Identifikasi Perubahan Karakteristik Fisik Gula Pasir Akibat Proses Penggilingan Selama Penyimpanan Dan Penggunaan Kemasan Pada Skala Laboratorium

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK GULA PASIR
AKIBAT PROSES PENGGILINGAN SELAMA PENYIMPANAN DAN
PENGGUNAAN KEMASAN PADA SKALA LABORATORIUM

ANDHIKA PRASETYO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi
Perubahan Karakteristik Fisik Gula Pasir Akibat Proses Penggilingan Selama
Penyimpanan dan Penggunaan Jenis Kemasan pada Skala Laboratorium adalah
benar karya saya dengan arahan dari pembimbing skripsi dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Andhika Prasetyo
NIM F24110074

ABSTRAK
ANDHIKA PRASETYO. Identifikasi Perubahan Karakteristik Fisik Gula Pasir
Akibat Proses Penggilingan Selama Penyimpanan dan Penggunaan Kemasan pada
Skala Laboratorium. Dibimbing oleh FERI KUSNANDAR dan ROSITA
HARDWIANTI IMAM
Produk konfeksioneri adalah salah satu produk bahan makanan semi basah
yang memiliki kadar gula tinggi seperti permen dan coklat. Produk confectionary
biasanya berkaitan dengan bahan baku gula. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi perubahan karakteristk fisik gula pasir akibat proses
penggilingan selama penyimpanan dan penggunaan beberapa jenis kemasan pada
skala laboratorium. PT GarudaFood merupakan salah satu industri pangan yang
mengalami permasalahan pada penggumpalan bahan baku gula halus selama
penyimpanan. Setelah diidentifikasi dari beberapa faktor yang menyebabkan

penggumpalan gula menunjukkan bahwa ukuran partikel dari gula dan
peningkatan suhu gula akibat penggilingan mempengaruhi penggumpalan gula
selama penyimpanan. Proses penggilingan pada gula pasir yang membuat ukuran
partikel gula pasir menjadi lebih kecil membuat luas permukaan gula semakin
besar. Luas permukaan yang besar akan membuat gula semakin mudah menyerap
uap air. Ukuran partikel gula pasir sebelum giling adalah 0.85 mm dan setelah
giling adalah 0.15 mm. Sementara itu, peningkatan suhu gula akibat penggilingan
juga mempengaruhi penggumpalan gula halus selama penyimpanan. Gula yang
bersifat higroskipis akan semakin sensitif terhadap uap air di lingkungan sehingga
semakin tinggi suhu gula akan semakin mudah menyerap air dan mempercepat
penggumpalan gula. Suhu gula pasir sebelum digiling adalah 27.12 °C dan suhu
gula pasir setelah penggilingan meningkat menjadi 49.66 °C. Perlakuan kemasan
pada penyimpanan gula halus menunjukkan bahwa gula halus setelah
penyimpanan yang terbaik untuk tidak menggumpal adalah gula yang dikemas
dengan menggunakan kemasan lapis HPDE+LDPE (lapis pertama HDPE, lapis
kedua LDPE).
Kata kunci :Gula Halus, Kemasan, Konfeksioneri, Penggumpalan, Total Gula
Reduksi.

ABSTRACT

ANDHIKA PRASETYO. Identification of Physical Characteristics Changes in
Sugar During Storage After Milling Process and Packaging Application on
Laboratory Scale. Supervised by FERI KUSNANDAR dan ROSITA
HARDWIANTI IMAM
Confectionary product is one of many intermediate moisture food products
which has high content of sugar, such as candy and chocolate. This product is
usually correlated with sugar as an ingredient. This study was aimed to identify
the changes of physical characteristics in sugar as an ingredient after milling
process and application of several packaging on laboratory scale. PT GarudaFood
is one of food companies which is having problem on caking in sugar as an
ingredient during storage. There were some factors which causing sugar caking
which were particle size of sugar and temperature escalation in effect of milling
process in sugar which leading to sugar caking during storage. Milling process
was aimed in particle size reduction, has made the surface contact area bigger. It
eases water to react better with sugar. The particle size of sugar before milling
was about 0.85 mm and reduced to 0.15 mm after milling process. Meanwhile,
temperature escalation of sugar in effect of milling process was also causing fine
sugar caking during storage. Sugar has hygroscopic characteristic which will be
more sensitive of vapor in environment so that higher sugar temperature will
increase sugar’s ability to absorb water and accelerate the sugar caking. Sugar

temperature before milling was 27.12 °C and increasing after milling about 49.66
°C. Packaging treatment on fine sugar storage has shown that the best un-caking
storage was the sugar with HPDE+LDPE packaging (first layer HDPE, second
layer LDPE).
Keywords : Caking, Confectionary, Fine Sugar, Packaging, Total Reducing
Sugar.

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK GULA PASIR
AKIBAT PROSES PENGGILINGAN SELAMA PENYIMPANAN DAN
PENGGUNAAN KEMASAN PADA SKALA LABORATORIUM

ANDHIKA PRASETYO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam magang penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015
hingga bula Agustus 2015 di PT GarudaFood ini ialah identifikasi penyebab
penggumpalan gula halus, dengan judul Identifikasi Perubahan Karakteristik Fisik
Gula Pasir Akibat Proses Penggilingan Selama Penyimpanan dan Penggunaan
Jenis Kemasan pada Skala Laboratorium.
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Ibunda tercinta dan seluruh keluarga yang senantiasa memberikan
dukungan dan selalu mendo’akan penulis.
2. Bapak Dr Ir Feri Kusnandar, MSc selaku pembimbing utama penulis yang
senantiasa memberikan waktu luangnya untuk membimbing penulis.
3. Ibu Rosita Hardwanti Imam, STP, MSc, selaku pembimbing lapang di
GarudaFood yang senantiasa memberikan arahan yang baik untuk

membimbing penulis.
4. Bapak Dr Ir Sukarno, MSc atas kesediaannya menjadi penguji dalam ujian
akhir penulis.
5. Bapak Wiyono dan Bapak Bruri atas kritik, saran, dan masukannya kepada
penulis.
6. Mbak Anita, Mbak Mutia, Mas Panji, dan Mas Ashof yang senantiasa
membantu penulis selama bekerja di laboratorium PT GarudaFood.
7. Ulfah Syarifah yang berjuang bersama dengan penulis melakukan magang
penelitian di GarudaFood.
8. Citra dan Dini sebagai rekan sebimbingan yang berjuang bersama dalam
menempuh gelar sarjana.
9. Teman-teman “Sampah” (Mbak Lia, Yustika, Chevia, Elsa, dan Meiska),
kalian luar biasa.
10. Mas Danur dan Kak Aghitia untuk saran dan masukannya kepada penulis
selama ini.
11. Rekan-rekan vokal grup De Fitz (Imam, Nadhif, Fakhri, Hanif, Bagus,
Hamzah, Rio, Weka), kalian membuat kehidupan kampus menjadi lebih
berseni.
12. Rekan seperjuangan LSI Harry dan Mega, berkat LSI kita menjadi lebih
akrab.

