Pengaruh Kesadaran Dan Citra Merek Terhadap Status Merek Pionir Dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Merek Teh Celup Di Kota Bogor)

PENGARUH KESADARAN DAN CITRA MEREK
TERHADAP STATUS MEREK PIONIR DAN MINAT BELI KONSUMEN
(Studi Kasus: Merek Teh Celup di Kota Bogor)

DENDA RINALDI HADINATA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh
Kesadaran dan Citra Merek terhadap Status Merek Pionir dan Minat Beli
Konsumen (Studi Kasus: Merek Teh Celup di Kota Bogor) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Denda Rinaldi Hadinata
NIM H251120111

1

RINGKASAN
DENDA RINALDI HADINATA. Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap
Status Merek Pionir dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Merek Teh Celup di
Kota Bogor). Dibimbing oleh MUHAMMAD SYAMSUN dan ABDUL BASITH.
Awalnya pemimpin pasar adalah merek yang pertama kali muncul (merek
pionir). Namun seiring berjalannya waktu merek pengikut bermunculan dengan
kategori produk yang sama. Merek pionir harus berusaha mengelola mereknya
dengan baik guna mempertahankan posisinya dari merek pengikut (kompetitor).
Keunggulan adanya merek pionir adalah konsumen cenderung lebih mengingat

merek tersebut, sehingga menimbulkan minat beli. Merek yang diteliti adalah teh
celup Sariwangi. Sariwangi merupakan merek pionir teh celup, tetapi dalam
kenyataannya konsumen masih ada yang memilih produk teh celup lain selain
Sariwangi. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik
konsumen, kesadaran merek dan sumber informasi teh celup, (2) mengidentifikasi
persepsi konsumen terkait teh celup dan (3) menganalisis pengaruh kesadaran dan
citra merek terhadap status merek pionir dan minat beli konsumen.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai April 2016 yang
meliputi pengumpulan, pengolahan, serta analisis data. Teknik pengambilan
sampel menggunakan metode convenience sampling. Jumlah responden sebanyak
100 responden yang merupakan pengunjung Giant Botani Square dan Giant
Yasmin Bogor. Analisis data menggunakan Structural Equation Modeling dengan
software SMARTPLS versi 3.0. Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu
data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan
pengamatan lapangan dan kuisioner. Data sekunder didapatkan melalui kajian
literatur seperti buku, media massa, internet, jurnal,dan tesis penelitian terdahulu
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mayoritas konsumen adalah
perempuan, berusia 25 sampai 35 tahun, pendidikan terakhir sarjana, jumlah
anggota keluarga termasuk keluarga kecil yang terdiri 3 - 4 anggota keluarga, ratarata pendapatan per bulan kurang dari 3 juta rupiah dan hampir separuh responden
dengan pekerjaan sebagai pegawai swasta. Pada analisis top of mind dihasilkan

merek Sariwangi, pada analisis brand recall Sariwangi menempati posisi keempat
dan pada analisis brand recognition diperoleh sebanyak empat persen perlu
diingatkan akan keberadaan teh celup Sariwangi. Iklan televisi merupakan media
yang paling banyak digunakan konsumen untuk mengetahui keberadaan
Sariwangi. Mayoritas konsumen setuju bahwa Sariwangi adalah merek pionir teh
celup. Konsumen juga memilih untuk membeli dan mengkonsumsi Sariwangi
karena harga yang terjangkau, aroma dan rasanya yang khas, penggunaannya
praktis dan mudah mendapatkannya.
Berdasarkan uji hipotesis didapatkan empat pengaruh positif yang signifikan,
yakni kesadaran merek mempengaruhi citra merek, citra merek mempengaruhi
status merek pionir, status merek pionir mempengaruhi minat beli dan citra merek
terhadap minat beli, namun hanya satu yang tidak menunjukan pengaruh yang
signifikan antar variabelnya, yakni hubungan pengaruh kesadaran merek tidak
mempengaruhi minat beli.
Kata kunci: citra merek, kesadaran merek, minat beli, status merek pionir.

2

SUMMARY
DENDA RINALDI HADINATA. The Influence of Brand Awareness and Brand

Image Toward Pioneer Brand Status and Consumer‟s Purchase Intention (A Case
Study of Tea Bag Brands in Bogor). Supervised by MUHAMMAD SYAMSUN
and ABDUL BASITH.
In the beginning, market was led by a brand that first time come out called
as pioneer brand. But, follower brands have emerged with the same product
category. Pioneer brand should manage its brand in order to maintain its position.
One of the advantage of the pioneer brand is consumer tend to remember and
realize the brand, so it increases the consumer‟s interest to buy the product. The
brand analyzed is tea bag product, namely Sariwangi. Sariwangi is the pioneer
brand of tea bag, but in fact the consumers are still choosing another tea bag
product. This purpose of this research are (1) to identify consumers‟
characteristics, brand awareness and tea bags resources, (2) to identify consumers‟
perception toward tea bags, and (3) to analyze the influence of brand awareness
and brand image toward the status of pioneer brand and consumers‟ interest.
The data were collected in February – April 2016 which comprising data
collection and data analysis. The sampling technique used 100 respondents
consisting of consumers at Giant Botani Square and Giant Yasmin Bogor using
convenience sampling method. The data analysis is Structural Equation Modeling
(SEM) using SMARTPLS 3.0. This research using two types of data: primary data
and secondary data. The primary data was obtained through observation and

questionnaire. The secondary data was obtained through literature studies, such as
books, internet, journal, and relevant previous research.
The result of this research shows that the majority of consumers are female,
age 25-35, the education level is undergraduate, the number of family members
are 3-4 members, the average of monthly income is less than Rp 3 000 000, 00
and the occupation is private officer. Based on the results at the top of mind
analysis, respondents state that Sariwangi brand is a brand that mostly
remembered as tea bag brand. Sariwangi brand is in the fourth place on the
analysis of brand recall. As for brand recognition, it is found that four percent of
respondents are necessarily reminded about the existence of Sariwangi.
The result of this research also shows that the majority of consumers choose
Sariwangi as the pioneer brand in the category of tea bag product than other
brands. Regarding the consumers‟ perception toward tea bags, it is concluded that
the majority of consumers are interested to buy Sariwangi because of its
reasonable price, easy to get and make, and also it has special aroma and taste.
Based on the hypothetical test, Sariwangi have four significant positive
among variables namely brand awareness influences brand image, brand image
influences pioneer brand status, pioneer brand status influences purchase intention
and brand image toward purchase intention. There is only one variable which does
not show the correlation – the correlation of brand awareness influences purchase

intention.
Keywords: brand awareness, brand image, pioneer brand status, purchase
intention.

