Induksi Poliploid Dengan Kolkisin Pada Tanaman Anggrek Dendrobium Lasianthera (J.J. Smith) Secara In Vitro

INDUKSI POLIPLOID DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN
ANGGREK Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) SECARA
IN VITRO

YOGO ARDI NUGROHO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Induksi Poliploid
dengan Kolkisin pada Tanaman Anggrek Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
Secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Yogo Ardi Nugroho
NIM A24100174

ABSTRAK
YOGO ARDI NUGROHO. Induksi Poliploid dengan Kolkisin pada Tanaman
Anggrek Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) Secara In Vitro. Dibimbing oleh NI
MADE ARMINI WIENDI.
Perkembangan pemuliaan anggrek sebagai bunga potong di Indonesia masih
cukup terbatas. Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) merupakan salah satu spesies
terbaik sebagai sumber gen untuk anggrek potong. Penggunaan kolkisin
diharapkan mampu meningkatkan keragaman genetik sebagai langkah awal
pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap pertumbuhan protocorm like
body dan karakter sitologi tanaman Dendrobium lasianthera (J. J. Smith).
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dua faktor,
konsentrasi kolkisin dan waktu perendaman. Hasil penelitian menunjukkan
0.025% kolkisin dengan perendaman 1 jam menghasilkan pertumbuhan plb

terbaik. Persentase muncul kalus tertinggi didapat dari perlakuan tanpa kolkisin
dengan perendaman 1 jam. Perlakuan kolkisin menginduksi keragaman genetik
terhadap jumlah kloroplas, stomata, ukuran stomata, dan kromosom dari planlet
yang terbentuk. Jumlah kloroplas terbanyak didapat dari perlakuan 0.025%
kolkisin dengan lama perendaman 24 jam. Kerapatan stomata tertinggi didapat
dari perlakuan tanpa kolkisin dengan lama perendaman 1 dan 24 jam. Ukuran
stomata terbesar dihasilkan oleh perlakuan 0.025% kolkisin selama 1 jam
(panjang stomata) dan 24 jam (lebar stomata). Konsentrasi 0.050% menginduksi
poliploid terbanyak dan jumlah kromosom tertinggi diperoleh dari perlakuan
0.075% kolkisin selama 48 jam. Nilai LD50 untuk konsentrasi kolkisin sebesar
0.122%, sedangkan durasi perendaman selama 70.32 jam.
Kata kunci: kolkisin, kromosom, LD50, mutasi, plb

ii

ABSTRACT
YOGO ARDI NUGROHO. In Vitro Polyploid Induction of Dendrobium
lasianthera (J.J. Smith) Orchid with Colchicine. Supervised by NI MADE ARMINI
WIENDI.
The development of orchid breeding as cut flower on Indonesia are still

limited. Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) is one of the best character source
for cutting orchid. Colchicine usage are expected to increase the diversity of
Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) as a first step in plant breeding. This study
aims were to observe the effect of some colchicine consentration at some
submersion duration to the explant growth and cytology character of Dendrobium
lasianthera (J.J Smith). The study used a completely randomized design (CRD)
with two factor, colchicine consentration and submersion duration. The results
showed that 0.025% colchicine with 1 hour duration give the highest vegetative
growth. The highest callus percentage acquired from 1 hour submersion without
colchicine. Colchicine treatment give diversity to chloroplast, stomata, stomata
size, and chromosome count from planlet. Chloroplast counting give the highest
number from 0.025% colchicine with 24 hours duration. The highest stomata
density was obtained from submersion duration for 1 and 24 hours without
colchicine. The highest stomata measurement obtained from 0.025% colchicine
for 1 hour (stomata length) and 24 hours (guard cell width). The highest rate of
polyploid cell is achieved from 0.050% colchicine with the highest chromosome
number was obtained from 0.075% colchicine consentration with 48 hours
treatment. LD50 vallue for colchicine consentration are 0.122%, while for
submersion duration are 70.32hours.
Key words: chromosome, colchicine, LD50, mutation, plb


INDUKSI POLIPLOID DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN
ANGGREK Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) SECARA
IN VITRO

YOGO ARDI NUGROHO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Induksi Poliploid dengan
Kolkisin pada Tanaman Anggrek Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) Secara In
Vitro ini dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Ibu, Bapak, dan seluruh saudara yang telah memberikan dukungan, doa
dan kasih sayangnya yang tak terhingga.
2. Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, M.S. selaku pembimbing tugas akhir
yang telah banyak memberikan pengarahan, perhatian, saran, dan telah
mendanai penelitian ini.
3. Dr. Dwi Guntoro, SP, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik
4. Seluruh rekan di Laboratorium Kultur Jaringan 2 Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.
5. Teman-teman AGH angkatan 47 Edelweiss, khususnya Danu,
Arisudana, Ijul, Listya, Taufiq, Rony, Sandy, Surya, Dita Maulina, Erin,
Zamzam, serta teman-teman lainnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan
dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor,


Desember 2015

Yogo Ardi Nugroho

i

ii

i

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii


DAFTAR LAMPIRAN

iv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

Hipotesis

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

Botani Anggrek

2

Kultur Jaringan Anggrek

4

Induksi Mutasi

4

Poliploidisasi dengan Kolkisin

5


Lethal Dose 50 (LD50)

6

BAHAN DAN METODE

7

Waktu dan Tempat Penelitian

7

Bahan dan Alat

7

Rancangan Percobaan Penelitian

7


Pelaksanaan Penelitian

8

Pembuatan larutan kolkisin

8

Pembuatan larutan aceto-orcein 2%

9

Perlakuan perendaman dan sub kultur plb

9

Analisis morfologi stomata

9


Uji sitologi

9

Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
10

Kondisi Umum

10

Jumlah Plb Sekunder dan Jumlah Tunas

14

Jumlah Daun

20

Persentase Eksplan Berkalus

22

Jumlah Akar

23

Analisis Morfologi Stomata

26

Analisis Sitologi Kromosom

29

Kimera

31

i

ii

Lethal Dose (LD)

33

SIMPULAN

34

DAFTAR PUSTAKA

35

LAMPIRAN

38

RIWAYAT HIDUP

44

iii

DAFTAR TABEL
1 Kombinasi perlakuan konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman pada
plb Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
2 Persentase tingkat kontaminasi kultur Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
setelah mendapat perlakuan kolkisin
3 Rekapitulasi hasil uji F pengaruh konsentrasi kolkisin dan lama
perendaman serta interaksinya terhadap pertumbuhan plb Dendrobium
lasianthera (J.J. Smith)
4 Interaksi konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman terhadap jumlah
plb sekunder Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
5 Interaksi konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman terhadap jumlah
tunas Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
6 Interaksi konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman terhadap
multiplikasi Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
7 Interaksi konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman terhadap jumlah
daun Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
8 Interaksi konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman terhadap
persentase eksplan berkalus tanaman anggrek Dendrobium lasianthera
(J.J. Smith)
9 Interaksi konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman terhadap jumlah
akar tanaman anggrek Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
10 Pengaruh perlakuan kolkisin terhadap jumlah kloroplas pada 36 MSP
11 Pengaruh perlakuan kolkisin terhadap ukuran dan nilai rata-rata kerapatan
stomata pada 36 MSP
12 Pendugaan ploidi sel tanaman Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) hasil
perlakuan kolkisin
13 Nilai rata-rata dan standar deviasi pengaruh kolkisin terhadap jumlah
kromosom
14 Persentase hidup eksplan pada minggu terakhir pengamatan (16 MSP)
15 Nilai Lethal Dose kolkisin terhadap Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
secara in vitro

