Karakterisasi Molekuler Tanaman Padi Nipponbare Transgenik 35S::OsERA1 yang Toleran Kekeringan

KARAKTERISASI MOLEKULER TANAMAN PADI
NIPPONBARE TRANSGENIK 35S::OsERA1 YANG
TOLERAN KEKERINGAN

SISKA KARTIKA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi
Molekuler Tanaman Padi Nipponbare Transgenik 35S::OsERA1 yang Toleran
Kekeringan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Penelitian ini didanai oleh BB-Biogen atas nama Dr. Tri Joko Santoso, S.P, M.Si.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Siska Kartika
NIM G84090038

ABSTRAK
SISKA KARTIKA. Karakterisasi Molekuler Tanaman Padi Nipponbare
Transgenik 35S::OsERA1 yang Toleran Kekeringan. Dibimbing oleh POPI ASRI
KURNIATIN dan BUDI SANTOSA.
Kekeringan merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman padi terhambat. Salah satu cara untuk mengatasi
masalah tersebut adalah dengan penggunaan tanaman padi transgenik yang toleran
kekeringan. Keberhasilan transformasi gen OsERA1 pada tanaman padi genotip
Nipponbare memerlukan konfirmasi lebih lanjut mengenai toleransi terhadap
cekaman kekeringan. Penelitian ini bertujuan mendapatkan genotip padi
Nipponbare transgenik OsERA1 toleran kekeringan, mengetahui jumlah salinan
gen, dan membandingkan biji padi isi dan hampa dengan kontrolnya. Evaluasi
toleransi kekeringan menggunakan metode Standard System Evaluation for Rice

(IRRI 1996). Hasil evaluasi diperoleh semua genotip transgenik toleran terhadap
kekeringan. Hasil karakterisasi molekuler dengan hibridisasi southern
menunjukkan tanaman padi transgenik memiliki 1-3 kopi transgen. Hasil cekaman
kekeringan menghambat pertumbuhan tanaman, yaitu menurunkan jumlah biji isi
dan meningkatkan kehampaan. Genotip 18.5.4 dan 6.4.10 dinilai toleran terhadap
kekeringan. Genotip 18.5.4 memiliki jumlah biji isi per malai 36 biji dan genotip
6.4.10 memiliki persentase biji hampa 38.03%.
Kata kunci: gen OsERA1, hibridisasi southern, kekeringan, padi transgenik

ABSTRACT
SISKA KARTIKA. Molecular Characterization of Drought Tolerant Nipponbare
Transgenic 35S::OsERA1 Rice Plants. Supervised by POPI ASRI KURNIATIN
and BUDI SANTOSA.
Drought is one of the factors that resulted in the growth and development of
rice plants inhibited. One way to overcome this problem is use of transgenic rice
plants that are tolerant to drought. The success of the transformation using
OsERA1 gene in Nipponbare genotype rice requires further confirmation of
tolerance to drought stress. The aim of this study was to obtain transgenic
Nipponbare genotype rice contain gene 35S::OsERA1 drought tolerant, know the
number of gene copies, and compare the contents and empty seeds with control.

The evaluation of drought the tolerance was performed using Standard System
Evaluation for Rice method (IRRI 1996). All tested transgenic genotypes were
tolerant to drought. Molecular characterization using southern hybridization
showed that transgenic rice plants had 1-3 copies of transgen. Drought stress
inhibited plant growth, which lowers the amount of seed and increasing the void
content. 18.5.4 and 6.4.10 genotypes are considered tolerant to drouht. 18.5.4
genotype have the number of grains per panicle contents of 36 seeds and 6.4.10
genotype have a 38.03% percentage of empty seeds.
Keywords: OsERA1 gene, southern hybridization, drought, transgenic plant

KARAKTERISASI MOLEKULER TANAMAN PADI
NIPPONBARE TRANSGENIK 35S::OsERA1 YANG
TOLERAN KEKERINGAN

SISKA KARTIKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Karakterisasi Molekuler Tanaman Padi Nipponbare Transgenik
35S::OsERA1 yang Toleran Kekeringan
Nama
: Siska Kartika
NIM
: G84090038

Disetujui oleh

Popi Asri Kurniatin, S.Si.,Apt., M.Si
Pembimbing I


Dr Ir Budi Santosa, MP
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan, serta shalawat dan
salam semoga tercurahkan pada Rasulullah SAW. Karya ilmiah yang berjudul
“Karakterisasi Molekuler Tanaman Padi Nipponbare Transgenik 35S::OsERA1
yang Toleran Kekeringan” ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana sains di Departemen Biokimia yang dilaksanakan dari
bulan Januari sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Biologi Molekuler dan
Rumah kaca, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian, Cimanggu-Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Popi Asri Kurniatin, S.Si., Apt.,
M.Si selaku pembimbing I dan Dr Ir Budi Santosa, MP selaku pembimbig II atas
bimbingan dan arahan yang telah diberikan. Terima kasih penulis juga sampaikan
kepada Dr Tri Joko Santoso SP.M.Si, Bapak Iman, Bapak Unang, Mira Sitepu,
dan teman-teman semuanya yang senantiasa memberikan bimbingan, ilmu,
dorongan, inspirasi, motivasi, dan arahan, serta kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Siska Kartika

Judul Skripsi: Karakterisasi Molekuler Tanaman Padi Nipponbare Transgenik
35S::0sERAl yang Toleran Kekeringan
: Siska Kartika
Nama
: 084090038
NIM


Disetujui oleh

Popi Asri Kum atin, S.Si.,Apt., M.Si
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

U

5 r La
"" 2G,\4

セmp@

Pembimbing II

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian


2

Bahan

2

Alat

3

Prosedur Penelitian

3

HASIL

5

PEMBAHASAN


10

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN


17

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi tanggap tanaman terhadap kekeringan (daun menggulung
pada fase vegetatif)

3

2 Klasifikasi tanggap tanaman terhadap kekeringan (daun mengering
pada fase vegetatif)

4

3 Klasifikasi tanggap kesembuhan tanaman setelah perlakuan pemulihan

4

4 Skor hasil pengujian daun menggulung, daun mengering, dan skor
kesembuhan tanaman padi Nipponbare transgenik (generasi T2) dan
tanaman Nipponbare kontrol dengan perlakuan kekeringan pada fase
vegetatif

6

5 Hasil analisis dan pola integrasi gen sisipan (OsERA1) pada generasi
kedua (T2) pada kultivar Nipponbare menggunakan gen hptII untuk
PCR dan pelacak hpt untuk hibridisasi southern

8

6 Jumlah biji isi dan biji hampa tanaman padi Nipponbare transgenik dan
Nipponbare kontrol setelah perlakuan kekeringan

9

DAFTAR GAMBAR
1 Penampilan tanaman padi Nipponbare transgenik generasi T2 dan
Nipponbare kontrol setelah uji kekeringan.