3

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

4

5


PENGARUH KESADARAN DAN CITRA MEREK TERHADAP STATUS MEREK
PIONIR DAN MINAT BELI KONSUMEN
(Studi Kasus: Merek Teh Celup di Kota Bogor)

DENDA RINALDI HADINATA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Progam Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

6

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Jono M. Munandar, M. Sc


7

8

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Pengaruh Kesadaran dan Citra
Merek terhadap Status Merek Pionir dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus:
Merek Teh Celup di Kota Bogor)” dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir
pada Program Studi Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Proses penyusunan tesis ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April
2016 dengan berbagai hambatan yang dihadapi oleh penulis. Namun atas bantuan
dari berbagai pihak akhirnya tesis ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu,
ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad
Syamsun, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Abdul Basith, MS selaku komisi pembimbing.
Ungkapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr Ir Jono M. Munandar,
M.Sc dan Dr. Heti Mulyati, S. TP, MT selaku penguji yang telah memberikan

masukan dan saran untuk perbaikan tesis ini. Tidak lupa penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua (H. E. Rachmat Effendi dan Hj. Tati Sunarti), Istri saya
(Dwi Andini Putri, M. Kom), kedua kakak saya (Fanny Novandar, S. Ip dan
Sanny Alfarisyi, S. Kom), adik saya (Nanda Lusita Anugrah, S.Si), kakak
ipar (Yanti J. Astika), kedua keponakan (Symphony Astika Rachmi dan
Muhammad Ibnu Sina Alfaraby), serta keluarga kedua saya (Nila Kirana, S.
Pd, Effendy Marasabessy, Diena Eka Putri, S. Ap, Rizki Fauzie Sungkar, dan
Nafil Rizki Sungkar)
2. Sekolah Pilar Indonesia, dan rekan-rekan kerja atas doa, dukungan dan
semangatnya.
3. Teman-teman Magister Ilmu Manajemen khususnya angkatan September
2012 antara lain Naufal Iza Aberdeen, Lalita Martha Paraduhita, Veronica
Indrasari, Nurul Hidayati, Putri Fika, Annisa Putri, Irwan Siswanto, Rizqi
Fadillah, Faturokhman, Herlina Retnowati, Husein, Herty, dan Usep Firdaus
Anwar Huda atas kebersamaan dan bantuan selama perkuliahan.
4. Bapak/Ibu dosen pengajar dan staf karyawan Pasca Sarjana Ilmu Manajemen,
Institut Pertanian Bogor atas bantuan selama perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat banyak kekurangan
dan keterbatasan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Penulis berharap semoga
karya ilmiah ini bermanfaat bagi berbagai pihak. Akhir kata penulis sampaikan
terimakasih.

Bogor, September 2016
Denda Rinaldi Hadinata

9

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

10

DAFTAR GAMBAR

10

DAFTAR LAMPIRAN


10

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

4

Kesadaran Merek

4

Citra Merek

6

Status Merek Pionir

7

Minat Beli Konsumen

8

Hasil Peneltian Sebelumnya

9

3 METODE PENELITIAN

10

Kerangka Pemikiran Penelitian

10

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian

11

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

12

Pengolahan dan Analisis Data

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

20

Karakteristik Konsumen, Kesadaran Merek dan Sumber Informasi Teh Celup

20

Persepsi Konsumen terkait Teh Celup

23

Analisis Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Status Merek Pionir dan
Minat Beli Konsumen Teh Celup
25
Implikasi Manajerial

33

5 SIMPULAN DAN SARAN

34

Simpulan

34

Saran

35

DAFTAR PUSTAKA

36

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

55

10

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Produksi komoditas teh Indonesia periode tahun 2011-2015
Tabel 2 Merek teh celup di Indonesia
Tabel 3 Harga komoditas teh pada tahun 2013-2015
Tabel 4 Data konsumsi teh di Indonesia pada tahun 2002 - 2014
Tabel 5 Definisi operasional variabel laten
Tabel 6 Tingkat reliabilitas pada cronbach’s alpha
Tabel 7 Evaluasi dan nilai standar model outer
Tabel 8 Evaluasi dan nilai standar model inner
Tabel 9 Top of mind brand pada kategori produk teh celup
Tabel 10 Brand recall merek teh celup
Tabel 11 Sumber Informasi merek Sariwangi
Tabel 12 Persepsi atribut produk teh celup
Tabel 13 Persepsi kosumen teh celup Sariwangi di kota Bogor
Tabel 14 Composite reliability dan cronbach’s alpha Sariwangi
Tabel 15 Nilai AVE pada model Sariwangi
Tabel 16 Nilai hasil bootstraping koefisien path Sariwangi
Tabel 17 Pengaruh langsung dan tidak langsung merek Sariwangi
Tabel 18 Hasil perhitungan effect size f2 Sariwangi

2
2
3
3
14
16
17
18
21
22
23
24
25
27
28
29
31
32

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2 Model awal keterkaitan variabel sebelum divalidasi
Gambar 3 Hasil analisis model akhir Sariwangi
Gambar 4 Hasil analisis bootstrap model Sariwangi
Gambar 5 Alur pengaruh langsung dan tidak langsung

11
13
27
30
32

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4

Penelitian terdahulu yang relevan
Karakteristik konsumen
Hasil analisis model awal Sariwangi
Kuisioner penelitian

