Studi Geomorfologi dan Analisis Bahaya Longsor di Kabupaten Agam, Sumatera Barat

i

STUDI GEOMORFOLOGI DAN ANALISIS BAHAYA
LONGSOR DI KABUPATEN AGAM, SUMATERA BARAT

LUSY FRANSISKA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Geomorfologi
dan Analisis Bahaya Longsor di Kabupaten Agam, Sumatera Barat adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Lusy Fransiska
NIM A14090009

ii

ABSTRAK
LUSY FRANSISKA. Studi Geomorfologi dan Analisis Bahaya Longsor di
Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Dibimbing oleh BOEDI TJAHJONO dan
KOMARSA GANDASASMITA.
Pulau Sumatera merupakan salah satu daerah aktif tektonik dan vulkanik
yang terletak pada pertemuan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia.
Pergerakan lempeng-lempeng tersebut memicu banyaknya bencana alam, salah

satunya adalah longsor. Kejadian longsor merupakan salah satu bentuk dari proses
geomorfologis yang sering mengakibatkan bencana. Kabupaten Agam merupakan
salah satu wilayah administratif yang sering mengalami longsor di antara
kabupaten-kabupaten lain di Sumatera. Penelitian ini bertujuan untuk memelajari
kondisi geomorfologis Kabupaten Agam dan memetakan daerah rentan
(susceptible) dan bahaya (hazard) longsor di wilayah tersebut. Metode penelitian
yang digunakan bersifat parametrik dengan metode Multi Criteria Evaluation
(MCE) untuk menilai tingkat kerentanan dan bahaya longsor. Parameter yang
dipakai adalah kemiringan lereng, sifat batuan, kedalaman tanah, curha hujan, dan
penutupan/penggunaan lahan. Parameter-parameter tersebut dianalisis melalui
sistem informasi geografis (SIG) dengan metode scoring dan pembobotan.
Validasi hasil analisis dilakukan dengan pengecekan lapang dan sekaligus
pencarian data primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi
geomorfologis Kabupaten Agam sangat beragam, dimana di bagian barat
merupakan wilayah dataran (fluvial dan pesisir pantai), sedangkan di bagian timur
merupakan kawasan yang berbukit dan bergunung (Pegunungan Bukit Barisan).
Berdasarkan hasil analisis kerentanan longsor, didapatkan bahwa 54.3 % dari luas
total Kabupaten Agam tergolong ke dalam kelas tidak rentan (1.211,5 km²) dan
18.6 % kerentanan tinggi (414,7 km²). Adapun dari hasil analisis bahaya longsor
didapatkan bahwa 51.3 % dari luas total Kabupaten Agam tergolong ke dalam

kelas tidak bahaya (1146,7 km²) dan 13.6 % bahaya tinggi (303,6 km²). Secara
Geomorfologis kelas kerentanan dan bahaya longsor yang tinggi tersebar di
wilayah pegunungan yang mempunyai kemiringan lereng antara 15% sampai
dengan > 40%.
Kata kunci : geomorfologi, longsor, kerentanan, bahaya, GIS, Kabupaten Agam

iii

ABSTRACT
LUSY FRANSISKA. Geomorphological Study and Landslide Hazard Analysis of
Agam Regency, West Sumatra. Supervised by BOEDI TJAHJONO and
KOMARSA GANDASASMITA.
Sumatra is an active tectonic-volcanic island located in the collision of IndoAustralian and Eurasian plates. The movement of the plates often caused natural
disasters and one of which led to landslide. Landslides are one of geomorphic
processes which often times generating a disaster in Sumatra. Agam Regency is
one of the administrative areas in Sumatra where the landslides have frequently
been taken place. This research aims to (1) learned geomorphological condition of
Agam Regency and (2) to assess landslides susceptibility and hazard. The
methods of assessment used were Multi-Criteria Evaluation (MCE) and the
parameters comprise slopes, lithology, precipitation, soil, and land cover/land use.

Those parameters were analyzed by geographical information system (GIS)
technique using score and weighting. Ground checked has been hold for
validating tentative result of analysis and collecting primary data. The result
showed that the geomorphology of Agam Regency characterized by the plain area
in western part and hilly/mountainous area in the middle and eastern parts (the so
called Bukit Barisan Mountain). Based on landslides susceptibility analysis, it
indicates that 54.3 % of Agam Regency classified as safe area (1211.5 km²) and
conversely 18.6 % as severely susceptible area (414.7 km²). According to
landslides hazard analysis, it shows that 51.3 % of Agam Regency classified as
safe area (1146.7 km²) and contrarily 13.6 % as severely hazard area (303,6km²).
Geomorphologically, all severe class of landslides susceptibility and hazard areas
situated in the hilly/mountainous areas possessing slopes steepness of 15 % to >
40 %.
Keywords: geomorphology, landslide, susceptibility, hazard, GIS, Agam
Regency

iv

i


STUDI GEOMORFOLOGI DAN ANALISIS BAHAYA
LONGSOR DI KABUPATEN AGAM, SUMATERA BARAT

LUSY FRANSISKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii


Judul Skripsi
Nama
NIM

: Studi Geomorfologi dan Analisis Bahaya Longsor di
Kabupaten Agam, Sumatera Barat
: Lusy Fransiska
: A14090009

Disetujui oleh

Dr. Boedi Tjahjono
Pembimbing I

Dr. Ir. Komarsa Gandasamita, M.Sc
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi

: Studi Geomorfoloei dan Analisis Bahaya Longsor di
Kabupaten. gam, Sumatera Barat
: Lusy Fransiska
: A14090009

Nama
NIM

Disetujui oleh

Dr. Boedi Tjahjono
Pembimbing I


it

Tanggal Lulus:

Dr. Ir. Komarsa Gandasamita, M.Sc
Pembimbing II

1 FEB R PQセ@

,

=---"'--"'.-_-------""""

iv

v

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian ini dan dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ialah
tentang longsor dengan judul “Studi Geomorfologi dan Analisis Bahaya Longsor
di Kabupaten Agam, Sumatera Barat”.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Boedi Tjahjono dan Dr. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku dosen
pembimbing atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama proses
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc selaku dosen penguji atas kritikan dan saran
yang membangun untuk perbaikan penyusunan skripsi ini.
3. Papa, Mama, Vino, Angga, serta keluarga besar penulis atas motivasi,
dukungan, doa, dan kasih sayang tiada hentinya sampai saat ini.
4. Fanni Andika Putra TSY yang telah memberi dukungan, semangat, dan
motivasi, serta Fitri dan Kak Doni yang telah membantu dalam pengumpulan
data dan pengecekan lapang.
5. Seluruh staf Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor yang telah membantu penulis selama proses penelitian.
6. Kepala Bappeda Kabupaten Agam, Kepala BPS Kabupaten Agam, Bapak
Rinaldi dan Bapak Bambang dari BPBD Kabupaten Agam beserta staf, Bapak

