterbukaan pasangan untuk mengenali dan
menyelesaikan masalah. (5) Financial management, area ini menilai sikap dan cara pasangan
mengatu uang, bentuk-bentuk pengeluaran, dan pembuatan keputusan tentang keuangan. (6)
Sexual orientation, area ini berfokus pada refleksi sikap yang berhubungan dengan amsalah
sexual, tingkah laku seksual, serta kesetiaan terhadap pasangan.(7) Family and Friend, area
ini dapat melihat bagaimana perasaan dan perhatian pasangan terhadap hubungan kerabat,
mertua serta teman-teman. (8) Children and parenting, area ini menilai sikap dan perasaan
tentang memiliki dan membesarkan anak. Fokusnya adalah bagaimana orang tua menerapkan
keputusan mengenai keputusan yang dibuat untuk anak. (9) Personality Issue, area ini melihat
penyesuaian siri tingkah laku, kebiasaan-kebiasaan serta kepribadian pasangan. (10)
Egalitarian role, area ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran beragam dalam
kehidupan pernikahan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, tugas rumah tangga, peran sesuai
jenis kelamin dan peran sebagai orang tua.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan
Menurut Hendrik & Hendrick (Matsurah, 2014) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kepuasan dalam pernikahan yakni : 1) Premarital Factor yang meliputi a) Latar belakang
ekonomi, dimana adanya ketidaksesuaian antara status ekonomi dan harapan dari pasangan
sangat menimbulkan konflik dalam suatu hubungan pernikahan, seperti yang dikemukakan
oleh Paputangan (2012) bahwa suami memiliki istri yang berkarir juga berpengaruh bagi
kepuasan pernikahan pada suami, maka diperlukakan beberapa hal untuk
menyeimbangkannya. b) pendidikan juga memiliki peranan dalam kepuasan pernikahan,
dimana adanya pendidikan yang rendah dikatakan dapat membuat individu menjadi
pengangguran dikarenakan sulitnya mendapatkan kerja. c) hubungan dengan orang tua. 2) a)
kehadiran anak dapat mempengaruhi tinggi rendahnya kepuasan pernikahan. b) lama
pernikahan, hal ini berkaitan dengan lamanya hubungan pernikahan yang telah dijalani
bersama.

7

Peran dan Tanggung Jawab Suami dan Istri dalam Keluarga
Menurut Mufidah (2008), keberhasilan seorang suami dalam mencapai karirnya banyak
didukung oleh peran istri, begitu juga sebaliknya peran suami juga sangat mendukung karir
dari istri. Keduanya dapat malakukan peran-peran yang seimbang, diantaranya :
1. Berbagi rasa suka dan duka, serta memahami fungsi dan kedudukan suami maupun istri
dalam kehidupan social atau profesi. Membagi peran antara keduanya secara fleksibel
memungkinkan pekerjaan tersebut dapat dikerjakan oleh siapa saja yang memiliki
kesempatan dan kemampuan di antara anggota keluarga tanpa mendiskriminasi salah satu
pihak.
2. Memposisikan sebagai istri sekaligus ibu, teman dan kekasih bagi suami. Sama halnya
dengan suami yang memiliki tugasnya sebagai bapak, kekasih, teman, dll. Dalam upaya
memposisikan keduanya untuk memperoleh hak-hak dasar dengan baik.
3. Menjadi teman diskusi, bermusyawarah dan saling mengisi dalam proses pengambilan
keputusan. Keluarga yang memiliki kesetaraan gender memilih asas kebersamaan dalam
pengambilan keputusan, sehingga tidak merasa berat pada satu pihak.
Istri yang Berkarir dan Tidak Berkarir
Junaedi (2009) mengungkapkan bahwa ada dampak positif dari wanita yang berkarir. Yaitu :
1. Bertambahnya sumber keuangan. Dengan bertambahnya sumber keuangan dari istri
tentunya akan membantu suami atau sebagai partner dalam pemenuhan kebutuhan
financial sehari-hari.
2. Meluasnya jaringan hubungan.
3. Tersedianya kesempatan untuk menyalurkan bakat dan hobi.
4. Terbukanya kesempatan untuk mewujudkan citra diri yang positif.
5. Secara status social lebih dipandang.
Sedangkan dampak negatif yang timbul dari istri yang berkarir adalah kewajiban ibu rumah
tangga menjadi terabaikan, kebutuhan seksualitas suami kurang terpenuhi dan pekerjaan
rumah tangga terbaikan (Rahayu, 2014). Tanpa adanya keseimbangan peran ganda seorang
istri yang sekaligus menjadi wanita karir juga berdampak negatif.
1. Pekerjaan yang terus-menerus membuat istri merasa letih terlebih lagi jika terdapat
masalah dalam pekerjaannya, posisi yang jauh dari rumah membuat ibu kurang dapat
mengontrol yang terjadi dirumah, sehingga terjadi berkurangnya sifat atau hubungan
keibuan dengan anak.
2. Kebahagiaan dan kehangatan suasana dalam rumah tangga amat bergantung pada seorang
ibu. Ibu yang bekerja di luar rumah tentunya berbagi waktu dengan pekerjaan dan urusan
rumah tangga. Padahal tugas seorang istri agar menciptakan keluarga yang harmonis
salah satunya adalah menjadikan rumah sebagai tempat tinggal yang menyenangkan bagi
keluarga (Lestari, 2012).
3. Ketiadaan sang ibu di rumah atau disamping anak bisa menyebabkan anak manja dansuka
menuntut. Karena tugas ibu dalam mendidik anak-anaknya juga harus mampu menjadi
tempat curhat bagi anak dan suami (Lestari, 2012).
Hoffman (Suryani, 2008) masyarakat pada umumnya menilai pekerjaan rumah seorang istri
terbatas dan monoton seperti menyiapkan makanan, membersihkan rumah, mengatur rumah

