ORIENTALISME DALAM FILM (ANALISIS NARATIF PERADABAN TIMUR TENGAH DALAM FILM THE PHYSICIAN)

(1)

ORIENTALISME DALAM FILM

(Analisis Naratif Peradaban Timur Tengah Dalam Film The Physician) ORIENTALISM IN FILM

(A Narrative Analysis of Middle Eastern Civilizations in The Physician Movie)

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

MUHAMMAD AULIA RAHMAN 20120530171

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Aulia Rahman Nomor Mahasiswa : 20120530171

Konsentrasi : Broadcasting Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politk

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Orientalisme Dalam Film (Analisis Naratif Peradaban Timur Tengah Dalam Film The Physician)” adalah hasil karya saya sendiri dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk telah dinyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari skripsi saya ini terbukti merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia dicabut gelar kesarjanaanya.

Yogyakarta, 19 Desember 2016


(3)

PENGANTAR PENULIS

Latar belakang penelitian ini karena saya selalu bertanya-tanya, kenapa kerap kali ada ketimpangan antara wajah Timur dan Barat dalam film?. Bagaimana ceritanya Barat menjadi pencerah bagi Timur, sebagai perlambang modernitas, serta menjadi pusat peradaban saat ini?. kenapa Barat selalu menganggap sebagai bangsa yang lebih unggul terutama dalam film mereka?. Oleh sebab itu terbitlah skripsi Orientalisme Dalam Film: Analisis Naratif Peradaban Timur Tengah Dalam Film The Physician ini.

Penelitian ini merupakan bentuk keresahan saya terhadap stereotip-stereotip buruk kepada orang-orang Timur dan Islam yang ada dalam cerita film ataupun media Barat saat ini. Oleh karena itu, skripsi ini bisa menjadi salah satu sumber bacaan bagi mereka yang tertarik akan tema tersebut. Namun begitu, skripsi ini dapat dikatakan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya kritik dan saran konstruktif demi penyempurnaan skripsi ini sangat dibutuhkan dari semua kalangan. Saya berharap penelitian mengenai tema kajian ini terus dikembangkan, tentunya penelitian ini akan beda hasilnya jika ditulis dengan metode atau dengan orang yang memiliki latar belakang yang berbeda dengan peneliti.

Proses menulis penelitian ini sangat menguras emosi dan pikiran. Dengan sedikitnya bahan kajian pustaka yang membahas tentang tema kajian, saya berusaha menyelesaikan tugas akhir ini agar sesuai dengan deadline. Skripsi ini


(4)

menyempatkan tenaga dan waktunya demi penelitian saya. Untuk itu saya ucapkan terima kasih atas kebaikan dan dukungan mereka semua.

Kepada ibu Dr. Muria Endah Sokowati, S.IP, M.Si yang sudah bersedia menjadi dosen pembimbing. Kontribusinya dalam memberi ide dan nasihat kepada peneliti, serta sudah memperkenalkan saya dengan bapak orientalisme, Edward Said yang teorinya menjadi ruh dalam penelitian ini.

Kepada para dosen penguji pak Aly Aulia, Lc, M.Hum, mbak Ayu Amalia, S.Sos, M.Si, mbak Firly Annisa, S.IP, MA dan pak Filosa Gita Sukmono, MA atas kritik dan saran membangun yang mereka berikan terhadap penelitian ini.

Kepada dosen-dosen atas ilmu yang mereka berikan, semoga saya bisa memanfaatkannya dengan baik, dan juga staf Ilmu Komunikasi UMY atas keramahannya.

Beberapa orang bilang hidup akan hampa bila tanpa pertemanan. Mereka lah yang membuat kita bermanfaat dan semangat dalam menjalani kehidupan. Kepada teman-teman Broadcasting 2012, sahabat saya dalam grup Lokal Hangat: Abu, Adityo, Adam, Almaz, Alief, Awi, Tika, Opi, Guswan dan Babay, Nashwan Tri, Yoska untuk semua tawa dan kesenangan, untuk dukungan dan kebersamaan. Terima kasih juga kepada Galuh yang telah membantu saya dalam memahami metode riset naratif. Kepada grup Barisan Anak Pandai yang selalu sharing tentang informasi bimbingan skripsi dan semangat. Saya merasa beruntung bisa diantara mereka semua.


(5)

Kepada orang-orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan saya, orang tua saya Rusdi Nur dan Lina Charlina, yang telah membesarkan dan memberikan kebebasan kepada saya dalam menggapai cita-cita, serta ketiga saudara saya Anita Chairani, Risda Fitriani, Muhammad Farhan Aziz, atas dukungan yang mereka berikan. Kepada almarhumah nenek dan orang-orang yang telah mendahului saya, mereka adalah inspirasi hidup saya.

Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan dalam berkarya hingga saat ini, saya tidak mungkin dapat menyelesaikan penelitian ini jika tanpa rahmat dan kasih sayang-Nya.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.


(6)

Skripsi ini dipersembahkan untuk kedua orang tuaku Juga kepada mereka yang mencintaiku.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii

PENGANTAR PENULIS... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xiii

ABSTRAK... xiv

ABSTRACT... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A.Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D.Manfaat Penelitian... 8

E. Kajian Teori... 8

1. Orientalisme dan Dominasi Barat... 12

2. Film Sebagai Propaganda... 15


(8)

F. Metode Penelitian... 24

1. Jenis Penelitian... 24

2. Objek Penelitian... 24

3. Teknik Pengumpulan Data... 25

4. Teknik Analisis Data... 25

G.Sistematika Penulisan... 28

BAB II KONTROVERSI FILM THE PHYSICIAN DAN ORIENTALISME DALAM MEDIA... 29 A.Praktik-Praktik Orientalisme... 29

B. Sekilas Tentang Masa Keemasan Peradaban Islam... 34

C.Resensi dan Kontroversi Film The Physician... 38

BAB III KONSTRUKSI TIMUR TENGAH MELALUI MODEL AKTAN ... 46

A.Catatan Pembuka... 46

B. Penokohan... 47

C.Sudut Pandang... 50

D. Struktur Narasi Model Lacey & Gillespie... 51

E. Analisis Durasi (Waktu)... 64


(9)

BAB IV

MENGUNGKAP UNSUR ORIENTALISME DALAM FILM

THE PHYSICIAN... 86 A. Ilustrasi Situasi Timur Tengah... 87 B. Karakter Umat Islam... 92 C. Superioritas Barat... D. Struktur Oposisi Biner...

97 105 BAB V

PENUTUP... 107 1. Kesimpulan... 107 2. Saran... 109 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Model aktan Algirdas Greimas... 26

Tabel 2. Karakter film The Physician... 47

Tabel 3. Analisis model aktan pertama... 65

Tabel 4. Analisis model aktan kedua... 66

Tabel 5. Analisis model aktan ketiga... 67

Tabel 6. Analisis model aktan keempat... 68

Tabel 7. Analisis model aktan kelima... 69

Tabel 8. Analisis model aktan keenam... 70

Tabel 9. Analisis model aktan ketujuh... 71

Tabel 10. Analisis model aktan kedelapan... 72

Tabel 11. Analisis model aktan kesembilan... 73

Tabel 12. Analisis model aktan kesepuluh... 74

Tabel 13. Analisis model aktan kesebelas... 75

Tabel 14. Analisis model aktan keduabelas... 76

Tabel 15. Analisis model aktan ketigabelas... 77

Tabel 16. Analisis model aktan keempatbelas... 78

Tabel 17. Analisis model aktan kelimabelas... 79

Tabel 18. Analisis model aktan keenambelas... 80


(11)

Tabel 20. Analisis model aktan utama... 82 Tabel 21. Temuan hasil analisis... 85 Tabel 22. Struktur oposisi biner dalam film The Physician... 106


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1... 5

Gambar 2... 18

Gambar 3... 18

Gambar 4... 29

Gambar 5... 30

Gambar 6... 38

Gambar 7... 89

Gambar 8... 90

Gambar 9... 92

Gambar 10... 94

Gambar 11... 98

Gambar 12... 99

Gambar 13... 100

Gambar 14... 102

Gambar 15... 103


(13)

(14)

ABSTRAK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

KONSENTRASI BROADCASTING Muhammad Aulia Rahman

Orientalisme Dalam Film (Analisis Naratif Peradaban Timur Tengah Dalam Film The Physician)

Tahun Skripsi : 2016 + 110 Halaman

Daftar Pustaka : 20 Buku + 2 Skripsi + 3 jurnal ilmiah + 9 internet. Film bertemakan Timur Tengah telah banyak mewarnai perfilman Eropa dan Hollywood saat ini. Salah satunya adalah film The Physician yang mengangkat tema mengenai sejarah. The Physician bercerita tentang pengalaman seorang berkebangsan Inggris pada abad ke-11 dalam mencari ilmu medis ke wilayah peradaban Muslim di Timur Tengah yang terkenal maju pada saat itu. Namun film ini menimbulkan kontroversi terkait penggambaran Islam dan sejarah tokoh Ibnu Sina, sehingga film ini tidak terlepas dari konsep orientalisme. Sebuah praktik mengenai reperesentasi Timur dari sudut pandang orang-orang Barat. Penelitian ini menggunakan teknik analisis naratif model aktan Algirdas Greimas dalam menganalisis peradaban Timur Tengah. Analisis ini digunakan untuk menjelaskan posisi karakter dan melihat relasi antar karakter dalam membentuk suatu peristiwa dan jalannya cerita. Terdapat tiga kategori orientalisme yang menjadi temuan peneliti yaitu ilustrasi situasi Timur Tengah, karakter umat Islam, dan superioritas Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa film The Physician menampilkan Timur Tengah sebagai kawasan berbahaya yang dikuasai oleh masyarakat beragama Islam yang bersifat rasis, intoleran terhadap penganut Kristen dan Yahudi, serta sering melakukan teror. Sedangkan sosok Barat ditampilkan sebagai bangsa yang inovatif, pintar, dan berjiwa pahlawan. Stigma negatif terhadap Arab dan Islam dalam film-film Barat seolah sudah menjadi tradisi. Hal tersebut karena selagi mereka berusaha merendahkan citra Timur, mereka terus berusaha untuk meningkatkan citra Barat dan setiap teks tidak bisa terlepas dari maksud ideologis pembuatnya.


(15)

ABSTRACT

MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF YOGYAKARTA SOCIAL AND POLITIC SCIENCE FACULTY

COMMUNICATION DEPARTMENT BROADCASTING PROGRAM

Muhammad Aulia Rahman

Orientalism in Film (A Narrative Analysis of Middle Eastern Civilizations in The Physician Movie)

Years of Research : 2016 + 110 pages

References : 20 books + 2 undergraduate thesis + 3 journal + 9 websites.