13. Adimas, Bagas, dan Cynthia yang senantiasa membantu penulis dalam
mengoreksi kesalahan tulisan dalam karya ilmiah penulis.
14. Serta semua teman-teman ITP 48 tersayang yang namanya tidak bisa
disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini bermanfaat

Bogor, September 2015
Andhika Prasetyo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Gula

Pengolahan Gula Pasir Kristal
Pemurnian Nira
Penguapan
Pengkristalan
Pengeringan
Faktor Penurunan Kualitas Gula Kristal Putih
Gula Halus
Kemasan Plastik
METODE PENELITIAN
Bahan
Alat
Prosedur Analisis
Tahap Karakteristik Fisik dan Kimia Gula Pasir
Tahap Karakteristik Fisik dan Kimia Gula Halus
Tahap Pengemasan dan Penyimpanan Gula Halus
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap Karakteristik Fisik dan Kimia Gula Pasir
Tahap Karakteristik Fisik dan Kimia Gula Halus
Tahap Pengemasan dan Penyimpanan Gula Halus
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xiv
xiv
xiv
1
1
1
1
2
2
2
3
3
4
4

4
5
6
6
7
7
7
7
7
8
9
10
10
11
12
16
16
16
17
19

29

DAFTAR TABEL
1 Syarat mutu gula kristal putih berdasarkan SNI 01-3140-2001

5

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Ukuran gula pasir sebelum proses penggilingan
Ukuran gula pasir setelah proses penggilingan
Perbandingan suhu gula pasir sebelum dan setelah penggilingan
Jenis kemasan yang digunakan untuk pengemasan gula halus skala
laboratorium
Ukuran dan berat gumpalan gula halus terbesar selama penyimpanan tiga
hari dengan beberapa jenis kemasan
Hasil penyimpanan gula halus selama tiga hari dengan beberapa perlakuan
kemasan
Perbandingan kadar jumlah gula reduksi gula pasir sebelum giling, setelah
giling, dan setelah penyimpanan
Perbandingan kadar air gula pasir sebelum giling, setelah giling, dan setelah
Penyimpanan

10
11
12
13
14
15
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data suhu gula pasir sebelum giling
2 Data suhu gula pasir setelah giling
3 Data ukuran partikel gula pasir sebelum giling
4 Data ukuran partikel gula pasir setelah giling
5 Perbandingan ukuran partikel hasil blender dan mesin grinder
6 Data ukuran gumpalan terbesar gula halus selama penyimpanan
7 Persentase penggumpalan gula halus selama penyimpanan
8 Gambar hasil ulangan 1 penggumpalan gula halus selama penyimpanan
9 Gambar hasil ulangan 2 penggumpalan gula halus selama penyimpanan
10 Gambar hasil ulangan 3 penggumpalan gula halus selama penyimpanan
11 Data ulangan 1 analisis total gula reduksi gula halus sebelum disimpan
12 Data ulangan 2 analisis total gula reduksi gula halus sebelum disimpan
13 Data ulangan 3 analisis total gula reduksi gula halus sebelum disimpan
14 Data ulangan 1 analisis total gula reduksi gula halus setelah disimpan
15 Data ulangan 2 analisis total gula reduksi gula halus setelah disimpan
16 Data ulangan 3 analisis total gula reduksi gula halus setelah disimpan

19
19
19
20
20
20
21
21
21
22
23
24
25
26
27
28

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produk confectionary adalah salah satu produk bahan makanan semi basah
yang memiliki kadar gula tinggi seperti permen dan coklat (Utomo dan Usman
2011). Bahan baku utama pembuatan produk confectionary adalah gula pasir.
Salah satu industri pangan yang membuat produk ini adalah PT. GarudaFood
Putra Putri Jaya. Beberapa produk yang dihasilkan oleh PT GarudaFood misalnya
saja seperti wafer krim coklat, biskuit krim coklat, pasta coklat, dan lain
sebagainya. PT. GarudaFood menggunakan gula pasir yang digiling untuk
dijadikan bahan baku utama produk confectionary. Akan tetapi terjadi kendala
selama proses penyimpanan yaitu berupa perubahan karakteristik fisik dari gula
pasir yang digiling. Perubahan karakteristik yang terjadi adalah penggumpalan
pada gula pasir setelah digiling (gula halus). Gula pasir hasil giling disimpan
dalam kemasan plastik High Density Polyethylene (HDPE) menggumpal,
sehingga jika ingin digunakan dalam proses produksi harus dihancurkan terlebih
dahulu. Meski sudah dihancurkan, terkadang gula halus kembali menggumpal saat
proses produksi berlangsung. Penggumpalan gula halus ini tentu sangat
berpengaruh terhadap produk akhir yang dihasilkan. Misalnya saja, produk akhir
yang dihasilkan tidak homogen, permukaan tidak rata, berongga dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi terhadap perubahan
karakteristik fisik gula pasir setelah proses penggilingan dan penggunaan kemasan
untuk menyimpan gula pasir hasil penggilingan selama penyimpanan pada skala
laboratorium.
Perumusan Masalah
Industri pangan menginginkan gula pasir setelah proses penggilingan (gula
halus) yang digunakan untuk proses produksi produk confectionary tidak
mengalami perubahan karakteristik fisik (menggumpal) dalam gudang
penyimpanan pabrik. Penggumpalan gula halus ini tentu berpengaruh terhadap
kualitas produk akhir yang dihasilkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi
penggumpalan gula selama penyimpanan di antaranya suhu, kelembaban udara
(RH), ukuran partikel gula, jumlah gula reduksi (total reducing sugar), dan kadar
air. Penggunaan beberapa jenis kemasan untuk menyimpan gula halus
berpengaruh terhadap penggumpalan gula halus dalam ruang penyimpanan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan identifikasi terhadap perubahan karakteristik fisik pada
gula pasir akibat proses penggilingan dan penggunaan beberapa jenis kemasan
untuk menyimpan gula halus pada skala laboratorium.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian magang umumnya adalah untuk meningkatkan pola
pikir dan pola tindak mahasiswa dalam skala industri serta meningkatkan
keterampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmu-ilmu yang sudah diterima saat
kuliah. Tujuan khusus magang penelitian adalah mengidentifikasi perubahan

2

karakteristik fisik gula pasir setelah proses penggilingan dan penggunaan
beberapa jenis kemasan untuk penyimpanan gula halus pada skala laboratorium.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu industri pangan berbasis produk
confectionary, khususnya PT GarudaFood untuk memperoleh kualitas gula halus
yang bisa bertahan dalam penyimpanan tanpa mengalami perubahan karakteristik
fisik (menggumpal).