6

2 Hasil amplifikasi PCR beberapa tanaman padi Nipponbare transgenik
menggunakan primer hptII.

7

3 Hasil amplifikasi PCR beberapa tanaman padi Nipponbare transgenik
menggunakan primer OsERAI-R.

7

4 Profil hibridisasi southern 16 genotip padi Nipponbare transgenik.

8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Selisih bobot tanah per hari pada perlakuan cekaman kekeringan

17

2 Hasil pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA daun padi

18

3 Hasil amplifikasi PCR tanaman padi transgenik menggunakan primer
OsERAI-R

19

4 Hasil amplifikasi PCR tanaman padi transgenik menggunakan primer
hptII

20

5 Data kadar air tanah

21

PENDAHULUAN
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan penghasil beras dan menjadi
salah satu komoditas pangan utama. Beras merupakan sumber utama gizi dan
energi bagi lebih dari 90% penduduk Indonesia (BPS 2011). Saat ini, penyediaan
pangan terutama beras menjadi prioritas utama pembangunan nasional untuk
memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia (Abdullah et al. 2007; Litbang Pangan
2012). Akan tetapi, usaha akan pemenuhan kebutuhan padi tersebut sering
terhambat oleh beberapa kendala, di antaranya adalah cekaman abiotik. Cekaman
abiotik yang umum dialami oleh tanaman padi adalah cekaman terhadap
kekeringan (Rachmawati 2006; Pratama 2010). Pemanasan global menyebabkan
berkurangnya ketersediaan air sehingga terjadi kekeringan yang berpengaruh
dalam peningkatan hasil produksi tanaman padi (Suardi 2002; Makarim 2009).
Kekeringan merupakan salah satu faktor yang berdampak terhadap produksi
tanaman. Pada tanaman padi, kekeringan mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman terhambat. Akibat kekeringan tanaman dapat kehilangan
hasil sampai 50% (Jongdee et al. 2006). Hasil penelitian di rumah kaca
menunjukkan terjadi penurunan hasil padi rata-rata 52.3% pada lingkungan
tercekam kekeringan dibanding padi yang tumbuh pada lingkungan normal
(Sammaullah dan Darajat 2001).
Usaha untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi toleran kekeringan
dapat dilakukan melalui rekayasa genetika. Bioteknologi atau teknologi molekuler
memiliki peranan penting dalam menghasilkan kultivar dengan sifat unggul baru.
Penggunaan varietas unggul merupakan cara paling ekonomis untuk mengatasi
masalah kekeringan yang diharapkan dapat menjaga produksi dan kestabilan hasil
padi (Soedarini & Patricia 2006). Hal yang penting dalam pengembangan ini
adalah memahami mekanisme toleransi kekeringan karena karakter kekeringan
dikendalikan oleh banyak gen. Gen-gen tersebut ada yang ekspresinya tergantung
asam absisat (ABA) dan ada yang tidak (Yamaguchi-Shinozaki dan Shinozaki
2005).
Asam absisat memiliki peranan penting dalam proses selular, di antaranya
perkembangan biji, dormansi, germinasi, pertumbuhan vegetatif, penutupan
stomata, dan respon terhadap cekaman. Asam absisat merupakan fitohormon yang
berperan di dalam membuka dan menutupnya stomata untuk mengurangi
kehilangan air pada tumbuhan saat terjadi transpirasi. Sejumlah gen pada tanaman
telah diketahui dapat meningkatkan dan menurunkan respon terhadap fitohormon,
terutama hormon asam absisat. Salah satunya adalah gen Enhanced Response to
ABA1 (ERA1) yaitu gen yang berperan dalam meningkatkan sensitifitas sel
penjaga pada stomata terhadap asam absisat. Gen ERA1 pertama kali diisolasi dari
tanaman model Arabidopsis thaliana. Gen ERA1 mengkode sub unit β dari enzim
farnesiltransferase yang berperan dalam respon tanaman terhadap hormon asam
absisat (Pei et al. 1998; Wang et al. 2005). Padi mutan era1 diidentifikasi
berdasarkan pada peningkatan dormansi biji dan kadar asam absisat yang sangat
sedikit. Padi mutan era1 menunjukkan adanya peningkatan toleransi terhadap
cekaman kekeringan melalui pengurangan intensitas membuka stomata dan
berkurangnya tingkat layu tanaman (Ziegeholfer et al. 2000).
Toleransi tanaman terhadap kekeringan juga dapat dinyatakan dalam tingkat
produktivitas tanaman (Passioura l983; Blum l988) yaitu membandingkan hasil

2
pada kondisi tercekam dengan kondisi optimal atau normal. Hall (1993)
menyatakan bahwa toleransi terhadap kekeringan dapat diukur dari produktivitas
relatif antara genotip yang satu dengan genotip yang lain pada saat mengalami
cekaman kekeringan yang sama.
Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-BIOGEN) sedang
mengembangkan padi yang toleran terhadap cekaman abiotik berupa kekeringan
dengan melakukan rekayasa genetik terhadap gen ERA1. Gen ERA1 dari tanaman
padi (Oryza sativa-ERA1 yang kemudian disingkat OsERA1) sebelumnya telah
berhasil diklon ke dalam vektor kloning pGEM-T easy oleh Peneliti di
Laboratorium Biologi Molekuler BB-BIOGEN. Selain itu, gen OsERA1 juga telah
berhasil disisipkan pada pCAMBIA 1301 yang kemudian ditransformasi ke dalam
kalus padi Nipponbare dengan menggunakan bantuan vektor Agrobacterium
tumefaciens dan promoter 35S sehingga terbentuk tanaman padi Nipponbare
transgenik OsERA1. Penelitian juga telah dilakukan terhadap tanaman padi
Nipponbare transgenik OsERA1 generasi T1 yang toleran terhadap cekaman
kekeringan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap gen
OsERA1 pada generasi T2 dengan melakukan uji toleransi kekeringan dan
southern blot untuk mengetahui kestabilan gen OsERA1 di dalam tanaman padi
Nipponbare transgenik tersebut.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan genotip padi Nipponbare transgenik
generasi T2 yang mengandung gen OsERA1 yang toleran kekeringan, untuk
mengetahui jumlah salinan gen OsERA1 pada genotip padi Nipponbare transgenik,
dan membandingkan biji isi dan biji hampa antara Nipponbare transgenik dengan
Nipponbare kontrol. Manfaat penelitian adalah genotip padi Nipponbare
transgenik OsERA1 yang toleran kekeringan dapat digunakan sebagai sumber
plasma nutfah padi dan dapat digunakan sebagai tetua persilangan untuk merakit
varietas unggul padi.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari Januari - Juni 2013. Tempat pelaksanaannya di
rumah kaca dan laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jalan Tentara
Pelajar No.3A, Cimanggu-Bogor.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain benih padi
Nipponbare transgenik dan Nipponbare kontrol, nitrogen cair, bufer ekstraksi,
RNase, kalium asetat, natrium asetat, isopropanol dingin, primer hpt forward,
primer hpt reverse, 10x bufer PCR, larutan MgCl2, dNTPs, enzim Taq DNA
polimerase, ddH2O, agarosa, 1x bufer TAE, marker 1 kb ladder, enzim restriksi
EcoRI, plasmid pCambia OsERA1, Digoxigenin-11-dUTP (DIG-11-dUTP), 5x
GC Rich, 10 μM 35S forward, 10 μM OsERA1-reverse, membran Hybond-N+,
kertas Whatmann 3 MM, larutan denaturasi, larutan depurinasi, larutan netralisasi,