Doni dari Dinas PU Kabupaten Tanah Datar yang telah membantu peneliti
dalam pengumpulan data.
7. Keluarga besar Ilmu Tanah 46 atas bantuan dan inspirasi dalam gelak tawa
bersama sebagai hiburan di tengah kejenuhan tugas akhir. Khususnya Putra,
Lingga, Shelly, Teguh, dan teman-teman lainnya yang telah banyak membantu
selama penelitian berlangsung.
8. Keluarga besar PPJers khususnya Bang Ardly, Bang Dicky, Ega, Swaesti, Dini,
Sulis, Papink, Annisa, Vita, Athu, Kak Novia, Bang Farid dan lainnya atas
bantuan, bimbingan, keceriaan, dan inspirasi yang telah diberikan selama
proses penelitian.
9. Serta teman, sahabat, dan pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per
satu.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan
kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu tanah.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

Bogor, Februari 2014
Lusy Fransiska

vi


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

5

Lokasi Penelitian

5

Bahan dan Alat

5

Metode Penelitian

6

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

12

Lokasi

12

Kondisi Geografi

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

14

Geomorfologi Kabupaten Agam

14

Penilaian Daerah Rentan (Susceptibility) dan Bahaya (Hazard) Longsor di
Kabupaten Agam

24

SIMPULAN DAN SARAN

43

Simpulan

43

Saran

43

DAFTAR PUSTAKA

43

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

57

vii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Bobot masing-masing parameter kerentanan longsor
Skor masing-masing parameter kerentanan longsor
Kelas kerentanan longsor di Kabupaten Agam
Bobot masing-masing parameter bahaya longsor
Skor kerentanan longsor, curah hujan, dan penutupan/penggunaan lahan
Kelas bahaya longsor di Kabupaten Agam
Luas kecamatan di Kabupaten Agam
Bentuklahan di Kabupaten Agam
Hasil Interpretasi bentuklahan di Kabupaten Agam
Grup bentuklahan di Kabupaten Agam
Hasil analisis kerentanan longsor di Kabupaten Agam
Matrik hubungan bentanglahan dan kerentanan tinggi
Kelas kerentanan longsor tinggi di setiap kecamatan di Kabupaten
Agam
Hasil analisis bahaya longsor di Kabupaten Agam
Kelas bahaya longsor tinggi di setiap kecamatan di Kabupaten Agam
Matrik hubungan perubahan luas hasil analisis kerentanan longsor dan
analisis bahaya longsor (km²)
Matrik hubungan longsor dan bentanglahan hasil pengecekan lapang
Persebaran titik-titik longsor berdasarkan satuan lahan
Persebaran titik longsor pada daerah rentan dan bahaya
Persebaran titik longsor pada beberapa kecamatan di Kabupaten Agam

8
8
9
9
9
10
12
16
19
21
24
25
27
29
30
31
33
37
39
39

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Diagram alir metode penelitian
Peta administrasi Kabupaten Agam
Peta geologi Kabupaten Agam
Peta bentuklahan Kabupaten Agam
Bentanglahan pegunungan denudasional di bagian timur Kabupaten
Agam
Dataran Fluvio-Vulkanik Singgalang
Tebing kaldera dan dataran alluvial yang subur di sekitar Danau
Maninjau
Bentuklahan gisik pantai (beach) pada bagian barat Kabupaten Agam
Peta kemiringan lereng Kabupaten Agam
Peta satuan lahan di Kabupaten Agam
Peta kerentanan longsor (landslide susceptibility) di Kabupaten Agam
Peta iklim Kabupaten Agam
Peta penutupan/penggunaan lahan Kabupaten Agam
Peta bahaya longsor (landslide hazard) di Kabupaten Agam
Tebing kaldera Gunungapi Maninjau di tepi Danau Maninjau yang
sering mengalami longsor
Persebaran titik-titik longsor di atas peta bentuklahan Kabupaten Agam

11
13
14
15
17
17
18
21
22
23
26
28
29
32
33
34

viii

17 Bencana longsor yang terjadi di kampung Dadok, Kecamatan Tanjung
Raya
18 Profil melintang longsor di lereng tallus colluvio-alluvial
19 Longsor yang terjadi di satuan lahan VSi32 dan VMa22 yang berlereng
landai
20 Profil melintang longsor di satuan lahan dengan kemiringan lereng
landai
21 Persebaran titik-titik longsor di atas peta satuan lahan Kabupaten Agam
22 Persebaran titik-titik longsor di atas peta kerentanan longsor Kabupaten
Agam
23 Persebaran titik-titik longsor di atas peta bahaya longsor Kabupaten
Agam
24 Persebaran titik-titik longsor di atas peta wilayah administratif
Kabupaten Agam

35
35
36
37
38
40
41
42

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Data GPS titik-titik longsor di lapangan
Matrik titik-titik longsor dengan parameter kerentanan longsor
Matrik titik-titik longsor dengan parameter bahaya longsor
Persebaran titik-titik jenis longsor pada bentuklahan berdasarkan
hasil pengecekan lapang
Atribut satuan lahan
Sistem klasifikasi Iklim Oldeman

46
48
50
52
54
56

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang sering mengalami bencana
alam. The United Nations Office for Disaster Risk Reduction/UNISDR (2012)
menyatakan bahwa Indonesia merupakan Negara yang paling rawan bencana alam
di dunia. Beberapa bencana yang berpotensi diantaranya adalah gempabumi,
letusan gunungapi, banjir, longsor, tsunami, dan lain-lain. Longsor merupakan
salah satu bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia. Berdasarkan data
dari UNISDR menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat pertama untuk
bencana longsor yang kemudian disusul oleh India, Cina, dan Filipina.
Longsor merupakan salah satu bentuk dari proses geomorfologis yang
ditunjukkan oleh adanya gerakan massa batuan menuruni lereng yang diakibatkan
oleh gravitasi dan faktor pemicu, baik yang bersifat eksogenik (hujan) maupun
endogenik (gempabumi). Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat
pelepasan energi dari dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai oleh patahnya
lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya
gempabumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang
dihasilkan dipancarkan ke segala arah berupa gelombang, sehingga efeknya dapat
dirasakan sampai ke permukaan bumi (BMKG 2012). Efek dari gempabumi ini
bisa menyebabkan terjadinya pergerakan massa tanah yang dikenal dengan
sebutan longsor.
Sumatera merupakan salah satu pulau besar yang ada di Indonesia. Pulau ini
memiliki morfologi berupa pegunungan/perbukitan yang memanjang dari utara
sampai ke selatan pulau tersebut (Pegunungan Bukit Barisan). Keadaan
geomorfologi seperti ini dan didukung oleh curah hujan yang cukup tinggi
menyebabkan Pulau Sumatera sering mengalami bencana alam, dan salah satu
yang sering terjadi adalah longsor.
Longsor yang paling sering terjadi di Sumatera adalah di kawasan sekitar
Danau Maninjau yang terletak di Kabupaten Agam. Danau Maninjau merupakan
salah satu danau vulkanik yang terbentuk oleh hasil letusan gunungapi tua, ratusan
ribu tahun silam, yaitu dari Gunungapi Sitinjau. Hasil aktivitas-aktivitas
gunungapi ini membentuk sebuah bentuklahan (landform) berupa kaldera yang
selanjutnya terisi oleh air sehingga membentuk sebuah danau. Danau Maninjau
dicirikan oleh adanya tebing-tebing yang curam di sekelilingnya dan berbentuk
melingkar. Pada saat sekarang tebing-tebing ini sering mengalami longsor dan
juga banjir bandang yang terjadi di dataran lereng kakinya. Bencana longsor yang
cukup besar pernah terjadi pada tahun 1980 yang disebabkan oleh curah hujan
yang tinggi, sedangkan pada tahun 2009 longsor terjadi disebabkan oleh gempa
bumi yang disusul oleh curah hujan yang tinggi. Bencana yang terakhir ini
menghancurkan lebih kurang empat dusun dengan korban jiwa yang banyak yaitu
80 orang meninggal dunia, 90 orang luka berat, 47 orang luka ringan (Nur Martia
dan H. M. Taufik 2012).
Mengingat tingginya potensi longsor di Kabupaten Agam, maka kajian
persebaran lokasi-lokasi daerah rawan longsor di wilayah ini sangat diperlukan.
Informasi yang dihasilkan diharapkan dapat membantu pemerintah daerah