8

tangga dan mengasuh anak. Padahal tugas seorang istri tidak hanya itu, istri bertanggung
jawab atas perkembangan hubungan anak dan suami, sitri yang tidak bekerja justru memiliki
banyak waktu untuk lebih dekat dan berempati dengan anak. Disamping hal-hal positif
adapula hal negatif dari istri yang tidak bekerja, Lewis (Suryani 2008) mengemukakan
beberapa dampak yang kurang baik yang ditemukan pada istri yang tidak bekerja, salah
satunya adalah menimbulkan rasa ketergantungan pada suami, dalam hal ini suami dituntut
untuk memenuhi semua kebutuhan istri dan keluarganya secara finansial maupun dalam
pengambilan keputusan. Termasuk kurangnya intelektual dan hubungan sosial yang berbatas,
sehingga keadaan tersebut membuat istri jenuh dan bosan. Status pekerjaan istri seringkali
menjadi salah satu kebanggaan suami dan anak, namun hal ini kurang didapatkan dari istri
yang tidak bekerja.
Kepuasan Pernikahan Suami Ditinjau dari Status Istri
Kepuasan pada suami sama halnya seperti kepuasan dalam pernikahan, karena kepuasan
pernikahan itu sendiri merupakan penilaian subyektif terhadap bahagia atau tidak bahagianya
seseorang menjalani pernikahannya. Seperti Chappel dan Leigh ( Erin & Fuad, 2008),
mendefinisikan kepuasan pernikahan sebagai evaluasi subyektif terhadap kualitas perkawinan
secara keseluruhan. Hal tersebut berarti taraf yang menunjukkan terpenuhinya kebutuhan,
harapan dan keinginan seseorang dalam suatu pernikahan. Dari uraian tersebut dapat
dijabarkan bahwa suami sendiri memiliki penilaian terhadap sepanjang usia pernikahannya,
suatu pernikahan yang di dalamnya terdapat komitmen, persamaan, persahabatan, dan
perasaan positif. Pembagian peran di dalam pernikahan suami istri memang harus jelas
adanya agar tidak terjadi kesenjangan dan harus saling melengkapi, seperti yang dikemukakan
Mufidah (2008) bahwa peran serta tanggung jawab suami dan istri antara lain : (1) Berbagi
rasa suka dan duka, serta memahami fungsi dan kedudukan suami maupun istri dalam
kehidupan sosial atau profesi. (2) Memposisikan sebagai istri sekaligus ibu, teman dan
kekasih bagi suami. Sama halnya dengan suami yang memiliki tugasnya sebagai bapak,
kekasih, teman, dll. Dalam upaya memposisikan keduanya untuk memperoleh hak-hak dasar
dengan baik. (3) Menjadi teman diskusi, bermusyawarah dan saling mengisi dalam proses
pengambilan keputusan. Keluarga yang memiliki kesetaraan gender memilih asas
kebersamaan dalam pengambilan keputusan, sehingga tidak merasa berat pada satu pihak.
Tugas-tugas yang sudah terbagi sesuai dengan perannya sebagai ayah sekaligus suami dan ibu
sekaligus istri menjadi hal yang sudah mutlak. Tidak hanya di rumah wanita yang
memutuskan untuk berkarir juga membutuhkan waktunya untuk kegiatan diluar rumah,
sehingga perannya menjadi ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga sekaligus wanita karir.
Peranan ganda ibu rumah tangga tentu tidak mudah dilakukan, namun ini tidak akan menjadi
masalah dalam rumah tangga ketika ia dapat menyeimbangkannya secara proposional, baik
buruknya peranan wanita dalam rumah tangga tentunya berdampak bagi kepuasan pernikahan
mereka dan pasangan. Menurut Paputungan (2012) suami yang memiliki istri berkarir merasa
kurang puas dalam pernikahannya dalam hal kepuasan fisik karena istri lebih jarang di rumah,
namun suami merasa lebih puas dalam pernikahannya jika pasangan mampu menciptakan
suasan terbuka secara komunikasi. Jadi, ada beberapa hal yang dirasa kurang dapat dipenuhi
oleh istri kepada suami ketika mereka memutuskan untuk berkarir.
Berbeda dengan istri yang tidak berkarir, meskipun hanya sebagai ibu rumah tangga justru
lebih full time dan maksimal peranannya sebagai istri dan ibu. Suami dengan istri yang tidak