39
48
49
50

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri sebagai produsen harus memiliki ciri khas produk yang menarik di
benak konsumen. Salah satu strategi untuk mencuri perhatian konsumen adalah
dengan cara memberikan merek pada produk yang akan dijual. Menurut American
Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009), merek didefinisikan
sebagai nama, istilah, tanda, lambang, desain, atau kombinasinya. Definisi
tersebut menunjukkan bahwa merek merupakan penanda bagi sebuah produk dan
pembeda dengan produk-produk lainnya. Merek merupakan aset perusahaan yang
erat kaitannya dengan persepsi konsumen, sehingga persaingan yang terjadi
diantara produsen sesungguhnya adalah pertarungan persepsi dan bukan sekedar
pertarungan produk (Aaker 1996) dalam Suciningtyas (2012).
Para produsen bersaing menunjukan keunggulan merek dengan tujuan
menjadi pemimpin pasar. Awalnya pemimpin pasar adalah merek yang pertama
kali muncul. Namun, seiring waktu merek pengikut bermunculan dengan kategori
produk yang sama. Merek yang pertama kali muncul disebut dengan merek pionir.
Tjiptono (2005) mendefiniskan pionir sebagai merek yang pertama kali muncul
dalam sebuah kategori produk baru, yang pertama kali masuk ke sebuah pasar
baru dan yang pertama kali menjualnya dengan sukses. Merek pionir tersebut
harus berusaha mempertahankan posisinya dari merek pengikut (kompetitor), baik
itu dari kualitas, promosi atau strategi pemasaran lainnya. Hal ini diperlukan
usaha yang maksimal bagi merek pionir, karena seiring waktu merek pengikut
akan terus berusaha mempertahankan posisinya bahkan menjadi pemimpin pasar.
Merek pionir pada posisinya memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan
merek pengikut, diantaranya: urutan penggunaan produk, urutan kesempatan
beriklan, dan pengetahuan konsumen tentang perbedaan antara produk yang
merupakan pionir dengan produk pengikutnya (Alpert dan Kamins 1994).
Keunggulan ini yang menjadikan merek yang berstatus pionir memiliki
kesempatan cenderung lebih diingat, disadari, dipilih sehingga dapat
meningkatkan minat beli konsumen (Kardes et al. 1993, Rettie 2002 dan Hillar
2002). Oleh karena itu, status merek pionir merupakan salah satu cara yang
ampuh dalam memenangkan persaingan. Bahkan jika dikelola dengan benar
merek pionir ini akan berhasil mempertahankan mereknya.
Objek yang diteliti pada penelitian ini adalah komoditas teh dalam bentuk
teh celup. Teh berasal dari tanaman dengan nama latin Camellia Sinensis yang
memiliki khasiat membantu mecegah diabetes, membantu menurunkan berat
badan, membantu darah dari kolesterol tinggi dan masih banyak manfaat lainnya
(Diethuteri 2012). Indonesia termasuk lima negara produsen dan eksportir teh
terbesar di dunia yang setiap tahunnya mengekspor tidak kurang dari 70 000 ton
(Indonesia Investments 2015). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun
2015, perkembangan produksi teh di Indonesia cenderung meningkat. Pada tahun
2013 produksi teh mencapai 145 855 ribu ton kemudian naik sebesar 5,84 persen
pada tahun 2014 menjadi 154 369 ribu ton. Begitu pula pada tahun 2015 produksi
teh juga mengalami kenaikan sebesar 0,15 persen menjadi 154 598 ribu ton.
Perkembangan produksi komoditas teh dapat dilihat pada Tabel 1.

2

Tabel 1 Produksi komoditas teh Indonesia periode tahun 2011-2015
Tahun
2011
2012
2013
2014
2015

Perkebunan
Rakyat
51 507
51 741
51 737
50 856
50 723

Produksi (Ton)
Perkebunan
Perkebunan
Besar Negara
Besar Swasta
61 110
33 986
57 146
34 526
55 715
38 404
65 343
38 170
65 188
38 687

Total
146 603
143 413
145 855
154 369
154 598

Sumber: BPS RI dan Ditjenbun Kementan RI (2015)

Teh merupakan minuman yang biasanya dikonsumsi sebagai jamuan makan
dalam acara-acara tertentu yang dikonsumsi dalam bentuk teh serbuk, teh celup
atau pada botol kemasan. Namun, 35 persen masyarakat Indonesia memilih teh
celup sebagai salah satu cara yang efektif untuk mengonsumsinya (Indonesia Tea
Board 2014). Perkembangan produk teh celup di Indonesia dengan berbagai
merek diperlihatkan oleh Top Brand Index terkakhir tahun 2012 pada Tabel 2,
diantaranya adalah Sariwangi, Teh Sosro, Teh Bendera, Teh Poci, 2 Tang dan
Tong Tji. Setiap produk-produk teh celup yang dikenal di pasaran ini mempunyai
kelebihan yang berbeda-beda di mata masyarakat.
Tabel 2 Merek teh celup di Indonesia
Merek
Sariwangi
Sosro
Bendera
Poci
2 Tang
Tong tji

Presentase (%)
81,0
6,0
3,5
2,6
1,6
1,2

Sumber: Top Brand Index (2012)

Berdasarkan Tabel 2, produk teh celup dengan merek Sariwangi menempati
posisi pertama. Hal tersebut menandakan bahwa Sariwangi berhasil memimpin
pasar pada kategori teh celup dan berhasil mengenalkan mereknya dengan sukses
kepada masyarakat luas yang dibuktikan dengan adanya penghargaan Pariwara
Mitra Keluarga Award dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) sebagai iklan televisi terbaik kategori makanan dan minuman
pada tahun 2014. Selain itu, teh celup Sariwangi juga merupakan pelopor teh
celup di Indonesia yang diproduksi oleh PT Unilever Indonesia Tbk pada tahun
1973 (Unilever 2016). Walaupun Sariwangi merupakan merek pionir dan juga
pemimpin pasar, nyatanya konsumen tetap saja masih ada yang memilih produk
teh celup lainnya selain Sariwangi. Berubahnya pilihan konsumen dalam
menentukan teh celup yang dibeli dapat disebabkan dari beberapa faktor yang
mempengaruhi, seperti pengaruh persepsi harga produk, mutu produk, merek
produk, promosi, dan lainnya. Jika dilihat dari faktor harga, menurut data yang
tercatat di Dewan teh Indonesia, harga teh mengalami penurunan yang cukup
signifikan pada tahun 2013 – 2015 dari 199,25 USc/Kg menjadi 154,54 USc/Kg.
Perubahan harga teh disajikan pada Tabel 3.

3

Tabel 3 Harga komoditas teh pada tahun 2013-2015 (USc/Kg)
Tahun
2013
2014
2015

Harga (USc/Kg)
199,25
166,59
154,54

Sumber: Dewan Teh Indonesia (2015)

Perubahan harga teh yang terjadi pada praktiknya berbanding lurus dengan
minat para konsumen untuk membeli. Murahnya harga teh di Indonesia
dikarenakan teh hitam yang dijual dalam keadaan tanpa merek (Prawira 2016),
sehingga konsumen tidak memperhatikan merek yang berkualitas dipasaran
bahkan merek pionir pada suatu produk teh celup bukanlah pertimbangan utama
dalam memilih produk teh yang dibeli. Berdasarkan data BPS, konsumsi teh di
Indonesia dari tahun 2002 sampai 2014 cenderung menurun. Pada tahun 2002
konsumsi teh per kapita per tahun adalah 0,77 kg, kemudian mengalami
penurunan pada tahun 2014 sebesar 0,61 kg per tahun. Perubahan data konsumsi
selama periode 2002 – 2014 disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Data konsumsi teh di Indonesia pada tahun 2002 - 2014
Tahun
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014