8
11

12
15
17
19
21

22
24
26
28
30
32
33
34

DAFTAR GAMBAR
1 Morfologi bunga dan pseudobulb Dendrobium lasianthera (J.J. Smith).
Sumber foto A) orchidspecies.com, B) Lembaga Biologi Nasional-LIPI
2 Kromosom somatik jaringan ujung akar Dendrobium phalaenopsis hasil
perlakuan kolkisin (Chaicharoen dan Saejew 1980)
3 Kontaminasi yang terjadi pada kultur Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
karena cendawan (A) dan bakteri (B) seperti yang ditunjukkan tanda
panah
4 Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap pertambahan jumlah plb sekunder
5 Pengaruh lama perendaman terhadap pertambahan jumlah plb sekunder
6 Pengaruh interaksi konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap
jumlah plb sekunder pada 8 dan 16 MSP

3
6

11
14
14
15

iii

iv

7 Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap pertambahan jumlah tunas
8 Pengaruh lama perendaman terhadap pertambahan jumlah tunas
9 Pengaruh interaksi konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap
jumlah tunas pada 8 dan 16 MSP
10 Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap multiplikasi plb
11 Pengaruh lama perendaman terhadap multiplikasi plb
12 Pengaruh interaksi konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap
multiplikasi pada 8 dan 16 MSP
13 Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap pertambahan jumlah daun
14 Pengaruh lama perendaman terhadap pertambahan jumlah daun
15 Pengaruh interaksi konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap
jumlah daun pada 8 dan 15 MSP
16 Pengaruh konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap persentase
jumlah kalus
17 Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap pertambahan jumlah akar
18 Pengaruh lama perendaman terhadap pertambahan jumlah akar
19 Pengaruh interaksi konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap
jumlah akar pada 8 dan 16 MSP
20 Pertumbuhan kultur hasil mutasi pada minggu terakhir pengamatan (16
MSP)
21 Pengaruh konsentrasi kolkisin (A) dan lama perendaman (B) terhadap
jumlah kloroplas
22 Pengaruh konsentrasi kolkisin (grafik A) dan lama perendaman (grafik B)
terhadap kerapatan stomata
23 Kerapatan stomata daun Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) hasil mutasi
24 Pengaruh konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap panjang
(grafik A) dan lebar (grafik B) stomata
25 Stomata daun Dendrobium lasianthera (J.J, Smith) hasil mutasi Kolkisin
pada 36 MSP
26 Sel hasil uji sitologi diduga diploid (A), tetraploid (B), hexaploid (C),
oktaploid (D), dan dodekaploid (E)
27 Hasil uji sitologi pada kontrol dengan jumlah kromosom 37
28 Kimera tingkat organ pada perlakuan konsentrasi kolkisin 0.025% dengan
lama perendaman 24 jam
29 Kimera tingkat jaringan pada perlakuan konsentrasi kolkisin 0.075% dan
lama perendaman 1 jam
30 Keragaman jumlah kromosom setiap perlakuan kolkisin pada Dendrobium
lasianthera (J.J. Smith)

16
16
17
18
18
19
20
20
21
22
23
23
24
25
26
27
27
28
29
30
31
31
31
33

DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi media Murashige-Skoog
2 Pengaruh kolkisin terhadap nilai rata-rata dan standar deviasi jumlah
kloroplas Dendrobium lasianthera
3 Pengaruh kolkisin terhadap nilai rata-rata dan standar deviasi kerapatan
stomata Dendrobium lasianthera
4 Pengaruh kolkisin terhadap nilai rata-rata dan standar deviasi panjang

38
39
40
41

v

stomata Dendrobium lasianthera
5 Pengaruh kolkisin terhadap nilai rata-rata dan standar deviasi lebar
stomata Dendrobium lasianthera
6 Sebaran persentase eksplan hidup berdasarkan konsentrasi kolkisin yang
digunakan (0, 0.025%, 0.050%, dan 0.075%)
7 Sebaran persentase eksplan hidup berdasarkan lama perendaman (tanpa
perendaman, 1, 24, 48, dan 72 jam)

42
43
43

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anggrek dari famili Orchidaceae merupakan jenis tanaman berbunga dengan
jumlah spesies terbanyak. Anggrek banyak digunakan untuk berbagai keperluan
seperti upacara keagamaan, hiasan dan dekorasi ruangan, serta sebagai hadiah
untuk ucapan selamat. Karena memiliki keunikan bentuk dan warna yang berbeda
dengan jenis anggrek lainnya di dunia, banyak negara yang menjadi pengimpor
anggrek dari Indonesia (Balitbangtan 2008).
Dendrobium merupakan salah satu genus anggrek yang cukup diminati
oleh masyarakat luas, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Genus ini
merupakan genus kedua terbesar dari keluarga anggrek dengan penyebaran yang
sangat luas (Sarwono 2002) dan rentang habitat yang bervariasi. Spesies anggrek
Dendrobium terbaik banyak terdapat di kawasan timur Indonesia, seperti Papua
dan Maluku (Widiastoety et al. 2010). Salah satu spesies unggul yang berasal dari
daerah tersebut adalah Dendrobium lasianthera (J.J. Smith). Karakter tangkai
dengan bentuk dan warna bunganya yang unik, yaitu sepal dan petal keriting dan
warna mahkota bunga yang gelap, menjadikan spesies ini sebagai induk silangan
yang cukup banyak dicari (Sarwono 2002). Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
termasuk dalam spesies yang dilindungi dalam Peraturan Pemerintah No. 7 tahun
1999 serta masuk dalam kategori CITES Appendiks II (CITES 2015), yaitu
kategori spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi terancam punah jika
eksploitasi dan perdagangan terus berlanjut.
Faktor penting dalam pengembangan tanaman hias adalah keragaman
genetik. Keragaman genetik dalam satu spesies anggrek cukup rendah, terutama
untuk jenis-jenis yang menyerbuk sendiri. Perlu dilakukan upaya-upaya untuk
meningkatkan keragaman genetik sehingga dihasilkan galur-galur yang dapat
dikembangkan sebagai varietas baru dengan warna sepal dan petal yang lebih
beragam dan berukuran besar. Cara lain untuk menginduksi keragaman genetik
selain dengan persilangan adalah mutasi dengan pemberian mutagen, baik
mutagen fisik ataupun mutagen kimia (Poespodarsono 1998). Mutagen kimia
yang sering digunakan antara lain kolkisin, yang telah banyak digunakan untuk
menduplikasi kromosom pada beberapa tanaman (Alard 1989).
Anggrek yang telah mengalami penggandaan kromosom menggunakan
kolkisin diketahui resisten terhadap penyakit-penyakit busuk, diantaranya busuk
ujung (top rot), busuk daun (leaf rot) serta busuk akar (root rot) (Soeryowinoto
dan Soeryowinoto 1977). Perlakuan kolkisin juga dapat menghasilkan anggrek
giant atau raksasa (Sandra 2004). Hal tersebut disebabkan tanaman yang
mengalami penggandaan kromosom atau poliploidisasi mempunyai jumlah
kromosom yang lebih banyak daripada tanaman diploidnya sehingga akan terlihat
lebih kekar, morfologi tanaman menjadi lebih besar, inti sel, berkas pembuluh
serta stomata yang lebih besar (Suryo 1995). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Soedjono dan Suskandari (1996) menunjukkan bahwa waktu perendaman dan
konsentrasi kolkisin yang lebih tinggi dapat memberikan nilai ketegaran
protokorm Dendrobium jayakarta yang lebih tinggi pula. Kombinasi waktu