3
larutan 20x SSC, larutan washing, larutan antibodi, larutan developer, larutan fixer,
substrat CDP-Star, dan Amersham Hyperfilm.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi, mikropipet, tabung
eppendorf (0.5 mL, 1.5 mL, dan 2 mL), spin, ice maker, coolbox, waterbath,
inkubator, stirer, autoklaf, vorteks, pH meter, oven, sentrifus, neraca analitik Kern
770, nanodrop Thermo Fisher Scientific 2009, PCR DNA Engine Tetrad Peltier
Thermal Cycler 225, chemidoc gel system, microwave, shaker, dan tangki
elektroforesis.
Prosedur Penelitian
Analisis Tanaman Padi Transgenik terhadap Kekeringan
Benih padi Nipponbare kontrol dan Nipponbare transgenik ERA 6.4, 11.7,
18.2, 18.5, dan 18.8 (generasi T2) masing-masing sebanyak 30 biji
dikecambahkan pada cawan petri yang telah dilapisi kertas saring dan diberi air
secukupnya. Benih padi yang telah tumbuh dipindahkan ke dalam media tanah
dalam bak plastik untuk bibit di rumah kaca, kemudian dipindahkan ke dalam
ember yang berisi 8 kg tanah, 4 liter air, dan 2 gram pupuk NPK dengan 1
tanaman per ember. Tanaman padi dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu
tanaman padi Nipponbare kontrol tanpa perlakuan kekeringan, tanaman padi
Nipponbare kontrol dengan perlakuan kekeringan, dan tanaman padi Nipponbare
transgenik dengan perlakuan kekeringan. Penyiraman dilakukan satu atau dua hari
sekali. Tanaman Nipponbare transgenik yang dipindahkan ke dalam ember
berjumlah 43 tanaman yang terdiri atas 18 ulangan tanaman dari genotip ERA 6.4,
2 ulangan tanaman dari genotip ERA 11.7, 8 ulangan tanaman dari genotip ERA
18.2, 11 ulangan tanaman dari genotip ERA 18.5, dan 4 ulangan tanaman dari
genotip ERA 18.8.
Perlakuan cekaman kekeringan dilakukan pada saat tanaman akan
memasuki fase berbunga dengan dihentikan penyiramannya. Selama dilakukan
perlakuan kekeringan diambil beberapa sampel tanah untuk mengetahui kadar
airnya. Pengamatan respon tanaman dilakukan dengan pemberian skoring
berdasarkan gejala daun menggulung dan gejala daun mengering. Setelah itu,
dilakukan pemulihan tanaman dengan cara menyiram. Tanaman yang masih
tumbuh kemudian dilakukan penilaian kesembuhan. Skoring dilakukan mengikuti
metode Standard Evaluation System for Rice (IRRI 1996, Silitonga et al. 2003)
seperti tertera pada Tabel 1, 2, dan 3:
Tabel 1 Klasifikasi tanggap tanaman terhadap kekeringan (daun menggulung pada
fase vegetatif)
Skor/Skala
0
3
5
7
9

Keterangan
Daun-daun sehat
Daun-daun melipat (berbentuk huruf V)
Daun betul-betul kuncup (membentuk huruf U)
Ujung-ujung daun bersentuhan (bentuk O)
Daun menggulung ketat

4
Tabel 2 Klasifikasi tanggap tanaman terhadap kekeringan (daun mengering pada
fase vegetatif)
Skor/Skala
0
1
3
5
7
9

Keterangan
Tidak ada gejala
Ujung daun sedikit mengering
Ujung-ujung daun mengering sampai ¼ panjang pada hampir
semua daun
¼ sampai ½ dari semua daun betul-betul kering
Lebih dari 2/3 dari semua daun betul-betul kering
Tanaman mati

Tabel 3 Klasifikasi tanggap kesembuhan tanaman setelah perlakuan pemulihan
Skor/Skala
1
3
5
7
9

Keterangan
90-100% tanaman sembuh
70-89% tanaman sembuh
40-69% tanaman sembuh
20-39% tanaman sembuh
0-19% tanaman sembuh

Isolasi DNA
DNA genomik dari tanaman padi diekstraksi dengan metode isolasi DNA
mengikuti metode Dellaporta et al. (1983) yang telah dimodifikasi. Metode ini
dilakukan melalui tiga tahap yaitu ekstraksi DNA, pemurnian DNA, dan
pemekatan DNA. Preparasi ekstrak sel dimulai dengan daun padi digerus
menggunakan liquid nitrogen (LN) sampai halus, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung korning 50 mL, dan ditambahkan bufer ekstraksi serta larutan 20% SDS.
Pemurnian dan pemekatan DNA dilakukan dengan penambahan kalium asetat 5M,
natrium asetat 3M, RNase, dan isopropanol dingin. Pelet DNA dilarutkan dengan
bufer TE (Tris EDTA) 0.1x sebanyak 50 μL. Selanjutnya kemurnian dan
konsentrasi DNA diukur dengan nonodrop (Thermo Fisher Scientific 2009).
Amplifikasi PCR
Hasil isolasi DNA yang telah ditentukan konsentrasinya selanjutnya
diamplifikasi dengan mesin PCR DNA Engine Tetrad Peltier Thermal Cycler.
Analisis molekuler dengan PCR di tahap awal menggunakan primer spesifik hpt
(hygromycin phospho transferase) yang mengamplifikasi bagian gen higromisin
yang merupakan marka seleksi pada plamid pCAMBIA yang disisipkan. Total
volume reaksi pada setiap tabung PCR adalah 20 μL yaitu 19 µL PCR mix yang
terdiri atas 10x bufer PCR, 25 mM MgCl2, dNTPs, 10 μM primer hpt II (forward
dan reverse), dan Taq DNA polimerase (5 U/µL), dan 1 µL DNA hasil isolasi
(100 ng/µL). Program PCR yang digunakan adalah HYG65 sesuai dengan primer
yang digunakan, yaitu hpt (hygromysin phospho transferase) dan annealing yang
digunakan 650C. Proses PCR diawali dengan tahap pradenaturasi pada 94oC
selama 3 menit, denaturasi DNA pada 94oC selama 30 detik, penempelan primer
pada 65oC selama 30 detik, dan pemanjangan primer pada 72oC selama 1 menit.
Siklus kedua sama seperti siklus pertama, sampai terjadi 30 siklus. Pemanjangan
primer terakhir dilakukan pada 72oC selama 7 menit dan inkubasi pada 15oC
selama 10 menit.

5
Selain itu, untuk deteksi transgen secara molekuler juga digunakan primer
spesifik untuk gen OsERA1 yang dikombinasikan dengan primer untuk promoter,
yaitu dengan kombinasi pasangan primer 35S-F/OsERA1-R. Amplifikasi PCR
dilakukan dengan total volume reaksi yaitu 20 μL menggunakan program ERA1N50 dengan siklus pradenaturasi pada 95oC selama 3 menit, denaturasi pada 94oC
selama 1 menit 30 detik, penempelan primer pada 55oC selama 1 menit 30 detik,
dan pemanjangan primer pada 72oC selama 2 menit. Siklus kedua sama seperti
siklus pertama, sampai terjadi 34 siklus. Pemanjangan primer terakhir dilakukan
pada 72oC selama 10 menit dan inkubasi pada 15oC selama 15 menit.
Elektroforesis DNA
Produk hasil PCR selanjutnya diseparasi menggunakan gel agarosa 1% di
dalam 1x bufer TAE (Tris HCl-asam asetat-EDTA). Pewarnaan gel dilakukan
dengan menambahkan GelRed (BIOTIUM) pada loading dye yang akan
dimasukkan ke dalam sumur bersama produk hasil PCR. Kemudian pita-pita
DNA divisualisasi menggunakan chemidoc gel system.
Hibridisasi Southern
Hibridisasai southern dilakukan berdasarkan metode Trijatmiko et al.
(2011) menggunakan pelabelan Digoxigenin -11-dUTP (DIG-11-dUTP). Kegiatan
terdiri atas beberapa tahap, yaitu pemotongan DNA menggunakan enzim restriksi
EcoRI, pelabelan marker, transfer DNA yang sudah dipotong dengan enzim
restriksi ke membran Hybond-N+, pelabelan pelacak, hibridisasi membran dengan
pelacak yang telah dilabel, dan deteksi sinyal dengan larutan CDP star.
Pengamatan Biji Hasil Perlakuan Kekeringan
Tanaman padi Nipponbare transgenik dan Nipponbare kontrol setelah uji
kekeringan diamati jumlah biji isi dan jumlah biji hampa untuk mengetahui
produktivitasnya.