Konsumsi teh (kilogam/Kapita/tahun)
0,77
0,71
0,67
0,71
0,69
0,78
0,71
0,64
0,69
0,66
0,52
0,62
0,61

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015)

Penurunan harga dan minat konsumen dalam membeli teh menjadikan
peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai merek pada produk teh celup,
khususnya di kota Bogor. Penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi merek
teh celup apa yang pertama kali mucul (pionir) menurut persepsi konsumen.
Persepsi konsumen tersebut sangatlah penting untuk menentukan berhasil atau
tidaknya suatu merek di pasaran. Persepsi konsumen tentang status merek pionir
ini akan diketahui melalui pengetahuan konsumen yang meliputi tingkat
kesadaran dan citra merek pada produknya. Kesadaran merek adalah kesanggupan
calon pembeli untuk mengidentifikasi, mengenali atau mengingat kembali
terhadap suatu produk (Aaker 1996) dan citra merek adalah persepsi tentang
merek dalam ingatan konsumen yang digambarkan oleh beberapa asosiasi tertentu
seperti harga, desain, kemasan, dan lain-lain (Keller 1998). Hal ini diperkuat oleh
Trout (2001) yang menyatakan bahwa merek yang pertama kali merasuk dalam
ingatan konsumen dianggap sebagai merek superior (merek pionir). Sedangkan

4

sisanya adalah merek kelas dua (merek pengikut). Setelah mengetahui persepsi
konsumen tentang status pionir, selanjutnya peneliti tertarik untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap minat beli konsumen, yang diharapkan sebagai gambaran
yang dapat membantu perusahaan menentukan strategi untuk mempertahankan
posisinya sebagai pemimpin pasar.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik konsumen, kesadaran merek dan sumber
informasi teh celup.
2. Mengidentifikasi persepsi konsumen terkait teh celup.
3. Menganalisis pengaruh kesadaran dan citra merek terhadap status merek
pionir dan minat beli konsumen teh celup.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan dan
memperluas wawasan bagi para pembaca mengenai persepsi konsumen terhadap
merek pionir. Bagi peneliti lain, lembaga pendidikan atau lembaga sosial
penelitian ini dapat bermanfaat sebagai teori-teori penunjang dan referensi tentang
perilaku konsumen terhadap merek pionir sehingga dapat mendidik dan
mengajarkan konsumen agar dapat memilih dan menentukan produk dengan bijak.
Penelitian ini pun diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan sebagai gambaran
untuk menentukan strategi pemasaran selanjutnya dari perilaku konsumen
terhadap merek pionir yang diteliti.
Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.
3.
4.

Ruang lingkup penelitian dibatasi oleh beberapa hal sebagai berikut:
Penelitian ini hanya fokus pada permasalahan yang ada pada tingkat
konsumen.
Penelitian ini hanya fokus pada empat atribut saja yaitu, kesadaran merek,
citra merek, status merek pionir dan minat beli.
Responden dalam penelitian ini adalah konsumen produk teh hitam dalam
bentuk teh celup yang diperoleh dari beberapa lokasi di kota Bogor.
Karakteristik responden pada penelitian ini tidak dibahas secara mendalam.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kesadaran Merek
American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai nama,
istilah, tanda, lambang, desain, atau kombinasinya. Merek ini dimaksudkan untuk
menidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual
dan mendiferensiasikan mereka dari para pesaing (Kotler 2009). Merek yang baik

5

tidak hanya yang dapat menampilkan nilai fungsionalnya, melainkan juga yang
dapat memberikan nilai tertentu dalam benak konsumen (Rangkuti 2008). Maka
dari itu strategi yang tepat adalah dengan melakukan analisis pengetahuan
terhadap merek (brand knowledge). Komponen utama dari pengetahuan terhadap
merek adalah kesadaran merek (brand awareness) dan citra merek (brand images).
Hal ini diperkuat oleh Temporal (2000) yang menyatakan bahwa keberhasilan
merek memenangkan pikiran dapat diukur dari dua segi, yaitu kesadaran merek
dan asosiasi merek. Asosiasi-asosiasi tersebut yang menggambar citra sebuah
merek.
Menurut Aaker (1996), kesadaran merek artinya kesanggupan calon
pembeli untuk megenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan
bagaimana dari kategori merek tertentu. Dalam hal ini konsumen melakukan
identifikasi merek dalam kondisi yang berbeda-beda. Kesadaran merek dibagi
menjadi empat tingkatan kesadaran yang berbeda terhadap merek, di antaranya:
1. Unaware of Brand (tidak menyadari merek)
Tingkatan ini menjelaskan dimana konsumen tidak menyadari suatu merek
walaupun sudah diberi bantuan untuk mengingat kembali suatu merek.
2. Brand Recognition (pengenalan merek)
Brand recognition adalah suatu tingkat pengenalan, di mana orang-orang akan
mengenal jika melihat atau mendengar identitas audio-visual merek, seperti
logo, kemasan, nama dan slogan. Pada tingkatan ini ingatan konsumen
terhadap suatu merek akan muncul jika konsumen diberi bantuan agar dapat
kembali mengingat merek tersebut.
3. Brand Recall (pengingatan kembali merek)
Brand Recall adalah tingkat dimana konsumen dapat mengingat kembali
suatu merek tanpa adanya bantuan apapun.
4. Top of Mind (puncak pikiran)
Dalam tingkatan ini menjelaskan dimana suatu merek menjadi merek yang
disebutkan pertama kali dalam benak konsumen dan menjadi merek utama
dalam benak konsumen.
Menurut Keller (2001), ada dua indikator yang dapat digunakan untuk
mengetahui seberapa jauh konsumen sadar terhadap sebuah merek, antara lain :
1. Recall yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengingat ketika ditanya merek
apa saja yang diingat.
2. Recognition yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengenali merek tersebut
termasuk dalam kategori tertentu.
Kesadaran merek memiliki pengaruh yang positif terhadap citra merek. Hal
tersebut dinyatakan oleh Lee (2013) pada penelitiannya tentang citra merek kota
Kaohsing, yang mana suatu kota di analogikan sebagai produk. Lee (2013)
menyebutkan bahwa dengan kesadaran merek suatu kota dengan
menyelenggarakan suatu acara yang dibuktikan dengan adanya pengakuan secara
internasional yang dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap citra merek
kota. Pada suatu produk meningkatkan kesadaran suatu merek merupakan salah
satu cara agar suatu produk memiliki pangsa pasar yang lebih luas. Pangsa pasar
yang luas mencerminkan minat beli yang meningkat. Hubungan antara kesadaran
merek dan minat beli telah diteliti oleh Agusli dan Kunto (2013) yang menyatakan