1

2

perendaman 9 hari dengan konsentrasi kolkisin 0.03% menghasilkan tanaman
dengan tingkat ketegaran yang tinggi.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perendaman plb
anggrek Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) dengan kolkisin pada berbagai
konsentrasi dan lama perendaman terhadap pertumbuhan dan ploidi plb, serta
menentukan LD50 kolkisin. Diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan galur
tanaman baru yang memiliki ploidi yang beragam untuk digunakan sebagai bahan
seleksi dalam rangka pemuliaan anggrek Dendrobium lasianthera (J.J. Smith).
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Pertumbuhan dan perkembangan plb Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
dipengaruhi oleh interaksi antara konsentrasi dan lama waktu perendaman
dalam larutan kolkisin.
2. Poliploidisasi kromosom pada plb Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
dipengaruhi konsentrasi kolkisin.
3. Poliploidisasi kromosom pada plb Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
dipengaruhi lama perendaman dalam larutan kolkisin.
4. Poliploidisasi kromosom pada plb Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
dipengaruhi oleh interaksi antara konsentrasi dan lama waktu perendaman
dalam larutan kolkisin.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Anggrek
Anggrek (Orchidaceae) adalah keluarga tanaman berbunga yang paling
besar jumlah anggotanya. Diperkirakan anggota famili Orchidaceae mencapai
25 000 spesies, termasuk spesies liar yang belum teridentifikasi. Anggrek dapat
tumbuh di berbagai wilayah di dunia, tetapi lebih dominan ditemukan di daerah
tropis. Lebih dari setengah spesies anggrek yang telah diketahui hidup secara
epifit (menempel pada permukaan tanaman lain), sedangkan lainnya terrestrial
(diatas tanah) maupun litofit (batu) (Stewart 2000). Bentuk tanaman anggrek
dapat berupa monopodial (pertumbuhan tegak) dan simpodial (merumpun),
dengan sedikit jenis yang memanjat tumbuhan lain. Daun dapat berjumlah satu
sampai banyak, berseling, tebal atau tipis, kadang berdaging, dengan bentuk yang
bervariasi dari lurus, lonjong, atau bulat. Bunga sangat beragam dengan rentang
ukuran dari 1/8 sampai 8 inci (diameter), warna bervariasi, beberapa wangi,
sedangkan yang lain tidak. Karakteristik yang digunakan untuk membedakan
anggota famili Orchidaceae dengan tumbuhan dari famili lain, yaitu: bunga
zigomorfik, bunga berbentuk simetri bilateral; pollinia, yaitu polen anggrek yang

3

membentuk kumpulan; column, merupakan struktur reproduktif yang berasal dari
penyatuan anther dan pistil; rostellum, berfungsi sebagai pemisah organ jantan
dan betina, serta sebagai bagian yang memproduksi substansi lengket untuk
menyebarkan polen; dan biji, anggrek dapat menghasilkan antara 500 000 sampai
jutaan biji dalam satu buah (pod). Biji anggrek tidak memiliki endosperma
(Sheehan 1992). Biji anggrek mungkin bisa berkecambah secara alami, tetapi
tidak akan berkembang tanpa adanya infeksi dari mikoriza, yang menyuplai
tanaman muda dengan gula dan nutrisi yang dibutuhkan sampai tanaman cukup
besar untuk memproduksinya sendiri.
Salah satu genus yang paling sering diperjualbelikan adalah Dendrobium.
Dendrobium berasal dari bahasa Yunani, yakni dendron yang berarti pohon atau
tumbuhan dan bios yang berarti hidup. Genus ini merupakan genus kedua terbesar
dari keluarga anggrek setelah Bulbophyllum, terdiri dari sekitar 1 400 spesies
dengan penyebaran yang sangat luas, dari Sri Lanka hingga Hawaii dan dari
Australia hingga Jepang (Sarwono 2002). Spesies yang paling diminati dalam
genus ini, terutama sebagai tetua silangan adalah Dendrobium lasianthera (J.J.
Smith) dari seksi Ceratobium/Spathulata. Anggrek ini tersebar di daerah Papua
dan Papua Nugini. Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) merupakan salah satu
spesies anggrek epifit yang merumpun (simpodial). Batang palsu (pseudobulb)
anggrek ini dapat tumbuh mencapai 3 m. Rangkaian bunganya (inflorescence)
mencapai 40 cm dengan 10-20 kuntum bunga yang terangkai rapat pada setengah
panjang tangkai inflorescence, karakter yang penting sebagai indukan untuk
menghasilkan anggrek potong silangan (Teoh 2005). Panjang bunga berukuran
6.5 cm dengan petal melintir dengan variasi warna merah gelap, merah muda,
merah keunguan dan merah jingga. Menurut Sastrapradja et al. (1979) anggrek ini
memiliki daun berbentuk lonjong dengan panjang 15 cm. Daun tersusun berselang
seling dalam 2 deretan, dengan tekstur kaku. Gagang pembungaan tegak dan kaku
dan pembungaan muncul pada bagian ujung batang. Tanaman ini umumnya
tumbuh baik didataran rendah agak teduh tapi berhawa panas.

A

B

Gambar 1 Morfologi bunga dan pseudobulb Dendrobium lasianthera (J.J.
Smith). Sumber foto A) orchidspecies.com, B) Lembaga Biologi
Nasional-LIPI

