Pengaruh Kesadaran Dan Citra Merek Terhadap Persepsi Mutu Dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus Coca Cola, Pepsi, Dan Big Cola Di Kota Bogor)

PENGARUH KESADARAN DAN CITRA MEREK
TERHADAP PERSEPSI MUTU DAN MINAT BELI KONSUMEN
(Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor)

NAUFAL IZA ABERDEEN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh
Kesadaran Dan Citra Merek terhadap Persepsi Mutu Dan Minat Beli
Konsumen (Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

Naufal Iza Aberdeen
NIM H251120454

RINGKASAN
NAUFAL IZA ABERDEEN. Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap
Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big
Cola di Kota Bogor). Dibimbing oleh MUHAMMAD SYAMSUN dan
MUKHAMAD NAJIB.
Saat ini, terjadi perubahan persaingan pemasaran, yang lebih bersifat
persaingan persepsi konsumen daripada persepsi produk. Hal ini dapat dibangun
dengan cara memahami sudut pandang konsumen terhadap merek. Penelitian ini
berupaya mengkaji kinerja kesadaran dan citra merek terhadap persepsi mutu dan
minat beli konsumen Bogor. Pada penelitian ini, merek minuman bersoda Coca
Cola, Pepsi, dan Big Cola menjadi bahan kajian, karena produk ini mampu

menggambarkan salah satu persaingan merek yang ketat di pasar. Tujuan
penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik responden penelitian yang
merupakan konsumen minuman bersoda; (2) menganalisis tingkat kesadaran dan
asosiasi masing-masing merek di dalam benak konsumen minuman bersoda di
kota Bogor; dan (3) menguji pengaruh antara aspek kesadaran merek, citra merek,
persepsi mutu, dan minat beli konsumen Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni hingga Agustus 2014 yang
meliputi pengumpulan, pengolahan, dan analisis data. Teknik pengambilan
sampel menggunakan metode convenience sampling. Jumlah responden sebanyak
109 responden yang merupakan pengunjung Giant – Taman Yasmin, Giant –
Botani Square, Superindo – Plaza Jembatan Merah, Yogya – Plaza Bogor Indah,
dan Hypermart – Eka Lokasari. Sebanyak data 109 responden tersebut
dipergunakan untuk mengetahui tingkat kesadaran konsumen dan penempatan
asosiasi merek dalam benak konsumen. Kemudian, khusus 100 persepsi
responden yang pernah mengkonsumsi objek merek ditelaah dengan bantuan
Smart PLS 3 mengenai variabel kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan
minat beli konsumen.
Coca Cola, Fanta, dan Sprite, menjadi merek pemuncak pikiran bagi
responden. Merek Sprite, Fanta, dan Pepsi berturut-turut menjadi tahap ingatan
merek bagi responden. Mayoritas responden mengingat merek Big Cola di tahap

pengenalan merek. Pengujian menghasilkan asosiasi berbeda-beda bagi masingmasing merek yang diujikan. Asosiasi dari merek Coca Cola adalah minuman
menyegarkan, mudah diperoleh, dan produk dengan iklan menarik. Asosiasi dari
merek Pepsi hanya ada dua saja, yaitu minuman yang menyegarkan dan halal. Big
Cola memiliki asosiasi sebagai minuman menyegarkan, halal, memiliki harga
terjangkau, mudah diperoleh, dan mempunyai volume yang memuaskan.
Kesadaran merek mempengaruhi citra merek, citra merek mempengaruhi
persepsi mutu, dan persepsi mutu mempengaruhi minat beli konsumen secara
signifikan pada Coca Cola dan Pepsi. Hasil berbeda terjadi pada model merek Big
Cola, dimana kesadaran merek dapat berpengaruh langsung terhadap persepsi
mutu dan citra merek bisa berpengaruh langsung terhadap minat beli konsumen.
Kata kunci: citra merek, kesadaran merek, minat beli, persepsi mutu.

SUMMARY
NAUFAL IZA ABERDEEN. The Effect of Brand Awareness and Image on
Consumer Perceived Quality and Purchase Intension (Case Studies of Coca Cola,
Pepsi, and Big Cola at Bogor City). Supervised by MUHAMMAD SYAMSUN
and MUKHAMAD NAJIB.
Marketing competition has changed from product perception into
consumer perception. Consumer percecption can be built by understanding
consumer’s point of view about a product. This research is intended to study the

performance of brand awareness and image towards consumer perceived quality
and purchase intention in Bogor. Three carbonated drink brands were investigated
in this research; Coca cola, Pepsi, and Big Cola. Those brands represented high
marketing competition. This research goal are (1) to identify the carbonated drink
consumer’s characteristic in Indonesia; (2) to analyze customer’s brand awareness
level and brand association from each brand in Bogor City; and (3) to test the
affect between brand awareness, brand image, perceived quality, and purchase
intention based on Coca Cola, Pepsi, and Big Cola customer.
The research began from June to August 2014, including data collection,
data processing, and data analyzing. Convenience sampling was used as the
research sampling method of 109 respondents, which was conducted at Giant –
Taman Yasmin, Giant – Botani Square, Superindo – Plaza Jembatan Merah,
Yogya – Plaza Bogor Indah, dan Hypermart – Eka Lokasari. As much as 109
respondents’ perception data was used to identify consumer’s awareness level and
brand association’s positioning. Specifically, 100 respondents’ perception that
have been consuming Coca Cola, Pepsi, and Big Cola, was calculated with Smart
PLS 3 to analyze the relationship between brand awareness, brand image,
perceived quality, and consumer’s purchase intention.
The result shown that Coca Cola, Fanta, and Sprite were the top of mind
brand due to respondents. Sprite, Fanta, and Pepsi consecutively have become

respondents’ brand recall. Majority of respondents’ recollection considered Big
Cola as a brand recognition. Associations of Coca Cola were refreshing drink
product, easy to purchase, and interesting advertisement. Associations of Pepsi
were refreshing and halal drink product. Associations of Big Cola were
refreshing, halal, affordable, easy to purchase, and large product volume.
The result for Coca Cola and Pepsi shown that brand awareness affects
brand image, brand image affects perceived quality, and perceived quality
significantly affects consumer purchase intention. However, there were different
results for Big Cola brand in which brand awareness directly affects perceived
quality, and brand image directly affects consumer purchase intention.
Keywords: brand awareness, brand image, perceived quality, purchase intention.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH KESADARAN DAN CITRA MEREK
TERHADAP PERSEPSI DAN MINAT BELI KONSUMEN
(Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor)

NAUFAL IZA ABERDEEN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Progam Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Jono M. Munandar, M. Sc


Judul Tesis : Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Persepsi Mutu dan
Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big
Cola di Kota Bogor)
Nama
: Naufal Iza Aberdeen
NIM
: H251120454

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc
Ketua

Dr. Mukhamad Najib, S.TP, MM
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Manajemen