There are many Middle Eastern themed movies which have coloured the European and Hollywood film industry today. One of them is The Physician movie that brings a theme about historical story. The Physician told about an Englishman experience in the 11th century in discovering medical science to the Moslem civilization area in Middle East which was hugely sophisticated in that period. Nonetheless, this film inflicts controversy related to the description of Islam and the history of Ibn Sina (Avicenna). Hence, this film is inseparable from the concept of orientalism. A practice about Eastern people’s representation from the perception of Western people. This research used narrative analysis actancial model of Algirdas Greimas in analysing the civilization of Middle East. This analysis is used to explain the character position and to perceive the relation of each character in forming an occurence and plot of story. There are three categories of orientalism that become the discoverings of the researcher, that are illustration of Middle East situation, character of Islam people, and Western superiority. This research shows that The Physician movie performs the Middle East as hazardous area which is overcontrolled by Islam peoples who are racist, intolerant to the Christians and Jews, and frequently do the terrorism. While the Western people is shown as a nation that is innovative, intelligent, and heroic. The negative stigma to Arab and Islam in western films has become a tradition. This is because as long as they attempt to underestimate the image of the Easterns, they keep trying to increase the image of the Westerns and every text can not be separated from the objective of creator’s ideology.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak runtuhnya sistem Kekhilafahan pada akhir abad ke-19 yang berada di Timur Tengah pada tahun 1924 (Siauw, 2014:222), Bangsa Eropa hingga kini hadir sebagai sumber kekuatan baru dunia. Peradaban Timur Tengah yang berlangsung selama kurang lebih 11 abad lamanya dan sempat mengalami puncak kejayaan atau sebagai era keemasan Islam pada abad ke-8 hingga ke- 14 tersebut ditopang dengan majunya berbagai macam ilmu pengetahuan dan menjadi rujukan dunia itu kini sudah tergantikan.

Ketika bangsa Eropa hadir menjadi kekuatan dunia yang ditandai dengan kolonialisme dan imperialisme, dunia dikategorikan menjadi dua, yaitu dunia Barat dan dunia Timur. Pada era kolonialisasi untuk menguasai dunia, bangsa Eropa selalu menunjukkan identitasnya sebagai orang Barat dan menganggap bangsa yang terjajah adalah orang Timur. Al Makin (2015) menjelaskan bahwa bangsa Eropa selama menjajah menggunakan ilmu pengetahuan sebagai salah satu kekuatannya dan mereka terbilang getol memperdalam ilmu pengetahuan tentang dunia yang dijajahnya. Hal ini didasari karena mereka sadar bahwa pengetahuan adalah senjata paling efektif dalam menundukkan musuh-musuh dan menjajah Timur dibanding dengan senjata fisik.


(17)

Timur yang dulu menjadi pusat peradaban dunia, kini beralih kepada bangsa Barat yang menjadi simbol peradaban, tolak ukur ilmu pengetahuan, seni, musik, fashion, media, film, teknologi, ekonomi, politik dan berbagai hal (Al Makin, 2015:36). Salah satu upaya yang dipandang berhasil dalam menunjukkan superioritas mereka adalah melalui kajian teks.

Zoest dikutip dalam Sobur (2009:60) menjelaskan bahwa teks (tulisan, simbol, gambar dan film) tidak pernah terlepas dari ideologi dan berkuasa untuk memanipulasi khalayak kearah suatu ideologi tertentu. Para pengkaji, termasuk pembuat film memiliki kekuasaan untuk mengkonstruksikan budaya yang ada pada masyarakat atau kelompok tertentu secara positif ataupun negatif. Termasuk bagaimana Islam dan budaya Timur Tengah digambarkan oleh industri film asal Barat.

Dari beberapa film yang menggambarkan Islam atau Timur Tengah melalui kacamata Barat. Salah satu film yang menarik adalah The Physician karya Philipp Stölzl yang dirilis pada 25 Desember 2013. The Physician menceritakan tentang perjalanan seorang berkebangsaan Inggris, Robert Cole dalam mencari ilmu kedokteran ke Isfahan yang terletak di Persia (kini Iran). Film ini mengambil setting sejarah abad ke-11 ketika ilmu kedokteran di dunia Barat tempat asal Robert Cole amat jauh tertinggal dibandingkan dunia Timur. Film tersebut menggambarkan majunya peradaban Timur Tengah kala itu yang menjadi pusat ilmu pengetahuan dunia. Sementara Inggris (atau secara luas daratan Eropa) digambarkan sebagai negeri terbelakang dengan pemandangan kumuh serta


(18)

masyarakat yang masih percaya dengan pengobatan oleh dukun, suatu era yang dikenal sebagai “masa kegelapan”. Dalam intro film tersebut dikatakan bahwa:

Di Eropa, pada masa kegelapan, seni pengobatan yang dikembangkan di era romawi telah dilupakan. Tak ada ahli medis, tak ada rumah sakit, orang-orang hanya berobat ke tukang cukur dengan pengetahuan yang buruk. Pada saat yang sama, belahan dunia yang lain (Arab), ilmu pengobatan telah maju.

Yang menjadi menarik, film The Physician menghadirkan sosok fenomenal dalam sejarah ilmu kedokteran di peradaban Islam, yaitu Ibnu Sina sebagai maha tabib (dokter teragung).

Film ini berasal dari Jerman yang diadaptasi dari novel bestseller karya Noah Gordon dengan judul Der Medicus (1999). Situs betafilm mencatat bahwa novel tersebut laku hingga 21 juta kopi diseluruh dunia (The Physician, n.d.). Novel tersebut berhasil menarik minat masyarakat Eropa dan selalu habis terjual terutama di Jerman dan Spanyol. Hal ini ditegaskan dalam situs penjualan novel- novel karya Noah Gordon, noahgordonbooks.com yang mencatat novel Der Medicus dinominasikan sebagai "Ten Most Loved Books of All Time" dalam Madrid Book Fair (Noah Gordon awards and honors, n.d.).

Sejak diluncurkan, film The Physician yang bergenre drama/sejarah dan berdurasi 150 menit ini mendapatkan pendapatan yang besar dengan hasil perjualan box office mencapai 57 juta dollar lebih, serta menyabet penghargaan Bogey Award dari jumlah penonton yang mampu menarik 1 juta pengunjung dalam waktu 10 hari. Film ini juga mendapatkan 5 nominasi emas dalam German Film Award 2014 sebagai sinematografi terbaik, desain produksi terbaik, desain kostum terbaik, tata rias terbaik, dan tata suara terbaik (The Physician Awards,


(19)

n.d.). Melalui film The Physician seperti juga novelnya, menjadi salah satu pengakuan Barat tentang kejayaan peradaban Timur Tengah (Arab) pada masa lalu.

Terlepas dari beberapa penghargaan dan prestasi yang diraih oleh film karya sutradara Philipp Stölzl dan novel yang ditulis oleh Noah Gordon ini, The Physician menimbulkan kontroversi terutama di mata para sejarawan dan umat Muslim. Film ini menimbulkan kontroversi terutama terhadap penggambaran Islam dan sejarah kehidupan Ibnu Sina serta manipulasi sejarah didalamnya, sehingga banyak yang mempertanyakan atas dasar apa film ini dibuat dan siapa yang berada dibalik pembuatan film ini? Mousa Najafi, professor sejarah dan filsafat politik asal Iran mengatakan pada salah satu artikel dalam Iran English Radio bahwa:

Latar belakang Hollywood dan Barat menunjukkan ucapan dan klaim mereka tidak pernah didukung bukti sejarah. Sebagai contoh, minoritas agama hidup dengan damai di setiap periode kekuasaan di Iran. Di sebagian periode mereka mendapat perlindungan utuh dari pemerintahan Islam dengan membayar jizyah dan pajak terkait kelompok minoritas. Dalam periode mencitrakan Islamphobia dan Iranphobia, Barat berusaha keras menggambarkan Iran sebagai negara yang berbahaya. Mereka berusaha merusak wajah Iran baik pra dan pasca datangnya Islam. Ketika mereka sendiri menyaksikan sikap Barat yang diskriminatif terhadap umat Islam dan pembantaian yang dilakukan di abad pertengahan, mereka membuat film-film untuk memperbaiki citranya di mata dunia, lalu menisbatkan perbuatan mereka kepada bangsa lain. (Distortion of Iran Civilization History in “The Physician”, 15 Juli 2014).

Secara terselubung, film tersebut ingin menyampaikan dominasi Barat sebagai kekuatan yang patut disegani. Hal ini terlihat bagaimana pemeran utama, Robert Cole menjadi murid kesayangan Ibnu Sina dibanding murid-murid yang lain, yang lebih dahulu belajar kepada maha tabib tersebut, ia menjadi


(20)

satu-satunya orang yang diwariskan kitab medis oleh Ibnu Sina sesaat sebelum ia wafat untuk dibawa kembali ke daerah asalnya (Eropa) untuk dipelajari, koreksi kesalahan-kesalahannya selama itu dan mengumumkan kepada seluruh dunia tentang perkembangan ilmu medis. Ia kemudian membangun rumah sakit modern di London dan ilmu pengobatannya menjadi rujukan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa kaum Barat lah yang berhak diwariskan atau memegang kekuasaan yang dalam hal ini adalah ilmu pengetahuan medis.

Film ini menggambarkan peradaban Timur Tengah sebagai paradoks, di satu sisi berhasil memvisualisasikan nuansa Arab (Timur) yang megah dan bangunan yang indah, serta lansekap kota Isfahan yang bersih dan maju. Namun di sisi lain moral masyarakat ataupun tokoh-tokoh Timur Tengah terutama yang beragama Islam digambarkan sebagai kelompok yang suka berfoya-foya dan bermalas-malasan. Penguasa Isfahan pun digambarkan sebagai raja yang otoriter dan dikelilingi banyak selir yang siap melayani apapun keinginannya.

Gambar 1

Potongan adegan ketika Ibnu Sina (kiri), menjadi Asisten Rob Cole (tengah) dalam tindakan operasi


(21)

Melihat film The Physician, pada akhirnya tidak bisa terlepas dalam konsep orientalisme, yaitu kajian yang membahas tentang representasi Timur dari sudut pandang orang Barat (Eropa dan Amerika). Edward Said dalam bukunya, Orientalisme (2010:4) mengungkapkan bahwa orientalisme merupakan suatu gaya Barat untuk mendominasi, menata ulang, dan menetapkan kekuasaan mereka terhadap dunia Timur.

Terlebih dalam objek penelitian ini sang sutradara dan penulis novel The Physician adalah seorang berkebangsaan Jerman, yang dalam hal ini dapat dikorelasikan pada perkataan Edward Said, yaitu:

Jika orang- orang Amerika memandang dunia Timur tak lebih sebagai kawasan – kawasan “Timur jauh” (utamanya China dan Jepang), maka orang- orang Prancis dan Inggris (begitu pula dengan orang-orang Jerman, Rusia, Spanyol, Portugal, Italia, dan Swiss) memandang dunia Timur berdasarkan suatu tradisi yang mereka yakini selama ini. Tradisi tersebut bernama orientalisme, suatu cara untuk memahami Timur yang didasarkan pada keeksotikannya dimata orang Eropa (2010: 1).

Dari sumber yang sama, Edward Said juga menjelaskan bahwa di Jerman, dunia Timur dijadikan sebagai tema lirik/kesastraan, fantasi, dan bahkan Novel (2010:28). Media yang digunakan untuk menyajikan Timur tidak lagi harus bermedium bahasa dan teks-teks bacaan, tetapi bisa dengan medium audio-visual ataupun hal-hal lain yang dapat merepresentasikan Timur kehadapan audiens (2010:52). Atas persoalan yang telah saya uraikan diatas, film ini menjadi objek yang menarik untuk diteliti karena film ini menunjukkan sebuah fenomena dimana Barat dalam menjaga superioritas mereka, selalu memperlakukan Timur lebih rendah.


(22)

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah peneliti uraikan bahwa terdapat kontroversi, manipulasi sejarah, dan adanya pandangan atau stereotip Barat terhadap Timur dalam media populer. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana orientalisme terkandung dalam narasi peradaban Timur Tengah yang terdapat dalam film The Physician?

