Optimisasi Kombinasi Hot Water Treatment Dan Cacl2 Menggunakan Response Surface Methodologi Pada Mangga Gedong Gincu (Mangifera Indica L.)
OPTIMISASI KOMBINASI HOT WATER TREATMENT DAN
CACL2 MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE
METHODOLOGY PADA MANGGA GEDONG GINCU
(Magnifera indica L. )
DANY SUKMANA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimisasi Kombinasi
Hot Water Treatment dan CaCL2 Menggunakan Response Surface Methodologi
pada Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica L.) adalah karya saya dengan
arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Dany Sukmana
NIM F153110101
RINGKASAN
DANY SUKMANA. Optimisasi Kombinasi Hot Water Treatment dan CaCL2
Menggunakan Response Surface Methodologi pada Mangga Gedong Gincu
(Mangifera indica L.). Dibimbing oleh SUTRISNO dan EMMY DARMAWATI.
Kendala utama dalam pascapanen produk hortikultura adalah bagaimana
mempertahankan kualitas, sehingga dapat dipasarkan dengan jangkauan yang
lebih luas. Penyebab utama kerusakan buah mangga adalah adanya hama dan
investasi penyakit serta kondisi lingkungan yang dapat memicu percepatan
metabolisme buah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi
perlakuan yang optimal dari tiga jenis perlakuan yaitu suhu HWT (Hot Water
Threatment), lama ekspos buah pada suhu HWT dan perendaman buah setelah
HWT ke dalam larutan CaCL2. Parameter kualitas yang diuji meliputi susut bobot,
kekerasan, total padatan terlarut, keasaman (pH) dan croma. Untuk mendapatkan
kombinasi optimum data dianalisis menggunakan metode RSM (Respon Surface
Methode).
Hasil analisis RSM pada penyimpanan 13 °C menunjukkan bahwa
penurunan bobot buah dipengaruhi oleh suhu, lama perendaman pada HWT, dan
lama perendaman pada larutan CaCl2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
minimisasi penurunan bobot sebesar 2.18% diperoleh pada kombinasi perlakuan
suhu ekpos 45.5 °C, lama ekpose 32 menit dan lama perendaman 38 menit. Pada
kondisi ini diperoleh nilai kekerasan 1.02 Newton, Total Padatan Terlarut 16.8
o
Brix, pH sebesar 5, Total Asam 0.003322 mg/100 gram, Croma 42.32.
Sedangkan penyimpanan buah pada suhu 8 °C tidak dianjurkan karena hasil
penelitian menunjukkan selama penyimpanan, buah mengalami gejala chilling
injury dengan indikasi yang paling terlihat yaitu buah gagal matang dan warna
buah tidak berubah semestinya dengan indikator buah berubah menjadi
kecoklatan.
Kata kunci: RSM, HWT, mangga, pascapanen, susut bobot.
SUMMARY
DANY SUKMANA. The Application of Response Surface Methodology to
Optimize the Combination of Hot Water Treatment and CaCl2 Treatment on
Mango Gedong Gincu (Mangifera indica L.). Supervised by SUTRISNO and
EMMY DARMAWATI.
The main obstacle in the postharvest of horticultural products is how to
maintain the quality longer, so it can be marketed to a more spreaded distant. For
example, the main cause of damage to mango fruit quality are the presence of
pests and diseases investment and environmental conditions that can lead to
accelerated metabolism of fruit. This study aims to obtain an optimal combination
HWT’s temperature (hot water treatment) long exposure HWT, and soaking fruit
in a liquid CaCl2. Tested quality parameters were include weight loss, hardness,
total solable solids, acidity (pH),chroma. To obtain the optimum combination of
data were analyzed using the method of RSM (Response Surface Methode).
RSM analysis result in the storage 13 ° C showed that the decrease in fruit
weight is influenced by temperature, soaking time at HWT, and old soaking in a
solution of CaCl2. The result of optimization is the minimization form where the
fruit will decrease the weight by 2.18% at affected on combination treatment
exposures 45.5 °C, long expose 32 minutes and 38 minutes of soaking time. In
this condition the hardness values obtained 1.02 Newton, 16.8 oBrix Total Solable
Solids, pH of 5, Total Acid 0.003322, and Croma 42.32. While the fruit storage at
a temperature of 8 °C is not recommended because the results showed during
storage, fruit experience symptoms of chilling injury with the most visible
indication that failed ripe fruit and color should not change with the indicator
turns into brownish.
Keywords: RSM, HWT, manggo, postharvest handling, weight loss
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OPTIMISASI KOMBINASI HOT WATER TREATMENT DAN
CACL2 MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE
METHODOLOGY PADA MANGGA GEDONG GINCU
(Magnifera indica L. )
DANY SUKMANA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Usman Ahmad, MAgr
Judul Tesis
: Optimisasi
Hot Water Treatment dan CaCL2
Response Swfc1ce Methodologi pada Mangga
(Mangifera indica L)
Kombinasi
Menggunakan
Gedong Gincu
Nama
: Dany Sukmana
NIM
: F153110101
Program Studi
: Teknologi Pascapanen
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr lr Sutrisno, MAgr
mmy Dannawati, MSi
Ketua
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Pascapanen
Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr
•
Tanggal U jian
.
7 Agustus 2015
Tanggal Lulus :
3 1 AUG >01)
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan
KaruniaNya sehingga memampukan Penulis menyelesaikan penulisan Tesis
dengan judul Optimisasi Kombinasi Hot Water Treatment dan CaCL2
Menggunakan Response Surface Methodologi pada Mangga Gedong Gincu
(Mangifera indica L.) .
Penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian karya ilmiah tesis ini. Ucapan terima kasih
disampaikan kepada Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr dan Dr Ir Emmy Darmawati, MSi
sebagai Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan
arahan kepada Penulis. Kesempatan ini Penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada Dr Ir Usman Ahmad, MAgr yang telah bersedia menjadi Penguji luar
komisi pada ujian tesis ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Pak Sulais telah mendukung
dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulis juga menghaturkan terima kasih
yang tulus kepada kedua orang tua tercinta atas doa dan perhatiannya kepada
ananda.
Penghargaan dan ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada
teman-teman seperjuangan Teknologi Pascapanen 2011, mbak Eny, dan teman–
teman lainnya atas pertemanan dan persaudaraanya selama ini. Akhirnya, semoga
karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Agustus 2015
Dany Sukmana
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mangga
Parameter Mutu
Kombinasi Hot Water Treatment dan CaCL2
Respon Surface Methodology (RSM)
Eksperimen Model Orde I
Eksperimen Model Orde II
3
3
6
8
9
10
10
3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Parameter Pengamatan
Laju Respirasi
Susut Bobot
Kekerasan
Total Padatan Terlarut (TPT)
Warna Daging Buah
Organoleptik
Rancangan Percobaan
Analisis Data
12
12
13
14
14
14
15
16
16
16
16
17
21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Kondisi Penerimaan Optimum Kualitas Buah Mangga
Analisis Data
Penentuan Tititk Stasioner
Verifikasi Hasil Optimasi
26
26
26
30
30
5 SIMPULAN
36
DAFTAR PUSTAKA
37
LAMPIRAN
38
RIWAYAT HIDUP
44
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Karakteristik fisik beberapa varietas mangga komersial
Komposisi kimia dan nilai gizi buah mangga
Syarat mutu buah mangga dalam SNI-01-3164-1992
Central Composite Design
Kode perlakuan
Rancangan percobaan dengan pengkodean orde I
Rancangan percobaan dengan pengkodean orde II
Interprestasi nilai R2
Persamaan orde I
Anova dari model orde I untuk respon susut bobot
Anova dari model orde II untuk respon susut bobot
Persamaan orde II
Perbandingan nilai respon buah mangga
4
5
6
11
18
18
19
24
27
27
28
28
31
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Bagian–bagian buah mangga (Gangolly et al. 1957)
4
Mangga Gedong Gincu
5
Pembentukan desain CCD (Anonim, 2006)
10
Permukaan respon untuk titik maksimum (a), titik minimum (b), dan
titik pelana (c) (Montgomery 2001)
12
Kontur respon untuk titik maksimum (a), titik minimum (b), dan titik
pelana (c) (Myers 1971)
12
Alur metode percobaan
14
Diagram alir analisis pengolahan data dengan RSM
25
Hasil uji organoleptik penyimpanan buah pada suhu 13 °C
26
Permukaan dan kontur respon susut bobot hari ke–12 vs suhu ekspose,
lama ekspose dalam HWT
28
10 Permukaan dan kontur respon susut bobot hari ke–12 vs lama
perendaman dalam CaCl2, suhu ekspose dalam HWT
11 Permukaan dan kontur respon susut bobot hari ke–12 vs lama
perendaman dalam CaCl2, lama ekspose dalam HWT
12 Permukaan dan kontur respon total padatan terlarut hari ke-12 vs lama
perendaman dalam CaCl2, suhu ekspose dalam HWT
13 Hasil uji organoleptik penyimpanan buah kontrol pada suhu 13 °C
14 Buah mangga tanpa perlakuan (kontrol) lama penyimpanan 6 hari pada
suhu13 °C
15 Laju konsumsi O2 buah pada suhu 13 oC
16 Warna buah mangga (a) kode perlakuan K15 (b) kontrol hari ke-9
pada suhu 13 oC
17 Hasil uji organoleptik penyimpanan buah kontrol pada suhu 13 oC
18 Warna buah mangga awal penyimpanan (a), akhir penyimpanan (b)
pada suhu 8 oC
19 Nilai a dan b buah mangga dengan kode perlakuan K15 yang disimpan
pada suhu 8 oC
20 Nilai L buah mangga dengan kode perlakuan K15 yang disimpan pada
suhu 8 oC
29
29
29
31
32
32
34
34
35
35
36
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Alat
Anova orde I
Anova orde II
Visual buah setelah perlakuan
Chart hunter
38
39
40
43
43
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah mangga adalah salah satu buah yang menjadi primadona dan sangat
digemari oleh konsumen dalam dan luar negeri. Walaupun, buah mangga bukan
tanaman asli Indonesia namun masyarakat sudah mengganggap mangga sebagai
salah satu tanaman buah–buah asli Indonesia (Pracaya 2007). Di antara macam–
macam varietas yang tumbuh di Indonesia, varietas Gedong, Manalagi, Cengkir, dan
Arumanis merupakan varietas yang banyak dikonsumsi di dalam negeri, namun
hanya varietas Gedong dan Manalagi yang juga digemari oleh masyarakat
Internasional.
Tanaman mangga dapat tumbuh dan berbuah hampir di seluruh wilayah
Indonesia, dengan produksi tertinggi berasal dari Pulau Jawa seperti di daerah
Indramayu, Cirebon, dan Probolinggo. Berdasarkan data produksi buah–buahan
menurut provinsi dari BPS pada tahun 2009, produksi buah mangga untuk Pulau
Jawa Timur, dan Banten sebesar 1.584.774 kg yang berasal dari DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten. Walaupun berfluktuatif,
produksi buah mangga dari tahun 1998 – 2009 menunjukkan peningkatan, di tahun
2009 Indonesia mampu memproduksi 2.243.440 kg mangga (BPS 2009).
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pengembangan produk hortikultura
mangga menjadi komoditas ekspor adalah menjaga pasokan buah tetap stabil di
setiap tahun dimana lahan penanaman yang telah banyak beralih fungsi untuk
kegiatan properti dan mutu ekspor yang prima dengan memperhatikan proses
penanganan pascapanen dan pendistribusian jarak jauh. Peningkatan daya saing buah
mangga manis segar dapat dilakukan melalui perbaikan mutu khususnya
penampakan mutu visual dan organoleptik serta mereduksi perkembangan penyakit
pascapanen dengan penanganan pascapanen yang tepat sehingga mengurangi losses.
Penyakit pascapanen menjadi penyebab penolakan dari negara tujuan ekspor buah
segar dari Indonesia. Adanya losses yang masih tinggi pada produksi dan munculnya
penyakit pascapanen pada buah mangga akibat kurang tepatnya penanganan serta
penyimpanan pascapanen menyebabkan tidak tercapainya pemenuhan permintaan
pasar.
Kombinasi perlakuan dalam penanganan pascapanen buah–buahan tropika
banyak dilakukan untuk mengoptimalkan pengaruhnya terhadap perubahan fisiologis
atau mencegah penurunan mutu. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan perlakuan
yang terbaik dan sesuai dengan kondisi produknya. Penentuan kombinasi perlakuan
yang banyak akan mempersulit dalam analisisnya, sehingga diperlukan suatu metode
matematika dan statistika yang berupa Response Surface Methodology (RSM).
Dengan metode tersebut permasalahan beberapa variabel independent dapat
dianalisis respon optimal terhadap tujuan akhirnya. Dasar analisis metode ini adalah
rancangan percobaan untuk mencari nilai optimum dari suatu respon (Iriawan dan
Astuti 2006). RSM ini merupakan teknik optimisasi yang banyak digunakan dalam
berbagai bidang baik teknik maupun pertanian. RSM dapat digunakan untuk
optimisasi formula makanan pendamping (Hadiningsih 2004), optimisasi pembuatan
minyak kelapa metode pancing (Maulana 2006), Metode Response Surface pada
percobaan faktorial 2k (Martaspica 2011).
2
Optimisasi menggunakan metode RSM dapat memberikan akurasi yang sangat
tinggi. Berdasarkan hal tersebut, dikembangkan suatu penelitian optimisasi
kombinasi perlakuan HWT dan CaCl2 terhadap perubahan mutu mangga manis
selama penyimpanan dingin menggunakan RSM pengkombinasian aplikasi hot water
treatment (HWT) dan CaCl2 yang pada buah mangga varietas Gedong Gincu.
