KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL

(1)

(2)

SKRIPSI

KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK

OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL

Diajukan Oleh :

Nama : PRIMA PALAPHAN BAGASKARA

NIM : 20120610025

Fakultas : Hukum

Jurusan : Ilmu Hukum

Bagian : HTN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM


(3)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI

KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK

OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL

Diajukan Oleh :

Nama : Prima Palaphan Bagaskara

NIM : 20120610025

Telah disetujui oleh dosen pembimbing pada tanggal:

7 Mei 2016

Penelaah I Penelaah II

Nanik Prasetyoningsih S.H.,M.H. Iwan Satriawan,S.H.,MCL.


(4)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK

OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan

Dewan Penguji Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada tanggal :

19 Agustus 2016

Ketua

Nasrullah, S.H.,S.Ag.,MCL.

NIK. 19700817200004153045

Penelaah I Penelaah II

Nanik Prasetyoningsih S.H.,M.H. Iwan Satriawan,S.H.,MCL.

NIP. 19740415200004153043 NIP.19700706199904153039

MENGESAHKAN

Dekan Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dr. Trisno Raharjo,S.H.,M.Hum.


(5)

iv

HALAMAN PERNYATAAN

Bismillahirrahmanirrahim

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama: Prima Palaphan Bagaskara NIM : 20120610025

Judul Skripsi: KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian, pemikiran, dan pemaparan dari diri saya sendiri. Jika terdapat karya orang lain, saya mencantumkan sumber yang jelas. Selain itu, tidak ada bagian dari skripsi ini yang telah saya gunakan sebelumnya untuk memperoleh gelar atau sertifikat akademik. Apabila di kemudian hari ternyata terdapat penyimpangan dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Yogyakarta, 2016 Yang menyatakan


(6)

v ABSTRAK

KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL

Oleh :

Prima Palaphan Bagaskara

20120610025

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan pengawasan penyelenggaraan apotek oleh Pemerintah Dearah Kabupaten Bantul yang tugasnya diemban oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dan empiris yang menggunakan metode pendekatan undang-undang dan bagaimana undang-undang tersebut di implementasikan di lapangan dengan menelaah undang-undang dan regulasi dengan isu yang ditangani. Sedangkan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data wawancara dengan menggunakan kuisioner yang dilakukan dari dua sisi yaitu Dinas Kesehatan dan Apotek. Hasil dari penelitian meliputi pengawasan yang dilakukan Dinas Kesehatan ada 3 jenis yaitu: Pengawasan pembinaan, pengawasan periodik dan terjadwal dan pengawasan dengan tinjauan langsung berdasarkan laporan. Hasil penelitian menunjukan bahwa, pengawasan yang di lakukan oleh Dinas Kesehatan dalam pengawasan penyelenggaraan apotek sudah dilakukan dengan baik karena sudah berhasil menekan angka pelanggaran yang dilakukan oleh apotek di Kabupaten bantul dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir. Dengan demikian dinas kesehatan Kabupaten Bantul telah berhasil menerapkan regulasi peraturan di bidang kesehatan dalam pengawasan penyelenggaraan apotek di Kabupaten Bantul.


(7)

vi

HALAMAN MOTTO

“Hai segala manusia, sungguh telah datang kepadamu pengajaran dari Tuhanmu dan menyembuhkan apa yang dalam dada (hati), lagi petunjuk

dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Q.S.Yunus ayat 57)

Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab badawi berkata kepada Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam:

“ Wahai Rosululloh, apakah kita berobat?, Nabi bersabda, “berobatlah, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit (yang tidak ada obatnya),”

mereka bertanya,” apa itu” Nabi bersabda,” penyakit tua.”


(8)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan sebagi wujud rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada :

Ayahanda Agus Tri Widiyantara dan Ibunda Rini Astuti Adikku Adhitama Pangestu Azhari


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’ alaikum Wr. Wb

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat Hidayat beserta ‘InayahNya bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi/tugas akhir dengan judul “KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL”, yang merupakan syarat untuk menyelesaikan studi jenjang program Strata Satu (S1) pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Muhammadiyah Yogyakarta serta sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).

Tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dan membimbing dengan kesabaran sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, terutama pada :

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah memberikan kepada hamba nikmat kehidupan, kesehatan, kemampuan, akal fikiran serta selalu melindungi hamba dari segala mara bahaya sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar.

2. Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari semua kegelapan hingga zaman yang penuh peradaban yang bermartabat sehingga kita dapat menerima pendidikan yang baik dan berakhlak Islami.

3. Ayahanda Agus Tri Widiyantara dan Ibunda Rini Astuti serta adikku Adhitama Pangestu, terima kasih atas segala kasih sayang selama ini untuk memberi semangat, dorongan, motivasi dan nasehat yang telah kalian limpahkan kepadaku yang tak akan pernah bisa kubalas sampai akhir hayat menjemput nanti.

4. Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

5. Dr. Leli Joko Suryono, S.H., M.Hum., selaku Kepala Program Studi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

6. Nanik Prasetyoningsih, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I. 7. Iwan Satriawan, S.H., MCL., selaku Dosen Pembimbing II.

8. Nitakrit Rumantiningsih, S.Farm., selaku Kepala Seksi Penyelenggaraan Regulasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul.

9. Rasa terima kasih juga saya haturkan kepada calon pendamping hidup saya Sangkani Dewi Puspitasari yang selalu memberi dorongan semangat dan


(10)

ix

motivasi dari jauh disana sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

10. Sahabat-sahabatku yang selalu menemani berjuang dari awal hingga saat ini terima kasih PB Guyup Rukun Taufiqurahhman, Febri Setiawan, Widhiarto Indra, Avie Yoga, M. Farid, M. Nanang Kurniawan, Mayang, Ridho Darco, Anis Rahman Wijaya, Elgebri Pangestu dan seluruh teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(11)

x DAFTAR ISI

.JUDUL………..

HALAMAN PERSETUJUAN……….ii

HALAMAN PENGESAHAN………iii

HALAMAN PERNYATAAN………iv

ABSTRAK………….………..v

HALAMAN MOTTO……….vi

HALAMAN PERSEMBAHAN………vii

KATA PENGANTAR………..viii

DAFTAR ISI………x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….1

B. Perumusan Masalah………7

C. Tujuan Penelitian………...7

D. Manfaat Penelitian………...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek………9


(12)

xi

1. Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek………..9

2. Pengertian……….9

B. Pengawasan………...16

1. Pengawasan Menurut Hukum Tata Negara (HTN)………15

2. Pengawasan Berdasarkan Penyelenggaraan Apotek…………..18

3. Pengawasan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia……19

4. Hubungan Pengawasan Dalam Penyelenggaraan Apotek Berdasarkan Hukum Tata Negara (HTN)……….19

C. Dinas Kesehatan………20

1. Kedudukan……….20

2. Fungsi……….20

3. Tujuan……….20

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian……….22

B. Metode Pendekatan………..23

C. Lokasi Penelitian………...23


(13)

xii

E. Teknik Pengolahan Data………26

F. Analisis Data………..27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Pengawasan Dalam Penyelenggaraan Apotek di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten

Bantul………...28 1. Pengaturan Pengawasan Penyelenggaraan Apotek di

Kabupaten Bantul…….………..28 2. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan

Apotek di Kabupaten Bantul……….……….28 3. Analisis Terhadap Pelaksanaan Pengawasan Penyelenggaraan Apotek di Kabupaten Bantul………..………28 B. Sanksi Dalam Pelanggaran Pengawasan Penyelenggaraan

Apotek di Lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten

Bantul………..46 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………..69

B. Saran………70


(14)

F

$

r

L t r :

HALAMAN PERSETUJUAIT

SKRIPSI

KEBIJAKAN PENGAWASAI\T PENYEL,ENGGARAAI\T APOTEK OLEE PEMERINTAH DAERAH KABI]PATEN BAI\TTTIL

%2

Iwen Setriawan.S.E .MCI

NIIi

I 97007tK1 999MI s3039

n

@

Nanik Presefvoninosih

S-H-^II{-H-tiII(

1 974M152mfiH1s3043


(15)

HALAMAN PENGESAHAN

,SKRIPSI

KEBIJAKAN PENGAWASAIT PEI\-YELENGGARAAN APOTEK

OLEH PEMERINTAH DAERAH KABIIPATEN BAIYTT}L

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan

Dewan Penguji Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada tanggal :

19 Agustus 2016

Ketua

"%

Nasrr. I I a h. S.H..S., /p/.MCr

IY[K- I 07008171000041 53045

Penelaah

I

-@

rasetvoninssih

NIP. 19740415200004r $O43

Nanik P S.II..M.II.

Penelaah

II

-.-->

lwan Satriawan.S.H..MCL. Nm. 19Y00706 1 999r)4133039

MENGESAHKAN

Dekan Fakultas Hukum

madiyah Yogyakarta


(16)

HALAMAN PERNYATAAi\

Bismill ahirrahmanirrahim

Yang bertanda tangan di barvah ini:

Nama: Prima Palaphan Bagaskara

NIM : 20120610025

Judul

Skripsi: KEBIJAKAN

PENGAWASAN PENYELENGGARAAN

APOTEK OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL.

