Tingkat Bahaya Longsor di Lereng Barat P

TINGKAT BAHAYA LONGSOR DI LERENG BARAT PANORAMA PUNCAK PATO KABUPATEN TANAH DATAR SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd) OLEH ADE FEBRYAN

13137 / 2009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2015

ABSTRAK

Ade Febryan (2015); “ Tingkat Bahaya Longsor di Lereng Barat Panorama Puncak Pato Kabupaten Tanah Datar ” (Skripsi-

Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang).

Penelitian tingkat bahaya longsor bertujuan untuk mengetahui kondisi karakteristik lahan dan tingkat bahaya longsor di daerah penelitian. Penelitian ini tergolong deskriptif dan metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei dengan pemetaan satuan lahan. Sampel penelitian adalah sampel area berdasarkan purposive sampling yaitu sampel di ambil sesuai dengan tujuan penelitian sehingga mendapatkan 9 sampel dari 11 satuan lahan.

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut; 1. Karakteristik lahan; a)iklim; daerah tropis dengan curah hujan sangat tinggi, b)geologi; struktur lapisan batuannya horizontal dan miring bergelombang, c)geomorfologi; topografi yang sangat curam dengan lereng yang panjang dan bentuk lereng bervariasi, d)tanah; tekstur tanah sedang dengan konsistensi tanah sangat gembur, e)hidrologi; kedalaman muka air tanah dalam, f) penggunaan lahan; hutan, kebun, belukar, dan permukiman. 2. Tingkat bahaya longsor; a) tingkat bahaya longsor rendah; V6.II.Kamb.Qamg.Kc, V6.II.Kamb.Qamg.Pem, V7.I.Kamb.Qamg.Kc, V7.I.Kamb.Qamg.Pem, b) tingkat bahaya longsor sedang; V4.IV.Kamb.Qamg.Kc, V4.IV.Kamb.Qamg.Blkr, V5.III.Kamb.Qamg.Kc, V5.III.Kamb.Qamg.Blkr, c) tingkat bahaya longsor tinggi yaitu V4.IV.Kamb.Qamg.Ht.

Kata kunci; karakteristik lahan, tingkat bahaya longsor.

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Tingkat Bahaya Longsor di Lereng Barat Panorama

Puncak Pato Kabupaten Tanah Datar ”. Salawat dan Salam teruntuk Baginda Rasulullah SAW.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Sutarman Karim, M.Si, selaku pembimbing I dan Bapak Triyatno, S.Pd, M.Si selaku pembimbing II yang telah menyediakan

waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran untuk membimbing serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Surtani, M.Pd selaku PA (Pembimbing Akademik) dan dosen penguji yang telah membimbing dan membantu penulis serta memberikan perbaikan dan masukan demi penyempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Febriandi, S.Pd, M.Si dan Ibu Ratnawillis, S.Pd, MP selaku dosen penguji yang telah memberikan perbaikan dan masukan demi penyempurnaan skripsi ini.

4. Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang.

ii

5. Bapak/Ibu dosen dan Tata Usaha Jurusan Geografi Universitas Negeri Padang yang telah memberikan pengetahuan dan bantuan kepada penulis selama kuliah di Jurusan Geografi.

6. Teristimewa untuk orang tua dan keluarga yang telah memberikan dorongan, semangat, do’a dan pengorbanan moril dan materi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Abang-abang alumni, rekan-rekan perjuangan, dan adek-adek mahasiswa geografi baik kependidikan maupun non kependidikan yang telah

memberikan dukungan, semangat, motivasi, kasih sayang dan persahabatan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini mendatangkan manfaat dan penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan di masa yang akan datang.