6

bahwa kesadaran merek berada pada rentang antara perasaan yang tidak pasti
terhadap pengenalan suatu merek sampai dengan perasaan yakin bahwa produk
tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk yang bersangkutan yang
akhirnya timbul minat untuk membeli produk tersebut, sehingga kesadaran merek
secara signifikan dapat mempengaruhi minat beli konsumen.
Citra Merek
Komponen lain dalam membangun pengetahuan merek pada konsumen
adalah citra merek (brand image). Menurut Kotler dan Amstrong (2001), citra
merek adalah seperangkat keyakinan konsumen mengenai merek tertentu.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Keller (1998) bahwa citra merek adalah
persepsi tentang merek yang digambarkan oleh asosasi merek yang ada dalam
ingatan konsumen. Rangkuti (2008) menyatakan citra merek dibagi menjadi
empat faktor, antara lain:
1. Jenis asosiasi merek
Jenis asosiasi merek meliputi tiga bagian penting, yaitu atribut (contoh: harga,
kemasan, desain), keuntungan, dan perilaku.
2. Favorability asosiasi merek
Pada faktor ini dimana konsumen dapat percaya pada atribut yang diberikan
dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen
3. Kekuatan asosiasi merek
Pada faktor ini menjelaskan bagaimana informasi masuk kedalam ingatan
konsumen dan bagaimana informasi yang didapatkan konsumen dapat
bertahan lama sebagai citra merek.
4. Keunikan asosiasi merek.
Konsumen biasanya memilih merek karena keunggulan dari keunikan merek
tersebut. Keunikan yang dibuat dapat dilihat berdasarkan atribut atau fungsi
produknya.
Merek merupakan prioritas utama dalam menentukan pilihan diantara
beberapa produk yang beredar di pasar. Oleh karena itu merek harus memiliki
citra yang menarik di benak konsumen. Hubungan antara citra merek dan status
merek pionir dikemukakan oleh Boush dan Jones dalam Kahle dan Kim (2006)
yang menyatakan bahwa citra merek memiliki beberapa fungsi salah satunya
adalah sebagai pintu masuk pasar (market entry). Dalam market entry citra merek
berperan penting dalam hal pioneering advantage, brand extension dan brand
alliance. Produk pionir yang memiliki citra merek yang kuat akan mendapatkan
keuntungan karena biasanya produk pengikut akan kalah terkenal dengan produk
pionir. Bagi merek pengikut tentunya untuk menggeser posisi produk pionir
membutuhkan biaya yang sangat tinggi, oleh karena itu produk pionir dengan citra
yang kuat lebih menguntungkan dibandingkan produk pionir yang memiliki citra
merek yang lemah. Selain itu penelitian tentang hubungan antara citra merek dan
minat beli juga telah diteliti oleh Rahma (2007) yang menyebutkan bahwa dalam
meningkatkan keputusan pembelian dari konsumen perlu meningkatkan minat
membeli terlebih dahulu dengan melalui citra merek yang tinggi dan kualitas
layanan yang prima. Peningkatan citra merek tersebut dapat dilakukan dengan
cara promosi sesuai dengan pangsa pasar yang dituju. Pangsa pasar yang sesuai

7

akan menimbulkan kesan yang baik terhadap produk yang ditawarkan. Hal ini
diperkuat oleh Indriani dan Hendiarti (2009) yang menyebutkan bahwa
peningkatan minat beli dapat diperoleh melalui penciptaan citra merek yang
diperoleh dengan pembuatan iklan yang kreatif. Pesan yang jelas pada iklan akan
membentuk citra merek yang selanjutnya dapat meningkatkan minat beli
konsumen.
Indikator untuk mengukur dari citra merek menurut Low dan Lamb (2000),
antara lain :
1. Friendly vs unfriendly yaitu kemudahan dikenali oleh konsumen
2. Modern vs outdated yaitu memiliki model yang up to date atau tidak
ketinggalan jaman
3. Useful vs notuseful yaitu dapat digunakan dengan baik atau bermanfaat
4. Popular vs unpopular yaitu akrab di benak konsumen
5. Gentle vs harsh yaitu mempunyai tekstur produk halus atau tidak kasar
6. Artificial vs natural yaitu keaslian komponen pendukung atau bentuk.
Status Merek Pionir
Schmalensee (1982), mendefiniskan pionir sebagai merek yang pertama kali
muncul dalam sebuah kategori produk baru. Definisi pionir ini diperkuat oleh
Tjiptono (2005) yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki status pionir jika
suatu perusahaan adalah pertama kali muncul dalam sebuah kategori produk baru,
masuk ke sebuah pasar baru dan menjualnya dengan sukses. Merek pionir
memiliki keunggulan dari merek pengikutnya yaitu urutan penggunaan produk,
urutan kesempatan beriklan dan pengetahuan konsumen tentang perbedaan antara
produk yang merupakan pionir dengan produk pengikutnya (Alpert dan Kamins
1994).
Status pionir sebuah merek dapat dikomunikasikan melalui iklan,
pemberitahuan melalui tenaga penjual, dan sumber informasi lainnya. Namun hal
ini harus didukung oleh pengetahuan konsumen tentang status merek pionir
tersebut, karena kenyataannya tidak semua merek pionir berhasil memimpin pasar,
bahkan tidak sedikit merek pionir kalah saing dengan merek pengikutnya.
Tanggapan konsumen terhadap merek pionirpun muncul, baik tanggapan positif
maupun negatif. Tanggapan positif konsumen yang terjadi terhadap merek pionir
ini contohnya adalah merek pionir dapat dipercaya sebagai produk inovator yang
paling berpengalaman diantara merek lainnya, mempunyai kualitas produk yang
baik dan menjadi dasar penentuan keputusan pembelian konsumen. Hal ini
didukung oleh Schmalensee (1982), Carpenter dan Nakamoto (1989), dan Carson
et al., (2007) yang menyatakan bahwa merek pionir dapat dijadikan sebagai
standar dan prototype dalam suatu kategori produk. Hubungan yang positif antara
status merek pionir dan minat beli pun dinyatakan oleh beberapa peneliti seperti
Alpert dan Kamins (1995), Rettie (2002) dan Hillar (2002) yang menyebutkan
bahwa dengan mengingat status merek pionir konsumen memiliki perilaku,
persepsi, minat dan perilaku pembelian yang positif. Merek yang berstatus pionir
memiliki kesempatan cenderung lebih diingat, disadari, dipilih sehingga dapat
meningkatkan minat beli konsumen. Namun di sisi lain, muncul tanggapan negatif
konsumen tentang merek pionir, contohnya adalah masih ada konsumen yang
menganggap bahwa merek pionir adalah merek yang kuno dan memiliki harga