Adapun Timur Tengah dalam penelitian ini memiliki arti sebagai daerah yang saat ini diduduki oleh negara–negara Islam atau penguasa Islam (Kekhilafahan) pada masa lalu. Pemaknaan Timur Tengah sendiri cenderung bersifat politis, karena Israel sebagai negara Yahudi juga ada di dalam wilayah ini. Maka dalam penelitian ini Timur Tengah lebih merujuk pada wilayah peradaban Islam. Peradaban ini membentang dari Iran hingga Mesir.

Timur Tengah dihuni oleh sejumlah etnis yang meliputi Arab, Persia, Kurdi, Turki dan Yahudi. Ungkapan Timur Tengah sendiri baru dijuluki kepada daerah ini pada era modern yang didominasi oleh bangsa Arab dan agama Islam, sedangkan pada era kolonialisasi bangsa Eropa, mereka menyebut daerah ini sebagai Timur Dekat (mengarah ke kerajaan Ottoman).

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis struktur narasi dalam film The Physician, serta melihat bagaimana dunia Timur terutama peradaban Timur Tengah dan citra Islam direpresentasikan melalui kacamata Barat dalam film dengan mendalami kajian subjek tentang bagaimana cara Barat


(23)

menundukkan Timur. Kemudian peneliti akan menyimpulkan hal tersebut ke dalam wacana orientalisme di film tersebut.

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan penelitian dalam ranah Ilmu Komunikasi yang berkaitan dengan topik representasi Timur yang dilakukan oleh Barat dalam kajian teks.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan diskusi terutama bagi pihak-pihak yang ingin melihat propaganda yang dilakukan Barat dalam menjaga superioritas mereka.

3. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi penelitian berikutnya mengenai isu orientalisme dan analisis naratif dalam film.

E. Kajian Teori

1. Orientalisme dan Dominasi Barat

Orientalisme “dari akar kata “oriental” + “isme”, oriental memiliki arti Timur, sedangkan “isme” bermakna paham/teori. secara bahasa orientalisme berarti ilmu tentang ketimuran, seseorang yang melakukan kajian tentang Timur disebut sebagai orientalis. Bidang kajian orientalisme meliputi seluruh ranah ilmu pengetahuan, terutama tentang sejarah dan budaya Timur. Pembagian yang memisahkan antara Barat dan Timur tersebut tentunya bersifat imajinatif, artinya tidak ada batasan mutlak


(24)

secara geografis. Batasan tersebut menitikberatkan pada segi kultur, budaya, dan bahasa. Singkatnya, orientalisme adalah ilmu yang membahas segala sesuatu yang berbau Timur yang meliputi bahasa, budaya, politik, ekonomi, dan sejarah. Yang dimaksud dengan bahasa tentu bahasa Timur yang lain dengan bahasa Barat, yaitu bahasa Eropa (Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, Spanyol, Latin). Bahasa Timur meliputi Arab, India, Jawa, Urdu, Persia, dan bahasa-bahasa lokal lain (Al Makin, 2015:40-42).

Necla Mora mengatakan studi orientalisme adalah kajian tentang penggambaran Timur yang dilakukan oleh bangsa Amerika dan Eropa di mana awal terbentuknya dipengaruhi oleh perkembangan industri kapitalisme di abad 18 dan 19. kajian ini mengacu pada stereotip dan prasangka mereka terhadap budaya dan orang Timur:

“Orientalism, Oriental studies or Oriental science is the name

given to the entire Westernbased research fields in which the languages, religions, cultures and people of the Near East and Far East communities are studied. The term Orientalism was used to describe the Eastern studies of the Americans and the Europeans which were shaped by the mentality of the development era of industrial capitalism in the 18th and the 19th centuries. In this respect, Orientalism refers to the external, isolating, discriminatory and prejudice-filled opinions of the Western

European white man on the Eastern people and cultures” (2009: 419).

Hubungan antara barat dan timur lebih sebagai hubungan kekuasaan, dominasi dari beragam tingkatan hegemoni. Seperti kajian orientalisme yang lahir dari semangat Barat dalam mendominasi dunia melalui kolonialisasi bangsa Eropa terhadap tanah jajahannya di Asia dan Afrika. Salah satu tokoh terkemuka dalam kajian ini, Edward Said melalui


(25)

bukunya Orientalisme (2010) menggugat hegemoni Barat dan mendudukkan Timur sebagai subjek, berpandangan bahwa mengkaji Timur merupakan upaya Barat dalam mendominasi, menata ulang, dan menetapkan kekuasaan mereka terhadap dunia Timur. Kritik terhadap para orientalis ia lakukan karena Barat selalu memperlakukan Timur tidak sebagai adanya (obyektif), melainkan bagaimana seharusnya (subjektif). Timur yang diperbincangkan oleh Edward Said lebih merujuk pada dunia Timur Tengah dan Islam.

Terlebih studi orientalisme, menurut Sulaiman (2014) disebabkan adanya keterkaitan kepentingan secara organis dengan imperialisme dan missionarisme, tidak memiliki komitmen pada objektivitas ilmiah khususnya pada domain kajian mengenai Islam. Maka kiranya dapat dimaklumi jika kajian-kajian orientalisme menyajikan Islam dengan nuansa sikap meremehkan, membuat justifikasi tertentu dan menggeneralisasikan secara asal-asalan terhadap agama Islam. Orientalisme yang muncul dan sengaja dipertentangkan kepada Islam masih bertahan hingga saat ini.

Terdapat dua metode yang digunakan orientalis untuk menyuguhkan Timur ke dunia Barat pada awal abad 20. Yang pertama dengan menggunakan ilmu pengetahuan modern yang diseminatif atau Edward Said menyebutnya sebagai orientalisme laten, yaitu berkuasa melalui kajian-kajian intelektual (cendekiawan), kaum profesional, para penjelajah, dan industri-industri penerbitan. Orientalisme laten merupakan


(26)

bagian dari budaya dan bahasa yang sangat terkait dengan pengetahuan yang lain dan terjadi secara turun-temurun. Atas wawasan intelektual mereka berhasil membentuk Timur yang paling esensial, sehingga doktrin ketimuran mereka tidak terbantahkan. Metode yang kedua melalui konvergensi. Yaitu dengan cara menerjemahkan teks-teks Timur, meneliti peradaban-peradaban, agama-agama, dinasti-dinasti, budaya-budaya, dan mentalitas-mentalitas Timur sebagai objek akademis yang terpisah dari Eropa atas dasar adanya keasingan ‘the other’ melalui perspektif mereka (Said, 2010:339-341).

Kajian orientalisme banyak dipengaruhi oleh pemikiran Michael Foucault dengan teori wacananya dan Antonio Gramsci dengan teori hegemoninya. Bagi Gramsci hegemoni tidak akan terjadi tanpa adanya dominasi, yang diidentifikasikan sebagai kepemimpinan budaya. Bentuk-bentuk kebudayaan tertentu seringkali nampak lebih dominan dibandingkan kebudayaan lainnya. Demikian pula juga dengan gagasan. Ada gagasan yang lebih berpengaruh dibandingkan dengan gagasan lainnya (Said, 2010:9). Gramsci menekankan pada pengaruh kelas dominan terhadap yang didominasi, sebagaimana pandangan yang sudah demikian mengakar bahwa orang Eropa atau orang kulit putih memiliki tingkat kebudayaan yang lebih baik atau lebih tinggi dibandingkan dengan kulit berwarna atau biasa disebut dengan white supremacy.

Foucoult mengungkapkan bahwa yang menjadi kekuasaan dan pengetahuan tidak dapat dipisahkan. Ia melihat pengetahuan menghasilkan


(27)

kekuasaan dengan mengangkat orang menjadi subjek dan kemudian memerintah subjek dengan pengetahuan yang dengannya kebudayaan Eropa mampu menangani bahkan menciptakan dunia Timur secara politis, sosiologis, ideologis dan ilmiah (Eriyanto, 2001:66). Melalui pengetahuan, Eropa mendefinisikan dirinya unggul dan mencintrakan dirinya superior dan sebaliknya orang-orang yang berada di belahan dunia lain dianggap sebagai inferior (Ritzer dan Goodman, 2004:4).

Edward Said mengaitkan tiga fenomena yang berhubungan dengan orientalisme. Pertama, seorang orientalis adalah yang mengajarkan, orang yang menulis, atau meneliti dunia timur. Baik ia seorang antropolog, sosiolog, sejarawan atau filolog. Orientalis adalah ilmuan Barat yang mengklaim memiliki ilmu pengetahuan dan otoritas ilmiah untuk memahami budaya Timur. Kedua, Orientalisme mengacu pada perbedaan dua model pemikiran berdasarkan pada ontologis dan epistemologis yang berbeda. Ketiga, Orientalisme dapat dilihat sebagai institusi yang berbadan hukum untuk menghadapi Timur, menjustifikasi pandangan tentang Timur, mendeskripsikannya, serta menguasainya (dalam King, 2001:162-163).

Atas pembedaan ontologis dan epistemologis tersebut mengakibatkan sastrawan, pakar politik, ekonom, filsuf dan para pejabat negara harus menerima dan tak jarang juga melakukan pembedaan antara Timur dan Barat sebagai titik pijak mereka dalam merumuskan teori-teori, cerita, novel dan kajian politik mengenai segala hal yang berkaitan dengan


(28)

dunia Timur. Pembedaan tersebut tidak terlepas dari bagaimana bangsa Barat memandang Timur. Setidaknya terdapat tiga pandangan bagaimana Timur tercipta, yaitu karena citra Timur menggairahkan di mata generasi-generasi muda barat yang cerdas, mereka memandang Timur sebagai eksotik yang menyimpan banyak teka-teki sehingga perlu untuk dikaji, digagas dan dibentuk. Pandangan Kedua yaitu gagasan, kebudayaan dan sejarah dipengaruhi oleh kekuasaan, sehingga Timur mengalami orientalisasi atau “Timur”-nya orang Eropa, Timur diimajinasikan yang ditopang dengan kekuasaan, dominasi, dan hegemoni yang kompleks. Pandangan ketiga sebagai tanda kekuasaan Atlantik-Eropa terhadap dunia Timur daripada sebagai wacana yang murni dan jujur mengenai dunia Timur (Said, 2010:3-8).

Orientalisme merupakan semacam wacana, begitu kata Al Makin (2015) yaitu kekuatan kolektif yang mendorong kita semua untuk bersikap sama dalam menanggapi hal tertentu. Kekuatan yang tidak nampak tetapi nyata, semacam kekuatan besar yang melahirkan kekuatan-kekuatan lain berupa ilmu pengetahuan yang bercampur kuasa dan kolonialisasi. Dalam wacana orientalisme yang telah lama diterima di belahan dunia, Barat merupakan ilmuwan, sedangkan Timur adalah objek kajian.

Salah satu objek studi orientalisme yaitu kajian teks, terutama yang bersifat artistik/imajinatif seperti novel dan sastra. Fenomena ini dapat kita lihat bagaimana Jerman lebih memperlakukan dunia Timur ke dalam bentuk tema lirik/kesastraan dan fantasi dibanding dengan Inggris dan


(29)

Prancis yang menggarap studi ini ke ranah ilmiah. Hal ini karena dua negara tersebut dipengaruhi oleh semangat kolonialisme, tidak seperti Jerman. Namun tetap saja baik Jerman dengan Inggris dan Prancis memiliki kesamaan dalam merepresentasikan dunia Timur hanya dari kulit luarnya saja tanpa berusaha melihat detail-detail yang lebih dalam, sehingga terjadilah stereotip-stereotip dalam budaya massa terutama dalam jaman modern ini berkembang melalui televisi, film dan media-media lain. Stereotip yang mereka gambarkan tentang Timur seringkali berlebihan atau bahkan dibuat-buat (Chambers, 2015).