9

berkarir diduga memiliki dampak positif lebih banyak terhadap mereka daripada suami yang
memiliki istri berkarir dengan beberapa alasan, misalnya istri yang berkarir lebih jarang
berada dirumah sehingga tidak dapat mengontrol keadaan rumah setiap saat, terlebih lagi jika
kesibukan istri membuat suami merasa kurang diperhatikan sehingga timbul perilaku curiga,
sering marah, dan yang paling parah adalah kekerasan.
Kerangka Berpikir

Status Istri Berkarir

Status Istri Tidak Berkarir

- Menambah sumber
keuangan keluarga
- Meluasnya jaringan
hubungan
- Dipandang secara status
sosial
- Waktu dirumah terbagi
dengan pekerjaan di luar

- Tugas rumah tidak terbagi
dengan pekerjaan di luar
- Istri memiliki lebih
banyak waktu dengan
keluarga
- Secara ekonomi istri
tergantung pada suami

Kepuasan
pernikahan suami
Rendah

Tinggi

Hipotesa
Ada perbedaan kepuasan pernikahan pada suami yang memiliki istri berkarir dan suami yang
memiliki istri tidak berkarir atau hanya sebagai ibu rumah tangga, dimana suami yang
memiliki istri tidak berkarir memiliki kepuasan pernikahan lebih tinggi dibandingkan suami
yang memiliki istri berkarir.

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif komparatif.
Kuantitatif komparatif adalah penelitian yang di dalamnya ditemukan adanya suatu perbedaan
antara 2 sampel, sehingga memungkinkan terdapat dua perbedaan yaitu signifikan dan tidak
signifikan (Winarsunu, 2009).

