REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM ‘GONE GIRL’ (Analisis Naratif Karakter Perempuan dalam Film ‘Gone Girl’)
REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM ‘GONE GIRL’
(Analisis Naratif Karakter Perempuan dalam Film ‘Gone Girl’)
Skripsi
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
alaman Judul
Disusun Oleh :
Fauzan Ridwan (20110530192)
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(2)
i
REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM ‘GONE GIRL’
(Analisis Naratif Karakter Perempuan dalam Film ‘Gone Girl’)
Skripsi
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
alaman Judul
Disusun Oleh :
Fauzan Ridwan (20110530192)
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
(3)
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Fauzan Ridwan
NIM : 20110530192
Konsentrasi : Broadcasting
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi : Representasi Perempuan Dalam Film ‘Gone Girl’ (Analisis Naratif Karakter Perempuan Dalam Film ‘Gone Girl’)
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Yogyakarta, 13 Desember 2016
Penulis
(4)
iii
MOTTO
UNTUK RIBUAN TUJUAN YANG HARUS DI CAPAI, UNTUK JUTAAN IMPIAN
YANG AKAN DIKEJAR, UNTUK SEBUAH PENGHARAPAN AGAR HIDUP
JAUH LEBIH BERMAKNA. KESUKSESAN DALAM KEHIDUPAN IBARAT
MENDAKI GUNUNG, PUNCAK ADALAH BONUS SELEBIHNYA ADALAH
PROSES. SETIAP PENGGALAMAN DARI SEBUAH PETUALANGAN ADALAH
BEKAL BERHARGA DALAM MENJELAJAHI HIDUP, MAKA SELALU NIKMATI
(5)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Selesainya skripsiku ini, dengan penuh hormat dan terima kasihku untuk :
Allah SWT yang selalu mendengarkan doa-doaku keluhanku dan selalu menenangkan hatiku selama ini dan juga kepada Nabi Muhammad SAW yang
selalu kami rindukan dan menjadi suri tauladan bagi kita untuk selalu berada
di jalanNYA.
Ayah tercinta Kuswandi yang saya banggakan di mana beliau selalu mendukung serta bekerja keras dalam proses kuliah hingga lulus. Dan juga
ibundaku tercinta Suprapti atas doa-doanya, semangatnya yang diberikan ,
harapan dan bantuanya agar skripsi ini selesai dan juga selalu
mendampingiku, terima kasih.
Kakak pertamaku, Tina Malinda beserta suami Haryo Yudo Kusumo yang telah menjadi panutan dalam keluarga setelah kedua orang tua ku.
Kakak kedua, Rio Romadhoni beserta istri Zakiah sebagai saudara laki-laki yang sangat mengispirasi, semoga tetap lucu selamanya.
Kakak ketiga, Nurul Zulaika alias Lulu yang selalu bahagia riang gembira semangat maju terus pantang mundur.
Mbak Firly Annisa, S.IP. MA selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan meluangkan waktunya serta pikirannya untuk menjelaskan
(6)
v dan mengarahkan penulisan skripsi ini. Maaf mbak sempat terabaikan
skripsinya karena sedang mencari pengalaman lain.
Kepada Fajar Junaedi, S. Sos. ,Msi atau mas Jun dan Budi Dwi Arifianto, S. SN ,M. SN atau mas Tobon selaku dosen penguji saya yang telah banyak
memberikan koreksi serta masukan untuk skripsi saya agar lebih baik.
Keluarga besar Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY (KOMAKOM) yang telah memberikan saya kesempatan untuk mengerti makna arti berproses
mulai dari nol hingga saat ini.
Keluarga besar Cinema Komunikasi UMY (CIKO) yang telah memberikan kesempatan saya belajar mengenai audio visual khususnya membuat film.
Lets Rec And Play Crew.
Teman-teman Broadcasting 2011 yang selalu bersama dalam menjalankan proses kuliah dan selalu menganut sistem karya lebih penting dari pada nilai
‘Jarene’
Seluruh mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY khususnya angkatan 2011 yakni konsentrasi Broadcasting, Publik Relation dan Advertising yang mungkin
masuk bersama tapi lulus gak bersama. Tapi intinya kalian akan lulus.
Semangat jhon!
Terima kasih untuk sutradara film Gone Girl David Fincher yang sudah rela karyanya menjadi objek penelitian skripsi saya.
(7)
vi
Teman-teman Ravacana film Koclak, Elen, Ega, Ludy, yang sudah menyediakan tempat untuk mengerjakan skripsi ini.
Tikong si manusia setengah cowok dan cewek yang sudah mau menjadi sahabat saya sejak sekolah menengah pertama atau SMP meski dulu ga kenal,
kenal lagi pas kuliah hahaha.
Sulek atau Desi Kirana dan Nanda sebagai teman satu Naratif yang selalu saya repotkan untuk tanya-tanya soal skripsi dan Nurul Maknuk.
Wimba Hinu Satama teman ngampus di saat angkatan 2011 sudah sepi dan Fasya yang membantu dalam pengerjaan skripsi ini.
Lab Ilmu Komunikasi UMY.
Teman- teman Kontrakan Kasih Sayang Tonek, Randa, Kepet, Ega, Aming Nafa, Otong , Mita , Bayu temen kose Randa.
Serta seluruh teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu saya ucapkan terima kasih banyak atas dukungan dan doanya.
(8)
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……….. ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
ABSTRAK ... viii
HALAMAN KATA PENGANTAR ... x
HALAMAN DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoritis ... 9
2. Manfaat Praktis ... 9
E. Kerangka Teori ... 9
1. Narasi dalam Film ... 9
2. Film sebagai Sarana Representasi ... 15
3. Perempuan dalam Media ... 22
F. Metode Penelitian ... 28
1. Jenis Penelitian ... 28
2. Objek Penelitian ... 29
3. Teknik Pengumpulan Data ... 30
4. Teknik Analisis Data ... 31
a. Struktur, Latar, Cerita dan Alur ... 32
(9)
viii
c. Fungsi dan Karakter Vladimir Propp ... 33
G. Sistematika Penulisan ... 39
BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A Perempuan Dalam Film Hollywood ... 41
B. Penelitian Terdahulu ... 45
C. Profil Film Gone Girl ... 48
1. Komposisi Film ... 48
BAB III PEMBAHASAN A. Karakter dalam film Gone Girl ... 56
B. Point Of View ... 59
C. Cerita dan Alur ... 59
D. Latar Film ... 74
E. Struktur narasi ... 81
1. Fungsi dan Karakter Vladimir Propp ... 85
2. Karakterisasi Perempuan dalam Film Gone Girl ... 98
3. Kategori Narasi Perempuan Penjahat Vs Laki-Laki Pahlawan ... 115
a. Perempuan Penjahat ... 115
b. Laki-Laki Pahlawan ... 137
4. Perempuan Cerdas Tapi Gagal ... 147
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 160
A. Kesimpulan ... 160
(10)
HALAMAN
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul Representasi Perempuan Dalam Fllrn'Gone
Gitl'
(Analisis Naratif Karakter Perempuan Dalam Film'Gane Girl'\ telah diujikan dan dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu KomunikasiFakultas IImu Sosial dan llmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada :
Hari
:
SabtuTanggat:
ll
DeEevqbecTempat : LnU
Nilai
:S.Sn, M.Sn) gelar Sarjana (S I ) Komunikasi.
Ketua Program Studi llmu Komunikasi Univers itas Muhammadiyah Yogyakarta
\oqvaqi
UMYSUSUNAN TIM PENGI.
(Fajar Skripsi ini
It JJI
(11)
ABSTRAK
Universitas Muhammadiyah YogyakartaFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi
Konsentrasi Broadcasting Fauzan Ridwan
20110530192
Representasi Perempuan Dalam Film ‘Gone Girl’ Tahun Skripsi 2016 + 157 Hal
Daftar Kepustakaan : 42 Buku + 1 Jurnal
Gone Girl merupakan sebuah film yang menggambarkan tentang latar kehidupan perempuan yang sudah mengalami tekanan semenjak kecil. Dirinya sudah di setir menjadi apa yang diimpikan oleh kedua orang-tuanya hingga dia tidak bisa menjadi dirinya yang sebenarnya dan merasa tertekan dan berpengaruh pada kehidupannya di masa menikah. Dirinya menjadi karakter yang egois, anti sosial dan mau menang sendiri atau semaunya.
Stereotipe perempuan pada masyarakat umumnya menggambarkan bahwa perempuan itu lemah lembut, perasa dan penyayang. Namun setiap menghadapi permasalahan, perempuan juga memiliki cara sendiri dalam mengatasi permasalahannya yaitu baik dengan cara mencari jalan keluar dengan pemikiran maupun menunjukan sikap melawan agar tidak tertindas. Namun hal ini sangatlah bertolak belakang pada alur cerita film Gone Girl ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana representasi perempuan yang direpresentasikan dalam film “Gone Girl”. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan
mengamati film kemudian mengcapture beberapa gambar dalam adegan yang terdapat unsur tanda yang dapat merepresentasi perempuan. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan metode narasi.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu dalam film Gone Girl menunjukan tanda-tanda yang merepresentasikan perempuan, bahwa perempuan itu kuat dan dapat melawan, cerdas serta mampu berfikir dan juga bisa melakukan hal apapun yang sekiranya mengganggunya,
(12)
ABSTRAK
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakulty of Sosial and Politic Sciences Department of Communication Sciences Broadcasting
Fauzan Ridwan 20110530192
Representation of Women In 'Gone Girl' Movie
Batch : 2016 + 157 Pages
Bibliography : 42 Books + 1Thesis
Gone Girl is a movie that describes the background of the lives of women who are already under pressure since early childhood. She had the steering into what is envisioned by her parents until she could not be her true self and feeling depressed and affect her future married life. She had be the character of a selfish, anti-social and bossy or arbitrarily.
Stereotypes of women in society generally reflect that women are gentle, sensitive and compassionate. But every face problems, women also have their own way to overcome the problem that is either by finding a way out with the thought and showing defiance to not oppressed. But this is contrary to the storyline of this movie Gone Girl.
The purpose of this study was to determine how the representation of women are represented in the film "Gone Girl". Data collection techniques is made by observing the film and then capture multiple images in a scene that there are elements that mark can represent women. The data has been collected and analyzed by the method of narration. The conclusion of this study in the movie Gone Girl are showing signs that represent women, that women are strong and able to fight, intelligent and able to think and can do anything if it were distrub her.