8

yang relatif mahal. Bahkan beberapa konsumen pun seringkali beranggapan
bahwa merek pengikut lebih murah dan merupakan merek yang disempurnakan
dari merek pionirnya. Oleh karena itu, perusahaan yang memiliki merek pionir
harus selalu melakukan inovasi secara aktif yang produknya tidak dapat ditiru
oleh merek produk lain.
Menurut Tjiptono (2005) dan Sumarwan (2002), indikator untuk mengukur
status merek pionir antara lain:
1. Pengetahuan akan status pionir
Konsumen mengetahui mana yang termasuk merek pionir dan merek
pengikut.
2. Keberhasilan menembus pasar
Kemampuan sebuah merek bertahan dalam situasi sebuah pasar yang
ditentukan dengan bagaimana sebuah merek mampu beradaptasi akan
perubahan-perubahan dalam bentuk apapun yang terjadi di pasaran
3. Kekuatan status pionir di benak konsumen
Status pionir memiliki sikap yang positif di benak konsumen.
Minat Beli Konsumen
Menurut Lindawati (2005) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
kemauan untuk melakukan pembelian pertama kali adalah dengan niat mencoba
produk baru tersebut. Oleh karena itu merek yang berstatus pionir memiliki
kesempatan dalam penggunaan produk dan urutan beriklan yang cenderung lebih
diingat, disadari, dan dipilih sehingga dapat meningkatkan minat beli konsumen
(Kardes et al 1993, Rettie 2002 dan Hillar 2002). Minat beli merupakan sikap
ketertarikan konsumen untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk, namun
produk tersebut belum dibeli secara nyata. Terdapat perbedaan antara pembelian
aktual dan minat pembelian. Bila pembelian aktual adalah pembelian yang benarbenar dilakukan oleh konsumen, maka minat pembelian adalah niat untuk
melakukan pembelian pada kesempatan mendatang. Sehingga minat beli adalah
tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli
benar-benar dilaksanakan. Hal ini dinyatakan oleh Kinnear dan Taylor (1995)
yaitu minat beli merupakan bagian dari komponen perilaku konsumen dalam
sikap mengkonsumsi, kecenderungan konsumen untuk bertindak sebelum
membeli benar-benar dilaksanakan. Meskipun merupakan pembelian yang belum
tentu akan dilakukan pada masa mendatang namun pengukuran terhadap minat
pembelian umumnya dilakukan guna memaksimumkan prediksi terhadap
pembelian aktual itu sendiri (Kinnear dan Taylor 1995).
Menurut Engel, Blackwell dan Minird (1995), minat konsumen untuk
membeli barang akan terealisasi dengan perilaku membeli. Definisi tersebut dapat
diartikan jika seorang konsumen yang mempunyai minat beli, maka akan
menunjukkan rasa perhatian dan ketertarikannya terhadap produk tersebut, yang
selanjutnya akan di lanjutkan dengan perilaku membeli.
Indikator dari minat beli menurut Ferdinand (2006), antara lain:
1. Intensitas pencarian informasi mengenai suatu produk
Intensitas pencarian informasi membuat orang selalu mencari informasi
mengenai suatu produk hal ini merupakan pertanda bahwa orang itu memiliki

9

minat beli yang tinggi. Orang yang tidak intensif mencari informasi
menandakan bahwa ia memiliki minat beli yang rendah.
2. Keinginan untuk segera membeli atau memiliki suatu produk
Keinginan segera untuk membeli suatu produk atau jasa. Jika seseorang
menginginkan produk atau jasa tersebut dan merasa tertarik untuk memiliki
produk atau jasa tersebut maka mereka berusaha untuk membeli produk atau
jasa tersebut.
3. Minat preferensial
Minat preferensial dimaksudkan orang berpreferensi bahwa produk tertentu
inilah yang diinginkan yang akhirnya seseorang bersedia mengabaikan
pilihan lain.
Hasil Peneltian Sebelumnya
Pada penelitian ini tidak terlepas dari hasil penelitian sebelumnya yang
dapat ditinjau dan dijadikan acuan sebagai bahan perbandingan. Hasil penelitian
yang dijadikan perbandingan disesuaikan dengan topik penelitian. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Agusli dan Kunto (2013) mengenai pengaruh dimensi
ekuitas merek terhadap minat beli konsumen Midtown Hotel Surabaya dihasilkan
hubungan antara variabel bebas brand awareness, brand association, perceived
quality dan brand loyality terhadap buying intention secara simultan berpengaruh
signifikan. Sehingga brand awareness, brand association, perceived quality dan
brand loyality terhadap minat beli di Midtown Hotel Surabaya sudah tepat
diterapkan. Variabel yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap minat beli
konsumen adalah brand loyality. Metode analisis pada penelitian ini
menggunakan regresi linear beganda dan koefisien determinasi R2. Persamaan
pada penelitian ini adalah sama-sama menganalisis pengaruh kesadaran merek
terhadap minat beli, sedangkan perbedaannya adalah minat beli pada penelitian ini
dipengaruhi oleh beberapa variabel selain kesadaran merek di antaranya brand
association, perceived quality dan brand loyality. Selain itu perbedaan juga
terlihat pada metode analisis yang digunakan.
Lee (2013) dalam penelitiannya menyajikan kota Kaohsing sebagai suatu
merek. Kota Kaohsing berhasil menjadi tuan rumah pada acara olahraga yang
diberi nama Sport Mega Event. Variabel yang digunakan adalah city brand
awareness, city brand image dan Sport Mega-Events. Hasil dari penelitian ini
menyatakan bahwa Sports Mega Events memiliki efek positif pada kesadaran
merek kota yang dibuktikan dengan adanya pengakuan secara internasional bahwa
kota Kaohsing mampu menyelenggarakan acara olahraga. Tersedianya arena
olahraga yang terawat sebagai tuan rumah acara olahraga pun memberikan
pengaruh yang signifikan. Selain itu efek positif acara olahraga ini juga terbentuk
pada citra merek kota. Lingkungan, budaya dan kesan wisatawan selama berada di
kota Kaohsing memberikan perspektif konsumen yang positif, ditambah
penampilan perkotaan yang baru. Persamaan pada penelitian ini adalah samasama menganalisis pengaruh kesadaran merek terhadap citra merek dengan
menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Namun perbedaannya adalah
kota Kaohsiung dianalogikan sebagai suatu merek yang dianalisis.
Rahma (2007) dalam penelitiannya mengenai pengaruh kualitas layanan dan
citra merek terhadap minat beli dan dampaknya pada keputusan pembelian