4

Kultur Jaringan Anggrek
Kultur jaringan tanaman adalah perbanyakan sel, jaringan, organ, atau
tanaman utuh dalam kondisi dan nutrisi yang terkontrol, yang dapat digunakan
untuk menghasilkan klon tanaman. Konsep yang mendasari kultur jaringan adalah
teori totipotensi, yang menyatakan tentang kemampuan sel untuk membentuk
tanaman lengkap jika kondisi lingkungan mendukung/sesuai karena di dalam
setiap sel tumbuhan mengandung informasi genetik yang lengkap (Wetherell
1982).
Banyak penelitian yang telah dilakukan terkait kultur jaringan terhadap
tanaman anggrek. Morel pada tahun 1960 memulai kultur jaringan pada anggrek
Cymbidium dan mendapatkan tanaman yang bebas virus melalui kultur meristem.
Protocorm like body (plb) yang didapatkan dari kultur meristem sangat mirip
dengan yang berasal dari kultur biji yang berkecambah. Widiastoety (1994)
melaporkan bahwa penambahan air kelapa sebanyak 150 ml ke dalam media
sangat berpengaruh terhadap pembentukkan plb Cymbidium. Widiastoety (1995)
juga menyatakan bahwa penggunaan 10 g L-1 karbohidrat dapat mempercepat
pertumbuhan batang, daun dan akar planlet Dendrobium. Suaria (2000)
menyatakan bahwa 2 dari 3 kelompok isolat bakteri dari media kultur anggrek
Cymbidium yang terkontaminasi dapat memberikan pengaruh positif terhadap
pertumbuhan kultur in vitro anggrek Dendrobium hibrida melalui penambahan
bobot kering planlet. Pant dan Thapa (2012) menyatakan konsentrasi IAA sebesar
0.5 mg L-1 dalam media MS (Murashige dan Skoog) menghasilkan jumlah akar
terbanyak pada kultur Dendrobium primulinum dibandingkan dengan IBA dan
NAA. Penambahan 1 mg L-1 BA, 1 mg L-1 NAA, dan 15% air kelapa pada media
MS meningkatkan jumlah plb yang dihasilkan dari kultur Rhyncostylis retusa (L.)
Bl (Parab dan Krishnan 2012). Hasil penelitian Athicart (2013) menyatakan
bahwa penambahan BA sebanyak 0.5 dan 1 mg L-1 dengan media dasar VW
(Vacin Went) menghasilkan proliferasi terbesar pada plb Dendrobium
chrysotoxum yang diberi perlakuan 0.03% dan 0.04% kolkisin.
Induksi Mutasi
Mutagenesis adalah proses perubahan informasi genetik suatu organisme
pada kondisi stabil. Mutagenesis di alam terjadi akibat adanya kesalahan dalam
perbaikan DNA. Mutasi adalah perubahan pada material genetik yang bukan
merupakan hasil rekombinasi atau segregasi dan dapat diturunkan ke generasi
selanjutnya. Mutasi dapat terjadi secara alami maupun buatan. Mutasi alami
adalah perubahan materi genetik secara spontan di alam, sedangkan mutasi buatan
terjadi akibat adanya kontak dengan mutagen secara sengaja untuk tujuan
pemuliaan tanaman. Individu yang membawa mutasi pada genomnya disebut
mutan. Pemuliaan tanaman menggunakan mutasi umumnya terbatas pada induksi
mutasi secara fisik dan kimiawi.
Kemajuan di setiap generasinya adalah kunci dalam riset genetik dan
pemuliaan. Pemuliaan konvensional umumnya menggunakan kode P untuk
parental (tetua) dan kode F untuk filial (generasi). Sejalan dengan penamaan
tersebut, generasi pertama hasil mutasi diberi kode M1. Tanaman yang diproduksi
langsung dari benih (atau gamet) hasil perlakuan mutasi adalah tanaman M1,

5

generasi berikutnya M2, dan seterusnya. Benih sebelum perlakuan mutagenik
disebut M0. Embrio yang dihasilkan dari persilangan dari polen dan atau kantung
embrio termutasi juga disebut generasi pertama mutasi (M1). Notasi M1V1, M1V2,
dan seterusnya digunakan untuk tanaman hasil perbanyakan vegetatif dari
tanaman hasil mutasi. Variasi somaklonal menggunakan notasi S, sedangkan
mutasi dengan transformasi genetik menggunakan notasi T.
Seleksi mutan dibutuhkan untuk mengidentifikasi individu dengan fenotip
mutasi yang dinginkan. Seleksi mutasi terdiri dari dua tahap, screening mutan dan
konfirmasi mutan. Screening mutan adalah proses seleksi individu dari populasi
hasil mutasi yang besar dengan kriteria target. Konfirmasi mutan adalah proses
evaluasi ulang mutan dengan pengulangan dan kondisi yang ketat, menggunakan
ukuran contoh yang besar, umumnya progeni dari individu putatif pilihan.
Poliploidisasi dengan Kolkisin
Berbagai macam bahan yang digunakan dalam induksi mutasi terbagi 2
kelompok penting, yaitu mutagen fisik dan mutagen kimiawi. Kemungkinan
mutagen dapat menghasilkan sel mutan lebih tinggi dibanding mutasi alami, 103
per lokus, tetapi variasinya masih bisa diamati (Van Harten 1998). Mutasi fisik
biasanya dilakukan menggunakan radiasi (sinar X, sinar , sinar , sinar ),
sedangkan mutasi kimia menggunakan bahan-bahan kimia yang mutagenik seperti
kolkisin.
Kolkisin pertama kali diekstrak dari biji Colchicum autumnale. Kolkisin
mudah larut dalam air dan bisa menginduksi sel-sel poliploid pada konsentrasi
yang tidak terlalu tinggi, selain itu kolkisin memiliki spektrum yang luas bagi
berbagai spesies tanaman. Kolkisin bekerja dengan menghambat terbentuknya
benang-benang plasma dari gelendong inti (spindle) sehingga pemisahan
kromosom pada anafase dari mitosis tidak berlangsung dan menyebabkan
penggandaan kromosom tanpa pembentukan dinding sel (Suryo 1995).
Penggandaan kromosom merupakan salah satu jenis mutasi pada kromosom.
Penggandaan kromosom merupakan cara paling mudah untuk menginduksi
keragaman pada tanaman hortikultura. Penelitian yang dilakukan oleh
Chaicharoen dan Saejew (1980) menunjukkan bahwa tanaman anggrek
Dendrobium phalaenopsis yang diberi perlakuan kolkisin 0.050% selama 9 hari
menghasilkan 50% tanaman tetraploid, dengan pertumbuhan lebih lambat dan
daun yang lebih hijau dibanding tanaman diploidnya. Kerdsuwan dan Te-Chato
(2002) melaporkan bahwa plb Rhyncostylis gigantea var. rubrum Sagarik yang
diberi perlakuan dengan kolkisin pada konsentrasi 0.20% selama 72 jam
menghasilkan kemampuan tumbuh sebesar 26% serta presentase planlet dengan
kromosom tetraploid terbanyak, sebesar 60%. Rodiansah (2007) melaporkan
bahwa perlakuan kolkisin pada tanaman stevia secara in vitro menghambat
pertumbuhan vegetatif serta dapat menghasilkan 14% planlet yang memiliki
jumlah kromosom lebih dari normal dan 54.2% yang kurang dari normal.
Sarathum et al. (2010) berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
kemampuan tumbuh plb anggrek Dendrobium scabrilingue yang diinduksi mutasi
lebih bergantung pada konsentrasi kolkisin dibanding durasi perlakuannya.
Konsentrasi kolkisin yang terbanyak menginduksi poliploidi (43.1% tanaman
tetraploid) pada plb Dendrobium scabrilingue adalah 0.075% dengan durasi

6

perlakuan selama 72 jam di media padat. Perlakuan kolkisin pada Anthurium
plowmanii Croat. menghasilkan 95% mutan putatif, dengan perlakuan konsentrasi
0.02% dan lama perendaman 1 jam yang menghasilkan tanaman dengan jumlah
kromosom terbanyak (Nurwanti 2010). Hasil uji morfologi daun (jumlah
kloroplas, kerapatan stomata, ukuran stomata) terbesar diperoleh dari perlakuan
0.04% kolkisin dengan lama perendaman 72 jam. Induksi poliploid pada tanaman
nilam (Pogostemon cablin Benth.) var. sidikalang terbaik didapat dari perlakuan
kolkisin 0.02% (Anne 2011). Wardhani (2011) melaporkan perlakuan kolkisin
0.04% pada kedelai varietas Wilis dan Tanggamus menghasilkan jumlah
kromosom terbanyak dan kerapatan stomata terbesar.