Teknologi ini yang belum banyak dilakukan pada mangga Gedong Gincu, begitu
pula penggunaan CaCl2, walaupun teknologi terapan tersebut secara terpisah telah
terbukti secara signifikan dapat mengatasi permasalahan penyakit pasca panen pada
buah–buahan untuk aplikasi HWT dan meningkatkan mutu untuk aplikasi pelarutan
ke dalam CaCl2. Pemilihan RSM sebagai metode penelitian diharapkan mampu
mendapatkan kombinasi HWT pada berbagai suhu pemanasan ringan dan lama
pencelupan pada larutan CaCl2 untuk mencegah penurunan mutu buah mangga
selama penyimpanan. Pada penelitian ini ditetapkan tiga kombinasi perlakuan yaitu
suhu ekspose, lama ekspose buah ke air panas, dan lama perandaman buah ke CaCl2
yang dijadikan sebagai variabel bebas. Responnya dikaji dari beberapa parameter
yang mengindikasikan perubahan mutu mangga gedong gincu selama dalam
penyimpanan yaitu laju penurunan susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan
chroma warna daging buah.
Rumusan Masalah
Sudah banyak teknologi yang digunakan untuk mempertahankan mutu buah
seperti dari penggunaan rantai dingin, modifikasi kemasan dan pelilinan, sedangkan
untuk mengurangi investasi hama pada buah sudah digunakan aplikasi teknologi
seperti Hot Water Treatment (HWT) maupun Vapor Heat Treatment (VHT), khusus
untuk perlakuan kimia beracun sudah mulai ditinggalkan karena alasan keamanan
pangan.
Khusus untuk teknologi yang menggunakan panas dalam usaha mengurangi
resiko investasi hama terhadap buah mempunyai resiko terhadap kerusakan buah jika
panas yang diberikan terlalu tinggi. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk
menentukan titik optimum perlakuan panas pada Hot Water Treatment (HWT) dan
penggunaan CaCl2, agar perlakuan tersebut efektif digunakan sebagai upaya
mempertahankan kualitas buah agar tidak mudah rusak.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Menentukan model optimisasi kombinasi Hot Water Treatment dan CaCl2
dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM).
2. Validasi model yang didapatkan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang penanganan
pascapanen buah mangga Gedong Gincu dalam menentukan kondisi optimum dari
kombinasi perlakuan Hot Water Treatment dan CaCl2 dengan menggunakan
Response Surface Methodology (RSM).
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mangga
Mangga merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari negara India.
Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Broto (2003) menyatakan bahwa tanaman mangga keluarga Anacardiaceae, sama
dengan jambu monyet dan kedondong. Genus dari keluarga Anacardiaceae yang
berasal dari Asia Tenggara tercatat ada 62 spesies. Enam belas spesies diantaranya
dapat dimakan, tetapi yang biasa dimakan hanya spesies Mangifera caesia, jack.
(Kemang), Manggifera feotida, Lour. (Pakel, Bacang, atau Limus), Mangifera
odonata, Giff. (Kueni atau Kebembem), dan Mangifera indika, L. Dari keempat
spesies tersebut Mangifera indika, L, merupakan spesies yang paling banyak
jenisnya.
Pracaya (2007) menyatakan bahwa mangga yang biasa dimakan sehari–hari
(termasuk didalamnya mangga Arumanis, Gedong, Golek, dan Manalagi) secara
taksonomi termasuk spesies Mangifera indica, L. genus Mangifera, famili
Anacardiaceae dan ordo Sapindales. Berdasarkan taksonominya pohon mangga
termasuk tumbuhan tingkat tinggi dengan batang yang tegak dengan tinggi pohon
dewasa dapat mencapai 10 – 40 meter, bercabang banyak, bertajuk rindang dan hijau
sepanjang tahun, umur tanaman mangga dapat mencapai 100 tahun lebih.
Berdasarkan SK.Mentan.No.28/Kpts/TP.240/1/1995 dalam Broto (2003) mangga
varietas Gedong dapat dideskripsikan yakni: memiliki bentuk pohon tegak dengan
ketinggian 9 – 15 meter, tajuk pohon berbentuk piramida tumpul, bercabang banyak
dengan letak daun mendatar, permukaan daun sempit dengan lipatan daun
menyempit berbentuk lancip pada dasarnya dan mendatar pada pucuknya, bentuk
malai bunga lancip berwarna kuning atau merah.
Iklim dan kondisi lahan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan agar
tanaman mangga dapat tumbuh dan menghasilkan buah mangga yang bagus dengan
produksi yang optimal. Oleh karena itu, pemilihan lokasi yang tepat juga akan
menentukan kualitas buah mangga. Menurut (Paimin 1998) menyatakan bahwa ada
beberapa faktor yang yang menjadi pembatas dalam pemilihan lokasi yaitu tebal
lapisan tanah harus lebih dari dua meter, tekstur tanah remah dan berbutir,
kemiringan tanah tidak melebihi 30°, keasaman tanah mendekati normal, ketinggian
tempat 500 mdpl (Pracaya 2007), curah hujan antara 750 – 2500 mm per tahun
dengan 2–7 bulan basah (bukan pada musim berbunga), suhu antara 24 °C – 28 °C.
Di Indonesia tanaman mangga Gedong, banyak ditanam di Cirebon, Majalengka, dan
Indramayu.
Bentuk buah mangga sangat beragam, menurut (Pracaya 2007) mendekripsikan
bentuk buah mangga sebagai bentuk yang unik. Pada ujung buah mangga ada yang
berbentuk runcing, biasanya disebut paruh. Di atas paruh ada bagian yang
membengkok disebut sinus, yang dilanjutkan ke bagian perut, dan bagian belakang
perut yang disebut punggung. Untuk lebih menjelaskan bentuk dari mangga, dapat
dilihat pada (Gambar 1).
Mangga memiliki kulit (eksokarp) yang tebal yang diukur dari lapisan
tempurung biji terluar dan terdapat titik kelenjar pada permukaannya. Daging buah
mangga (mesokarp) ada yang tebal dan tipis, tergantung dari jenis dan varietasnya.
4
Beberapa jenis atau kultivar mangga, pada daging buahnya memiliki serat. Serat
yang berasal dari kulit biji (endokarp) kadang–kadang bisa menembus daging buah
sehingga buahnya berserat. Selain itu mangga ada yang berair dan tidak berair,
tingkat kemanisanya pun berbeda–beda bahkan ada juga yang rasanya seperti
terpentin. Warna dari daging buah mangga bermacam–macam ada yang kuning,
krem, atau orange. Mangga berserat yang layak dimakan seringkali hanya cairan
buahnya saja.
Gambar 1. Bagian–bagian buah mangga (Gangolly et al. 1957)
Jenis atau kultivar buah mangga yang banyak dipasarkan antara lain Arumanis,
Gedong, Cengkir, Manalagi, dan Golek. Karakteristik fisik beberapa varietas mangga
komersial dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik fisik beberapa varietas mangga komersial
Kultivar
Utuh
Arumanis
Berat
(gram/buah)
450
Panjang
(cm)
15.1
Lebar
(cm)
7.8
Tebal
(cm)
5.5
Aroma
Buah
harum
Manalagi
Golek
560
456 – 512
16.0
15.70
8.20
7.90
7.30
6.20
Cengkir
400 – 500
13.0
9.0
8.0
harum
segar
harum
sedikit
harum
Sumber: Broto (2003) dan Pracaya (2007)
Warna
Daging
kuning
orange
kuning
kuning
kuning
Jenis buah mangga gedong berbentuk agak bulat dengan pangkal buah agak
datar dan sedikit berlekuk, pucuk buah tidak berparuh. Tangkai buah kuat yang
terletak di tengah dan memiliki bobot 200 – 300 gram per buah, berukuran 10 cm × 8
cm × 6 cm. Ketika masak kulit buah berwarna merah jingga pada pangkalnya, merah
kekuningan pada pucuknya (ujung). Permukaan kulit halus, berbintik putih kehijauan
dan berlilin. Daging buah tebal dengan rasa manis dan berair banyak dengan bentuk
biji besar, mangga ini termasuk mangga yang memiliki serat yang halus pada daging
buahnya (Pracaya 2007). Gedong Gincu digemari masyarakat karena aromanya yang
halus dan kuat. Kulit buahnya yang tebal, menyebabkan buah dapat disimpan
5
beberapa hari dan tahan angkutan. Secara visual mangga varietas Gedong Gincu
dapat dilihat pada (Gambar 2).
Gambar 2. Mangga Gedong Gincu
Buah mangga merupakan buah bergizi tinggi, (Paimin 1998) menyatakan
bahwa mangga mengandung banyak vitamin A dan vitamin C yang sangat
dibutuhkan manusia. Selain itu, mangga juga mengandung kalori, protein,
karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, kalium, magnesium, dan sedikit lemak seperti
terdapat pada (Tabel 2). Oleh karena itu mangga merupakan salah satu buah tropis
yang populer dan sebagian besar masyarakat di dunia menjuluki sebagai King of the
Fruit.
Tabel 2. Komposisi kimia dan nilai gizi buah mangga
Kandungan Zat
Air (%)
Protein (%)
Lemak(%)
Gula Total (%)
Serat (%)
Mineral (%)
Kapur (%)
Fosfor (%)
Besi (%)
Vitamin A
Vitamin B1 (mg/100gr)
Vitamin B2 (mg/100gr)
Vitamin B3 (mg/100gr)
Asam nicotinat (mg/100gr)
Nilai kalori per 100 gr
Nilai Rata–Rata Buah Mangga
Mentah
Matang
90.00
86.10
0.70
0.60
0.10
0.10
8.80
11.80
–
1.10
0.40
0.30
0.03
0.01
0.02
0.02
4.50
0.30
150 I.U
4800 I.U
0.04
0.03
0.05
3.00
13.00
0.30
39.00
Sumber : Laroussilhe, LE MANGUER (1960) dalam Pracaya (2007)
50-60
Selain mudah rusak (perishable), mutu hasil hortikultura di Indonesia masih
rendah karena sebagian besar diperoleh dari usaha sampingan berskala kecil dengan
beragam komoditas dan varietas (Broto 2003). Indonesia memiliki beberapa jenis
pasar dalam penjualan produk yaitu pasar lokal dan ekspor. kedua pasar tersebut
6
memiliki kriterian mutu yang berbeda–beda. Mutu ekspor harus lebih baik dan
standar yang diinginkan umumnya ditentukan oleh negara tujuan. Di Indonesia telah
dilakukan standarisasi mutu buah–buahan untuk ekspor yang dikeluarkan oleh
Departemen Perdagangan. Syarat mutu buah mangga yang tercantum dalam SNI 01–
3164–1992 disajikan dalam (Tabel 3).
Tabel 3. Syarat mutu buah mangga dalam SNI 01–3164–1992
Karakteristik
Kesamaan sifat varietas
Tingkat ketuaan
Kekerasan
Keseragaman ukuran
Cacat (% maksimal)
Kadar kotoran (%
maksimal)
Busuk (% maksimal)
Panjang tangkai (cm
maksimum)
Persyaratan
Cara pengujian
Mutu I
Mutu II
seragam
seragam
organoleptik
tua tapi tidak
tua tapi tidak
organoleptik
terlalu matang terlalu matang
keras
cukup keras
organoleptik
seragam
kurang seragam
SP-SNP-309-1981
5
10
SP-SNV-212-1977
bebas
bebas
SP-SNP-383-1981
0
1
0
1
Sumber: Broto (2003)
SP-SNP-212-1981
SPS-SNP-2141977
Parameter Mutu
Produk holtikultura buah segar merupakan bahan yang masih hidup sewaktu
dilakukan pemanenan, sehingga selama penyimpanan dapat terjadi perubahan sifat
fisik maupun kimia dari buah. Sifat fisik produk buah segar yang umum
dipergunakan sebagai parameter mutu adalah kekerasan, warna, total padatan terlarut
(TPT), susut bobot dan laju respirasi.
Kekerasan buah tergantung pada turgor sel hidup, adanya jaringan utama dan
jaringan penunjang dan sifat kohesi dari sel. Perubahan turgor pada umumnya
disebabkan karena komposisi dinding sel berubah sehingga dapat berpengaruh
terhadap firmness dari buah, yang biasanya buah menjadi lunak apabila telah masak
(Winarno dan Wirakartakusuma 1979). Turgor merupakan tekanan dari isi sel
terhadap dinding sel, sehingga sel ada pada keadaan normal tetapi dimungkinkan
terjadinya pertukaran senyawa. Tekstur terbentuk dari polisakarida, dimana
komponen utama dari dinding sel adalah selulosa dan pektin.
Semakin lama buah disimpan akan membuat buah tersebut semakin lunak,
karena protopektin yang tidak larut diubah menjadi pektin yang larut dan asam pektat
(Winarno dan Wirakartakusuma 1979). Protopektin adalah bentuk zat pekat yang
tidak larut dalam air. Pecahnya protopektin menjadi zat dengan bobot molekul
rendah larut dalam air mengakibatkan lemahnya dinding sel dan turunnya kohesi
yang mengikat sel satu dengan yang lain. Selain itu, melunaknya buah selama
pematangan juga disebabkan oleh aktivitas enzim poligalakturonase yang
menguraikan protopektin dengan komponen utama poligalakturonat menjadi asam
galakturonat (Pantastico et al. 1986).
7
Perubahan warna sebagai salah satu indeks mutu pangan sering dipergunakan
sebagai parameter untuk menilai mutu fisik produk pertanian. Selain itu warna dapat
mempengaruhi daya tarik konsumen terhadap mutu produk. Selama penyimpanan
kulit buah mangga akan terlihat berpindah menuju nilai warna indeks kematangan
yang lebih tinggi serta terus berlangsung sampai ke fase kerusakan. Penyimpanan
pada suhu rendah menyebabkan proses fisiologis mangga mengalami penurunan,
sehingga perubahan warna dapat dihambat, peningkatan suhu akan menyebabkan
pembentukan pigmen sehingga menyebabkan perubahan warna menuju indeks
selanjutnya akan semakin cepat.