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr

Tanggal Ujian: 28 September 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Pengaruh Kesadaran dan Citra
Merek terhadap Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Coca
Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor)” dapat diselesaikan dengan sebaikbaiknya. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas
akhir pada Program Studi Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Proses penyusunan tesis ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus
2014 dengan berbagai hambatan yang dihadapi oleh penulis. Namun atas bantuan

dari berbagai pihak akhirnya tesis ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu,
ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad
Syamsun, M.Sc dan Bapak Dr. Mukhamad Najib, S.TP, MM selaku komisi
pembimbing. Ungkapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr Ir Jono M.
Munandar, M.Sc dan Dr. Heti Mulyati, S.TP, MT selaku penguji yang telah
memberikan masukan dan saran untuk perbaikan tesis ini. Tidak lupa penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua (Bapak Dadang Mulyana dan Ibu Verina Mulyana), adik
saya (Buhaira Iza Muhammad), pendamping saya (Misshelly Frestica).
2. Kongkouw Coffee House, dan rekan-rekan kerja atas doa, dukungan dan
semangatnya.
3. Teman-teman Magister Ilmu Manajemen khususnya angkatan 2012 atas
kebersamaan dan bantuan selama perkuliahan.
4. Bapak/Ibu dosen pengajar dan staf karyawan Pasca Sarjana Ilmu Manajemen,
Institut Pertanian Bogor atas bantuan selama perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat banyak kekurangan
dan keterbatasan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Penulis berharap semoga
karya ilmiah ini bermanfaat bagi berbagai pihak. Akhir kata penulis sampaikan
terimakasih.


Bogor, November 2016
Naufal Iza Aberdeen

i

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

i
ii
ii
ii

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup
Manfaat Penelitian

1
1
4
4
4
4

2. TINJAUAN PUSTAKA
Merek
Sudut Pandang Ekuitas Merek Berbasis Pelanggan
Kesadaran dan Citra Merek
Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen
Penelitian Terdahulu

5
5
6
6
7
9

3. METODOLOGI
Kerangka Pemikiran Penelitian
Variabel dan Indikator Penelitian
Pengumpulan dan Analisis Data

11
11
13
15

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Merek Minuman Bersoda di Benak Konsumen
Media Pemasaran Merek
Asosiasi Merek Minuman Bersoda menurut Konsumen
Analisis Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap
Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen
Implikasi Manajerial

17
17
17
19
20
24

5. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

36
36
36

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

37
40
63

34

ii

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perkiraan perkembangan penjualan minuman ringan di
Indonesia
Tabel 2 Definisi operasional variabel penelitian
Tabel 3 Karakteristik responden
Tabel 4 Merek pemuncak pikiran konsumen menurut responden
Tabel 5 Ingatan merek menurut responden
Tabel 6 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Coca Cola
Tabel 7 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Pepsi
Tabel 8 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Big Cola
Tabel 9 Fungsi dan standar setiap aspek analisis outer dan inner model
Tabel 10 Penerimaan hipotesis analisis SEM

3
14
17
18
19
21
22
23
24
33

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pangsa pasar minuman dalam kemasan di Indonesia
Gambar 2 Tingkatan kesadaran merek
Gambar 3 Kerangka pemikiran
Gambar 4 Model analisis keterkaitan variabel laten
Gambar 5 Model path akhir merek Coca Cola
Gambar 6 Model bootstraping direct effect merek Coca Cola
Gambar 7 Model path akhir merek Pepsi
Gambar 8 Model bootstraping direct effect merek Pepsi
Gambar 9 Model path akhir merek Big Cola
Gambar 10 Model bootstraping direct effect merek Big Cola
Gambar 11 Pengaruh antar variabel laten model merek Coca Cola
dan Pepsi
Gambar 12 Pengaruh antar variabel laten model merek Big Cola
Gambar 13 Alternatif pertama hasil analisis jalur pengaruh antar
variabel
Gambar 14 Alternatif kedua hasil analisis jalur pengaruh antar
variabel
Gambar 15 Alternatif ketiga hasil analisis jalur pengaruh antar
variabel

2
7
12
13
25
27
28
30
31
33
34
34
35
35
35

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8

Wawancara Pendahuluan I
Wawancara Pendahuluan II
Wawancara Pendahuluan III
Kuesioner
Tingkat Kesetujuan Asosiasi Merek Coca Cola
Tingkat Kesetujuan Asosiasi Merek Pepsi
Tingkat Kesetujuan Asosiasi Merek Big Cola
Grafik AVE Model Path Merek Coca Cola

40
44
47
50
56
56
57
57

iii

Lampiran 9 Grafik CR Model Path Merek Coca Cola
Lampiran 10 Cross Loading Model Path Merek Coca Cola
Lampiran 11 Grafik AVE Model Path Merek Pepsi
Lampiran 12 Grafik CR Model Path Merek Pepsi
Lampiran 13 Cross Loading Model Path Merek Pepsi
Lampiran 14 Grafik AVE Model Path Merek Big Cola
Lampiran 15 Grafik CR Model Path Merek Big Cola
Lampiran 16 Cross Loading Model Path Merek Big Cola

58
58
59
59
60
60
61
61

1

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Merek merupakan sebuah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain atau
kombinasi dari seluruhnya, yang bertujuan untuk mengidentifikasi barang-barang
maupun jasa dari suatu kelompok penjual dan untuk membedakan produk mereka
dari para pesaing (Kotler dan Keller 2009). Fungsi merek sebagai pembeda ini pun
menjadikan konsumen lebih percaya terhadap satu merek daripada merek lain. Selain
itu, merek akan mempermudah konsumen untuk menentukan pembelian produk, jika
memasuki suatu toko yang penuh dengan beragam produk sejenis.
Saat ini, pengembangan kekuatan merek telah menjadi fokus utama dalam
manajemen pemasaran. Upaya ini dilakukan oleh berbagai perusahaan untuk
memenangkan persaingan pasar yang semakin ketat. Merek yang kuat merupakan
merek yang tertanam di dalam benak konsumen, sehingga preferensi konsumen
diharapkan akan terpengaruhi secara positif.
Rastiardi, dosen Sekolah Tinggi Desain Interstudi (STDI) Jakarta, dalam
wawancara pendahuluan (Agustus 2014) menyatakan bahwa perkembangan
penggunaan merek tidak dapat dikembangkan begitu saja tanpa keterkaitan dengan
formula, fitur, dan manfaat produk. Pengembangan dan penggunaan merek akan
menjadi dominan, ketika pengembangan formula sudah optimal dan ruang untuk
peningkatan ulang produk sudah sempit (Lampiran 1).
Salah satu tayangan di saluran televisi BBC Knowledge, Secrets of The
Superbrands (2011), memaparkan fakta unik mengenai merek. Secrets of The
Superbrands melakukan penelitian sederhana menggunakan produk kacang polong
kalengan Heinz. Penelitian dilakukan dengan memberikan sampel produk kacang
polong Heinz kepada pejalan kaki di satu kota di Eropa. Pemberian sampel tersebut
menggunakan dua kemasan yang berbeda, yaitu kaleng bermerek Heinz dan kaleng
bermerek lain. Mayoritas responden menyatakan kacang polong dalam kaleng Heinz
memiliki mutu yang lebih baik daripada kacang polong di dalam kaleng lain. Hasil
pengujian sederhana tersebut mengejutkan, mengingat semua sampel kacang polong
yang digunakan adalah produk kacang polong Heinz yang sama persis. Hasil ini
menunjukkan bahwa kekuatan merek dapat mempengaruhi persepsi mutu dan
preferensi konsumen terhadap pilihan merek yang ada.
Kasus di atas mempertegas kebutuhan kekuatan merek di dalam pemasaran
suatu produk. Kemudian, berbagai fakta yang ada juga memunculkan indikasi bahwa
terdapat pergeseran fokus utama persaingan terkini. Fokus persaingan telah bergeser
dari pengembangan produk kepada pengembangan merek dan persepsi konsumen.
Kenyataan ini diperkuat oleh pendapat Aaker (1997). Aaker berpendapat
bahwa telah terjadi perubahan persaingan pemasaran, yang lebih bersifat persaingan
persepsi konsumen daripada persaingan produk. Persepsi konsumen dapat dibangun
dengan cara memahami perilaku konsumen terhadap merek. Semakin suatu merek
dianggap bergengsi oleh konsumen, maka semakin tinggi ekuitas merek tersebut.
Kekuatan merek akan menarik minat konsumen untuk mengkonsumsi produk
tertentu.
Hasil wawancara pendahuluan (Juli 2014) kepada Joesoef, dosen STDI Jakarta,
menyebutkan bahwa belum ada kesadaran yang baik dari produsen barang atau jasa
di Indonesia terhadap pengembangan merek. Hanya sedikit produsen domestik yang