A

B

Gambar 2 Kromosom somatik jaringan ujung akar Dendrobium phalaenopsis
hasil perlakuan kolkisin (Chaicharoen dan Saejew 1980). A) normal
diploid 2n = 38, B) tetraploid 2n = 76.
Lethal Dose 50 (LD50)
Keberhasilan mutagenesis in vitro ditentukan oleh kemampuan induksi
mutagen dan kemampuan regenerasi tanaman yang mendapat perlakuan mutasi.
Tahap penting lain dalam induksi mutasi adalah menentukan dosis mutagen yang
tepat, yang bervariasi antar spesies, level ploidi, tahap perkembangan, dan kondisi
fisiologi. Cara yang umum dipakai dalam menentukan dosis mutagen yang tepat
didasarkan pada sensitivitas jaringan atau sel, yang diukur berdasarkan kurva
sensitivitas dosis dan kemampuan tumbuh. Dosis mutagen yang dapat
menyebabkan kematian 50% dari populasi yang dimutasi disebut lethal dose 50.
Penentuan LD50 untuk suatu spesies tanaman dapat ditentukan dengan mengikuti
laporan penelitian sebelumnya atau dengan melakukan beberapa uji sederhana
dengan berbagai konsentrasi (Suprasanna et al. 2011). Dosis optimal dalam
induksi mutasi yang menimbulkan keragaman dan menghasilkan mutan terbanyak
biasanya terjadi di sekitar nilai LD50 (Aisyah et al. 2009).
Konsentrasi yang dipakai dalam penelitian ini mengikuti hasil penelitian
Sarathum et al. (2010) terhadap Dendrobum scabrilingue L. karena tidak
ditemukannya literatur terhadap Dendrobium lasianthera (J.J. Smith). Pada
penelitian Sarathum et al., konsentrasi yang dipakai antara 0 0.1%, tetapi karena
konsentrasi tertinggi sudah mencapai kematian lebih dari 60%, maka yang dipakai

7

dalam penelitian ini hanya 0, 0.025, 0.050, dan 0.075%. Perbedaan spesies juga
dipertimbangkan akan berpengaruh terhadap tingkat kematian.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2014 sampai dengan bulan Januari
2015. Pelaksanaan kultur jaringan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman 2, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB,
Bogor. Pengamatan morfologi stomata daun dan jumlah kromosom melalui uji
sitologi dilakukan di Laboratorium Mikro Teknik, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah protocorm-like
body (plb) tanaman anggrek Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) berumur 2 bulan
dari penyemaian biji hasil selfing yang ditumbuhkan dalam media VW dengan
tambahan bahan organik tomat. Media kultur jaringan yang dipakai adalah MS53,
dengan komposisi MS dasar+ 0.5 mg IAA+ 1.5 mg BA+ 50 mL air kelapa untuk
membuat 1 L media, yang digunakan untuk menumbuhkan plb yang telah
direndam menggunakan kolkisin. Sumber karbohidrat berasal dari gula 30 g L-1.
Pemadat yang digunakan adalah agar-agar sebanyak 7 g L-1. Media yang
digunakan untuk perlakuan perendaman adalah media MS53 cair. Media padat
dan media cair diatur pada pH 5.9.
Bahan yang digunakan untuk uji sitologi adalah akar planlet tanaman
anggrek Dendrobium lasianthera (J.J. Smith), HCl 1N, aceto-orcein 2%, dan cat
kuku yang tidak berwarna. Bahan lain yang digunakan untuk subkultur adalah
alkohol 70% dan spiritus. Peralatan yang digunakan di laboratorium yaitu
autoklaf, laminar air flow cabinet, timbangan analitik, labu takar, gelas ukur,
pengaduk, pH meter, labu erlenmeyer, gelas piala, botol kultur, cawan petri,
gunting, pinset, scalpel, sprayer, magnetic stirrer, panci perebus, pipet, rak kultur,
label, penggaris, alat pengering, bunsen, kertas tissue dan kamera. Peralatan yang
digunakan untuk uji sitologi yaitu mikroskop, silet, botol, lemari pendingin, pensil
dengan ujung berpenghapus, pemanas air, pinset dan gelas kimia.
Rancangan Percobaan Penelitian
Penelitian disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi kolkisin yang terdiri atas 4
taraf (0, 0.025, 0.050, dan 0.075%), dan faktor ke dua adalah lama perendaman (1,
24, 48, dan 72 jam). Terdapat 16 kombinasi perlakuan dengan masing-masing
perlakuan terdiri atas 3 ulangan, dan pada setiap ulangan terdiri dari 50 plb,
sehingga jumlah total plb adalah 2 400 plb sebagai satuan amatan. Plb tanpa

8

perendaman digunakan sebagai kontrol. Model statistika yang digunakan mengacu
pada Mattjik dan Sumertajaya (2013) sebagai berikut:
Yijk = µ + i + j+( )ij+ ijk
Keterangan:
Yijk : Hasil pengamatan terhadap sampel pada perlakuan konsentrasi kolkisin kei, lama perendaman ke-j, dan ulangan ke-k
µ
: Nilai tengah umum
:
Pengaruh faktor konsentrasi kolkisin ke-i {i=1,2,3,4}
i
: Pengaruh faktor lama perendaman ke-j {j=1,2,3,4}
j
( )ij : Pengaruh interaksi antara konsentrasi kolkisin dan lama perendaman
: Pengaruh galat pada konsentrasi kolkisin ke-i, lama perendaman ke-j, dan
ijk
ulangan ke-k
Perlakuan yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1
Kombinasi perlakuan konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman
pada plb Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
Perlakuan
Konsentrasi kolkisin (%)
0
0.025
0.050
0.075

0
Kontrol 0

Lama perendaman (jam)
1
24
48
Kontrol 1 Kontrol 2 Kontrol 3
P1
P2
P3
P5
P6
P7
P9
P10
P11

72
Kontrol 4
P4
P8
P12

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F pada taraf 5%. Apabila terdapat
perbedaan yang nyata dari nilai tengahnya akan dilanjutkan dengan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) dan t-Dunnet pada taraf 5%.
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan larutan kolkisin
Penelitian diawali dengan pembuatan larutan stok kolkisin. Larutan stok
dibuat dengan melarutkan 312.5 mg kolkisin (SIGMA) dalam 50 ml aquabidest
(0.625% w/v). Pembuatan larutan kolkisin dilakukan di dalam laminar air flow
cabinet. Serbuk kolkisin sebanyak 312.5 mg dimasukkan ke labu erlenmeyer,
kemudian ditambahkan aquabidest sedikit demi sedikit sampai 50 ml sambil
digoyang agar kolkisin terlarut. Larutan stok yang sudah jadi disimpan dalam
freezer yang bersuhu 4 oC.
Pembuatan media cair dengan konsentrasi perlakuan dilakukan dengan
teknik pengenceran. Media cair dibuat terlebih dahulu, dengan mencampur stok
MS dengan 0.5 mg IAA, 1.5 mg BA, dan 50 ml air kelapa untuk setiap 1 L media.
Media diatur tingkat keasamannya pada pH 5.9. Larutan media cair tersebut
dimasukan ke dalam botol. Jumlah media cair disesuaikan dengan jumlah stok
kolkisin yang akan dicampurkan. Botol untuk perlakuan kolkisin dengan
konsentrasi 0, 0.025, 0.050, dan 0.075% masing masing berisi 25, 24, 23, dan 22
ml media per botol. Setiap konsentrasi kolkisin membutuhkan 4 botol media cair
sebagai kombinasi dengan 4 taraf waktu perendaman.