10

Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah laki-laki yang telah menikah atau berstatus suami di
Malang Jawa Timur, dengan usia pernikahan minimal 4 tahun dan berstatus bekerja.
Teknik pengambilan sampel adalah menggunakan teknik non probability sampling yaitu
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu atau sampling purposive. Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 97 subjek, mengacu pada teori dari Fraenkel (1993) yaitu
penelitian komparatif jumlah subjek minimal 30 subjek per kelompok. Adapun karakteristik
subjek yang diambil dibedakan menjadi dua kelompok, adapun karakteristik subjek yaitu lakilaki berstatus suami dan bekerja, usia pernikahan di atas 4 tahun hal ini didukung oleh
pernyataan Hurlock (Paputungan, 2012) yang pada umumnya pasangan dapat menyesuaikan
diri dengan baik dalam pernikahannya setelah 3 sampai 4 tahun, pendidikan minimal SMA
sederajat. Pada kelompok pertama yaitu memiliki istri yang bekerja selama pernikahannya
secara full time di luar rumah, minimal 8 jam per hari (wirausaha, wiraswasta, pegawai
swasta atau pemerintah, jabatan lain di luar rumah). Pada kelompok kedua yaitu memiliki istri
yang hanya sebagai ibu rumah tangga tanpa bekerja di luar rumah.
Variabel dan Instrumen Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah kepuasan pernikahan. Kepuasan pernikahan adalah hasil
evaluatif sebyektif suami selama pernikahan dan menilai seberapa besar kualitas yang
dihasilkan dari pernikahan itu sendiri, serta penilaian terhadap puas atau tidaknya subyek
dalam menilai pernikahannya ditinjau dari istrinya yang berkarir maupun yang hanya sebagai
ibu rumah tangga.
Adapun pengumpulan data untuk mengukur variabel menggunakan instrumen (scale)
kepuasan pernikahan yang dikembangkan oleh Shofa (2015). Skala yang akan diberikan
nantinya mengungkap tentang kepuasan pernikahan menurut Olson dan Olson (Shofa, 2012)
yang mengacu pada ENRICH Marital Satisfaction Scale yang didalamnya mengemukakan
beberapa aspek yaitu: (1) Communication, (2) Leisyre Activity, (3) Religious Orientation, (4)
Conflict resolution,(5) Financial management, (6) Sexual orientation, (7) Family and
Friend,(8) Children and parenting,(9) Personality Issue, (10) Egalitarian role.Skala tersebut
dirancang berdasarkan metode likert dengan empat alternatif pilihan jawaban yaitu sangat
sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Pada item favorable,
skor dari jawaban sangat sesuai (4), sesuai (3), tida sesui (2), sangat tidak sesuai (1) dan untuk
item unfavorable, skor jawaban sangat sesuai (1), sesuai (2), tidak sesuai (3), sangat tidak
sesuai (4).
Pada skala tersebut menunjukkan 29 item yang valid dengan indeks validitas 0,304-0,704 dan
indeks reliabilitas 0,920 yang dapat disimpulkan bahwa skala tersebut reliabel karena nilai
reliabilitas instrumen > 0.60 (Cronbach alpha). Hal ini membuktikan bahwa instrumen dalam
penelitian ini memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang memadai.
Prosedur dan Analisa Data Penelitian
Prosedur penelitian diawali dengan mempersiapkan instrumen penelitian yaitu skala kepuasan
pernikahan. Skala yang disebar yaitu sebanyak 29 item yang dikembangkan oleh Shofa
(2015) menggunakan aspek-aspek menurut Olson dkk. Kemudian mencari subjek yang sesuai

11

dengan karakteristik yang sudah ditentukan untuk mengisi skala tersebut menggunakn teknik
purposive sampling dimana susbjek yang dipilih berdasarkan kriteria yang sudah diatur oleh
peneliti. Dimana subjek penelitian berjumlah 97 suami yang tinggal di Malang Jawa Timur
dengan usia pernikahan minimal 4 tahun, bekerja, dan pendidikan minimal SMA untuk
menghindari ketidak pahaman subjek terhadap skala yang diberikan. Masing-masing subjek
mengisi skala secara individu dan tidak mencontoh jawaban dari orang lain. Pencarian subjek
dilakukan mulai tanggal 20 Desember 2015 hingga 07 Januari 2016. Setelah dilakukannya
pengambilan data, masing-masing jawaban subjek dijumlahkan, sehingga mendapatkan skor
total kepuasan pernikahan suami yang kemudian di analisis datanya. Tahap ketiga, analisis
Metode analisa yang digunakan yaitu teknik uji independent sample t-test untuk mengetahui
perbedaan dari variabel yang diteliti berdasarkan dua kelompok sampel.

HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mendapatkan data sebagai berikut :
Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian
Kategori
Status Istri
Bekerja
Tidak Bekerja
Pekerjaan suami
Swasta
Berbagai profesi
Pegawai negeri

Frequency

Percent

49
48

50.5%
49.4%

Total
97

97
73
11
13

75.3%
11.3%
13.4%
97

Pendidikan
SMA
Diploma
Sarjana

65
2
30

67%
2.1%
30.9%

Jumlah Anak
Jumlah anak 1
Jumlah anak 2
Jumlah anak 3
Jumlah anak 4

30
40
20
7

30.9%
41.2%
20.6%
7.2%

97

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa subjek dalam penelitian ini yang memiliki istri
berkarir sebanyak 49 orang dengan presentase 50,5% dan yang tidak memiliki istri berkarir
atau sebagai ibu rumah tangga sebanyak 48 orang dengan presentase 49,4% atau total
keseluruhan subjek dalam penelitian ini adalah 97 orang dengan total presentase 100%.
Pekerjaan subjek dalam penelitian ini peneliti membagi menjadi 3 jenis pekerjaan, yaitu: (1)
Swasta, didalamnya termasuk karyawan swasta dan wiraswasta sebanyak 65 subjek atau 67%
dari total keseluruhan, (2) berbagai profesi, termasuk di dalamnya sopir, guru, penjahit,