2

mulai peduli kepada pengembangan merek, seperti Sari Wangi dan Sosro. Mayoritas
produsen yang betul-betul sudah mengembangkan merek adalah produk luar negeri
yang diproduksi di Indonesia, seperti Intel, Coca Cola, dan lain-lain. Jadi, belum ada
produsen dalam negeri yang memperhatikan pengembangan merek secara baik
(Lampiran 2).
Berikutnya, hasil wawancara pendahuluan lain (Agustus 2014) dengan dosen
desain grafis dari Universitas Tarumanegara, Sumpena, mengutarakan bahwa merek
dalam negeri Indonesia belum mampu bersaing secara baik. Merek dalam negeri
sering lebih mampu bersaing secara lokal atau regional saja. Mayoritas produsen
Indonesia lebih menyenangi penjualan komoditi atau barang setengah jadi yang lebih
mudah dijual dalam jumlah besar. Merek Indonesia tidak direncanakan sesuai dengan
keinginan pasar dan bersifat jangka pendek (Lampiran 3).
Beberapa gambaran pemerekan di atas menimbulkan kebutuhan referensi
penelitian yang mampu meningkatkan perhatian terhadap pengembangan merek di
Indonesia. Penelitian tersebut harus bisa menjelaskan pengaruh aspek-aspek
pengetahuan merek terhadap respon konsumen.
Salah satu jenis produk yang mengalami persaingan ketat di Indonesia adalah
produk minuman bersoda. Gambar 1 memperlihatkan minuman bersoda sebagai
salah satu produk dengan pangsa pasar besar, yaitu 8%, peringkat ke-5 dari total
keseluruhan pasar minuman dalam kemasan di Indonesia (Cekindo.com, 2010).
Kopi panas
Cokelat panas
Susu
Yoghurt
Air berperisa
Air mineral
Jus buah
Minuman buah
Sirup
Minuman berenergi
Minuman olahraga
Minuman bersoda
Teh dingin
Teh panas

15%

1%
11%
0.30%
1%
1%
6%
3%
7%
7%
6%
8%
12%
22%
0%

5%

10%

15%

20%

25%

Gambar 1 Pangsa pasar minuman dalam kemasan di Indonesia
sumber : www.cekindo.com (2010)
Jika dibandingkan dengan beragam minuman dalam kemasan lain di atas,
minuman bersoda pun menjadi salah satu jenis produk dengan pertumbuhan
penjualan positif. Data Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) dalam
Foodreview Indonesia (2011) menyebutkan bahwa penjualan minuman bersoda pun
akan terus meningkat seiring perkembangan waktu. Pada tahun 2015, total penjualan

3

produk minuman bersoda diperkirakan mencapai 747 000 000 liter. Jumlah ini
membuat minuman bersoda menjadi salah satu Minuman Dalam Kemasan (MDK)
dengan penjualan nasional tertinggi. Tabel 1 menerangkan perkembangan dan
perkiraan penjualan minuman ringan di Indonesia.
Tabel 1 Perkiraan perkembangan penjualan minuman ringan di Indonesia
Penjualan (juta liter)*
Tahun
MDK
MDK Teh
MDK Air
Lainnya
Total MDK
Bersoda
2004
995.2
571.7
9 897
264.8
11 729
2005
1 046
588.6
10 879
322.2
12 836
2006
1 110
546.7
11 462
330.5
13 450
2007
1 218
587.1
12 073
440.9
14 319
2008
1 327
611.3
12 837
506.5
15 282
2009
1 439
625.7
13 717
560
16 342
2010
1 554
634.8
14 735
607
17 531
2011
1 672
642.1
15 901
644.1
18 860
2012
1 792
647.9
17 237
679.4
20 357
2013
1 914
652.5
18 769
712
22 048
2014
2 048
698.2
20 086
758.6
23 591
2015
2 191
747
21 496
808.2
25 243
Pertumbuhan
7.44
2.46
7.31
10.68
7.22
(%/tahun)**
Sumber : *) Data perkiraan penjualan minuman ringan dalam Foodreview Indonesia (2011)
**) Diolah dengan menggunakan rumus laju pertumbuhan majemuk tahunan (LPMT) dalam
TIBCO (2016)

Meskipun mengalami pertumbuhan positif, kenaikan jumlah penjualan
minuman bersoda masih belum secepat produk teh dan air dalam kemasan.
Berdasarkan data di atas, minuman bersoda mempunyai laju pertumbuhan majemuk
tahunan (LPMT) dari penjualan sebesar 2.46% per tahun. Jumlah tersebut lebih kecil
dibandingkan dengan pertumbuhan penjualan jenis produk teh dan produk air dalam
kemasan, yang masing-masing memiliki kenaikan senilai 7.44% dan 7.31% per
tahun. Data di atas mencerminkan bahwa minuman bersoda memiliki permasalahan
dalam mengejar persaingan pasar, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai kinerja aspek merek minuman bersoda.
Salah satu bagian penting dari pemasaran produk adalah pendayagunaan
pengetahuan merek (kesadaran dan citra merek) dalam pembentukan persepsi mutu
dan minat beli konsumen (Keller 2008). Jumlah penelitian tentang efek pengetahuan
merek pada persepsi mutu dan minat beli di Indonesia pun sangat sedikit. Oleh
karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk memahami persoalan tersebut.
Sebelum menelaah pengaruh kesadaran dan citra merek terhadap persepsi mutu
dan minat beli konsumen, tentu diperlukan identifikasi karakteristik konsumen
minuman bersoda terlebih dahulu. Pemetaan tingkat kesadaran dan asosiasi suatu
merek minuman bersoda di dalam pikiran konsumen pun penting untuk dilakukan
dalam penelitian ini. Kemudian, perlu ditelaah pula mengenai sejauh mana kaitan
tingkat kesadaran dan asosiasi merek tersebut dengan kajian pengaruh antara
pengetahuan merek terhadap persepsi mutu dan minat beli konsumen.