Menyatakan dengan sebenamya bahwa penulisan skripsi

ini

berdasarkan hasil

penelitian, pemikiran, dan pemaparan dari diri saya sendiri. Jika terdapat karya

orang lain, saya mencantumkan sumber yang jelas. Selain itu, tidak ada bagian

dari skripsi ini yang telah saya gunakan sebelumnya untuk memperoleh gelar atau

sertifikat akademik. Apabila

di

kemudian hari temyata terdapat penyimpangan

dalam pemyataan

ini,

maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di universitas Muhammadiyah yogyakarta.

Demikian pemyataan

ini

saya buat dengan sebenar-benarnya, tanpa ada paksaan

dari pihak manapun.

_Yogyakarta,2016 .,

tungmenyatakan


(17)

v ABSTRAK

KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL

Oleh :

Prima Palaphan Bagaskara

20120610025

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan pengawasan penyelenggaraan apotek oleh Pemerintah Dearah Kabupaten Bantul yang tugasnya diemban oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dan empiris yang menggunakan metode pendekatan undang-undang dan bagaimana undang-undang tersebut di implementasikan di lapangan dengan menelaah undang-undang dan regulasi dengan isu yang ditangani. Sedangkan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data wawancara dengan menggunakan kuisioner yang dilakukan dari dua sisi yaitu Dinas Kesehatan dan Apotek. Hasil dari penelitian meliputi pengawasan yang dilakukan Dinas Kesehatan ada 3 jenis yaitu: Pengawasan pembinaan, pengawasan periodik dan terjadwal dan pengawasan dengan tinjauan langsung berdasarkan laporan. Hasil penelitian menunjukan bahwa, pengawasan yang di lakukan oleh Dinas Kesehatan dalam pengawasan penyelenggaraan apotek sudah dilakukan dengan baik karena sudah berhasil menekan angka pelanggaran yang dilakukan oleh apotek di Kabupaten bantul dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir. Dengan demikian dinas kesehatan Kabupaten Bantul telah berhasil menerapkan regulasi peraturan di bidang kesehatan dalam pengawasan penyelenggaraan apotek di Kabupaten Bantul.


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul perkembangan apotek saat ini terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Apotek menjadi sebuah kebutuhan penting bagi masyarakat, saat ini apotek menjadi penyuplai obat–obatan bagi masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan. Data dari Dinas Kesehatan tahun 2015 menunjukkan jumlah apotek saat ini ada 115 di Kabupaten Bantul yang tersebar di semua kecamatan di daerah tersebut.1

Semakin pesatnya pertumbuhan apotek tentu akan menimbulkan dampak, baik itu dampak positif atau dampak negatif. Salah satu dampak positif tentu saja memudahkan masyarakat untuk mencari obat di saat sedang mengalami gangguan kesehatan. Tetapi dengan semakin berkembangnya jumlah apotek, juga membawa dampak negatif berupa persaingan dari berbagai apotek tersebut. Persaingan pada dasarnya adalah hal wajar apabila dilakukan dengan baik, akan tetapi akan berubah menjadi buruk jika adanya sebuah persaingan yang tidak sehat.

Di Kabupaten Bantul sempat terjadi sebuah kasus mengenai sebuah apotek yang menjual obat psikotropika tanpa dengan resep dari dokter. Hal tersebut jelas melanggar peraturan yang di dalamnya mengatur mengenai tata

1

Dinas Perijinan Kabupaten Bantul, Maraknya Pertumbuhan Apotek di Bantul, Diakses 18 Maret


(19)

2

cara pelayanan terhadap pasien (masyarakat). Hal tersebut kemudian diketahui dan dilaporkan kepada pihak yang berwenang dalam penindakan terhadap apotek. Kepala Seksi Penyelenggaraan Regulasi Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul pada saat itu mengatakan penutupan berawal dari laporan pihak distributor farmasi yang mencurigai pembelian obat-obatan psikotropika dalam jumlah banyak oleh apotek tersebut.2

Begitu mudahnya terjadi pelanggaran dalam kasus tersebut, membuat peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai kebijakan pengawasan tersebut dengan membatasi ruang lingkupnya, yaitu mengenai penyelenggaraan apotek di Kabupaten Bantul. Penelitian ini dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN APOTEK OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANTUL (Studi di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul).

Kebijakan sendiri mempunyai artian aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Namun di dalam hukum, kebijakan lebih bersifat adaptif dan intepratatif. Meskipun kebijakan juga mengatur apa saja yang diperbolehkan dan apa saja yang tidak diperbolehkan, kebijakan diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa

2

Harian Jogja, 23 Juni 2015, Jual Psikotropika Tanpa Resep Dokter Sebuah Apotek di Bantul Ditutup, Diakses 18 Maret 2016


(20)

3

menghilangkan ciri lokal yang spesifik yaitu harus disesuaikan dengan kondisi yang ada.3

Masih banyak kesalahan pemahaman maupun kesalahan konsepsi tentang

kebijakan. Beberapa orang menyebut Policy dalam sebutan “kebijaksanaan”,

yang maknanya sangat berbeda dengan kebijakan. Istilah Kebijaksanaan adalah kearifan yang dimiliki oleh seseorang, sedangkan kebijakan adalah aturan tertulis hasil keputusan formal organisasi. Contoh dari suatu kebijakan, yaitu:

1. Undang- Undang 2. Peraturan Pemerintah 3. Keputusan Presiden 4. Keputusan Menteri 5. Peraturan Daerah 6. Peraturan Bupati 7. Keputusan Bupati

Setiap kebijakan yang dicontohkan tersebut bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh obyek kebijakan dan dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa ruang lingkup kebijakan dapat bersifat makro, meso, dan mikro.

Di era modern ini tentulah suatu kebijakan dibuat untuk tujuan-tujuan yang baik guna mencegah terjadinya suatu kesalahan di dalam menjalankan kewajiban dan hak bagi setiap organisasi baik pemerintah maupun swasta, maka diperlukannya sebuah pengawasan. Pengawasan itu sendiri mempunyai

3


(21)

4

peranan yang sangat penting di dalam organisasi, karena tidak bisa terlepas dari masalah ketidaktertiban, penilaian, dan tujuan dari organisasi tersebut.

Beberapa diantara pengertian mengenai pengawasan yaitu:

1. Menurut Harold Koontz dan Cyril O’Donnel menyatakan bahwa pengawasan adalah “penilaian dan koreksi atas pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh bawahan dengan maksud untuk mendapatkan keyakinan atau menjamin bahwa tujuan-tujuan dan rencana-rencana digunakan untuk mencapai

tujuan”.4

2. Menurut Hadayaningrat (1988), pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijakan yang telah ditentukan, serta Hadayaningrat menuliskan bahwa pengawasan harus berpedoman terhadap:

a. rencana (planning) yang telah diputuskan,

b. perintah terhadap pelaksanaan pekerjaan (performance), c. tujuan dan atau,

d. kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya.5

3. Menurut Soekarno (1986) “arti sesungguhnya dari pengawasan ialah tugas untuk mencocokan sampai dimanakah program atau rencana yang telah digariskan itu dilaksanakan sebagaimana mestinya dan apakah telah mencapai

4

Raharjo Adisasmita, 2011, Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah, Yogyakarta, Graha

Ilmu.

5

Priyo Budiarto, Endang Larasati, Sri Suwitri, Analisis Kebijakan Pengawasan, Dialog Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik, Jawa Tengah


(22)

5

hasil yang dikehendaki”. Ditambahkan pula bahwa pengawasan adalah suatu

proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana.6

4. Pendapat yang terakhir dari Winardi (1983) yang mengemukakan pengertian pengawasan yang dikutip dari pendapat George R Terry dalam buku

Principles of Management edisi ketujuh sebagai berikut: “pengawasan berarti mendeterminasi apa yang telak dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan apa yang direncakan dan lebih lanjutnya dijelaskan bahwa pengawasan dapat dianggap sebagai aktifitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan.7

Dari pengertian-pengertian yang telah dikemukakan dapat diberikan kesimpulan umum bahwa pengawasan hubungannya sangat erat dengan suatu perencanaan, sehingga dapat dikatakan bahwa pengawasan dan perencanaan adalah kedua sisi mata uang. Jelaslah bahwa rencana tanpa pengawasan akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dengan tanpa alat untuk mencegahnya.

Semua penjabaran mengenai kebijakan dan pengawasan tersebut dapat kemudian dibuat suatu kesimpulan mengenai arti penting dari apa itu kebijakan pengawasan. Kebijakan Pengawasan yaitu mengevaluasi, mencocokkan, dan

6

Viktor, M. Situmorang, dan Jusuf Juhir, 1994, Aspek Hukum Pengawasan Melekat, Yogyakarta,

Rineka Cipta, hlm. 20

7


(23)

6

menilai apakah suatu kegiatan telah sesuai dengan apa yang direncanakan dalam kebijakan yang sudah diterapkan.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin membahas lebih detailnya dalam kebijakan pengawasan dalam penyelenggaraan apotek sesuai dengan yang ada di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Sesuai dengan Bab IV mengenai tanggung jawab pemerintah pada Pasal 14 ayat (1) yang berbunyi “Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.

Dalam pembahasannya oleh Pemerintah Kabupaten Bantul mengenai kebijakan pengawasan penyelenggaraan apotek, kemudian dituangkan dalam sebuah Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan. Di dalam Peraturan Daerah ini disebutkan dalam Pasal 3 “Setiap orang dan/atau badan yang akan menyelenggarakan pelayanan kesehatan atau kegiatan yang terkait dengan kesehatan diwajibkan memiliki izin, surat tanda daftar, sertifikasi

dan/atau rekomendasi”. Apotek merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang memberkan palayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Bantul.