10

didapatkan hasil bahwa ada pengaruh positif antara citra merek, kualitas layanan
dengan minat beli konsumen. Pada penelitian ini pun menyimpulkan bahwa
merek menjadi prioritas utama dalam menetukan pilihan diantara handphone yang
beredar di pasar. Sehingga dalam meningkatkan keputusan pembelian perlu
meningkatkan minat membeli terlebih dahulu melaui citra merek yang tinggi dan
kualitas layanan yang prima. Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama
menganalisis pengaruh citra merek terhadap minat beli dan dianalisis
menggunakan bantuan SEM. Sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian ini
minat beli tidak hanya dipengaruhi oleh citra merek namun dipengaruhi oleh
kualitas layanan. Pada penelitian ini pun minat beli dilihat pengaruhnya terhadap
keputusan pembelian yang hasilnya membuktikan ada pengaruh yang positif
antara minat beli dengan keputusan pembelian.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Indriani dan Hendiarti (2009)
didapatkan hasil bahwa peningkatan minat beli dapat diperoleh melalui
peningkatan efektifitas iklan, dimana efektifitas iklan maskapai Garuda Indonesia
dapat berpengaruh langsung terhadap peningkatan kreatifitas iklan. Kreatifitas
iklan akan memberikan proses pesan yang jelas kepada penonton, hal ini pun
memberikan peningkatan pada efektifitas iklan. Timbulnya efektifitas iklan akan
mendatangkan keinginan dalam pembelian atau penggunaan, sehingga efektifitas
iklan meningkatkan minat beli. Penelitian ini menggunakan variabel kreatifitas
iklan, efektifitas iklan, minat beli, daya tarik iklan dan citra merek. Persamaan
pada penelitian ini adalah sama-sama menganalisis pengaruh citra merek terhadap
minat beli dan sam-sama dianalisis
menggunakan SEM. Sedangkan
perbedaannya adalah variabel lain yang mempengaruhi minat beli selain citra
merek adalah kreatifitas iklan, daya tarik iklan dan efektifitas iklan.

3 METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Penelitian
Salah satu cara yang dilakukan perusahaan untuk menjadi pemimpin pasar
adalah dengan mengelola merek. Merek merupakan salah satu strategi perusahaan
untuk memasarkan produknya, sekaligus menjadi identitas produk dan pembeda
diantara produk lain. Perusahaan harus sangat memahami merek yang dibuat
karena sebuah merek harus mencerminkan produk yang dihasilkan dan menarik di
mata konsumen. Jika konsumen sudah tertarik terhadap suatu merek, maka
perusahaan akan memperoleh keuntungan dan pelanggan yang loyal.
Seorang konsumen harus memiliki pengetahuan terhadap suatu produk agar
dapat memilih dan membeli produk dengan bijak. Maka dari itu pemahaman
tentang konsumen sangat penting bagi perusahaan dan diperlukan penelitian lebih
lanjut. Pengetahuan merek pada penelitian ini meliputi kesadaran merek dan citra
merek. Kesadaran dan daya ingat suatu produk dapat berpengaruh untuk
memperkuat asosiasi sebuah merek. Asosiasi merek merupakan kumpulan
persepsi. Perusahaan yang memiliki produk yang sudah kuat harus berusaha
mempertahankan produknya agar dapat bertahan lama dan mengalahkan produk
pendatang baru di pasar. Salah satu strategi yang dilakukan perusahaan adalah

11

dengan status merek pionir. Status merek pionir ini akan menunjukkan sikap
ketertarikan dan minat konsumen untuk membeli atau mengkonsumsi suatu
produk yang diinginkan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat digambarkan kerangka pemikiran
dari kesadaran dan citra merek terhadap status merek pionir dan minat beli
konsumen teh celup melalui analisis model Structural Equation Modeling (SEM).
Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan dalam Gambar 1.
Produk
Teh
Celup

Merek
Teh
Celup

Persepsi
Konsumen

Analisis
Deskriptif
dan
Structural
Equation
Modeling
(SEM)

Kesadaran
merek

Status
Merek
Pionir

Citra
Merek

Minat
Beli

Hasil dan Implikasi
Keterangan :
Menunjukkan hubungan
Ruang lingkup penelitian
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional Study,
yaitu data yang dikumpulkan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan. Penelitian
dilakukan di Giant Botani Square dan Giant Yasmin, Bogor. Pertimbangannya
adalah kedua tempat tersebut merupakan toko besar yang strategis dikunjungi oleh

12

masyarakat Bogor. Hal ini sesuai dengan Porwati (2009), Nurendah (2012) dan
Mulyana (2012) pada penelitiannya menyatakan bahwa masyarakat Bogor
memilih Giant Yasmin dan Giant Botany Square untuk berbelanja salah satunya
adalah kenyamanan dengan lokasinya yang strategis, yang mana pelanggan
dengan mudah mengunjungi kedua toko tersebut. Penentuan lokasi penelitian
dilakukan secara purposive, dimana tempat tersebut bersedia untuk dijadikan
penelitian. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016
yang meliputi pengumpulan, pengolahan, serta analisis data. Merek yang diteliti
adalah merek teh celup terkenal di Indonesia, yaitu Sariwangi.
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan pengamatan lapangan
dan penyebaran kuisioner yang diisi responden di lokasi. Kuisioner yang
digunakan adalah kuisioner tertutup mencangkup penempatan merek dan
indikator dari variabel yang ada. Data sekunder yang dikumpulkan adalah
gambaran umum produk teh celup yang didapatkan melalui kajian literatur, antara
lain buku, media massa, internet, jurnal,dan tesis penelitian terdahulu yang
relevan yang disajikan pada Lampiran 1.
Penarikan responden berdasarkan teknik nonprobability sampling, dimana
pengumpulan informasi dan pengetahuan dari responden menggunakan metode
convenience sampling, yaitu pengambilan responden didasarkan pada kenyataan
bahwa mereka kebetulan muncul atau melintas pada waktu pengamatan. Jumlah
responden yang digunakan adalah 100 responden, karena jumlah tersebut sesuai
dengan alat analisis yang dipakai dalam penelitian yakni menggunakan Partial
Least Square yang memiliki tujuan orientasi prediksi. Jumlah responden ini juga
diperkuat oleh Ghozali (2008) yang menyatakan bahwa kekuatan analisis pada
PLS didasarkan pada porsi dari model yang memiliki jumlah prediktor terbesar.
Minimal yang direkomendasikan berkisar dari 30 sampai 100 kasus.
Pengolahan dan Analisis Data
Pada penelitian ini data yang telah terkumpul akan diolah menggunakan
beberapa metode analisis dengan menggunakan Structural Equation Modeling
(SEM). Tujuan model hubungan struktural adalah menghubungkan variabel
terukur atau teramati (variable independent dan dependent) dengan variabel laten
atau tidak terukur (endegenous dan exogenous), untuk mendapatkan hubungan
yang optimum dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi variabel laten
endogenous. Model ini juga dapat dikatakan berguna untuk menyajikan variabelvariabel yang mempunyai hubungan sebab dan akibat beserta indikatorindikatornya. Pada penelitian ini pengolahan data akan diolah menggunakan
perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan SMART Partial Least Square (PLS).
Variabel dan Indikator
Pada penelitian ini, model pengujian menyertakan empat variabel laten,
yaitu kesadaran merek, citra merek, status merek pioner dan minat beli konsumen.