4

Penelitian ini tidak langsung mengkaji merek lokal sebagai objek, tetapi
memperhitungkan merek multi nasional terlebih dahulu sebagai contoh kinerja merek
dalam pemasaran minuman bersoda di Indonesia. Penelitian ini diawali dengan
penelaahan tingkat kesadaran dan asosiasi merek yang ada dan dilanjutkan kepada
perbandingan kinerja pengaruh kesadaran dan citra merek lama, menengah dan baru,
terhadap persepsi mutu dan minat beli. Merek yang mewakili masing-masing usia
pemasaran adalah Coca Cola, Pepsi Cola, dan Big Cola. Secara khusus, penelitian ini
menguji keterkaitan antara kesadaran dan citra merek dengan persepsi mutu serta
minat beli konsumen minuman bersoda di Kota Bogor.
Rumusan Masalah
Latar belakang membuat penulis berupaya untuk menjawab beberapa
pertanyaan dari rumusan masalah berikut.
1. Bagaimana karakteristik konsumen minuman bersoda di kota Bogor?
2. Bagaimana tingkat kesadaran dan asosiasi di dalam benak konsumen terhadap
minuman bersoda di kota Bogor?
3. Apa pengaruh yang terjadi antara aspek kesadaran merek, citra merek, persepsi
mutu, dan minat beli konsumen Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola?
Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi karakteristik responden penelitian yang merupakan konsumen
minuman bersoda.
2. Menganalisis tingkat kesadaran dan asosiasi masing-masing merek di dalam
benak konsumen minuman bersoda di kota Bogor.
3. Menguji pengaruh antara aspek kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan
minat beli konsumen Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola.
Ruang Lingkup
Penelitian ini secara khusus dilaksanakan untuk mengkaji hubungan yang ada
antara kesadaran dan citra merek dengan persepsi mutu dan minat beli konsumen.
Konsumen yang menjadi sampel diambil dari beberapa toko swalayan di kota Bogor
(dijelaskan lebih lanjut pada Bab 3). Merek yang dijadikan bahan uji kuisioner
mengenai persepsi mutu dan minat beli konsumen adalah jenis produk minuman
bersoda. Penelitian ini menggunakan tiga merek produk dengan lama dagang yang
berbeda, Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola. Tingkat kekuatan merek masing-masing
bahan uji tidak secara rinci dengan menggunakan elemen ekuitas merek, melainkan
hanya diasumsikan berdasarkan observasi sederhana.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah menjadi referensi bagi
para mahasiswa dan peneliti mengenai pengaruh pengetahuan merek terhadap
persepsi mutu dan minat beli konsumen. Kemudian, penelitian ini bermanfaat bagi
pelaku bisnis dalam menentukan strategi pengembangan kekuatan merek yang tepat.

5

2. TINJAUAN PUSTAKA
Merek
Keller (2008) menerangkan bahwa istilah merek telah ada selama berabad-abad
yang digunakan sebagai pembeda barang dari satu produsen dengan produsen yang
lain. Merek, dalam bahasa inggris brand, berasal dari kata “brandr” dalam bahasa
Old Norse yang berarti “membakar”. Makna kata ini mendasari makna merek yang
pada awalnya memang merupakan istilah penandaan kepemilikan hewan oleh
peternak.
American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009), menjelaskan
bahwa merek adalah nama, tanda, istilah, simbol, rancangan, atau kombinasi dari
hal-hal tersebut, yang berfungsi untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari
seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.
Secara khusus, merek berperan dalam mengidentifikasi sumber atau pembuat
produk dan memungkinkan konsumen untuk menuntut tanggung jawab atas kinerja
produk kepada produsen atau distributor. Merek pun menyederhanakan kerja
perusahaan dalam penanganan dan penelusuran produk, mengatur catatan persediaan
dan akuntansi, menawarkan perlindungan hukum untuk fitur atau aspek unik produk,
serta menyediakan keamanan investasi dalam merek dan mendapatkan keuntungan
dari sebuah aset yang berharga. Kemudian, merek menandakan tingkat mutu tertentu,
sehingga pembeli yang puas dapat dengan mudah memilih produk kembali. Merek
menciptakan penghalang yang mempersulit perusahaan lain untuk memasuki pasar
dan mengamankan keunggulan kompetitif. Merek juga menjaga tingkat harga
premium suatu produk (Kotler dan Keller 2009).
Fungsi merek sebagai alat pembeda dan pengidentifikasi produk telah
berkembang menjadi alat pemasaran utama di tengah persaingan pasar dunia. Saat
ini, globalisasi telah mengubah dunia dengan cara yang tidak terbayangkan berabadabad sebelumnya. Beberapa perusahaan telah mengoperasikan bisnis di lebih dari
100 negara, menjual produk di dua kali lipat jumlah negara tempat operasinya, dan
menghasilkan pemasukan global yang lebih besar daripada Produk Domestik Bruto
(PDB) dari banyak negara. Melalui eksploitasi kemajuan teknologi komunikasi,
perusahaan global modern dapat bergerak secara cepat, gesit, dan efektif ketika
timbul kebutuhan pasar (Gregory dan Wiechmann 2001).
Kotabe dan Helsen (2010) menggambarkan bahwa perkembangan persaingan
merek di dunia telah semakin ketat. Hal ini mengakibatkan perusahaan berupaya
semaksimal mungkin dalam penyeragaman merek di seluruh dunia. Semakin
seragam formulasi produk, manfaat inti dan penawaran nilai, serta penempatan
produk, maka akan semakin mudah bagi perusahaan untuk memperoleh skala
ekonomis yang tinggi. Akan tetapi, upaya perusahaan tersebut menghadapi halangan
berupa perbedaan budaya dan keinginan konsumen di setiap negara, sehingga
perusahaan menyediakan beberapa produk dengan merek berdesain lokal untuk
menjaga janji merek.
Literatur tentang definisi dan persaingan pemasaran merek di atas
menimbulkan kebutuhan referensi yang menjelaskan cara penciptaan merek berbasis
pelanggan yang kuat. Pada subbab berikutnya, tinjauan pustaka dilakukan terhadap
definisi kesadaran dan citra merek yang menjadi sumber kekuatan merek. Lalu