Padang, Februari 2015

Penulis

iii

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 87 LAMPIRAN………...................................................................................... 90

vii

21. Tabel V.3. Hasil Pengamatan Kemiringan Lereng.............................. 59

22. Tabel V.4. Hasil Pengukuran Panjang Lereng..................................... 61

23. Tabel V.5. Has il Pengamatan Bentuk Lereng…….............................. 62

24. Tabel V.6. Hasil Analisis Tekstur Tanah……..................................... 64

25. Tabel V.7. Hasil Analisis Struktur Tanah............................................ 66

26. Tabel V.8. Hasil Analisis Solum Tanah.............................................. 67

27. Tabel V.9. Hasil Analisis Konsistensi Tanah …………….................. 69

28. Tabel V.10. Hasil Pengukuran Kedalaman Muka Air Tanah.............. 70

29. Tabel V.11. Hasil Pengamatan Penggunaan Lahan............................. 72

30. Tabel V.12. Tingkat Bahaya Longsor…………….............................. 74

ix

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

1. Gambar I.1. Longsor di Pinggir Jalan Panorama Puncak Pato............. 4

2. Gambar II.1. Diagram Alir Penelitian…………................................... 20

3. Gambar V.1. Pengamatan Terhadap Struktur Lapisan Batuan.............. 58

4. Gambar V.2. Pengamatan Terhadap Kemiringan Lereng...……........... 60

5. Gambar V.3. Pengamatan Terhadap Panjang Lereng…..…….............. 61

6. Gambar V.4. Pengamatan Terhadap Bentuk Lereng…..……............... 63

7. Gambar V.5. Pengamatan Terhadap Tekstur Tanah…………….......... 65

8. Gambar V.6. Pengamatan Terhadap Struktur Tanah……..................... 66

9. Gambar V.7. Pengamatan Terhadap Solum Tanah……....................... 68

10. Gambar V.8. Pengamatan Terhadap Konsistensi Tanah….…….......... 69

11. Gambar V.9. Pengamatan Terhadap Kedalaman Muka Air Tanah....... 71

12. Gambar V.10. Pengamatan Terha dap Penggunaan Lahan………........ 72

13. Gambar V.11. Jalur Rembesan Air Tanah………………………........ 82

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bencana alam merupakan peristiwa alam yang diakibatkan oleh proses alam, baik yang terjadi oleh alam itu sendiri maupun diawali oleh tindakan manusia, yang menimbulkan bahaya dan risiko terhadap kehidupan manusia baik harta benda maupun jiwa. Karakteristik bencana alam ditentukan oleh keadaan lingkungan fisik seperti; iklim, topografi, geologi, tanah, tata air, penggunaan lahan dan aktivitas manusia. Secara geologis, geomorfologis, dan klimatologis, Indonesia selalu menghadapi bencana alam yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu baik jenis maupun frekwensinya ( Sutikno dalam Rahman, 2014 ).

Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim, yaitu panas dan hujan dengan ciri adanya perubahan cuaca, suhu, dan arah angin yang sangat ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan batuan yang relatif beragam, baik fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Kondisi seperti itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktifitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi yang Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim, yaitu panas dan hujan dengan ciri adanya perubahan cuaca, suhu, dan arah angin yang sangat ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan batuan yang relatif beragam, baik fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Kondisi seperti itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktifitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi yang

Wilayah Sumatera Barat berdasarkan kondisi geomorfologi lebih dari dua pertiga wilayahnya adalah daerah pegunungan dan perbukitan serta jurang-jurang yang disangga oleh kawasan hutan lebat; Hutan ini berfungsi sebagai daerah resapan curah hujan yang tinggi. Daerah perbukitan adalah daerah yang sangat rawan terhadap longsor apalagi jika penggunaan dan pengelolaan lahan yang tidak mengindahkan kepentingan yang telah ditetapkan dan juga tidak memperhatikan kemampuan lahan, akan tetapi karena banyaknya penyalahgunaan lahan yang tidak memperhatikan ketentuan yang ada serta kurangnya kontrol dari pemerintah daerah, sehingga banyak lahan di daerah perbukitan menjadi rusak akibat ulah perbuatan manusia yang tidak memperhatikan kemampuan lahan dan keadaan topografi daerah tersebut. Keadaan yang seperti itu sangat membahayakan bagi masyarakat itu sendiri maupun bagi kelestariaan lingkungan seperti yang terjadi di lereng barat Panorama Puncak Pato Kabupaten Tanah Datar yang berdampak terhadap terjadinya bencana longsor.