(13)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Film adalah media populer yang digunakan tidak hanya untuk
menyampaikan pesan-pesan, tetapi juga menyalurkan pandangan-pandangan
kepada khalayak umum. Film merupakan media yang sudah dikenal oleh seluruh
orang di dunia. Hampir setiap negara sudah dapat memproduksi film yang
berkaitan dengan sejarah atau peristiwa penting bagi sejarah bangsa itu sendiri.
Film merupakan media campuran dari berbagai teknologi dan unsur-unsur
kesenian dan dikolaborasikan dari perkembangan teknologi fotografi dan
rekaman suara juga dari berbagai kesenian baik seni rupa, teater, sastra, arsitektur
hingga musik.
Pada zaman ini, film merupakan salah satu hiburan yang dapat diakses
dengan mudah. Masyarakat sudah tidak asing lagi menonton film, baik di
televisi, bioskop, maupun melalui media-media tradisional seperti layar tancap.
Masyarakat dapat setiap hari menonton film lebih dari satu judul film, hal ini
dikarenakan kecanggihan teknologi sudah semakin maju. Dalam
perkembangannya, industri film dari masa ke masa selalu mengalami kemajuan
dan perkembangan yang cepat, khususnya film-film Hollywood. Berawal dari
(14)
2 berkembang menjadi komunikasi massa yang menjadi lahan bisnis menjanjikan
keuntungan yang sangat besar.
Karya-karya film Hollywood tidak diragukan lagi di mata dunia
Internasional. Film Hollywood pertama diproduksi pada tahun 1911 dan
disutradarai oleh D.W. Griffith merupakan sebuah film pendek berjudul In Old
California dan diproduksi untuk Biograph Company. Hollywood merupakan
sebuah kawasan wilayah di bagian Los Angeles, California, Amerika Serikat.
Hollywood kini dikenal sebagai industri tempat produksi film-film terbaik dan
ternama di dunia. Film-film barat dan Amerika banyak diproduksi di Hollywood
sehingga disebut sebagai film Hollywood. Film Hollywood selalu dinanti tiap
tahun di bioskop di seluruh dunia dan banyak yang populer serta sukses meraih
predikat Box Office dunia. Produksi film Hollywood dimulai pada masa WWI
atau perang dunia pertama. Pada era itu perkembangan film makin maju di mana
film Prancis dan film-film Italia yang paling digemari. Keduanya mampu
menembus pasar film bioskop di Eropa dan Internasional secara global,
(http://konsultanpendidikan.com/ 2014/02/12/awal-mula-sebuah-kota-industri-film-terbesar-di-dunia/ diakses pada 10 oktober 2015 pukul 22:30 WIB).
Mereka pun sukses mendobrak industri film dunia dengan berbagai
film-film bagus dan berkualitas yang populer di era itu. Di tahun 1929-an hingga
1930-an misalnya, di mana film-film Hollywood asal Amerika Serikat menjadi
(15)
3 seperti film komedi, film petualang, film romantis, film drama dan lain-lain
menjadi andalan produksi film Hollywood di era itu. Hingga sampai saat ini
Hollywood sudah memproduksi karya yang sangat banyak dan film yang di
produksi pun bermacam-macam genre dan ide cerita.
Salah satu contoh rumah produksi yang ada di Hollywood adalah 20
Century Fox. Pada tahun 2014, 20 Century Fox merilis film terbarunya yang
berjudul Gone Girl. Gone Girl merupakan film yang diproduksi tahun 2014 yang
disutradarai oleh David Fincher. Film ini merupakan adaptasi novel karya Gilian
Flynn dengan judul yang sama seperti di film tersebut. Gone Girl sendiri
merupakan film bergenre drama misteri dengan unsur thriller. Tentu saja hal ini
menjadi spesialis sutradara David Fincher yang sudah sukses dengan film-film
misteri thriller sebelumnya, seperti Se7en (1995), Fight Club (1999), Zodiac
(2007) atau The Girl with the Dragon Tatto (2011) The Social Network (2010).
Namun film Gone Girl ini dapat dikatakan tidak kalah bagus dengan film-film
sebelumnya atau malah di atasnya. Gone Girl sukses meraih predikat Box Office.
Film ini juga mendapatkan respon positif, termasuk rating bagus dari media
internet. Terdapat banyak perputaran berlapis disajikan secara rapi. Bahkan film
yang berdurasi hingga 149 menit ini tidak terasa lama sehingga penonton tidak
merasa bosan.
Gone Girl memang sedikit berbeda dengan film lainya, khususnya film
(16)
4 Affleck sebagai Nick Dunne dan Rosamund Pike sebagai Amy Elliot. Film ini
menceritakan tentang pasangan suami istri yang baru saja menikah. Mereka ini
adalah seorang penulis buku, dan Amy juga sebagai publik figur karena
prestasinya sebagai penulis. Sosok figur perempuan di dalam film ini memang
sangat kuat keberadaanya karena selain pemeran Amy banyak juga perempuan
pemeran film ini.
Seiring berkembangnya dunia perfilman, semakin banyak film yang
diproduksi dengan corak yang berbeda-beda. Secara garis besar film dapat
diklasifikasikan berdasarkan cerita, orientasi pembuatan dan berdasarkan genre.
Berdasarkan cerita film dapat dibedakan antara film fiksi dan non-fiksi. Fiksi
merupakan film yang dibuat berdasarkan imajinasi manusia, dengan kata lain
film ini tidak didasarkan pada kejadian nyata. Kemudian film non-fiksi yang
pembuatannya diilhami oleh suatu kejadian yang benar-benar terjadi yang
kemudian dimasukkan unsur-unsur sinematografis dengan penambahan
efek-efek tertentu seperti efek-efek suara, musik, cahaya, komputerisasi, skenario atau
naskah dan lain sebagainya untuk mendukung daya tarik film non-fiksi tersebut.
Realitas yang sering dimunculkan dalam film bukanlah realitas sesungguhnya.
Realitas yang sering dimunculkan dalam film bukanlah realitas
sesungguhnya. Film sering mengangkat masalah perbedaan gender ataupun
diskriminasi gender, yang mana telah menjadi ketimpangan dalam kehidupan
(17)
5 Kehidupan perempuan dikonstruksikan dalam film sebagai pendamping laki-laki
yang selalu menuruti kehendak laki-laki dan selalu menjadi pemanis atau
pemeran tambahan. Perempuan dibentuk sedemikian rupa untuk menarik
perhatian penonton entah dari segi seksualitasnya, maupun kelemahannya.
(Prabosmoro, 2006:36).
Dalam film ini, Amy adalah perempuan yang terlihat cantik, pintar dan
terlihat sempurna di mata laki-laki. Perempuan cantik dalam film Gone Girl
sangat ditonjolkan sekali keberadaannya. Namun pasangan suami istri ini
langsung mendapatkan konflik di awal cerita, saat Nick pulang ke rumah dan
mendapati istrinya telah hilang. Nick kemudian langsung melaporkannya kepada
polisi yang diperankan Kim Dicknes sebagai detektif perempuan Rhonda Boney
dan Partick Fugit sebagai officer James Gilpin, hingga investigasi dilakukan.
Anehnya dari hasil investigasi polisi yang dipimpin detektif Rhonda (Kim
Dicknes) justru menyudutkan Nick yang telah diduga telah membunuh istrinya
(Amy). Masalah makin bertambah seiring reputasi istrinya yang menginspirasi
karakter luar biasa Amy, tokoh dalam buku seri anak-anak yang membuatnya
dikenal oleh publik. Tak heran jika masalah ini pun menjadi besar dan meluas
berkat campur tangan media massa.
Jalan cerita Gone Girl terbilang complicated dan terkesan rumit. Namun
sutradara David Fincher mampu meyusun film secara rapi, sehingga antara satu
(18)
6 sepanjang film ini. Ditambah akting mumpuni para pemain serta script yang
cerdas. Tidak heran jika Gone Girl menjadi salah satu film terbaik 2014.
Film yang banyak disorot oleh media karena prestasi ini termasuk dalam
film tersukses 2014. Dalam ajang penghargaan Hollywood Film Awards (HFA)
memasuki penyelenggaraanya yang ke-18 pada 14 November lalu, bertempat di
the Palladium, Los Angeles, California, Amerika Serikat film-film yang sukses
di Box Office, seperti Gone Girl pun berhasil disebut sebagai penerima
penghargaan di kategori masing-masing. Gone Girl mendapatkan penghargaan
Hollywood Film Award, sedangkan Guardians of the Galaxy meraih Hollywood
Blockbuster Film Award. Gone Girl baru saja mendapatkan penghargaan di acara
Hollywood Film Award 2014.
Kesuksesan film ini bisa dilihat dari cerita yang di buat dalam alurnya, alur
dalam film ini sengaja dibuat misteri dan penonton sengaja diajak untuk berfikir
saat menonton film Gone Girl. Dalam film ini bisa dilihat bahwa sosok Amy
adalah perempuan yang baik cantik, pintar dan lembut seperti layaknya
perempuan lain. Pada awal cerita Amy terlihat seperti perempuan yang lembut
dan tunduk terhadap sang suami namun tanpa disadari bahwa Amy ini berbeda
tidak seperti yang dibayangkan oleh sang suami. Berawal dari sifat Nick yang
sudah membuat Amy tidak percaya lagi kepadanya dan perlakuan keras yang
membuat Amy berfikir akan mendapatkan perlakuan yang sama dalam hidupnya.
(19)
7 Amy yang seorang perempuan tidak mau diperlakukan layaknya
perempuan lain yang mudah saja ditindas oleh kaum laki-laki. Sang suami sangat
kewalahan menghadapi kelakuan Amy yang berusaha menjebaknya pada saat itu.
Namun tidak hanya Amy yang membuat kewalahan Nick, tapi Amy sengaja
memasukkan teman-teman perempuannya yang mempunyai karakter yang
berbeda untuk ikut mensukseskan skenario penjebakan Nick yang tanpa mereka
sadari. Perempuan dalam film ini sangat berpengaruh dalam memainkan alur
cerita. Karena ulah Nick yang selingkuh juga salah satu penyebab terpojok Nick
dalam masalah besar ini. Amy sendiri yang melihat Nick berselingkuh dengan
mahasiswinya yang bernama Andie Fitzgerald yang diperanakan oleh Emily
Ratajakowski, namun perlakuan skenario penjebakan Amy kepada sang suami
gagal karena peran Amy yang awalnya ingin melawan dan menjebak suaminya
gagal dan akhirnya Amy yang pada awalnya memberontak lalu kembali lagi
kepada suaminya yang sudah di jebaknya.