6

tinjauan dilanjutkan kepada definisi persepsi konsumen yang akan menghasilkan
kekuatan merek.
Sudut Pandang Ekuitas Merek Berbasis Pelanggan
Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan ekuitas merek sebagai nilai tambah
yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara
konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, serta
harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan.
Keller (2008) menjelaskan lebih lanjut mengenai salah satu sudut pandang
ekuitas merek, yaitu ekuitas merek berbasis pelanggan. Ekuitas merek berbasis
pelanggan adalah pengaruh diferensial yang dimiliki pengetahuan merek pada respon
konsumen terhadap upaya pemasaran dari suatu merek. Sebuah merek mempunyai
ekuitas merek berbasis pelanggan positif, jika konsumen bereaksi lebih baik pada
satu produk dan caranya dipasarkan ketika mereknya teridentifikasi daripada tidak.
Terdapat tiga inti ekuitas merek berbasis pelanggan, antara lain pengaruh diferensial,
pengetahuan merek, dan respon konsumen terhadap pemasaran. Pertama, ekuitas
merek timbul dari perbedaan respon konsumen. Nama merek sebuah produk dapat
dikatakan sebagai komoditi atau produk versi generik, apabila tidak mempunyai
perbedaan respon konsumen. Kedua, perbedaan tersebut dihasilkan oleh pengetahuan
konsumen mengenai merek. Proses pembelajaran, perasaan, pengelihatan dan
pendengaran konsumen mengenai merek menjadi pengalaman konsumen. Inti ketiga
adalah respon konsumen itu sendiri terhadap merek, yang dicerminkan oleh persepsi,
preferensi, dan perilaku berkaitan dengan seluruh aspek pemasaran merek.
Kesadaran dan Citra Merek
Pengaruh merek hanya akan terjadi pada saat merek telah berdiam di dalam
benak dan perasaan pelanggan dan pemangku kepentingan lain. Jika tidak ada yang
sadar tentang suatu merek, maka merek tersebut dapat dikatakan tidak mempunyai
nilai. Hal ini dikarenakan oleh ketidakmampuan merek tersebut dalam memberikan
dampak bagi keputusan pembelian pelanggan. Tentu pada umumnya, konsumen
akhir tidak terlalu peduli mengenai merek beberapa produk dasar, seperti sapu, susu,
atau korek api. Akan tetapi, pihak menengah seperti pengecer akan sangat
memperhatikan seluruh merek produk sebelum membeli dan menjual kembali
produk tersebut di toko (Duncan 2005).
Selanjutnya, bagian lain dalam penciptaan pengetahuan merek adalah
pembentukan citra merek positif di pikiran konsumen. Pemasar sering menerapkan
strategi penurunan harga agar menarik lebih banyak penjualan. Strategi ini
menghasilkan hasil baik di satu titik, tetapi penerapan yang terlalu lama akan
merusak kepercayaan konsumen terhadap merek. Konsumen akan berpikir bahwa
produk tersebut adalah produk bermasalah, sehingga dijual dengan harga rendah.
Oleh karena itu, cara pengenalan atau penjualan yang tidak tepat pun beresiko
menurunkan citra merek (Tuckwell 2008).
Kesadaran merek adalah kemampuan pengecer dan konsumen untuk mengatur
dan mengingat kembali sebuah merek (Aaker 1996, dalam Yaseen et.al. 2011). Citra
merek merupakan respon konsumen terhadap nama, tanda, dan kesan merek, serta
mutu produk yang direpresentasikan (Magid et.al. 2006, dalam Tu et.al. 2013).

7

Keller (2008) memberikan ilustrasi sederhana mengenai kesadaran dan citra
merek dengan model jaringan memori asosiatif. Kesadaran merek dianalogikan
sebagai kekuatan node atau jejak merek dalam memori konsumen, yang menandakan
kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi merek di bawah kondisi berbeda.
Citra merek dilambangkan sebagai jalur atau rantai asosiasi merek di memori
konsumen. Kesadaran merek terdiri atas dua komponen, yaitu pengenalan dan
ingatan merek. Dua komponen tersebut pun menjadi indikator yang menentukan
seberapa besar kesadaran konsumen kepada suatu merek.
Durianto et.al. (2004) mengilustrasikan beberapa tingkat kesadaran konsumen
terhadap suatu merek ke dalam empat tingkatan. Gambar 2 menerangkan keempat
tingkatan tersebut.

Puncak
pikiran

Ingatan merek

Pengenalan merek

Ketidaksadaran merek

Gambar 2 Tingkatan kesadaran merek
Ketidaksadaran merek adalah tingkat kesadaran merek yang paling rendah di
dalam benak konsumen. Pengenalan merek menjadi tingkat awal bagi benak
konsumen untuk mengenal suatu merek. Kemudian, kemampuan pengenalan merek
meningkat setelah konsumen mampu mengingat suatu merek atau berada pada
tingkat ingatan merek. Tingkat kesadaran merek paling tinggi berada pada puncak
pikiran konsumen.
Citra merek tersusun oleh tiga komponen, yaitu tingkat kesukaan, kekuatan,
dan keunikan merek bagi konsumen. Kesadaran dan citra merek bersama-sama
menjadi sumber pengetahuan merek yang akan menghasilkan ekuitas merek.
Tirtasuwanda (2003) menerangkan lima indikator pembentuk suatu citra merek
minuman bersoda, yaitu keterkenalan merek, kemenarikan iklan merek, kemudahan
memperoleh produk bermerek tertentu, kehalalan produk, dan keterjangkauan harga.
Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen
Persepsi merupakan tiga tahap awal dalam proses pengolahan informasi, yaitu
pemaparan, perhatian, dan pemahaman. Tahap pemaparan stimulus menyebabkan

8

konsumen menyadari stimulus melalui panca indra. Tahap perhatian adalah saat
konsumen mengalokasikan kapasitas pengolahan untuk stimulus yang datang. Tahap
pemahaman konsumen menimbulkan interpretasi pribadi konsumen terhadap
stimulus (Sumarwan 2011).
Pendapat ini diperkuat oleh Mowen (1998) dalam Sumarwan (2011) yang
menyatakan bahwa persepsi merupakan proses dimana individu terpapar suatu
informasi, memperhatikan informasi tersebut, dan memahaminya. Kemudian,
Schiffman dan Kanuk (2010) dalam Sumarwan (2011) pun menerangkan bahwa
persepsi dapat didefinisikan sebagai proses dimana individu memilih, mengatur, dan
menginterpretasikan stimulus menjadi gambaran yang bermakna, dan koheren
tentang dunia.
Tuckwell (2008) menjelaskan bahwa persepsi mengacu pada cara seseorang
menerima dan menginterpretasikan pesan. Berdasarkan konsep yang berlaku
mengenai perilaku manusia, konsumen cenderung akan menerima pesan yang sesuai
dengan kebutuhannya, kepribadian, konsep diri, dan sikap, serta mengacuhkan atau
menolak pesan yang tidak sesuai. Teori mengatakan bahwa manusia bersifat selektif
mengenai pesan yang diterima dan terdapat tiga tingkatan dari selektivitas.
1. Paparan selektif, mata dan pikiran konsumen hanya menyadari informasi
menarik.
2. Persepsi selektif, konsumen menyaring pesan yang bertentangan dengan
sikapnya.
3. Penyimpanan selektif, konsumen hanya mengingat hal yang diinginkan.
Hellier et.al. (2003) dalam Ranjbarian et.al. (2012) menerangkan bahwa
persepsi mutu konsumen adalah penilaian keseluruhan pelanggan atas proses standar
dari penerimaan layanan pelanggan. Kemudian, Zeithaml (1988) dalam Aghdaie
(2012) menjelaskan mutu yang dirasakan konsumen sebagai proses penilaian
konsumen terhadap kesempurnaan atau keunggulan keseluruhan produk. Mutu yang
dipersepsikan konsumen berbeda dengan mutu aktual.
Menurut Keller (2008), persepsi mutu produk sebetulnya didasari oleh atas
penilaian beberapa dimensi sebagai berikut.
1. Performa, tingkatan dimana karakteristik primer produk bekerja.
2. Fitur, elemen sekunder dari produk yang melengkapi karakteristik primer.
3. Kesesuaian mutu, derajat spesifikasi produk dan bebas kecacatan.
4. Keandalan, konsistensi performa sepanjang waktu dari pembelian ke pembelian.
5. Ketahanan, Ekspektasi umur ekonomis produk.
6. Kemampuan layanan, kemudahan penggunaan produk.
7. Gaya dan desain, penampilan atau perasaan dari mutu.
Tirtasuwanda (2003) memaparkan beberapa hal yang menjadi indikator
persepsi mutu merek minuman bersoda. Indikator tersebut adalah kebaikan mutu rasa
produk, kemudahan memperoleh produk, tingkat harga, keamanan produk bagi
tubuh, dan kemampuan produk untuk melepas rasa haus.
Selanjutnya, Schiffman dan Kanuk (2007) dalam Wu et.al. (2011)
menyebutkan bahwa minat beli melambangkan kemungkinan konsumen
merencanakan atau ingin membeli produk atau jasa tertentu di masa depan. Peneliti
pun dapat menggunakan minat beli sebagai indikator penting dalam memperkirakan
perilaku konsumen. Minat beli membentuk komitmen merek positif yang membuat
konsumen mengambil aksi pembelian aktual.