Menurut (Winarno dan Wirakartakusuma 1979), meskipun banyak jenis gula
yang ada dalam buah dan sayuran, tetapi perubahan kandungan gula yang
sesungguhnya hanya meliputi tiga macam gula, yaitu glukosa, fruktosa dan sukrosa.
Dengan aktivitas enzim invertase, sukrosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dan
fruktosa. Glukosa dan fruktosa yang merupakan pecahan dari sukrosa oleh enzim
invertase disebut sakarinvert yang mampunyai perbandingan sama yaitu 1:1. Glukosa
dan fruktosa merupakan gula pereduksi, sedangkan sukrosa karena tidak mempunyai
gugusan yang dapat mereduksi disebut gula nonpereduksi. Apabila buah–buahan
menjadi matang, maka kandungan gulanya akan meningkat, tetapi kandungan
asamnya menurun. Akibatnya kandungan gula dan asam akan mengalami perubahan
yang drastis. Keadaan ini berlaku pada buah–buahan klimaterik, sedangkan pada
buah–buahan nonklimaterik perubahan tersebut umumnya tidak jelas.
Susut bobot yaitu massa buah yang berkurang sejalan dengan waktu selama
proses penyimpanan. Buah terlihat tidak segar lagi, berubah warna, berubah rasa,
kandungan nutrisi berkurang, hingga terjadi pembusukan. Proses metabolisme ini
dapat dihambat dengan menyimpan buah–buahan pada suhu rendah dengan
kelembaban relatif uap air yang tinggi dan dapat pula membatasi kontak antara buah
dengan udara ataupun etilen. Wulandari (2006) menyatakan buah–buahan yang
dipetik dari pohon tetap mengalami proses metabolisme. Proses alami buah tersebut
antara lain respirasi, transpirasi, pelepasan etilen dan aroma sehingga berakibat
pengurangan pada massanya.
Proses repirasi adalah salah satu proses biologis dimana oksigen dari udara
diserap untuk digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energi dengan
diikuti pengeluaran CO2 dan air. Buah–buahan dan sayuran serta hasil pertanian
lainnya setelah dipanen masih melakukan proses metabolisme dan selama hasil
pertanian masih berespirasi benda tersebut masih disebut hidup (Winarno dan
Wirakartakusuma, 1979).
Menurut Pantastico dan Subramanyan (1986), besar kecilnya respirasi dapat
diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O 2 yang diserap, CO2 yang
dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang timbul, sedangkan air yang
dilepas tidak ditentukan karena reaksi berlangsung dalam udara sebagai medium dan
jumlah air yang dihasilkan dalam reaksi sangat sedikit. Energi yang dikeluarkan
tidak dapat ditentukan karena berbagai bentuk energi yang dihasilkan tidak dapat
diukur hanya dengan menggunakan satu alat saja. Proses respirasi yang terjadi pada
buah dan sayuran ditentukan dengan pengukuran laju penggunaan O 2 dan laju
pengeluaran CO2.
8
Kombinasi Hot Water Treatment dan CaCl2
Kebijakan suatu negara dalam menerapkan karantina sebagai upaya disinfestasi
hama dan penyakit pascapanen terhadap produk hortikultura impor, sangat perlu
dilakukan sebagai upaya untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit pascapanen
dari negara asal. Beberapa metode yang diterapkan diantaranya perlakuan dingin,
pengasapan, pencelupan ke dalam larutan kimia, atmosfir terkendali, perlakuan
panas, dan perlakuan kombinasi. Perlakuan kombinasi banyak dilakukan karena lebih
optimal dalam menurunkan resiko terserang hama dan penyakit serta kualitas mutu
buah lebih terjaga. Kombinasi perlakuan panas HWT dan CaCl2 dipilih karena
penyakit antraknos yang sering menyerang mangga sangat sensitif terhadap kondisi
panas dan pencelupan dalam larutan CaCl2 mampu menghindari pelunakan pangan
akibat proses pemanasan.
Hasbullah (2002) menyatakan bahwa air panas merupakan media yang efektif
untuk menghantarkan panas secara seragam ke seluruh bagian buah dalam waktu
tidak terlalu lama karena nilai konduktivitas air lebih tinggi. Pemanasan ringan pada
suhu 50 °C – 70 °C dapat mengaktifkan enzim pektin metil esterase (PME) yang
kemudian melakukan “demetilasi” senyawa pektin sehingga lebih banyak gugus
karboksil yang dapat berikatan dengan ion Ca endogen maupun eksogen (Daryanti et
al. 2004 dalam Partha 2009). Metode pencelupan dalam air panas lebih efisien
sebagai wadah pemindah panas daripada udara panas atau semprotan air bersuhu
tinggi ke seluruh bahan secara total bukan hanya pada permukaan saja. Pencelupan
buah–buahan dan sayuran kedalam air panas pada suhu 50 °C – 60 °C dapat
mengurangi residu pestisida, sedangkan buah–buahan yang diberikan perlakuan
panas pada suhu 38 °C – 40 °C seringkali mengalami pelunakan yang lebih lambat
daripada buah–buahan yang tidak diberikan perlakuan panas, walaupun prosedur
perlakuan panas untuk mangga dan pepaya yang diberi perlakuan panas selama 4 jam
pada suhu 50 °C dapat mengalami pelunakan yang lebih cepat setelah perlakuan.
Garam Kalsium khususnya CaCl2 sering digunakan untuk memperbaiki tekstur
buah, namun tidak semua jenis buah mempunyai respons positif terhadap perlakuan
CaCl2 karena bagi buah yang tidak tahan suhu rendah akan mengalami Ca–injury
yang mengakibatkan warna kulit menjadi coklat kehitaman dan proses pematangan
menjadi tidak sempurna (Daryanti et al. 2004 dalam Partha 2009). Penggunaan
garam Kalsium seperti CaCl2 dan pemanasan ringan dapat menghambat pelunakan
tekstur serta mempertahankan kualitas buah dan sayuran utuh maupun terolah
minimal seperti pada buah apel, apel iris, strawberry utuh dan iris, wortel iris, melon
iris, green been kaleng, wortel kaleng (Barry Ryan and O’Bernie 1998 dalam Partha
2009). Ion Ca dapat berikatan dengan pektin membentuk Kalsium pektat pada
dinding sel menjadi stabil (Guzman et al. 2000 dalam Partha 2009). Pencelupan
dengan CaCl2 menyebabkan terjadinya penyusunan Karbon dari kandungan Pektin
dan penggabungan dengan Ca2+ mampu membentuk semacam dinding atau lapisan
yang dapat mengurangi akses enzim perombak sel masuk ke dalam dinding sel yang
mempengaruhi umur simpan.
Beberapa penelitian telah menggambarkan pengaruh penyimpanan lanjutan
setelah perlakuan panas terhadap kekerasan buah–buahan. Tekstur bahan hasil
perlakuan panas setelah penyimpanan berbeda secara kualitatif dan kuantitatif. Uji
tekan dengan mesin Instron dan Shearing Measurements membuktikan bahwa buah
apel yang diberi perlakuan panas dapat keras lebih lama daripada yang tidak diberi
9
perlakuan panas. Penelitian terakhir terhadap perlakuan panas pada tomat yaitu
selama 4 hari pada suhu 40 °C, sifat rasa dipengaruhi perlakuan panas. Keasaman
apel menurun dalam 3 atau 4 hari pada suhu 38 °C dan pencelupan strawberry dalam
air panas bersuhu 35 °C, 45 °C, dan 55 °C selama 15 menit dilakukan untuk
mencegah kebusukan. Perlakuan panas dengan air pada suhu 45 °C selama 3 jam
sebelum penyimpanan dingin terhadap buah melon dapat mencegah kehilangan
sukrosa daripada buah yang tidak diberi perlakuan panas sebelum penyimpanan.
Kecenderungan adanya tekanan panas sebagai media dalam perlakuan panas dapat
mencegah kerusakan komoditi selama pemberantasan hama dan jamur penyebab
penyakit (Lurie 1998 dalam Ariyanto 2003).
Response Surface Methodology (RSM)
Menurut (Montgomery 2001) Response Surface Methodology (RSM)
merupakan suatu metode gabungan antara teknik matematika dan statistika yang
digunakan untuk membuat model dan menganalisis suatu respon y yang dipengaruhi
oleh beberapa variabel bebas (faktor x) guna mengoptimalkan respon tersebut.
Hubungan antara respon y dan variabel bebas x adalah sebagai berikut:
ŷ = f(X1, X2,...., Xk) + ε
dimana:
ŷ
X1, X2,.....Xk
ε
(1)
: variabel respon
: variabel bebas/faktor
: error
Response Surface ditampilkan secara grafik dan untuk membantu visualisasi
dari bentuk permukaan plot sering digunakan contour dari permukaan respon. Garis
contour yang terbentuk mempresentasikan ketinggian permukaan yang terbentuk.
Permasalahan umum pada metode Response Surface adalah bentuk hubungan yang
terjadi antara perlakuan dengan respon tidak diketahui.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari bentuk hubungan antara
respon dengan perlakuannya. Bentuk hubungan linier merupakan hal yang pertama
kali dicobakan untuk menggambarkan hubungan tersebut. Jika ternyata bentuk
hubungan antara respon dengan perlakuan adalah linier maka pendekatan fungsinya
disebut first-order model (model orde I), ditunjukkan dalam persamaan 2 sebagai
berikut:
(2)
Jika bentuk hubungannya merupakan kuadrat, maka pendekatan fungsinya
disebut second-order model (model orde II), ditunjukkan dalam persamaan 3 berikut
ini:
(3)
dimana:
ŷ
βo
βi
βii
: respon pengamatan
: intersep
: koefisien linier
: koefisien kuadratik
10
βij
Xi
Xj
k
: koefisien interaksi perlakuan
: kode perlakuan untuk faktor ke-i
: kode perlakuan untuk faktor ke-j
: jumlah faktor yang dicobakan
Setelah bentuk hubungan yang paling fit diperoleh, langkah selanjutnya adalah
mengoptimalisasi hubungan tersebut. Langkah–langkah dalam menganalisa
Response Surface yaitu: merancang percobaan, membuat model dan melakukan
optimisasi.
Eksperimen Model Orde I
Pada RSM yang menjadi suatu masalah adalah tidak diketahuinya formula atau
persamaan yang pasti antara hubungan respon dan variabel independent, sehingga
pada langkah awal dibutuhkan pencarian titik optimum yang berulang–ulang pada
desain yang digunakan untuk mencari pendekatan fungsi yang sebenarnya dari
hubungan antara respon dan variabel bebas. Desain faktorial 2 k, dimana k=3 yang
merupakan variabel bebas adalah desain untuk mengestimasi model orde I. Pada
desain faktorial diberi kode (–1) untuk level rendah dan (+1) untuk level tinggi,
sedangkan titik pusat diberi kode (0). Penggunaan pengkodean pada desain ini
bertujuan untuk memudahkan interpretasi yang dilakukan oleh software, dimana
penggunaan unit atau satuan pada setiap data yang diinputkan ke software akan
memberikan hasil yang berbeda secara numerik bila dibandingkan dengan
penggunaan kode.
Eksperimen Model Orde II
Saat eksperimen orde I belum begitu mendekati wilayah optimum pada
steepest ascent, maka pendekatan model regresi orde II mulai digunakan. Untuk
mengestimasi model permukaan respon orde II digunakan Central Composite Design
(CCD). CCD adalah sebuah rancangan percobaan yang terdiri dari rancangan 2 k
faktorial dengan menambahkan pengamatan di pusat desain dan sekitarnya pada
jarak satuan. Pembentukan CCD ditunjukkan pada (Gambar 3).
Gambar 3. Pembentukan desain CCD (Anonim 2006)
11
Cube point merupakan titik–titik yang berada pada desain faktorial 2k, dimana
k merupakan banyaknya variabel independent. Pada percobaan 2k faktorial orde I
ditambahkan centre point dengan jumlah maksimal 6 dan minimal 3 titik pada pusat.
Kemudian untuk membentuk desain orde II berupa CCD, dari titik–titik percobaan
orde I ditambahkan axial point berjumlah 2k dengan jarak α dari centre point, dimana
k adalah jumlah variabel bebas.
Untuk memperoleh orde II yang bagus dalam menghasilkan nilai respon, maka
model harus memiliki variansi yang stabil dan konsisten yang layak pada titik x.
Variansi dari nilai prediksi respon pada titik x adalah (Montgomery 2006).
V[ŷ(x)] = τ2Xˈ (Xˈ X)-1 x
(4)
Desain permukaan respon orde II sebaiknya harus rotatable, ini artinya V[ŷ(x)]
sama pada semua titik x yang jaraknya sama pada desain pusat. Dengan kata lain,
variansi pada nilai prediksi respon adalah konstan di lingkaran. Desain CCD dibuat
rotatable oleh pemilihan α, pada (Gambar 4) titik A, B, C, D adalah titik yang
ditambahkan dengan jarak α. Nilai α untuk rotatablity bergantung dari jumlah titik
pada factorial portion dalam desain. Nilai α menghasilkan sebuah rotatable CCD
dimana nf adalah jumlah titik yang digunakan pada factorial portion. Tabel 4
menampilkan desain CCD sampai dengan k=6 variabel bebas. Nilai untuk titik aksial
didasarkan pada bentuk kode dari level desain faktorial 2k. Pada umumnya, suatu
desain harus memuat setidaknya tiga titik pusat agar terbuat beberapa replikasi untuk
mengestimasi eksperimen eror pada model.