TINJAUAN PUSTAKA
Gula
Gula merupakan salah satu karbohidrat sederhana karena mudah larut
dalam air dan dapat langsung diserap oleh tubuh untuk diubah menjadi energi
(Darwin 2013). Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis pada
makanan atau minuman (Fenemma 1976). Gula sederhana seperti glukosa,
menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel (Rukmana 2004). Gula
mempunyai aroma, bentuk dan fungsi yang berbeda (Wijaya 2010). Berikut
merupakan beberapa jenis gula yang sering digunakan dalam kehidupan seharihari diantaranya, gula pasir (granulated sugar), gula kastor (caster sugar), gula
bubuk (icing sugar), gula dadu (cube sugar), brown sugar, gula palem (palm
sugar), gula aren, gula batu, dan sebagainya (Wijaya 2010).
Chitpraset (2006), dalam sebuah penelitiannya terhadap penggumpalan
gula pasir kristal putih menyatakan bahwa ukuran kristal gula dan relative
humidity (RH) dari lingkungan berpengaruh terhadap kerusakan (penggumpalan)
selama proses penyimpanan. Gula pasir kristal dengan ukuran partikel > 0.425
mm dengan RH kurang dari 67.89 % pada suhu penyimpanan 30 °C merupakan
kondisi yang ideal untuk mengurangi kerusakan dari produk gula tersebut. Gula
pasir dihasilkan dari penguapan nira tanaman tebu (Saccharum officinarum)
(Sukanto dan Sugeng 2006). Gula pasir mengandung sukrosa sebanyak 97.41 %,
gula reduksi 1.24 %, senyawa organik bukan gula 0.7 % dan kadar air 0.65 %
(Thorpe 1974).
Gula memiliki sifat higroskopis. Sifat ini menunjukkan kemampuan gula
dalam mengikat air (Kusnandar 2010). Sifat higroskopis pada gula ini disebabkan
oleh adanya gugus polihidroksil bebas dan reaktif yang mampu berikatan
hidrogen dengan air. Sifat higroskopis gula dipengaruhi oleh suhu dan RH
lingkungan. Adanya gugus polihidroksil juga menyebabkan gula larut dalam air.
Kelarutan gula dalam air tergantung dari jenis gula dan suhu. Selain itu, gugus
polihidroksil dan aldehida pada gula yang bersifat reaktif berperan utama dalam
reaksi-reaksi kimia yang melibatkan gula. Reaksi kimia yang melibatkan gula
diantaranya, reaksi polimerisasi, reaksi hidrolisis, reaksi kecoklatan nonenzimatis, reaksi karamelisasi, reaksi isomerisasi, serta reaksi oksidasi dan reduksi
(Winarno 2002).

3

Pengolahan Gula Pasir Kristal
Proses pembuatan gula pasir kristal dari tebu adalah proses pemisahan
sakarosa yang terdapat dalam batang tebu dari zat-zat lain seperti air, zat organik,
dan sabut (Notojoewono 2001). Pemisahan ini dilakukan secara bertingkat dengan
jalan tebu digiling dalam beberapa mesin penggiling sehingga cairan yang
diperoleh disebut nira (Santoso 2011). Nira yang diperoleh dari mesin penggiling
dibersihkan dari zat-zat bukan gula dengan pemanasan dan penambahan zat kimia
(Santoso 1997). Sedangkan ampas digunakan bahan ketel uap.
1. Pemurnian Nira
Pelaksanaan pemurnian dalam pembuatan gula dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu:
a. Proses Defekasi
Pemurnian defekasi adalah cara pemurnian yang paling sederhana, bahan
pembantu hanya berupa kapur tohor. Kapur tohor hanya digunakan untuk
menetralkan asam-asam yang terdapat dalam nira (Landdheer 1997). Nira yang
telah diperoleh dari mesin penggiling diberi kapur sampai diperoleh harga pH
sedikit alkalis (pH 7.2). Nira yang telah diberi kapur kemudian dipanaskan sampai
mendidih. Kemudian akan terbentuk endapan, dan endapan yang terjadi
dipisahkan.
b. Proses Sulfitasi
Pemurnian cara sulfitasi pemberian kapur berlebihan. Kelebihan kapur ini
dinetralkan kembali dengan gas sulfit. Penambahan gas SO2 menyebabkan SO2
akan bergabung dengan CaSO3 yang mengendap (Suhardi et al. 1990). SO2
berfungsi untuk memperlambat reaksi antara asam amino dan gula pereduksi yang
dapat mereduksi ion feri sehigga menurunkan efek oksidasi (Soerjadi 2007).
Menurut Hugot (1980), pelaksanaan proses sulfitasi adalah sebagai berikut:
 Sulfitasi dingin
Nira mentah disulfitasi sampai pH 3.8 kemudian diberi kapur sampai pH 7.0.
Setelah itu dipanaskan sampai mendidih dan kotorannya diendapkan.
 Sulfitasi panas
Pada proses ini terbentuk garam CaSO3 yang lebih mudah larut dalam
keadaan dingin sehingga waktu dipanaskan akan terjadi endapan pada pipa
pemanas. Untuk mencegah hal ini pelaksanaan proses sulfitasi dimodifikasi
dimulai dengan nira mentah yang dipanaskan sampai 70-80 °C, disulfitasi, diberi
kapur, dipanaskan sampai mendidih dan akhirnya diendapkan. Pada suhu kira-kira
75 °C kelarutan CaSO3 paling kecil.
 Sulfitasi netral
Bila dengan cara panas tidak dapat memberikan hasil yang baik maka
digunakan cara modifikasi berikut: pengapuran pertama sampai pH 8.0
pemanasan sampai 50-70 °C, sulfitasi sampai pH 5.1-5.3 pengapuran kedua
sampai pH 7.0-7.2 dilanjutkan dengan pemanasan dengan pemanasan sampai
mendidih dan pengendapan.
Menurut Soenardi (2003), pelaksanaan sulfitasi dipandang dari sudut kimia
dibagi menjadi tiga yaitu:
i. Sulfitasi asam
Nira mentah disulfitasi dengan SO2 sehingga dicapai pH nira 3.2. Sesudah
sulfitasi nira diberi lanjutan kapur sehingga pH 7.0-7.3.

4

ii.