(24)

7

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam pendahuluan, maka disusunlah perumusan masalah, yaitu:

1. Bagaimana pengawasan dalam penyelenggaraan apotek di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul?

2. Apa sanksi terhadap pelanggaran dalam pengawasan penyelenggaraan apotek di lingkungan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bantul?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui pengawasan dalam penyelenggaraan apotek oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul.

2. Untuk mengkaji penerapan sanksi terhadap pelanggaran dalam kebijakan pengawasan penyelenggaraan apotek oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya terutama Hukum Tata Negara.


(25)

8

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan bagi mereka yang berminat di bidang hukum, serta dijadikan bahan masukan mengenai kebijakan pengawasan penyelengaraan apotek oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul.


(26)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Apotek

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang menjelaskan mengenai apotek di antaranya:

1. Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek

a. Sebagai pedoman praktik apoteker dalam menjalankan tugasnya. b. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional. c. Melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian.

2. Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Apotek” adalah toko tempat meramu dan menjual obat berdasarkan resep dokter serta memperdagangkan barang medis.1 Pengertian apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MenKes/SK/X/2002, Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.

Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud diantaranya pengadaan obat, penyimpanan obat, pembuatan sediaan obat, peracikan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi serta memberikan informasi kepada masyarakat

1


(27)

10

mengenai pembekalan kefarmasian yang terdiri dari obat, bahan obat, obat tradisional, alat kesehatan dan kosmetik. Tidak hanya menjalankan pekerjaan kefarmasian, tetapi tugas pokok dan fungsi apotek juga harus dijalankan dengan sebaik–baiknya sesuai dengan standard prosedur yang telah ditetapkan.

Pengelolaan yang biasa dilakukan di apotek antara lain:

a. Pengadaan

Apotek menggunakan sistem pemesanan salesman yang datang langsung ke apotek atau melalui pesawat telepon untuk memenuhi pengadaan barang. Masalah yang sering dihadapi di apotek dalam pengadaan yaitu keterlambatan dalam pengadaan obat yang disebabkan oleh kekosongan pabrik, dalam mengatasi masalah ini dilakukan dengan cara memesan obat dari jauh–jauh hari dan tidak menunggu stok obat tersebut kosong.2 Pemesanan dari jauh-jauh hari ditujukan agar apotek mempunyai cadangan stok apabila persediaan obat-obatan yang dimaksud menipis dan permintaan akan obat tersebut terus ada setiap hari, sehingga pasien atau masyarakat tidak perlu khawatir akan ketersediaan obat.

b. Penyimpanan

Untuk menyimpan sediaan obat dan alat kesehatan di apotek di susun berdasarkan abjad, bentuk sediaan dan stabilitas atau kesesuaian suhu pada penyimpanan obat dan yang dimaksudkan dalam hal tersebut yaitu:

2

Hartini, Yustina Sri dan Sulasmono, 2010, Apotek Beserta Naskah Peraturan

Perundang-Undangan Terkait Apotek Termasuk Naskah dan Ulasan Permenkes tentang Apotek Rakyat Edisi Revisi Cetakan Ketiga, Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma.


(28)

11

1) Golongan obat

Penyimpanan obat berdasarkan golongan obat, seperti obat bebas, bebas terbatas obat keras dan obat narkotik. Tidak mengalami masalah yang berarti dan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

2) Abjad

Penyimpanan obat yang letaknya berdasarkan abjad agar dalam pencarian dan pngelolaan obat tidak terganggu.

3) Bentuk sediaan

Penyimpanan obat berdasarkan bentuk sediaannya, seperti sirup bebas, sirup ASKES, salep, injeksi, cairan dan lain-lain.

4) Suhu

Penyimpanan obat berdasarkan suhu penyimpanan agar obat tidak rusak, seperti insulin disimpan dalam lemari es supaya tidak merusak bentuk dan khasiatnya.

c. Penyaluran

Penyaluran obat di apotek dilakukan dengan 2 (dua) macam cara, diantaranya:

1) Resep


(29)

12

2) Non resep

Pembelian obat yang dilakukan tidak menggunakan resep atau penjualan obat bebas. Masalah yang sering dihadapi adalah penyaluran obat psikotropika yang disalurkan bebas tanpa menggunakan resep dokter maupun petunjuk dokter, penyaluran itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

d. Pelaporan

Pelaporan di apotek antara lain:

1) Laporan harian merupakan laporan yang berisikan tentang barang yang terjual, pengeluaran dan pemasukan obat yang masuk. Laporan harian yang dilakukan sesuai jumlah obat yang masuk dan keluar setiap harinya.

2) Laporan bulanan biasanya berisi tentang laporan obat golongan Narkotika dan Psikotropika yang masuk dan keluar dalam kurun waktu satu bulan.

Laporan Narkotika dan Psikotropika dilakukan oleh seorang asisten apoteker yang diserahkan kepada Dinas Kesehatan dan laporan narkotika dan psikotropika diserahkan setiap bulan sebelum tanggal 10, disertai dengan surat pengantar dari apoteker pengelola.


(30)

13

Dalam penulisan obat-obatan yang didalamnya mengandung Narkotika dan Psikotropika harus memenuhi beberapa syarat-syarat, diantaranya:

1) Ditulis oleh dokter serta diberi garis merah di bawah obat, 2) resep berlaku hanya satu kali/ tidak boleh di salin,

3) ada alamat dokter, 4) ada alamat pasien.3

e. Pengelolaan Sumber Daya 1) Sumber Daya Manusia

Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pemimpin dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.

2) Sarana dan Prasarana

Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas


(31)

14

tertulis kata apotek. Apotek harus dengan mudah di akses anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan.

Apotek harus memiliki:

a) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.

b) Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.

c) Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yangt dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.

d) Ruang racikan.

e) Tempat pencucian alat.

f. Tata Cara Pemberian Izin Apotik

Ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MenKes/Per/X/1993. Izin apotek diberikan oleh Menteri yang kemudian wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.


(32)

15

B. Pengawasan

1. Pengawasan berdasarkan Hukum Tata Negara (HTN)

Pengawasan adalah istilah yang cukup umum di dengar terutama menyangkut hukum Tata Negara. Seperti kita ketahui, salah satu tugas DPR atau DPRD adalah melakukan fungsi pengawasan. Kita juga mengenal istilah pengawasan terhadap keuangan negara. Di dalam leglislatif dan yudikatif, pengawasan menempati posisi penting untuk menentukan keberhasilan suatu manajemen organisasi. Melalui pengawasan, akan diketahui kenyataan sebenarnya mengenai objek yang diawasi, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.

Pengawasan merupakan sarana untuk menghubungkan target dengan realisasi setiap program atau kegiatan proyek yang harus dilaksanakan oleh pemerintah. Fungsi pengawasan dapat dilakukan setiap saat, baik selama proses manajemen dan administrasi berlangsung, maupun setelah berakhir untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan suatu organisasi atau unit kerja.

Istilah pengawasan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris

controlling yang merupakan salah satu fungsi manajemen. Makna istilah pengawasan agaknya tidak terlalu sulit untuk dipahami, bahkan hampir semua orang sudah tahu apa yang dimaksud dengan pengawasan, tetapi untuk memberi batasan mengenai pengertian pengawasan tidaklah mudah.


(33)

16

Beberapa pengertian pengawasan menurut para ahli:4

a. Menurut Rahman Lubis, pengawasan adalah proses kegiatan untuk mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan, untuk memperbaiki kemudian mencegah sehingga pelaksanaannya tidak berbeda dengan rencana yang telah ditetapkan.5

b. Sondang Siagian juga menjelaskan bahwa pengawasan adalah proses pengamatan keseluruhan kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana sebelumnya yang direncakan.6

c. George R. Terry juga menyimpulkan pendapat yang mengatakan bahwasannya pengawasan adalah proses penentuan apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang dilakukan yaitu menilai pelaksanaan dan bila perlu melakukan perbaikan–perbaikan sehingga pelaksanaan sesuai rencana, yaitu selaras dengan standar.7

Berdasarkan beberapa pengertian pengawasan menurut ahli tersebut, dapat dikatakan bahwa pengawasan pada dasarnya dilaksanakan selama proses pelaksanaan kegiatan tersebut sampai berakhirnya suatu kegiatan yang berguna untuk menjamin bahwa penyelenggaraan seluruh proses administrasi dan manajemen dapat tercapai efisien, efektif, ekonomis, dan produktif. Dengan demikian pengawasan bukan hanya

4

Raharjo Adisasmita, 2011, Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah, Yogyakarta, Graha

Ilmu.

5

H. Ibrahim Lubis, 1985, Pengendalian dan Pengawasan Proyek dalam Manajemen, Jakarta,

Ghalia Indonesia.

6

Sondang P. Siagian, 2004, Filsafat Administrasi, Yogyakarta, Bumi Aksara, hlm 135.

7


(34)

17

untuk mencari kesalahan–kesalahan tetapi berusaha untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan dari suatu rencana.8

2. Pengawasan Berdasarkan Penyelenggaraan Apotek

Pengawasan berdasarkan penyelenggaraan apotek mempunyai arti peranan dari pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap apotek sesuai dengan tata cara menurut peraturan perundang– undangan yang telah dibuat oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah menyerahkan wewenang terhadap penyelenggaraan apotek kepada dinas terkait yaitu Dinas Kesehatan. Untuk menjalankan semua regulasi dari peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penyelenggaraan apotek di Kabupaten Bantul.