2

maupun masyarakat dalam memanfaatkan lahan secara arif (efektif dan efisien),
khususnya dalam memilih lokasi-lokasi yang aman dari ancaman longsor.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk (1)
memelajari kondisi geomorfologi Kabupaten Agam dan (2) melakukan penilaian
terhadap kerentanan (susceptibility) dan bahaya (hazard) longsor di Kabupaten
Agam.

Manfaat Penelitian
Diharapkan informasi yang dihasilkan dari penelitian ini dapat bermanfaat
bagi siapa saja yang memerlukan informasi tentang daerah bahaya longsor,
khususnya kepada Pemerintah Kabupaten Agam sebagai penanggungjawab
pengelolaan daerah, baik untuk menunjang program-program rencana tata ruang
wilayah (RTRW), mitigasi bencana, maupun yang lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Geomorfologi merupakan bidang studi yang berorientasi kepada
pemahaman dan apresiasi terhadap bentuklahan (landform) dan bentanglahan
(landscape), baik di atas benua, kepulauan, maupun di bawah permukaan air laut,
danau, sungai, gletser, dan badan air lainnya, hingga di permukaan planet dan
bulan dalam sistem tata surya kita (Goudie 2004). Atau secara ringkas
geomorfologi adalah studi tentang bentuklahan (landform) dan proses-proses
geomorfik yang membentuknya (Hugget 2007).
Menurut Sartohadi (2007) dalam mengkaji bentuklahan, geomorfologi
menekankan pada genesis dan evolusi bentuklahan. Oleh karena itu dalam kajian
geomorfologi proses-proses yang terjadi dari waktu ke waktu yang menyebabkan
perubahan konfigurasi permukaan bumi tidak terlepas dari perhatiannya. Kajian
geomorfologi terhadap bentuklahan merupakan hasil proses yang berlangsung di
bawah pengaruh semua faktor dari dalam, dari luar, dan dari permukaan bumi itu
sendiri.
Proses geomorfik atau proses geomorfologis adalah semua proses
perubahan baik secara fisika, kimia, maupun biologi yang dapat mempengaruhi
perubahan bentuk permukaan bumi (Thornbury 1985). Proses ini sering dipicu
oleh anasir-anasir lain, yaitu iklim, organisme, atau bahkan manusia, sehingga
tidak jarang proses tersebut justru menyebabkan suatu bencana alam, seperti
longsor, banjir, atau yang lainnya. Dengan demikian sebuah kajian geomorfologi
akan sangat diperlukan untuk menyumbangkan hasil kajiannya dalam pemecahan
masalah kebencanaan alam atau lingkungan yang sering terjadi di Indonesia.
Menurut Zorn dan Komac (2011), geomorfologi menjadi salah satu bagian

3

penting dalam program perencanaan keruangan, seperti yang diterapkan dalam
peraturan perencanaan tata ruang kota di Negara-negara Eropa.
Dalam kaitannya dengan longsor, Croizier dalam Zorn dan Komac (2011)
berpendapat bahwa terdapat tiga alasan penting melakukan penelitian mengenai
longsor, yaitu :
a. longsor merupakan sebuah proses geomorfik yang cukup penting
b. longsor merupakan indikator terhadap adanya perubahan lingkungan
c. longsor dapat melahirkan bencana alam yang cukup parah
Menurut Cruden (1991) dalam Alhasanah (2006) maupun Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi/PVMBG (2012), longsor (landslide)
didefinisikan secara mirip sebagai suatu pergerakan massa batuan, tanah, atau
bahan rombakan material penyusun lereng (tanah dan batuan) menuruni lereng
atau bergerak ke bawah hingga keluar lereng. Longsor menurut PVMBG (2012),
dibedakan menjadi enam jenis, yakni longsoran translasi, longsoran rotasi,
pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan,
seperti uraian berikut :
1. Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk rata atau gelombang landai.
2. Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk cekung.
3. Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang
gelincir yang berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran blok batu.
4. Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain
bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng
terjal dan menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh
dapat menyebabkan kerusakan yang parah.
5. Rayapan tanah adalah jenis gerakan tanah yang bergerak lambat. Jenis
tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis gerakan tanah ini hampir tidak
dapat dikenali, namun dalam waktu yang cukup lama rayapan ini dapat
ditunjukkan oleh adanya tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah yang menjadi
miring ke bawah.
6. Aliran bahan rombakan terjadi ketika massa tanah bergerak karena terdorong
oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume, dan
tekanan air, serta jenis materialnya. Longsor jenis ini sering kali memakan
korban dalam jumlah yang banyak.
Dari keenam jenis longsor tersebut, jenis longsoran translasi dan longsoran
rotasi merupakan jenis longsoran yang banyak terjadi di Indonesia. Menurut
catatan PVMBG (2012) di Indonesia terdapat 918 lokasi yang tergolong rawan
longsor, yaitu di Jawa Tengah terdapat sebanyak 327 lokasi, di Jawa Barat 276
lokasi, di Sumatera Barat 100 lokasi, di Sumatera Utara 53 lokasi, di Yogyakarta
30 lokasi, di Kalimantan Barat 23 lokasi, dan sisanya tersebar di NTT, Riau,
Kalimantan Timur, Bali, dan Jawa Timur. Longsor yang terjadi di lokasi-lokasi ini
cukup beragam pemicunya yang berasal dari berbagai macam faktor.
Secara umum penyebab terjadinya longsor dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu yang bersifat statis dan dinamis. Untuk yang bersifat statis merupakan sifat
alam itu sendiri, seperti disebabkan oleh batuan (geologi) dan kemiringan lereng
(sedang hingga terjal), sedangkan untuk sifat yang dinamis banyak disebabkan