Sulfitasi alkalis
Pemberian larutan kapur sehingga pH nira 10.5 dan sesudah itu dberi SO2
pH nira menjadi 7.0-7.3.
iii. Sulfitasi netral
Pemberian larutan kapur sehingga pH nira 8.5 dan ditambah gas SO2 pH
nira menjadi 7.0-7.3.
c. Proses Karbonat
Cara ini merupakan yang paling tepat dibandingkan dengan kedua cara di
atas. Sebagai bahan pembantu untuk pemurnian nira adalah susu kapur dan
gas CO2. Pemberian susu kapur berlebihan kemudian ditambah gas CO2 yang
berguna untuk menetralkan kelebihan susu sehingga kotoran-kotoran yang
terdapat dalam nira akan diikat (Tranggono dan Sutardi 2000).
Reaksi : Ca (OH) CaCO3 + H2O
Karena terbentuknya endapan CaCO3 banyak, maka endapan dapat dengan
mudah dipisahkan.
2. Penguapan
Nira yang telah mengalami proses pemurnian masih mengandung air. Air ini
harus dipisahkan dengan menggunakan alat penguap. Penguapan adalah suatu
proses menghilangkan zat pelarut dari dalam larutan dengan menggunakan panas.
Zat pelarut dalam proses penguapan nira adalah air. Bila nira dipanaskan terjadi
penguapan molekul air. Akibat penguapan, nira akan menjadi kental. Sumber
panas yang digunakan adalah uap panas. Pada pemakaian uap panas terjadilah
peristiwa pengembunan. Sistem penguapan yang dipakai perusahaan gula adalah
efek banyak.
3. Pengkristalan
Proses pengkristalan adalah salah satu langkah dalam rangkaian proses di
pabrik gula dimana akan dikerjakan pengkristalan gula dari larutan yang
mengandung gula. Dalam larutan encer jarak antara molekul satu dengan yang
masih cukup besar. Pada proses penguapan jarak antara masing-masing molekul
dalam larutan tersebut saling mendekat. Apabila jaraknya sudah cukup dekat
masing-masing molekul dapat saling tarik menarik. Apabila pada saat itu di
sekitarnya terdapat sakarosa yang melarut dan molekul sakarosa yang menempel,
keadaan ini disebut sebagai larutan jernih. Pada tahap selanjutnya, bila kepekatan
naik maka molekul-molekul dalam larutan akan dapat saling bergabung dan
membentuk rantai-rantai sakarosa. Sementara pada pemekatan lebih tinggi maka
rantai-rantai sakarosa tersebut akan dapat saling bergabung pula dan membentuk
suatu kerangka atau pola kristal sakarosa.
4. Pengeringan
Gula yang keluar dari alat pemutar ditampung dalam alat getar (talang
goyang). Talang goyang ini selain berfungsi sebagai alat pengangkut, juga sebagai
alat pengering pula. Pengeringan ini menggunakan udara yang dihembuskan dari
bawah. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kadar air dalam gula. Setelah
pengeringan gula dimasukkan dalam karung dan disimpan di gudang.

5

Faktor Penurunan Kualitas Gula Kristal Putih
Gula sebagai salah satu kebutuhan pokok harus memenuhi standar mutu
nasional (SNI) yang telah ditetapkan. Gula kristal putih setelah keluar dari proses
di pabrik tidak langsung disalurkan ke konsumen. Kebanyakan pabrik gula di
Indonesia mengemas gula kristal putih dalam bentuk karung rajut plastik dengan
berat 50 kg. Gula ini disimpan di dalam gudang penyimpanan untuk jangka waktu
tertentu sebelum disalurkan ke konsumen. Selama penyimpanan gula akan
mengalami degradasi kualitas bahkan bisa mengalami kerusakan apabila kondisi
gudang dan kualitas gula tidak sesuai dengan standar. Berikut merupakan syarat
mutu gula pasir kristal pada Tabel 1.
Tabel 1 Syarat mutu gula kristal putih berdasarkan SNI 01-3140-2001
Persyaratan
Parameter Uji
Satuan
GKP 1
GKP2
Warna
CT
4,0-7,5
7,6-10,0
Warna Kristal
IU
80-200
201-300
Warna larutan (ICUMSA)
mm
0,8-1,2
0,8-1,2
Besar jenis butir
%
Maks 0,1
Maks 0,1
Susut pengeringan (b/b)
“Z”
Min 99,6
Min 99,5
Polarisasi ( °Z, 20°C )
%
Maks 0,10
Maks 0,15
Abu konduktiviti (b/b)
Bahan tambahan pangan
mg/kg Maks 30
Maks 30
Belerang dioksida (SO2)
Cemaran logam
mg/kg Maks 2
Maks 2
Timbal (Pb)
mg/kg Maks 2
Maks 2
Tembaga (Cu)
mg/kg Maks 2
Maks 1
Arsen (As)
Sumber: (BSN 2001)
Gula kristal putih memiliki daya larut yang tinggi serta memiliki titik leleh
160°C (Buckle 1985). Ketahanan gula selama proses penyimpanan dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Selain karena dipengaruhi kondisi gudang penyimpanan,
kemasan yang digunakan juga mempengaruhi kualitas gula kristal putih selama
penyimpanan (Kuswurj 2009). Penggumpalan (caking) selama proses
penyimpanan merupakan suatu kondisi spontan dimana terjadi perbedaan
kelembaban antara kristal gula dengan lingkungannya (Effendi 2004). Menurut
Sudarmadji et al. (1996), penurunan kualitas gula kristal putih selama proses
penyimpanan di gudang dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya: 1)
Ukuran partikel kristal yang kecil dan tidak merata. Hal ini menimbulkan ronggarongga yang terisi lapisan mollases sehingga berpotensi menjadi tempat
tumbuhnya mikroorganisme. 2) Kandungan gula reduksi yang tinggi berperan
dalam sifat higroskopis gula kristal. Semakin banyak kandungan gula reduksi
akan membuat gula semakin higroskopis karena di dalam gula reduksi terdapat
gugus polihidroksil yang bebas dan reaktif sehingga bisa berikatan hidrogen
dengan uap air yang terdapat di lingkungan. 3) Kadar air gula kristal yang tinggi
pada saat packing. 4) Kelembaban udara (RH) yang tinggi.

6

Gula Halus
Tepung gula atau gula halus (icing sugar) adalah produk yang diperoleh
dari gula pasir kristal yang dihaluskan dengan atau tanpa penambahan anti kempal
(BPOM 2015). Gula tidak kurang dari 97 % dihitung sebagai sakarosa. Tipe gula
ini memiliki tekstur terhalus dalam jenis gula putih (Sumargono dan Ferykasari
2007). Gula halus (icing sugar) mudah larut dan cocok digunakan untuk membuat
krim atau menjadi taburan pada cake. Gula halus ada yang mengandung pati
jagung sehingga tidak mudah menggumpal. Gula halus merupakan gula yang
mudah menggumpal karena ukuran partikelnya yang kecil sehingga membuat luas
permukaan gula halus menjadi lebih besar dan memudahkan dalam menyerap uap
air yang ada pada lingkungan (Marsono 1999). Kebanyakan indutri pangan
menggunakan gula halus (icing sugar) untuk membuat produk confectionary.
Kemasan Plastik
Plastik banyak digunakan untuk berbagai keperluan manusia, mulai dari
keperluan rumah tangga hingga keperluan industri (Ahvenainen 2003).
Penggunaan plastik sebagai pengemas pangan terutama karena keunggulannya
dalam hal bentuknya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti bentuk pangan
yang dikemas, berbobot ringan, tidak mudah pecah, bersifat transparan, mudah
diberi label, dibuat dalam aneka ragam warna, dapat diproduksi secara masal,
harga relatif murah dan terdapat berbagai jenis pilihan bahan dasar plastik (BPOM
2009). Beberapa jenis plastik yang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari
adalah HDPE (High Density Polyethyene), LDPE (Low Density Polyethylene), PP
(Polypropylene), PVC (Polyvinylchloride), PS (Polystyrene), dan PC
(Polycarbonate) (Bourtoom 2008).
Beberapa industri pangan menggunakan kemasan plastik High Density
Polyethylene (HDPE) untuk menyimpan gula pasir hasil penggilingan. PT
GarudaFood merupakan salah satu industri pangan yang menyimpan gula halus
dengan menggunakan kemasan HDPE. Berikut merupakan beberapa jenis
karakteristik dari kemasan HDPE menurut BPOM (2014), di antaranya:
1. Bersifat keras hingga semifleksibel, tahan terhadap bahan kimia dan
kelembaban, dapat ditembus gas, permukaan berlilin, buram, mudah
diwarnai, diproses dan dibentuk, melunak pada suhu 75 °C.
2. Biasanya digunakan untuk botol susu cair, jus, minuman, wadah es krim,
kantong belanja, obat, tutup plastik.
3. Disarankan hanya untuk satu kali penggunaan karena jika digunakan
berulang kali dikhawatirkan bahan penyusunnya lebih mudah bermigrasi
ke dalam pangan.