Dominasi Barat yang kini bisa kita lihat bagaimana Eropa dan Amerika menguasai sektor kehidupan. Salah satunya dalam bagian produk budaya Amerika menjadi pusat industri film, setiap kegiatan penghargaan dibidang tersebut menjadi pusat perhatian dunia. Hal ini juga berlaku dengan ilmu pengetahuan, kini Timur harus berguru ke barat untuk menemukan identitas dan masa lalunya. Bahkan dalam pemberitaan CNN atau BBC, banyak interview tentang gejolak yang ada di dunia Timur, dari Arab Springs, reformasi Indonesia, pemberontakan di Afrika, dan berbagai kasus Timur, yang memegang otoritas berbicara adalah pengamat Barat. (Al Makin, 2015:45).

Orientalisme bukanlah sekedar fantasi omong kosong orang Eropa mengenai dunia Timur. Lebih dari itu, orientalisme telah menjadi sekumpulan teori dan praktik ciptaan yang selama ini mempu memberikan investasi material yang luar biasa besar bagi dunia Barat (Said, 2010:9).


(30)

Mereka menghegemoni orang-orang dengan cara yang bisa diterima oleh masyarakat yang dibalik semua itu ada kekuasaan yang mengaturnya.

2. Film sebagai Propaganda

Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini perfilman dunia berkiblat kepada Hollywood dan media Barat lainnya. Hampir semua referensi– referensi tontonan tentang dunia dan yang mengandung pembicaraan masyarakat global diproduksi oleh mereka. Dampaknya adalah tersedianya ruang dan kesempatan dalam penyebaran ideologi. Dalam penggambaran kehidupan dunia, media terlibat untuk memproduksi ideologi baik melalui film, iklan, berita dan konten lainnya. Media berusaha menyajikan gambaran dunia dengan cara membuat asumsi tentang dunia yang direpresentasikannya. Hampir seluruh teks media bagaimanapun jenisnya merupakan teks ideologis (Rusadi, 2015: 89).

Setidaknya terdapat tiga konsep ideologi menurut Eriyanto. Pertama, merupakan sekumpulan suatu gagasan secara sistematis yang dipakai sekelompok masyarakat tertentu. Kedua, sebagai penopengan penyembunyian realitas tertentu. Ideologi digunakan sebagai alat untuk menghadirkan citra – citra tertentu yang telah diseleksi, direduksi, dan didistorsi yang kemudian memproduksi suatu kesadaran palsu. Distorsi ini sengaja dilakukan sejelas mungkin untuk mengamankan kepentingan kelas penguasa untuk mendominasi dan melegitimasi kelas yang dikuasai. Ketiga, ideologi tidak hanya sebagai sekumpulan ide, tapi sekaligus


(31)

praktik material yang bisa ditemukan dalam praktik kehidupan sehari-hari (Eriyanto, 2007:171-172).

Pada dasarnya film memang mudah dipengaruhi oleh tujuan manipulatif dan efektif sebagai sarana penyebaran ideologi, alat legitimasi, dan kontrol atas wacana publik. Film dapat dijadikan alat propaganda yang mampu menggambarkan suatu nilai ideal dalam bentuk yang paling menarik (Jowett, 2012:111). Sehingga tidak berlebihan apabila otoritas pengkonstruksian realitas seluruhnya ada di tangan media. Adapun Barat dalam meningkatkan citranya dan menjadi panutan dunia, mereka menyebarkan ideologi bahwa ras kulit putih sebagai ras paling unggul, tidak sedikit film–film Barat meletakkan tokoh berkulit putih sebagai agen pembawa kedamaian dan pahlawan dalam cerita filmnya, propaganda ini disebut sebagai Whitewashing.

Whitewashing merupakan fenomena film Hollywood dimana aktor berkulit putih memainkan peran sebagai tokoh kulit berwarna atau ras selain kaukasoid sebagai pengganti. Menurut Legarda-Alcantra dalam artikelnya (2015), Whitewashing sengaja mendiskriminasikan etnis minoritas (non-kaukasoid). Tujuannya dimaksudkan untuk mengurangi representasi minoritas di peran utama yang sebenarnya, menjadikan mereka sebagai peran pendukung atau bagian jahat dalam cerita. Whitewashing juga mengubah persepsi kita terhadap sejarah. Keberhasilan etnis minoritas (non-kaukasoid) diremehkan dan mengisyaratkan bahwa


(32)

satu-satunya cerita menjadi layak dibuat adalah dengan melibatkan orang kulit putih.

Sebuah laporan tahunan tentang film Hollywood dari UCLA pada Februari 2013 mengungkapkan bahwa 94% dari jajaran eksekutif dalam studio film adalah orang kulit putih, sedangkan kelompok minoritas kurang terwakili di semua tahapan produksi, baik di depan kamera ataupun di belakang kamera (Brook, 6 Oktober 2015). Umumnya aktor berkulit putih tersebut ditempatkan sebagai tokoh utama dan yang bersifat protagonis, sedangkan penentangnya dimainkan oleh aktor kulit berwarna. Fenomena ini bisa disebut sebagai politik diskriminasi sebagai bentuk dominasi ras kulit putih sebagai ras paling unggul terhadap ras–ras lainnya dalam media populer.

Salah satu bukti film yang mengandung Whitewashing adalah Avatar: The Last Air Bender, adalah ketika tokoh-tokoh Avatar: The Legend of Aang (Serial Avatar kartun) yang direpresentasikan berlawanan dengan sosok protagonis atau antagonis ideal a la Amerika Serikat. Hal tersebut berusaha direka ulang kembali dalam serial versi film. Dalam kasus ini fakta yang berusaha ditutup–tutupi oleh produser film ini adalah tokoh-tokoh utama dari Avatar berasal dari latar belakang ras dan dunia Asia (Prihandoko, 2013:13).


(33)

Subjek penelitian ini, yaitu film The Physician juga mengandung pengaruh Whitewashing dalam penokohannya. Ibnu Sina yang sebenarnya adalah keturunan Persia, diperankan oleh aktor Inggris. Namun sebaliknya Davout, tokoh Islam ekstrimis dalam film ini sebagai musuh atau penghambat, berkarakter jahat diperankan oleh aktor berdarah Turki.

Gambar 2

Penempatan Ras kulit Putih sebagai pahlawan dalam film Avatar: The Last Air Bender.

Sumber: http://www.livemaguk.com/wp-content/uploads/2015/01/Why-is-whitewashing-bad-3.jpg (diakses pada 07 September 2016)


(34)

Jika kita menyaksikan film-film Barat yang mengulas Timur Tengah, memberikan kesan bahwa orang Arab itu seringkali dipandang sebagai kaum pemberontak, teroris bahkan bodoh. Sebab melalui film, terdapat tujuan terselubung bahwa selagi mereka berusaha merendahkan citra Timur, mereka terus berusaha untuk meningkatkan citra Barat.

3. Narasi dalam Film

Narasi adalah sebuah komponen yang selalu dikandung setiap media dan bentuk kultural apapun. Narasi juga menyampaikan ideologi sebuah budaya, dan merupakan cara yang di dalamnya nilai-nilai dan ideal-ideal direproduksi secara kultural. Analisis naratif kerap digunakan untuk membongkar maksud ideologis sebuah karya (Stokes, 2007:72-73). Narasi dapat digunakan sebagai alat penyebaran ideologi, salah satu instrumennya adalah melalui film. Film menjadi media naratif yang dominan dibanding media lain seperti novel dan opera. Hal ini karena film memiliki cara penyampaian pesan yang lebih efektif. Dalam prosesnya, narasi dalam film dipengaruhi oleh ideologi penciptanya (Fulton, 2005: 47).

Riset naratif menjadi landasan bagi banyak analisis dalam bentuk-bentuk tradisional seperti novel, puisi, dan drama. Yang dicari adalah pesan tersembunyi dibalik teks, seperti “kebaikan mengalahkan kejahatan” atau “orang kecil itu memenangi pertempuran melawan pebisnis besar”.


(35)

Dengan demikian sifat-sifat analisis kita bergantung pada objek analisis (Sobur, 2014:235).

Menurut Greimas teori narasi mengandung enam peran yang berfungsi mengarahkan cerita yang terdiri dari subjek, objek, pengirim, penerima, pendukung, dan penghalang. Terdapat relasi yang menghubungkan antara satu peran dengan peran lainnya. Ia menganalogikan narasi sebagai suatu struktur makna. Mirip sebuah kalimat yang terdiri atas rangkaian kata-kata, setiap kata dalam kalimat menempati posisi dan fungsinya masing-masing (dalam Eriyanto, 2013), sedangkan Teori narasi menurut Propp mengandung 31 fungsi peran (dalam Sobur, 2014).

Narasi pada dasarnya merupakan rangkaian peristiwa yang disusun melalui hubungan sebab akibat dalam ruang tertentu. Mengetahui bagaimana peristiwa disusun dan jalinan antara satu peristiwa dengan peristiwa lain merupakan titik sentral dalam analisis naratif. Misalnya mengapa peristiwa satu ditampilkan diawal sementara peristiwa lain di akhir. Bagaimana peristiwa satu dan peristiwa lain dirangkai menjadi satu kesatuan. Aspek ini bisa ditemukan pada semua teks, bukan hanya teks fiksi (novel, film, puisi), tetapi juga teks berita media (Eriyanto, 2013: 15). Unsur-unsur narasi itu adalah:

a. Cerita (story) : cerita merupakan yang penting dalam narasi. Cerita adalah urutan kronologis dari suatu peristiwa yang utuh.


(36)

b. Alur (Plot) : berbeda dengan cerita, plot merupakan peristiwa yang ditampilkan secara eksplisit dan tidak selalu berurutan. Dalam setiap film terdapat plot yang dalam narasi film seringkali ditampilkan dengan urutan waktu yang acak hal ini bertujuan membuat cerita dalam film lebih menarik dan untuk mengimbangi durasi dan pesan agar lebih mudah tersampaikan.

c. Waktu (Time) : Dalam analisis naratif akan terlihat perbandingan antara waktu aktual dengan waktu ketika peristiwa disajikan dalam sebuah teks. Sebuah peristiwa nyata berlangsung selama bertahun-tahun akan ditampilkan hanya dalam waktu singkat pada sebuah teks. Terdapat tiga aspek waktu dalam sebuah narasi, yaitu durasi, urutan dan frekuensi: (1) Durasi merupakan batas waktu dari sebuah cerita. Pertama,

durasi cerita yaitu keseluruhan waktu dari awal hingga akhir narasi. Kedua, durasi plot, waktu keseluruhan dari alur sebuah narasi yang lebih singkat daripada durasi cerita. Ketiga durasi teks, merupakan waktu dari keseluruhan teks, misalnya durasi film. Urutan disini dimaksudkan sebagai rangkaian peristiwa yang satu dengan peristiwa lainnya sehingga membentuk suatu narasi.

(2) Urutan terbagi dari tiga jenis. Pertama, urutan cerita, yaitu dalam cerita urutan bersifat kronologis. Kedua, urutan plot,


(37)

yaitu suatu peristiwa bisa bersifat kronologis maupun tidak sesuai dengan idelologi pembuat narasi. Ketiga, urutan teks yang juga bisa bersifat kronologis maupun tidak.