4

oleh unsur eksternal seperti kegiatan manusia (perubahan penggunaan lahan atau
pemotongan lereng).
Salah satu faktor penyebab terjadinya longsor menurut Naryanto (2001)
adalah aktivitas manusia yang tercermin dari berbagai macam penggunaan lahan,
seperti pembuatan jalan atau penggalian batuan yang menyebabkan munculnya
ketidakstabilan lereng dan mengakibatkan gerakan tanah. Penyebab lain dari
aktivitas manusia ini dapat pula berupa penambahan populasi dan beban, serta
terjadinya getaran dari kendaraan atau yang lainnya
Longsor dilihat dari prosesnya bersifat menghancurkan objek apapun yang
berada pada lintasannya, terutama dari jenis longsor translasi yang seringkali
menimbun pemukiman, lahan pertanian, ataupun tanaman-tanaman yang tumbuh
di sekitar lereng tersebut. Jika longsor yang terjadi cukup besar, maka lokasi yang
tertimbun pun menjadi cukup luas.
Dalam studi longsor mengenali lokasi titik-titik longsor sangat penting,
meskipun identifikasi di lapangan tidaklah selalu mudah, terutama jika terdapat
pada lokasi yang jauh dan berupa perbukitan atau pegunungan yang sulit
dijangkau, baik karena ada halangan topografis maupun adanya tutupan lahan
berupa hutan. Dalam hal ini pemanfaatan data penginderaan jauh (terutama skala
besar) menjadi sangat penting karena dapat membantu dalam identifikasi titik-titik
longsor secara efisien.
Penginderaan jauh adalah ilmu untuk memperoleh informasi suatu objek,
daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa
melalui suatu kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji
(Lillesand dan Kiefer 1997). Dengan teknologi yang ada sekarang, seperti
penginderaan jauh, berbagai data permukaan bumi dapat disadap dari jarak jauh
dan dianalisis untuk mendapatkan informasi baru. Dengan demikian hasilnya
dapat dimanfaatkan untuk pengambilan suatu keputusan. Informasi dari data
penginderaan jauh adalah informasi geografis, sehingga dalam beberapa kajian
analisisnya dapat dikombinasikan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG)
sebagai alat analisis.
SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan
data bereferensi spasial atau berkoordinat geografis (Barus dan Wiradisastra 2000),
sehingga untuk mengintegrasikan data penginderaan jauh ke dalam SIG,
disediakan dua model data, yaitu data raster yang berupa grid atau pixel (picture
element) yang bersumber dari citra satelit dan data vektor berupa titik, garis,
poligon, yang biasanya merupakan hasil dari proses digitasi. Dua jenis data inilah
yang dapat diolah dengan menggunakan SIG.
Penelitian tentang longsor dengan memakai data penginderaan jauh dan SIG
telah banyak dilakukan oleh para peneliti, seperti yang dilakukan oleh Bui et. al
(2012) yang melakukan penilaian kerentanan longsor di Provinsi Hoa Binh,
Vietnam dengan menggunakan pemodelan perbandingan frekuensi. Peta
kebencanaan longsor diperoleh dengan melakukan overlay diantara parameterparameter penyebab longsor. Penelitian ini menggunakan sembilan parameter,
yaitu kemiringan lereng (slope), aspect, relief amplitude, litologi, penggunaan
lahan, jenis tanah, jarak ke jalan, jarak ke sungai, dan jarak ke daerah patahan.
Hasil proses overlay kemudian divalidasi dengan menggunakan data kebencanaan
longsor yang telah diketahui.

5

Penelitian lainnya yang menggunakan data penginderaan jauh dan SIG
adalah dari Chandel et.al (2011) yang dilakukan di daerah Kabupaten Himalayan
Kullu Tengah, Himachal Pradesh, India. Pemetaan bahaya longsor dilakukan
dengan menggunakan data penginderaan jauh berupa Landsat ETM+, IRS P6,
ASTER DEM, dan data-data pendukung lainnya. Analisis data dilakukan
berdasarkan hubungan empirik antara longsor dengan parameternya. Metode yang
digunakan adalah pendekatan MCE (Multi Criteria Evaluation) dengan
pembobotan (weighting) dan scoring.
Ikqra (2012) dan Ratu Vivi Silviani (2013) juga melakukan penelitian
mengenai longsor dengan menggunakan data geomorfologi, penginderaan jauh
dan SIG. Ikqra menggunakan beberapa parameter berupa kemiringan lereng,
tekstur tanah, dan penggunaan lahan untuk mengukur tingkat bahaya longsor di
Pulau Ternate, sedangkan Silviani mengukur tingkat bahaya longsor di DAS
Ciliwung Hulu dengan menggunakan parameter yang diacu dari Direktorat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG), yaitu curah hujan,
kemiringan lereng, geologi, jenis tanah, dan penggunaan lahan. Analisis bahaya
longsor tersebut dibandingkan dengan parameter yang diacu dari Nurhayati (2009)
(model pendugaan Tim Sebelas) dengan parameter curah hujan, lereng, geologi,
jenis tanah, dan tutupan lahan, serta parameter yang dipilihnya sendiri, yaitu
kemiringan lereng, kedalaman tanah, jenis batuan permukaan, curah hujan,
penggunaan lahan, kemiringan dip/lapisan kedap air, dan pengaruh getaran
kendaraan. Kesemua parameter tersebut dianalisis dengan menggunakan metode
pembobotan (weighting) dan scoring dalam SIG.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten Agam yang secara
administratif berada di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Secara geografis,
Kabupaten Agam terletak di antara koordinat 000 01’ 34” – 000 28’ 43” LS dan
990 46’ 39” – 1000 32’ 50” BT. Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2012
hingga bulan Oktober 2013.
Dalam penelitian ini sebelum dilakukan penelitian lapangan, terlebih dahulu
dilakukan analisis data yang dikerjakan di Bagian Penginderaan Jauh dan
Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi data primer dan
sekunder. Data primer meliputi data geomorfologi Kabupaten Agam dan satuan
lahan (land unit), serta wawancara dengan penduduk lokal untuk menggali
informasi tentang longsor di daerah penelitian (lokasi-lokasi longsor yang pernah
terjadi). Adapun data sekunder meliputi citra Landsat TM 8 OLI, citra SRTM
resolusi 30x30 m, Peta Geologis skala 1:250.000, Peta Topografik (Rupa Bumi