7

METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah gula pasir kristal
putih yang digiling atau dihaluskan sehingga gula menjadi lebih halus atau disebut
sebagai gula halus (icing sugar). Garam KCl digunakan sebagai pengatur RH
dalam inkubator penyimpanan yang memiliki RH sekitar 60-70 %. Bahan kimia
yang digunakan untuk analisis total gula reduksi Metode Luff Schoorl di antaranya
akuades, larutan natrium tiosulfat 0.1 N, larutan Luff Schroorl, indikator amilum
(kanji), larutan H2SO4 25 %, larutan HCl 25 %, larutan KI 10 %, timbal asetat
setengah basa, bubuk K2Cr2O7, larutan (NH4)2HPO4. Sementara untuk mengemas
gula halus, digunakan kemasan High Density Polyethylene (HDPE), Low Density
Polyethylene (LDPE), dan karung rajut plastik.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari wadah plastik
(baskom), sendok, ayakan 40 mesh, penggaris, timbangan analitik, stopwatch,
moisture balance merek O’Hous MB-35 Halogen, Blender merek Philips Cucina
tipe HR-2071, inkubator, Data Logger merek PicoVACO HT, sieve shaker,
termometer tusuk, milimeter block, dan alat gelas lainnya.
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu tahap karakteristik kimia dan
fisik gula pasir, tahap karakteristik kimia dan fisik gula halus, serta tahap
pengemasan dan penyimpanan gula halus. Tahap karakteristik kimia dan fisik gula
pasir meliputi ukuran partikel (particle size) gula pasir, analisis kadar air awal
gula pasir, pengukuran suhu awal gula pasir, dan analisis jumlah gula reduksi
(total reducing sugar) gula pasir. Sementara tahap karakteristik kimia dan fisik
gula halus meliputi proses penggilingan gula pasir menjadi gula halus,
pengukuran suhu gula halus, pengukuran particle size gula halus, pengukuran
kadar air gula halus, dan analisis jumlah gula reduksi pada gula halus. Tahap
pengemasan dan penyimpanan yaitu tahapan mengemas gula halus dengan
menggunakan beberapa jenis perlakuan kemasan di antaranya kemasan HDPE,
LDPE, double LDPE (lapis pertama dan kedua kemasan LDPE), serta lapis
HDPE+LDPE (lapis pertama kemasan HDPE, lapisan kedua kemasan LDPE).
Sementara penyimpan gula halus dilakukan di dalam inkubator pada skala
laboratorium yang suhu dan RH-nya sudah diatur sesuai dengan gudang
penyimpanan gula halus.
Tahap Karakteristik Fisik dan Kimia Gula Pasir
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia dari
gula pasir sebelum dilakukan proses penggilingan. Pertama, dilakukan
pengukuran suhu awal dari gula pasir. Suhu awal gula pasir ini akan dibandingkan
dengan suhu gula pasir setelah proses penggilingan. Pengukuran suhu awal gula

8

pasir menggunakan termometer tusuk yang dilakukan di laboratorium.
Pengukuran ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Kemudian, dilakukan
karakteristik fisik dari gula pasir dengan mengukur particle size dari gula pasir
sebelum dilakukan proses penggilingan. Hal ini dilakukan untuk perbedaan
karakteristik fisik dari gula pasir sebelum dan sesudah proses penggilingan yang
dilihat dari ukuran partikelnya. Pengukuran particle size ini dilakukan sebanyak
tiga kali ulangan.
Sementara itu, karakteristik kimia dari gula pasir dilakukan dengan
melakukan analisis kadar air dan jumlah gula reduksi pada gula pasir. Hasil
analisis kadar air dan jumlah gula reduksi pada gula pasir ini akan dibandingkan
dengan gula halus. Analisis kadar air dari gula pasir menggunakan alat moisture
balance merek O’Hous MB-35 Halogen yang tersedia di PT GarudaFood.
Analisis ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan masing-masing ulangan
dilakukan tiga kali pengukuran. Selanjutnya analisis jumlah gula reduksi (total
reducing sugar) pada gula pasir. Uji jumlah gula reduksi yang ditetapkan oleh
Badan Standarisasi Nasional dalam SNI 01-2891-1992 yaitu analisis total
karbohidrat dengan menggunakan metode Luff Schoorl (BSN 1992). Analisis ini
dilakukan untuk mengetahui kadar gula reduksi dalam suatu bahan pangan. Gula
reduksi merupakan gula yang memiliki kemampuan untuk mereduksi. Sifat
mereduksi ini disebabkan karena adanya gugus polihidroksil yang bebas dan
reaktif (Lehninger 1982). Analisis ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan
dengan sampel gula pasir.
Sebanyak 5 gram sampel gula pasir ditimbang dan dilarutkan dengan
akuades. Masukkan ke dalam labu takar 250 mL. Kemudian tambahkan 5 mL
timbal asetat setengah basa dan 15 mL larutan (NH4)2HPO4. Setelah itu
tambahkan akuades sampai tanda tera. Setelah itu saring larutan gula di dalam
labu takar 250 mL tersebut. Ambil 25 mL sampel larutan gula yang sudah
disaring, masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. Selanjutnya tambahkan 25 mL
larutan Luff Schoorl dan panaskan sampai 10 menit. Setelah dipanaskan, larutan
didinginkan di dalam cool box. Tambahkan 10 mL larutan KI 10 % dan 25 mL
larutan H2SO4 25%. Kemudian titrasikan dengan larutan natrium tiosulfat 0.1 N.
Tambahkan juga tiga tetes indikator amilum (kanji). Perubahan warna yang terjadi
dalam proses titrasi tersebut adalah warna coklat hingga menjadi warna putih
susu.
Tahap Karakteristik Fisik dan Kimia Gula Halus
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia dari
gula pasir setelah dilakukan proses penggilingan (gula halus). Dilakukan
penggilingan terhadap gula pasir. Proses penggilingan ini dilakukan dengan
menggunakan blender merek Philips Cucina tipe HR-2071. Penggilingan gula
pasir ini dilakukan selama satu menit dengan kecepatan blender nomor 3. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan gula halus yang ukurannya sesuai dengan ukuran
pabrik, karena berdasarkan trial sebelumnya diperoleh bahwa ukuran partikel gula
halus yang sudah diblender selama satu menit dengan kecepatan nomor 3
memiliki ukuran partikel yang sama dengan gula halus hasil mesin grinder pada
gudang penyimpanan yaitu sekitar 0.15 mm. Setelah gula digiling, selanjutnya
dilakukan pengukuran suhu gula halus. Suhu gula halus diukur dengan