Tabel 4. Central Composite Design
Cube point nf (2k)
Axial point (2k)
α ((2k) ¼)
Centre point nc
Total Run
Sumber: (Montgomery 2001)
2
4
4
1.414
nc
8+ nc
3
8
6
1.682
nc
14+ nc
k
4
16
8
2.000
nc
24+ nc
5
32
10
2.378
nc
42+ nc
6
64
12
2.828
nc
76+ nc
Karakteristik dari permukaan respon ditentukan dari harga �i. Jika nilainya
semua positif maka xs adalah titik minimum dan jika semua negatif maka xs adalah
titik maksimum, tetapi jika harganya berada tanda diantara harga �i, maka xs
merupakan titik pelana (Montgomery 2001). Ketiga kondisi tersebut dapat dilihat
pada (Gambar 4) dan (Gambar 5) berikut ini:
12
Gambar 4. Permukaan respon untuk titik maksimum (a), titik minimum (b),
dan titik pelana (c) (Montgomery 2001)
Gambar 5. Kontur respon untuk titik maksimum (a), titik minimum (b), dan
titik pelana (c) (Myers 1971)
3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September sampai dengan Desember
2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP),
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian IPB,
Dramaga Bogor.
13
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah buah mangga Gedong Gincu dengan berat 250 –
300 gram, yang diperoleh dari petani buah mangga di daerah Cirebon. Buah dibawa
ke laboratorium dikemas dalam kardus dengan bahan pengisi koran dan dijaga pada
suhu ruang serta terlindung dari sinar matahari langsung. Larutan CaCl2 dengan
konsentrasi 4% dan aquades.
Alat yang digunakan adalah Water Bath untuk perlakuan HWT, lemari
pendingin untuk penyimpanan, Rheometer model CR–300 untuk mengukur
kekerasan, Refraktometer AtagoN–1 untuk mengukur total padatan terlarut (TPT)
mangga, Continous Gas Analyzer tipe IRA–107 untuk mengukur konsentrasi CO2,
Portable Oxygen Tester POT–101 untuk mengukur konsentrasi O2, Termometer,
Color Reader untuk mengetahui warna daging buah, dan timbangan digital.
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
a) buah mangga yang diperoleh dari kebun dibawa ke laboratorium dengan dikemas
dalam kardus yang sebelumnya telah diberikan bahan pengisi berupa kertas koran
untuk menghindari kerusakan mekanis selama perjalanan. Kemudian mangga
dibersihkan dengan cara dilap dengan kain setengah basah, disortasi
keseragaman, kematangan dan ukurannya, setelah itu dilakukan pencelupan ke
dalam larutan Theobendazol 1 ppm selama satu menit kemudian ditiriskan
b) sampel mangga yang telah siap diberi perlakuan panas (HWT) dengan
perendaman dalam waterbath pada suhu dan lama perendaman sesuai rancangan
percobaan orde I dan orde II 30 °C, 35 °C, 45 °C, 55 °C, 60 °C selama 15’, 20’,
40’, 60’, 65’
c) setelah perlakuan dengan HWT selesai, sampel mangga kemudian dicelupkan ke
dalam larutan CaCl2 konsentrasi 4% sesuai rancangan percobaan orde I dan orde
II selama 15’, 20’, 40’, 60’, 65’. Sampel mangga yang telah diberikan perlakuan
berupa pencelupan dalam larutan CaCl2 ditiriskan supaya air sisa perendaman
kering kemudian disimpan dalam Refrigerator bersuhu 10 °C
d) pengamatan perubahan parameter mutu sampel mangga dilakukan setiap 3 hari
selama 15 hari untuk semua perlakuan
Diagram alir dari semua tahapan penelitian dapat dilihat pada (Gambar 6).
14
Mangga
Sortasi
Dicuci dan dibersihkan
Perlakuan panas (HWT) (oC) dan lama ekspose (menit)
Penirisan
Pencelupan CaCl2 4% (menit)
Penirisan
Penyimpanan pada suhu 13oC dan 8 oC selama 21 hari
Pengamatan setiap 3 hari selama 15 hari
Laju Respirasi, Susut Bobot, Kekerasan, Total Padatan
Terlarut, Warna Daging Buah, dan Organoleptik
Gambar 6. Alur metode percobaan
Parameter Pengamatan
Laju Respirasi
Pengukuran laju respirasi yang dilakukan dengan mengukur konsentrasi O 2 dan
CO2 buah mangga selama penyimpanan di lemari pendingin. Tahapan pengukuran
laju respirasi sebagai berikut:
1) pengukuran dilakukan setiap hari, alat yang digunakan adalah Continous Gas
Analyzer tipe IRA–107 untuk mengukur konsentrasi CO2 dan Portable Oxygen
Tester POT–101 untuk mengukur konsentrasi O2
2) buah mangga yang telah ditimbang ± 500 gram dimasukkan ke dalam stoples
dengan kondisi tertutup rapat dimana pinggiran penutup stoples dilapisi plastisin
agar udara tidak bocor.
15
3) Untuk pemasukan dan pengeluaran udara saat pengukuran dibuatkan dua saluran
selang yang ujung–ujungnya dijepit. Pada saat pengukuran respirasi, kedua
selang tersebut dihubungkan dengan gas Analyzer.
4) pengukuran laju respirasi dilakukan setiap hari selama 28 hari, dimana:
hari ke–-1 dan ke–2, diukur setiap 3 jam sebanyak dua kali ulangan
hari ke–3 dan ke–4, diukur setiap 6 jam sebanyak dua kali ulangan
hari ke–5 dan ke–6, diukur setiap 9 jam sebanyak dua kali ulangan
hari ke–7 dan ke–9, diukur setiap 12 jam sekali
hari ke–10 sampai hari ke–28, diukur 24 jam sekali
Pengukuran laju respirasi untuk hari pertama sampai hari terakhir
penyimpanan selang waktunya semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena pada
awal penyimpanan respirasi dari mangga diprediksi lebih tinggi, sehingga digunakan
selang waktu lebih pendek untuk mengetahui laju respirasinya. Laju produksi gas
CO2 dan konsumsi O2 (ml. kg-1. jam-1) dihitung dengan persamaan:
(5)
dimana :
R
x
t
W
V
: laju respirasi (ml. kg-1. jam-1)
: konsentrasi gas CO2 atau O2 (desimal)
: waktu (jam) yakni konsentrasi dari gas CO2 atau O2 terhadap
selang waktu pengukurannya
: berat produk (kg)
: V adalah volume bebas respiration chamber (ml) yang dihitung dari
volume chamber dikurangi volume sampel. Biasanya dihitung dengan
Hukum Archimides yaitu dengan memasukkan sampel kedalam
chamber yang berisi air penuh dimana volume chamber telah
diketahui kemudian dihitung dengan mengurangkan volume chamber
dengan volume air yang dipindahkan/tumpah
Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan Mettler
TM–4800. Susut bobot diukur berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak
awal dan akhir penyimpanan dingin. Pengukurannya dilakukan setiap 3 hari sekali
selama penyimpanan. Susut bobot diperoleh dengan membandingkan pengurangan
bobot awal (bo) dengan bobot penyimpanan hari ke-i (bi) yang dinyatakan dengan
(%). Pengukuran susut bobot dilakukan tiap tiga hari sekali. Rumus yang digunakan
untuk mengukur susut bobot adalah:
(6)
dimana :
bo
: bobot awal penyimpanan (gram)
bi
: bobot bahan pada penyimpanan hari ke-i (gram)
Kekerasan
Kekerasan berkaitan dengan turgiditas jaringan dinding tipis parenchymatous
atau banyaknya jaringan berdinding tebal yang kemungkinan sudah mati (Salunkhe
16
et al. 1984). Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap
jarum penusuk Rheometer. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan
Rheometer model CR–300 yang diset dengan mode 20, beban maksimum 10 kg,
kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan
diameter jarum 5 mm dilakukan pengukuran setiap 3 hari selama penyimpanan.
Pengujian dilakukan di tiga titik pada bagian buah. Nilai yang ditunjukkan alat
merupakan nilai kekerasan buah dengan satuan Newton.
Total Padatan Terlarut (TPT)
Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan
Refraktometer digital. Pengukuran dilakukan setiap tiga hari sekali. Filtrat dari
perasan daging buah diteteskan pada prisma Refraktometer yang sudah distabilkan
pada suhu 25 °C kemudian dilanjutkan pembacaan. Sebelum dan sesudah
pembacaan, prisma Refraktometer dibersihkan dengan aquades. Angka
Refraktometer menunjukkan Total Padatan Terlarut (°Brix).
Warna Daging Buah
Warna daging buah mangga manis diukur dengan Color Reader merk Minolta.
Alat ini dikondisikan sesuai sistem notasi warna Hunter (sistem warna L, a* dan b*).
Notasi warna L menyatakan parameter kecerahan (brightness) dengan nilai 0 (hitam)
sampai 100 (putih). Notasi warna a* dan b* merupakan koordinat kromatik
campuran merah hijau dengan nilai +a dari 0 sampai +60 untuk (warna merah) dan –
a dari 0 sampai –60 untuk (warna hijau). Nilai b menyatakan warna kromatik
campuran kuning biru dengan nilai +b dari 0 sampai +60 untuk (warna kuning) dan –
b dari 0 sampai –60 untuk (warna biru). Chroma merupakan tingkat kejenuhan warna
atau tingkat kandungan warna (muda atau tua) yang diperoleh dari hasil pembacaan
nilai a* dan nilai b* kemudian dihitung dengan rumus (2.0):
C = (a2 + b2)1/2
dimana :
C
a
b
(7)
: chroma
: nilai a*
: nilai b*
Organoleptik
Penilaian sensori dilakukan dengan mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap mangga yang telah diberikan perlakuan. Parameter organoleptik yang diuji
meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur buah mangga manis dengan menggunakan
10 panelis. Penilaian sensori oleh panelis dilakukan dengan menggunakan skala
Hedonis 1 sampai 5. Skala yang digunakan sebagai berikut: skala 5 sangat suka, 4
suka, 3 biasa, 2 agak suka, 1 tidak suka.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Response Surface Methodology
atau RSM. Peubah bebas terdiri dari tiga yakni:
1) suhu ekspose (35 °C – 55 °C), karena suhu dengan kisaran tersebut mampu
mencegah kebusukan
17
2) lama ekspose buah ke air panas (20 – 60 menit), dengan pertimbangan supaya
kulit mangga tidak terjadi pematangan lebih awal dan timbulnya kapang akibat
HWT
3) lama perendaman buah ke CaCl2 (20 – 60 menit), akan memberikan pelapisan
yang baik pada kulit mangga dan pembentukan ikatan kimia pada dinding lebih
sempurna dimana sebelumnya telah melunak akibat dari pemanasan dengan
HWT.
Peubah respon terdiri dari: susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut,
chroma warna daging buah. Penetapan range nilai peubah bebas didasarkan pada
hasil penelitian terdahulu dengan komoditi yang berbeda.
Ketiga peubah bebas tersebut digunakan sebagai penentu kondisi optimum
dalam model kombinasi. Secara lengkap rancangan percobaannya adalah sebagai
berikut :
1. Peubah bebas:
- suhu ekspose, dinotasikan X1 dengan range antara 35 °C sampai dengan 55
°C lama ekspose ke air panas, dinotasikan X2 dengan range antara 20 menit
sampai dengan 60 menit.
- lama perendaman ke CaCl2, dinotasikan X3 dengan range antara 20 menit
sampai dengan 60 menit.
2. Peubah respon:
laju penurunan susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, chroma warna
daging buah.
3. Model orde I:
faktorial 2k dengan k = 3 faktor yaitu: suhu ekspose, lama ekspose, dan lama
perendaman larutan CaCl2 4%, sehingga banyaknya run atau titik percobaan
adalah 23 ditambahkan dengan centre point sebanyak 3 titik atau 3 ulangan di
pusat. Jumlah titik percobaan orde I adalah 23 + 3 = 11 titik percobaan.
- setelah mengetahui jumlah titik percobaan, kemudian dirancang desain
percobaan RSM orde pertama dengan bantuan menu Design of Experiment
yang ada pada software Minitab dengan cara memasukkan tipe desain yang
terdiri dari jumlah faktor, jumlah titik percobaan yang terdiri dari cube point
dan centre point
- setelah itu memasukkan level dari faktor yaitu nilai high (+1), low (–1), dan
middle/centre (0) dari setiap range masing – masing variabel dan menentukan
jenis data yang diinput berupa data numeric atau text.
- dari memasukkan komponen penyusun rancangan percobaan akan dihasilkan
rancangan percobaan dengan sistem pengkodean orde I seperti pada (Tabel
6), dimana sistem pengkodean sudah tercantum didalamnya berupa kode (–1)
untuk level rendah, (+1) untuk level tinggi dan (0) untuk titik pusat.
4. Model orde II:
- Central Composite Design (CCD) pada percobaan 2k dengan k = 3 faktor dan
pada nilai α = (23)1/4 = 1.682. Banyaknya run pada orde II adalah 23 untuk
cube point ditambahkan 2k (2x3) untuk axial point dan 3 centre point,
sehingga jumlah titik percobaannya adalah 23 + 6 + 3 = 17 titik percobaan.
18
Sama halnya dengan percobaan orde I, untuk mendapatkan rancangan
percobaan dari orde II komponen dari rancangan percobaan berupa tipe
desain yang terdiri dari jumlah faktor, jumlah titik percobaan, dan level faktor
tiap range variabel bebas diinputkan pada menu Design of Experiment
software Minitab dengan ditambahkan nilai α pada input datanya, sehingga
rancangan percobaan dengan sistem pengkodean orde II keluaran Minitab
dapat dilihat pada (Tabel 7).