6

Indonesia/RBI) skala 1:50.000, dan Peta Iklim skala 1:300.000 yang kesemuanya
mencakup wilayah Kabupaten Agam.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah GPS, Kompas, Kamera
Digital, dan alat tulis. Untuk proses pengolahan data spasial alat yang digunakan
adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak Microsoft Word 2007,
Microsoft Excel 2007, software ArcGIS v.9.2, software Global Mapper v.12, dan
software ERDAS IMAGINE v.9.1.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan
tujuan penelitian, yaitu memelajari geomorfologi Kabupaten Agam dan penilaian
terhadap kerentanan (susceptibility) dan bahaya (hazard) longsor di wilayah
tersebut. Kerentanan longsor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu
keadaan alami yang terdapat pada daerah tertentu dan keadaan tersebut
mempunyai potensi untuk terjadi longsor. Sementara itu, yang dimaksud dengan
bahaya adalah keadaan dari suatu daerah yang dipengaruhi oleh faktor kerentanan
dan pemicunya sehingga meningkatkan potensi untuk terjadinya longsor.
Untuk mencapai tujuan tersebut, metode yang dilakukan dalam penelitian
ini dibagi dalam lima tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pengolahan data, tahap
pengecekan lapang, tahap analisis hasil, dan tahap penyajian hasil.
Tahap Persiapan
Pada tahap ini dilakukan studi pustaka tentang daerah penelitian,
pengumpulan literatur yang berkaitan dengan topik penelitian, dan pengumpulan
data yang meliputi citra Landsat TM 8 OLI, citra SRTM resolusi 30x30 m, Peta
Geologis Kabupaten Agam, Peta Topografik (RBI) Kabupaten Agam, serta Peta
Iklim (CH) Kabupaten Agam. Adapun hasil penelitian ini ditujukan untuk skala
1:50.000 sesuai dengan peta dasar yang diambil dari peta topografik/RBI.
Tahap Pengolahan Data
Pada tahap ini dilakukan pengolahan data, yaitu melakukan interpretasi
geomorfologis dan analisis kemiringan lereng dari citra SRTM, analisis data
geomorfologis dan lereng untuk pembuatan peta satuan lahan, dan interpretasi/
klasifikasi penutupan/penggunaan lahan dari citra Landsat TM 8 OLI. Hasil
klasifikasi dari pekerjaan di atas disajikan dalam bentuk peta-peta tematik tentatif,
seperti peta bentuklahan, peta satuan lahan, peta penutupan/penggunaan lahan
yang dilengkapi dengan jalur-jalur transportasi, hidrografi, dan rute rencana
pengamatan di lapang.
Tahap Pengecekan Lapang
Pengecekan lapang dilakukan untuk mengetahui kebenaran hasil interpretasi
geomorfologis, satuan lahan, dan penutupan/penggunaan lahan, serta identifikasi
titik-titik longsor yang dilengkapi dengan wawancara dengan penduduk setempat
terkait dengan pencarian informasi kejadian longsor dan bencana yang terjadi di

7

masa lalu (sejarah). Pada titik-titik tersebut dilakukan pengamatan terhadap
parameter-parameter yang diperlukan untuk penelitian, seperti kemiringan lereng,
sifat batuan, dan kedalaman tanah. Pengecekan lapang dilakukan dengan metode
Purposive Random Sampling.
Tahap Analisis Hasil
Analisis yang dilakukan meliputi analisis geomorfologi, analisis kerentanan
longsor, dan analisis bahaya longsor. Analisis geomorfologi dilakukan pada saat
interpretasi dan kerja lapangan, terutama untuk mencocokkan hasil kebenaran
klasifikasi bentuklahan (landform) yang dikaitkan dengan relief atau lereng
(morfologi), proses-proses geomorfik yang terjadi (morfogenesis), dan litologi
yang menyusun bentuklahan. Adapun analisis perkembangan bentuklahan
(morfokronologi) banyak diinterpretasi dari citra, seperti melihat besarnya tingkat
torehan yang ada pada bentuklahan dan informasi dari peta geologis.
Dalam analisis geomorfologi, bentuklahan-bentuklahan diinterpretasi
berdasarkan kerapatan kontur, keadaan geologi, dan kenampakan topografinya
yang dilihat dari citra SRTM. Tahap awal yang dilakukan adalah membagi daerah
penelitian sesuai dengan bentanglahannya berupa daerah gunungapi, dataran,
ataupun pegunungan/perbukitan. Bentanglahan tersebut kemudian dibagi menjadi
bentuklahan-bentuklahan dengan skala yang lebih detil. Misalnya di daerah
dengan bentanglahan gunungapi, terdapat bentuklahan berupa lereng atas, lereng
tengah, dan lereng kaki dimana pembagian ini tergantung pada kerapatan kontur
di masing-masing tubuh gunungapi tersebut. Untuk informasi litologi dalam hal
ini dilihat dari Peta Geologis maupun di lapangan yang dapat membantu untuk
menganalisis morfogenesis daerah penelitian. Untuk analisis morfokronologi
dilakukan dengan menggunakan citra SRTM sehingga dapat membedakan umur
atau tahapan perkembangan bentuklahan dari bentuk kenampakan dan tingkat
torehannya.
Data bentuklahan yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk penetapan
peta satuan lahan. Peta satuan lahan diperoleh dengan melakukan overlay antara
peta bentuklahan dengan peta kemiringan lereng. Satuan lahan di sini berfungsi
sebagai satuan pemetaan untuk menilai tingkat kerentanan longsor dan hasilnya
digunakan untuk analisis bahaya longsor. Dengan menggunakan satuan lahan
sebagai unit pemetaan diharapkan hasil analisis yang dikerjakan menjadi lebih
baik karena setiap satuan lahan mewakili keseragaman dari suatu wilayah.
Adapun untuk analisis kerentanan longsor dilakukan dengan metode Multi
Criteria Evaluation (MCE) yang berbasiskan pada pembobotan (weighting) dan
penskoran (scoring) terhadap parameter-parameter yang dipakai, yaitu kemiringan
lereng, sifat batuan, dan kedalaman tanah. Besarnya bobot dan skor yang dipakai
dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1 dan 2, sedangkan klasifikasi
kerentanan disajikan pada Tabel 3 yang diperoleh dari perhitungan atau penilaian
kerentanan longsor dengan rumus sebagai berikut :
Kerentanan (susceptibility) = fs ∑ (w x s)
Sumber : Iqkra (2012) dan Silviani (2013) dengan modifikasi

8

Keterangan :
fs = fungsi kerentanan
w = bobot parameter
s = skor parameter
Tabel 1 Bobot masing-masing parameter kerentanan longsor
Parameter
Bobot
Kemiringan lereng
50
Kedalaman tanah

10

Sifat batuan

15

Sumber : Ikqra (2012) dan Silviani (2013) dengan modifikasi
Tabel 2 Skor masing-masing parameter kerentanan longsor
Skor
1
2
3
4
5

Lereng
0–8%
8 – 15 %
15 – 25 %
25 – 40 %
> 40 %
Skor
0
1
2

Keterangan
Datar
Landai
Agak curam
Curam
Sangat curam
Sifat Batuan
Massif
Kompak
Klastik/Lepas

Skor
Kedalaman Tanah
Keterangan
1
< 60
Dangkal
2
60 – 90
Sedang
3
> 90
Dalam
Sumber : (Ikqra (2012) dan Silviani (2013) dengan modifikasi)
Dari hasil perhitungan dengan formula tersebut, selanjutnya diklasifikasikan
secara linear menjadi empat kelas, yaitu kerentanan tinggi, sedang, rendah, dan
tidak rentan (Tabel 3). Untuk melakukan klasifikasi tersebut digunakan interval
yang dirumuskan sebagai berikut :
Kelas interval =

nilai tertinggi – nilai terendah
jumlah kelas

Berdasarkan nilai bobot dan skor di atas, maka dalam simulasi perhitungan
didapatkan nilai terendah adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 355, sedangkan
jumlah kelas yang diinginkan adalah 4, yaitu aman, rendah, sedang, dan tinggi.
Dengan demikian interval yang diperoleh adalah ≈ 70.