9

menggunakan termometer tusuk. Pengukuran suhu ini dilakukan selama tiga kali
ulangan. Sementara itu, karakteristik fisik dari gula halus dilakukan dengan
melakukan pengukuran particle size dari gula halus.
Karakteristik kimia dari gula halus dilakukan dengan melakukan analisis
kadar air dan jumlah gula reduksi terhadap gula halus. Analisis kadar air gula
halus dilakukan dengan menggunakan alat moisture balance merek O’Hous MB35 Halogen. Analisis ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan masingmasing ulangan dilakukan tiga kali pengukuran. Selanjutkan dilakukan analisis
jumlah gula reduksi terhadap sampel gula halus yang dilakukan sebanyak tiga kali
ulangan. Metode yang digunakan masih sama dengan analisis total gula reduksi
pada gula pasir, yaitu menggunakan metode Luff-Schoorl.
Tahap Pengemasan dan Penyimpanan Gula Halus
Tahap ini dilakukan untuk mengemas dan menyimpan gula halus pada
skala laboratorium. Tahap pengemasan merupakan tahap mengemas gula dengan
beberapa perlakuan kemasan. Perlakuan kemasan yang diberikan terhadap gula
halus di antaranya menggunakan kemasan HDPE, LDPE, double LDPE (lapis
pertama dan kedua adalah kemasan LDPE), dan lapis HPDE+LDPE (lapis
pertama HDPE, lapisan kedua LDPE) dengan berat gula halus masing-masing
kemasan sebesar 100 gr (skala laboratorium). Sementara itu, gula halus yang
dikemas dalam karung rajut plastik digunakan sebagai pembanding (kontrol),
karena berdasarkan trial and error sebelumnya jika dikemas menggunakan karung
rajut plastik memiliki kualitas gula halus yang bertahan tidak menggumpal selama
3-4 hari. Dimensi plastik yang digunakan pada penyimpanan gula halus skala
laboratorium ini adalah berukuran 35 cm x 11.5 cm. Dimensi ini merupakan
perkecilan dari skala penyimpanan gudang yang memiliki besar kemasan
berukuran 111 cm x 34.5 cm.
Penyimpanan gula halus dilakukan di dalam inkubator yang suhu dan RHnya disesuaikan dengan kondisi gudang penyimpanan gula halus. Suhu yang
digunakan sekitar 35 °C dan RH 60 %. Penyimpanan gula halus dilakukan selama
tiga hari. Parameter suhu dan RH disesuaikan dengan kondisi gudang
penyimpanan karena kedua parameter ini tidak dapat dirubah (tetap). Sementara
itu, penyimpanan selama tiga hari dilakukan karena dalam gudang penyimpanan
gula halus maksimal digunakan untuk produksi paling lama dua hari. Pengaturan
RH di dalam inkubator menggunakan garam jenuh KCl yang memiliki RH
berkisar antara 60-70 % setelah diukur dengan menggunakan Data Logger.
Penyimpanan juga dilakukan pada sampel gula pasir dengan beberapa perlakuan
kemasan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik fisik dan
kimia antara gula pasir sebelum dan setelah digiling.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap Karakteristik Fisik dan Kimia Gula Pasir
Suhu awal gula pasir diukur dengan menggunakan termometer tusuk.
Pengukuran suhu awal ini dibandingkan dengan suhu gula setelah dilakukan
proses penggilingan. Pengukuran suhu awal gula pasir ini dilakukan sebanyak tiga
kali ulangan. Hasil menunjukkan bahwa suhu awal rata-rata gula pasir selama tiga
kali ulangan adalah 27.12 °C. Pada tahap ini, dilakukan analisis kadar air dari gula
pasir sebelum dilakukan penggilingan. Analisis kadar air awal dari gula pasir
sebelum digiling menggunakan alat moisture balance merek O’Hous MB-35
Halogen yang tersedia di PT GarudaFood. Analisis kadar air dilakukan sebanyak
tiga kali ulangan, dengan masing-masing ulangan dilakukan tiga pengukuran
(triplo). Hasil analisis kadar air ini dibandingkan dengan kadar air setelah giling
dan setelah penyimpanan dengan beberapa perlakuan kemasan selama tiga hari.
Hasil analisis dari tiga kali ulangan memiliki rata-rata kadar air gula pasir yaitu
0.24 %. Hasil ini masih sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa kadar
air maksimal di dalam gula pasir kristal adalah 0.65 % (Thorpe 1974).
Tahap ini juga dilakukan pengukuran particle size atau ukuran partikel
dari gula pasir sebelum digiling. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat
sieve shaker. Pengukuran partikel dari gula pasir bertujuan untuk membandingkan
ukuran partikel dari gula pasir dan gula halus. Ukuran partikel gula pasir
mempengaruhi penggumpalan gula pasir. Semakin kecil ukuran partikel gula
pasir, maka luas permukaan gula pasir semakin besar. Hal ini tentu akan membuat
uap air dari lingkungan terserap ke dalam gula dengan cepat. Hasil pengukuran
particle size pada gula pasir dari tiga kali ulangan menunjukkan bahwa ukuran
partikel gula pasir kristal adalah 0.85 mm. Ukuran ini masih sesuai dengan
literatur dalam sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa ukuran gula pasir
kristal putih > 0.425 mm (Chitpraset 2006). Hasil pengukuran dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1 Ukuran gula pasir sebelum proses penggilingan

11

Selain itu, pada tahap ini dilakukan analisis jumlah gula reduksi terhadap
sampel gula pasir kristal sebelum dilakukan proses penggilingan. Hasil analisis ini
dibandingkan dengan jumlah gula reduksi pada gula pasir setelah giling (gula
halus) dan gula halus setelah penyimpanan selama tiga hari. Analisis dilakukan
dengan menggunakan metode Luff-Schoorl yang dilakukan sebanyak tiga kali
ulangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah gula reduksi di dalam gula
pasir kristal sebelum dilakukan proses penggilingan rata-rata adalah 0.61 %. Hasil
analisis masih sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa kadar gula
reduksi maksimal dalam gula pasir putih adalah 1.24 % (Thorpe 1974).
Tahap Karakteristik Fisik dan Kimia Gula Halus
Bagian awal dari tahapan ini adalah proses penggilingan gula pasir
menjadi gula halus. Proses penggilingan dilakukan dengan menggunakan blender
merek Philips Cucina tipe HR-2071. Proses ini dilakukan selama satu menit.
Kecepatan blender yang digunakan adalah kecepatan dengan nomor 3. Hal ini
bertujuan untuk mendapatkan ukuran partikel gula halus yang sesuai dengan gula
halus ukuran pabrik. Gula pasir yang akan digiling seberat 105 g. Pemilihan berat
sampel gula pasir 105 g bertujuan agar memperoleh gula halus seberat 100 g yang
nantinya akan dikemas ke dalam beberapa jenis kemasan. Hasil menunjukkan
bahwa gula yang digiling menggunakan blender selama satu menit dengan
kecepatan nomor 3 akan menghasilkan ukuran gula yang sama dengan hasil giling
di pabrik dengan menggunakan mesin grinder. Ukuran gula hasil giling dengan
blender dan hasil giling pabrik adalah 0.15 mm. Ukuran partikel gula pasir
berubah menjadi lebih kecil yang membuat luas permukaan gula pasir semakin
besar. Luas permukaan yang besar ini memudahkan gula pasir untuk berinteraksi
dengan air yang berada pada lingkungan. Hal ini membuat gula lebih mudah
untuk menggumpal. Hasil ukuran gula pasir setelah mengalami proses
penggilingan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Ukuran gula pasir setelah proses penggilingan
Selanjutnya dilakukan pengukuran suhu gula pasir setelah proses
penggilingan. Pengukuran suhu ini dilakukan dengan menggunakan termometer
tusuk. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa suhu gula pasir setelah proses penggilingan mengalami