Terkait dengan penggunaan software untuk pengolahan data, maka dilakukan
pengkodean terhadap perlakuan. Hubungan antara kode dan perlakuan dapat dilihat
pada (Tabel 5). Pada perlakuan X1, X2, X3 untuk level –α dan +α dilakukan
penambahan level tertinggi (+1) 5 satuan unit dan pengurangan level terendah (–1) 5
satuan unit dengan p
CACL2 MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE
METHODOLOGY PADA MANGGA GEDONG GINCU
(Magnifera indica L. )
DANY SUKMANA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimisasi Kombinasi
Hot Water Treatment dan CaCL2 Menggunakan Response Surface Methodologi
pada Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica L.) adalah karya saya dengan
arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Dany Sukmana
NIM F153110101
RINGKASAN
DANY SUKMANA. Optimisasi Kombinasi Hot Water Treatment dan CaCL2
Menggunakan Response Surface Methodologi pada Mangga Gedong Gincu
(Mangifera indica L.). Dibimbing oleh SUTRISNO dan EMMY DARMAWATI.
Kendala utama dalam pascapanen produk hortikultura adalah bagaimana
mempertahankan kualitas, sehingga dapat dipasarkan dengan jangkauan yang
lebih luas. Penyebab utama kerusakan buah mangga adalah adanya hama dan
investasi penyakit serta kondisi lingkungan yang dapat memicu percepatan
metabolisme buah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi
perlakuan yang optimal dari tiga jenis perlakuan yaitu suhu HWT (Hot Water
Threatment), lama ekspos buah pada suhu HWT dan perendaman buah setelah
HWT ke dalam larutan CaCL2. Parameter kualitas yang diuji meliputi susut bobot,
kekerasan, total padatan terlarut, keasaman (pH) dan croma. Untuk mendapatkan
kombinasi optimum data dianalisis menggunakan metode RSM (Respon Surface
Methode).
Hasil analisis RSM pada penyimpanan 13 °C menunjukkan bahwa
penurunan bobot buah dipengaruhi oleh suhu, lama perendaman pada HWT, dan
lama perendaman pada larutan CaCl2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
minimisasi penurunan bobot sebesar 2.18% diperoleh pada kombinasi perlakuan
suhu ekpos 45.5 °C, lama ekpose 32 menit dan lama perendaman 38 menit. Pada
kondisi ini diperoleh nilai kekerasan 1.02 Newton, Total Padatan Terlarut 16.8
o
Brix, pH sebesar 5, Total Asam 0.003322 mg/100 gram, Croma 42.32.
Sedangkan penyimpanan buah pada suhu 8 °C tidak dianjurkan karena hasil
penelitian menunjukkan selama penyimpanan, buah mengalami gejala chilling
injury dengan indikasi yang paling terlihat yaitu buah gagal matang dan warna
buah tidak berubah semestinya dengan indikator buah berubah menjadi
kecoklatan.
Kata kunci: RSM, HWT, mangga, pascapanen, susut bobot.
SUMMARY
DANY SUKMANA. The Application of Response Surface Methodology to
Optimize the Combination of Hot Water Treatment and CaCl2 Treatment on
Mango Gedong Gincu (Mangifera indica L.). Supervised by SUTRISNO and
EMMY DARMAWATI.
The main obstacle in the postharvest of horticultural products is how to
maintain the quality longer, so it can be marketed to a more spreaded distant. For
example, the main cause of damage to mango fruit quality are the presence of
pests and diseases investment and environmental conditions that can lead to
accelerated metabolism of fruit. This study aims to obtain an optimal combination
HWT’s temperature (hot water treatment) long exposure HWT, and soaking fruit
in a liquid CaCl2. Tested quality parameters were include weight loss, hardness,
total solable solids, acidity (pH),chroma. To obtain the optimum combination of
data were analyzed using the method of RSM (Response Surface Methode).
RSM analysis result in the storage 13 ° C showed that the decrease in fruit
weight is influenced by temperature, soaking time at HWT, and old soaking in a
solution of CaCl2. The result of optimization is the minimization form where the
fruit will decrease the weight by 2.18% at affected on combination treatment
exposures 45.5 °C, long expose 32 minutes and 38 minutes of soaking time. In
this condition the hardness values obtained 1.02 Newton, 16.8 oBrix Total Solable
Solids, pH of 5, Total Acid 0.003322, and Croma 42.32. While the fruit storage at
a temperature of 8 °C is not recommended because the results showed during
storage, fruit experience symptoms of chilling injury with the most visible
indication that failed ripe fruit and color should not change with the indicator
turns into brownish.
Keywords: RSM, HWT, manggo, postharvest handling, weight loss
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OPTIMISASI KOMBINASI HOT WATER TREATMENT DAN
CACL2 MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE
METHODOLOGY PADA MANGGA GEDONG GINCU
(Magnifera indica L. )
DANY SUKMANA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Usman Ahmad, MAgr
Judul Tesis
: Optimisasi
Hot Water Treatment dan CaCL2
Response Swfc1ce Methodologi pada Mangga
(Mangifera indica L)
Kombinasi
Menggunakan
Gedong Gincu
Nama
: Dany Sukmana
NIM
: F153110101
Program Studi
: Teknologi Pascapanen
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr lr Sutrisno, MAgr
mmy Dannawati, MSi
Ketua
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknologi Pascapanen
Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr
•
Tanggal U jian
.
7 Agustus 2015
Tanggal Lulus :
3 1 AUG >01)
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan
KaruniaNya sehingga memampukan Penulis menyelesaikan penulisan Tesis
dengan judul Optimisasi Kombinasi Hot Water Treatment dan CaCL2
Menggunakan Response Surface Methodologi pada Mangga Gedong Gincu
(Mangifera indica L.) .
Penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian karya ilmiah tesis ini. Ucapan terima kasih
disampaikan kepada Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr dan Dr Ir Emmy Darmawati, MSi
sebagai Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan
arahan kepada Penulis. Kesempatan ini Penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada Dr Ir Usman Ahmad, MAgr yang telah bersedia menjadi Penguji luar
komisi pada ujian tesis ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Pak Sulais telah mendukung
dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulis juga menghaturkan terima kasih
yang tulus kepada kedua orang tua tercinta atas doa dan perhatiannya kepada
ananda.
Penghargaan dan ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada
teman-teman seperjuangan Teknologi Pascapanen 2011, mbak Eny, dan teman–
teman lainnya atas pertemanan dan persaudaraanya selama ini. Akhirnya, semoga
karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Agustus 2015
Dany Sukmana
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mangga
Parameter Mutu
Kombinasi Hot Water Treatment dan CaCL2
Respon Surface Methodology (RSM)
Eksperimen Model Orde I
Eksperimen Model Orde II
3
3
6
8
9
10
10
3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Parameter Pengamatan
Laju Respirasi
Susut Bobot
Kekerasan
Total Padatan Terlarut (TPT)
Warna Daging Buah
Organoleptik
Rancangan Percobaan
Analisis Data
12
12
13
14
14
14
15
16
16
16
16
17
21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Kondisi Penerimaan Optimum Kualitas Buah Mangga
Analisis Data
Penentuan Tititk Stasioner
Verifikasi Hasil Optimasi
26
26
26
30
30
5 SIMPULAN
36
DAFTAR PUSTAKA
37
LAMPIRAN
38
RIWAYAT HIDUP
44
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Karakteristik fisik beberapa varietas mangga komersial
Komposisi kimia dan nilai gizi buah mangga
Syarat mutu buah mangga dalam SNI-01-3164-1992
Central Composite Design
Kode perlakuan
Rancangan percobaan dengan pengkodean orde I
Rancangan percobaan dengan pengkodean orde II
Interprestasi nilai R2
Persamaan orde I
Anova dari model orde I untuk respon susut bobot
Anova dari model orde II untuk respon susut bobot
Persamaan orde II
Perbandingan nilai respon buah mangga
4
5
6
11
18
18
19
24
27
27
28
28
31
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Bagian–bagian buah mangga (Gangolly et al. 1957)
4
Mangga Gedong Gincu
5
Pembentukan desain CCD (Anonim, 2006)
10
Permukaan respon untuk titik maksimum (a), titik minimum (b), dan
titik pelana (c) (Montgomery 2001)
12
Kontur respon untuk titik maksimum (a), titik minimum (b), dan titik
pelana (c) (Myers 1971)
12
Alur metode percobaan
14
Diagram alir analisis pengolahan data dengan RSM
25
Hasil uji organoleptik penyimpanan buah pada suhu 13 °C
26
Permukaan dan kontur respon susut bobot hari ke–12 vs suhu ekspose,
lama ekspose dalam HWT
28
10 Permukaan dan kontur respon susut bobot hari ke–12 vs lama
perendaman dalam CaCl2, suhu ekspose dalam HWT
11 Permukaan dan kontur respon susut bobot hari ke–12 vs lama
perendaman dalam CaCl2, lama ekspose dalam HWT
12 Permukaan dan kontur respon total padatan terlarut hari ke-12 vs lama
perendaman dalam CaCl2, suhu ekspose dalam HWT
13 Hasil uji organoleptik penyimpanan buah kontrol pada suhu 13 °C
14 Buah mangga tanpa perlakuan (kontrol) lama penyimpanan 6 hari pada
suhu13 °C
15 Laju konsumsi O2 buah pada suhu 13 oC
16 Warna buah mangga (a) kode perlakuan K15 (b) kontrol hari ke-9
pada suhu 13 oC
17 Hasil uji organoleptik penyimpanan buah kontrol pada suhu 13 oC
18 Warna buah mangga awal penyimpanan (a), akhir penyimpanan (b)
pada suhu 8 oC
19 Nilai a dan b buah mangga dengan kode perlakuan K15 yang disimpan
pada suhu 8 oC
20 Nilai L buah mangga dengan kode perlakuan K15 yang disimpan pada
suhu 8 oC
29
29
29
31
32
32
34
34
35
35
36
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Alat
Anova orde I
Anova orde II
Visual buah setelah perlakuan
Chart hunter
38
39
40
43
43
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah mangga adalah salah satu buah yang menjadi primadona dan sangat
digemari oleh konsumen dalam dan luar negeri. Walaupun, buah mangga bukan
tanaman asli Indonesia namun masyarakat sudah mengganggap mangga sebagai
salah satu tanaman buah–buah asli Indonesia (Pracaya 2007). Di antara macam–
macam varietas yang tumbuh di Indonesia, varietas Gedong, Manalagi, Cengkir, dan
Arumanis merupakan varietas yang banyak dikonsumsi di dalam negeri, namun
hanya varietas Gedong dan Manalagi yang juga digemari oleh masyarakat
Internasional.
Tanaman mangga dapat tumbuh dan berbuah hampir di seluruh wilayah
Indonesia, dengan produksi tertinggi berasal dari Pulau Jawa seperti di daerah
Indramayu, Cirebon, dan Probolinggo. Berdasarkan data produksi buah–buahan
menurut provinsi dari BPS pada tahun 2009, produksi buah mangga untuk Pulau
Jawa Timur, dan Banten sebesar 1.584.774 kg yang berasal dari DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten. Walaupun berfluktuatif,
produksi buah mangga dari tahun 1998 – 2009 menunjukkan peningkatan, di tahun
2009 Indonesia mampu memproduksi 2.243.440 kg mangga (BPS 2009).
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pengembangan produk hortikultura
mangga menjadi komoditas ekspor adalah menjaga pasokan buah tetap stabil di
setiap tahun dimana lahan penanaman yang telah banyak beralih fungsi untuk
kegiatan properti dan mutu ekspor yang prima dengan memperhatikan proses
penanganan pascapanen dan pendistribusian jarak jauh. Peningkatan daya saing buah
mangga manis segar dapat dilakukan melalui perbaikan mutu khususnya
penampakan mutu visual dan organoleptik serta mereduksi perkembangan penyakit
pascapanen dengan penanganan pascapanen yang tepat sehingga mengurangi losses.
Penyakit pascapanen menjadi penyebab penolakan dari negara tujuan ekspor buah
segar dari Indonesia. Adanya losses yang masih tinggi pada produksi dan munculnya
penyakit pascapanen pada buah mangga akibat kurang tepatnya penanganan serta
penyimpanan pascapanen menyebabkan tidak tercapainya pemenuhan permintaan
pasar.
Kombinasi perlakuan dalam penanganan pascapanen buah–buahan tropika
banyak dilakukan untuk mengoptimalkan pengaruhnya terhadap perubahan fisiologis
atau mencegah penurunan mutu. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan perlakuan
yang terbaik dan sesuai dengan kondisi produknya. Penentuan kombinasi perlakuan
yang banyak akan mempersulit dalam analisisnya, sehingga diperlukan suatu metode
matematika dan statistika yang berupa Response Surface Methodology (RSM).
Dengan metode tersebut permasalahan beberapa variabel independent dapat
dianalisis respon optimal terhadap tujuan akhirnya. Dasar analisis metode ini adalah
rancangan percobaan untuk mencari nilai optimum dari suatu respon (Iriawan dan
Astuti 2006). RSM ini merupakan teknik optimisasi yang banyak digunakan dalam
berbagai bidang baik teknik maupun pertanian. RSM dapat digunakan untuk
optimisasi formula makanan pendamping (Hadiningsih 2004), optimisasi pembuatan
minyak kelapa metode pancing (Maulana 2006), Metode Response Surface pada
percobaan faktorial 2k (Martaspica 2011).
2
Optimisasi menggunakan metode RSM dapat memberikan akurasi yang sangat
tinggi. Berdasarkan hal tersebut, dikembangkan suatu penelitian optimisasi
kombinasi perlakuan HWT dan CaCl2 terhadap perubahan mutu mangga manis
selama penyimpanan dingin menggunakan RSM pengkombinasian aplikasi hot water
treatment (HWT) dan CaCl2 yang pada buah mangga varietas Gedong Gincu.