9

Yoo et.al. (2000) dalam Rizkalla dan Suzanawaty (2012) juga berpendapat hal
yang sama. Minat beli merupakan kemungkinan konsumen untuk membeli produk
tertentu di masa yang akan datang. Minat beli mengacu pada kelanjutan dari
pembelian konsumen terhadap suatu produk secara reguler dan penolakan terhadap
pergantian dengan produk lain.
Berdasarkan definisi yang ada, minat beli dapat diartikan sebagai kemauan
konsumen untuk membeli suatu merek secara rutin dan keengganan pergantian
merek. Haubl (1996) menggunakan beberapa indikator reflektif mengenai minat beli
konsumen, antara lain tingkat pencarian informasi tentang merek, kemauan untuk
memahami produk, keinginan mencoba produk, dan kunjungan ke tempat yang
menjual merek tersebut.
Penelitian Terdahulu
Pelaksanaan penelitian akan berlangsung lebih baik, jika telah dilakukan kajian
penelitian terdahulu sebagai acuan tambahan. Wu, Yeh, dan Hsiao (2010) telah
melakukan penelitian yang mengkaji enam variabel, antara lain citra toko, mutu
layanan, citra private label brand (PLB), persepsi resiko, kesadaran harga, dan minat
beli, dengan metode analisis structural equation modeling (SEM). Hasil penelitian
ini menyatakan citra toko berdampak langsung terhadap minat beli dan mutu layanan
berpengaruh langsung pada citra PLB secara positif. Selain itu, persepsi resiko
produk PLB hanya bersifat menengahi di antara citra merek dan minat beli
konsumen.
Penelitian Hananto dan Taryadi (2011) membahas hubungan antara status
merek pionir dan sikap konsumen terhadap sebuah merek. Penelitian ini
menggunakan metode analisis model sikap Fishbein dan mengungkapkan hasil
bahwa konsumen mempersepsikan Yamaha sebagai merek motor transmisi otomatis
pionir serta konsumen dengan persepsi tersebut memiliki sikap positif lebih tinggi
terhadap Yamaha daripada Honda.
Penelitian Rizkalla dan Suzanawaty (2012) menelaah pengaruh citra toko dan
mutu layanan kepada citra PLB serta minat beli. Dengan menggunakan metode SEM,
penelitian ini menemukan empat jalur pengaruh signifikan, yaitu mutu layanan
terhadap citra PLB, mutu layanan terhadap minat beli, citra PLB terhadap persepsi
resiko, dan persepsi resiko terhadap minat beli. Oleh karena itu, mutu layanan
merupakan pengaruh utama dalam studi kasus ini.
Berikutnya, penelitian terdahulu lain mengkaji kaitan antara variabel citra
merek korporat, persepsi mutu dan kepuasan terhadap kesetiaan konsumen
menggunakan metode deskriptif dan analisis SEM. Penelitian ini menghasilkan tiga
kesimpulan, yang pertama adalah citra merek korporat berpengaruh signifikan
kepada persepsi mutu, kepuasan, dan kesetiaan konsumen. Kedua, persepsi mutu
berpengaruh kuat kepada kepuasan dan kepuasan konsumen. Terakhir, kepuasan
konsumen berpengaruh signifikan terhadap kesetiaan konsumen. Penelitian ini
dilakukan oleh Tu, Li, dan Chih pada tahun 2013.
Penelitian Sunardi (2009) menelaah variabel nasionalisme dan pemikiran
global konsumen, persepsi mutu kepada produk buatan negara tertentu, dan persepsi
mutu kepada produk nasional, dengan metode deskriptif dan t-test. Penelitian ini
menghasilkan lima kesimpulan mengenai pola persepsi konsumen. Pertama,
nasionalisme konsumen Indonesia masih tinggi. Kedua, di sisi lain sikap pragmatis