Terdapat sebuah perbukitan pada lereng bawah Gunung Sago yang sering disebut oleh penduduk setempat yakninya Puncak Pato. Berdasarkan kenyataan di lapangan, Panorama Puncak Pato mempunyai karakteristik lahan yang beragam baik itu lereng mulai dari yang curam sampai datar, curah hujan yang tinggi setiap tahunnya dan penggunaan lahannya yang juga beragam seperti; permukiman, kebun campuran, hutan, serta semak belukar. Lereng Panorama Puncak Pato sekarang banyak dijadikan perkebunan, perladangan bahkan ada yang menebangi pohon pinus untuk diambil kayunya yang dapat mengganggu kestabilan lereng karena berkurangnya gaya penahan dari lereng itu sendiri. Perbuatan dan sikap pengolahan lahan penduduk seperti itulah yang akan menjadi faktor terjadinya longsor.

Daerah perbukitan ini sebelumnya sudah sering mengalami longsor baik itu dalam skala yang kecil atau skala besar, menurut data salah satu media berita nasional yang dikenal Antara News pada 23/03/2010 menyebutkan telah terjadi bencana longsor di kawasan Panorama Puncak Pato yang mengakibatkan putusnya jalan dari kota Batusangkar menuju kec. Lintau Buo Utara tetapi tidak menimbulkan korban jiwa. Longsor juga terjadi pada tanggal 27/12/2014 di pinggir jalan seperti terlihat pada gambar I.1 berikut;

Gambar I.1 Longsor di Pinggir Jalan Panorama Puncak Pato

Sumber; Pengamatan Lapangan, 2014. Gambar I.1 menunjukan longsor terjadi diantara dua ruas jalan di kawasan panorama Puncak Pato, meskipun tidak menimbulkan korban nyawa namun membuat jalan terputus akibat timbunan material menumpuk pada ruas jalan yang berada di bawah. Pemerintah daerah sebelumnya sudah pernah memberikan peringatan kepada masyarakat setempat dan memasang rambu- rambu lalu lintas bagi pengendara kendaraan yang melintas supaya berhati-hati dan waspada terhadap longsor, jika terjadi hujan yang lebat dalam waktu cukup lama di kawasan sepanjang pinggir jalan pada lereng barat Panorama Puncak Pato tersebut.

Dampaknya apabila keadaan seperti ini terus berlanjut dapat mengakibatkan jalan di sepanjang pinggir lereng barat akan terputus, sehingga para pengemudi kendaraan harus menempuh jarak yang lebih jauh dan akan membutuhkan biaya yang lebih besar pula. Dampak lain yang akan ditimbulkan adalah objek wisata alam Panorama Puncak Pato tersebut akan rusak keindahan Dampaknya apabila keadaan seperti ini terus berlanjut dapat mengakibatkan jalan di sepanjang pinggir lereng barat akan terputus, sehingga para pengemudi kendaraan harus menempuh jarak yang lebih jauh dan akan membutuhkan biaya yang lebih besar pula. Dampak lain yang akan ditimbulkan adalah objek wisata alam Panorama Puncak Pato tersebut akan rusak keindahan

Bertitik tolak dari permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk

mengkaji serta melakukan penelitian dengan judul ”Tingkat Bahaya Longsor di Lereng Barat Panorama Puncak Pato Kabupaten Tanah Datar”

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang, masalah-masalah yang mungkin timbul sebagai berikut :

1) Bagaimanakah karakteristik lahan yang meliputi; 1) iklim; curah hujan, 2) geologi; struktur lapisan batuan, 3) geomorfologi; bentuklahan, satuan

bentuklahan, kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng, 4) tanah; tekstur, struktur, solum tanah, konsistensi 5) hidrologi; kedalaman muka air tanah, 6) penggunaan lahan, di daerah penelitian?

2) Mengetahui seberapa besar pengaruh kemiringan lereng, panjang dan bentuk lereng terhadap tejadinya longsor di daerah penelitian?

3) Seberapa besar pengaruh curah hujan terhadap bahaya longsor di daerah penelitian?

4) Bagaimanakah keadaan batuan di daerah penelitian?

5) Bagaimanakah tingkat bahaya longsor di daerah penelitian?

C. Pentingnya Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian ini karena menyangkut kepentingan orang banyak. Apabila pemecahan terlaksana dengan baik, maka akan sangat bermanfaat bagi masyarakat di daerah tersebut. Diketahuinya karakteristik lahan di daerah penelitian, maka dapat diketahui seberapa besar tingkat bahaya longsor yang akan terjadi di daerah tersebut.