9

Pencampuran larutan stok kolkisin dengan media cair dilakukan di dalam
laminar. Pada pembuatan media cair dengan kolkisin sebesar 0.025%, media cair
dicampur larutan stok kolkisin (0.625%) sebanyak 1 ml. Selanjutnya untuk
konsentrasi 0.050 dan 0.075%, masing-masing sebanyak 2 ml dan 3 ml stok
kolkisin 0.625%.
Pembuatan larutan aceto-orcein 2%
Bahan yang digunakan untuk membuat larutan pewarna aceto-orcein 2%
adalah serbuk orcein (MERCK) dan asam asetat glasial (99%). Pembuatan larutan
aceto-orcein 2% sebanyak 50 ml, diawali dengan pemanasan asam asetat glasial
sebanyak 22.5 ml sampai hampir mendidih, angkat, kemudian orcein serbuk
sebanyak 1 g dimasukkan. Larutan diaduk sambil dipertahankan suhunya antara
90-95 oC selama 10 menit. Setelah cukup dingin, akuades sebanyak 27.5 ml
dimasukkan, lalu diaduk/digoyang agar larutan homogen. Larutan pewarna acetoorcein yang sudah jadi disimpan dalam botol gelap atau yang ditutupi alumunium
foil dan diletakkan di ruang yang sejuk.
Perlakuan perendaman dan sub kultur plb
Plb yang dikulturkan di media asal diambil, kemudian diletakkan di atas
cawan petri untuk dibagi sesuai perlakuan. Perendaman dilakukan sekaligus
dalam satu hari sesuai dengan kombinasi perlakuan, sedangkan sub kultur ke
media MS53 dilakukan bertahap. Setelah 1 jam, sebagian plb diambil dan ditanam
di dalam media. Penanaman ke media diulang pada 24, 48, dan 72 jam setelah
perendaman dalam larutan kolkisin. Setiap penanaman, plb yang telah mendapat
perlakuan perendaman dikeringkan terlebih dahulu diatas kertas tisu steril dalam
cawan petri selama 10 menit. Semua peralatan yang digunakan disemprot alkohol
70% sebelum digunakan.
Alat alat yang digunakan untuk memindahkan plb, sebelum digunakan
dibakar dahulu sampai panas kemudian didiamkan sampai dingin. Inkubasi kultur
dilakukan pada ruangan dengan penyinaran ± 650 lux, 16 jam/hari dan suhu ± 23
o
C.
Analisis morfologi stomata
Pengamatan stomata menggunakan tiga sampel per ulangan. Sampel berupa
potongan daun yang cukup dewasa. Pembuatan preparat dengan cara mengikis
langsung bagian atas daun. Daun yang telah diambil sebelumnya diletakkan diatas
kaca objek dengan posisi bagian bawah daun menghadap kaca objek. Bagian atas
daun lalu dikikis/kerok menggunakan silet sampai tersisa epidermis daun bagian
bawah. Daun yang telah dikikis lalu dibalik, kemudian ditetesi air sebelum ditutup
kaca penutup. Variabel yang diamati adalah jumlah stomata dan jumlah kloroplas.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan
pembesaran 4×10. Pengukuran panjang stomata dan lebar sel penjaga stomata
dilakukan dengan menggunakan software Olympus DP2-BSW yang terintegrasi
dengan mikroskop cahaya dengan preparat yang sama.
Uji sitologi
Analisis jumlah kromosom menggunakan metode dengan pra-perlakuan
sederhana (Syukur dan Sastrosumarjo 2013). Bahan yang diambil adalah ujung
akar planlet. Ukuran sampel yang diambil ± 1 cm dari ujung akar. Pengambilan

10

preparat dilakukan antara jam 07.00 11.00, dengan selang waktu pengambilan
preparat setiap 30 menit sekali, untuk mendapatkan tahap mitosis yang tepat.
Setelah mengetahui waktu yang tepat, analisis sampel yang lain dilakukan pada
jam yang sama ketika metafase terdeteksi. Semua perlakuan dilakukan uji sitologi
dengan sampel yang diambil secara acak. Sampel diambil sebanyak 3
tanaman/perlakuan, dari setiap tanaman diambil 2
3 akar sesuai dengan
ketersediaan akar.
Akar yang digunakan untuk uji sitologi dipotong sepanjang 0.5 1 cm dari
ujung akar, lalu direndam dalam larutan HCl 1N selama 20 menit. Setelah
perendaman dalam HCl 1N, akar kemudian diangkat dan ditiriskan, lalu
diletakkan diatas kaca arloji atau palet dan ditetesi aceto-orcein 2% dan dibiarkan
selama 15 20 menit. Ujung akar lalu diletakkan di atas kaca objek dan dipotong
1 2 mm dari ujung akar. Aceto-orcein diteteskan sebanyak 2 tetes di atas akar,
lalu ditutup dengan gelas penutup. Preparat yang sudah jadi dilewatkan di api
bunsen sebanyak 2 3 kali, baru kemudian diketuk menggunakan ujung pensil
berpenghapus. Selanjutnya gelas penutup ditekan halus dengan jempol dan bagian
pinggir direkat dengan cat kuku tak berwarna dan siap diamati di bawah
mikroskop (Olympus). Setelah terlihat penyebaran kromosom dilakukan
penghitungan jumlah kromosom dan dibuat dokumentasinya. Foto yang
dihasilkan diperbesar dengan menggunakan Microsoft Office Picture Manager
dan kembali dihitung jumlah kromosomnya. Sampel yang diamati jumlah
kromosomnya adalah sebanyak 3 sampel per perlakuan.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi persentase kontaminasi, jumlah akar,
multiplikasi plb, jumlah daun, persentase eksplan berkalus, jumlah kromosom,
jumlah stomata, kerapatan serta ukuran stomata, dan jumlah kloroplas pada sel
penjaga stomata. Pengamatan dilakukan dari luar botol seminggu sekali selama 4
bulan dan sekali untuk pengamatan kromosom dan daun di akhir pengamatan.
Data pengamatan terhadap jumlah plb yang mati dari pengamatan awal sampai
akhir dianalisis untuk menentukan nilai LD50.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Jumlah plb terkontaminasi terbanyak adalah perlakuan konsentrasi kolkisin
0.050% dengan lama perendaman 72 jam (Tabel 2). Kontaminasi pada perlakuan
lainnya tidak melebihi 40%, dengan persentase kontaminasi terendah di minggu
terakhir sebesar 0% pada perlakuan kolkisin 0.075% dan lama perendaman 48
jam. Kontaminasi disebabkan oleh cendawan dan bakteri (Gambar 3), tetapi lebih
didominasi oleh cendawan. Kontaminasi diduga berasal dari faktor eksternal dan
internal. Faktor eksternal tersebut kemungkinan dapat terjadi saat mencampur
kolkisin dengan media cair, saat plb dimasukkan ke dalam media cair perlakuan,
maupun saat ditanam dalam media padat. Faktor internal yang diduga dapat

11

menyebabkan kontaminasi yaitu adanya mikroorganisme sistemik dari plb yang
ditanam.