Karakter-karakter pemain yang dibangun dalam film ini khususnya
perempuan sangat membantu Amy. Tanpa disadari mereka adalah korban
skenario Amy yang ternyata mempunyai sifat jahat dan kejam. Perempuan dalam
film ini sukses membuat Nick kewalahan walaupun di film ini tetap saja laki-laki
yang berkuasa dalam skenario yang dibuat Amy. Selain sosok Amy, terdapat
sosok detektif perempuan yang mempunyai karakter berani dan pintar. Sudut
(20)
8 perempuan dinarasikan dalam film Gone Girl. Hal tersebut dapat terlihat dari
alurnya di mana dia menjalani hidup dengan bahagia di awal dan berubah
menjadi jahat setelah merasa dihianati dan dibuat kecewa oleh Nick.
Melihat alur cerita karakter perempuan dalam film ini, menarik peneliti
untuk meneliti film ini dengan menggunakan analisis naratif. Peneliti
menggunakan analisis naratif dalam melakukan penelitian karena naratif adalah
analisis untuk teks-teks naratif seperti cerita, dongeng, film, dan bahkan musik.
Menurut Stokes (2003:72), dalam analisis naratif, kita mengambil keseluruhan
teks sebagai objek analisis, berfokus pada struktur kisah atau narasi.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menentukan rumusan masalah yaitu
bagaimana narasi karakter perempuan dalam film Gone Girl?
C. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Ingin mengetahui seperti apa karakter perempuan dinarasikan dalam film
Gone Girl
(21)
9 D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini adalah dapat
memberikan masukan bagi akademisi khususnya dalam kajian Ilmu
Komunikasi terutama film, yaitu bagaimana perempuan dinarasikan dalam
sebuah film.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah:
a. Dapat menambah wacana mengenai narasi perempuan yang
disampaikan dalam film.
b. Manfaat penelitian ini secara praktis adalah dapat menjadi bahan
pertimbangan masyarakat tentang perempuan dalam karya film yang
ada, secara khusus menjadi bahan pertimbangan untuk para pembuat
film dalam membuat film agar lebih teliti dan mendalam.
E. Kerangka Teori
1. Narasi dalam Film
Naratologi dapat disebut juga teori teks (wacana) naratif. Naratologi
berasal dari kata narratio (cerita, perkataan, kisah, dan hikayat) dan logos
(22)
10 narasi, baik sebagai cerita atau penceritaan yang diartikan sebagai
representasi paling sedikit dua peristiwa faktual atau fiksional dalam
urutan waktu. Narasi ini merupakan serangkaian kejadian dengan
hubungan sebab-akibat yang terjadi pada tempat dan waktu tertentu.
Narasi adalah sebuah komponen yang dikandung setiap media dan
bentuk kultural apapun. Kisah-kisah bersifat fundamental bagi bentuk
kultural yang paling tua: mitos, balada dan puisi seluruhnya digerakkan
oleh narasi. Demikian pula media kontemporer yang dibangun di sekitar
narasi. Novel, film, cerpen berita, fiksi dan sebagainya juga merupakan
buatan media yang mengandung narasi. (Stokes, 2006:72).
Perlu dipahami bahwa narasi tidak terbatas pada alur cerita semata.
Dalam film narasi juga dapat diartikan sebagai informasi yang dijelaskan
seorang narator. Narasi dalam film umumnya digunakan pada
momen-momen tertentu dan jarang digunakan secara terus menerus sepanjang
cerita film. Narasi juga sering ditemui dalam prolog ataupun penutup film,
(Pratista, 2008:42). Narator merupakan seseorang yang menceritakan
sebuah kisah. Kata narator berasal dari bahasa latin narrates, yang artinya
“membuat dimengerti”. Lewat seorang narator kisah disampaikan kepada
khalayak menjadikan sebuah kisah dapat dimengerti, (Berger, 1997:7).
Dalam sebuah teks media yang berbeda, karakteristik narator tidak selalu
(23)
11 jurnalis, dalam sebuah program dongeng yang disiarkan radio seseorang
yang menjadi narator adalah penyiar yang sedang membacakan dongeng
tersebut.
Narasi merupakan sebuah tulisan yang rangkaian peristiwa dari
waktu ke waktu dijabarkan dengan urutan awal, tengah dan akhir.
Kehidupan yang kompleks menjadikan setiap manusia memiliki cerita dan
cerita itu bermacam-macam, analisis naratif inilah yang akan memahami
kehidupan manusia yang penuh dengan cerita. Narasi berusaha menjawab
apa yang terjadi dengan menuturkan sebuah kisah yang dijalin dan
dirangkai menjadi sebuah peristiwa sehingga dapat menggambarkan
sebuah peristiwa yang terjadi dengan jelas. Sebuah narasi memiliki
karakteristik, struktur dan unsur.
Pemahaman mengenai narasi tidak hanya melalui definisinya saja,
narasi yang merupakan paradigma naratif memiliki beberapa asumsi
menurut Fisher (1987):
a. Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencerita
b. Keputusan mengena harga dari sebuah cerita didasakan pada
“pertimbangan yang sehat”
c. Pertimbangan yang sehat ditentukan oleh sejarah, biografi,
(24)
12 d. Rasonalitas didasarkan pada penilaian orang mengenai
konsistensi dan kebenaran sebuah cerita
e. Kita mengalami dunia sebagai dunia yang diisi dengan cerita
dan kita harus memilih dari cerita yang ada, (Fisher dalam
West dan Turner, 2008:46).
Fungsi utama dari naratif adalah membantu memaknai pelaporan
pengalaman, hal dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menghubungkan
tindakan dan peristiwa dalam cara yang logis, berurutan atau timbal balik
dan dengan menyediakan elemen orang serta tempat yang memiliki
karakter yang tetap, (Sobur, 2014:214). Naratif akan menjadi sebuah cerita
yang berkualitas bila memiliki ruang, waktu, alur cerita dan adegan.
Adegan dan tempat adalah lokasi aksi yang karakter-karakternya dibentuk
dan menghidupkan alur cerita. Waktu adalah hal yang sangat esensial bagi
sebuah alur cerita, alur terbagi menjadi tiga yaitu masa lalu, sekarang dan
masa depan. Propp dan Levi-Strauss mengatakan bahwa analisis naratif
biasanya berpijak pada sudut pandang sang pencerita dan bukan
masyarakat(Denzin dan Lincoln, 2009:574 dan 615).
Narasi tidak hanya berfungsi untuk menceritakan kejadian, tetapi
juga menciptakan rangkaian kejadian karena segala sesuatu dapat
dinarasikan. Narasi adalah cerita yang berkesinambungan yang terdiri atas
(25)
13 Selanjutnya, (Keraf, 2010:136)juga mengatakan bahwa unsur yang paling
penting pada sebuah narasi adalah unsur ‘perbuatan’ atau ‘tindakan’. Keraf
(2010:136) menambahkan bahwa, ‘narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca
suatu peristiwa yang telah terjadi’. Peristiwa-peristiwa diceritakan atau
dinarasikan narator melalui ‘perbuatan’dan ‘tindakan’ keduanya terjadi
dalam suatu rangkaian waktu.
Pada abad ke-20, film menjadi media narasi yang dominan
dibandingkan media yang lain, seperti novel, drama, opera dan sebagainya.
Film adalah media narasi yang mudah dipahami oleh masyarakat karena
film tidak hanya sekedar meyajikan cerita, tetapi melalui proses editing
setiap frame adegan film disusun secara relevan menurut suatu cerita untuk
menyampaikan informasi dari film kepada penonton, kemudian dalam
proses editing juga setiap ornamen-ornamen pendukung seperti music,
coloring, dan sound effect ditambahkan untuk memberi sense pada film
agar informasi yang hendak disampaikan mudah dan cepat ditangkap oleh
penonton (Fulton,2005:47).
Dalam dunia film, narasi pada hakikatnya membawa informasi
mengenai apa yang ingin disampaikan oleh pembuat film, bagaimana cerita
dibuat dan dikembangkan dalam keseluruhan film. Di dalam narasi ada
(26)
14 hubungan antara ruang dan waktu yang tidak hanya dinarasikan dalam
dunia sosial tetapi juga dunia politik (Littlejohn, 2010:674). Selain itu di
beberapa film kita dapat menemukan narasi di dalamnya dan film juga
didasari dari sebuah cerita dan peristiwa dalam kehidupan. Film juga
menggambarkan sebuah ideologi pembuat film, menurut Stokes (2003:72)
narasi dapat digunakan untuk menyampaikan suatu ideologi dan kemudian
ideologi itu direproduksi secara kultural. Karena itu, analisis naratif sering
dipakai untuk membongkar ideologi yang terkandung dalam sebuah karya.
Namun, tidak hanya alur cerita karakter adalah yang hal penting pula,
sebuah narasi juga membutuhkan karakter. Karakter ini berfungsi sebagai
pemaknaan dalam sebuah aksi dalam cerita, dengan adanya karakter cerita
akan menjadi lebih hidup dan narasi yang dibangun akan tersampaikan
dengan baik. Propp mengatakan bahwa karakter menunjukkan sebuah
fungsi dalam narasi dan dapat didefinisikan sesuai peranan model analisis
Propp yang berisi 31 fungsi. Propp meyakini bahwa model analisis tersebut
dapat digunakan pada kisah apapun dan Propp juga menemukan kesamaan
yang menonjol dalam sebuah kisah yang pernah Propp teliti (Sobur,
(27)
15 2. Film sebagai Sarana Representasi
Menurut Hall, representasi adalah “an essential part of the process
by wich meaning is produced and exchanged between members of a culture. It does involve the use of language, of sign, and images wich stand
for represent things”, (Hall, 1997:15). Representasi merupakan bagian
terpenting dari proses penciptaan makna yang diproduksi dan
dipertukarkan antara individu-individu yang terdapat dalam suatu lingkup
kebudayaan. Dalam proses tersebut melibatkan penggunaan bahasa,
tanda-tanda dan gambar untuk mempresentasikan sesuatu.
Representasi lebih cenderung merujuk pada bagaimana seseorang
kelompok atau pendapat dari kelompok orang tertentu ditampilkan dalam
sebuah pemberitaan atau wacana. Merepresentasikan ini bersifat subjektif,
sebab penggambarannya yang ditampilkan bisa baik atau justru sebaliknya.