HASIL
Analisis Tanaman Padi Transgenik terhadap Kekeringan
Bibit tanaman padi Nipponbare transgenik yang berasal dari lima genotip
dilakukan uji terhadap cekaman kekeringan selama 7-10 hari tertera pada Tabel 4.
Tanaman Nipponbare kontrol dengan perlakuan kekeringan memiliki skor
kesembuhan tanaman 9 yaitu tanaman mati semua, sedangkan semua genotip
tanaman padi Nipponbare transgenik memiliki skor kesembuhan 1 berarti tanaman
masih dapat tumbuh dengan baik. Tanaman padi Nipponbare transgenik memiliki
skor daun menggulung 9 yaitu daun menggulung ketat, sedangkan nilai skor daun
mengering bervariasi berkisar antara 3-7 berarti tanaman padi Nipponbare
transgenik generasi T2 masih mengalami segregasi.
Pertumbuhan dan perbedaan tanaman padi Nipponbare transgenik generasi
T2 dan Nipponbare kontrol ditunjukkan pada Gambar 1. Padi Nipponbare
transgenik hasil perlakuan kekeringan tumbuhnya berbeda dengan Nipponbare
kontrol perlakuan. Batang-batang tanaman Nipponbare transgenik tumbuh tegak

6
yang disertai dengan pertumbuhan daun yang segar dan malai-malai bermunculan.
Pertumbuhannya hampir menyerupai tanaman Nipponbare kontrol normal dengan
pengairan optimal, sedangkan tanaman Nipponbare kontrol dengan perlakuan
kekeringan menunjukkan tidak terbentuknya tanda-tanda pertumbuhan karena
batang tanaman rebah, daun kering, dan tidak munculnya malai.
Tabel 4 Skor hasil pengujian daun menggulung, daun mengering, dan skor
kesembuhan tanaman padi Nipponbare transgenik (generasi T2) dan
tanaman Nipponbare kontrol dengan perlakuan kekeringan pada fase
vegetatif
Genotip
Nipponbare
Perlakuan
ERA 6.4
ERA 11.7
ERA 18.2
ERA 18.5
ERA 18.8

Jumlah Tanaman

Fase Vegetatif
Daun
Daun
Menggulung
Mengering

Kesembuhan

5

9

9

9

18
2
8
11
4

9
9
9
9
9

3-7
7
3-7
5-7
7-7

1
1
1
1
1

Keterangan: skor 1 = 90-100% tanaman sembuh, skor 3 = 70-89% tanaman sembuh, skor
5 = 40-69% tanaman sembuh, skor 7 = 20-39% tanaman sembuh, skor 9 =
0-19% tanaman sembuh.

Gambar 1 Penampilan tanaman padi Nipponbare transgenik generasi T2 dan
Nipponbare kontrol setelah uji kekeringan
Analisis Molekuler dengan PCR
Kualitas DNA hasil isolasi diuji secara kualitatif dan kuantitatif. Uji
kuantitatif dilakukan menggunakan nanodrop yang meliputi konsentrasi dan
kemurnian DNA (Lampiran 2). Uji kualitatif dilakukan dengan melihat DNA hasil
isolasi yang diseparasi dengan teknik elektroforesis horisontal menggunakan gel
agarosa 1% dan divisualisasi dengan menggunakan GelREd staining. Hasil

7
kualitatif DNA padi transgenik dengan primer spesifik hptII terlihat pada Gambar
2. Pita DNA yang muncul menunjukkan ukuran pita yang diharapkan yaitu 500 pb.
Hasil amplifikasi PCR tanaman padi transgenik menggunakan primer gen target
OsERAI-R juga menunjukkan pita DNA dengan ukuran yang diharapan yaitu
1400 pb seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Gambar 2 Hasil amplifikasi PCR beberapa tanaman padi Nipponbare transgenik
menggunakan primer hptII. M=marker, K+=kontrol positif (OsERA1),
K-= kontrol negatif (ddH2O), W=Nipponbare kontrol, 6.41-6.4.27=
ulangan tanaman dari genotip 6.4

Gambar 3 Hasil amplifikasi PCR beberapa tanaman padi Nipponbare transgenik
menggunakan primer OsERAI-R. M=marker, K-= kontrol negatif
(ddH2O), K+=kontrol positif (OsERA1), W=Nipponbare kontrol, 6.4.16.4.13= ulangan tanaman dari genotip 6.4
Hibridisasi Southern
Lima genotip tanaman Nipponbare transgenik yang digunakan kemudian
dipilih 16 tanaman yang lebih toleran terhadap cekaman kekeringan berdasarkan
gejala tanaman layu dan kemampuan mempertahankan kandungan air selama
proses cekaman kekeringan. Hasil analisis hibridisasi menunjukkan bahwa

8
beberapa genotip memiliki 1-3 salinan transgen seperti terlihat pada Gambar 4.
Genotip 6.4.2, 6.4.3, 18.2.13, 18.2.15, dan 18.8.5 memiliki 1 salinan transgen,
genotip 6.4.4, 6.4.6, dan 6.4.22 memiliki 2 salinan transgen, dan genotip 6.4.27
memiliki 3 salinan transgen, sedangkan genotip 18.2.8, 18.2.11, 18.2.17, 18.2.21,
18.5.3, 18.5.4, dan 18.8.9 tidak menghasilkan salinan transgen, begitupun dengan
genotip kontrol.

Gambar 4 Profil hibridisasi southern 16 genotip padi Nipponbare transgenik.
Lingkaran-lingkaran pada gambar menunjukkan pita DNA hasil
southern
Tabel 5 juga menggambarkan hasil analisis PCR dan southern. Hasil PCR
pada 16 sampel genotip Nipponbare transgenik menggunakan primer hptII
menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan adanya pita DNA pada gel
agarosa. Namun, hasil hibridisasi southern menggunakan pelacak hpt
menunjukkan jumlah salinan gen yang bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa
masih terjadi segregasi pada pada tanaman padi Nipponbare transgenik generasi
T2.
Tabel 5 Hasil analisis dan pola integrasi gen sisipan (OsERA1) pada generasi
kedua (T2) pada kultivar Nipponbare menggunakan gen hptII untuk PCR
dan pelacak hpt untuk hibridisasi southern
Genotip
Nipponbare perlakuan
6.4.2
6.4.3
6.4.4
6.4.6
6.4.22
6.4.27
18.2.8
18.2.11
18.2.13
18.2.15
18.2.17
18.2.21
18.5.3
18.5.4
18.8.5
18.8.9