D. Pembatasaan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas serta kenyataan di lapangan, begitu banyak masalah yang berhubungan dengan penelitian ini, maka untuk lebih fokus dan terarahnya penelitian ini dibatasi sebagai berikut :

a. Karakteristik lahan yang meliputi; 1) iklim; curah hujan, 2) geologi; struktur lapisan batuan, 3) geomorfologi; bentuklahan, satuan bentuklahan, kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng, 4) tanah;

tekstur, struktur, solum tanah, konsistensi 5) hidrologi; kedalaman muka air tanah, 6) penggunaan lahan, dan kaitannya dengan bahaya longsor.

b. Berapa besar tingkat bahaya longsor di daerah penelitian.

E. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

b. Bagaimana tingkat bahaya longsor di daerah penelitian ?

F. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitiaan ini adalah untuk mengamati, mengungkapkan, mempelajari, dan mendapatkan informasi tentang:

1. Karakteristik lahan yang meliputi; 1) iklim; curah hujan, 2) geologi; struktur lapisan batuan, 3) geomorfologi; bentuklahan, satuan

bentuklahan, kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng, 4) tanah; tekstur, struktur, solum tanah, konsistensi 5) hidrologi; kedalaman muka air tanah, 6) penggunaan lahan di daerah penelitian.

2. Tingkat bahaya longsor di daerah penelitian

G. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk :

1. Salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana srata satu ( S1 ) pada Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Geografi FIS UNP.

2. Sumbangan ilmiah bagi mahasiswa Jurusan Geografi FIS UNP.

3. Untuk pengembangan khasanah Ilmu Pengetahuan terutama tentang pemetaan bahaya longsor.

4. Sebagai informasi bagi penduduk setempat tentang tingkat bahaya longsor, sehingga masyarakat dapat mewaspadai dan mempertimbangkan untuk melakukan aktifitas perkebunan di sekitar daerah zona bahaya longsor.

5. Sebagai informasi bagi pemerintah daerah dan instansi terkait agar dapat melakukan tindakan mitigasi bencana longsor.

BAB II KERANGKA TEORITIS

A. Kajian Teori

1. Karakteristik lahan

Lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan karakteristik tertentu yang agak tetap atau pengulangan sifat-sifat dari biosfer secara vertikal di atas maupun di bawah daerah tersebut termasuk atsmosfer, tanah, geologi, geomorfologi, hidrologi, tumbuhan dan binatang serta hasil aktifitas manusia di masa lampau maupun sekarang, perluasan dari sifat-sifat ini berpengaruh terhadap penggunaan lahan masa kini dan yang akan datang oleh manusia, Rahman ( 2014 ). Ritung, dkk., ( 2007 ) mengemukakan bahwa lahan merupakan lingkungan fisis dan biotik yang berkaitan dengan daya dukungnya terhadap peri kehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Lingkungan fisis yang meliputi relief atau topografi, tanah, iklim, air, dan lingkungan biotik meliputi tumbuhan, hewan dan manusia.

Menurut Karim ( 1993 ) bentuklahan adalah salah satu objek kajian geomorfologi merupakan kenampakan lahan yang dibentuk oleh proses alami yang mempunyai susunan tertentu dan karakteristik fisikal serta visual di manapun bentuk lahan tersebut di temukan. Bentuk lahan terutama dicirikan oleh batuan dan topografi suatu wilayah serta karakteristik fisik lainnya yang membedakan antara satu dan lainnnya, dengan demikian pada bentuklahan yang sama di manapun akan kita temukan memiliki karakteristik yang sama pula.