“Representasi bukan penjiplakan atas kenyataan yang sesungguhnya,
representasi adalah ekpresi estesis, rekonstruksi dari situasi sesungguhnya” (Barker, 2005:104). Bagi Barker representasi sendiri dimaknai sebagai
bagaimana dunia dikonstruksikan secara sosial dan disajikan kepada kita
dan oleh kita di dalam pemaknaan tertentu. Dalam hal ini sebenernya media
mengungkapkan suatu peristiwa yang pada dasarnya adalah
mengkonstruksi sebuah realitas, bisa dikatakan bahwa isi media
(28)
16 media tidak menggabarkan kenyataan, karena apa yang ditampilkan telah
dikonstruksi sesuai dengan kepentingan tertentu.
Representasi bukan hanya persoalan menampilkan kembali sebuah
realitas, namun bagaimana pihak-pihak tertentu yang memiliki
kepentingan membuat realitas ini menjadi berbeda dengan kenyataan.
Menurut (Burton 2000: 171 – 176) dalam, bukunya yang bejudul Talking Television, An Introduction to the Study of Television menyebutkan bahwa
representasi memliki beberapa unsur di antaranya:
a. Stereotip (Stereotype)
Seperti contoh stereotip pada perempuan pada sebuah wacana sering
kali digambarkan atau ditempatkan pada posisi yang negatif dan tidak
berdaya.
b. Identitas (Identity)
Identitas dalam hal ini, memungkinkan individu untuk melihat
persamaan atau kemiripan dan perbedaan antara dirinya dengan individu
lain.
c. Perbedaan (Difference)
Perbedaan yang dimaksud dalam hal ini merupakan sebuah
kekhususan yang dimiliki oleh sebuah kelompok sosial yang berbeda
(29)
17 d. Naturalisasi (Naturalization)
Naturalisasi merupakan sebuah strategi representasional yang dibuat
untuk meminimalkan atau memperbaiki “perbedaan”. e. Ideologi (Ideology)
Althusser mengatakan bahwa ideologi merupakan sistem dari
representasi, yang satu menjelaskan yang lain.
Terdapat beberapa proses representasi menurut John Fiske (1998:5)
proses representasi yang pertama adalah realita yang mana ide
dikontruksikan sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar
yang berkaitan dengan penampilan, pakaian, lingkungan, ekspresi dan
lainnya. Kedua, dalam proses ini realitas digambarkan dalam
perangkat-perangkat yang berkaitan dengan kode-kode teknis seperti kamera,
pencahayaan dan sebagainya. Ketiga merupakan tahap ideologis, dalam
proses ini kode-kode representasi yang dibentuk oleh bahasa representasi
melalui naratif, konflik, karakter dan sebagainya yang mana akan
diorganisasikan dalam penerimaan sosial dan koheren.
Sedangkan menurut Hall (1997:16), terdapat dua proses representasi
(30)
18 a. Representasi mental yaitu di mana konsep tentang suatu yang
ada di kepala kita masing-masing dan representasi ini masih berbentuk
abstrak.
b. Representasi bahasa yaitu menjelaskan konstruksi makna
sebuah simbol. Bahasa berperan penting dalam proses komunikasi makna.
Konsep abstrak yang ada di kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa
yang lazim supaya dapat menghubungkan konsep dan ide-ide tentang suatu
dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.
Dalam proses representasi, terdapat tiga elemen penting agar proses
representasi dapat berjalan dengan baik :
“Proses representasi sendiri melibatkan tiga elemen, yakni objek,
tanda dan coding. Objek ialah sesuatu yang direpresentasikan, tanda ialah
representasi itu sendiri sedangkan coding seperangkat aturan yang
menentukan hubungan tanda dengan pokok persoalan. Coding membatasi
makna-makna yang mungkin muncul dalam proses interpretasi tanda.
Tanda dapat menghubungkan objek untuk bisa diidentifikasi, sehingga satu
tanda mengacu pada sekelompok objek atau satu tanda mengacu pada
(31)
19 Selain dua proses representasi di atas, Hall menambahkan tiga teori
pendekatan untuk memahami bagaimana kinerja dari representasi sebagai
produksi melalui bahasa yaitu :
a. Pendekatan reflektif, merupakan makna tentang representasi
pandangan sosial dan kultur realitas kita.
b. Pendekatan intensional, merupakan makna dari
kreator/produser memaknai suatu hal.
c. Pendekatan konstruksionis, merupakan pandangan yang dibuat
menggunakan teks dan oleh pembaca dapat memandang menggunakan
kode-kode visual dan verbal, kode teknis dan sebagainya (Hall,
1997:24-25).
Representasi dalam sebuah media dapat menjadi sumber pemaknaan
yang kuat atas realitas sosial, bagaimana dapat media merepresentasikan
realitas sosial yang berkembang dalam kehidupan sosial, ekonomi dan
politik masyarakat. Representasi ini penting dalam dua hal, yang pertama
apakah seseorang kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan
sebagaimana mestinya, apa adanya tidak dibuat-buat ataukah diburukkan.
Kedua, bagaimana representasi tersebut ditampilkan. Dengan kata lain,
(32)
20 tersebut ditampilkan dalam penyampaian kepada khalayak (Eriyanto,
2001:113).
Film dalam perkembangannya memang tidak bisa dipisahkan dari
masyarakat, keduanya mempunyai hubungan yang erat, di mana film tidak
hanya sekedar hiburan populer saja, namun film telah menjadi sebuah
media representasi yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat, oleh
karena itu masyarakat seharusnya masyarakat dapat memaknai film dalam
perannya sebagai media hiburan populer sekaligus media representasi,
berbicara mengenai representasi yang hadir di masyarakat tentunya kita
membahas bagaimana masyrakat dikategorikan dalam tiga tingkatan
seperti yang diuraikan Burton, yaitu :
a. Type, level ini memandang bahwa stereotip dapat dibentuk
melalui representasi di media, seperti juga dengan melalui asumsi-asumsi
dalam percakapan sehari-hari, lebih jelasnya, stereotip merupakan sebuah
representasi yang sederhana dari penampilan seseorang, karakter dan
kepercayaan.
b. Archetypes, level ini memandang bahwa sebagian besar
sesuatu yang berhubungan dengan mitos sangat melekat erat di dalam
budaya, seperti hal-hal yang berhubungan dengan kepahlawanan dan
kejahatan, yang mana melambangkan kepercayaan yang kuat, bernilai
(33)
21 misalnya tokoh spiderman dan Captain Amerika yang merupakan bentuk
archethypes (Burton,1990:83).
Hampir tidak bisa dipungkiri bahwa Hollywood memiliki hampir
segalanya yang dibutuhkan oleh sebuah industri film, dari teknologi yang
maju, artis dan bintang-bintangnya serta jaringan promosi dan distribusi
yang solid. Selain itu Hollywood mempunyai kekuatan di dalam sebuah
cerita yaitu di film. Hollywood selalu unggul dalam hal cerita dalam arti
film-film kebanyakan yang di produksi oleh Hollywood adalah cerita yang
berkitan dengan isu-isu sosial atau isu gender. Kerap kali Hollywood
menggunakan karakter perempuan dalam isi ceritanya. Seperti di film
Gone Girl terlihat di cerita awal sosok perempuan yang di tampilkan adalah
sosok perempuan yang cantik, lembut, pintar dan fisik yang sempurna.
Namun di lain sisi cerita ini perempuan juga di gambarkan sebagai
perempuan yang jahat, sadis dan licik. Dalam hal ini tentunya menjadi
tujuan utama Hollywood dalam pasar film internasional karena
mengangkat tema seperti itu dianggapnya akan menjadi lahan bisnis yang
menguntungkan.
Sutradara atau pihak-pihak tertentu yang memiliki andil besar dalam
sebuah film, mereka telah membingkai sebuah realitas sesuai dengan
(34)
22 sebuah film tidak luput dari ideologi dari pembuat film itu sendiri. Namun,
perlu kita ketahui bahwa realitas yang ditampilkan kembali tampak
alamiah dan masyarakat dapat menerimanya, hal ini ditegaskan oleh
sebagainya yang mana akan diorganisasikan ke dalam penerimaan sosial
dan koheren.
Film dapat menjadi sebuah sarana representasi, di mana salah satu
contohnya film dapat menjadi representasi sebuah budaya. Penonton dapat
melihat budaya tersebut ditampilkan. Seperti film “Denias, Senandung di
atas Awan” yang menampilkan bagaimana budaya Papua. Kemudian
beberapa film yang menampilkan perempuan sebagai putri yang lemah dan
membutuhkan pangeran untuk menolongnya dalam film “Snow White”.
3. Perempuan dalam Media
Dalam lingkungan sosial, sering dijumpai sebutan jenis kelamin.
Terdapat dua jenis kelamin yang sudah ditentukan oleh keadaan sosial,
yaitu laki-laki dan perempuan. Penamaan jenis kelamin laki-laki atau
perempuan tersebut tidak terlepas dari keputusan sosial yang dibuat oleh
masyarakat. Menurut Sugihastuti, kelamin merupakan penggolongan
biologis yang didasarkan pada sifat reproduksi potensial. Kelamin
berlainan dengan gender yang merupakan elaborasi sosial dari sifat
(35)
23 dan pada akhirnya menempatkan pada posisi yang sama sekali tidak
relevan (Sugihastuti dan Saptiawan, 2010:5). Contohnya, sama sekali tidak
ada alasan biologis yang dapat menjelaskan mengapa para perempuan
harus berlenggok dan para laki-laki harus membusung atau mengapa
perempuan harus memakai kutek di kakinya, sedangkan laki-laki tidak.
walau demikian batas bahwa kelamin bersifat biologis dan gender bersifat
sosial terlalu samar. Orang-orang beranggapan jika gender diwariskan
melalui praktik pengasuhan anak sehingga hal tersebut bersifat sosial,
sedang kelamin langsung diturunkan secara biologis.