Teknologi ini yang belum banyak dilakukan pada mangga Gedong Gincu, begitu
pula penggunaan CaCl2, walaupun teknologi terapan tersebut secara terpisah telah
terbukti secara signifikan dapat mengatasi permasalahan penyakit pasca panen pada
buah–buahan untuk aplikasi HWT dan meningkatkan mutu untuk aplikasi pelarutan
ke dalam CaCl2. Pemilihan RSM sebagai metode penelitian diharapkan mampu
mendapatkan kombinasi HWT pada berbagai suhu pemanasan ringan dan lama
pencelupan pada larutan CaCl2 untuk mencegah penurunan mutu buah mangga
selama penyimpanan. Pada penelitian ini ditetapkan tiga kombinasi perlakuan yaitu
suhu ekspose, lama ekspose buah ke air panas, dan lama perandaman buah ke CaCl2
yang dijadikan sebagai variabel bebas. Responnya dikaji dari beberapa parameter
yang mengindikasikan perubahan mutu mangga gedong gincu selama dalam
penyimpanan yaitu laju penurunan susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan
chroma warna daging buah.
Rumusan Masalah
Sudah banyak teknologi yang digunakan untuk mempertahankan mutu buah
seperti dari penggunaan rantai dingin, modifikasi kemasan dan pelilinan, sedangkan
untuk mengurangi investasi hama pada buah sudah digunakan aplikasi teknologi
seperti Hot Water Treatment (HWT) maupun Vapor Heat Treatment (VHT), khusus
untuk perlakuan kimia beracun sudah mulai ditinggalkan karena alasan keamanan
pangan.
Khusus untuk teknologi yang menggunakan panas dalam usaha mengurangi
resiko investasi hama terhadap buah mempunyai resiko terhadap kerusakan buah jika
panas yang diberikan terlalu tinggi. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk
menentukan titik optimum perlakuan panas pada Hot Water Treatment (HWT) dan
penggunaan CaCl2, agar perlakuan tersebut efektif digunakan sebagai upaya
mempertahankan kualitas buah agar tidak mudah rusak.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Menentukan model optimisasi kombinasi Hot Water Treatment dan CaCl2
dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM).
2. Validasi model yang didapatkan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang penanganan
pascapanen buah mangga Gedong Gincu dalam menentukan kondisi optimum dari
kombinasi perlakuan Hot Water Treatment dan CaCl2 dengan menggunakan
Response Surface Methodology (RSM).
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mangga
Mangga merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari negara India.
Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Broto (2003) menyatakan bahwa tanaman mangga keluarga Anacardiaceae, sama
dengan jambu monyet dan kedondong. Genus dari keluarga Anacardiaceae yang
berasal dari Asia Tenggara tercatat ada 62 spesies. Enam belas spesies diantaranya
dapat dimakan, tetapi yang biasa dimakan hanya spesies Mangifera caesia, jack.
(Kemang), Manggifera feotida, Lour. (Pakel, Bacang, atau Limus), Mangifera
odonata, Giff. (Kueni atau Kebembem), dan Mangifera indika, L. Dari keempat
spesies tersebut Mangifera indika, L, merupakan spesies yang paling banyak
jenisnya.
Pracaya (2007) menyatakan bahwa mangga yang biasa dimakan sehari–hari
(termasuk didalamnya mangga Arumanis, Gedong, Golek, dan Manalagi) secara
taksonomi termasuk spesies Mangifera indica, L. genus Mangifera, famili
Anacardiaceae dan ordo Sapindales. Berdasarkan taksonominya pohon mangga
termasuk tumbuhan tingkat tinggi dengan batang yang tegak dengan tinggi pohon
dewasa dapat mencapai 10 – 40 meter, bercabang banyak, bertajuk rindang dan hijau
sepanjang tahun, umur tanaman mangga dapat mencapai 100 tahun lebih.
Berdasarkan SK.Mentan.No.28/Kpts/TP.240/1/1995 dalam Broto (2003) mangga
varietas Gedong dapat dideskripsikan yakni: memiliki bentuk pohon tegak dengan
ketinggian 9 – 15 meter, tajuk pohon berbentuk piramida tumpul, bercabang banyak
dengan letak daun mendatar, permukaan daun sempit dengan lipatan daun
menyempit berbentuk lancip pada dasarnya dan mendatar pada pucuknya, bentuk
malai bunga lancip berwarna kuning atau merah.
Iklim dan kondisi lahan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan agar
tanaman mangga dapat tumbuh dan menghasilkan buah mangga yang bagus dengan
produksi yang optimal. Oleh karena itu, pemilihan lokasi yang tepat juga akan
menentukan kualitas buah mangga. Menurut (Paimin 1998) menyatakan bahwa ada
beberapa faktor yang yang menjadi pembatas dalam pemilihan lokasi yaitu tebal
lapisan tanah harus lebih dari dua meter, tekstur tanah remah dan berbutir,
kemiringan tanah tidak melebihi 30°, keasaman tanah mendekati normal, ketinggian
tempat 500 mdpl (Pracaya 2007), curah hujan antara 750 – 2500 mm per tahun
dengan 2–7 bulan basah (bukan pada musim berbunga), suhu antara 24 °C – 28 °C.
Di Indonesia tanaman mangga Gedong, banyak ditanam di Cirebon, Majalengka, dan
Indramayu.
Bentuk buah mangga sangat beragam, menurut (Pracaya 2007) mendekripsikan
bentuk buah mangga sebagai bentuk yang unik. Pada ujung buah mangga ada yang
berbentuk runcing, biasanya disebut paruh. Di atas paruh ada bagian yang
membengkok disebut sinus, yang dilanjutkan ke bagian perut, dan bagian belakang
perut yang disebut punggung. Untuk lebih menjelaskan bentuk dari mangga, dapat
dilihat pada (Gambar 1).
Mangga memiliki kulit (eksokarp) yang tebal yang diukur dari lapisan
tempurung biji terluar dan terdapat titik kelenjar pada permukaannya. Daging buah
mangga (mesokarp) ada yang tebal dan tipis, tergantung dari jenis dan varietasnya.
4
Beberapa jenis atau kultivar mangga, pada daging buahnya memiliki serat. Serat
yang berasal dari kulit biji (endokarp) kadang–kadang bisa menembus daging buah
sehingga buahnya berserat. Selain itu mangga ada yang berair dan tidak berair,
tingkat kemanisanya pun berbeda–beda bahkan ada juga yang rasanya seperti
terpentin. Warna dari daging buah mangga bermacam–macam ada yang kuning,
krem, atau orange. Mangga berserat yang layak dimakan seringkali hanya cairan
buahnya saja.
Gambar 1. Bagian–bagian buah mangga (Gangolly et al. 1957)
Jenis atau kultivar buah mangga yang banyak dipasarkan antara lain Arumanis,
Gedong, Cengkir, Manalagi, dan Golek. Karakteristik fisik beberapa varietas mangga
komersial dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik fisik beberapa varietas mangga komersial
Kultivar
Utuh
Arumanis
Berat
(gram/buah)
450
Panjang
(cm)
15.1
Lebar
(cm)
7.8
Tebal
(cm)
5.5
Aroma
Buah
harum
Manalagi
Golek
560
456 – 512
16.0
15.70
8.20
7.90
7.30
6.20
Cengkir
400 – 500
13.0
9.0
8.0
harum
segar
harum
sedikit
harum
Sumber: Broto (2003) dan Pracaya (2007)
Warna
Daging
kuning
orange
kuning
kuning
kuning
Jenis buah mangga gedong berbentuk agak bulat dengan pangkal buah agak
datar dan sedikit berlekuk, pucuk buah tidak berparuh. Tangkai buah kuat yang
terletak di tengah dan memiliki bobot 200 – 300 gram per buah, berukuran 10 cm × 8
cm × 6 cm. Ketika masak kulit buah berwarna merah jingga pada pangkalnya, merah
kekuningan pada pucuknya (ujung). Permukaan kulit halus, berbintik putih kehijauan
dan berlilin. Daging buah tebal dengan rasa manis dan berair banyak dengan bentuk
biji besar, mangga ini termasuk mangga yang memiliki serat yang halus pada daging
buahnya (Pracaya 2007). Gedong Gincu digemari masyarakat karena aromanya yang
halus dan kuat. Kulit buahnya yang tebal, menyebabkan buah dapat disimpan
5
beberapa hari dan tahan angkutan. Secara visual mangga varietas Gedong Gincu
dapat dilihat pada (Gambar 2).
Gambar 2. Mangga Gedong Gincu
Buah mangga merupakan buah bergizi tinggi, (Paimin 1998) menyatakan
bahwa mangga mengandung banyak vitamin A dan vitamin C yang sangat
dibutuhkan manusia. Selain itu, mangga juga mengandung kalori, protein,
karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, kalium, magnesium, dan sedikit lemak seperti
terdapat pada (Tabel 2). Oleh karena itu mangga merupakan salah satu buah tropis
yang populer dan sebagian besar masyarakat di dunia menjuluki sebagai King of the
Fruit.
Tabel 2. Komposisi kimia dan nilai gizi buah mangga
Kandungan Zat
Air (%)
Protein (%)
Lemak(%)
Gula Total (%)
Serat (%)
Mineral (%)
Kapur (%)
Fosfor (%)
Besi (%)
Vitamin A
Vitamin B1 (mg/100gr)
Vitamin B2 (mg/100gr)
Vitamin B3 (mg/100gr)
Asam nicotinat (mg/100gr)
Nilai kalori per 100 gr
Nilai Rata–Rata Buah Mangga
Mentah
Matang
90.00
86.10
0.70
0.60
0.10
0.10
8.80
11.80
–
1.10
0.40
0.30
0.03
0.01
0.02
0.02
4.50
0.30
150 I.U
4800 I.U
0.04
0.03
0.05
3.00
13.00
0.30
39.00
Sumber : Laroussilhe, LE MANGUER (1960) dalam Pracaya (2007)
50-60
Selain mudah rusak (perishable), mutu hasil hortikultura di Indonesia masih
rendah karena sebagian besar diperoleh dari usaha sampingan berskala kecil dengan
beragam komoditas dan varietas (Broto 2003). Indonesia memiliki beberapa jenis
pasar dalam penjualan produk yaitu pasar lokal dan ekspor. kedua pasar tersebut
6
memiliki kriterian mutu yang berbeda–beda. Mutu ekspor harus lebih baik dan
standar yang diinginkan umumnya ditentukan oleh negara tujuan. Di Indonesia telah
dilakukan standarisasi mutu buah–buahan untuk ekspor yang dikeluarkan oleh
Departemen Perdagangan. Syarat mutu buah mangga yang tercantum dalam SNI 01–
3164–1992 disajikan dalam (Tabel 3).
Tabel 3. Syarat mutu buah mangga dalam SNI 01–3164–1992
Karakteristik
Kesamaan sifat varietas
Tingkat ketuaan
Kekerasan
Keseragaman ukuran
Cacat (% maksimal)
Kadar kotoran (%
maksimal)
Busuk (% maksimal)
Panjang tangkai (cm
maksimum)
Persyaratan
Cara pengujian
Mutu I
Mutu II
seragam
seragam
organoleptik
tua tapi tidak
tua tapi tidak
organoleptik
terlalu matang terlalu matang
keras
cukup keras
organoleptik
seragam
kurang seragam
SP-SNP-309-1981
5
10
SP-SNV-212-1977
bebas
bebas
SP-SNP-383-1981
0
1
0
1
Sumber: Broto (2003)
SP-SNP-212-1981
SPS-SNP-2141977
Parameter Mutu
Produk holtikultura buah segar merupakan bahan yang masih hidup sewaktu
dilakukan pemanenan, sehingga selama penyimpanan dapat terjadi perubahan sifat
fisik maupun kimia dari buah. Sifat fisik produk buah segar yang umum
dipergunakan sebagai parameter mutu adalah kekerasan, warna, total padatan terlarut
(TPT), susut bobot dan laju respirasi.
Kekerasan buah tergantung pada turgor sel hidup, adanya jaringan utama dan
jaringan penunjang dan sifat kohesi dari sel. Perubahan turgor pada umumnya
disebabkan karena komposisi dinding sel berubah sehingga dapat berpengaruh
terhadap firmness dari buah, yang biasanya buah menjadi lunak apabila telah masak
(Winarno dan Wirakartakusuma 1979). Turgor merupakan tekanan dari isi sel
terhadap dinding sel, sehingga sel ada pada keadaan normal tetapi dimungkinkan
terjadinya pertukaran senyawa. Tekstur terbentuk dari polisakarida, dimana
komponen utama dari dinding sel adalah selulosa dan pektin.
Semakin lama buah disimpan akan membuat buah tersebut semakin lunak,
karena protopektin yang tidak larut diubah menjadi pektin yang larut dan asam pektat
(Winarno dan Wirakartakusuma 1979). Protopektin adalah bentuk zat pekat yang
tidak larut dalam air. Pecahnya protopektin menjadi zat dengan bobot molekul
rendah larut dalam air mengakibatkan lemahnya dinding sel dan turunnya kohesi
yang mengikat sel satu dengan yang lain. Selain itu, melunaknya buah selama
pematangan juga disebabkan oleh aktivitas enzim poligalakturonase yang
menguraikan protopektin dengan komponen utama poligalakturonat menjadi asam
galakturonat (Pantastico et al. 1986).
7
Perubahan warna sebagai salah satu indeks mutu pangan sering dipergunakan
sebagai parameter untuk menilai mutu fisik produk pertanian. Selain itu warna dapat
mempengaruhi daya tarik konsumen terhadap mutu produk. Selama penyimpanan
kulit buah mangga akan terlihat berpindah menuju nilai warna indeks kematangan
yang lebih tinggi serta terus berlangsung sampai ke fase kerusakan. Penyimpanan
pada suhu rendah menyebabkan proses fisiologis mangga mengalami penurunan,
sehingga perubahan warna dapat dihambat, peningkatan suhu akan menyebabkan
pembentukan pigmen sehingga menyebabkan perubahan warna menuju indeks
selanjutnya akan semakin cepat.