12

variasi mobil sebanyak 11 orang atau 11,3%, (3) Pegawai negeri, ternasuk di dalamnya PNS
atau pegawai pemerintahan sebanyak 13 orang atau 13,4%. Pendidikan terakhir menjadi salah
satu syarat pada penelitian ini sehingga di dapati subjek yang pendidikan terkahir SMA
sebanyak 65 orang atau 67%, Diploma 2 orang atau 2,1% dan Sarjana 30 orang atau 30,9%.
Sedangkan jumlah subjek yang memiliki satu anak sebanyak 30 atau 30,9%, jumlah anak dua
40 orang atau 41,2%, jumlah anak tiga sebanyak 20 orang atau 20,6% dan jumlah anak empat
sebanyak 7 orang atai 7,2%. Berikut adalah hasil perhitungan kategori tingkat kepuasan suami
dilihat dari status istri :
Tabel 2. Perhitungan kepuasan pernikahan suami dengan status istri

Status istri

Berkarir
Tidak Berkarir

Total

Kepuasan Suami
Tinggi
Rendah
22
27
44.9%
55.1%
27
21
55.3%
43.8%
49
48
55.5%
49.4%

Total
49
100%
48
100%
97
100%

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa subjek yang memiliki istri berkarir sebanyak 22
orang subjek cenderung memiliki kepuasan pernikahan lebih tinggi atau 44,9% dari skor total,
dan 27 orang lainnya atau 27% tingkat kepuasan pernikahannya rendah. Sedangkan pada
subjek yang memiliki istri tidak berkarir sebanyak 27 orang orang 55,3% tingkat kepuasan
pernikahannya tinggi, dan 21 orang atau 43,8% tingkat kepuasannya rendah.
Hasil Analisis Data
Tabel 3. Perbedaan kepuasan pernikahan suami ditinjau dari status istri
Kelompok
Istri Berkarir

Istri Tidak
Berkarir

N

Mean

F

Sig (2-tailed) (p)

Keterangan

49

96.1224

1,629

0,963

Tidak
Signifikan

48

96.0417

0.963

Hasil analisis data t-test diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan varians pada data
suami yang memiliki istri berkarir dan tidak berkarir . Hal ini dapat dilihat dari tabel 3
diperoleh nilai F sebesar 1,629 dengan nilai P> 0,05, yang artinya bahwa kedua data tersebut
homogen atau tidak ada perbedaan di antara status istri yang berkarir dan tidak berkarir.

13

Tabel 4. Perbedaan kepuasan pernikahan suami antara istri yang bekerja dan tidak
bekerja ditinjau dari aspek-aspeknya
Aspek-aspek
Kepribadian
Komunikasi
ResolusiKonflik
Finansial
WaktuLuang
Seksual
Anak
KeluargaTeman
KesamaanPeran
Agama

Status Istri
Bekerja
Tidak Bekerja
Bekerja
Tidak Bekerja
Bekerja
Tidak Bekerja
Bekerja
Tidak Bekerja
Bekerja
Tidak Bekerja
Bekerja
Tidak Bekerja
Bekerja
Tidak Bekerja
Bekerja
Tidak Bekerja
Bekerja
Tidak Bekerja
Bekerja
Tidak Bekerja

Mean
10.1837
10.1875
10.0204
10.1250
13.6735
13.3750
6.6939
6.4375
13.0408
12.9375
10.7755
10.8542
3.3673
3.2500
5.3265
5.6875
9.5510
9.4375
10.1224
10.1250

F
0,538

P
0,988

5,538

0,705

1,22

0,399

2,32

0,193

0,42

0,770

0,62

0,765

0,482

0,366

0,64

0,251

3,579

0,728

3,035

0,993

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas dapat dilihat bahwa setiap aspek memiliki nilai
signifikasi rata-rata di atas 0,05, sehingga dapat disimpulkan secara keseluruhan tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam skor kepuasan pernikan antara istri yang bekerja dan tidak
bekerja ditinjau dari aspek-aspeknya.
Tabel 5. Perbedaan kepuasan pernikahan suami antara istri yang bekerja dan tidak
bekerja ditinjau dari jumlah anak
Jumlah anak
1-2
3-4

Status Istri
Bekerja
Tidak Bekerja
Bekerja
Tidak Bekerja

Mean
0,3528
0,3528
4,4737
4,4737

F
4,26

P
0,987

2,295

0,901

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas dapat dilihat bahwa rata-rata subjek yang
memiliki 1-2 orang tidak memiliki perbedaan di antara kelompok istri yang berkarir dan tidak
berkarir karena nilai (F=4,26; P>0,05) yang artinya tidak ada perbedaan diantara keduanya.
Sedangkan subjek dengan jumlah ank 3-4 orang memiliki nilai (F=2,295;P>0,05) yang juga
diasumsikan nilai tersebut homogen atau tidak ada perbedaan di antara kedua kelompok.