Berbicara mengenai perempuan dalam media, perempuan sering kali
ditampilkan sebagai gender kedua. Hal ini dapat diartikan bahwa
perempuan mempunyai derajat yang lebih rendah dibandingkan seorang
laki-laki. Kaum perempuan identik dengan kebodohan, kemiskinan, lebih
memiliki banyak kewajiban dibanding hak (Muslikhati, 2004:62). Pada
realitanya, terdapat pemisahan peranan dan pembagian kerja yang berbeda
antara laki-laki dan perempuan. Pembagian pekerjaan berdasarkan jenis
kelamin tidak hanya menempatkan orang untuk mengerjakan tugas-tugas
yang berbeda berdasarkan jenis kelamin, tetapi hal ini juga mengeksploitasi
perempuan dengan menuntut tanggung jawab dalam meneruskan
keturunan dan bertanggung jawab dalam urusan rumah tangga tanpa
(36)
24 Perempuan oleh media massa, baik iklan atau berita, senantiasa
digambarkan sangat tipikal yaitu tempatnya ada di rumah, berperan sebagai
ibu rumah tangga dan pengasuh, tergantung pada pria, tidak mampu
membuat keputusan penting, menjalani profesi yang terbatas, selalu
melihat pada dirinya sendiri, sebagai obyek seksual/simbol seks, obyek
peneguhan pola kerja patriarki, obyek pelecehan dan kekerasan, serta
mejalankan fungsi sebagai pengkonsumsi barang atau jasa dan sebagai alat
pembujuk (Sunarto, 2009:4).
Dalam beberapa media, perempuan digambarkan sebagai makhluk
yang pasif. Sedangkan laki-laki adalah makhluk yang aktif. Hal tersebut
seperti dikemukakan oleh Aristoteles dalam Bhasin, (1996:30), di mana
baginya perempuan adalah laki-laki yang tidak lengkap, manusia yang
tidak memiliki jiwa. Bhasin berpendapat bahwa inferioritas biologis
perempuan mengakibatkan mereka juga inferior dalam berbagai hal.
Karena lelaki superios dan perempuan inferios maka lelaki berhak
menguasai dan perempuan dikuasi oleh laki-laki.
Superioritas laki-laki dan inferitoritas perempuan ini menyebabkan
sebuah paham patriarki. Patriarki merupakan kekuaasaan kaum laki-laki
yang mendominasi dan mengontrol badan, seksualitas, pekerjaan, peran
dan status kaum perempuan dalam keluarga maupun masyarakat (Saadawi,
(37)
25 munculnya istilah matelu (dalam bahasa jawa) manak, maca, dan masak.
Perempuan digambarkan oleh media sebagai sosok yang lemah, seperti
beberapa contoh film yang menceritakan bahwa perempuan selalu butuh
sosok laki-laki untuk menolongnya. Selain itu, tubuh perempuan
merupakan sebuah komoditi yang diperdagangkan dalam media. Menurut
Suharko (2000, 126-127) ada berbagai jenis tanda komoditi yang berkaitan
dengan tubuh perempuan :
a. Tanda kecabulan (obscene sign), kecabulan ditandai oleh
tindak seksual (simulasinya) yang mengganggu orang-orang yang melihat,
dengan alasan tabu, larangan, dsb.
b. Overexposed sign, yang mengekspose wilayah yang selama ini
dianggap private di dalam sebuah kebudayaan menjadi daerah ‘public’. c. Tanda gender (gender sign), yaitu tanda yang memampukan
kita untuk mengidentifikasi seseorang apakah perempuan atau laki-laki.
d. Tanda seksual (sexual sign), yaitu tanda-tanda yang mengarah
pada tindak seksual. Misalnya di dalam acara lawak, tindakan seperti
memegang, mendekap (memeluk), yang menstimulasikan tindakan
seksual.
Selama ini media sering kali menggambarkan perempuan sebagai
(38)
26 harus memiliki sikap yang lembut, keibuan dan penyayang dan hal yang
terpenting adalah perempuan harus menjalankan perannya sebagai ibu
rumah tangga. Dalam beberapa film perempuan juga ditampilkan sebagai
seseorang yang jahat. Meskipun agenda feminisme secara umum adalah
dalam rangka mengakhiri penindasan kaum perempuan, namun ada gejala
umum melanda kaum feminis sendiri, hosting the opperessor’ ideology yakni maskulinitas. Kaum liberal misalnya, yang percaya bahwa kebebasan
dan persamaan berakar pada raisonalitas dan ”perempuan adalah makhluk rasional juga, maka mereka menentukan hak yang sama seperti kaum
laki-laki. kaum perempuan harus dididik agar mampu bersaing dalam
gelanggang merebut kesempatan untuk memasuki prinsip-prinsip
maskulinitas (Fakih, 2013: 102).
Feminitas tidak hanya akan dicitrakan sebagai bagaimana harus
menjadi perempuan, namun realitas yang ada akan diseleksi oleh media
dan dimodifikasi menjadi perilaku matrealistik yang akan memberi
keuntungan kepada kapitalis. Media akan menggambarkan sebagai kaum
intelek, pemimpin, pekerja keras, bertugas mencari nafkah dan sebagainya.
Sedangkan wanita sebagai obyek biologis yang dapat dinikmati setiap saat
tubuhnya melalui media oleh pria. Anggapan bahwa perempuan lemah,
emosional dan seterusnya, sebagai kodrat perempuan, sesungguhnya juga
(39)
27 Kapitalis sangat berperan penting dalam pembentukan stereotipe
perempuan dalam film. Bentuk feminitas dan maskulinitas sebenernya
berada pada posisi yang sejajar. Namun banyak sterotip-sterotip yang
dibentuk untuk laki-laki dan perempuan oleh media. Oleh karenanya di
bawah ini pelabelan yang ditentang oleh feminitas dan maskulinitas
(40)
28 Tabel 1.1.
Pertentangan Gender : Stereotipe-Stereotipe Kontemporer Laki-laki dan Perempuan
Laki-laki Perempuan
Bertindak sebagai pemimpin Agresif Ambisius Tegas Kompetitif Dominan Kuat Pandai berolahraga Independen Ramai
Mudah membuat keputusan Maskulin
Tidak mudah tergugah Percaya diri
Penuh kasih sayang Emosional Feminin Lembut Menyukai anak-anak Halus Paham Hangat
(Sumber : Archer dan Llyod (dalam Synott, 2007:129)
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian secara kualitatif yang
(41)
29 dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data. Riset atau
penelitian naratif ini tidak mengutamakan besar populasi atau samplingnya
sangat terbatas. Jika data yang sudah terkumpul sudah mendalam dan bisa
menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling
lainya.
Di dalam riset ini yang lebih ditekankan persoalan kedalaman data
(Kualitas) dan bukan banyaknya (Kuantitas) data (Kriyantono, 2006:58).
Narasi berusaha menjawab apa yang terjadi dengan menuturkan sebuah
kisah yang dijalin dan dirangkai menjadi sebuah peristiwa sehingga dapat
menggambarkan sebuah peristiwa yang terjadi dengan jelas. Analisis
naratif memiliki fungsi sebagai pemaknaan pelaporan pengalaman, hal ini
terjadi dengan dua cara yaitu dengan menghubungkan tindakan dan
peristiwa, berurutan atau timbal balik dan dengan menyediakan elemen
orang serta tempat yang memiliki karakter yang tetap. Selanjutnya analisis
naratif memungkinkan kita menyelidiki hal-hal yang tersembunyi dan laten
dalam suatu teks media, sehingga naratif dapat pula membongkar ideologi
sebuah karya.
2. Objek Penelitian
Dalam penelitian “Representasi Perempuan dalam Film Gone Girl
(42)
30 penelitiannya adalah film Gone Girl yang diproduksi oleh 20 Century Fox
pada tahun 2014. Film Gone Girl adalah sebuah film yang diangkat dari
adaptasi novel karya Gilian Flynn dengan judul yang sama seperti di film
tersebut.
Gambar 1. Cover Gone Girl, 2014
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membutuhkan data-data
untuk keperluan penelitian. Peneliti mendapatkan data-data sebagai
(43)
31 a. Dokumentasi
Pada penelitian ini memfokuskan pengamatan narasi pada film Gone
Girl, data yang dikumpulkan berupa rekaman video dari film Gone Girl
yang kemudian digunakan dalam menganalisis.
b. Studi Pustaka
Selain dokumentasi yang bertujuan untuk membantu proses
penelitian dan analisis, peneliti juga menggunakan teknik pengumpulan
data studi pustaka yakni beberapa buku dan penelitian lain sebagai
referensi.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah kegiatan mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, memberi kode atau tanda dan mengategorikan data
sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan hipotesis kerja pada data
tersebut (Semma, 2008:249). Dalam melakukan penelitian ini, peneliti
akan menggunakan cerita dan alur, latar, struktur narasi, point of view serta
fungsi dan karakter dari Vladimir Propp dalam menganalisis narasi
karakter perempuan dalam film Gone Girl. Teknik analisa yang digunakan
(44)
32 a. Struktur, Latar, Cerita dan Alur
Struktur narasi yang digunakan peneliti dalam
menganalisis adalah struktur narasi Tzvestan Todorov.
Menurut Todorov, sebuah narasi memiliki struktur dari awal
hingga akhir. Todorov mengatakan bahwa sebuah narasi
memiliki lima tahap, yang pertama adalah adanya
kesimbangan, kedua muncul sebuah gangguan, ke tiga adanya
kesadaran bahwa terjadi gangguan, keempat adanya upaya
untuk mengatasi gangguan karena hambatan perlu diatasi
untuk memulihkan ketertiban, kelima adalah situasi kembali
seimbang dan masalah terselesaikan (Todorov dalam Altman,
2008:6). Lalu, peneliti menggunakan cerita dan alur serta latar
untuk melihat bagaimana kisah dari film Gone Girl ini
dibangun. Pada dasarnya cerita dan alur adalah aspek yang
penting dalam memahami narasi, alur dan cerita menjelaskan
bagaimana narasi bekerja, bagian mana dari suatu peristiwa
yang ditampilkan dan bagian mana yang tidak ditampilkan.
Keraf menyatakan bahwa “ada bagian yang mengawali narasi
itu, ada bagian yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari
situasi awal dan ada bagian yang mengakhiri narasi itu. Alurlah
(45)
33
berakhir” (Keraf, 1994:145). Alur akan membantu peneliti
untuk mengetahui hubungan satu tindakan dengan tindakan
yang lain dalam sebuah narasi, bagaimana tokoh-tokoh
digambarkan dalam tindakan tersebut. Pertama, peneliti akan
melakukan pembedahan cerita dengan melihat cerita dan alur
disini peneliti akan mengetahui seperti apa cerita yang
dibangun dan bagaimana alurnya. Kemudian, untuk
mengetahui mengenai struktur dari film Gone Girl, peneliti
menggunakan model Todorov dengan melihat awal hingga
akhir cerita.
b. Point of View (Sudut Pandang)
Sudut pandang disini menggambarkan bagaimana
hubungan narator dengan sebuah cerita, seorang narator bisa
saja terlibat dalam sebuah narasi ataupun sebaliknya.
c. Fungsi dan Karakter Vladimir Propp
Peneliti memilih menggunakan Fungsi dan Karakter
Vladimir Propp karena bagi Propp semua dongeng memiliki
unsur-unsur yang sama, masing-masing dari karakter
menunjukkan sebuah fungsi dalam narasi dan analisis Propp ini
(46)
34 menggunakan fungsi dan karakter ini akan memudahkan
peneliti untuk menganalisis dan melihat karakter perempuan
dalam film Gone Girl. Berikut adalah fungsi dan karakter
Vladimir Propp :
Tabel 1.II.