Pengawasan yang dilakukan oleh dinas terkait terhadap penyelenggaraan apotek, yaitu:

1) Perijinan terhadap penyelenggaraan apotek.

2) Administrasi dalam proses pelayanan yang dilakukan apotek. 3) Pelaporan SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). 4) Tata cara dalam pengelolaan obat yang dilakukan oleh apotek. 5) Pelayanan yang diberikan oleh apotek kepada pembeli (pasien).9 3. Pengawasan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia

8

Riski Leonardi Pasoa, Pengertian Pengawasan Menurut Para Ahli, Diakses 14 April 2016

http://everythingaboutvanrush88.blogspot.co.id/2015/08/pengertian-pengawasan -menurut-para-ahli.html?

9

Wawancara dengan Fathonnah, tanggal 13 April 2016 di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul.


(35)

18

Pengawasan yaitu penilikan dan penjagaan, penilikan dan pengarahan kebijakan jalannya perusahaan; melekat pengawasan yang langsung dilakukan oleh pejabat terhadap bawahannya di setiap organisasi atas setiap tugas yang menjadi tanggung jawab bawahannya itu; preventif pengawasan terhadap peraturan daerah dan keputusan kepala daerah mengenai pokok tertentu yang akan berlaku sesudah ada pengarahan oleh pejabat berwenang; represif penangguhan atau pembatalan peraturan daerah atau keputusan kepala daerah oleh pejabat berwenang; umum pengawasan yang dilakukan pemerintah pusat terhadap segala kegiatan usaha pemerintah daerah.10

4. Hubungan Pengawasan dalam Penyelenggaraan Apotek Berdasarkan Hukum Tata Negara

Dengan berdasarkan pengertian–pengertian yang telah dikemukakan, maka tersusunlah arti penting pengawasan penyelenggaraan apotek yaitu proses pelaksaan kegiatan pelaksanaan penyelenggaraan apotek dari saat mulainya pelaksanaan sampai berakhirnya kegiatan yang berguna untuk menjamin adanya perijinan, administrasi, tata cara, pelayanan yang baik dalam penyelenggaraan apotek agar tercapai efisien, efektif, ekonomis, dan produktif yang dilakukan tidak hanya untuk mencari kesalahan–kesalahan, tetapi

10

Kamus besar Bahasa Indonesia, Pengertian Pengawasan, Diakses 14 April 2016 http://kbbi.web.id/awas


(36)

19

untuk mencegah terjadinya penyimpangan–penyimpangan dalam pelaksanaan penyelenggaraan apotek.

C. Dinas Kesehatan

1. Kedudukan

a. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

b. Kepala Dinas Kesehatan diangkat dan diberhentikan oleh Bupati dengan peraturan dan perundang–undangan yang berlaku.

2. Fungsi

Dinas Kesehatan mempunyai fungsi pelaksana rumah tangga di bidang kesehatan, palaksana tugas perbantuan, dan tugas lain–lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

3. Tujuan

Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul mempunyai tugas pokok sebagai berikut :

a. Menyusunan rencana dan program kebijaksanaan teknis di bidang kesehatan.

b. Melaksanakan pembinaan umum di bidang kesehatan berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan Bupati.


(37)

20

c. Melaksanakan kebijakan teknis di bidang upaya pelayanan kesehatan dasar dan upaya pelayanan kesehatan rujukan dan farmasi berdasarkan kebijaksanaan yang di tetapkan Bupati.

d. Melaksanakan pembinaan operasional sesuai kebijakan yang di tetapkan oleh Bupati.

e. Memberikan perijinan di bidang kesehatan sesuai kebijaksanaan yang di tetapkan oleh Bupati berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian teknis di bidang kesehatan sesuai peraturan perundang–undangan yang berlaku. g. Melaksanakan pengendalian dan pembinaan UPTD dalam lingkup

tugasnya.

h. Malaksanakan pengelolaan rumah tangga dan tata usaha dinas. i. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai bidang

tugasnya.11

11

Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, Profil Dinas Kesehatan, Diakses 14 April 2016. http://dinkes .bantulkab.go.id/hal/profil.


(38)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara utama untuk memperoleh data yang lengkap dan dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah sehingga tujuan dari penelitian dapat tercapai. Metode penelitian juga merupakan cara atau langkah sebagai pedoman untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang suatu gejala atau merupakan cara untuk memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.1

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu normatif– empiris (applied law research), menggunakan studi kasus hukum normatif– empiris berupa produk perilaku hukum. Penelitian normatif–empiris bermula dari ketentuan hukum positif tertulis yang diberlakukan pada peristiwa hukum in concreto dalam masyarakat, sehingga dalam penelitiannya selalu terdapat gabungan dua tahap kajian, yaitu:2

1. Tahap pertama adalah kajian mengenai hukum normatif yang berlaku.

2. Tahap kedua adalah penerapan pada peristiwa in concreto guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penerapan tersebut dapat diwujudkan melalui perbuatan nyata dan dokumen hukum. Hasil penerapan akan menciptakan

1

Soerjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI press,,hlm 4

2

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet.1, Bandung, PT.Citra Aditya


(39)

22

pemahaman realisasi pelaksanaan ketentuan–ketentuan hukum normatif yang dikaji telah dijalankan secara patut atau tidak.

Karena penggunaan kedua tahapan tersebut, maka penelitian hukum normatif–empiris membutuhkan data primer dan data sekunder.

B. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang–undang dan bagaimana undang–undang tersebut di implementasikan di lapangan (applied law method), dilakukan dengan menelaah undang–undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang ditangani. Dalam hal ini peneliti akan menelaah secara mendalam mengenai peraturan–peraturan perundangan yang bersangkutan dengan penyelenggaraan apotek.3

C. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Penelitian dilakukan di Kabupaten Bantul karena dalam beberapa tahun kebelakang, di media cetak atau media elektronik terdapat berita mengenai pelanggaran penyelenggaran apotek yang terjadi di daerah Pundong yang menyebabkan apotek tersebut ditutup sementara. Peneliti ingin melihat lebih jauh peran dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul menyikapi kejadian tersebut, yang dalam prosesnya memberikan tanggung jawab kepada Dinas Kesehatan sebagai pihak yang menerapkan regulasi peraturan mengenai penyelenggaraan apotek.

3


(40)

23

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang akurat dan obyektif, maka dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengumpulan data. Data–data tersebut dapat diperoleh dari:

1. Studi Kepustakaan

Data yang diperoleh dengan cara mempelajari buku–buku, literature, peraturan perundang–undangan yang berhubungan dengan apotek. Data yang diperoleh dari studi pustaka terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang diurutkan berdasarkan hierarki. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan yaitu:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 3) Undang–Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; 4) Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;

5) Pemerintah Nomor 26 Tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek;

6) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian;


(41)

24

7) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian;

8) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 992/MenKes/Per/XX/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek

9) Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan; 10) Peraturan Bupati Bantul Nomor 77 Tahun 2014 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan. b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder diambil dari literature, dokumen, yurisprudensi, skripsi, jurnal-jurnal hukum, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan objek penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti Kamus Besar Ilmiah Populer dan Kamus Besar.


(42)

25

2. Penelitian Lapangan

Data yang di kumpulkan dalam penelitian lapangan adalah data primer. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti. 4 Data yang dikumpulkan dari penelitian lapangan berupa wawancara dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan terhadap responden dari dua sisi, yaitu dari Dinas Kesehatan dan Apotek.

Responden dari Dinas Kesehatan yaitu Nitakrit Rumantiningsih, S.Farm (Kepala Seksi Penyelengaraan Regulasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul), serta Siti Fatonah (Staf Seksi Penyelengaraan Regulasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul) yang berkaitan dengan Apotek. Sedangkan dari apotek akan mewawancarai responden dari pengelola apotek Embun di Kabupaten Bantul.

E. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian empiris kualitatif pengolahan data yang dilakukan dengan memeriksa kembali informasi yang diperoleh dari informan dan narasumber, serta dengan memperhatikan keterkaitan informasi. Selanjutnya peneliti melakukan editing dengan maksud agar data dan informasi menjadi lengkap.5

4

HB Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif , Surakarta, UNS Press, 2002, hlm.34

5


(43)

26

F. Analisis Data

Untuk menganalisis data diperlukan Metode Analisis Kualitatif yaitu uraian terhadap hasil penelitian dari data yang terkumpul dengan tidak menggunakan angka–angka, tetapi analisisnya menggunakan kalimat

–kalimat yang dapat dimengerti.6 Metode dalam penelitian dengan analisis kualitatif akan menekankan lebih pada aspek pemahaman terhadap suatu permasalahan yang akan membuat peneliti lebih mengerti akan permasalahan dan dapat mengindikasikan atas permasalahan yang dapat timbul ke depannya, serta mampu memberi masukan agar dapat memberikan solusi dari permasalahan yang dapat timbul tersebut.

6


(44)

27

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Pengawasan dalam Penyelenggaraan Apotek di Lingkungan Pemerintah

Daerah Kabupaten Bantul.

1. Pengaturan Pengawasan Penyelenggaraan Apotek di Kabupaten Bantul

Berdasarkan pada Peraturan Bupati Bantul Nomor 77 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan pada Pasal 28 menjelaskan:

a. Dinas Kesehatan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan.

b. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana diatur dalam ayat (1) dilaksanakan melalui tenaga pengawas, pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi dan kegiatan pemberdayaan lain.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul adalah pihak yang berkompeten langsung dalam proses pengawasan penyelenggaraan apotek terutama di lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul, karena Dinas Kesehatan adalah pihak yang bertugas dalam menjalankan kebijakan regulasi dari peraturan– peraturan pemerintah terhadap penyelenggaraan apotek.