Bentuklahan merupakan bentuk pada permukaan bumi sebagai hasil dari perubahan bentuk permukaan bumi oleh proses-proses goemorfologis yang beroperasi di atasnya. Dalam hal ini masing-masing satuan bentuklahan memiliki persamaan dalam sifat dan perwatakannya. Dibyosaputro dalam Zulfahmi ( 2008 ) menjelaskan ada empat sifat dan perwatakan tersebut, yaitu:

1. Struktur geologi/geomorfologis yang memberikan karangan tentang asal mula pembentukannya.

2. Proses goemorfologis yang memberikan informasi bagaimana bentuklahan terbentuk.

3. Kesan topografi yaitu konfigurasi permukaan bumi yang dinyatakan dalam dataran, perbukitan dan pegunungan.

4. Eksresi topografi seperti kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng dan sebagainya.

Selanjutnya Dibyosaputro mengungkapkan bahwa atas dasar sifat dan perwatakan tersebut, maka bentuk lahan utama dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. Bentuklahan Asal Struktural (S)

2. Bentuklahan Asal Vulkanik (V)

3. Benuklahan Asal Denudasional (D)

4. Bentuklahan Asal Fluvial (F)

5. Bentuklahan Asal Marin (M)

6. Bentuklahan Asal Glasial (G)

7. Bentukklahan Asal Angin/Aeolin (E)

8. Bentuklahan Asal Pelarutan/Solustion (K)

9. Bentuklahan Asal Organik (O)

2. Bahaya longsor

Menurut Karim ( 1993 ), longsor merupakan satu bencana dan gerakan hancuran batuan dan tanah yang menarik di permukaan bumi dalam kondisi massa bergerak atau berjatuhan secara tiba-tiba. Gerakannya mudah dilihat dan terjadi secara cepat pada massa yang relatif kering. Gerakan tanah ini biasanya disebabkan oleh terdapatnya faktor luar diantaranya perubahan kondisi tegangan yang berkerja pada tanah atau batuan dan perubahan yang terjadi pada lingkungannya. Penyebabnya adalah beban oleh pekerjaan timbunan, pengaruh beban oleh pemotongan atau penggalian tebing dan beban dinamis oleh aktifitas gempa, sedangkan lingkungan hidrometeorologinya menyangkut perubahan dalam tekanan air pori dalam formasi tanah atau batuan, aliran permukaan maupun air tanah bebas. Karnawati dalam Isnugroho ( 2002 ) mendefinisikan bahwa longsor adalah pergerakan massa tanah/batuan ke arah miring, mendatar atau vertikal pada suatu lereng, dengan demikian longsor dapat terjadi pada batuan, tanah, timbunan, maupun kombinasi di antaranya.

Menurut Susilo ( 2008 ) faktor yang memicu terjadinya longsor adalah perubahan tingkat kelerengan, pelemahan material lereng karena pelapukan, meningkatnya kandungan air, perubahan pada vegetasi penutup lereng dan kelebihan pembebanan. Sadisun (2005) menyebutkan faktor Menurut Susilo ( 2008 ) faktor yang memicu terjadinya longsor adalah perubahan tingkat kelerengan, pelemahan material lereng karena pelapukan, meningkatnya kandungan air, perubahan pada vegetasi penutup lereng dan kelebihan pembebanan. Sadisun (2005) menyebutkan faktor

Dibyosaputro dalam Triyatno (2004) menyatakan proses yang terjadi di permukaan bumi dipengaruhi oleh sifat dakhil (inhernt) dan sifat luar dari penyusun permukaan bumi tersebut. Berbagai sifat dakhil (inhernt) yang merupakan faktor pemicu terjadinya longsor adalah; a) kedalaman pelapukan batuan, b) struktur litologi, c) tebal solum tanah, d) permeabilitas tanah atau batuan. Sifat luar yang merupakan faktor pemicu terjadinya longsor meliputi; a) kemiringan lereng, b) banyaknya dinding terjal, c) kerapatan torehan, d) penggunaan lahan, dan e) kerapatan vegetasi penutup.