12

peningkatan suhu yaitu menjadi 49.66 °C. Gambar 3 menunjukkan kenaikan suhu
yang terjadi pada gula pasir akibat proses penggilingan. Selain itu dilakukan
analisis kadar air terhadap sampel gula pasir yang sudah digiling. Analisis kadar
air menggunakan alat moisture balance merek O’Hous MB-35 Halogen yang
tersedia di PT GarudaFood. Hasil analisis menunjukkan bahwa gula pasir yang
sudah mengalami proses penggilingan memiliki rata-rata kadar air 0.26 % dari
tiga kali ulangan. Hasil ini menunjukkan adanya kenaikan kadar air gula pasir
sebelum digiling dan sesudah digiling. Meski pun demikian, kadar air gula masih
berada dalam batas maksimal kadar air gula yaitu 0.65 % (Thorpe 1974).

Gambar 3 Perbandingan suhu gula pasir sebelum dan setelah penggilingan
Tahap ini juga dilakukan analisis jumlah gula reduksi dengan
menggunakan metode Luff-Schoorl yang dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah gula reduksi di dalam gula pasir kristal
sebelum dilakukan proses penggilingan rata-rata adalah 0.67 %. Hasil ini
menunjukkan adanya peningkatan gula reduksi selama proses penggilingan
berlangsung. Kadar gula reduksi gula pasir sebelum digiling adalah 0.61 %. Gula
pasir yang memiliki kandungan sukrosa yang tinggi tersusun atas fruktosa dan
glukosa. Peningkatan gula reduksi ini terjadi karena adanya pengaruh dari proses
penggilingan yang memecah struktur sukrosa yang ada pada gula pasir menjadi
struktur gula lebih sederhana sehingga membuat gula reduksi meningkat.
Tahap Pengemasan dan Penyimpanan Gula Halus
Pengemasan dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai perlakuan, di
antaranya mengemas dengan kemasan HDPE, LDPE, double LDPE, lapis
HDPE+LDPE serta dengan karung rajut plastik yang digunakan sebagai
pembanding. Karung rajut plastik digunakan sebagai pembanding karena
sebelumnya PT GarudaFood menggunakan kemasan ini untuk menyimpan gula
halus di gudang penyimpanan dan bisa bertahan untuk tidak menggumpal selama
tiga hari. Akan tetapi, karung rajut plastik tidak sesuai dengan persyaratan GMP
industri pangan karena memiliki serabut yang mungkin tercecer saat melakukan
proses produksi. PT GarudaFood mengganti kemasan karung rajut plastik dengan
menggunakan kemasan plastik HDPE. Namun, gula halus yang disimpan

13

menggunakan kemasan HDPE ini tidak bisa mempertahankan kondisi gula halus,
sehingga gula halus menggumpal dalam waktu satu hari.
Kemasan plastik HDPE memiliki sifat keras hingga semifleksibel, tahan
terhadap bahan kimia dan kelembaban (Bachriansyah 2007). Akan tetapi,
kemasan HDPE dapat ditembus oleh gas (Erliza dan Sutedja 1987), hal ini
membuat gula halus yang disimpan dalam kemasan HDPE lebih cepat
menggumpal karena kemasan ini bisa ditembus oleh gas dari lingkungan.
Sementara itu, kemasan LDPE memiliki sifat kuat, fleksibel, dan kedap uap air
(Bierley et al. 1988). Karung rajut plastik yang digunakan sebagai pembanding
memiliki bahan dasar PP. Sifat bahan plastik PP yaitu semifleksibel, kuat, dan
tahan terhadap bahan kimia (Brydson 1975). Dimensi kemasan yang dibuat untuk
penelitian ini berukuran 35 cm x 11.5 cm. Ukuran ini merupakan perkecilan
ukuran dari dimensi asli yang tersedia di pabrik yaitu 111 cm x 34.5 cm. Selain
itu, gula yang sudah dimasukkan ke dalam masing-masing kemasan diikat dengan
satu simpul. Gambar 4 menunjukkan jenis kemasan yang digunakan dalam
penyimpanan gula halus skala laboratorium.

A

B

C

Gambar 4 Jenis kemasan yang digunakan untuk pengemasan gula halus skala
laboratorium (Ket : A = plastik HDPE ; B = karung rajut pastik ; C =
plastik LDPE)
Penyimpanan gula halus yang sudah dikemas dengan beberapa jenis
kemasan dilakukan di dalam inkubator yang kondisi suhu dan RH-nya sudah
disesuaikan dengan kondisi gudang penyimpanan pabrik. Suhu yang digunakan
untuk menyimpan gula halus yaitu 35 °C. Sementara itu, RH yang digunakan
untuk menyimpan gula halus yaitu 60 %. Sebelum dilakukan penyimpanan, suhu
dan RH dalam inkubator sudah distabilkan terlebih dahulu dengan menggunakan
Data Logger merek PicoVACO HT. Pengaturan RH di dalam inkubator
menggunakan garam jenuh KCl yang memiliki RH sekitar 60-70 %. Penyimpanan
gula halus dilakukan selama tiga hari. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi
pengaruh jenis kemasan terhadap penggumpalan gula halus.
Gula pasir selama penggilingan menjadi gula halus mengalami
peningkatan suhu. Setelah penyimpanan selama tiga hari, diperoleh hasil gula