Bagian dalam Dinas Kesehatan yang menjalankan regulasi dijalankan oleh Seksi Regulasi Kesehatan yang mempunyai bidang di Sumber Daya


(45)

28

Kesehatan. Semua Kegiatan mengenai apotek dijalankan oleh seksi tersebut dan dalam prosesnya selalu meminta persetejuan Kepala Dinas Kesehatan sebelum menjalankan tugasnya masing-masing. Setiap pengawasan yang dilakukan di monitor oleh kepala dinas baik langsung maupun tidak langsung agar tidak terjadi kesalahan pada saat menjalankan pengawasan kepada setiap apotek yang ada di Kabupaten Bantul.

Tanggung jawab yang dimiliki seorang kepala dinas tentulah besar, disamping perlu memiliki kebijaksanaan, juga perlu memiliki jiwa kepemimpinan yang besar untuk mengolah semua kegiatan terutama di bidang kesehatan yang tentu merupakan hal yang wajib bagi setiap masyarakat untuk mendapat hak dalam hal kesehatan. Tentu hal itu membuat pekerjaan rumah yang banyak bagi dinas kesehatan agar kesehatan masyarakat tetap terjaga dengan baik dan pemerintah tetap dapat mengakomodir kebutuhan setiap warganya dengan menyiapkan sarana- sarana penunjang kesehatan yang salah satunya adalah apotek.

Peranan luar biasa yang diberikan terhadap apotek tentulah mempunyai tanggung jawab yang besar juga dari pengelola apotek, untuk selalu memberikan pelayanan terbaik dan memberikan bantuan akan obat-obatan dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Peluang yang bagus tersebut seringkali disalahgunakan oleh oknum-oknum apotek untuk meraup kentungan semata tanpa memikirkan aspek-aspek penunjang kesehatan yang menjadi dasar patokan penyelenggaraan apotek, sehingga perlu adanya sebuah pengawasan lanjutan yang diberikan oleh dinas kesehatan untuk menekan


(46)

29

angka pelanggaran terhadap penyelenggaraan kegiatan apotek di Kabupaten Bantul.

2. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Penyelenggaraan Apotek di Kabupaten Bantul

Dinas Kesehatan sebagai instansi pemerintah yang melaksanakan penerapan regulasi dalam pengawasan penyelenggaraan apotek di Kabupaten Bantul mempunyai kebijakan mengenai bagaimana pengawasan yang dilakukannya berdasarkan apa yang ada di dalam Peraturan Daerah yang mengatur mengenai penyelenggaraan apotek. Kebijakan pengawasan penyenggaraan apotek yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul ada 3 (tiga), yaitu:

a. Pengawasan Pembinaan

Pengawasan pembinaan yaitu proses pengawasan yang dijalankan rutin setiap setahun sekali dengan mengundang berbagai pihak yang berhubungan dengan kebijakan dalam penyelenggaraan apotek. Pihak– pihak tersebut antara lain yaitu Dinas Kesehatan, Dinas Perijinan, Satpol PP, Organisasi Profesi IAI ( Ikatan Apoteker Indonesia), BBPOM ( Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan), dan dari semua Pengelola Apotek yang tersebar di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul.

Semua pihak yang terkait tersebut dikumpulkan bersama–sama dalam ruangan untuk membahas pelaksanaan dari penyelenggaraan apotek yang dilakukan oleh seluruh pengelola apotek. Di dalamnya juga


(47)

30

membahas mengenai isu–isu terbaru dalam bidang penyediaan obat– obatan yang ada di pasaran yang diedarkan oleh apotek–apotek yang ada, guna memberitahukan dan menjelaskan mengenai adanya obat–obatan yang mungkin sudah tidak ada ijin edar ataupun obat–obatan yang telah teruji berbahaya untuk di edarkan luas di masyarakat.

Hal–hal yang dibahas dalam pengawasan pembinaan terdapat beberapa materi yang di dalamnya berisi mengenai unsur–unsur dari penyelenggaraan apotek yaitu berupa kewajiban yang harus dipenuhi pengelola dalam menyelenggarakan kegiatan apotek.

Dalam materi yang dimasukkan dalam pengawasan pembinaan tersebut Dinas Kesehatan secara khusus meminta kepada seluruh pengelola apotek tersebut untuk selalu memberikan laporan secara rutin kepada pihak terkait guna kelancaran kegiatan apotek. Beberapa materi yang terkait dalam pengawasan pembinaan itu meliputi laporan penggunaan serta peredaran narkotika dan psikotropika yang dilakukan apotek, selain itu juga berisi materi laporan yang harus diberikan berupa keabsahan para tenaga farmasi yang bekerja di tempat tersebut, apakah sudah memenuhi standar dengan memiliki surat ijin atau belum.

Laporan Narkotika dan Psikotropika dalam pengawasan meliputi standar dalam penyelenggaraan apotek dalam proses peredaran narkotika dan psikotropika apakah sudah memenuhi unsur yang ditentukan dalam SIPNAP (Sistem Informasi Pelaporan Narkotika Psikotropika). Di Indonesia peredaran narkotika dan psikotropika sudah diatur di dalam


(48)

31

Undang–Undang sehingga apabila terjadi sebuah pelanggaran dalam peredarannya di apotek bukan saja mendapatkan sebuah sanksi administrasi dari instansi terkait penyelenggaraan apotek namun juga dapat dipidanakan karena telah melanggar peraturan yang berlaku.

Saat peredaran obat-obatan yang mengandung narkotika dan psikotropika lewat apotek dapat di minimalisir, masyarakat juga yang merasakan dampaknya. Selain anak bangsa dapat terbebas dari penyalah gunaan obat-obatan terlarang, juga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat akan peran pentingnya apotek yang sesungguhnya yang tetap menjalankan kegiatan benar-benar untuk kegiatan yang berhubungan mengenai kesehatan secara professional dengan mengedarkan obat-obatan sesuai fungsinya yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Kemudian laporan yang mengenai keabsahan dari tenaga farmasi yang ada di apotek meliputi sudah terpenuhi atau belum para penanggung jawab dari kegiatan apotek, diantaranya:

1) Apoteker Penanggung Jawab yang bertugas sebagai pengelola utama apotek serta orang yang memiliki tanggung jawab penuh dalam berdirinya apotek dari menyiapkan perlengkapan, tenaga farmasi, obat– obatan dan menyiapkan perijinan kegiatan apotek.

2) Apoteker yang bertugas memberikan resep obat dan memberi bantuan kepada pasien guna memilih jenis obat yang dibutuhkan agar sesuai dengan kebutuhan pasien dalam masa penyembuhan dari suatu penyakit. Apoteker ini adalah seseorang yang di pekerjakan


(49)

32

oleh apotek untuk mengemban tugas yang diberikan apoteker pengelola dalam menjalankan kegiatan di apotek.

3) Apoteker Pengganti atau apoteker pendamping yaitu seorang apoteker yang menjadi apoteker cadangan dalam melaksanakan tugas apoteker utama atau juga ikut membantu dalam melayani pasien yang membutuhkan pertolongan. Seorang apoteker pendamping atau pengganti tersebut juga diharuskan memiliki surat ijin sebagai apoteker yang resmi, karena pekerjaan yang dilakukan juga berhubungan langsung dalam memberikan obat-obatan yang sesuai dengan yang diperlukan pasien.

4) Tenaga Kefarmasian yaitu seorang pembantu dalam kegiatan farmasi yang berfungsi untuk membantu tugas dari apoteker dalam melayani pertolongan permintaan obat pasien di apotek, karena terkadang dalam kegiatan apotek, pasien yang membutuhkan obat terlalu banyak. Seorang tenaga kefarmasian yang bukan apoteker tidak di perbolehkan untuk ikut membuat racikan sebuah obat, karena tenaga kefarmasian tidak memiliki basic kemampuan layaknya yang dimiliki seorang apoteker.

Selain dari keabsahan tenaga farmasi yang dibutuhkan oleh apotek, tenaga kefarmasian tersebut juga harus memiliki surat ijin apoteker. Tanpa surat ijin apoteker tentu tenaga kefarmasian melanggar peraturan yang telah ditentukan dan pihak apotek dapat diberikan sanksi oleh Dinas


(50)

33

Kesehatan sebagai instansi terkait yang bertanggung jawab dalam pengawasan penyelenggaraan apotek.

Surat Ijin Apoteker tersebut dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan terkait yang ada di daerah dengan terlebih dahulu seorang apoteker mendapat rekomendasi dari Organisasi Profesi IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) barulah persyaratan diserahkan kepada Dinas Kesehatan untuk ditanggapi dan diberi tembusan kepada pihak yang mengajukan sehingga dengan itu dapat digunakan sebagai persyaratan penyelenggaraan apotek.

b. Pengawasan Periodik dan Terjadwal

Pengawasan periodik dan terjadwal yang dilakukan yaitu berupa pengawasan langsung di lokasi apotek yang terjadwal, yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan bekerja sama dengan instansi–instansi lain antara lain dari Dinas Perijinan, Satpol PP, Organisasi IAI, dan BBPOM. Pengawasan ini sendiri dilakukan sebanyak 10 kali dalam setahun, dan masa efektif pengawasan tersebut selama 10 bulan, dikarenakan pada akhir tahun akan ada pembukuan terhadap hasil laporan dari pengawasan yang dilakukan periodik dan terjadwal tersebut. Dalam jangka satu tahun tersebut rata–rata dapat melakukan pengawasan terhadap 20 apotek yang ada di Kabupaten Bantul.