9

Tabel 3 Kelas kerentanan longsor di Kabupaten Agam
No
1
2
3
4

Kerentanan Longsor
Tidak Rentan
Kerentanan Rendah
Kerentanan Sedang
Kerentanan Tinggi

Nilai
< 140
141 – 210
211 – 280
> 280

Untuk analisis bahaya longsor, metode yang digunakan adalah sama dengan
penilaian untuk kerentanan longsor (MCE), namun parameter yang digunakan
ditambah, yaitu penutupan/penggunaan lahan dan curah hujan. Kedua parameter
ini dianggap sebagai faktor pemicu utama terjadinya longsor dari kondisi
kerentanan yang ada di daerah penelitian. Dengan demikian rumusan untuk
menilai bahaya longsor adalah sebagai berikut :
Bahaya (hazard) = fh ∑ (w x s)
Sumber : Iqkra (2012) dan Silviani (2013) dengan modifikasi
Keterangan :
fh = fungsi bahaya
w = bobot parameter
s = skor parameter
Dalam hal ini bobot parameter disajikan pada Tabel 4, sedangkan skor
masing-masing parameter disajikan pada Tabel 5. Untuk parameter curah hujan
disesuaikan dengan data yang diperoleh, yaitu diambil dari Peta Iklim Oldeman
yang sistem klasifikasinya berdasarkan pada data jumlah curah hujan.
Tabel 4 Bobot masing-masing parameter bahaya longsor
Parameter

Bobot

Kerentanan Longsor
Iklim
Penggunaan Lahan

55
30
15

Sumber : DVMBG dalam Silviani (2013) dengan modifikasi
Tabel 5 Skor kerentanan longsor, curah hujan, dan penutupan/penggunaan lahan
No
1
2
3
4

Kerentanan
Kerentanan tinggi
Kerentanan sedang
Kerentanan rendah
Tidak rentan

Skor
4
3
2
1

10

No
1
2
3
4
5

Penutupan/Penggunaan Lahan
Awan / Bayangan / Badan Air
Hutan / Vegetasi Lebat
Kebun campuran / Perkebunan
Lahan Terbangun/Pemukiman/Perkampungan/Tanah Kosong
Sawah
No
1
2
3
4
5
6
7

Iklim Oldeman
A
B1
B2
C1
D1
D2
E2

Skor
0
1
2
3
4

Skor
5
4
4
3
2
2
1

Sumber : DVMBG dalam Silviani (2013) dengan modifikasi
Berdasarkan bobot dan skor tersebut, analisis bahaya longsor dapat
dilakukan dan selanjutnya dikelaskan secara linier menjadi empat kelas, yaitu
bahaya tinggi, sedang, rendah, dan tidak bahaya (Tabel 6). Untuk melakukan
klasifikasi tersebut digunakan interval yang dirumuskan sebagai berikut :
Kelas interval =

nilai tertinggi – nilai terendah
jumlahkelas

Berdasarkan nilai bobot dan skor di atas, maka dalam simulasi perhitungan
didapatkan nilai terendah adalah 0, nilai tertinggi adalah 375, sedangkan jumlah
kelas yang diinginkan adalah 4, yaitu aman, rendah, sedang, dan tinggi. Dengan
demikian nilai interval yang diperoleh seharusnya adalah ≈ 90. Namun hasil
klasifikasi yang diperoleh tersebut tampak kurang selaras dengan hasil
pengamatan lapangan, sehingga dalam penelitian ini dilakukan modifikasi interval
yang diturunkan menjadi ≈ 70. Dengan demikian hasilnya lebih akurat sesuai
dengan kondisi lapangan.
Tabel 6 Kelas bahaya longsor di Kabupaten Agam
No
1
2
3
4

Kelas
Tidak Bahaya
Bahaya Rendah
Bahaya Sedang
Bahaya Tinggi

Nilai
< 140
140 – 210
210 – 280
> 280

Tahap Penyajian Hasil
Penyajian hasil dilakukan dalam bentuk skripsi yang dilengkapi dengan
grafik, peta-peta, foto-foto lapangan, dan data tabular lainnya.
Rangkaian dari seluruh penelitian ini secara grafis digambarkan dalam
diagram alir seperti di bawah ini (Gambar 1).

11

Gambar 1 Diagram alir metode penelitan
SRTM

Pengecekan
Lapang

Titik-Titik Longsor

Geologi

Kontur

Interpretasi Geomorfologis

Lereng

Bentuklahan

Landsat TM OLI 8+

Pengecekan Lapang

Satuan Lahan

Interpretasi
Penutupan/Penggunaan Lahan

Parameter Kerentanan Longsor
1. Kemiringan Lereng
2. Sifat Batuan
3. Kedalaman Tanah

Peta Kerentanan
Longsor

Iklim
(Curah Hujan)

Peta Penutupan/Penggunaan
Lahan

Peta Bahaya Longsor
11

12

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Lokasi
Kabupaten Agam merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera
Barat dengan ibukota kabupaten di Lubuk Basung. Secara geografis, Kabupaten
Agam terletak antara 00°01’34’’ - 0°28’43’’ Lintang Selatan dan 99°46’39’’ 100°32’50’ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Agam adalah 2.232,3 km²,
terdiri dari enambelas kecamatan dimana kecamatan terluas adalah Kecamatan
Palembayan, sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Banuhampu (Tabel
7).
Tabel 7 Luas kecamatan di Kabupaten Agam
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kecamatan
Tanjung Mutiara
Lubuk Basung
Ampek Nagari
Tanjung Raya
Matur
IV Koto
Malalak
Banuhampu
Sungai Puar
Ampek Angkek
Canduang
Baso
Tilatang Kamang
Kamang Magek
Palembayan
Palupuh
Jumlah

Luas (Km²)
205.73
278.4
268.69
244.03
93.69
68.72
104.49
28.45
44.29
30.66
52.29
70.30
56.07
99.60
349.81
237.08
2232.3

Persentase
9.22
12.47
12.04
10.93
4.2
3.08
4.68
1.27
1.98
1.37
2.34
3.15
2.51
4.46
15.67
10.62
100

Secara administratif, Kabupaten Agam dibatasi oleh beberapa kabupaten
dan kota di sekitarnya (Gambar 2). Di bagian utara berbatasan langsung dengan
Kabupaten Pasaman, di bagian selatan berbatasan langsung dengan beberapa
kabupaten lain, yaitu Padang Pariaman, Tanah Datar, dan Kota Madya Padang
Panjang. Di bagian barat berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia,
sedangkan di bagian timur berbatasan dengan Kabupaten 50 Kota. Lokasi
geografis ini sangat menguntungkan bagi Kabupaten Agam, karena terletak di
bagian tengah Provinsi Sumatera Barat, sehingga jalur transportasi lintas nasional,
lintas provinsi maupun kabupaten berada di wilayah ini.