31 Fungsi dan Karakter Propp
No Simbol Fungsi Keterangan Fungsi
1 Β
Ketidakhadiran
(Absensi)
Salah satu anggota keluarga
hilang/pergi dari rumah
2 Γ
Pelarangan
(Penghalangan)
Larangan ditujukan pada sang
pahlawan
3 Kekerasan Larangan dilanggar
4 Pengintaian Penjahat berusaha mengintai
5 Pengiriman
Penjahat menerima informasi
tentang korbannya
6 Tipu Daya
Penjahat berusaha menipu
korbannya untuk menguasai
(47)
35 7 Θ Keterlibatan
Korban tertipu dan tanpa sadar
membantu musuhnya 8 A a Kejahatan Kekurangan
Penjahat membahayakan atau
melukai seorang anggota
keluarga
Seorang anggota keluarga
kekurangan atau mengingkan
sesuatu
9 B Mediasi
Kemalangan atau kekurangan
diketahui
10 C
Tindakan
balasan
Pencari setuju atau memutuskan
untuk mengatasi halangan
11 ↑ Keberangkatan Pahlawan meninggalkan rumah
12 D
Fungsi pertama
seorang
penolong
Pahlawan diuji, diinterogasi,
diserang, dsb. dalam proses
mendapatkan alat (agen) sakti
atau penolong
13 E
Reaksi dari
pahlawan
Pahlawan mereaksi tindakan
(48)
36 14 F
Resep dari
dukun/paranorm
al
Pahlawan memperoleh kekuatan
alat sakti atau supranatural untuk
menghindari dari kesulitan
15 G
Pemindahan
ruang
Pahlawan dipindah, dikirim, atau
digiring/dituntun ke mana-mana
dalam pencarian objek
16 H Perjuangan
Pahlawan dan penjahat terlibat
perang langsung
17 J Cap
Pahlawan mendapatkan sesuatu
yang menjadi tanda bagi dirinya
18 I Kemenangan Penjahat dikalahkan
19 K Pembubaran
Kemalangan atau kekurangan
awal berhasil dimusnahkan
20 ↓ Kembali Pahlawan kembali 21 Pr Pengejaran Sang pahlawan dikejar
22 Rs Pertolongan
Penyelamatan pahlawan dari
kejaran
23 O
Kedatangan
tidak dikenal
Pahlawan yang tidak dikenali
(49)
37 24 L
Tidak bisa
mengklaim
Seorang pahlawan palsu
menyatakan tuntutan (claim)
yang tidak berdasar
25 M Tugas berat
Sebuah tugas yang sulit diajukan
pada sang pahlawan
26 N Solusi Tugas berhasil dipecahkan
27 R Pengenalan Sang pahlawan dikenali
28 Ex Pemaparan
Pahlawan palsu atau penjahat
terungkap
29 T Perubahan rupa
Pahlawan palsu diberikan
tampilan baru
30 U Hukuman Penjahat dihukum
31 W Pernikahan Pahlawan menikah dan bertakhta
(Sumber : Propp, Vladimir. Morfologi Cerita Rakyat, Penerjemah Noriah Taslim, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka,
1987:29)
Dalam analisis Propp, peneliti tidak diharuskan untuk
memasukkan seluruh 31 fungsi tersebut. Propp berasumsi
bahwa bisa jadi sebuah cerita memiliki beberapa fungsi saja.
Sehingga, Propp menambahkan 7 karakter dalam analisisnya
(50)
38 Penolong, Putri dan Ayahnya, Pengirim, Pahlawan, Pahlawan
palsu.
Tabel 1.III.
Penyebaran Fungsi-Fungsi Di Kalangan Pelaku Karakter Simbol Deskripsi
Penjahat A, H, Pr Melawan pahlawan
Donor D, F
Menolong pahlawan dengan
kekuatan magic
(supranatural)
Penolong G, K, Rs, N, T
Membantu pahlawan
menyelesaikan tugas berat.
Putri
Ayah sang putri
M, J, Ex, U, W
Mencari calon suami
Memberi tugas berat atau
menghukum penjahat
Pengirim B
Mengirim pahlawan
menjalankan misi
Pahlawan C, E, W
Mencari sesuatu dan
(51)
39 Pahlawan Palsu C, E, L
Mengklaim sebagai
pahlawan, tetapi kedok
terbuka
(Sumber :Propp, Vladimir. Morfologi Cerita Rakyat, Penerjemah Noriah Taslim, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka,
1987:93)
Tahap pertama yang dilakukan peneliti dalam
menganialisis adalah menonton film Gone Girl terlebih
dahulu, setelah itu menuliskan peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam film lalu menganalisisnya mulai dari cerita dan alur,
latar serta struktur. Kemudian, melihat dari sisi sudut pandang
apakah narator tersebut terlibat dalam kisah ataupun
sebaliknya, lalu untuk melihat bagaimana posisi karakter dan
hubungannya digunakan fungsi dan karakter dari Vladimir
Propp. Pada tahap terakhir, peneliti akan melakukan analisis
dan kemudian mendapatkan kesimpulan mengenai bagaimana
karakter perempuan dinarasikan dalam film Gone Girl dan
narasi seperti apa yang dibangun dalam film tersebut.
G. Sistematika Penulisan
(52)
40 a. BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
b. BAB II GAMBARAN OBJEK PENELITIAN
Pada bab ini berisikan tentang gambaran umum penelitian serta
rujukan tinjauan pustaka/penelitian terdahulu, serta penjelasan tentang film
Gone Girl.
c. BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ketiga ini, akan dibahas mengenai proses analisis naratif
dari film Gone Girl, yang dilanjutkan dengan analisis data yang didapat
dari film ini sehingga ditemukan bagaimana karakter perempuan dalam
film Gone Girl.
d. BAB IV PENUTUP
Bab terakhir dalam laporan penelitian ini berisi kesimpulan dari hasil
(53)
41
BAB II
GAMBARAN OBJEK PENELITIAN
A. Perempuan Dalam Film Hollywood
Film merupakan salah satu bentuk seni audio-visual hasil dari
perkembangan ilmu dan teknologi informasi yang bersifat kompleks, menghibur
dan universal. Di dalam realitas, film adalah bentuk kesenian yang merupakan
media hiburan massa. Dalam kapasitasnya, film mempunyai empat fungsi dasar
yaitu fungsi informasi, instruksional, persuasif dan hiburan (Siregar, 1985:29).
Dalam perkembangannya, industri film dari masa ke masa selalu mengalami
kemajuan dan perkembangan yang cepat.
Seiring berkembangnya dunia perfilman, semakin banyak film yang
diproduksi dengan corak yang berbeda-beda. Secara garis besar film dapat
diklasifikasikan berdasarkan cerita, orientasi pembuatan dan berdasarkan genre.
Berdasarkan cerita film dapat dibedakan antara film fiksi dan non-fiksi. Fiksi
merupakan film yang dibuat berdasarkan imajinasi manusia, dengan kata lain
film ini tidak didasarkan pada kejadian nyata. Kemudian film non-fiksi yang
pembuatannya diilhami oleh suatu kejadian yang benar-benar terjadi yang
kemudian dimasukkan unsur-unsur sinematografis dengan penambahan
(54)
42 naskah dan lain sebagainya untuk mendukung daya tarik film non-fiksi tersebut.
Realitas yang sering dimunculkan dalam film bukanlah realitas sesungguhnya.
Film Hollywood adalah kolaborasi nyata antara sisi artistik dan hiburan.
Film-film tersebut tidak hanya menghibur, namun juga dapat dinikmati
sebagai karya seni. Hebatnya para pembuat film di Hollywood mengetahui apa
yang ingin dilihat oleh penonton dalam karyanya itu, dengan tetap menjaga
sisi artistik dan kualitas penggarapan. Hal ini mungkin dapat menjawab
pertanyaan tentang mengapa film-film Amerika begitu disukai oleh penonton
di seluruh dunia, termasuk Indonesia (Adi, 2008:XV).
Penyajian realita perempuan dalam film tidak lebih sebagai pelengkap.
Perempuan diperlihatkan sebagai sosok yang cerewet, jahat, cengeng, tidak teguh
pendirian dan tidak cerdas. Ideologi patriaki memposisikan perempuan di bawah
laki-laki dan menganggap tinggi nilai-nilai maskulinitas tradisional, seperti
kekuatan, kekuasaan, aksi, kendali, kemandirian, kepuasan diri, kesetiakawanan
laki dan kerja. Nilai-nilai maskulinitas selalu diletakan dengan kaum
laki-laki. Figur laki-laki dengan perempuan dan anak-anak sebagai subordinat serta
relasi-relasi sosial di mana laki-laki mendominasi, mengekspolitasi dan
menindas kaum perempuan. Namun seiring berjalannya waktu, peran perempuan
mulai berubah. Banyak film yang menampilkan sosok perempuan sebagai sosok
(55)
43 Perempuan dan laki-laki merupakan dua jenis manusia yang berbeda atau
sebut saja ‘dibedakan’. Pembedaan ini yang kemudian memposisikan keduanya
dalam ruang yang berbeda, yang pada akhirnya memunculkan asumsi bahwa
perempuan adalah makhluk inferior sedangkan laki-laki adalah makhluk
superior. Marginalisasi perempuan yang kemudian menunjukan bahwa
perempuan menjadi the second sex, atau di dalam kehidupan sosial selalu dinilai
sebagai the other sex yang sangat menentukan mode representasi sosial tentang
status dan peran perempuan.