3. Klasifikasi longsor

Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dalam Departemen Pekerjaan Umum RI ( 2007 ), ada enam jenis longsor, yakni: longsor translasi, longsor rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah dan aliran bahan rombakan. Jenis longsor translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia, sedangkan longsor yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.

a. Longsor Translasi Longsor translasi adalah bergeraknya masa tanah dan bantuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

b. Longsor Rotasi

Longsor rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.

c. Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsor ini disebut juga longsor translasi blok batu.

d. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung terutama didaerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

e. Rayapan Tanah

Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Jangka waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon atau rumah miring ke bawah.

f. Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak di dorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi disepanjang lembah Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak di dorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi disepanjang lembah

4. Faktor penyebab terjadinya longsor

Gejala-gejala umum yang biasanya timbul sebelum terjadinya bencana tanah longsor adalah munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air baru secara tiba- tiba, tebing rapuh dan krikil mulai berjatuhan. Prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh penggunaan lahan dan kepadatan tanah, sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, serta berat jenis tanah dan batuan. Faktor-faktor penyebab terjadinya longsor menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dalam Departemen Pekerjaan Umum RI ( 2007 ), sebagai berikut :

a. Hujan Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November

karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukan tanah dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Awal musim hujan, intesitas hujan yang tinggi karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukan tanah dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Awal musim hujan, intesitas hujan yang tinggi

Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Permukaan tanah tersebut bila ditumbuhi pepohonan, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.

b. Lereng terjal Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuknya karena pengikisan air

sungai, mata air, air laut dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.

c. Tanah yang kurang padat dan tebal Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanh

liat dengan ketebalan lebih dari 2.5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memilki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan dan sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlau panas.

d. Batuan yang kurang kuat Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir dan lempung umumnya kurang kuat.

Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terjadi pada lereng yang terjal.

e. Jenis tata lahan Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Lahan

persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah menjadi longsor, sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsor lama.

f. Getaran Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin dan getaran lalu lintas kendaraan. Akibat yang

ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai dan dinding rumah menjadi retak.

g. Adanya beban tambahan Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor,

terutama disekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan dan retakan yang arahnya kearah lembah.

h. Adanya material timbunan pada tebing.

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan permukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada dibawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.

i. Bekas longsoran lama Longsor lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau

pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi.

B. Penelitian Yang Relevan

Di bawah akan dikemukakan hasil studi yang dirasa relevan dengan penelitian ini antara lain : Menurut Zulfahmi ( 2008 ) dalam judul “Potensi Bahaya Longsor Lereng Timur Perbukitan Kasiak Kec. X Koto Singkarak Kabupaten Solok ” menyatakan bahwa longsor di pengaruhi oleh kemiringan lereng, bentuk lereng, panjang lereng, tekstur, struktur, konsistensi, kekerasan batuan, kerapatan tutupan lahan, dan, jenis tutupan lahannya. Tanah dengan kemiringan lereng yang besar, kerapatan tutupan lahan yang rendah, jenis tutupan yang tidak sesuai serta tekstur, stuktur, dan konsistensi tanah yang tidak mantap mempunyai potensi terhadap longsor.

Menurut Zulhendri ( 2001 ) dalam judul “Kajian Longsor Pada Setiap Satuan Litologi Kawasan Lembah Anai Sumatra Barat” menyatakan bahwa Menurut Zulhendri ( 2001 ) dalam judul “Kajian Longsor Pada Setiap Satuan Litologi Kawasan Lembah Anai Sumatra Barat” menyatakan bahwa

C. Kerangka Konseptual

Karakteristik lahan merupakan salah satu acuan untuk membedakan antara lahan yang satu dengan lahan yang lainnya dengan memperhatikan kemampuan lahan itu antara lain; tanah, lereng, batuan, air tanah, curah hujan, penggunaan lahan. Longsor merupakan sebuah bencana karena faktor alam dan adanya aktifitas manusia yang merusak keseimbangan lahan itu sendiri sehingga menimbulkan korban nyawa dan kerugian harta benda yang disebabkan oleh gerakan tanah dari tempat yang tinggi ke tempat rendah serta terjadi secara tiba- tiba dengan sangat cepat. Bencana alam terjadi ditentukan oleh keadaan lingkungan fisik seperti, iklim, topografi, geologi, tanah, hidrologi, penggunaan lahan, dan aktivitas manusia yang mengubah fungsi lahan tersebut.