(3) Frekuensi mengacu kepada beberapa kali suatu peristiwa yang sama ditampilkan. Frekuensi hanya terdapat di dalam plot dan teks. Frekuensi plot merujuk kepada berapa kali peristiwa ditampilkan dalam plot. Sedangkan frekuensi teks ini merujuk kepada berapa kali suatu adegan ditampilkan dalam keseluruhan narasi.

(4) Point of view melihat bagaimana film menjadi sebuah mesin dalam memberikan gambaran mengenai sebuah konsep. Focalisation dalam point of view melihat bagaimana aktor utama dalam wacana naratif secara spesifik diposisikan dalam sebuah cerita, melalui karakter yang ditampilkannya.

Eriyanto (2013) menguraikan kelebihan analisis naratif untuk mengkaji film, diantaranya:

a. Membantu memahami bagaimana pengetahuan, makna, dan nilai diproduksi dan disebarkan dalam masyarakat. Sutradara memproduksi pesan dengan ideologi, pengetahuan dan pandangannya untuk disampaikan kepada masyarakat. Sehingga dengan menggunakan analisis naratif kita akan bisa mengungkapkan nilai dan bagaimana nilai tersebut disebarkan kepada khalayak.


(38)

b. Membantu memahami konteks sosial diceritakan dalam pandangan tertentu yang dapat membantu kita mengetahui kekuatan dan nilai sosial yang dominan dalam masyarakat. Banyak cerita lebih merepresentasikan kekuatan dominan, kelompok berkuasa yang ada dalam masyarakat. Posisi aktor atau karakter dalam cerita dapat diketahui melalui konteks sosialnya.

c. Membantu mengungkapkan hal-hal tersembunyi dalam suatu teks. Pilihan peristiwa, penggambaran karakter, pilihan mana yang di tempatkan sebagai musuh dan pahlawan, nilai-nilai mana yang di dukung memperlihatkan makna tersembunyi yang ingin ditekankan oleh pembuat narasi. Analisis naratif membantu kita mengerti keberpihakan dan ideologi dari pembuat narasi. Melalui susunan peristiwa kita bisa memahami makna yang terdapat dalam narasi (2013: 10).

Fungsi utama narasi adalah membantu memaknai pelaporan pengalaman, hal tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menghubungkan tindakan dan peristiwa secara logis, berurutan ataupun timbal balik dan dengan menyediakan elemen orang serta tempat yang memiliki karakter yang tetap (Sobur, 2014:214). Film The Physician mengangkat narasi besar tentang orientalisme. Sudah bukan menjadi rahasia lagi, bahwa masa lalu Eropa bergantung pada Timur Tengah ketika Eropa berada dalam era kegelapan. Timur Tengah menjadi pencerah bagi orang Eropa yang haus akan ilmu pengetahuan. Film ini menyajikan kembali kejayaan Timur Tengah tersebut tentunya melalui kacamata Barat


(39)

dan secara garis besar menarasikan proses pergantian kekuasaan dunia di bidang medis melalui runtuhnya peradaban Timur Tengah.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis naratif. Jenis penelitian ini tidak mementingkan besarnya populasi atau sampling, melainkan penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena-fenomena secara mendalam melalui penggalian dan pengumpulan data (Krisyantoro, 2010: 57). Dalam penelitian ini analisis naratif dipakai untuk membongkar ideologi suatu karya dalam teks.

2. Objek Penelitian

Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah film The Physician (2013) yang disutradarai oleh Philipp Stölzl. Film tersebut diangkat dari novel bestseller karya Noah Gordon dengan judul Der Medicus asal Jerman. Penelitian ini akan difokuskan pada narasi atau cerita tentang kemajuan peradaban Timur Tengah dalam perjalanan seorang warga Eropa (Barat) yang berguru ke wilayah Timur untuk mempelajari ilmu medis.


(40)

3. Teknik Pengumpulan Data a. Dokumentasi

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode dokumentasi dalam teknik pengumpulan data. Peneliti akan menggunakan rekaman video dengan mengamati, mendengarkan dan mencatat setiap data yang didapatkan dari film The Physician dalam memperkaya data.

b. Studi Pustaka

Teknik ini merupakan cara pengumpulan data melalui kajian yang meliputi buku, jurnal, karya-karya penelitian ilmiah, internet, dan sumber tertulis lainnya untuk memperkuat permasalahan terkait penelitian ini.

4. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis naratif model Algirdas Greimas yang menggunakan model aktan dengan melihat struktur dan unsur narasi. Greimas menganalogikan narasi sebagai struktur makna, seperti setiap kata dalam sebuah kalimat menempati posisi dan fungsinya masing-masing dengan adanya relasi dalam masing-masing karakter. Adapun Greimas menyusun posisi dan fungsi ke dalam enam peran, yakni subjek, objek, pengirim, penerima, pendukung dan penghalang.


(41)

Tabel 1

Model Aktan Algirdas Greimas

Pengirim Objek Penerima

Pendukung Subjek Penghambat

Sumber : Eriyanto. Analisis Naratif,

Jakarta : Kencana Prenada Media Grup, 2013, hlm: 95-96 Dengan model aktan tersebut, Greimas membagi fungsi-fungsi karakter dalam sebuah narasi dalam tiga relasi struktural, yaitu :

a. Relasi struktural antara subjek versus objek. Relasi ini disebut juga sebagai sumbu hasrat atau keinginan (axis of desire) hubungan antara subjek dan objek bisa diamati secara jelas dalam teks. Objek ini tidak harus selalu berupa orang, tetapi juga bisa berupa keadaan. b. Relasi antara pengirim versus penerima. Relasi ini disebut juga

sumbu pengiriman (axis of transmission). Pengirim memberikan suatu perintah, aturan, atau nilai agar tercapainya objek. Sementara penerima adalah manfaat setelah objek berhasil dicapai oleh subjek. c. Relasi struktural antara pendukung versus penghambat. Relasi ini

disebut sebagai sumbu kekuasaan (axis of power). Pendukung melakukan sesuatu untuk membantu subjek agar bisa mencapai objek, sebaliknya penghambat melakukan sesuatu untuk mencegah subjek mencapai objek (Eriyanto, 2013: 96-97).


(42)

Analisis aktan tidak dilakukan untuk keseluruhan cerita, tetapi tiap adegan, sehingga peneliti hanya mengambil adegan-adegan yang berkaitan dengan Timur Tengah dalam film The Physician ketika menganalisisnya. Adapun langkah-langkah peneliti dalam menganalisis data adalah:

a. Menonton film The Physician secara menyeluruh dengan durasi 150 menit.

b. Menuliskan alur cerita dan peristiwa apa saja yang membentuk cerita pada film tersebut.

c. Peneliti akan mengambil adegan yang mengandung unsur pembicaraan maupun penggambaran tentang Timur Tengah untuk dianalisis.

d. Dari adegan yang terpilih, peneliti akan analisis karakter suatu tokoh berdasarkan pembagian enam posisi dan fungsi dari Greimas.

e. Menganalisis dengan model aktan Greimas. Sajian data akan ditampilkan dalam bentuk tabel, potongan adegan dan teks pembicaraan pada film tersebut. Diperkuat dengan kajian literatur yang mendukung permasalahan penelitian

f. Menyimpulkan hasil analisis, peneliti mampu menunjukkan unsur dominasi dan keunggulan Barat dibandingkan Timur serta bagaimana pembuat film menarasikan peradaban Timur Tengah dalam film The Physician.


(43)

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan laporan tentang penelitian ini yakni terdiri dari lima bab :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II KONTROVERSI FILM THE PHYSICIAN & ORIENTALISME DALAM MEDIA

Pada bab ini berisi tentang profil dan deskripsi film The Physician (Der Medicus), mengulas praktik orientalisme dalam film-film, dan mengulas sejarah peradaban Islam di Timur Tengah.

BAB III KONSTRUKSI TIMUR TENGAH MELALUI MODEL AKTAN Pada bab ketiga ini akan dibahas mengenai proses analisis naratif dari film The Physician dengan menggunakan model aktan Algirdas Greimas.

BAB IV MENGUNGKAP UNSUR ORIENTALISME DALAM FILM THE PHYSICIAN

Pada bab keempat ini akan dibahas temuan penelitian yang mengandung unsur orientalisme.

BAB V PENUTUP

Bab terakhir berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian serta saran untuk penelitian selanjutnya.


(44)

BAB II

KONTROVERSI FILM THE PHYSICIAN DAN ORIENTALISME DALAM MEDIA

A. Praktik - Praktik Orientalisme

Semenjak bangsa Eropa melakukan ekspansi ke wilayah Timur Tengah atau Timur Dekat yang merujuk kepada kerajaan Ottoman diawal abad ke-18, kajian ketimuran berkembang pesat diantara para seniman, penulis dan desainer. Meskipun Timur meliputi cakupan wilayah yang luas dan terdiri dari beragam unsur budaya, namun secara khusus kajian ini merujuk pada stereotip tentang bangsa Arab dan Islam. Minat mereka dalam mengkaji Timur terutama Timur Tengah terbilang cukup tinggi dan bahkan perkembangan orientalisme ini meliputi semua bidang. Dari bidang kajian literatur, seni dan musik, arsitektur, fashion hingga agama. Bentuk–bentuk orientalisme ini hadir dan sebagian besar dipengaruhi oleh semangat kolonialisasi dua bangsa Eropa ke wilayah Timur, yaitu Inggris dan Prancis.

Gambar 4

Lukisan Orientalisme karya Jean-Léon Gérôme.


(45)

Seiring dengan perkembangan jaman, kajian orientalisme turut berkembang hingga ke ranah sinematografi. Sinematografi menawarkan cara dan akses yang mudah ditempuh dalam membuat pandangan masyarakat melalui kemasan yang berbeda dan kerap kali menampilkan penggambaran budaya yang berbeda. Ideologi pembuat film adalah kunci utama dalam penggambaran suatu budaya dan masyarakat. Edward Said mengungkapkan bahwa orientalisme ada dan dapat dikenal pada saat kalangan Eropa membentuk dan menggambarkan sebuah kawasan yang eksotis, namun tidak mengilhami aspek dari masyarakat yang digambarkan. Sebaliknya, para pembuat film menggabungkan unsur-unsur dari negeri-negeri lain yang mereka anggap paling menguntungkan. Meskipun motivasi dibalik orientalisme dalam film mungkin tidak terang-terangan, namun konsep orientalisme tetap sama dimana mereka tidak akurat menggambarkan orang-orang, kebudayaan, atau keyakinan subjeknya.

Gambar 5

Lukisan Orientalisme karya Jean-Auguste-Dominique Ingres. Judul: The Turkish Bath. Tahun 1862. Kini berada di Museum


(46)

Sudah sejak lama Timur Tengah menjadi sasaran subjek yang menarik untuk diceritakan, banyak syair–syair maupun lukisan–lukisan tentang kawasan tersebut lahir dari seniman Barat. Semenjak munculnya media perfilman di kalangan Amerika dan Eropa, Timur Tengah semakin terekspos dan eksotisme daerah itu tersebar ke seluruh dunia. Pada bagian ini peneliti merasa penting untuk menyajikan beberapa contoh film-film yang mengandung unsur orientalisme.