Sebelumnya jarang sekali ditemukan figur perempuan yang memiliki peran
penting karena perempuan dianggap kurang terlihat kuat, dan menarik dalam arti
perempuan yang beda dari biasanya. Sehingga tidak diherankan banyak film
yang cenderung memilih laki-laki sebagai karakter utama untuk film-film besar
seperti yang mulai dibuat oleh industri Hollywood. Tetapi sekarang sudah
banyak bermunculan film-film dengan tokoh utama perempuan. Tokoh
perempuan tersebut ditampilkan kuat dan memiliki wajah rupawan.
Hollywood, tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu kiblat dunia
perfilman. Gabungan antara kecanggihan teknologi dan tangan dingin sutradara
telah berhasil menciptakan banyak film yang terbukti sukses di pasaran. Demi
mempertahankan atau lebih tepatnya meningkatkan jumlah peminat
film-filmnya. Para sineas Hollywood selalu dituntut unuk memunculkan hal-hal baru,
(56)
44 sebelumnya. Adanya dorongan untuk terus mengkreasikan hal-hal baru. Ketika
berbicara mengenai perempuan di dalam film, secara umum ada persetujuan
bahwa Hollywood telah melakukannya dengan baik. Hal ini berdasarkan
pencapaian finansial. Perolehan box office tahun ini cukup membuktikan bahwa
besarnya pendapatan Hollywood dikendalikan oleh film-film yang memiliki
bintang utama perempuan. Menurut Mic.com, Hollywood berhasil menghasilkan
2,52 miliar dolar AS dari 10 film terlaris keluaran januari sampai juni, yang
didominasi oleh para tokoh perempuan sentralnya.
(Sumber:http://www.muvila.com/film/artikel/mengapa-kini-karakter-pria digantikan-oleh-wanita-1510296.html diakses pada 20 desember 2015 pukul 23:31 Wib)
Industri film Hollywood yang berada di Amerika Serikat menjadi salah
satu faktor yang cukup besar untuk peneliti melakukan penelitian tentang film
Hollywood. Kesuksesan dalam membuat film tentunya tidak terlepas dari
ideologi Amerika Serikat sebagai negara adikuasa. Beberapa jalan cerita di film
yang di buat Hollywood terakomodir oleh kepentingan Amerika Serikat dan juga
sering dijadikan alat propaganda di dalamnya. Perempuan juga selalu menjadi
sesuatu yang terlihat tidak layak dalam beberapa film yang di produksi
Hollywood. Perempuan sering digambarkan sebagai sosok yang lemah, tertindas
oleh kaun laki-laki dan tidak menjadi dominan di dalam ceritaa film Hollywood.
(57)
45 merupakan kekuasaan kaum laki-laki yang mendominasi dan mengontrol badan,
seksualitas, pekerjaan, peran dan status kaum perempuan dalam keluarga
maupun masyarakat.
B. Penelitian Terdahulu
Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan beberapa penelitian terdahulu
mengenai perempuan dalam film. Dari beberapa penelitian yang peneliti ambil
mempunyai latar belakang masalah dan objek penelitian yang berbeda. Penelitian
pertama meneliti tentang Representasi Perempuan Berpenampilan Maskulin
Dalam Film ‘’Get Married’, Maryo Simon Risambessy, 2011, Universitas Pembangunan Nasional Surabaya.
Penelitian ini membahas tentang perbedaan gender pada film Get Married.
Perempuan yang berpenampilan maskulin juga kerap kali di stereotipe oleh
masyarakat bahwa mereka adalah lesbi (menyukai sesama jenis) atau biasanya
disebut dengan istilah homoseksual yang merupakan ketertarikan orang secara
emosional dan seksual kepada sesorang atau orang-orang dari jenis kelamin yang
sama. Ketika yang menjadi tokoh utama perempuan dalam sebuah film,
perempuan dikonstruksikan sebagai sosok yang kuat, yang memiliki kekuatan
seorang laki-laki, yang mampu menghadapi segala situasi permasalahannya,
bahkan berpenampilan maskulin. Perempuan digambarkan sebagai sosok yang
(58)
46 bertato, sampai menggunakan aksesoris laki-laki. Contohnya film Get Married,
film Get Married, yang mengangkat kehidupan empat anak muda yang mengakui
dirinya sebagai anak muda paling frustrasi se-Indonesia, Mae (diperankan Nirina
Zubir), Eman (diperankan Aming), Beni (diperankan Ringgo Agus Rahman), dan
Guntoro (diperankan Desta Clubeighties). Mae (diperankan Nirina Zubir) obsesi
terbesarnya adalah menjadi seorang polisi perempuan tapi justru oleh orang tua
Mae dimasukkan ke akademi sekretaris dan bergelar sarjana. Mae merupakan
sosok perempuan dewasa yang berpenampilan maskulin (tomboy), yang
kesehariannya selalu melakukan aktivitas laki-laki di kampungnya, seperti
tawuran antar kampung, menjaga pos ronda dan lain-lain. Mereka anak-anak
muda yang frustrasi yang mengisi hari-hari mereka dengan bermain gaple.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan menggunakan
teori yang dikemukakan John Fiske, melalui level realitas dan level representasi,
yaitu dengan teknik dokumentasi mengamati secara langsung keseluruhan tanda
dan lambang yang terdapat dalam film tersebut, sehingga tipe penelitian ini
adalah deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, untuk menilai akan kepribadian
seseorang tidak dapat dilihat atau diukur melalui tampilan luarnya, namun dapat
melalui kedekatan yang terjalin sehingga dapat lebih mengenal dan memahami
tentang diri seseorang.
Penelitian terdahulu yang kedua adalah Representasi Perempuan Dalam
(59)
47 Pembangunan Nasional Jawa Timur. Peneliti membahas tentang bagaimana
penggambaran perempuan dalam pentokohan disimbolkan dalam film Pasir
Berbisik yang memahami tentang hubungan kekuasaan antara laki-laki dan
perempuan dalam film sejajarkah kedudukannya dengan laki-laki. Perjuangan
perempuan melawan keterikatan pada hubungan kekuasaan yang menempatkan
kedudukan yang lebih rendah dari pada laki-laki. Nilai, mitos dan norma yang
berkembang melalui proses sosialisasi dalam keluarga maupun masyarkat pada
umumnya sangat tidak menentukan posisi perempuan dalam sebuah relasi
gender. Kajian penelitian ini bertujuan menginterpretasikan atau memahami
makna simbol-simbol dalam gambar film Pasir Berbisik dengan menggunakan
teori John Fiske di mana ia menganalisis berdasarkan sistem realitas, representasi
dan ideologi yang mengarahkan pada makna-makna cultural yang melibatkan
simbol-simbol histories.
Selanjutnya penelitian terdahulu yang ketiga adalah Representasi
Perempuan Dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, Ari Puji Astuti, 2013,
Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga. Peneliti ingin memahami secara
mendalam mengenai perempuan yang terwakili menjadi kaum yang lemah jika
dibandingkan dengan laki-laki dalam beberapa kisah di dalam film “7 Hati
7Cinta 7 Wanita” melalui analisis semiotika. Rumusan masalah penelitian adalah bagaimana perempuan direpresentasikan dalam film “7 Hati 7 Cinta 7
(60)
48
Wanita” karya Robby Ertanto. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
representasi perempuan dalam film“7 Hati 7 Cinta 7 Wanita”
C. Profil Film Gone Girl
Gambar 2.1. Cover Film gone Girl
(Sumber:http://namafilm.blogspot.co.id/2015/01/film-gone-girl.html)
1. Komposisi Film
Film Genre : Mystery, Thriller, Drama
Duration : 146 menit
Cast : Ben Affleck, Rosamund Pike, Neil Patrick Harris,
Tyler Perry, Carrie Coon, Kim Dicknes
Producer by : Arnon Milchan, Reese Witherspoon, Cean Chaffin,
(61)
49 Director by : David Fincher
Written by : Gillian Flynn
Soundtrack by : Saved by Zero, Wall Of God, Defy Spaces For You,
(Don’t Near) Th Reaper, Left Ey3, Lady Double Dealer, Cool Cat, I’m
Trippin Out, Not Gonna Bring Me Down, The Informer, The Instigatore,
Heavt Justic Drastic Measures, Cold Case
Cinematography : Jeff Croneweth
Editing by : Kirk Baxter
Release date : 3 Oktober 2014
Language : English
Gone Girl merupakan film yang diproduksi tahun 2014 yang disutradarai
oleh David Fincher. Film ini merupakan adaptasi novel karya Gilian Flynn
dengan judul yang sama seperti di film tersebut. Gone Girl sendiri merupakan
film bergenre drama misteri dengan unsur thriller. Gone Girl memang sedikit
berbeda dengan film lainya, khusus nya film yang salah satu pemain intinya
adalah perempuan. Film ini di perankan Ben Affleck sebagai Nick Dunne dan
Rosamund Pike sebagai Amy Elliot. Film ini menceritakan tentang pasangan
suami istri yang baru saja menikah. Mereka ini adalah seorang penulis buku dan
Amy selain seorang penulis buku dia juga sebagai publik figur karena prestasinya
(62)
50 keberadaannya karena selain pemeran Amy banyak juga perempuan yang ikut
menjadi dalam pemeran ini.
(http://namafilm.blogspot.co.id/2015/01/film-gone-girl.html/ diakses pada 14 Desember 2015 pukul 00.52 WIB).
Berikut adalah nama masing-masing karakter pemain dalam film Gone
Girl :
a. Nick Dunne
Gambar 2.2. Sosok Nick Dunne Suami Amy
Nick Dunne adalah suami dari Amy, Nick adalah seorang pengajar.
Di film ini Nick mempunyai sifat pemarah ketika dia terdesak. Nick adalah
korban dari skenario penjebakan yang di buat oleh suaminya sendiri
(63)
51 b. Amy Dunne
Gambar 2.3. Sosok Amy Dunne
Amy Dunne adalah istri dari Nick Dunne yang di kenalnya dalam
sebuah acara pesta. Sikap Amy di awal adalah seperti perempuan pada
umumnya yaitu baik, lembut dan pintar. Namun ternyata Amy mempunyai
sikap yang jauh di pikirkan oleh sang suami yaitu jahat, licik dan sadis.