PCR
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

Salinan Gen
0
1
1
2
2
2
3
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0

9
Analisis Jumlah Biji Padi setelah Perlakuan Kekeringan
Produktivitas tanaman padi yang baik salah satunya dapat dilihat dari
banyaknya biji yang dihasilkan. Jumlah biji isi per malai tanaman padi
Nipponbare transgenik generasi T2 pada umumnya lebih tinggi dibandingkan
Nipponbare kontrol dengan perlakuan kekeringan, dan genotip 18.5.4 memiliki
jumlah biji isi per malai sebanyak 36 biji yang lebih tinggi dari Nipponbare
kontrol tanpa perlakuan kekeringan yaitu 34 biji seperti terlihat pada Tabel 6.
Tanaman padi Nipponbare transgenik juga menunjukkan persentase biji hampa
lebih rendah dari Nipponbare kontrol dengan perlakuan kekeringan, namun tidak
lebih tinggi dari Nipponbare kontrol tanpa perlakuan kekeringan.
Tabel 6 Jumlah biji isi dan biji hampa tanaman padi Nipponbare transgenik dan
Nipponbare kontrol setelah perlakuan kekeringan
Sampel

Ʃ Biji Isi

Ʃ Biji Hampa

Nipponbare Perlakuan

38

347

Ʃ Biji Isi per
Malai
5

6.4.1

599

560

27

48.32

6.4.2

259

452

19

63.57

6.4.3

208

444

17

68.10

6.4.4
6.4.5

274

431

18

61.13

55

442

6

88.93

6.4.6
6.4.7

149

420

11

73.81

187

407

14

68.52

6.4.8

71

374

9

84.04

6.4.9

319

451

15

58.57

6.4.10

383

235

32

38.03

6.4.11

476

404

26

45.91

6.4.13

291

412

21

58.61

6.4.15

205

327

19

61.47

6.4.17

201

391

13

66.05

6.4.21

492

388

27

44.09

6.4.22
6.4.25

111

357

11

76.28

457

371

25

44.81

6.4.27
11.7.4

290

258

24

47.08

299

294

20

49.58

11.7.7

245

351

22

58.89

18.2.8

312

479

21

60.56

18.2.11
18.2.12

89

459

8

83.76

369

624

14

62.84

18.2.13

312

376

20

54.65

18.2.15
18.2.16

299

442

17

59.65

126

425

11

77.13

18.2.17

295

412

17

58.27

18.2.21
18.5.1

224

406

12

64.44

80

476

9

85.61

% Biji Hampa
90.13

10
lanjutan
18.5.2

69

491

6

87.68

18.5.3

97

477

9

83.10

18.5.4
18.5.5

395

267

36

40.33

107

319

12

74.88

18.5.6

41

321

6

88.67

18.5.7

151

400

14

72.60

18.5.8

56

323

6

85.22

18.5.10

36

245

7

87.19

18.5.11

88

376

11

81.03

18.5.15

41

302

7

88.05

18.8.5

150

182

17

54.82

18.8.9
18.8.13

129

316

14

71.01

60

462

7

88.51

18.8.15

283

226

24

44.40

Nipponbare Normal

1004

477

34

32.21

PEMBAHASAN
Analisis Tanaman Padi Transgenik terhadap Kekeringan
Penggunaan varietas padi yang toleran terhadap kekeringan merupakan
cara paling ekonomis untuk mengatasi masalah kekeringan yang diharapkan dapat
menjaga produksi dan kestabilan hasil padi. Hasil uji kekeringan telah dilakukan
selama 7-10 hari terhadap 43 tanaman padi Nipponbare transgenik dan disertakan
tanaman padi Nipponbare kontrol sebagai pembanding. Kadar air pada saat
dilakukan cekaman kekeringan menunjukkan semua tanaman berada dalam
kondisi tercekam karena kadar air tanah sebesar 18.45% (Lampiran 5) yang
nilainya lebih rendah dari pF (kemampuan partikel tanah mengikat air) yaitu
sebesar 18.84% (titik layu permanen). Hasil pengamatan daun menggulung fase
vegetatif menunjukkan bahwa semua genotip memiliki skor 9 (daun menggulung
ketat) (Tabel 4). Hasil pengamatan daun mengering pada fase vegetatif
menunjukkan bahwa genotip 6.4, 11.7, 18.2, 18.5, dan 18.8 memiliki skor 3-7
(ujung daun mengering sampai ¼ panjang pada hampir semua daun – lebih dari
2/3 dari semua daun betul-betul kering) (Tabel 4), sedangkan tanaman Nipponbare
kontrol dengan perlakuan kekeringan memiliki skor 9 (tanaman mati) (Tabel 4).
Variasi skor yang terjadi pada masing-masing genotip tanaman padi Nipponbare
transgenik dapat disebabkan adanya segregasi gen OsERA1 dan kemungkinan
menyisipkan gen pada tempat yang berbeda.
Hasil pengamatan kesembuhan tanaman menunjukkan semua genotip
tanaman padi Nipponbare transgenik memiliki skor 1 (hampir 100% tanaman
sembuh, sedangkan Nipponbare kontrol dengan perlakuan kekeringan memiliki
skor 9 (0-19% tanaman sembuh) ) (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman
masih ada yang hidup dan dapat tumbuh dengan baik. Tanaman padi Nipponbare
dengan perlakuan yang tumbuh kembali dapat disebabkan waktu cekaman
kekeringan yang kurang lama sehingga tanaman ini yang seharusnya mati ternyata

11
masih dapat tumbuh. Selain itu, varietas tanaman padi Nipponbare kemungkinan
memiliki respon yang cukup baik dalam menanggapi kekeringan, sedangkan pada
tanaman padi Nipponbare transgenik menunjukkan bahwa gen ERA1 yang
disisipkan ke dalam tanaman dapat bekerja dengan baik sehingga tanaman toleran
terhadap kekeringan. Penampilan tanaman padi Nipponbare transgenik dan
Nipponbare kontrol yang diberikan perlakuan kekeringan terlihat berbeda setelah
uji kekeringan. Tanaman transgenik terlihat dapat tumbuh menjadi segar kembali
setelah uji kekeringan dibandingkan dengan tanaman kontrol (Gambar 1).
Gen ERA1 yang diintroduksikan ke dalam genom tanaman berperan dalam
meningkatkan sensitifitas dari sel penjaga pada stomata terhadap asam absisat.
Respon asam absisat pada tanaman saat terjadi cekaman kekeringan akan
berlangsung secara cepat sehingga dapat menyebabkan terjadinya penutupan
stomata. Hormon asam absisat akan meningkatkan sinyal cascade pada sel
penjaga sehingga menghasilkan penutupan stomata dengan menghambat
pembukaan stomata (Qiagen 2003). Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
penutupan stomata pada tanaman padi Nipponbare transgenik ketika kekurangan
air akibat cekaman kekeringan sehingga masih dapat melangsungkan siklus
hidupnya.
Analisis Molekuler dengan PCR
Kestabilan integrasi transgen dalam tanaman transgenik dapat diketahui
dengan melakukan uji kestabilan gen. Uji stabilitas gen dilakukan dengan
mendeteksi transgen pada turunan tanaman transgenik menggunakan teknik
polymerase chain reaction (PCR). Individu-individu putatif transgenik dari
genotip-genotip Nipponbare-OsERA1 generasi T2 yang toleran kekeringan
kemudian dianalisis secara molekuler untuk mengetahui keberadaan transgen
OsERA1. Peningkatan toleransi terhadap kekeringan berkaitan dengan adanya
ekspresi gen faktor transkripsi OsERA1 yang telah terintegrasi ke dalam tanaman.
Oleh karena itu, tanaman putatif transgenik masih perlu diidentifikasi secara
molekuler untuk mengkonfirmasi keberadaan dan integrasi gen yang
diintroduksikan di dalam genom tanaman.
Analisis integrasi awal dilakukan menggunakan primer spesifik hptII
(hygromycin phospho transferase) yang mengamplifikasi bagian gen higromisin.
Gen higromisin merupakan marka seleksi yang terdapat pada plasmid
pCAMBIA1301 yang disisipkan. Primer hptII mengandung forward sequence: 5’
GAT TCC TTG CGG TCC GAA TG 3’, dan reverse sequence: 5’ TCC GAC
CTG ATG CAG CTC TC 3’. Hasil PCR divisualisasi menggunakan elektroforesis
gel agarosa 1% (80 volt, 45 menit). Kontrol positif dan kontrol negatif juga
disertakan dalam proses PCR. Kontrol positif yang digunakan yaitu plasmid
pCAMBIA-ERA1 dan kontrol negatif berupa air. Hasil visualisasi menunjukkan
bahwa proses PCR berjalan dengan baik tanpa adanya kontaminasi, artinya 43
tanaman Nipponbare transgenik positif mengandung gen hptII. Tanaman padi
yang positif PCR hptII ditandai dengan terbentuknya pita produk PCR berukuran
500 pb (Gambar 2, Lampiran 4a, 4b, 4c).
Tanaman yang terdeteksi positif PCR hptII diharapkan juga positif PCR gen
target OsERA1. Analisis integrasi lanjutan digunakan primer spesifik gen OsERA1
yang dikombinasikan dengan primer untuk promoter 35S (primer 35S-F/OsERA1R) telah dilakukan terhadap 43 tanaman Nipponbare transgenik yang positif PCR