13

Gambar 2 Peta administrasi Kabupaten Agam
Kondisi Geografis
Kabupaten Agam merupakan daerah yang mempunyai topografi beragam,
mulai dari dataran hingga pegunungan. Daerah dataran terendah berada di
Kecamatan Tanjung Mutiara (sisi barat) dengan elevasi 0 mdpl, sedangkan untuk
morfologi pegunungan dan perbukitan secara dominan berada di sisi timur,
dimana puncak tertinggi berada pada Kecamatan Matur dengan elevasi 1.030
mdpl. Danau Maninjau sebagai kenampakan khas danau vulkanik Kabupaten
Agam berada di bagian tengah yang dikelilingi oleh tebing-tebing yang sangat
curam.
Berdasarkan data klimatologis dari website resmi milik Pemerintahan
Kabupaten Agam dan Kabupaten Agam Dalam Angka (2011) suhu rata-rata di
Kabupaten Agam adalah 20°-33° C, sedangkan curah hujan pada tahun 2011
tercatat sebesar 3.031,9 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 225 hari. Curah
hujan yang tergolong cukup tinggi ini membuat Kabupaten Agam memiliki
kondisi kelembaban yang relatif tinggi, namun sejuk karena wilayahnya
didominasi oleh relief pegunungan dan perbukitan pada bagian timurnya.
Secara geologis, Kabupaten Agam terbentuk dari dua formasi geologi
berumur Kuarter (Q), serta Pra-Tersier dan Tersier (T). Adanya perbedaan formasi
tersebut menunjukkan bahwa di daerah penelitian terdapat perbedaan jenis dan
struktur batuan, seperti batuan endapan permukaan, sedimen, metamorfik,
vulkanik, dan intrusif. Untuk batuan vulkanik secara umum persebarannya
terdapat di Gunungapi Singgalang, Gunungapi Marapi, Gunungapi Tandikat, dan

14

Danau Maninjau. Berdasarkan peta geologi digital (PPPG, 1992) di daerah
penelitian terdapat lebih kurang empat belas jenis batuan dan endapan yang
tersebar dari bagian barat sampai dengan bagian timur Kabupaten Agam (Gambar
3).

Gambar 3 Peta geologi Kabupaten Agam

HASIL DAN PEMBAHASAN
Geomorfologi Kabupaten Agam
Bentuklahan Daerah Penelitian
Berbagai proses geomorfik, baik endogenik maupun eksogenik, telah
membentuk rangkaian bentanglahan yang sekarang ada di Kabupaten Agam.
Secara umum bentanglahan di Kabupaten Agam didominasi oleh topografi
pegunungan, khususnya di bagian timur, yang mempunyai elevasi berkisar antara
150 m hingga 2.080 m, sedangkan di bagian barat topografi berupa dataran yang
mempunyai elevasi 0 m hingga 150 m. Secara morfogenesis, bentuklahanbentuklahan di Kabupaten Agam terdiri atas bentuklahan-bentuklahan tektonik
dan vulkanik yang mendominasi pemandangan perbukitan dan pegunungan di
wilayah ini, sedangkan proses fluvial dan marin membentuk bentuklahanbentuklahan dataran. Dari hasil klasifikasi geomorfologi wilayah Kabupaten
Agam didapatkan bahwa di wilayah ini tersusun atas 21 jenis bentuklahan dimana
nama-nama bentuklahan tersebut disajikan pada Tabel 8 dan persebaran
spasialnya disajikan pada Gambar 4.

12

15

Gambar 4 Peta bentuklahan Kabupaten Agam

16

Tabel 8 Bentuklahan di Kabupaten Agam
Kode
VMa1
VMa2
VMa3
VMa4
VMa5
VMa6
VMr1
VMr2
VMr3
VSi1
VSi2
VSi3
VTa1
VTa2
VTa3
D1
D2
F
FV
FVs
M

Bentuklahan
Kerucut Vulkanik Maninjau Lereng Atas
Kerucut Vulkanik Maninjau Lereng Tengah
Kerucut Vulkanik Maninjau Lereng Kaki
Kerucut Vulkanik Maninjau Tebing Kaldera
Kerucut Vulkanik Maninjau Tallus Colluvio-Alluvial
Kerucut Vulkanik Maninjau Dataran Alluvial
Kerucut Vulkanik Marapi Lereng Atas
Kerucut Vulkanik Marapi Lereng Tengah
Kerucut Vulkanik Marapi Lereng Kaki
Kerucut Vulkanik Singgalang Lereng Atas
Kerucut Vulkanik Singgalang Lereng Tengah
Kerucut Vulkanik Singgalang Lereng Kaki
Kerucut Vulkanik Gunung Tandikat Lereng Atas
Kerucut Vulkanik Gunung Tandikat Lereng
Tengah
Kerucut Vulkanik Gunung Tandikat Lereng Kaki
Pegunungan Denudasional Tertoreh Berat
Pegunungan Denudasional Tertoreh Sedang
Dataran Fluvial
Dataran Fluvio-Vulkanik
Dataran Fluvio-Vulkanik Singgalang
Dataran Marin

Luas
(km²)

Persentase

(%)

175.83
448.54
291.41
70.87
37.64
14.70
26.14
53.29
51.03
23.52
21.70
28.17
3.02
9.77

8.0
20.5
13.3
3.2
1.7
0.7
1.2
2.4
2.3
1.1
0.9
1.3
0.1
0.4

23.36
125.62
233.07
262.64
114.46
7.35
66.65

1.1
5.7
10.7
12.0
5.2
0.3
3.0

Di bagian timur Kabupaten Agam, topografi terdiri atas pegunungan yang
dikenal dengan nama Pegunungan Bukit Barisan. Pegunungan ini terbentuk dari
hasil proses tektonik dan vulkanik, dimana proses vulkanik tampak lebih dominan.
Proses-proses vulkanik menghasilkan morfologi pegunungan diantaranya berupa
gunungapi aktif, seperti Gunungapi Marapi, Gunungapi Singgalang, Gunungapi
Tandikat, dan Gunungapi Maninjau (nama sebelumnya adalah Gunung Sitinjau).
Sebagian yang lainnya berupa pegunungan denudasional dan di lereng bawah
merupakan dataran fluvio-vulkanik (Tabel 11).
Pegunungan denudasional (D) merupakan suatu kawasan pegunungan yang
sebelumnya terbentuk oleh proses vulkanik, namun pegunungan ini telah
mengalami proses denudasi lebih lanjut (Gambar 5). Bentuklahan Denudasional
terbagi menjadi dua bagian, yaitu pegunungan denudasional tertoreh berat (D1)
dan pegunungan denudasional tertoreh sedang (D2). Torehan yang terbentuk pada
pegunungan ini merupakan indikasi terhadap umur pegunungan tersebut. Semakin
banyak torehan yang terdapat pada pegunungan ini, mengindikasikan semakin
lanjut umur dari pegunungan tersebut, mengingat kondisi bentanglahan di
sekitarnya mempunyai formasi yang sama (vulkanik).