14

DISKUSI
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan pernikahan suami yang
signifikan antara istri yang berkarir dan istri yang tidak berkarir, dengan nilai (F = 1,629;
P>0,05). Sebagaimana yang telah disebutkan pada penelitian sebelumnya oleh NSFH
University of Wisconsin-Madison (2000) bahwa wanita yang bekerja memiliki sedikit atau
tidak berpengaruh pada kualitas pernikahan suami namun secara signifikasi menurunkan
kualitas pernikahan istri, di sisi lain suami mendapatkan keuntungan kualitas dengan
menyediakan penghasilan tambahan dan mengurangi tanggung jawab keuangan suami atau
sebaliknya. Secara garis besar status istri tidak terlalu responsif terhadap konteks sosial dan
kebahagiaan suami, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya perubahan nilai sosial terkait
manfaat dari istri yang berkarir dan pendapat publik menjadi mendukung untuk pasangan
yang berkarir.
Membangun rumah tangga merupakan hal yang penting ketika seseorang dirasa sudah mampu
dalam menjalaninya. Dimana pasangan dalam rumah tangga yaitu antara laki-laki dan
perempuan memiliki peran dan tugasnya masing-masing sebagai suami dan istri. Kepuasan
pernikahan menjadi tolak ukur keberhasilan suatu pernikahan, hasil dari penelitian ini status
istri yang bekerja dan tidak bekerja tidak berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan suami
namun sebaliknya dampak terbesar justru terjadi pada istri. Melanjutkan pendapat
sebelumnya akibat peran ganda ternyata lebih dirasakan istri dari pada suami, karena peran
ganda istri justru lebih terlihat, selain mengurus rumah tangga istri yang berkarir juga
mengurus pekerjaannya diluar rumah. Menurut Karney (NSFH, 2000) mengungkapkan bahwa
peningkatan beban kerja terkait dengan peran ganda justru dampaknya lebih dirasakan oleh
istri ketimbang suami. Stres kerja yang mungkin ditimbulkan dari pekerjaan nampaknya tidak
begitu berpengaruh pula pada suami jika istri mampu memisahkan permasalah pekerjaan dan
rumah tangga, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa status istri tidak berpengaruh
terhadap kebahagiaan suami karena status sosial tidak mempermasalahkan hal tersebut,
namun stres yang mungkin ditimbulkan dari istri menjadi hambatan besar bagi kebahagiaan
suami, jadi untuk menghindari hal tersebut perlu adanya partisipasi suami dalam tugas istri
yang pada akhirnya puas atau tidaknya istri juga berpengaruh pada suami. Hal ini didukung
oleh pendapat Kim (1992) bahwa istri lebih puas ketika mereka mendapat bantuan dari suami
dalam pekerjaan rumah tangga dan suami lebih puas ketika mereka memiliki bantuan
keuangan dari istri, sumbangan keuangan untuk anak dari istri dapat mendukung keluarga,
daripada hanya berbagi penyedia peran.
Faktor ekonomi menjadi alasan mengapa istri berkarir, jika suami merasa sudah mampu
mencukupi kebutuhan keluarga tentu tidak akan menjadi masalah ketika istri memutuskan
hanya sebagai ibu rumah tangga, sehingga tugas-tugas pada pasangan tradisional menjadi
sangat adil bagi keduanya. Tidak berbeda pula dengan pasangan yang sama-sama berkarir jika
suami merasa kurang dalam pendapatannya tentu hal ini dapat meringankan tugas suami.
Menurut Furstenberg dan Hoffman (Suryani, 2008) bahwa keuangan tidak menjadi masalah
yang berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan pada pasangan suami istri yang keduanya
bekerja, karena istri tidak sepenuhnya bergantung pada suami, terlebih lagi jika suami
mendukung sepenuhnya pilihan istri untuk berkarir maka terdapat kepuasan dalam
pernikahan. Bagaimanapun pada situasi yang saling mendukung membuat suami dan istri
m