13

Kesadaran merek (X1) dan citra merek (X2) merupakan variabel independen
(bebas), status merek pionir (Y1) merupakan variabel antara (intervening),
sedangkan minat beli (Y2) merupakan variabel dependen (terikat).
Indikator pada masing-masing peubah laten terdiri atas dua indikator
kesadaran merek, enam indikator citra merek, tiga indikator status merek pionir,
dan tiga indikator minat beli. Model analisis keterkaitan variabel pada penelitian
ini diilustrasikan pada Gambar 2 dengan ditunjukkan definisi operasional
peubahnya yang disajikan pada Tabel 5 .

Gambar 2 Model awal keterkaitan variabel sebelum divalidasi
Keterangan:
KM = Kesadaran merek
CM = Citra merek
SP
= Status merek pionir
MB = Minat beli
KM1 = Recall
KM2 = Recognation
CM1 = Friendly vs Unfriendly
CM2 = Modern vs Outdated
CM3 = Useful vs Notuseful
CM4 = Popular vs Unpopular
CM5 = Gentle vs Harsh

CM6 = Artificial vs Natural
SP1 = Pengetahuan tentang status
merek pionir
SP2 = Keberhasilan menembus
pasar
SP3 = Kekuatan status merek pionir
di benak konsumen
MB1 = Intensitas pencarian
informasi
MB2 = Keinginan segera membeli
MB3 = Minat preferensial

14

Tabel 5 Definisi operasional variabel laten
Variabel
Kesadaran
merek (KM)

Definisi
Indikator
Kesadaran
merek KM1 = Recall
artinya
kesanggupan KM2 = Recognation
calon pembeli untuk
megenali
atau
mengingat
kembali
bahwa suatu merek
merupakan bagaimana
dari kategori merek
tertentu (Aaker 1996).

Citra merek
(CM)

Citra merek adalah
persepsi tentang merek
yang digambarkan oleh
asosasi merek yang ada
dalam
ingatan
konsumen
(Keller
1998).

Status merek
pionir (SP)

Perusahaan
memiliki SP1=Pengetahuan tentang
status pionir jika suatu
status merek pionir
perusahaan
adalah SP2=Keberhasilan
pertama kali muncul
menembus pasar
dalam sebuah kategori SP3=Kekuatan status merek
produk baru, masuk ke
pionir di benak
sebuah pasar baru dan
konsumen
menjualnya
dengan
sukses (Tjiptono 2005).

Tjiptono
(2005)
dan
Sumarwan
(2002)

Minat beli
(MB)

Minat beli merupakan MB1 = Intensitas pencarian
bagian dari komponen
informasi
perilaku
konsumen MB2 = Keinginan segera
dalam
sikap
membeli
mengkonsumsi,
MB3 = Minat preferensial
kecenderungan
konsumen
untuk
bertindak
sebelum
membeli
benar-benar
dilaksanakan (Kinnear
dan Taylor 1995).

Ferdinan
(2006)

CM1=Friendly vs Unfriendly
CM2=Modern vs Outdated
CM3=Useful vs Notuseful
CM4=Popular vs Unpopular
CM5=Gentle vs Harsh
CM6=Artificial vs Natural

Sumber
Keller
(2001)

Low dan
Lamb
(2000)

Perumusan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian berbagai teori dan permasalahan yang didapatkan,
dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Kesadaran merek berpengaruh positif terhadap citra merek
H2 : Citra merek berpengaruh positif terhadap status merek pioner
H3 : Kesadaran merek berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen.
H4 : Citra merek berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen.
H5 : Status merek pioner berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen.

15

Analisis Deskriptif
Menurut Wibisino (2003), analisis deskriptif mengacu pada transformasi
dari data-data mentah ke dalam suatu bentuk yang mudah dimengerti dan
diterjemahkan, yaitu dalam bentuk perhitungan rata-rata, distribusi frekuensi
ataupun distribusi persentase. Bentuk analisis ini menggambarkan pola-pola
secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan
dengan cara yang singkat dan penuh arti. Hal ini diperkuat oleh Ridwan dan
Sunarto (2011), yang mengatakan bahwa analisis deskriptif adalah analisis yang
menggambarkan suatu data yang akan dibuat baik sendiri maupun secara
berkelompok. Tujuan analisis deskriptif adalah untuk membuat gambaran secara
sistematis data yang faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki atau diteliti.
Analisis deskriptif ini menggambarkan beberapa fakta dari hasil kumpulan
jawaban responden atas kuisioner yang dibagikan. Hasil yang termasuk dalam
statistik deskriptif antara lain adalah penyiapan data dalam bentuk tabel, grafik,
perhitungan median, mean, standar deviasi, perhitungan persentase dan lain-lain
(Sugiyono 2007). Data deskriptif pada penelitian ini menyajikan beberapa
informasi, seperti karakteristik responden, kesadaran merek teh celup dibenak
konsumen, media pemasaran, persepsi konsumen terkait teh celup, persepsi
konsumen teh celup Sariwangi, dan status merek pionir pada kategori produk teh
celup.
Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen
Instrumen penelitian diuji menggunakan uji validitas dan reliabilitas yang
dibantu dengan software Microsoft Excel 2010 dan Statistical Product and Service
Solution (SPSS) versi 19 guna mengetahui kevalidan dan kehandalan instrumen.
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 30 responden