Dalam setiap pengawasan langsung yang dilakukan terdapat berita acara hasil pengawasan yang ditulis oleh semua instansi–instansi terkait guna dikumpulkan dan dijadikan dalam satu bandel berita acara untuk selanjutnya dibuat laporan dari hasil pengawasan periodik tersebut.


(51)

34

Dari hasil berita acara itu kemudian dimasukkan kedalam arsip pembukuan untuk rekomendasi penyelenggaraan apotek di tahun selanjutnya dan bagi pengelola apotek–apotek yang bermasalah akan mendapat pembinaan dari Dinas Kesehatan selama 3 bulan agar dapat mengatasi permasalahan yang ada di apoteknya masing–masing.

c. Pengawasan Tinjauan Langsung Berdasarkan Laporan

Pengawasan tinjauan langsung berdasarkan laporan yaitu saat terdapat laporan permasalahan dari instansi BBPOM atas pelanggaran yang dilakukan sebuah apotek. Karena BBPOM mempunyai hak dan kewajiban melakukan pengawasan terhadap semua hal yang bersangkutan dengan peredaran dan pengedaran obat–obatan di masyarakat.

Atas rekomendasi dari BBPOM yang dituangkan dalam berita acara, Dinas Kesehatan dapat langsung menanggapi hal tersebut dengan cara peninjauan langsung dan dapat pula melakukan penindakan langsung di lokasi terhadap apotek pelanggar. Terlebih dahulu dinas kesehatan mengundang semua pihak yang terkait dengan regulasi penyelenggaraan apotek antara lain Dinas Perijinan, Satpol PP, Organisasi IAI, dan BBPOM untuk datang langsung ke apotek bersangkutan guna melakukan peninjauan langsung.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dalam kebijakan pengawasan penyelenggaraan apotek menggunakan regulasi yang diatur di dalam peraturan dari pemerintah dan juga dari daerah, yaitu antara lain:


(52)

35

1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 992/MenKes/Per/XX/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

2) Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan. 3) Peraturan Bupati Bantul Nomor 77 Tahun 2014 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan.

Instansi–instansi yang terkait dalam pengawasan penyelenggaraan apotek mempunyai tugasnya masing-masing, yaitu:

1) Dinas Kesehatan

Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul adalah instansi utama yang memberikan pengawasan dalam penyelenggaraan apotek di kabupaten Bantul. Sebagai pengawas utama tentu bukan perkara mudah untuk mengawasi apotek yang tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Bantul, maka terkadang juga membutuhkan bantuan dari instansi terkait yang lain untuk ikut mengawasi. Dikarenakan Dinas Kesehatan mempunyai tugas sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung kepada Bupati dalam laporan hasil pengawasan yang dilakukannya terhadap apotek–apotek yang tersebar di lingkup Kabupaten Bantul, maka Dinas Kesehatan selalu berpesan agar senantiasa apotek yang tersebar itu menaati segala peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah


(53)

36

pusat maupun pemerintah daerah. Dikarenakan Dinas Kesehatan adalah pihak yang bertugas menyebarkan dan menerapkan kebijakan dari regulasi yang ada tersebut, maka setiap ada penindakan terhadap apotek adalah tugas pokok bagi dinas kesehatan untuk mengikut sertakan instansi lainnya agar tidak terjadi kesalah pahaman yang dapat berujung hal–hal yang tidak diinginkan.

2) Dinas Perijinan

Mempunyai peran terhadap pengawasan penyelenggaraan apotek, karena di dalam pengambilan keputusan terhadap boleh berdirinya sebuah apotek dan juga tata cara dalam pelayanan dari apotek terhadap masyarakat diatur dalam peraturan daerah yang di dalamnya terdapat poin–poin yang bawasannya dinas perijinan adalah pihak yang dapat mengeluarkan ijin operasi dari sebuah apotek.

Tanpa mendapat ijin dari Dinas Perijinan maka sebuah apotek belum boleh melakukan operasional kerjanya, walaupun sudah mendapat rekomendasi dari Dinas Kesehatan tapi apabila persyaratannya menurut Dinas Perijinan belum lengkap maka tetap tidak boleh beroperasi. Serta dalam pembahasannya dinas perijinan dan dinas kesehatan harus selalu menjalin komunikasi agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memberikan proses perijinan terhadap penyelenggaraan apotek. Maka dari itu Dinas Perijinan merupakan unsur penting dalam pengawasan penyelenggaraan apotek di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul.


(54)

37

3) Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja)

Instansi satpol pp adalah satuan yang bertugas penting dalam pengawasan penyelenggaraan apotek di lingkup Kabupaten Bantul, dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai salah satu aparatur daerah karena satpol pp adalah pihak yang dapat melakukan tindakan secara fisik di lapangan.

Peranan penting diambil satpol pp dalam pengawasan penyelenggaraan apotek dalam hal penerapan sanksi–sanksi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam hal menjatuhkan sanksi yang berupa penutupan sarana apotek, baik itu yang berlangsung dalam jangka waktu lama atau sementara.

Dibekali sebuah kewenangan yang luar biasa tersebut tentu satpol pp harus bisa menjaga situasi tetap aman dan kondusif agar tidak merugikan pihak–pihak lain yang tidak tersangkut dalam permasalahan. Serta kewajiban satpol pp dalam penerapan hal–hal yang terkait dengan penyelenggaraan apotek tetap melindungi hak dari pihak yang bermasalah dengan instansi terkait.

Maka dari itu Satpol PP haruslah menjadi pihak yang netral di dalam pemerintahan, agar dapat melakukan tugas dan fungsi utamanya dengan baik dan benar sesuai dengan apa yang menjadi dasar perbuatannya sebagai aparatur daerah.


(55)

38

Ikatan Apoteker Indonesia adalah organisasi tempat apoteker seluruh Indonesia berkumpul yang berfungsi dalam melindungi hak dan kewajiban seorang apoteker baik terhadap dirinya sendiri dan terhadap pasien.

Apotek itu sendiri dikelola oleh seorang apoteker yang berkompeten dalam bidangnya, agar dalam pemberian resep kepada masyarakat atau pasiennya tidak menyalahi aturan yang ditetapkan. Sebab saat ini di sekitar sering terjadi apoteker yang salah dalam penanganan pemberian obat ataupun melakukan kesalahan–kesalahan administratif di dalam sebuah apotek dan tak jarang apotek dan apoteker tersebut kerap mendapat sanksi dari instansi terkait baik berupa sanksi teguran dan tertulis.

Maka dari itu tugas dan fungsi IKI (Ikatan Apoteker Indonesia) untuk selalu memberi pembinaan dan masukan kepada seluruh anggotanya agar dalam hal–hal yang mengenai pelayanan medis obat– obatan tidak menyalahi aturan yang ada serta menjalankan hak dan kewajiban apoteker dengan sebaik–baiknya.

Di Kabupaten Bantul sendiri ikatan apoteker Indonesia menjalankan fungsinya dengan baik karena selalu berkoordinasi dan berkomunikasi dengan dinas kesehatan untuk selalu menjaga kondusifnya penyelenggaran apotek yang terjadi di daerah. Dalam memberikan rekomendasi untuk apoteker–apoteker baru yang mengusulkan untuk mendapatkan rekomendasi surat ijin menjadi


(56)

39

apoteker aktif tetap mengedepankan aspek kualitas dari seorang apoteker dalam menjalankan pekerjaan di bidangnya.

5) BBPOM (Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan)

Instansi BBPOM dalam menjalankan tugas mengawasi peredaran obat–obatan di masyarakat tentu mempunyai tugas yang cukup berat. Saat ini peredaran obat–obatan berbagai macam kemasan dan bentuknya sehingga membuat tugas dari BBPOM semakin berat.

Seringkali Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dalam memberikan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan apotek, telah mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari BBPOM karena dalam menjalankan tugas pengawasan obat dan makanan di Kabupaten Bantul BBPOM turun langsung ke lapangan guna mengecek kondisi yang ada dan memperoleh bukti nyata terkait adanya pelanggaran dalan penyelenggaraan apotek di lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul.

Sebuah apotek tentu adalah sarana sebagai peredaran obat–obatan yang utama saat ini , maka BBPOM bekerja sama dengan instansi yang lain selalu mengawasi setiap pergerakan obat–obatan . Tidak jarang ada obat yang mengandung psikotropika yang di pasaran tidak boleh sembarang diedarkan. Obat-obat yang sudah tidak layak untuk diedarkan atau kadaluarsa juga sering ditemukan oleh BBPOM di apotek yang ada di Kabupaten Bantul. Karena tidak memiliki kewenangan utama untuk menindak lanjuti temuan atas obat-obatan


(57)

40

tersebut, terkadang BBPOM hanya dapat mengambil beberapa untuk dijadikan bukti sampel dari pelanggaran yang terjadi.

Dalam pengawasan penyelenggaraan apotek, BBPOM mempunyai tugas penting untuk menanggapi pelanggaran yang dilakukan apotek yang diterima dari produsen obat atau masyarakat untuk nantinya ditinjau langsung di lokasi untuk diketahui kebenarannya. Setelah terdapat berita acara, maka dilanjutkan untuk di rekomendasikan kepada dinas kesehatan sebagai instansi utama untuk melakukan penindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan apotek.