17

Gambar 5 Bentanglahan pegunungan denudasional di bagian timur Kabupaten
Agam
Secara morfologi tubuh Gunungapi Marapi terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu kerucut vulkanik Gunungapi Marapi lereng atas (VMr1), lereng tengah
(VMr2), dan lereng kaki (VMr3). Bentuklahan VMr1 merupakan bagian puncak
dari gunungapi tersebut dengan lereng yang sangat curam dan pada peta kontur
tampak mempunyai kerapatan kontur yang rapat. Bentuklahan VMr2 merupakan
bagian yang lebih rendah dan lebih landai daripada VMr1, dan bentuklahan VMr3
merupakan bagian terendah dari tubuh gunungapi yang dicirikan dengan lereng
yang lebih landai daripada VMr2. Untuk tubuh Gunungapi Singgalang dan
Gunungapi Tandikat morfologinya juga dapat dibagi menjadi tiga bagian seperti
tersebut di atas, yaitu kerucut vulkanik Gunungapi Singgalang lereng atas (VSi1),
lereng tengah (VSi2), dan lereng kaki (VSi3), serta kerucut vulkanik Gunungapi
Tandikat lereng atas (VTa1), lereng tengah (VTa2), dan lereng kaki (VTa3). Kode
bentuklahan tersebut dibedakan sesuai dengan nama gunungapi, karena sangat
mungkin setiap gunungapi mempunyai perbedaan karakteristik material yang
dihasilkan dari produk letusannya. Tabel 9 menunjukkan gambaran visual hasil
klasifikasi bentuklahan dari citra SRTM serta uraian dari komponen-komponen
bentuklahan, seperti morfologi, morfogenesis, morfokronologi, dan litologi.
Gabungan endapan abu vulkanik dari Gunungapi Marapi, Gunungapi
Singgalang, dan Gunungapi Tandikat yang dibawa oleh aliran air telah
membentuk suatu dataran-dataran di lereng kaki (intermountain plain) yang
disebut sebagai dataran fluvio-vulkanik (FV). Salah satu contoh dataran tersebut
terlihat pada Gambar 6 yang terletak di lereng kaki Gunungapi Singgalang dan
dinamakan dataran fluvio-vulkanik Gunungapi Singgalang (FVs).

Gambar 6 Dataran Fluvio-Vulkanik Singgalang

18

Gunungapi Maninjau terletak di bagian tengah Kabupaten Agam.
Bentuklahan pada Gunungapi Maninjau terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu
dataran dasar kaldera (VMa6), tebing kaldera Maninjau (VMa5), lereng tallus
colluvio-alluvial (VMa4), lereng kaki kerucut vulkanik Maninjau (VMa3), lereng
tengah kerucut vulkanik Maninjau (VMa2), dan lereng atas kerucut vulkanik
Maninjau (VMa1). Bentanglahan Maninjau merupakan bentanglahan hasil letusan
Gunungapi Sitinjau yang telah meruntuhkan puncaknya dan membentuk sebuah
kaldera. Kaldera tersebut kemudian terisi oleh material piroklastik, menjadi kedap,
dan kemudian terisi oleh air sehingga membentuk sebuah danau. Sebagian dasar
kaldera yang agak tinggi membentuk sebuah dataran dan merupakan tempat
deposisi endapan-endapan alluvial yang berasal dari tebing kaldera di sekitarnya.
Bentuklahan VMa5 merupakan tebing kaldera yang sangat curam dan berada di
sekeliling danau. Tebing ini selanjutnya mengalami proses denudasi, baik berupa
erosi maupun longsor.
Dari sisi elevasi bentuklahan, VMa1 merupakan bagian tertinggi dari
bentanglahan di bagian tengah Kabupaten Agam. Bentuklahan ini memiliki lereng
dominan yang cukup curam. Adapun bentuklahan VMa2 merupakan bagian
tengah gunungapi dengan kemiringan lereng agak curam dan bentuklahan VMa3
merupakan bagian bawah kerucut vulkanik, agak landai, dan berdekatan dengan
bentanglahan dataran. Beberapa gambaran lapangan dari bentuklahan-bentuklahan
yang ada di bagian tengah Kabupaten Agam disajikan pada Gambar 7.

(a)
(b)
Gambar 7 (a) Tebing kaldera dan (b) dataran alluvial yang subur di sekitar
Danau Maninjau

19

Tabel 9 Hasil interpretasi bentuklahan di Kabupaten Agam
Kode

Nama Bentuklahan

Gambar

Morfologi

Morfogenesis

Morfokronologi

Litologi/Struktur

VMa1

Kerucut Vulkanik Maninjau Lereng
Atas

Lereng
atas,
1500-2000 m

curam,

Vulkanik

Kuarter

Andesit Maninjau

VMa2

Kerucut Vulkanik Maninjau Lereng
Tengah

Lereng Tengah, agak
curam, 900-1500 m

Vulkanik

Kuarter

Andesit Maninjau

VMa3

Kerucut Vulkanik Maninjau Lereng
Kaki
Kerucut Vulkanik Maninjau Tebing
Kaldera

Lereng Kaki, landai,

Vulkanik

Kuarter

Andesit Maninjau

Tebing Kaldera, sangat
curam, 800-2080 m

Vulkanik

Kuarter

Andesit Maninjau

VMa5

Kerucut Vulkanik Maninjau Lereng
Tallus-Colluvio

Vulkanik, Fluvial,
Gravitasi

Kuarter

Andesit Maninjau

VMa6

Kerucut Vulkanik Maninjau Dataran
Aluvial

Tebing Tallus-ColluvioAlluvial, agak curam,
500-800 m
Dataran Aluvial, datar,
500 m

Fluvial, Vulkanik

Holosen

Aluvium

VMr1

Kerucut Vulkanik Marapi Lereng Atas

Vulkanik

Kuarter

Andesit Marapi

VMr2

Kerucut Vulkanik Marapi Lereng
Tengah
Kerucut Vulkanik Marapi Lereng
Kaki

Lereng Atas, curam,
1800-2080
Lereng Tengah, agak
curam, 1400-1800
Lereng Kaki, landai,
1200-1400 m

Vulkanik

Kuarter

Andesit Marapi

Vulkanik

Kuarter

Andesit Marapi

VSi1

Kerucut Vulkanik Singgalang Lereng
Atas

Lereng Atas,
1400-2700 m

Vulkanik

Tersier

Andesit
Singgalang

VSi2

Kerucut Vulkanik Singgalang Lereng
Tengah

Lereng Tengah, agak
curam, 1000-1400 m

Vulkanik

Tersier

Andesit
Singgalang

VSi3

Kerucut Vulkanik Singgalang Lereng
Kaki

Lereng Kaki, landai, 9001000 m

Vulkanik

Tersier

Andesit
Singgalang

VMa4

VMr3

curam,

19

20

20

VTa1

Kerucut Vulkanik Tandikat Lereng
Atas

Lereng Atas, Curam,
1800-2000 m

Vulkanik

Tersier

Andesit Tandikat

VTa2

Kerucut Vulkanik Tandikat Lereng
Tengah

Lereng Tengah, agak
curam, 1300-1800 m

Vulkanik

Tersier

Andesit Tandikat

VTa3

Kerucut Vulkanik Tandikat Lereng
Kaki

Lereng Kaki, landai, 8001300 m

Vulkanik

Tersier

Andesit Tandikat

Pegunungan Denudasional Tertoreh
Sedang

Pegunungan, agak curam,
900-1300 m, tertoreh
sedang

Denudasional,
Vulkanik

Pra-Tersier, Tersier

Filit, Batupasir,
Batulanau,
Andesit

D2

Pegunungan Denudasional Tertoreh
Berat

Pegunungan, agak curam,
900-1400 m, tertoreh
berat

Denudasional,
Vulkanik

Plistosen,
PraTersier. Tersier

Filit, BAtupasir,
Andesit,
Tuff
Batuapung

FV

Dataran Fluvio-Vulkanik

Dataran, 900 m

Fluvial, V