10

terjadi ketika konsumen Indonesia melakukan pembelian, contohnya adalah
konsumen lebih cenderung membeli produk impor jika harga murah atau
dipersepsikan bermutu lebih baik daripada produk lokal. Ketiga, konsumen Indonesia
adalah konsumen yang terpengaruh country of origin (COO) stereotype. Keempat,
konsumen Indonesia mudah terpengaruh untuk membeli produk bermerek luar
negeri, meskipun diproduksi di Indonesia daripada produk bermerek Indonesia.
Kemudian yang kelima, pemberian nama merek bersifat luar negeri memberikan
keberhasilan bagi penjualan produk dalam negeri.
Aghdaie, Dolatabadi, dan Aliabadi (2012) meneliti tentang kredibilitas merek
A dan B, evaluasi konsumen tentang kredibilitas co-brand, persepsi mutu produk cobranded, persepsi harga produk co-branded, serta minat beli produk co-branded.
Penelitian dengan metode analisis regresi berganda ini menemukan tiga hasil.
Pertama, kredibilitas merek konstituen berpengaruh positif kepada kredibilitas cobrand, persepsi harga produk co-branded, dan minat beli. Kedua, persepsi mutu
merek konstituen mempengaruhi persepsi mutu produk co-branded dan persepsi
harga. Ketiga, hanya persepsi mutu merek B yang berpengaruh positif kepada minat
beli produk co-branded, sedangkan merek konstituen lain tidak berpengaruh apapun.
Pada tahun 2012, Rahayu meneliti tentang variabel citra produk suatu negara,
budaya, bauran pemasaran, dan mutu produk. Melalui metode SEM, ditemukan
bahwa bauran pemasaran dan mutu produk berpengaruh positif kepada preferensi
konsumen. Lalu, pengaruh budaya tidak berpengaruh signifikan terhadap preferensi
konsumen. Selain itu, citra produk suatu negara berpengaruh negatif bagi preferensi
konsumen.
Tahun 2011, Yaseen et.al. mengkaji variabel kesadaran merek, persepsi mutu,
dan kesetiaan konsumen terhadap profitabilitas merek dan minat beli. Hasil
penelitian ini adalah terdapat pengaruh signifikan pengaruh mutu dan tidak ada
pengaruh signifikan kesadaran dan loyalitas merek pada profitabilitas. Kemudian,
ada pengaruh signifikan dari kesadaran merek, loyalitas merek, dan persepsi mutu
terhadap minat beli. Hasil tes Sobel dalam penelitian ini pun menunjukkan bahwa
minat beli hanya menengahi hubungan antara persepsi mutu dengan profitabilitas.
Penelitian ini mempergunakan metode analisis korelasi dan regresi.
Selanjutnya, penelitian Ogba dan Tan (2009) menganalisis hubungan antara
variabel citra merek, persepsi mutu, kepuasan, kesetiaan, dan komitmen konsumen.
Kajian ini menggunakan metode ANOVA dan analisis korelasi. Penelitian ini
menghasilkan kesimpulan bahwa citra merek dapat berpengaruh positif terhadap
kesetiaan pelanggan pada penawaran pasar dan juga kemungkinan memacu
komitmen pelanggan.
Ranjbarian (2012) mengemukakan bahwa persepsi mutu toko mempengaruhi
citra toko, kepuasan konsumen, dan minat pembelian ulang. Lalu, kepuasan
konsumen mempengaruhi minat pembelian ulang. Selain itu, citra toko
mempengaruhi kepuasan konsumen. Penelitian ini mengkaji tentang variabel citra
toko, persepsi mutu, kepuasan konsumen, dan minat pembelian ulang dengan metode
analisis SEM.
Sepuluh penelaahan penelitian terdahulu di atas menggambarkan bahwa kajian
pemasaran sudah semakin beragam. Pada sepuluh penelitian terdahulu tersebut,
kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, serta minat beli konsumen sudah
dikaitkan secara terpisah dengan aspek mutu layanan, persepsi resiko, status merek
pionir, sikap konsumen, kepuasan konsumen, loyalitas, nasionalisme, globalisasi,

11

COO stereotype, nama merek, kredibilitas merek, persepsi harga, preferensi, dan
minat pembelian ulang. Akan tetapi, penulis tidak berhasil menemukan penelitian
terdahulu yang menguji pengaruh kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan
minat beli sebagai variabel yang ditelaah dalam kesatuan model, seperti pada
penelitian dalam tesis ini. Oleh karena itu, tesis ini dapat dikatakan sebagai penelitian
rintisan.
Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut diketahui juga bahwa tesis ini
menggunakan alat analisis utama yang sudah mulai umum di dalam kajian
pemasaran, yaitu SEM, meskipun beberapa penelitian terdahulu masih menggunakan
alat analisis lain. Lima dari sepuluh penelitian terdahulu menggunakan alat analisis
model sikap Fishbein, deskriptif, t-test, regresi berganda, korelasi, dan ANOVA,
sedangkan lima penelitian terdahulu lain menggunakan SEM.
Beberapa hasil penelitian terdahulu pun ikut menjadi penguat empat pengaruh antar
variabel dalam penelitian ini. Hasil penelitian Yaseen et.al. (2011) menyatakan
bahwa kesadaran merek dan persepsi mutu berpengaruh positif terhadap minat beli
konsumen. Tu, Li, dan Chih (2013) menemukan bahwa citra merek berpengaruh
positif terhadap persepsi mutu. Lalu, hasil penelitian Wu, Yeh, dan Hsiao (2010)
menerangkan bahwa citra merek berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen.
Pengaruh antar variabel lain telah diperkuat oleh kajian literatur sebelumnya.

11

3. METODOLOGI
Kerangka Pemikiran Penelitian
Perusahaan di Indonesia telah mengembangkan berbagai macam produk
makanan dan minuman. Setelah satu perusahaan sukses mengembangkan dan
menjual produk ke pasar, bermunculan berbagai perusahaan baru yang memproduksi
produk yang sama. Hal ini menyebabkan persaingan pasar produk makanan dan
minuman menjadi sangat ketat. Salah satu produk minuman yang telah berada dalam
persaingan tinggi adalah produk minuman bersoda.
Kebutuhan pasar yang tinggi dan kepadatan persaingan telah mengubah cara
pandang produsen minuman, baik produsen lama maupun baru. Produsen dituntut
untuk lebih memperhatikan pengembangan pembeda produknya. Fungsi pembeda
inilah yang dapat dipenuhi melalui pembentukan dan pengembangan kekuatan
merek. Fakta lapangan dan studi literatur pun sudah membuktikan kepentingan
merek di dalam praktek pemasaran. Merek yang kuat mampu menciptakan
kepercayaan konsumen dengan baik, bahkan dalam hal persepsi mutu produk.
Keberhasilan merek lama akan memicu upaya penetrasi dari merek baru untuk
memperoleh bagian pasar produk sejenis. Fenomena tersebut membuat perusahaan
membutuhkan kekuatan merek untuk mempertahankan pangsa pasar secara kontinyu.
Kekuatan merek berasal dari taraf keberadaan merek di dalam benak dan keinginan
konsumen serta responnya terhadap kemunculan merek tersebut. Informasi mengenai
merek, baik merek lama dan baru, di dalam benak konsumen ini patut untuk diuji
secara lanjut. Jadi, sebelum menganalisis mengenai sejauh mana kemampuan
pengetahuan merek dalam mempengaruhi persepsi mutu dan minat beli konsumen,
penelitian ini pun perlu mengkaji mengenai tingkat kesadaran dan asosiasi merek di
dalam benak konsumen.

12

Sudut pandang ekuitas merek berbasis pelanggan diperlukan pada pengujian
tersebut. Keterkaitan empat komponen pembentuk ekuitas merek berbasis pelanggan
dipergunakan dalam pengujian kekuatan merek produk minuman bersoda. Keempat
komponen ekuitas merek berbasis pelanggan adalah kesadaran merek, citra merek,
dan persepsi mutu konsumen terhadap merek, serta dilengkapi dengan minat beli
konsumen. Hanya saja, penelitian ini tidak secara detail menghitung masing-masing
aspek penyusun ekuitas merek, tetapi menggunakan dan mengkaji pengaruh antar
aspek penyusun ekuitas merek tersebut. Gambar 3 menerangkan kerangka pemikiran
di dalam penelitian ini.
Produsen

Merek minuman bersoda

Analisis
deskriptif

Sudut pandang ekuitas
merek berbasis pelanggan

Uji
Cochran

Kesadaran
merek
Citra
merek

Tingkat kesadaran
dan asosiasi merek

Minat
Beli

Persepsi
mutu

Analisis SEM

Implikasi manajerial

Gambar 3 Kerangka pemikiran
Setelah itu, keterkaitan pengaruh komponen yang ada diperoleh dari
pengolahan data kuisioner dengan menggunakan Structural Equation Modeling
(SEM). Hasil pengolahan data diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
kinerja merek dalam menciptakan persepsi mutu konsumen. Hal tersebut akan diikuti
dengan penjelasan mengenai implikasi dan pembahasan. Kemudian, implikasi
manajerial ini akan menghasilkan rekomendasi, bagi produsen merek minuman
bersoda secara khusus dan pelaku pemerekan di Indonesia secara umum.