12
hptII. Primer OsERA1-R telah dikonstruk sebelumnya oleh Tim Peneliti
Laboratorium Biologi Molekuler, BB-BIOGEN. Primer tersebut adalah primer
spesifik terhadap gen ERA1 sehingga hanya genom tanaman yang tersisipi gen
target yang dapat teramplifikasi. Tanaman Nipponbare transgenik yang tidak
mengandung gen ERA1 tidak akan teramplifikasi karena tidak adanya sekuen
spesifik terhadap primer yang digunakan. Hasil PCR divisualisasi menggunakan
elektroforesis gel agarosa 1% menunjukkan adanya produk PCR berupa pita DNA
tunggal yang berukuran sekitar 1400 pb (Gambar 3, Lampiran 3a, 3b). Hal ini
menunjukkan bahwa semua tanaman Nipponbare transgenik positif mengandung
gen ERA1 karena ukuran fragmen DNA tersebut sesuai dengan ukuran fragmen
gen ERA1 yaitu sekitar 1400 pb yang terbentuk pada hasil digesti dari vektor
rekombinan pGEM-ERA1 yang telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya di
Laboratorium Biologi Molekuler, BB-BIOGEN.
Tanaman Nipponbare transgenik yang terdeteksi positif PCR hptII dan
OsERA1 pada 43 sampel menunjukkan adanya hubungan dengan analisis terhadap
kekeringan. Tanaman Nipponbare transgenik tersebut memiliki nilai kesembuhan
tanaman dengan skor 1 (90-100% tanaman sembuh) (Tabel 4). Semua tanaman
Nipponbare transgenik tumbuh kembali setelah uji kekeringan dengan adanya
pertumbuhan batang, daun, dan malai. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman
Nipponbare transgenik memiliki gen ERA1 yang telah berhasil disisipkan ke
dalam genom tanaman dan gen tersebut dapat berfungsi dengan baik karena
toleran terhadap kekeringan sehingga tanaman Nipponbare transgenik dapat
tumbuh dan melangsungkan siklus hidupnya.
Analisis Hibridisasi Southern
Metode hibridisasi southern merupakan salah satu cara untuk mengetahui
informasi tentang integrasi dan jumlah kopi dari gen yang berhasil masuk ke
dalam genom tanaman. Tanaman transgenik yang digunakan untuk analisis
southern yaitu sebanyak 16 sampel yang dipilih berdasarkan gejala tanaman layu
dan kemampuannya yang lebih baik dalam menanggapi cekaman kekeringan,
yaitu kemampuan dalam mempertahankan kandungan air di dalam tanah yang
lebih lama selama proses cekaman (Lampiran 1). Semakin lama tanaman bertahan
dalam kondisi tercekam menunjukkan tanaman semakin toleran terhadap
kekeringan. Selain itu, pemilihan sampel juga dilakukan berdasarkan konsentrasi
dan kemurnian DNA yang tinggi. Pemotongan pita-pita DNA dalam penelitian ini
dilakukan menggunakan enzim restriksi EcoRI, dan pelacak hptII.
Analisis hibridisasi southern pada 16 sampel tanaman transgenik OsERA1
menunjukkan bahwa 1 tanaman membentuk 3 pita DNA, 3 tanaman membentuk 2
pita DNA, 5 tanaman membentuk 1 pita DNA, dan tanaman-tanaman lain tidak
membentuk pita DNA pada X-ray film yang telah dipaparkan membran nilon
Hybond N+ (Gambar 4). Lajur DNA yang tidak terbentuk seperti terlihat pada
sampel 18.2.8 18.2.11, 18.2.17, 18.2.21, 18.5.3, 18.5.4, dan 18.8.9 dapat
disebabkan karena rendahnya konsentrasi DNA pada membran (Roche 2013).
Rendahnya konsentrasi DNA pada membran dapat terjadi akibat degradasi DNA
dan rendahnya konsentrasi DNA yang dielektroforesis pada gel agarosa. Selain
itu, tidak terbentuknya pita DNA dapat disebabkan kemungkinan transgennya
masuk ke dalam sel, namun tidak terintegrasi ke dalam genom tanaman sehingga