Menurut (Winarno dan Wirakartakusuma 1979), meskipun banyak jenis gula
yang ada dalam buah dan sayuran, tetapi perubahan kandungan gula yang
sesungguhnya hanya meliputi tiga macam gula, yaitu glukosa, fruktosa dan sukrosa.
Dengan aktivitas enzim invertase, sukrosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dan
fruktosa. Glukosa dan fruktosa yang merupakan pecahan dari sukrosa oleh enzim
invertase disebut sakarinvert yang mampunyai perbandingan sama yaitu 1:1. Glukosa
dan fruktosa merupakan gula pereduksi, sedangkan sukrosa karena tidak mempunyai
gugusan yang dapat mereduksi disebut gula nonpereduksi. Apabila buah–buahan
menjadi matang, maka kandungan gulanya akan meningkat, tetapi kandungan
asamnya menurun. Akibatnya kandungan gula dan asam akan mengalami perubahan
yang drastis. Keadaan ini berlaku pada buah–buahan klimaterik, sedangkan pada
buah–buahan nonklimaterik perubahan tersebut umumnya tidak jelas.
Susut bobot yaitu massa buah yang berkurang sejalan dengan waktu selama
proses penyimpanan. Buah terlihat tidak segar lagi, berubah warna, berubah rasa,
kandungan nutrisi berkurang, hingga terjadi pembusukan. Proses metabolisme ini
dapat dihambat dengan menyimpan buah–buahan pada suhu rendah dengan
kelembaban relatif uap air yang tinggi dan dapat pula membatasi kontak antara buah
dengan udara ataupun etilen. Wulandari (2006) menyatakan buah–buahan yang
dipetik dari pohon tetap mengalami proses metabolisme. Proses alami buah tersebut
antara lain respirasi, transpirasi, pelepasan etilen dan aroma sehingga berakibat
pengurangan pada massanya.
Proses repirasi adalah salah satu proses biologis dimana oksigen dari udara
diserap untuk digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energi dengan
diikuti pengeluaran CO2 dan air. Buah–buahan dan sayuran serta hasil pertanian
lainnya setelah dipanen masih melakukan proses metabolisme dan selama hasil
pertanian masih berespirasi benda tersebut masih disebut hidup (Winarno dan
Wirakartakusuma, 1979).
Menurut Pantastico dan Subramanyan (1986), besar kecilnya respirasi dapat
diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O 2 yang diserap, CO2 yang
dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang timbul, sedangkan air yang
dilepas tidak ditentukan karena reaksi berlangsung dalam udara sebagai medium dan
jumlah air yang dihasilkan dalam reaksi sangat sedikit. Energi yang dikeluarkan
tidak dapat ditentukan karena berbagai bentuk energi yang dihasilkan tidak dapat
diukur hanya dengan menggunakan satu alat saja. Proses respirasi yang terjadi pada
buah dan sayuran ditentukan dengan pengukuran laju penggunaan O 2 dan laju
pengeluaran CO2.
8
Kombinasi Hot Water Treatment dan CaCl2
Kebijakan suatu negara dalam menerapkan karantina sebagai upaya disinfestasi
hama dan penyakit pascapanen terhadap produk hortikultura impor, sangat perlu
dilakukan sebagai upaya untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit pascapanen
dari negara asal. Beberapa metode yang diterapkan diantaranya perlakuan dingin,
pengasapan, pencelupan ke dalam larutan kimia, atmosfir terkendali, perlakuan
panas, dan perlakuan kombinasi. Perlakuan kombinasi banyak dilakukan karena lebih
optimal dalam menurunkan resiko terserang hama dan penyakit serta kualitas mutu
buah lebih terjaga. Kombinasi perlakuan panas HWT dan CaCl2 dipilih karena
penyakit antraknos yang sering menyerang mangga sangat sensitif terhadap kondisi
panas dan pencelupan dalam larutan CaCl2 mampu menghindari pelunakan pangan
akibat proses pemanasan.
Hasbullah (2002) menyatakan bahwa air panas merupakan media yang efektif
untuk menghantarkan panas secara seragam ke seluruh bagian buah dalam waktu
tidak terlalu lama karena nilai konduktivitas air lebih tinggi. Pemanasan ringan pada
suhu 50 °C – 70 °C dapat mengaktifkan enzim pektin metil esterase (PME) yang
kemudian melakukan “demetilasi” senyawa pektin sehingga lebih banyak gugus
karboksil yang dapat berikatan dengan ion Ca endogen maupun eksogen (Daryanti et
al. 2004 dalam Partha 2009). Metode pencelupan dalam air panas lebih efisien
sebagai wadah pemindah panas daripada udara panas atau semprotan air bersuhu
tinggi ke seluruh bahan secara total bukan hanya pada permukaan saja. Pencelupan
buah–buahan dan sayuran kedalam air panas pada suhu 50 °C – 60 °C dapat
mengurangi residu pestisida, sedangkan buah–buahan yang diberikan perlakuan
panas pada suhu 38 °C – 40 °C seringkali mengalami pelunakan yang lebih lambat
daripada buah–buahan yang tidak diberikan perlakuan panas, walaupun prosedur
perlakuan panas untuk mangga dan pepaya yang diberi perlakuan panas selama 4 jam
pada suhu 50 °C dapat mengalami pelunakan yang lebih cepat setelah perlakuan.
Garam Kalsium khususnya CaCl2 sering digunakan untuk memperbaiki tekstur
buah, namun tidak semua jenis buah mempunyai respons positif terhadap perlakuan
CaCl2 karena bagi buah yang tidak tahan suhu rendah akan mengalami Ca–injury
yang mengakibatkan warna kulit menjadi coklat kehitaman dan proses pematangan
menjadi tidak sempurna (Daryanti et al. 2004 dalam Partha 2009). Penggunaan
garam Kalsium seperti CaCl2 dan pemanasan ringan dapat menghambat pelunakan
tekstur serta mempertahankan kualitas buah dan sayuran utuh maupun terolah
minimal seperti pada buah apel, apel iris, strawberry utuh dan iris, wortel iris, melon
iris, green been kaleng, wortel kaleng (Barry Ryan and O’Bernie 1998 dalam Partha
2009). Ion Ca dapat berikatan dengan pektin membentuk Kalsium pektat pada
dinding sel menjadi stabil (Guzman et al. 2000 dalam Partha 2009). Pencelupan
dengan CaCl2 menyebabkan terjadinya penyusunan Karbon dari kandungan Pektin
dan penggabungan dengan Ca2+ mampu membentuk semacam dinding atau lapisan
yang dapat mengurangi akses enzim perombak sel masuk ke dalam dinding sel yang
mempengaruhi umur simpan.
Beberapa penelitian telah menggambarkan pengaruh penyimpanan lanjutan
setelah perlakuan panas terhadap kekerasan buah–buahan. Tekstur bahan hasil
perlakuan panas setelah penyimpanan berbeda secara kualitatif dan kuantitatif. Uji
tekan dengan mesin Instron dan Shearing Measurements membuktikan bahwa buah
apel yang diberi perlakuan panas dapat keras lebih lama daripada yang tidak diberi
9
perlakuan panas. Penelitian terakhir terhadap perlakuan panas pada tomat yaitu
selama 4 hari pada suhu 40 °C, sifat rasa dipengaruhi perlakuan panas. Keasaman
apel menurun dalam 3 atau 4 hari pada suhu 38 °C dan pencelupan strawberry dalam
air panas bersuhu 35 °C, 45 °C, dan 55 °C selama 15 menit dilakukan untuk
mencegah kebusukan. Perlakuan panas dengan air pada suhu 45 °C selama 3 jam
sebelum penyimpanan dingin terhadap buah melon dapat mencegah kehilangan
sukrosa daripada buah yang tidak diberi perlakuan panas sebelum penyimpanan.
Kecenderungan adanya tekanan panas sebagai media dalam perlakuan panas dapat
mencegah kerusakan komoditi selama pemberantasan hama dan jamur penyebab
penyakit (Lurie 1998 dalam Ariyanto 2003).
Response Surface Methodology (RSM)
Menurut (Montgomery 2001) Response Surface Methodology (RSM)
merupakan suatu metode gabungan antara teknik matematika dan statistika yang
digunakan untuk membuat model dan menganalisis suatu respon y yang dipengaruhi
oleh beberapa variabel bebas (faktor x) guna mengoptimalkan respon tersebut.
Hubungan antara respon y dan variabel bebas x adalah sebagai berikut:
ŷ = f(X1, X2,...., Xk) + ε
dimana:
ŷ
X1, X2,.....Xk
ε
(1)
: variabel respon
: variabel bebas/faktor
: error
Response Surface ditampilkan secara grafik dan untuk membantu visualisasi
dari bentuk permukaan plot sering digunakan contour dari permukaan respon. Garis
contour yang terbentuk mempresentasikan ketinggian permukaan yang terbentuk.
Permasalahan umum pada metode Response Surface adalah bentuk hubungan yang
terjadi antara perlakuan dengan respon tidak diketahui.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari bentuk hubungan antara
respon dengan perlakuannya. Bentuk hubungan linier merupakan hal yang pertama
kali dicobakan untuk menggambarkan hubungan tersebut. Jika ternyata bentuk
hubungan antara respon dengan perlakuan adalah linier maka pendekatan fungsinya
disebut first-order model (model orde I), ditunjukkan dalam persamaan 2 sebagai
berikut:
(2)
Jika bentuk hubungannya merupakan kuadrat, maka pendekatan fungsinya
disebut second-order model (model orde II), ditunjukkan dalam persamaan 3 berikut
ini:
(3)
dimana:
ŷ
βo
βi
βii
: respon pengamatan
: intersep
: koefisien linier
: koefisien kuadratik
10
βij
Xi
Xj
k
: koefisien interaksi perlakuan
: kode perlakuan untuk faktor ke-i
: kode perlakuan untuk faktor ke-j
: jumlah faktor yang dicobakan
Setelah bentuk hubungan yang paling fit diperoleh, langkah selanjutnya adalah
mengoptimalisasi hubungan tersebut. Langkah–langkah dalam menganalisa
Response Surface yaitu: merancang percobaan, membuat model dan melakukan
optimisasi.
Eksperimen Model Orde I
Pada RSM yang menjadi suatu masalah adalah tidak diketahuinya formula atau
persamaan yang pasti antara hubungan respon dan variabel independent, sehingga
pada langkah awal dibutuhkan pencarian titik optimum yang berulang–ulang pada
desain yang digunakan untuk mencari pendekatan fungsi yang sebenarnya dari
hubungan antara respon dan variabel bebas. Desain faktorial 2 k, dimana k=3 yang
merupakan variabel bebas adalah desain untuk mengestimasi model orde I. Pada
desain faktorial diberi kode (–1) untuk level rendah dan (+1) untuk level tinggi,
sedangkan titik pusat diberi kode (0). Penggunaan pengkodean pada desain ini
bertujuan untuk memudahkan interpretasi yang dilakukan oleh software, dimana
penggunaan unit atau satuan pada setiap data yang diinputkan ke software akan
memberikan hasil yang berbeda secara numerik bila dibandingkan dengan
penggunaan kode.
Eksperimen Model Orde II
Saat eksperimen orde I belum begitu mendekati wilayah optimum pada
steepest ascent, maka pendekatan model regresi orde II mulai digunakan. Untuk
mengestimasi model permukaan respon orde II digunakan Central Composite Design
(CCD). CCD adalah sebuah rancangan percobaan yang terdiri dari rancangan 2 k
faktorial dengan menambahkan pengamatan di pusat desain dan sekitarnya pada
jarak satuan. Pembentukan CCD ditunjukkan pada (Gambar 3).
Gambar 3. Pembentukan desain CCD (Anonim 2006)
11
Cube point merupakan titik–titik yang berada pada desain faktorial 2k, dimana
k merupakan banyaknya variabel independent. Pada percobaan 2k faktorial orde I
ditambahkan centre point dengan jumlah maksimal 6 dan minimal 3 titik pada pusat.
Kemudian untuk membentuk desain orde II berupa CCD, dari titik–titik percobaan
orde I ditambahkan axial point berjumlah 2k dengan jarak α dari centre point, dimana
k adalah jumlah variabel bebas.
Untuk memperoleh orde II yang bagus dalam menghasilkan nilai respon, maka
model harus memiliki variansi yang stabil dan konsisten yang layak pada titik x.
Variansi dari nilai prediksi respon pada titik x adalah (Montgomery 2006).
V[ŷ(x)] = τ2Xˈ (Xˈ X)-1 x
(4)
Desain permukaan respon orde II sebaiknya harus rotatable, ini artinya V[ŷ(x)]
sama pada semua titik x yang jaraknya sama pada desain pusat. Dengan kata lain,
variansi pada nilai prediksi respon adalah konstan di lingkaran. Desain CCD dibuat
rotatable oleh pemilihan α, pada (Gambar 4) titik A, B, C, D adalah titik yang
ditambahkan dengan jarak α. Nilai α untuk rotatablity bergantung dari jumlah titik
pada factorial portion dalam desain. Nilai α menghasilkan sebuah rotatable CCD
dimana nf adalah jumlah titik yang digunakan pada factorial portion. Tabel 4
menampilkan desain CCD sampai dengan k=6 variabel bebas. Nilai untuk titik aksial
didasarkan pada bentuk kode dari level desain faktorial 2k. Pada umumnya, suatu
desain harus memuat setidaknya tiga titik pusat agar terbuat beberapa replikasi untuk
mengestimasi eksperimen eror pada model.