Di wilayah Timur Tengah kita bisa dapatkan Film Aladdin (1992), sebuah film kartun produksi Disney Film yang mengkisahkan percintaan antara pemuda miskin (Aladdin) dengan putri raja (Jasmine). Penggambaran Timur Tengah sebagai daerah yang irrasional terlihat manakala perjuangan Aladdin dalam mendapatkan cinta Jasmine dibantu dengan sosok jin. Pengenalan singkat tentang Timur Tengah digambarkan dengan pemandangan gurun, unta–unta dan penyembur api yang menghibur beberapa orang di pinggir jalan serta pertunjukkan ular kobra yang menari dengan seruling. Sementara keadaan sosial di daerah ini digambarkan sebagai kekerasan dan konflik adalah hal yang biasa. Pedang merupakan simbol yang melekat dengan Timur Tengah. Sosok yang kejam ditampilkan dengan orang kulit berwarna, mental pedagang Arab yang serakah dan penguasa/raja/sultan diwakilkan dengan sosok yang gendut, kekanak-kanakan, dan naif.

Representasi ini seakan menjadi tradisi dalam film Amerika dan Eropa. Hal ini terlihat juga dalam film James Bond: The Living Daylights (1987), Casino Royale (2006), dan Argo (2012) yang ketiganya menceritakan tentang seorang agen Barat yang mendapatkan tugas mata-mata ke wilayah Timur Tengah. Film-film


(47)

tersebut menampilkan ketegangan ketika agen Barat tersebut berhadapan dengan musuhnya yang tidak lain adalah penguasa dan kelompok Islam yang dilabeli sebagai teroris yang terorganisir, tidak beradab, dan tidak bisa berbicara dalam bahasa Inggris.

Lain di Timur Tengah, Asia Timur yang meliputi wilayah Tiongkok, Jepang dan semenanjung Korea ditampilkan sebagai wilayah yang memiliki peradaban tersendiri, asing dan tempat dimana ketenangan berada dengan filosofi ajaran Buddha serta kumpulnya para dewa. Penggambaran ini muncul dalam film Seven Years in Tibet (1997), Little Buddha (1993) dan Mulan (1998). Namun seperti film Barat pada umumnya yang bersifat politis, sebagaimana diceritakan dalam film Seven Years in Tibet, musuh yang dihadirkan adalah etnis China yang dianggap penjajah tanah Tibet. Sementara orang-orang Tibet, yang memiliki banyak budaya dan agama yang harus dilindungi, digambarkan sebagai korban kekerasan musuh dan mereka tidak dapat berbicara untuk diri mereka sendiri.

Di sini wacana orientalis datang ketika sosok Amerika, digambarkan sebagai pahlawan, penyelamat budaya asing dan penjaga kestabilan. Mereka semacam anugrah untuk Tibet. Dalam makalahnya, Mullen mengungkapkan bahwa ada cara lain untuk melihat Tibet. Perspektif ini menetapkan berpikir bahwa Tibet adalah jauh, wilayah utopis di mana orang-orang Barat dapat melarikan diri bila diperlukan. Tibet menjadi peradaban yang sempurna, murni, abadi, harmonis dan suci dari ajaran kebenaran agama Buddha dan utopia sejati (Mullen, 1998).

Selain Timur Tengah dan Asia Timur, Jika kita bergerak ke arah Asia Tenggara, kehidupan Timur lebih digambarkan sebagai masyarakat yang irrasional,


(48)

tidak berpendirian, dan memiliki wawasan yang sempit. Seperti dalam film The Lady (2012), sebuah film drama yang bercerita tentang kehidupan Aung San Suu Kyi, Film ini dibuat sebagai wujud penghargaannya sebagai aktivis pro-demokrasi yang berjuang dalam mewujudkan pemerintahan demokrasi di Myanmar. Film ini berasal dari negara Inggris dan Prancis. Seperti film – film asal Barat lainnya, sisi orientalisme yang terkandung dalam film ini terdapat dalam penggambaran Aung San Suu Kyi terlihat lebih terdidik dibanding dengan lawannya Jenderal Than Shwe, seorang pemimpin militer yang menguasai Myanmar. Aung San Suu Kyi kerap kali menggunakan bahasa Inggris dalam berpolitik, dibanding dengan lawan politiknya yang hanya bisa berbahasa Myanmar. Perilaku Jendral Than Shwe yang masih percaya dengan dukun, masyarakat Myanmar yang masih menganggap tabu terhadap musik, dan perebutan kekuasaan melalui kudeta menambah kesan bahwa bangsa Timur adalah bangsa yang irrasional, primitif, dan barbar.

Film ini membawa pesan bahwa pemikiran dan budaya Barat lebih terbuka dan mencerahkan dibanding dengan pemikiran Timur yang tertutup dan membatasi HAM sehingga Timur layak untuk dicerdaskan (Nofrizal, 2014: 144). Myanmar adalah negera bekas kolonialisme Inggris, namun berbeda dengan negara bekas kolonialisme lainnya yang cenderung maju, Myanmar berkembang secara lambat dan tertutup karena dampak atas kekuasaan pemerintahan otoriter ditangan militer. Pada akhirnya, Aung San Suu Kyi yang didukung dengan PBB dan negara–negara Barat mengalahkan pemerintahan militer yang sudah berlangsung puluhan tahun di negara tersebut.


(49)

B. Sekilas Tentang Masa Keemasan Peradaban Islam

Masa keemasan peradaban Islam adalah masa di mana para ilmuwan, insinyur, ahli sains, serta dokter dan filsuf banyak menghasilkan temuan di wilayah kekhilafahan, kontribusi mereka di bidang pengetahuan dan teknologi sangat berpengaruh di dunia dan menjadi tolak ukur. Situasi ini berlangsung pada abad ke-8 Masehi hingga abad ke-13 Masehi. Timur Tengah pada saat itu menjadi pusat peradaban, sementara Eropa pada saat yang sama mengalami zaman kegelapan.

Adapun periode kekuasaan Islam bermula dari kepemimpinan Khulafaur Rasyidin atau yang disebut dengan periode khalifah empat yang berlangsung selama kurang lebih 30 tahun (632 – 661 M), kemudian berganti pada Dinasti Umayah (661-750 M), Dinasti Abbasiyah (750 – 1258 M), Dinasti Saljuk (1055 - 1174 M), Dinasti Ayyubiyah (1174 – 1250 M), Dinasti Murabithun dan Muwahhidun (1056 – 1269 M), Dinasti Mongol (1258 – 1517 M) dan Dinasti Turki Utsmani (1512 – 1924 M).

Masa kejayaan Islam ini terjadi pada masa dinasti Abbasiyah di pemerintahan Harun Al-Rasyid yang berkuasa pada tahun 786 Masehi. Berkembangnya ilmu pengetahuan pada saat itu tidak terlepas dari jaminan para penguasa Kekhilafahan. Para Khalifah membuka kemungkinan seluas–luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dipandang sesuatu yang berharga. Beragam fasilitas diberikan untuk menunjang pembelajaran dan bahkan dalam memberikan semangatnya, penguasa memberikan penghargaan kepada sarjana–sarjana Muslim yang berhasil dalam melakukan temuan. Hal inilah yang membuat mereka yang haus akan ilmu pengetahuan


(50)

menjadikan Timur Tengah sebagai wilayah dambaan. Banyak ilmuwan barat terinspirasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat itu. Literatur–literatur keilmuan berbahasa Arab menjadi rujukan utama bagi pengajaran perguruan tinggi di Eropa saat Andalusia (kini Spanyol) menjadi pusat ilmu pengetahuan di masa kejayaan Islam.

Dalam periode yang cukup panjang sekitar 7 abad lamanya, banyak lahir ilmuwan-ilmuwan Islam dengan berbagai penemuannya yang diakui dunia. Seperti al-Khawarizmi (780-850) yang menemukan angka nol dan namanya diabadikan dalam cabang ilmu matematika, seperti Aljabar, Algoritma (logaritma), Geometri, Trigonometri dan Kalkulus. Ibnu Sina (980-1037) pakar medis legendaris yang menulis kitab Qanun (Canon) yang didalamnya terdapat referensi pengobatan tersebut menjadi rujukan ilmu kedokteran para pelajar Barat, atas kontribusinya ia bahkan disebut sebagai bapak kedokteran dunia. Adapun temuan lain yang dilakukan Ibnu Sina adalah termometer udara untuk mengukur suhu udara. Kemudian al-Biruni (973-1048) yang melakukan pengamatan terhadap tanaman sehingga diperoleh kesimpulan kalau bunga memiliki 3, 4, 5, atau 18 daun bunga dan tidak pernah 7 atau 9.

Di masa dinasti Abbasiyah kota Baghdad menjadi pusat penelitian dengan berdirinya perpustakaan terbesar bernama Baitul Hikmah atau Rumah Kebijaksanaan. Di perpustakaan inilah berkumpulnya para ilmuwan untuk berbagi informasi dan pandangan, Tidak hanya bagi ilmuwan dan sarjana Muslim, perpustakaan tersebut terbuka bagi pelajar ataupun ilmuwan Yahudi, Kristen dan penganut agama lain. Perpustakaan ini didirikan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid dan


(51)

mencapai puncaknya dimasa kepemimpinan putranya, Khalifah Al-Ma'mun yang berkuasa pada 813-833 Masehi. Di bawah kepemimpinan Al-Ma'mun, observatorium astronomi didirikan, dan Rumah Kebijaksanaan telah menjadi pusat untuk studi humaniora dan ilmu pengetahuan yang terbaik pada abad pertengahan Islam, meliputi bidang matematika, astronomi, kedokteran, kimia, zoologi, geografi dan kartografi. Kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan direfleksikan dengan tersedianya koleksi literatur-literatur dari India, Yunani, dan Persia yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab di dalam perpustakaan tersebut. Para ilmuwan di sana mampu mengumpulkan koleksi buku secara masif, dan berdasarkan itu semua mereka membuat penemuan-penemuan mereka sendiri. Pada masa tersebut Rumah Kebijaksanaan telah menjadi repositori terbesar dari buku-buku dunia (Al-Khalili, 2011: 67-68). Kota Baghdad menjadi kota metropolitan terbesar di dunia dengan penduduk mencapai 1,2 juta jiwa pada saat itu.

Kecanggihan teknologi arsitektur pada masa itu juga terlihat dari bangunan– bangunan Masjid yang hingga kini masih bisa kita kagumi. Seperti arsitektur mesjid Agung di kota Cordoba, Masjid Biru di kota Istanbul, menara spiral di kota Samara dan Istana Alhambra (al-Hamra Qasr) yang terletak di Spanyol pada tahun 913 M tersebut dibangun di atas bukit yang menghadap ke kota Granada.

Secara garis besar sejarah peradaban Islam dapat dikelompokkan dalam tiga periode besar. Periode pertama, Yaitu periode klasik yang berlangsung selama enam abad yang bisa disebut sebagai zaman kemajuan (the golden age), di mana pada tahun 650 – 1000 Masehi terjadi fase ekspansi, integrasi wilayah serta puncak kemajuan dan fase disintegrasi dari tahun 1000 – 1250 Masehi. Periode kedua,


(52)

Yaitu periode pertengahan berlangsung selama lima abad sejak 1250 – 1800 Masehi. Pada periode ini disintegrasi dan desentralisasi meningkat dan memunculkan tiga dinasti besar, yaitu dinasti Turki Utsmani, Safawi di Persia, dan Mughal di India. Periode ketiga bisa disebut sebagai periode modern yang bermula sejak tahun 1800 Masehi di mana adanya pengaruh Barat serta menjadi cikal bakal penghapusan sistem Khilafah pada tahun 1924 (Nasution, 1992: 13). Modernisme yang ditawarkan Barat lantas memudarkan sistem Islam sebelumnya dan terjadilah kolonialisasi bangsa Eropa ke wilayah Timur.