13

Variabel dan Indikator Penelitian
Menurut Haryono dan Wardoyo (2012), variabel adalah karakteristik
pengamatan terhadap partisipan atau situasi pada suatu penelitian yang memiliki nilai
berbeda atau bervariasi pada studi tersebut. Suatu variabel harus memiliki variasi
atau perbedaan nilai atau kategori.
Selanjutnya, penelitian ini menggunakan asumsi dari literatur untuk
membentuk variabel. Model pengujian menyertakan empat variabel laten, yaitu
kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan minat beli konsumen. Gambar 4
mengilustrasikan model yang digunakan pada penelitian ini.
PM1
KM1
KM2

CM3
CM4
CM5

PM3

PM4

PM5

Kesadaran
Merek

Minat
Beli

Persepsi
Mutu

CM1
CM2

PM2

Citra
Merek
MB1

MB2

MB3

MB4

Keterangan :
: Arah sifat indikator
: Arah pengaruh variabel

Gambar 4 Model analisis keterkaitan variabel laten
Masing-masing variabel mempunyai beberapa indikator yang menjadi ukuran
dalam analisis data. Berdasarkan kajian literatur, variabel kesadaran merek memiliki
dua indikator reflektif, yaitu pengenalan (KM1) dan ingatan (KM2) terhadap merek.
Variabel citra merek terdiri atas lima indikator reflektif, antara lain
keterkenalan merek (CM1), kemenarikan iklan merek (CM2), kemudahan
memperoleh produk (CM3), kehalalan produk (CM4), dan keterjangkauan harga
(CM5). Variabel persepsi mutu tersusun dari lima indikator reflektif, yaitu kebaikan
mutu rasa produk (PM1), kemudahan memperoleh produk (PM2), tingkat harga
(PM3), keamanan produk bagi tubuh (PM4), dan kemampuan produk untuk melepas
haus (PM5). Variabel minat beli direfleksikan oleh empat indikator, antara lain
kemauan mencari informasi suatu merek (MB1), kemauan memahami produk
(MB2), keinginan mencoba produk (MB3), dan kunjungan ke tempat penjualan
merek terkait (MB4). Tabel 2 menerangkan definisi operasional dari masing-masing
variabel.

14

Variabel
Kesadaran
merek
(KM)

Tabel 2 Definisi operasional variabel penelitian
Definisi
Indikator
Kemampuan pengecer dan
KM1: pengenalan
konsumen untuk mengatur
KM2: ingatan
dan mengingat kembali
sebuah merek (Aaker, 1996
dalam Yaseen et.al, 2011).

Sumber
Keller (2008)

Citra merek
(CM)

Respon konsumen terhadap
nama, tanda, dan kesan
merek, serta mutu produk
yang direpresentasikan
(Magid et.al, 2006 dalam
Tu et.al, 2013).

CM1: keterkenalan
merek
CM2: kemenarikan
iklan merek
CM3: kemudahan
memperoleh produk
CM4: kehalalan
CM5: keterjangkauan
harga

Tirtasuwanda
(2003)

Persepsi
Mutu (PM)

Mutu yang dirasakan
konsumen sebagai proses
penilaian konsumen
terhadap kesempurnaan atau
keunggulan keseluruhan
produk, dimana mutu yang
dipersepsikan konsumen
berbeda dengan mutu aktual
(Zeitahml, 1988 dalam
Aghdaie, 2012).

PM1: kebaikan mutu
rasa produk
PM2: kemudahan
memperoleh produk
PM3: tingkat harga
PM4: keamanan
produk bagi tubuh
PM5: kemampuan
produk untuk melepas
dahaga

Tirtasuwanda
(2003)

Minat beli
(MB)

Kemungkinan konsumen
untuk membeli produk
tertentu di masa yang akan
datang, mengacu pada
kelanjutan dari pembelian
konsumen terhadap suatu
produk secara reguler dan
penolakan terhadap
pergantian dengan produk
lain (Yoo et.al, 2000 dalam
Rizkalla dan Suzanawaty,
2012).

MB1: kemauan
pencarian
informasi
MB2: kemauam
memahami produk
MB3: keinginan
mencari produk
MB4: kunjungan ke
tempat penjualan
merek terkait

Haubl (1996)

Hipotesis
Penjabaran variabel di atas telah memunculkan beberapa hipotesis hasil SEM
yang berkaitan dengan hubungan antar variabel.
H1 : Kesadaran merek berpengaruh positif terhadap citra merek (Keller 2008).
H2 : Kesadaran merek berpengaruh positif terhadap persepsi mutu (Keller 2008).

15

H3 : Citra merek berpen

Dokumen yang terkait

Komunikasi Pemasaran Produk Big-Cola Dan Coca-Cola Terhadap Minat Beli Konsumen (Studi Komparatif Komunikasi Pemasaran Produk Big-Cola Dan Coca-Cola Terahadap Minat Beli Konsumen Pada Mahasiswa Di Universitas Sumatera Utara )

7 75 144

Pengaruh Kesadaran Dan Citra Merek Terhadap Status Merek Pionir Dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Merek Teh Celup Di Kota Bogor)

0 13 73

Analisis Preferensi Konsumen terhadap Produk Coca-Cola, Pepsi dan Big Cola di Kota Semarang dengan Analisis Konjoin

0 3 8

PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP MINAT BELI MINUMAN RINGAN BERSODA COCA COLA DI SURABAYA UTARA.

0 0 95

ANALISIS PORTER COCA COLA

65 431 20

PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP MINAT BELI MINUMAN RINGAN BERSODA COCA COLA DI SURABAYA UTARA

0 0 18

Perbedaan persepsi terhadap produk minuman Coca Cola dan Pepsi Blue pada konsumen remaja yang meminum Coca Cola dan Pepsi Blue di SMU Katolik St. Louis I Surabaya - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 16

BABI PENDAHULUAN - Perbedaan persepsi terhadap produk minuman Coca Cola dan Pepsi Blue pada konsumen remaja yang meminum Coca Cola dan Pepsi Blue di SMU Katolik St. Louis I Surabaya - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 13

Perbedaan persepsi terhadap produk minuman Coca Cola dan Pepsi Blue pada konsumen remaja yang meminum Coca Cola dan Pepsi Blue di SMU Katolik St. Louis I Surabaya - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 3 84

EKUITAS MEREK BIG COLA MENURUT KONSUMEN COCA-COLA BERDASAR KONSEP CUSTOMER-BASED BRAND EQUITY - Unika Repository

0 0 15