13
positif ketika di deteksi dengan PCR dan negatif ketika di deteksi dengan analisis
southern.
Hasil hibridisasi southern menunjukkan jumlah kopi gen hptII yang
terintegrasi di dalam tanaman Nipponbare transgenik bervariasi, berkisar 1-3 kopi
(Tabel 5). Pita-pita tersebut terbentuk karena DNA pada padi Nipponbare
transgenik yang telah dipotong oleh enzim restriksi EcoRI memiliki sekuen hptII
dan dapat terhibridisasi oleh pelacak hptII. Variasi kemunculan pita dapat
disebabkan oleh jumlah salinan gen yang menyisip dalam genom padi tidak sama.
Adapun tanaman Nipponbare kontrol tidak menghasilkan pita DNA karena tidak
mempunyai gen spesifik. Hal ini menunjukkan bahwa pelacak dan kondisi
hibridisasi hanya dapat mendeteksi keberadaan transgen secara spesifik. Dalam
penelitian ini dijumpai hubungan yang sistematis antara jumlah transgen yang
dimiliki dengan tingkat toleransi kekeringan pada tanaman, yaitu pada genotip
6.4.2, 6.4.3, 18.2.13, 18.2.15, dan 18.8.5. Genotip-genotip tersebut memiliki 1
salinan transgen (Tabel 5) dan memiliki tingkat toleransi kekeringan yang lebih
baik dibandingkan dengan genotip lain (Lampiran 1). Hal ini menunjukkan posisi
integrasi dari transgen pada genom tanaman padi Nipponbare transgenik
menentukan level toleransi terhadap kekeringan dan jumlah salinan transgen
(Santosa 2008).
Semakin banyak jumlah salinan transgen pada genom tanaman maka akan
semakin tinggi persentase pembungkaman gen (Tang et al. 2007).
Pembungkaman gen merupakan salah satu fenomena yang menyebabkan
terjadinya kegagalan dalam mengekspresikan gen dan terbentuknya dupleks RNA
yang mengakibatkan terhalangnya proses translasi sehingga pembentukan protein
terganggu (Malik 2005).
Analisis Jumlah Biji Isi dan Biji Hampa Tanaman Padi Nipponbare
Transgenik
Teknik transformasi genetik dapat dikatakan berhasil jika ditandai dengan
keberhasilan menyisipkan rangkaian gen yang diintroduksikan ke dalam genom
tanaman sehingga dapat diekspresikan dan tetap terpelihara dalam seluruh
pembelahan sel berikutnya. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk menentukan
gen tersebut dapat berfungsi dengan benar adalah dengan melihat fenotip tanaman
padi tersebut (Santoso 2008). Keberhasilan teknik transformasi genetik dapat
dilihat dari fenotip tanaman transgenik yang dibandingkan dengan fenotip
tanaman kontrol.
Perlakuan cekaman kekeringan dilakukan pada umur tanaman 40 hari,
yaitu pada saat fase vegetatif menuju fase generatif. Kekurangan air pada fase
vegetatif menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, sedangkan fase
generatif merupakan fase pertumbuhan yang peka bagi tanaman padi terhadap
kekeringan. Kekeringan pada fase tersebut dapat menyebabkan tanaman tidak
berkembang atau tidak menghasilkan gabah. Penurunan hasil akibat defisit air
setelah fase berbunga terjadi karena penurunan jumlah gabah isi dan
meningkatnya kehampaan (Samaullah et al. 1996).
Jumlah biji isi per malai tanaman padi Nipponbare transgenik genotip
18.5.4 menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari Nipponbare kontrol tanpa
kekeringan, yaitu 36 biji (Tabel 6). Tanaman Nipponbare kontrol tanpa
kekeringan memiliki jumlah biji isi per malai 34 biji. Hal ini menunjukkan

14
genotip tanaman padi Nipponbare transgenik 18.5.4 dinilai lebih toleran terhadap
kekeringan. Kekurangan air pada genotip tersebut tidak terlalu berpengaruh
terhadap jumlah biji yang dihasilkan. Genotip tanaman padi Nipponbare
transgenik yang lain juga menunjukkan jumlah biji isi per malai lebih tinggi dari
Nipponbare kontrol yang diberi perlakuan kekeringan dengan jumlah 5 biji per
malai (Tabel 6). Penelitian ini mengharapkan hanya tanaman padi transgenik saja
yang dapat berproduksi, namun pada Nipponbare kontrol yang diberi perlakuan
kekeringan terlihat menghasilkan biji. Hal ini dapat disebabkan sebelum masuk
masa perlakuan kekeringan, tanaman sudah memasuki fase pengisian biji
sehingga masih dapat menghasilkan biji padi meskipun sedikit.
Hasil pengamatan menunjukkan gabah hampa tidak hanya dihasilkan pada
tanaman dengan perlakuan kekeringan, namun juga pada perlakuan pengairan
normal. Menurut Yoshida (1981) kondisi kekeringan pada periode 0-2 minggu
menjelang pembungaan dapat menyebabkan kehampaan malai. Nipponbare
kontrol dengan perlakuan kekeringan menunjukkan persentase biji hampa paling
tinggi (90.13%) dibandingkan dengan semua tanaman padi Nipponbare transgenik
(Tabel 6). Namun, tanaman Nipponbare transgenik tidak ada yang lebih rendah
persentase biji hampanya dari Nipponbare kontrol normal (32.21%). Akan tetapi,
tanaman padi Nipponbare transgenik genotip 6.4.10 memiliki persentase biji
hampa 38.03% yang dinilai lebih toleran terhadap kekeringan karena
persentasenya tidak jauh berbeda dengan Nipponbare kontrol normal. Biji hampa
yang dihasilkan oleh tanaman padi Nipponbare transgenik dan Nipponbare kontrol
dapat disebabkan perlakuan cekaman kekeringan terjadi pada fase reproduktif
(Yoshida 1981) .
Jumlah biji isi dan biji hampa tanaman padi Nipponbare transgenik tidak
semuanya lebih unggul dari tanaman Nipponbare kontrol, sehingga dapat
dikatakan bahwa tidak semua fenotip dapat dibandingkan dengan jumlah salinan
gen yang terintegrasi dalam genom tanaman padi Nipponbare transgenik. Hal ini
terlihat pada genotip 18.5.4 meskipun dinilai lebih toleran terhadap kekeringan
karena memiliki jumlah biji isi per malai lebih tinggi daripada Nipponbare kontrol
tanpa kekeringan, namun tidak memiliki salinan kopi gen. Menurut Kolensik et al.
(2004) penentuan fungsi gen dari fenotip yang diekspresikan akan menjadi sulit
apabila ada dua atau lebih posisi T-DNA dalam satu genom. Gen tidak hanya
elemen-elemen yang memisah dan menghasilkan pengaruh individu yang jelas,
tetapi interaksi gen satu dengan yang lainnya memberikan fenotip yang berbeda
secara menyeluruh (Sudharmawan 2009).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tanaman padi Nipponbare transgenik yang mengandung gen OsERA1
semuanya toleran terhadap kekeringan dan memiliki 1-3 salinan transgen. Hasil
PCR dengan primer hptII menghasilkan pita berukuran 500 pb, sedangan hasil
PCR dengan primer OsERA1-R menghasilkan pita berukuran 1400 pb. Hasil
cekaman kekeringan menghambat pertumbuhan tanaman, yaitu menurunkan
jumlah biji isi dan meningkatkan kehampaan. Genotip 18.5.4 memilki jumlah biji