Pada masa Kekhilafahan tersebut sebetulnya ada banyak warisan yang ditinggalkan, hanya saja literatur-literatur lama dalam bentuk naskah, kitab – kitab banyak lenyap oleh sejarah karena akibat kekalahan perang antara Muslim dan non-Muslim, sebagian diterjemahkan ke dalam bahasa–bahasa Eropa, sebagian hilang dengan sendirinya atau sengaja dibakar (Sulaiman, 2014:108). Kini tidak banyak bisa kita temukan bukti-bukti peradaban tersebut kecuali melalui teks para orientalis dan pemerhati sejarah Islam yang tersimpan rapi di perpustakaan-perpustakaan Barat.


(53)

C. Resensi dan Kontroversi Film The Physician

Film The Physician merupakan film berjenis petualangan/drama/sejarah yang dirilis pada 25 Desember 2013. Film ini berasal dari Jerman yang diadaptasi dari novel bestseller karya Noah Gordon dengan judul Der Medicus (1999). Situs betafilm mencatat bahwa novel tersebut laku hingga 21 juta kopi diseluruh dunia (The Physician, n.d.). Novel tersebut berhasil menarik minat masyarakat Eropa dan selalu habis terjual terutama di Jerman dan Spanyol dan dinominasikan sebagai "Ten Most Loved Books of All Time" dalam Madrid Book Fair (Noah Gordon awards and honors, n.d.).

Disutradarai oleh Philipp Stölzl, seorang berkebangsaan Jerman. Film berbahasa Inggris yang berdurasi 150 menit ini mendapatkan pendapatan besar dengan hasil perjualan box office mencapai 57,284,237 juta Dollar, serta menyabet

Gambar 6


(54)

penghargaan Bogey Award dari jumlah penonton yang mampu menarik 1 juta pengunjung dalam waktu 10 hari. Film ini juga mendapatkan 5 nominasi emas dalam German Film Award 2014 sebagai sinematografi terbaik, desain produksi terbaik, desain kostum terbaik, tata rias terbaik, dan tata suara terbaik.

Produksi film The Physician berlangsung selama empat bulan antara Juni 2012 hingga September 2012 dan menghabiskan biaya hingga 36 juta Dollar. Lokasi produksi dilakukan di Maroko dan Jerman serta menggunakan studio MMC Studios, Cologne di North Rhine-Westphalia yang berbasis di Jerman untuk memberi sentuhan kemegahan kota Isfahan dan landscape Timur Tengah dengan setting abad ke-11.

Bercerita ketika Eropa masih mengalami zaman kegelapan (dark ages), belum ada ahli medis, sementara para pengobat abad ke-11 pada saat itu disebut sebagai tukang cukur (barber), mereka mempromosikan diri mereka dapat menangani kelainan yang ada dipermukaan seperti mengobati kutil, mencabut gigi, reposisi tulang, amputasi, bekam dengan lintah dan menjadikan kencing Kuda sebagai tonik.

Disamping itu hiduplah Robert Cole (Tom Payne) yang sudah lama akrab dengan kemiskinan karena ditinggal mati oleh ayahnya, sementara ibunya mengidap penyakit serius pada perut (Thypus) dan kemudian meninggal dunia pada saat ia masih kecil karena tidak memperoleh pertolongan yang layak. Menyaksikan itu, Robert Cole memutuskan untuk mencari penyebab & cara menyembuhkan penyakit tersebut serta bertekad untuk mencegah kematian. Ia kemudian memohon kepada seorang tukang cukur (Stellan Skarsgård) untuk ikut berkeliling bersama


(55)

pedatinya berkelana dari kota ke kota membantunya menjajakan obat. Rob pun diasuh olehnya dan menjadi asisten dalam melakukan segala tindakan pengobatan didalam kamar pedati. Namun pekerjaan sebagai barber tersebut ditentang oleh Gereja karena dituduh menggunakan ilmu hitam. Ajaran Gereja menilai bahwa hanya dengan kuasa Tuhan penyakit dapat disembuhkan, walaupun pihak Gereja tidak mampu memberikan solusi dan pengobatan.

Ketika Rob tumbuh dewasa, penglihatan ayah angkatnya mengalami gangguan. Ia kemudian mengantarkan sang barber tersebut untuk melakukan operasi katarak kepada para tabib Yahudi. Robert pun merasa takjub melihat kecanggihan alat operasi yang digunakan dan mencari informasi berasal dari mana pengetahuan ilmu medis itu. Sejak dini Robert memang menunjukkan minatnya yang tinggi terhadap dunia pengobatan. Tabib Yahudi itu kemudian menyarankan ia untuk pergi ke suatu daerah yang amat jauh dari London, yaitu Isfahan. Dalam film ini kita bisa melihat bagaimana peradaban Timur Tengah tergambar dalam dialog berikut:

Tabib : “tabib terbaik sedunia mengajarkanku disana, Ibnu Sina, tak seorang pun di dunia yang sebanding dengan kebijaksanaannya, ia dapat menyembuhkan segala macam

penyakit”.

Rob : “Berapa lama untuk sampai kesana?”.

Tabib : “Lebih dari setahun. Kau harus pergi ke pantai Selatan Inggris, menyebrangi selat melalui Prancis dan naik kapal berlayar mengelilingi pantai Barat Afrika, kemudian

sampai ke Mesir. Disana.. kau akan dibunuh”.

Rob : “Kenapa?”.

Tabib : “Permulaan dunia Muslim. Arabia dan Persia. Orang Kristen dilarang untuk pergi kesana. Mereka hanya mentolerir


(56)

Menyadari dokter terbaik bernama Ibnu Sina berada dibelahan dunia lain dan penuh risiko, ia tetap bertekad pergi kesana dan menganggap inilah satu-satunya cara untuk mempelajari ilmu medis. Sesampainya di Mesir Robert Cole melakukan sunat secara mandiri agar bisa bergabung dan diterima komunitas Yahudi, kemudian menukar namanya menjadi Jesse bin Benjamin.

Dalam perjalanan menuju Isfahan bersama dengan rombongan iringan unta, Robert Cole bertemu dengan Rebecca (Emma Rigby), seorang wanita Yahudi yang menarik hatinya. Namun mereka menghadapi badai gurun yang dahsyat hingga mereka terpisah dan sebagian besar diantaranya mati terkubur pasir.

Saat Rob tiba di Ishafan, Persia. Ia terkesima melihat penataan kota yang amat maju, menara-menaranya menjulang tinggi, Arsitektur yang begitu megah dengan dinding-dinding gedung berhiaskan kaligrafi yang indah. Ishafan digambarkan bermandikan cahaya, bertabur kembang api dan aktivitas kota yang disesaki oleh perdagangan dan perniagaan. Saat itu pula Ia bertemu iring-iringan khalifah Shah (Olivier Martinez) melintas bersama tentaranya. khalifah digambarkan sosok yang gagah, pemberani, petarung buas di medan perang, otoriter terhadap kedudukannya namun amat menghargai toleransi kebebasan beragama dan menjunjung ilmu pengetahuan.

Dengan penampilan lusuh dan tidak membawa barang berharga, Rob Cole sempat ditolak secara kasar oleh pihak Madrasah, Davout Hosein (Fahri Ogun) untuk berguru kepada Ibnu Sina hingga ia tersungkur dan tidak sadarkan diri ditengah kerumunan warga Isfahan. Penolakan tersebut cenderung rasis karena ungkapan kasar yang diberikan ketua Madrasah kepada Robert Cole mengatakan


(57)

bahwa ia tidak mau menerima seorang Yahudi yang bau, miskin dan penipu. Hal tersebut seolah menampilkan bahwa ketika Muslim berkuasa memiliki sikap yang bengis.

Dengan nasib baik yang dimilikinya, Robert Cole ditolong oleh Ibnu Sina dan diobati luka–lukanya. Ia kemudian diterima untuk belajar di madrasah tanpa syarat dan memiliki dua orang sahabat, seorang Yahudi bernama Mirdin (Michael

Marcus), dan seorang Muslim pemalas bernama Karim (Elyas M‘barek).

Madrasah milik Ibnu Sina terdapat perpustakaan yang menghimpun warisan kekayaan ilmu kedokteran dari Yunani kuno. Fakultas kedokteran tersebut diisi oleh beragam pelajar dari mancanegara, ras maupun agama. Ruang pembelajaran juga terintegrasi dengan ruang perawatan pasien sebagaimana model rumah sakit modern. Fasilitas lainnya yaitu terdapat gudang penyimpanan obat dan alat medis, hingga pendingin untuk membuat es. Film ini menggambarkan secara jujur bahwa bahasa pengantar ilmiah di dunia pengetahuan pada saat itu menggunakan bahasa Arab. Terlihat dari kitab–kitab dan gulungan yang dipelajari oleh murid–murid Ibnu Sina menggunakan bahasa Arab sebagai lingua franca.

Robert Cole kemudian berkembang menjadi murid teladan Ibnu Sina dan cepat tanggap bersemangat dalam belajar dibanding murid yang lain. Selain ilmu pengobatan, ia juga mempelajari Filsafat dan Astronomi. Kepribadian Ibnu Sina yang bijak dan selalu berpikiran optimis diceritakan dengan bagaimana ia berpesan kepada para mahasiswanya untuk selalu memperlakukan pasien dengan baik.

Kisah film ini juga dibumbui perseteruan antara suku bani Seljuk yang hidup nomaden dan liar dipadang gurun. Mereka bersekutu dengan para Mullah


(58)

atau sekelompok Islam fanatik “yang kaku” dalam memahami agama untuk

melawan Kekhilafahan Shah yang dianggap terlalu liberal. Pemimpin Bani Seljuk

tersebut mengirim “bom biologis” berupa penderita black death ke kota Isfahan sebagai balasan atas kematian puteranya yang dipenggal oleh Shah. Wabah tersebut menyebabkan kegemparan dan kematian bagi kota Ishafan. Ibnu Sina meminta evakuasi seluruh penduduk, namun Shah menolaknya.

Ibnu Sina memutuskan bersama mahasiswanya bereksperimen mencari pengobatan terhadap wabah yang terjadi meski resiko yang dihadapi mereka adalah kematian. Mereka disibukkan merawat banyaknya pasien yang tak kunjung henti. Seluruh bagian kota dipenuhi penyakit dan banyak warga mengisolir diri dengan menembok pintu rumahnya atau pergi meninggalkan kota Ishafan. Adegan akhir melawan wabah tersebut, kerja kerasnya menemukan jawaban bahwa penularan wabah dapat diputus dengan membasmi vektor penyakit yakni tikus.

Diantara pasien Ibnu Sina ada seorang penganut Zoroaster bernama Qasim yang kebetulan dirawat Rob. Filosofi agama Zoroaster berbeda dengan agama Samawi (Yahudi, Nasrani & Islam) tentang kebangkitan. Qasim berwasiat pada Rob apabila ia mati, ia meminta tubuhnya diletakkan di atas menara agar bisa dimakan burung pemakan bangkai. Dengan demikian jiwanya terbebas. Kesempatan emas itu tak disia-siakan Robert Cole, segera ia membawa jenazah Qasim dan membelahnya secara diam–diam di gudang penyimpanan obat untuk mempelajari organ dalam yang ada di dada & rongga perut. Rob melukis organ-organ itu sebagaimana gambar ilustrasi anatomi manusia sekarang ini.