Tabel 4. Central Composite Design
Cube point nf (2k)
Axial point (2k)
α ((2k) ¼)
Centre point nc
Total Run
Sumber: (Montgomery 2001)
2
4
4
1.414
nc
8+ nc
3
8
6
1.682
nc
14+ nc
k
4
16
8
2.000
nc
24+ nc
5
32
10
2.378
nc
42+ nc
6
64
12
2.828
nc
76+ nc
Karakteristik dari permukaan respon ditentukan dari harga �i. Jika nilainya
semua positif maka xs adalah titik minimum dan jika semua negatif maka xs adalah
titik maksimum, tetapi jika harganya berada tanda diantara harga �i, maka xs
merupakan titik pelana (Montgomery 2001). Ketiga kondisi tersebut dapat dilihat
pada (Gambar 4) dan (Gambar 5) berikut ini:
12
Gambar 4. Permukaan respon untuk titik maksimum (a), titik minimum (b),
dan titik pelana (c) (Montgomery 2001)
Gambar 5. Kontur respon untuk titik maksimum (a), titik minimum (b), dan
titik pelana (c) (Myers 1971)
3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September sampai dengan Desember
2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP),
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian IPB,
Dramaga Bogor.
13
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah buah mangga Gedong Gincu dengan berat 250 –
300 gram, yang diperoleh dari petani buah mangga di daerah Cirebon. Buah dibawa
ke laboratorium dikemas dalam kardus dengan bahan pengisi koran dan dijaga pada
suhu ruang serta terlindung dari sinar matahari langsung. Larutan CaCl2 dengan
konsentrasi 4% dan aquades.
Alat yang digunakan adalah Water Bath untuk perlakuan HWT, lemari
pendingin untuk penyimpanan, Rheometer model CR–300 untuk mengukur
kekerasan, Refraktometer AtagoN–1 untuk mengukur total padatan terlarut (TPT)
mangga, Continous Gas Analyzer tipe IRA–107 untuk mengukur konsentrasi CO2,
Portable Oxygen Tester POT–101 untuk mengukur konsentrasi O2, Termometer,
Color Reader untuk mengetahui warna daging buah, dan timbangan digital.
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
a) buah mangga yang diperoleh dari kebun dibawa ke laboratorium dengan dikemas
dalam kardus yang sebelumnya telah diberikan bahan pengisi berupa kertas koran
untuk menghindari kerusakan mekanis selama perjalanan. Kemudian mangga
dibersihkan dengan cara dilap dengan kain setengah basah, disortasi
keseragaman, kematangan dan ukurannya, setelah itu dilakukan pencelupan ke
dalam larutan Theobendazol 1 ppm selama satu menit kemudian ditiriskan
b) sampel mangga yang telah siap diberi perlakuan panas (HWT) dengan
perendaman dalam waterbath pada suhu dan lama perendaman sesuai rancangan
percobaan orde I dan orde II 30 °C, 35 °C, 45 °C, 55 °C, 60 °C selama 15’, 20’,
40’, 60’, 65’
c) setelah perlakuan dengan HWT selesai, sampel mangga kemudian dicelupkan ke
dalam larutan CaCl2 konsentrasi 4% sesuai rancangan percobaan orde I dan orde
II selama 15’, 20’, 40’, 60’, 65’. Sampel mangga yang telah diberikan perlakuan
berupa pencelupan dalam larutan CaCl2 ditiriskan supaya air sisa perendaman
kering kemudian disimpan dalam Refrigerator bersuhu 10 °C
d) pengamatan perubahan parameter mutu sampel mangga dilakukan setiap 3 hari
selama 15 hari untuk semua perlakuan
Diagram alir dari semua tahapan penelitian dapat dilihat pada (Gambar 6).
14
Mangga
Sortasi
Dicuci dan dibersihkan
Perlakuan panas (HWT) (oC) dan lama ekspose (menit)
Penirisan
Pencelupan CaCl2 4% (menit)
Penirisan
Penyimpanan pada suhu 13oC dan 8 oC selama 21 hari
Pengamatan setiap 3 hari selama 15 hari
Laju Respirasi, Susut Bobot, Kekerasan, Total Padatan
Terlarut, Warna Daging Buah, dan Organoleptik
Gambar 6. Alur metode percobaan
Parameter Pengamatan
Laju Respirasi
Pengukuran laju respirasi yang dilakukan dengan mengukur konsentrasi O 2 dan
CO2 buah mangga selama penyimpanan di lemari pendingin. Tahapan pengukuran
laju respirasi sebagai berikut:
1) pengukuran dilakukan setiap hari, alat yang digunakan adalah Continous Gas
Analyzer tipe IRA–107 untuk mengukur konsentrasi CO2 dan Portable Oxygen
Tester POT–101 untuk mengukur konsentrasi O2
2) buah mangga yang telah ditimbang ± 500 gram dimasukkan ke dalam stoples
dengan kondisi tertutup rapat dimana pinggiran penutup stoples dilapisi plastisin
agar udara tidak bocor.
15
3) Untuk pemasukan dan pengeluaran udara saat pengukuran dibuatkan dua saluran
selang yang ujung–ujungnya dijepit. Pada saat pengukuran respirasi, kedua
selang tersebut dihubungkan dengan gas Analyzer.
4) pengukuran laju respirasi dilakukan setiap hari selama 28 hari, dimana:
hari ke–-1 dan ke–2, diukur setiap 3 jam sebanyak dua kali ulangan
hari ke–3 dan ke–4, diukur setiap 6 jam sebanyak dua kali ulangan
hari ke–5 dan ke–6, diukur setiap 9 jam sebanyak dua kali ulangan
hari ke–7 dan ke–9, diukur setiap 12 jam sekali
hari ke–10 sampai hari ke–28, diukur 24 jam sekali
Pengukuran laju respirasi untuk hari pertama sampai hari terakhir
penyimpanan selang waktunya semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena pada
awal penyimpanan respirasi dari mangga diprediksi lebih tinggi, sehingga digunakan
selang waktu lebih pendek untuk mengetahui laju respirasinya. Laju produksi gas
CO2 dan konsumsi O2 (ml. kg-1. jam-1) dihitung dengan persamaan:
(5)
dimana :
R
x
t
W
V
: laju respirasi (ml. kg-1. jam-1)
: konsentrasi gas CO2 atau O2 (desimal)
: waktu (jam) yakni konsentrasi dari gas CO2 atau O2 terhadap
selang waktu pengukurannya
: berat produk (kg)
: V adalah volume bebas respiration chamber (ml) yang dihitung dari
volume chamber dikurangi volume sampel. Biasanya dihitung dengan
Hukum Archimides yaitu dengan memasukkan sampel kedalam
chamber yang berisi air penuh dimana volume chamber telah
diketahui kemudian dihitung dengan mengurangkan volume chamber
dengan volume air yang dipindahkan/tumpah
Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan Mettler
TM–4800. Susut bobot diukur berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak
awal dan akhir penyimpanan dingin. Pengukurannya dilakukan setiap 3 hari sekali
selama penyimpanan. Susut bobot diperoleh dengan membandingkan pengurangan
bobot awal (bo) dengan bobot penyimpanan hari ke-i (bi) yang dinyatakan dengan
(%). Pengukuran susut bobot dilakukan tiap tiga hari sekali. Rumus yang digunakan
untuk mengukur susut bobot adalah:
(6)
dimana :
bo
: bobot awal penyimpanan (gram)
bi
: bobot bahan pada penyimpanan hari ke-i (gram)
Kekerasan
Kekerasan berkaitan dengan turgiditas jaringan dinding tipis parenchymatous
atau banyaknya jaringan berdinding tebal yang kemungkinan sudah mati (Salunkhe
16
et al. 1984). Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap
jarum penusuk Rheometer. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan
Rheometer model CR–300 yang diset dengan mode 20, beban maksimum 10 kg,
kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan
diameter jarum 5 mm dilakukan pengukuran setiap 3 hari selama penyimpanan.
Pengujian dilakukan di tiga titik pada bagian buah. Nilai yang ditunjukkan alat
merupakan nilai kekerasan buah dengan satuan Newton.
Total Padatan Terlarut (TPT)
Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan
Refraktometer digital. Pengukuran dilakukan setiap tiga hari sekali. Filtrat dari
perasan daging buah diteteskan pada prisma Refraktometer yang sudah distabilkan
pada suhu 25 °C kemudian dilanjutkan pembacaan. Sebelum dan sesudah
pembacaan, prisma Refraktometer dibersihkan dengan aquades. Angka
Refraktometer menunjukkan Total Padatan Terlarut (°Brix).
Warna Daging Buah
Warna daging buah mangga manis diukur dengan Color Reader merk Minolta.
Alat ini dikondisikan sesuai sistem notasi warna Hunter (sistem warna L, a* dan b*).
Notasi warna L menyatakan parameter kecerahan (brightness) dengan nilai 0 (hitam)
sampai 100 (putih). Notasi warna a* dan b* merupakan koordinat kromatik
campuran merah hijau dengan nilai +a dari 0 sampai +60 untuk (warna merah) dan –
a dari 0 sampai –60 untuk (warna hijau). Nilai b menyatakan warna kromatik
campuran kuning biru dengan nilai +b dari 0 sampai +60 untuk (warna kuning) dan –
b dari 0 sampai –60 untuk (warna biru). Chroma merupakan tingkat kejenuhan warna
atau tingkat kandungan warna (muda atau tua) yang diperoleh dari hasil pembacaan
nilai a* dan nilai b* kemudian dihitung dengan rumus (2.0):
C = (a2 + b2)1/2
dimana :
C
a
b
(7)
: chroma
: nilai a*
: nilai b*
Organoleptik
Penilaian sensori dilakukan dengan mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap mangga yang telah diberikan perlakuan. Parameter organoleptik yang diuji
meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur buah mangga manis dengan menggunakan
10 panelis. Penilaian sensori oleh panelis dilakukan dengan menggunakan skala
Hedonis 1 sampai 5. Skala yang digunakan sebagai berikut: skala 5 sangat suka, 4
suka, 3 biasa, 2 agak suka, 1 tidak suka.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Response Surface Methodology
atau RSM. Peubah bebas terdiri dari tiga yakni:
1) suhu ekspose (35 °C – 55 °C), karena suhu dengan kisaran tersebut mampu
mencegah kebusukan
17
2) lama ekspose buah ke air panas (20 – 60 menit), dengan pertimbangan supaya
kulit mangga tidak terjadi pematangan lebih awal dan timbulnya kapang akibat
HWT
3) lama perendaman buah ke CaCl2 (20 – 60 menit), akan memberikan pelapisan
yang baik pada kulit mangga dan pembentukan ikatan kimia pada dinding lebih
sempurna dimana sebelumnya telah melunak akibat dari pemanasan dengan
HWT.
Peubah respon terdiri dari: susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut,
chroma warna daging buah. Penetapan range nilai peubah bebas didasarkan pada
hasil penelitian terdahulu dengan komoditi yang berbeda.
Ketiga peubah bebas tersebut digunakan sebagai penentu kondisi optimum
dalam model kombinasi. Secara lengkap rancangan percobaannya adalah sebagai
berikut :
1. Peubah bebas:
- suhu ekspose, dinotasikan X1 dengan range antara 35 °C sampai dengan 55
°C lama ekspose ke air panas, dinotasikan X2 dengan range antara 20 menit
sampai dengan 60 menit.
- lama perendaman ke CaCl2, dinotasikan X3 dengan range antara 20 menit
sampai dengan 60 menit.
2. Peubah respon:
laju penurunan susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, chroma warna
daging buah.
3. Model orde I:
faktorial 2k dengan k = 3 faktor yaitu: suhu ekspose, lama ekspose, dan lama
perendaman larutan CaCl2 4%, sehingga banyaknya run atau titik percobaan
adalah 23 ditambahkan dengan centre point sebanyak 3 titik atau 3 ulangan di
pusat. Jumlah titik percobaan orde I adalah 23 + 3 = 11 titik percobaan.
- setelah mengetahui jumlah titik percobaan, kemudian dirancang desain
percobaan RSM orde pertama dengan bantuan menu Design of Experiment
yang ada pada software Minitab dengan cara memasukkan tipe desain yang
terdiri dari jumlah faktor, jumlah titik percobaan yang terdiri dari cube point
dan centre point
- setelah itu memasukkan level dari faktor yaitu nilai high (+1), low (–1), dan
middle/centre (0) dari setiap range masing – masing variabel dan menentukan
jenis data yang diinput berupa data numeric atau text.
- dari memasukkan komponen penyusun rancangan percobaan akan dihasilkan
rancangan percobaan dengan sistem pengkodean orde I seperti pada (Tabel
6), dimana sistem pengkodean sudah tercantum didalamnya berupa kode (–1)
untuk level rendah, (+1) untuk level tinggi dan (0) untuk titik pusat.
4. Model orde II:
- Central Composite Design (CCD) pada percobaan 2k dengan k = 3 faktor dan
pada nilai α = (23)1/4 = 1.682. Banyaknya run pada orde II adalah 23 untuk
cube point ditambahkan 2k (2x3) untuk axial point dan 3 centre point,
sehingga jumlah titik percobaannya adalah 23 + 6 + 3 = 17 titik percobaan.
18
Sama halnya dengan percobaan orde I, untuk mendapatkan rancangan
percobaan dari orde II komponen dari rancangan percobaan berupa tipe
desain yang terdiri dari jumlah faktor, jumlah titik percobaan, dan level faktor
tiap range variabel bebas diinputkan pada menu Design of Experiment
software Minitab dengan ditambahkan nilai α pada input datanya, sehingga
rancangan percobaan dengan sistem pengkodean orde II keluaran Minitab
dapat dilihat pada (Tabel 7).
Terkait dengan penggunaan software untuk pengolahan data, maka dilakukan
pengkodean terhadap perlakuan. Hubungan antara kode dan perlakuan dapat dilihat
pada (Tabel 5). Pada perlakuan X1, X2, X3 untuk level –α dan +α dilakukan
penambahan level tertinggi (+1) 5 satuan unit dan pengurangan level terendah (–1) 5
satuan unit dengan p