14

halus yang paling sedikit memiliki gumpalan terdapat pada perlakuan kemasan
lapis HDPE+LDPE dengan ukuran gumpalan gula rata-rata 16.67 mm dan berat
gumpalan rata-ratan 1.97 g. Selain itu, kemasan HDPE dan LDPE memiliki sifat
atau karakteristik kemasan yang saling melengkapi yaitu HDPE memiliki
kemampuan untuk mengeluarkan udara yang terdapat dalam kemasan (Robertson
2010; BPOM 2014). Hal ini dapat ditunjukkan dengan kemampuan HDPE untuk
meredam udara panas dari gula pasir yang mengalami peningkatan suhu akibat
proses penggilingan. Proses pindah panas yang terjadi antara gula halus setelah
giling terhadap kemasan HDPE ini bersifat konduksi, dimana kemasan yang
kontak langsung dengan gula halus yang suhunya meningkat akibat penggilingan.
LDPE memiliki sifat yang tahan terhadap uap air dari lingkungan (Herudiyanto
dan Marleen 2003; BPOM 2014).
Sementara itu, gula halus yang paling banyak menggumpal terjadi pada
perlakuan kemasan LDPE dengan rata-rata ukuran gumpalan 88.33 mm dan ratarata berat gumpalan 87.73 g. Sifat LDPE yang tidak dapat ditembus uap air dari
lingkungan ini tidak diimbangi dengan kemampuan plastik LDPE untuk menyerap
udara panas yang terdapat pada gula halus akibat penggilingan. Hal ini tentu
membuat udara panas pada gula halus saat dikemas tidak dapat diredam dan
mempercepat penggumpalan pada gula halus yang dikemas dengan plastik LDPE.
Gula halus yang dikemas dalam kemasan double LDPE menunjukkan ukuran dan
berat gumpalan yaitu 76.67 mm dan 58.40 g. Hasil ini lebih kecil dengan kemasan
LDPE karena sesuai dengan sifat LDPE yaitu bisa mempertahankan kondisi
dalam kemasan dari uap air di lingkungan. Sementara itu, besar gumpalan ratarata yang dikemas dengan kemasan HDPE adalah 66.67 mm dengan berat
gumpalan rata-rata sekitar 54.40 g. Gambar 5 menunjukkan ukuran dan berat
gumpalan terbesar gula halus selama penyimpanan tiga hari dan Gambar 6
menunjukkan hasil gula halus selama penyimpanan tiga hari.

Gambar 5 Ukuran dan berat gumpalan terbesar gula halus selama
penyimpanan tiga hari dengan beberapa jenis kemasan

15

Gambar 6 Hasil penyimpanan gula halus selama tiga hari dengan beberapa
perlakuan kemasan
Sementara itu, kadar air gula halus setelah penyimpanan menunjukkan
peningkatan dari perlakuan sebelumnya. Kadar air gula setelah penyimpanan
selama tiga hari adalah 0.28 %. Peningkatan ini tidak terlalu signifikan dan masih
berada di dalam batas maksimal yaitu 0.65 % (Thorpe 1974). Bagian terakhir
dalam tahap ini adalah analisis jumlah gula reduksi dengan menggunakan metode
yang sama seperti sebelumnya yaitu metode Luff-Schoorl. Gula halus yang sudah
dikemas dengan beberapa perlakuan kemasan dan disimpan dalam inkubator
selama tiga hari akan dianalisis kadar gula reduksi. Hasil dari analisis akan
dibandingkan dengan gula pasir saat sebelum dan setelah dilakukan proses
penggilingan. Hasil perbandingan kadar jumlah gula reduksi dapat dilihat pada
Gambar 7. Sementara hasil perbandingan kadar air gula pasir sebelum giling,
setelah giling dan setelah penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 7 Perbandingan kadar jumlah gula reduksi gula pasir sebelum giling,
setelah giling, dan setelah penyimpanan

16

Gambar 8 Perbandingan kadar air gula pasir sebelum giling,
setelah giling dan setelah penyimpanan

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas mutu gula pasir
di antaranya, suhu, kelembaban udara (RH), jumlah gula reduksi, ukuran partikel,
dan kadar air. Hasil identifikasi terhadap faktor yang mempengaruhi perubahan
karakteristik fisik (penggumpalan) menunjukkan bahwa ukuran partikel gula pasir
yang berubah menjadi lebih kecil dan peningkatan suhu gula pasir akibat
penggilingan mempengaruhi penggumpalan gula selama penyimpanan. Ukuran
gula pasir yang menjadi lebih kecil akan membuat luas permukaan gula pasir
semakin besar. Luas permukaan yang besar ini memudahkan gula pasir untuk
berinteraksi dengan uap air yang berada pada lingkungan. Hal ini membuat gula
lebih mudah untuk menggumpal. Ukuran gula pasir sebelum penggilingan adalah
0.85 mm dan setelah penggilingan menjadi 0.15 mm. Sementara itu, peningkatan
suhu gula pasir akibat penggilingan akan membuat gula lebih cepat menggumpal.
Hal ini berkaitan dengan sifat higroskopis gula bahwa semakin tinggi suhu gula
akan membuat gula semakin mudah menyerap uap air di lingkungan. Suhu awal
gula pasir rata-rata adalah 27.12 °C. Setelah dilakukan proses penggilingan
suhunya meningkat menjadi 49.66 °C. Sementara itu, penggunaan beberapa jenis
kemasan untuk menyimpan gula halus menunjukkan bahwa gula halus yang
disimpan dengan menggunakan kemasan lapis HDPE+LDPE memiliki hasil
terbaik yang bisa bertahan untuk tidak menggumpal selama tiga hari
penyimpanan.
Saran
Suhu gula halus yang meningkat akibat proses penggilingan harus
diturunkan untuk memperlambat terjadinya proses penggumpalan gula halus.
Penurunan suhu gula halus dapat dilakukan dengan cara menerapkan sistem

17

mekanik conveyor. Sistem ini bisa memanfaatkan waktu tunggu setelah
penggilingan untuk menurunkan suhu gula halus yang meningkat akibat proses
penggilingan. Selain itu mengganti kemasan dengan kemasan porforated plastic
yang memiliki lubang kecil sama dengan karung rajut plastik. Lubang ini
digunakan untuk meredam panas dari gula halus yang meningkat suhunya akibat
penggilingan. Penambahan anti kempal juga bisa menunda penggumpalan pada
gula halus. Anti kempal yang sesuai dengan peraturan BPOM untuk produk
tepung gula (gula halus) adalah trikalsium fosfat. Sebaiknya gula halus segera
digunakan untuk produksi setelah gula digiling agar tidak menggumpal dalam
gudang penyimpanan. Percobaan skala laboratorium ini harus segera diterapkan di
dalam skala industri untuk membandingkan hasilnya dengan skala laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA
Ahvenainen R. 2003. Active and intelligent packaging. Arvenainen, R (ed). Novel
Food Packaging Techniques. Abington: Woodhead Publishing, p. 5-21
Bachriansyah S. 2007. Identifikasi Plastik Pengemasan Industri Makanan dan
Minuman. Jakarta: Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Bierley AW, RJ Heat, MJ Scott. 1988. Plastic Materials Properties and
Applications. New York: Chapman and Hall Publishing.
Bourtoom T. 2008. Edible Films and Coatings: Characteristics and Properties. Int.
Food Res J. 15(3): 1-12
Buckle KA, R.A Edward, G.h Fleet, M. Wooton. 1995. Ilmu Pangan.
Diterjemahkan oleh Purnomo dan Adiono. Jakarta: UI.
Brydson JA. 1975. 3rd Edition Plastic Materials. London: Newnes-Butterworths.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2015. Kategori Pangan. Jakarta:
BPOM RI
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Kode Plastik dan Cara
Penggunaannya. Jakarta: BPOM RI.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Pedoman Uji Migrasi
Kemasan Pangan. Jakarta: BPOM RI.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2001. SNI 01-3140-2001. Syarat mutu gula
kristal putih. Jakarta (ID): BSN