(59)

Persembunyian Robert Cole ternyata dicurigai para Mullah dan ia ditangkap karena melakukan pencurian mayat sebagai obyek penelitian, Ibnu Sina juga terseret ke dalam penjara dan keduanya dijatuhi hukuman mati. Dikisahkan pada era tersebut bahwa perilaku membedah tubuh manusia adalah pelanggaran tingkat tinggi dalam agama. Dalam masa penahanan, Ibnu Sina dan Robert Cole berdiskusi tentang apa yang sebenarnya ada didalam rongga tubuh manusia. Robert Cole kemudian menceritakan dan bahkan mengajarkan Ibnu Sina tentang pencernaan dan sirkulasi darah.

Disaat yang sama Shah mengalami sakit perut kronis ketika dinasti Kekhilafahan yang ia pimpin dikepung dalam perang oleh para Mullah didalam kotanya dan Bani Seljuk dari luar. Untuk mengembalikan kondisinya, ia menggagalkan eksekusi mati yang dibuat para Mullah kepada Robert Cole beserta Ibnu Sina dan membawanya ke istana untuk melakukan operasi pengangkatan usus buntu dari dalam perutnya. Robert Cole dibantu Ibnu Sina beserta Mirdin berhasil melakukan operasi pertama kali dalam sejarah.

Film kemudian ditutup dengan kekalahan Khalifah Shah melawan para Mullah yang bersekutu dengan Bani Seljuk, seluruh rakyat Isfahan mengungsi dan seluruh isi perpustakaan milik Ibnu Sina hancur terbakar karena perang. Pada akhir adegan Ibnu Sina mengalami putus asa melihat kehancuran tersebut dan mengakhiri hidupnya dengan minum racun. Sebelum kematiannya ia mewariskan kitab terpenting dalam ilmu medis kepada murid kesayangannya Robert Cole untuk dipelajari, koreksi kesalahannya, dan sebarluaskan pengetahuan tersebut ke dunia ketika ia bawa pulang ke London.


(60)

Meski secara genre film ini masuk dalam kategori sejarah, namun sebagian besar yang diceritakan adalah fantasi belaka. Jika kita mempelajari terlebih dahulu tentang peradaban Timur Tengah dan biografi Ibnu Sina, banyak sekali bagian yang mengaburkan sejarah dan cenderung memberikan persepsi negatif terhadap masa lalu kejayaan peradaban Islam. Untuk itu tidak mengherankan apabila kita melihat ulasan tentang film tersebut di media online, akan banyak komentar dan kekecewaan terutama bagi sejarawan Muslim.


(61)

BAB III

KONSTRUKSI TIMUR TENGAH MELALUI MODEL AKTAN

A. Catatan Pembuka

Dalam meneliti narasi peradaban Timur Tengah dalam film The Physician, peneliti melakukan beberapa tahapan analisis. Film akan diuraikan terlebih dahulu berdasarkan penokohan, sudut pandang, cerita dan alur. Selanjutnya, untuk mengetahui rangkaian peristiwa dalam film The Physician pada setiap babaknya, peneliti menerapkan analisis naratif model Lacey dan Gillespie. Kemudian analisis narasi peradaban Timur Tengah akan dianalisis dengan narrative semiotics (semantic structurale) yang dikemukakan oleh Algirdas Greimas.

Adapun analisis naratif model Algirdas Greimas ini dilakukan dengan model aktan yang menjelaskan posisi karakter untuk melihat relasi antar karakter dalam membentuk suatu peristiwa dan jalannya cerita. Skema naratif model aktan mempunyai enam peran dan fungsi yang saling berkaitan antar karakter, yaitu subjek, objek, pengirim, penerima, pendukung, dan penghambat. Setelah itu peneliti akan melakukan pembahasan temuan penelitian yang akan dikorelasikan dengan isu orientalisme.


(62)

B. Penokohan

Tabel 2

karakter dalam film The Physician

No Karakter Keterangan

1. Robert Cole

Pemeran utama, seorang Kristen asal Inggris. Memiliki karakter sebagai tokoh yang pantang menyerah, berani, tekun dan memiliki ambisi yang tinggi terhadap sesuatu yang menarik baginya.

2. Ibnu Sina

Tabib atau guru terhebat. Tidak ada yang mampu mengalahkan kebijaksanaannya. Sifat lain yang dimilikinya yaitu rendah hati, pekerja keras dan religius.

3. Tukang Cukur

Ayah angkat Robert Cole semenjak ia terbuang dari masyarakat karena yatim piatu. Bersifat pekerja keras, sok tahu, tidak religius dan suka berfoya-foya.

4. Shah Ala ad-Daula

Penguasa Isfahan. Bersifat otoriter, emosional, gemar berperang, tidak ada rasa belas kasih terhadap musuh, namun menghargai toleransi kehidupan warganya.


(63)

5. Davout Hosein

Tokoh antagonis, Pengelola madrasah yang berkepala dua. Bersifat kasar, intoleran, dan ekstrimis dalam memahami agama. Bergabung bersama kelompok pemberontak dalam menggulingkan Shah. 6. Mirdin

Sahabat Robert Cole di madrasah. Seorang Yahudi taat yang memiliki sifat peduli, jujur dan tekun belajar namun merasa curiga terhadap Robert Cole atas hubungan sembunyi dengan Rebecca.

7. Karim

Sahabat Robert Cole di madrasah. Seorang Muslim yang memiliki sifat manja, bermalas-malasan, tidak religius. Namun pada akhir hidupnya tekun dalam berjuang melawan wabah bersama para murid Ibnu Sina.

8. Rebecca

Pujaan hati Robert Cole dan saling mencinta. Wanita cantik beragama Yahudi dari Spanyol yang mempunyai sifat empati dan pemurung. Tertekan dalam menjalani hidupnya karena terpaksa pergi ke Isfahan dalam perjodohan untuk kepentingan bisnis.


(1)

109

pembuat film dengan kuasa dan kemampuannya membumbui film ini dengan penegasan superioritas sosok Barat.

Kesimpulan utama yang dapat diambil adalah sebaik-baiknya orang Timur atau semaju apapun peradaban yang pernah terjadi di dunia Timur, tetap lebih baik orang-orang Barat dibanding Timur bagi film ini. The Physician seolah memberitahu kita bahwa tanpa adanya campur tangan orang Eropa, perkembangan dunia medis mungkin tidak akan bisa maju layaknya saat ini. Meski demikian, representasi bukanlah soal benar dan salah. Hal itu disebabkan karena ada nilai yang ingin dicapai dan setiap teks tidak terlepas dari maksud ideologis pembuatnya.

B. Saran

Penelitian ini merupakan berdasarkan analisis peneliti dengan menggunakan model aktan Algirdas Greimas, dengan demikian hasil penelitian ini hanya menjelaskan bagian narasi tentang Timur Tengah yang terkandung dalam film. Peneliti sadar berbagai pemaparan serta hasil kajian belum mencapai kesempurnaan. Untuk itu peneliti mengharapkan adanya penelitian lanjutan dan banyak yang menaruh perhatian terhadap kajian ini dalam menganalisis film-film lain yang mengandung unsur orientalisme, dan mengkajinya lebih luas dengan sudut pandang lain sehingga akan memperkaya analisis.

Saran peneliti untuk peneliti selanjutnya adalah agar dapat melakukan penelitian terhadap penonton mengenai tema kajian ini, meneliti kembali tentang pemahaman politik film Eropa ataupun Hollywood yang tidak terjelaskan dalam penelitian ini. Melalui penelitian ini peneliti berharap bagi para sineas terutama


(2)

110

dikalangan umat Muslim terdorong untuk membuat film yang mengangkat tokoh-tokoh sejarah dari peradaban Islam sendiri, agar stereotip yang merugikan sebagaimana terdapat dalam film ini dapat dihindari.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Al-Khalili, Jim (2011). The House of Wisdom: How Arabic Science Saved Ancient Knowledge and Gave Us the Renaissance. New York: Penguin Press. Al Makin (2015). Antara Barat dan Timur: Batasan, Dominasi, Relasi, dan

Globalisasi. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Eriyanto (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS.

_______ (2007). Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS

_______ (2013). Analisis Naratif. Jakarta: Kencana.

Fulton, Helen (2005). Narrative and Media. New York: Cambridge University Press.

Huntington, Samuel (2012). Benturan Antarperadaban dan Masa Depan Politik Dunia. Jakarta: Penerbit Qalam.

Jowett, Garth S (2012). Propaganda and Persuasion 5th. New York: Sage Publication.

King, Richard (2001). Agama, Orientalisme, dan Poskolonialisme. Yogyakarta: Penerbit Qalam.

Krisyantoro, Rachmat (2010). Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


(4)

Nasution, Harun (1992). Pembaruan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.

Ritzer dan George-Douglas J. Goodman (2004). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.

Roy, Olivier (1994). Failure of Political Islam. Massachusetts : Harvard University Press.

Rusadi, Udi (2015). Kajian Media: Isu Ideologis Dalam Perspektif, Teori dan Metode. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Said, Edward (2010). Orientalisme: Menggugat Hegemoni Barat dan Mendudukkan Timur sebagai Subjek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Siauw, Felix (2014). Khilafah Remake. Jakarta: Alfaatih Press.

Sobur, Alex (2006). Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. __________ (2009). Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,

Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Stokes, Jane (2007). How To Do Media and Cultural Studies: Panduan Untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.

Sulaiman, Rusyidi (2014). Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Jurnal

Lary, Diana (2006). Edward Said: “Orientalism and Occidentalism”, Journal of The Canadian Historical Association. Vol 17:2.


(5)

Mora, Necla (2009). Orientalist Discourse in Media Texts. International Journal of Human Sciences [Online]. Vol 6:2. http://www.insanbilimleri.com/en.

Mullen, E. L. (1998). ''Orientalist Commercializations: Tibetan Buddhism in American Popular Film''. Journal of Religion and Film. Vol 2:2.

Skripsi

Nofrizal, Muhammad (2014). Narasi Perjalanan Hidup Aung San Suu Kyi. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Prihandoko, Arief Rian (2013). Wacana Kritis Diskriminasi Ras Dalam Film Avatar: Last Air bender. Skripsi: Universitas Airlangga.

Internet

Brook, Tom. When White Actors Play Other Races,

http://www.bbc.com/culture/story/20151006-when-white-actors-play-other-races, dipublikasikan tanggal 6 Oktober 2015.

Chambers, Cedric. Orientalism: Film and Culture,

http://www.cedricchambers.com/orientalism-film-and-culture/?v=b718adec73e0, dipublikasikan tanggal 14 Juni 2015. Demerdash, Nancy. Orientalism,

https://www.khanacademy.org/humanities/becoming-modern/intro-becoming-modern/a/orientalism, diakses tanggal 3 Oktober 2016. Distortion of Iran civilization history in “the Physician”,

http://english.irib.ir/radioculture/art/cinema/item/192007-distortion-of-iran-civilization-history-in-%E2%80%9Cthe-physician%E2%80%9D diakses tanggal 18 Mei 2016.


(6)

Legarda-Alcantara, Melissa. Why Whitewashing is Bad?,

http://livemaguk.com/why-is-whitewashing-bad/, dipublikasikan tanggal 15 Januari 2015.

Noah Gordon, http://www.noahgordonbooks.com/novels.htm diakses tanggal 15 Mei 2016.

The Physician, http://www.imdb.com/title/tt2101473/?ref_=ttawd_awd_tt, diakses tanggal 15 Mei 2016.

The Physician Awards, http://www.betafilm.com/thephysician, diakses tanggal 15 Mei 2016.

The Turkish Bath, https://en.wikipedia.org/wiki/The_Turkish_Bath, diakses tanggal 3 Oktober 2016.