Dalam pengawasan yang dilakukan terhadap penyelenggaraan apotek ada beberapa kendala yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten bantul, yaitu:

1) Dana yang dimiliki oleh Dinas kesehatan Kabupaten Bantul terbatas, sehingga dalam pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan apotek yang dilakukan selama setahun hanya mencakup 20 apotek, padahal jumlah apotek di Kabupaten Bantul ada 115 apotek tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Bantul.

2) Untuk pelaksanaan di lapangan, SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) lainnya terkadang tidak bisa mengikuti karena sedang memiliki agenda lain, sehingga dalam pelaksanaan lapangan sering tertunda–tunda dan proses pengawasan yang dilakukan terganggu.


(58)

41

3) Dinas Kesehatan belum mempunyai PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil), tugas dari penyidik itu sendiri nantinya adalah yang melakukan penindakan dari hasil temuan terhadap pelanggaran pengawasan penyelenggaraan apotek. Dengan belum adanya penyidik maka saat sudah ada temuan lapangan terhadap pelanggaran masih harus diurus ulang di kantor dinas kesehatan, baru berselang beberapa hari temuan tersebut dapat di tindak lanjuti. Tentu hal seperti ini sangat mengganggu terhadap pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan untuk ke depannya mempermudah proses pengawasan Penyelenggaraan apotek di Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul.

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan, pada Pasal 32 dijelaskan begitu pentingnya peran penyidik dan proses penyidikannya, yaitu: “Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana penyelenggaraan pelayanan dan perizinan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku”. Maka dari itu sudah selayaknya dari Dinas Kesehatan mengajukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul untuk memilih dan menjadikan seseorang untuk dijadikan seorang penyidik di Dinas Kesehatan guna keperluan di masa


(59)

42

mendatang yang pasti terdapat pelanggaran yang lebih beragam dan variatif.

Wewenang PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) dalam penyidikan diatur pada Pasal 32 ayat (2) adalah:

1) Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana penyelenggaraan pelayanan dan perizinan di bidang kesehatan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.

2) Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana penyelenggaraan pelayanan dan perizinan di bidang kesehatan.

3) Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang penyelenggaraan pelayanan dan perizinan di bidang kesehatan. 4) Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen

lain berkenaan dengan tindak pidana penyelenggaraan pelayanan dan perizinan di bidang kesehatan.

5) Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.


(60)

43

6) Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana penyelenggaraan pelayanan dan perizinan di bidang kesehatan.

7) Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa tanpa memberi tahukan alasannya.

8) Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana penyelenggaraan pelayanan dan perizinan di bidang kesehatan. 9) Memanggil orang untuk di dengar keterangannya dan di periksa

sebagai tersangka atau saksi. 10)Menghentikan penyidikan, dan

11)Melakukan tindakan lain yang dianggap perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana penyelenggaraan pelayanan dan perizinan di bidang kesehatan menurut hukum yang dapat di pertanggung jawabkan.

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam hal tersebut memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

2. Analisis Terhadap Pelaksanaan Pengawasan Penyelenggaraan Apotek di Kabupaten Bantul


(61)

44

Berdasarkan dengan apa yang telah dijabarkan dalam pengaturan pengawasan penyelenggaraan apotek dan dilanjutkan dengan pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan apotek di Kabupaten Bantul, maka dapat dibuat analisis dari pelaksanaannya di lapangan.

Dinas Kesehatan dalam menetapkan regulasi dalam pengawasan penyelenggaraan yang dilakukannya terhadap apotek di seluruh wilayah Kabupaten Bantul telah membuat perubahan yang baik dengan selalu menerapkan regulasi tetap berdasarkan Peraturan Daerah yang mengatur yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan.

Dalam menerapkan peraturan-peraturan tersebut, dinas kesehatan telah melakukannya dengan bagus karena sudah semakin menekan pelanggaran yang dilakukan oleh apotek dalam penyelenggaraan apotek. Walaupun dengan mengalami kendala-kendala yang banyak, pekerjaan di lapangan atau di kantor dilakukan dengan baik serta dalam pengawasannya tetap saling berkoordinasi dengan instansi lain agar pengawasan yang dilakukan lebih menyeluruh dan menyebar hingga ke pelosok desa. Pengawasan yang dilakukan dinas kesehatan kedepan akan lebih diperketat dan pembuatan izin baik apotek atau tenaga kefarmasiannya lebih dipertegas untuk menekan pihak-pihak yang masih kurang kompeten di dalam bidangnya yang bersangkutan dengan kegiatan apotek.


(1)

3) merancang struktur isi dan standar data kesehatan, untuk pengembangan informasi kesehatan;

4) memvalidasi kelengkapan diagnosis dan tindakan medis sebagai ketepatan pengkodean;

5) memvalidasi indeks dengan cara menilai kumpulan data penyakit, kematian, tindakan dan dokter yang dikelompokkan pada indeks;

6) memvalidasi kumpulan dan verifikasi data sesuai dengan jenis formulir survei;

7) mengevaluasi sistem klasifikasi klinis dan kodefikasi penyakit yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis dalam pembiayaan kesehatan;

8) melaporkan hasil monitoring kinerja mutu pelayanan rekam medis dan informasi kesehatan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi;

9) menganalisa dan mengevaluasi pengelolaan manajemen unit kerja serta menjalankan organisasi fasilitas pelayanan kesehatan;

10) menyelesaikan masalah secara prosedural baik manual/elektronik; dan 11) melaksanakan hubungan kerja sesuai dengan kode etik profesi.

d. Sarjana Rekam Medis dan informasi Kesehatan dalam melaksanakan pekerjaan rekam medis dan informasi kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, mempunyai kewenangan sebagai berikut:

1) membuat identifikasi permasalahan ilmu pengetahuan dan teknologi; 2) merancang dan mengembangkan sistem jaringan rekam medis manual dan

elektronik;

3) menganalisa kegiatan manajemen rekam medis dan informasi kesehatan; 4) membuat rancangan alternatif solusi pengelolaan informasi kesehatan

dengan menggunakan prinsip-prinsip sistem rekam medis dan informasi kesehatan/Manajemen Informasi Kesehatan;

5) menciptakan rancangan baru (inovasi) alternatif solusi pengelolaan informasi kesehatan dengan menggunakan prinsip-prinsip sistem rekam medis dan informasi kesehatan/Manajemen Informasi Kesehatan;

6) melakukan pengawasan pengelolaan informasi kesehatan dengan menggunakan prinsip-prinsip sistem rekam medis dan informasi kesehatan/Manajemen Informasi Kesehatan;

7) merancang dan mengembangkan struktur isi dan standar data kesehatan, untuk pengembangan informasi kesehatan;

8) memvalidasi kelengkapan diagnosis dan tindakan medis sebagai ketepatan pengkodean;

9) memvalidasi indeks dengan cara menilai kumpulan data penyakit, kematian, tindakan dan dokter yang dikelompokkan pada indeks

10) memvalidasi kumpulan dan verifikasi data sesuai dengan jenis formulir survei;

11) mengevaluasi sistem klasifikasi klinis dan kodefikasi penyakit yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis;

12) melakukan komunikasi kemitraan peneliti di bidang manajemen informasi kesehatan dengan menggunakan prinsip-prinsip sistem rekam medis dan informasi kesehatan/Manajemen Informasi Kesehatan;

13) melakukan analisis data menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi; 14) memberikan kontribusi pada kegiatan riset bidang pelayanan rekam medis

dan informasi kesehatan; dan

15) melaksanakan hubungan kerja sesuai dengan kode etik profesi

e. Magister Rekam Medis dan Informasi Kesehatan dalam melaksanakan pekerjaan rekam medis dan informasi kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, mempunyai kewenangan sebagai berikut:

1) mengembangkan desain rekam medis elektronik sesuai kebutuhan sistem pelayanan dan pelaporan dengan menggunakan biostatistik;

2) mengembangkan desain yang spesifik sesuai kebutuhan pengembangan modul penelitian bersama dengan kelompok profesi lain;

3) mengembangkan kemampuan analisa trend penyakit dan mendistribusikan sesuai dengan otorisasi akses dan keamanan data;


(2)

4) mengembangkan kerja sama dengan tim epidemiologi dalam mendesain rancangan survei penyakit serta dalam demografi kependudukan;

5) mengembangan sistem informasi kesehatan masyarakat berbasis website/ situs; dan

6) mengembangkan sistem evaluasi pelayanan rekam medis elektronik yang dipublikasikan.