15
isi per malai lebih tinggi dari Nipponbare kontrol dengan pengairan normal, yaitu
36 biji. Tanaman padi transgenik genotip 6.4.10 juga menunjukkan persentase biji
hampa 38.03% yang tidak jauh berbeda dengan Nipponbare kontrol normal
dengan persentase 32.21%. Genotip 6.4.10 dan 18.5.4 tersebut dinilai lebih toleran
terhadap kekeringan.
Saran
Perlu dilakukan optimasi metode perlakuan kekeringan agar antara fase
vegetatif, fase pembungaan, dan fase fase generatif dapat terkontrol dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah A, S Ito, dan K Adhana. 2007. Estimate of Rice Consumption in Asian
Countries and the World Towards 2050. Jepang: Tottori University.
Allen GJ, Y Murata, SP Chu, M Nafiei, JI Schroeder. 2002. Hypersensitivity of
abscisic acid-induced cytosolic calcium increases in the Arabidopsis
farnesyltransferase mutant era1-2. The Plant Cell. 14: 1649-1662.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia. Berita Resmi Statistik.
Jakarta: BPS.
Dellaporta SI, Jonathan W, James BH. 1983. A plant DNA minipreparation:
version II. Plant molecular Biology Reporter 1: 19-21.
Hall AE. 1993. Is dehydration tolerance relevant to genotypic difference in leaf
senescence and crop adaptation to dry environments. In: Close TJ and Bray EA
(Eds.). Plant responses to cellular dehydration during environmental stress. p:
110. The American Soc. Plant Pathologist. Maryland: Rockville.
[IRRI]. 2010. morfologi dan pertumbuhan padi. [terhubung berkala] http:// www.
Knowledgebank. Irri. org/ morph/ morphology.htm [1 Maret 2013].
Jongdee B, Pantuwan G, Fukai S, Fischer K. 2006. Improving drought tolerance
in rainfed lowland rice: AN example from Thailand. Agricultural Water
Management (80): 225-240.
Kolesnik T, Szeverenyi I, Bachmann D, Kumar CS, Jiang S, Ramamoorthy R, Cai
M, Ma ZG, Sundaresan V, Ramachandran S. 2004. Establishing an afficient
Ac/Ds tagging system in rice: large-scale analysis of Ds flanking sequences.
Plant J. 37: 301-314.
Litbang Pangan. 2012. Repositori peningkatan pangan menuju 2020. [terhubung
berkala]
http://pangan.litbang.deptan.go.id/index.php?bawaan=download/download_det
ail&&id=35. (25 Agustus 2013).
Muliarta IGP, Sudantha LM, Santoso BB. 2012. Daya hasil dan penampilan
fenotipik karakter kuantitatif galur-galur F2BC4 padi gogo beras merah. PG 5
Prosiding InSINas. 2012 Nov 29-30; Bandung, Indonesia. Bandung (ID):
Insentif Ristek. hlm 1-7.
Nafari IB. 2006. Kestabilan pewarisan gen entC dan pmsB pada padi transgenik
generasi ketiga (T2) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

16
Pei Z, M Ghassemian, CM Kwak, P McCourt, JI Schroeder. 1998. Role of
farnesyltransferase in ABA regulation of guard cell anion chanells and plant
water loss. Science. 282: 287-290.
Pratama GS. 2010. Analisis Respon Toleransi Padi Nipponbare Transgenik
Terhadap Salinitas Tinggi [Skripsi]. Bogor: Departemen Biokimia, FMIPA,
Institut Pertanian Bogor.
Qiagen. 2003. GeneGlobe Pathways: Absicid acid. 2003. [terbuhung berkala].
http//:www.qiagen.com/pathways.aspx. (13 Januari 2013).
Rachmawati S. 2006. Studi Perkembangan Perbaikan Sifat Genetik Padi
Menggunakan Transformasi Agrobacterium. Jurnal AgroBiogen. 2(1): 36-44.
Roche. 2013. Troubleshoot Southern hibridization. [terhubung berkala].
https://www.rocheapplied-science.com/sis/lad/index.jsp?id=LA030400,
(10
September 2013).
Samaullah MY, Sutaryo B, Taryat T. 1996. Peluang pemanfaatan genotip padi
toleran kekeringan pada daerah terbatas sumber air. Seminar Nasional
Masyarakat Konservasi Tanah dan Air. Universitas Brawijaya, Malang.
Sammaullah MJ, Darajat AA. 2001. Toleransi beberapa genotip padi gogo
terhadap cekaman kekeringan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 20(1):
17-23.
Santosa TJ. 2008. Identifikasi begomovirus Indonesia pada tomat dan analisis
diversitas genetik gen AV1 serta pemanfaatannya untuk pengembangan
tanaman tahab virus [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Silitongga TS, Somantri IH, Daradjat AA, Kurniawan H. 2003. Panduan Sistem
Karakterisasi dan Evaluasi Tanaman Padi. Departemen Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Komisi Nasional Plasma Nutfah. 58h.
Soedarini B, Patricia N. 2006. Pangan transgenik: suatu pilihan yang dilematis.
Renai 2: 129-144.
Suardi D. 2002. Perakaran padi dalam hubungaannya dengan toleransi tanaman
terhadap kekeringan dan hasil. Jurnal Litbang Pertanian. 21(3): 100-108.
Sudharmawan AAK. 2009. Analisis segregasi persilangan varietas padi tahan dan
rentan terhadap cekaman kekeringan. Agroteksos 19: 109-114.
Trijatmiko KR, Olivia N, Slamet-Loedin IH, Kohli A. 2011. Molecular Analysis
of Transgenic Plants. New York: Springer.
Wang Y, J Ying, M Kuzma, M Chalifoux, A Sample, C McArthur, T Uchaz, C
Sarvas, J Wan, DT Dennis, P McCourt, Y Huang. 2005. Molecular Tailoring of
Farnesylation for plant drought tolerance and yield protection. The Plant
Journal. 43: 413-424.
Yamaguchi-Shinozaki K, Shinozaki K. 2005. Organization of cis-acting
regulatory elements in osmotic and cold stress responsive promoters. Trends in
Plant Science. 10: 88-94.
Yoshida S. 1981. Fundamental of rice crop science. IIRRI. Los Banos, Philippines.
269 p
Ziegelhoffer EC, LJ Medrano, EM Meyerowits. 2000. Cloning Arabidopsis
WIGGUM gene identifies a role for farnesylation in meristem wdevelopment.
PNAS. 97(13): 7633-7638.

17

LAMPIRAN
Lampiran 1 Selisih bobot tanah per hari pada perlakuan cekaman kekeringan
∆ Bobot tanah (g)
22/05/
23/05/
13
13
Pagi
Pagi

16/05/
13
Pagi

20/05/
13
Pagi

21/05/
13
Pagi

1487

242

97

140,5

93,5

6.4.1

960

826

114

140

6.4.2

1380

278

116

112

90

6.4.3

1350

268

110

118

104

6.4.4
6.4.5

1240

290

110

130

100

1444

256

90

110

60

6.4.6
6.4.7

1340

280

106

124

105

1272

280

108

190

96

6.4.8

1380

280

90

140

90

6.4.9

1480

270

130

120

105

6.4.10

1280

294

172

158

111

6.4.11

1540

254

136

120

40

6.4.13

1320

266

134

146

99

6.4.15

1250

260

142

126

112

6.4.17

1318

262

120

140

105

6.4.21

1420

296

128

136

100

6.4.22
6.4.25

1370

260

148

122

100

1490

250

130

124

96

6.4.27
11.7.4

1290

326

190

124

125

1318

238

124

100

100

11.7.7

1398

224

128

100

95

18.2.8

1600

218

122

110

18.2.11
18.2.12

1410

240

130

124

101

1390

310

168

128

124

18.2.13

1330

280

170

128

107

18.2.15
18.2.16

1100

280

190

150

130

1430

150

130

138

97

18.2.17

1200

308

198

148

112

18.2.21
18.5.1

1150

300

156

174

105

1150

180

100

124

25

18.5.2

1380

244

100

122

79

18.5.3

1376

264

130

130

90

18.5.4
18.5.5

1190

250

176

174

100

1420

220

120

126

74

18.5.6

860

790

120

118

76

Sampel

Nipponbare
Perlakuan

24/05/
13
Pagi

25/05/
13
Pagi

26/05/
13
Pagi

75

75

18
lanjutan
18.5.7

1304

252

144

128

92

18.5.8

1470

210

110

138

40

18.5.10

1452

228

110

138

77

18.5.11

1542

218

110

124

91

18.5.15

1310

266

134

148

107

18.8.5

930

266

194

190

95

40

18.8.9
18.8.13

1190

266

134

164

116

30

1390

250

124

136

95

18.8.15

1310

270

150

136

109

Keterangan:

30

= Gejala layu pada daun,
= Tanaman mulai disiram,
sampel yang dicetak tebal merupakan samp