Sangat jauh beda dengan perempuan pada umumnya yang tidak mudah di
(64)
52 c. Rhonda Boney
Gambar 2.4. Sosok Detektif Bernama Rhonda Boney
Rhonda Boney adalah seorang seorang detektif perempuan, Rhonda
yaitu detektif yang menyelediki kasus hilangnya Amy. Detektif perempuan
ini di bantu oleh opsir James Gilpin untuk menyelediki kasus ini. Sikap
tegas dan ingin tau apa penyebabnya adalah karakter dari detektif Rhonda
Boney. Sikap ini yang membuat Nick Dunne merasa dirinya terpojokan
dengan kasus ini. Namun pada akhirnya detektif Rhonda Boney dan
(65)
53 d. Tanner Bolt
Gambar 2.5. Sosok Pengacara Terkenal Bernama Tanner Bolt
Tanner Bolt adalah seorang pengacara terkenal yang membela Nick
Dune, Nick Dune ingin menyewa pengacara ini karena pendapat Tanner
Bolt pembelaan terhadap Nick di siaran televisi. Tanner Bolt seorang
pengacara yang sangat cerdas dengan pengalamannya mengatasi klien
sebelumnya, namun menurut Tanner ini adalah kasus yang unik. Sehebat
pengacara seperti Tanner pun tidak mampu untuk menyelesaikan perkara
(66)
54 e. Margo Dunne
Gambar 2.6. Sosok Saudara Nick Bernama Margo Dunne
Margo Dunne adalah saudara dari Nick Dunne yang di mana Margo
orang yang di percaya oleh Nick. Sifat peduli adalah karakter yang di
perankan Margo Dunne sebagai saudara Nick. Margo selalu menemani dan
(67)
55 f. Dessi Collings
Gambar 2.7. Sososk Dessi Collings Mantan Kekasih Amy Dunne
Dessi Collings adalah mantan pacar Amy Dunne, Dessi mantan pacar
Amy yang menunggu selama 20 tahun sebelum mereka bertemu. Namun
ketika Amy meminta bantuan kepada Dessi ternyata Dessi memperlakukan
Amy dengan sangat protektif sehingga membuat Amy berniat membunuh
Dessi agar tidak di perlakukan sewajarnya. Dessi mempunyai sifat yang
pemarah dan protektif kepada Amy. Dia orang kaya yang sebelumnya juga
(68)
56
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai struktur narasi serta karakter yang terdapat
di dalam film Gone Girl. Pembahasan akan dimulai dengan mengurai kisah
berdasarkan struktur cerita. Alur, latar, narasi, point off view, serta karakter. Kemudian,
untuk mengetahui struktur dan karakter dalam menganalisis, peneliti menggunakan
model Todorov dalam membongkar struktur cerita dan mengetahui narasi apa yang
dibangun di dalamnya, lalu menggunakan model Propp dalam membedah fungsi dan
karakter. Sebelum membahas lebih jauh maka peneliti menjelaskan karakter-karakter
yang ada di film Gone Girl terlebih dahulu.
A. Karakter dalam film Gone Girl
Tabel 3.1
(69)
57
No Karakter Keterangan
1.
Amy
Istri Nick Dunne, seorang
penulis yang sangat cerdik,
jahat dan pembunuh memiliki
kemampuan untuk melawan
suaminya dengan skenario
yang dibuat
2.
Nick Dunne
Suami Amy Dunne, mengajar
sebagai dosen. Sifatnya yang
mudah marah dan selingkuh
dengan mahasiswinya
membuat istrinya masuk
dalam skenario pembunuhan
Amy. Sifat tenang membuat
dirinya dapat menyelesaikan
masalah dengan istrinya.
3.
Dektetif Rhonda
Seorang dektetif yang
menyelidiki kasus hilangya
Amy ini adalah perempuan
yang sangat keras. Sifat
ambisius yang membuat
dirinya akhirnya menyerah
dalam pengungkapan kasus
(70)
58 4.
Margo Dunne Margo Dunne adalah saudara
kandung dari Nick Dunne.
Sifat perhatian kepada Nick
untuk menyeleaikan kasus ini
membuat dirinya terkena
imbas dari media dan menjadi
targer dari detektif Rhonda
5.
Tanner Bolt Pengacara yang di sewa oleh
Nick Dunne untuk membantu
menyelesaikan kasus ini.
Mempunyai keahlian dalam
bidang hukum Tanner dapat
membantu meluruskan kasus
ini walaupun pada akhirnya
Tanner tidak menjadi akhir
(1)
161 yang akhirnya melakukan perbuatan yang tidak akan diduga sebagai wanita cantik dan sempurna. Melalui film ini seakan ingin menceritakan bahwa perempuan adalah sosok yang selalu digambarkan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan justru berubah menjadi sosok yang jahat, pembunuh licik dan penuh strategi untuk melancarkan segala rencananya. Bahkan bisa melakukan apapun agar rencananya bisa berjalan dengan sempurna.
Film ini menyampaikan pesan bila perempuan yang digambarkan dalam film ini adalah sosok psikopat karena berulangkali berusaha mencelakai orang-orang yang berusaha mengganggunya, termasuk Nick yang merupakan suaminya sendiri dan Dessi mantan pacarnya yang telah menolongnya. Psikopat yang merupakan sakit jiwa yang dimiliki seseorang yang biasanya mempunyai prilaku anti sosial dan merugikan orang-orang terdekatnya. Pada awalnya menampilkan sikap yang menarik, mempesona dan menebarkan sifat hangat. Kemudian banyak orang yang mendekat dan bersikap terbuka, saat itulah kemudian dia menjebak dan menipu korbannya.
B.
SaranDisarankan untuk penelitian yang akan datang terutama penggambaran perempuan psikopat yang kasar dan licik dalam film, dapat dikaji lebih luas mengenai isu yang terjadi sampai saat ini, isu yang biasanya menggambarkan kalau kekerasan biasanya dilakukan laki-laki terhadap perempuan, namun kali
(2)
162 ini sebaliknya. Penelitian ini tentang representasi perempuan dalam film ini masih perlu disempurnakan. Metode lain yang bisa digunakan pada penelitian selanjutnya antara lain adalah Analisis Semiotika/Semiotic Analysis yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Ajip Rosidi. (2000). Ensiklopedia Sunda, Alam, Manusia, dan Budaya. Pustaka Jaya. Altman, Rick. (2008). A Theory of Narrative. New York : Columbia University Press. Barker, Chris. (2005). Cultural Studies : Teori dan Praktik. Penerjemah Nurhadi.
Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Bhasin, Kamla. (1996). Menggugat Patriarki, Pengantar tentang Persoalan Dominasi Terhadap Kaum Perempuan (terjemahan). Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya.
Berger, Arthur Asa. (1997). Narrative in Popular Culture, Media and Everyday Life. United States of Amerika : Sage Publications.
Bungin, Burhan, (2007). Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta : Kencana.
Branigan, Edward. (1992). Narative Comprehension and Film. Routledge : London and New York.
Burton, Graene. (2000). Talking Television, An Introduction to The Study of Television. London.
David Buller dan Judee Burgoon (1994 : 297) “Teori Penipuan Antar Pribadi”
DePaulo, BM, ME Ansfield, dan KL Bell (1996). Teori Tentang Penipuan dan Paradigma untuk Mempelajari Hal: Kajian Kritis Buller dan Burgoon lnterpersonal Penipuan itu Teori dan Penelitian Teori Komunikasi.
Denzin dan Yvonna S. Linclon. (2009). Handbook of Qualitative Research. Penerjemah Dariyanto dkk. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
(4)
Eriyanto. (2013). Analisis Naratif, Dasar-Dasar dan Penerapannya dalam Analisis Teks Berita dan Media. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Erwin P. Betinghaus (1973) dalam bukunya Persuasif Communication.
Fakih, Mansour. (2013). Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Fakih, Mansour. (1996). Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Frank Jefkins. (1997). Periklanan, Jakarta : Erlangga.
Fulton, Helen. (2005). Narative and Media. New York : Cambridge University Press. Hall, Stuart.(1997). Representation : Cultural Representation and Signifying Practice.
London : Sage Publication.
Hurlock, B.E. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjamg Rentang Kehidupan. Ed. 5. Jakarta : Erlangga.
John Fiske. (1998). Cultural and Communication Studies, Jalasutra : Yogyakarta. Keraf, Gorys. (1994). Argumentasi dan Narasi. Jakarta : Gramedia.
Kiyantono, Rachmat. (2010). Riset Komunikasi. Kencana Perdana Media Group : Jakarta.
Kriyantono, Rachmat. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta : Kencana Prenada Group.
Muslikhati, Siti. (2004). Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam. Jakarta : Gema Insani Press.
Matlin, M. W. (1989). Cognition. Second Edition. State University of New York. Noviani, Ratna. (2002). Jalan Tengah Memahami Iklan : Antara Realitas,Representasi
(5)
Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Homerian Pustaka : Yogyakarta. Prabosmoro, Aquarin p. (2006). Kajian Budaya Feminis. Jalasutra : Yogyakarta. Propp, Vladimir. (1987). Morfologi Cerita Rakyat. Penerjemah Noriah Taslim. Kuala
Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka.
Semma, Mansyur. (2008). Negara dan Korupsi : Pemikiran Mochtar Lubis atas Negara, Manusia Indonesia, dan Perilaku Poltik. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Sobur, Alex. (2014). Komunikasi Naratif, Paradigma, Analisis, dan Aplikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Stokes, J. (2003). How To Do Media And Cultural Studies : Panduan Untuk Melaksanakan Penelitian Kajian Media Dan Budaya. Yogyakarta : Bentang. Sunarto. (2009). Televisi, Kekerasan, dan Perempuan. Jakarta : Penerbit Buku
Kompas.
Sadawi, Nawal, El. (2001). Perempuan Dalam Budaya Patriaki, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sugihastuti dan Hadi, Itsna Saptiawan. (2010). Gender dan Inferioritas Perempuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Suharko. (1988). ”Budaya Konsumen dan Citra Perempuandalam Media Massa”, Dalam Idi Subandi.
Sumbulah, Umi. (2008). Kata Pengantar Dalam Gender Dan Demokrasi. Malang : Averroes Press.
Synnott, A. (2007). Tubuh Sosial: Simbolisme, Diri dan Mayarakat. Yogyakarta : Jalasutra.
Stokes, Jane. (2006). How To Do Media and Cultural Studies : Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian media dan Budaya. Yogyakarta : Bentang.
(6)
Universitas British Columbia, Vancouver, Kanada bernama Robert D. Hare (Personality Disorders) (American Psychiatric Association, 1994: 629).
West dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Humanika.
Jurnal
Chafetz, Janet Saltzman. (1997). Feminist Theory and Sociology: Underutilized Contributions for Mainstream Theory. Annual Review of Sociology Vol. 23: 97-120. Texas : Department of Sociology, University of Houston.