18. KETENTUAN KEWENANGAN ANALIS KESEHATAN

Dalam pelayanan kesehatan, analis kesehatan memiliki kewenangan pada: a. membuat perencanaan / merancang proses di laboratorium yang meliputi:

1) alur kerja proses pemeriksaan di laboratorium; 2) alur keselamatan kerja di laboratorium;

3) menyusun prosedur baku di laboratorium;

4) menyusun prosedur cara ukur keberhasilan proses; 5) menyusun program pemantapan mutu internal;

6) menyususn program pemantapan mutu eksternal; dan 7) merancang upaya keselamatan kerja di laboratorium.

b. melaksanakan proses teknis operasional pelayanan laboratorium, meliputi : 1) mengambil specimen;

2) menilai kualitas specimen; 3) menangani specimen;

4) mempersiapkan bahan/reagensia; 5) memilih reagen dan metode analisa; 6) mempersiapkan alat;

7) memilih/menentukan alat; 8) memelihara alat;

9) mengkalibrasi alat; 10) menguji kelaikan alat;

11) mengerjakan prosedur analisa bidang Hematologi, Kimia klinik, Serologi-Imunologi, Mikrobiologi, Parasitologi, Virologi, Toksikologi, Patologi Anatomi, Biologi Molekuler, dan kimia Kesehatan;

12) mengerjakan prosedur dalam pemantapan mutu; dan 13) membuat laporan administrasi laboratorium;

c. Memberikan penilaian analisis terhadap hasil uji laboratorium, meliputi : 1) mendeteksi secara dini keadaan specimen yang berubah;

2) mendeteksi secara dini perubahan kondisi alat/reagen/kondidi analisa; 3) mendeteksi secara dini bila muncul penyimpangan dalam proses teknis

operasional;

4) menilai validitas analisa atau hasilnya;

5) menilai normal tidaknya hasil analisa untuk dikonsulkan keoada yang berwenang;

6) menilai layak tidaknya hasil proses pemantapan mutu internal; 7) menilai layak tidaknya hasil proses pemantapan mutu eksternal;dan 8) mendeteksi secara dini terganggunya keamanan lingkungan kerja d. Melaksanakan pengambilan keputusan, meliputi :

1) perlunya koreksi terhadap proses/alat/specimen/reagensia; 2) perlunya koreksi terhadap proses pemantapan mutu internal; dan 3) perlunya koreksi terhadap proses pemantapan mutu eksternal.

e. Membantu klinisi dalam pemanfaatan data laboratorium secara efektif dan efisien untuk menginterpretasikan hasil uji laboratorium; dan

f. Merencanakan, mengatur, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan laboratorium.


(3)

19. KETENTUAN PRAKTIK DAN KEWENANGAN TENAGA PENGOBATAN KOMPLEMENTER-ALTERNATIF

Pengobatan komplementer-alternatif dilakukan sebagai upaya pelayanan berkesinambungan mulai dari promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Ruang lingkupnya berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang dapat diintegrasikan dapat dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan apabila aman, bermanfaat, bermutu dan terjangkau serta memiliki hasil pengkajian. Landasan ilmu tersebut meliputi :

a. intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions); b. sistem pelayanan pengobatan alternatif;

c. cara penyembuhan manual;

d. pengobatan farmakologi dan biologi;

e. diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan; dan f. cara lain dalam diagnosa dan pengobatan.

Dalam pelaksanaan pengobatan komplementer alternatif harus sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan komplementer-alternatif dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, terapi dan proses rujukan.

Pengobatan komplementer-alternatif hanya diperbolehkan menggunakan peralatan dan obat yang aman bagi kesehatan, sesuai dengan metode/keilmuannya, memenuhi standar dan atau persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pelayanan pengobatan komplementer alternatif dapat dilaksanakan secara sinergi dan atau terintegrasi dan mandiri di fasililitas pelayanan kesehatan. Pelaksanaan harus secara sinergi dan atau terintegrasi sebagai berikut :

1) didukung dengan peraturan, pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk pelayanan pengobatan komplementer-alternatif, serta adanya standar, akreditasi dan sertifikasi untuk masing-masing jenis pengobatan komplementer-alternatif yang dilaksanakan; dan

2) pelaksanan pengobatan komplementer-alternatif adalah dokter dan dokter gigi, serta tenaga kesehatan lainnya yang terintegrasi dan memiliki surat tugas/SIK-TPKA sesuai ketentuan yang berlaku, memiliki sertifikat kompeetensi sesuai bidang keahliannya, dan mendapat rekomendasi dari organisasi profesi terkait.

Tenaga pengobat komplementer alternatif terdiri dari dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang memiliki pendidikan terstruktur dalam bidang pengobatan komplementer-alternatif. Dalam memberikan pengobatan harus sesuai dengan kompetensi tenaga kesehatan, pengetahuan dan keterampilan komplementer-alternatif yang dimilikinya.

Dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan pengobatan komplementer-alternatif tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan biomedik maka yang bersangkutan dinyatakan sebagai pengobat tradisional.

Tenaga pengobat komplementer-alternatif hanya dapat melaksanakan pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki izin operasional, yang meliputi:

a. rumah sakit;

b. praktik perorangan; c. praktik berkelompok; dan d. puskesmas.

Praktek perorangan pengobatan komplementer-alternatif hanya dapat dilakukan oleh dokter. Praktik berkelompok pengobatan komplementer-alternatif harus dipimpin ileh dokter atau dokter gigi sebagai penanggungjawab secara medis dalam pengobatan komplementer-alternatif.


(4)

Rumah sakit yang akan memberikan pelayanan pengobatan komplementer-alternatif kepada pasiennya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut

a. harus mempunyai kebijakan yang dituangkan dengan surat keputusan direktur;

b. terakreditasi untuk minimal 5 (lima) pelayanan utama;

c. penggunaan pengobatan komplementer-alternatif harus sinergi dengan pelayanan lainnya yang ada di rumah sakit; dan

d. mempunyai SK Direktur tentang penggunaan pengobatan komplementer-alternatif sesuai peraturan perundang-undangan.

Pembagian fungsi dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya dalam pelaksanaan pengobatan komplementer-alternatif adalah sebagai berikut;

a. dokter dan dokter gigi merupakan pelaksana utama untuk pengobatan komplementer-alternatif secara sinergi dan terintegrasi; dan

b. tenaga kesehatan lainnya mempunyai fungsi untuk membantu dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan pengobatan komplementer-alternatif secara sinergi dan terintegrasi.

20. KETENTUAN SARANA PRAKTIK MANDIRI

Setiap tenaga kesehatan yang melaksanakan praktik mandiri, harus memiliki sarana dan prasarana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yang sekurang-kurangnya:

a. memiliki tempat pekerjaan yang memenuhi syarat ;

b. memiliki perlengkapan untuk pelayanan sesuai dengan standar pelayanan; dan c. memiliki perlengkapan administrasi termasuk pencatatan dan pelaporan.

BUPATI BANTUL, TTD


(5)

LAMPIRAN VII

PERATURAN BUPATI BANTUL

NOMOR 77 TAHUN 2014

TENTANG

PETUNJUK

PELAKSANAAN

PERATURAN DAERAH NOMOR 9

TAHUN

2013

TENTANG

PENYELENGGARAAN

PELAYANAN DAN PERIZINAN DI

BIDANG KESEHATAN

KETENTUAN PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL

1.

Pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan atau

perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan.

2.

Pengobatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan sebagai upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

penyembuhan penyakit, dan atau pemulihan kesehatan.

3.

Pengobatan tradisional hanya dapat dilakukan apabila:

a.

tidak membahayakan jiwa atau melanggar susila dan kaidah agama

serta kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diakui di

Indonesia;

b.

aman dan bermanfaat bagi kesehatan;

c.

tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan

masyarakat; dan

d.

tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam

masyarakat.

4.

Pengobat

tradisional

sebagaimana

yang

melaksanakan

pelayanan

pengobatan tradisional berkewajiban menyediakan:

a.

ruang kerja dengan ukuran minimal 2 x 2,50 m2;

b.

ruang tunggu;

c.

papan nama pengobat tradisional dengan mencantumkan surat

terdaftar/surat ijin pengobat tradisional, serta luas maksimal papan 1 x

1,5 m2;

d.

kamar kecil yang terpisah dari ruang pengobatan;

e.

penerangan yang baik sehingga dapat membedakan warna dengan jelas;

f.

sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi;

g.

ramuan/obat

tradisional

yang

memenuhi

persyaratan,

apabila

menggunakan ramuan/obat tradisional; dan

h.

pencatatan sesuai kebutuhan.

5.

Pengobat tradisional harus memberikan informasi yang jelas dan tepat

kepada pasien tentang tindakan pengobatan yang dilakukannya, secara

lisan yang mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan

pengobatan yang dilakukan.

6.

Semua tindakan pengobatan tradisional yang akan dilakukan terhadap

pasien harus mendapat persetujuan pasien dan atau keluarganya, baik

secara tertulis maupun lisan.

7.

Setiap tindakan pengobatan tradisional yang mengandung risiko tinggi

bagi pasien harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh

yang berhak memberikan persetujuan

8.

Pengobat tradisional hanya dapat menggunakan peralatan yang aman bagi

kesehatan dan sesuai dengan metode/keilmuannya.


(6)

9.

Pengobat tradisional dilarang menggunakan peralatan kedokteran dan

penunjang diagnostik kedokteran.

10.

Pengobat tradisional dilarang mempromosikan diri secara berlebihan dan

memberikan informasi yang menyesatkan.

11.

Informasi menyesatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain

meliputi:

a.

penggunaan gelar

gelar tanpa melalui jenjang pendidikan dari

sarana pendidikan yang terakreditasi;

b.

menginformasikan bahwa pengobatan tersebut dapat menyembuhkan

semua penyakit; dan

c.

menginformasikan telah memiliki surat terdaftar/surat izin sebagai

pengobat tradisional yang pada kenyataannya tidak dimilikinya.

12.

Pengobat tradisional hanya dapat menginformasikan kepada

masyarakat berkaitan dengan tempat usaha, jam praktik, keahlian

dan gelar yang sesuai dengan STPT atau SIPT yang dimilikinya.

BUPATI BANTUL,

TTD