Gambar 3 Kontaminasi yang terjadi pada kultur Dendrobium lasianthera (J.J.
Smith) karena cendawan (A) dan bakteri (B) seperti yang ditunjukkan
tanda panah
Tabel 2

Persentase tingkat kontaminasi kultur Dendrobium lasianthera (J.J.
Smith) setelah mendapat perlakuan kolkisin

Perlakuan
Konsentrasi
Lama
(%)
perendaman(jam)
0
1
24
48
72
0.025
1
24
48
72
0.050
1
24
48
72
0.075
1
24
48
72
Keterangan

Persentase kontaminasi pada MSP8
12
%
6.67
6.67
14.67
0.00
0.00
2.67
6.67
13.33
33.33
0.67
1.33
1.33
0.00
3.33
14.00
13.33
23.33
27.33
0.00
2.00
16.00
0.00
2.67
2.67
0.00
2.00
2.00
2.67
15.33
25.33
0.00
6.67
22.67
73.33
80.67
80.67
0.00
19.33
26.67
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.68
3.35
3.35
4

16
34.00
2.67
33.33
8.00
32.67
29.33
20.00
2.67
2.00
26.00
29.33
80.67
26.67
20.00
0.00
12.05

: MSP= minggu setelah perlakuan

Konsentrasi kolkisin dan lamanya perendaman plb dalam larutan kolkisin
berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif plb anggrek Dendrobium lasianthera
(JJ.Smith), seperti tercantum dalam Tabel 3. Pertumbuhan plb yang mendapat
perlakuan kolkisin terlihat terhambat tetapi pada konsentrasi rendah meningkatkan
nilai parameter pertumbuhan .

12

Tabel 3

Rekapitulasi hasil uji F pengaruh konsentrasi kolkisin dan lama
perendaman serta interaksinya terhadap pertumbuhan
plb
Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)

Parameter
Pengamatan
Jumlah plb
sekunder

Jumlah Tunas

Multiplikasi

Keterangan :

Minggu
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Konsentrasi
Kolkisin
tn
tn
**
tn
tn
*
**
**
*
tn
tn
tn
tn
*
tn
tn
tn
tn
**
**
**
**
**
**
*
*
*
*
*
tn
tn
**
**
*
**
**
**
**
**
tn
tn
tn
*
*
*

Waktu
Perendaman
tn
tn
**
tn
tn
**
**
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
**
**
**
**
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
**
*
**
**
**
**
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn = Tidak berbeda nyata pada uji F dengan 5%
* = Berbeda nyata pada uji F dengan 5%
** = Berbeda sangat nyata pada uji F dengan 1%
KK= Koefisien keragaman

Interaksi

KK (%)

tn
tn
**
*
tn
tn
tn
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
**
*
**
**
*
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
**
*
**
**
**
**
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

692.82
692.82
221.31
187.23
173.98
133.10
91.19
74.10
86.18
84.17
85.68
76.35
68.02
58.03
73.89
78.70
571.31
194.42
133.42
78.30
71.04
51.85
54.07
59.52
59.38
65.25
65.19
64.74
66.21
692.82
692.82
221.31
114.50
110.95
88.46
63.82
58.42
53.04
53.05
61.11
58.18
57.17
56.99
58.99
59.88

13

Tabel 3

Rekapitulasi hasil uji F pengaruh konsentrasi kolkisin dan lama
perendaman terhadap eskplan Dendrobium lasianthera (J.J. Smith).
(Lanjutan)

Parameter
Pengamatan
Jumlah Daun

Akar

Total Kalus
Keterangan :

Minggu
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Konsentrasi
Kolkisin
**
**
*
**
**
**
*
tn
*
**
**
*
*
*
**
*
tn
tn
tn
tn
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**

Waktu
Perendaman
tn
tn
tn
**
*
tn
tn
**
**
**
**
**
**
*
*
*
tn
tn
tn
**
**
**
**
**
**
**
**
*
**
*
*
*
tn

Interaksi

KK (%)

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
**
**
**
**
**
**
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
**
**
**
**
**
*
*
*
*
*

41.43
31.21
27.77
26.13
20.55
21.67
20.79
14.86
16.73
16.28
20.41
25.07
28.37
32.10
37.04
39.57
489.9
415.69
360.27
193.11
145.33
150.74
98.41
63.54
61.03
53.01
45.68
45.46
46.90
51.43
48.63
49.99
83.76

tn = Tidak berbeda nyata pada uji F dengan 5%
* = Berbeda nyata pada uji F dengan 5%
** = Berbeda sangat nyata pada uji F dengan 1%
KK= Koefisien keragaman

Data rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi kedua faktor
perlakuan tidak berpengaruh nyata pada minggu-minggu awal pengamatan untuk
semua parameter. Jumlah plb sekunder mulai menunjukkan terjadinya
penambahan dari minggu pertama pengamatan, tetapi interaksi perlakuan nyata
hanya pada 3, 4, dan 9 MSP. Pengamatan pada jumlah akar menunjukkan bahwa
interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh nyata mulai 7 MSP, sedangkan pada
parameter jumlah daun mulai berpengaruh pada 8 MSP, tetapi pada 16 MSP tidak
berpengaruh secara nyata. Tunas mulai muncul pada 4 MSP, dan dipengaruhi
secara nyata oleh interaksi kedua faktor mulai dari 6 MSP sampai 12 MSP. Faktor

14

konsentrasi berpengaruh nyata terhadap dan plb sekunder (3, 6 9, dan 14 MSP)
jumlah daun (1 7 dan 9 16 MSP), tunas (6 16 MSP), dan jumlah akar (4 16
MSP). Faktor lama perendaman berpengaruh nyata terhadap jumlah plb sekunder
(3 MSP dan 6 8 MSP), jumlah daun (4, 5, dan 8 16 MSP), jumlah tunas (6
11 MSP), dan jumlah akar (4 16 MSP). Jumlah plb berkalus nyata dipengaruhi
oleh konsentrasi kolkisin dan interaksinya dengan lama perendaman. Koefisien
keragaman tinggi di minggu awal pengamatan, tetapi menurun selama
pengamatan sampai 16 MSP. Diduga sel-sel plb yang masih muda cukup aktif
menyerap kolkisin yang dapat menyebabkan gangguan dalam pembelahan sel dan
menginduksi penggandaan kromosom, sehingga perlu pengaturan ulang dalam
proses mitosis dan metabolisme sel.
Jumlah Plb Sekunder dan Jumlah Tunas

Jumlah plb sekunder

Protocorm like body (plb) adalah istilah umum untuk struktur yang
menyerupai protokorm dan terbentuk dari jaringan eksplan atau kalus in vitro
(Arditti 2008). Plb sekunder adalah plb yang terbentuk dari hasil proliferasi plb
primer, protokorm, atau bagian lain yang digunakan sebagai eksplan awal. Jumlah
plb sekunder yang dihasilkan selama pengamatan mengalami peningkatan dan
penurunan. Kondisi ini diakibatkan oleh adanya kontaminasi yang mengurangi
jumlah eksplan dan diferensiasi plb sekunder menjadi tunas. Semakin lama durasi
perendaman dapat menghambat pembentukan plb sekunder (Gambar 4),
sedangkan konsentrasi rendah dapat meningkatkan jumlah plb sekunder (Gambar
5).
0.8
Konsentrasi (%)

0.6

0

0.4

0.025

0.2

0.05

0

0.075
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16

Minggu setelah perlakuan

Jumlah plb sekunder

Gambar 4 Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap pertambahan jumlah plb
sekunder
0.8
Waktu (jam)
1

0.6
0.4

24

0.2

48

0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16

72

Minggu setelah perlakuan

Gambar 5 Pengaruh lama perendaman terhadap pertambahan jumlah plb
sekunder

15

Hasil uji lanjut DMRT pada 8 MSP (Tabel 4), perlakuan yang paling banyak
menghasilkan plb sekunder adalah perlakuan 0.025% kolkisin dengan lama
perendaman 24 jam. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa
kolkisin dengan perendaman 24 jam dan 0.025% kolkisin dengan perendaman 1,
48, dan 72 jam. Diduga pembelahan sel yang terinduksi mutasi terganggu akibat
kromosom yang lebih banyak dari tanaman normal sehingga perlu energi lebih
besar dalam proses mitosis. Berdasarkan uji t-Dunnet, perlakuan 0.025% kolkisin
selama 1 jam menghasilkan plb paling banyak dan lebih dari kontrol tetapi tidak
berbeda nyata. Gambar 6 menunjukkan pengaruh interaksi konsentrasi kolkisin
dan lama perendaman terhadap pertambahan jumlah plb sekunder pada 8 dan 16
MSP. Athicart (2013) yang melakukan penelitian tentang induksi mutasi anggrek
Dendrobium chrysotoxum, menyatakan pada media VW (Vacin dan Went)
eksplan yang mendapat perlakuan 0.02% kolkisin menghasilkan tunas proliferasi
paling banyak, dan semakin menurun seiring penambahan konsentrasi kolkisin.
Tabel 4
Minggu
8 MSP

Rata-rata
16 MSP

Interaksi konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman terhadap
jumlah plb sekunder Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)
Konsentrasi
(%)
0
0.025
0.050
0.075
0
0.025
0.050
0.075

Rata-rata
Keterangan

0
0.24

0.93

1
0.16 bcde
0.27 abcd
0.05 ed
0.02 ed
0.12 B
0.66
1.01
0.31
0.18
0.54

Lama perendaman (jam)
24
48
72
0.39 ab
0.08 cde
0.20 e
0.45 a
0.31 abc
0.07 cde
0.10 cde 0.20 bcde
0.23 abcde
0.12 cde 0.13 cde
0.10 cde
0.26 A
0.18 AB
0.09 B
0.49
0.23
0.13
0.94
0.36
0.33
0.30
0.34
0.68
0.38
0.59
0.16
0.52
0.38
0.32

0.15
0.13
0.16
0.12

: -Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT dengan 5%

8 MSP

16 MSP

0.5

1.2
Jumlah plb sekunder

Jumlah plb sekunder

Rata-rata
0.16 B
0.28 A
0.13 B
0.09 B

0.4
0.3
0.2
0.1
0
1 jam 24 jam 48 jam 72 jam

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1 jam

24 jam

48 jam

72 jam

Gambar 6 Pengaruh interaksi konsentrasi kolkisin dan lama perendaman
terhadap jumlah plb sekunder pada 8 dan 16 MSP
Tunas merupakan perkembangan dari plb dan plb sekunder. Munculnya
tunas ditandai dengan membengkaknya plb yang kemudian diikuti dengan
merekahnya ujung eksplan sehingga membentuk nod (bakal tunas) (Siska et al.
2013). Tunas yang dihitung adalah tunas yang tumbuh dari plb sekunder. Semua

16

Jumlah tunas

plb yang tidak mati berhasil berkecambah membentuk tunas. Gambar 7
menunjukkan konsentrasi kolkisin 0.025% menghasilkan plb bertunas dengan
jumlah tunas paling tinggi diikuti perlakuan tanpa kolkisin. Nilai rata-rata jumlah
tunas paling rendah dihasilkan oleh konsentrasi 0.075%. Perlakuan lama
perendaman kolkisin yang menghasilkan plb berkecambah paling banyak adalah
perendaman selama 24 jam (Gambar 8).
2.5
2
1.5
1
0.5
0

Konsentrasi (%)
0
0.025
0.05
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16

0.075

Minggu setelah perlakuan

Jumlah tunas

Gambar 7 Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap pertambahan jumlah tunas
2.5
2
1.5
1
0.5
0

Waktu (jam)
1
24
48
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16

72

Minggu setelah perlakuan
Gambar 8 Pengaruh lama perendaman terhadap pertambahan jumlah tunas
Tunas mulai muncul pada 4 MSP. Perlakuan yang pertama muncul tunas
adalah perlakuan tanpa kolkisin dengan lama perendaman 24 dan 72 jam.
Setengah dari jumlah perlakuan sudah mulai memunculkan tunas di minggu
berikutnya. Berdasarkan hasil uji DMRT (Tabel 6) terlihat bahwa semakin
tinggi konsentrasi dan lama perendaman, jumlah tunas yang dihasilkan semakin
sedikit. Perlakuan tanpa kolkisin dengan perendaman 1 jam menghasilkan jumlah
tunas terbanyak, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa kolkisin
dengan perendaman 24 jam dan perlakuan 0.025% kolkisin dengan perendaman 1
dan 24 jam (10 MSP). Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan kolkisin yang
cukup tinggi dapat menghambat pembentukan tunas. Hasil yang sama juga
diperoleh dari penelitian Damayanti dan Mariska (2003) yang melaporkan
perendaman eksplan dalam kolkisin dapat mengakibatkan penundaan
pertumbuhan akibat jaringan yang rusak dan memerlukan waktu yang lama untuk
tumbuh.
Perlakuan tanpa kolkisin dengan perendaman 24 jam memiliki nilai rata-rata
jumlah tunas paling besar (6-12 MSP) dan nyata lebih tinggi dibanding kontrol
pada 6 MSP. Perlakuan konsentrasi kolkisin 0.025% dengan perendaman selama 1
jam menjadi yang terbanyak jumlah tunasnya pada 16 MSP, tetapi tidak berbeda
nyata dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan dengan jumlah tunas paling sedikit

17

adalah perlakuan konsentrasi 0.075% dan perendaman 1 jam (Gambar 9). Diduga
kolkisin dalam konsentrasi rendah dapat meningkatkan produksi hormon endogen
sehingga memacu pertumbuhan tunas.
Tabel 5

Interaksi konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman terhadap
jumlah tunas Dendrobium lasianthera (J.J. Smith)

Konsentrasi
(%)
0
1
6 MSP
0
0