Faktor penyebab terjadinya longsor karena aktifitas manusia dengan memperbesar gaya pendorong ( besarnya sudut lereng, air, serta jenis tanah dan batuan ) terjadinya longsor pada lereng daripada menambah gaya penahan ( penggunaan lahan, kepadatan tanah) sehingga tingkat bahaya terjadinya longsor akan semakin sangat tinggi. Karakteristik fisik suatu wilayah akan menentukan Faktor penyebab terjadinya longsor karena aktifitas manusia dengan memperbesar gaya pendorong ( besarnya sudut lereng, air, serta jenis tanah dan batuan ) terjadinya longsor pada lereng daripada menambah gaya penahan ( penggunaan lahan, kepadatan tanah) sehingga tingkat bahaya terjadinya longsor akan semakin sangat tinggi. Karakteristik fisik suatu wilayah akan menentukan

D. Bagan Alir Penelitian

Peta topografi Peta geologi

Peta geologi Kec. Lintau Buo Utara

Skala 1:50.000 Skala 1:250.000

Skala 1:110.000

Peta penggunaan

Peta lereng Peta satuan

Peta litologi

Peta tanah

lahan

Skala 1:10.000 bentuklahan

Skala 1:10.000

Skala 1:10.000 Skala 1:10.000

Skala 1:10.000

OVERLAY

Batas wilayah

Peta satuan lahan

penelitian

Skala 1:10.000

Ceking lapangan

Penentuan sampel

Pengukuran / observasi lapangan

Data sekunder Data primer Curah hujan

Karakteristik Lahan

Geologi Penggunaan

lahan Bentuklahan

Struktur Satuan bentuklahan

Tekstur Tanah

Kedalaman

lapisan Kemiringan lereng

Struktur Tanah muka air

batuan Panjang lereng

Solum Tanah

tanah

Konsistensi

Bentuk lereng

Pengharkatan

Tingkat Bahaya Longsor

Peta Tingkat Bahaya Longsor

Skala 1:10.000

Gambar II.1. Diagram alir penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu untuk mengetahui karakteristik lahan sebagai acuan menentukan tingkat bahaya longsor di lereng barat Panorama Puncak Pato. Menurut Tika (1997), penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan apa yang saat ini berlaku di dalamnya, terdapat upaya untuk mendeskripsikan, mencatat, menganalisis, dan menginterprestasikan kondisi-kondisi yang terjadi. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau menggunakan hipotesa, melainkan mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti, guna mengambil kebijakan atau keputusan untuk tindakan yang dirasa perlu.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat penelitian yang digunakan dalam penelitian berupa peta dan data curah hujan serta peralatan untuk survei fisik lahan. Bahan dan alat penelitian dapat dilihat pada Tabel III.1 berikut:

Tabel III.1 Bahan dan Alat Penelitian

No Bahan dan Alat Kegunaan

A. Bahan

1 Peta Geologi Lembar Solok Mengetahui Kondisi Batuan dan 1:250.000,1995, Pusat

Membuat Peta Litologi Lokasi pengembangan dan penelitian

Penelitian.

Geologi, Dept. ESDM

2 Peta Topografi lembar

Batas adaminstratif, Batusangkar 1977,

Mengetahui

Ketinggian, Lereng dan membuat peta Jantop TNI-AD (1:50.000)

lereng Lokasi Penelitian.

3 Peta Jenis Tanah Kab. Tanah Mengetahui Jenis Tanah dan membuat Datar 2005

peta jenis tanah Lokasi Penelitian.

4 Data curah hujan PSDA Sumbar Mengetahui curah hujan per tahunnya

B. Alat

7 GPS (Global Positioning Untuk menentukan posisi koordinat System)

geografis suatu tempat di Lokasi Penelitian

8 Meteran Untuk Mengukur panjang Lereng di Lokasi Penelitian

9 Abney level Untuk mengukur Kemiringan Lereng di Lokasi Penelitian (Checking Lapangan ).

10 Altimeter Untuk mengukur ketinggian suatu tempat di Lokasi Penelitian (Checking Lapangan ).

11 Kamera Digital Untuk pemotretan data lapangan

12 Kertas dan Alat Tulis Untuk mencatat data Lapangan

13 Paralatan Analisis Data Untuk mengolah data dan membuat peta Perangkat Keras dan Lunak hasil penelitian Komputer Serta Aplikasi SIG

C. Jenis Data

Ditinjau dari sumbernya maka data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara lansung melalui pengukuran di lapangan, sedangkan data sekunder adalah data pendukung sebagai sumber acuan interpretasi dan analisis yang diperoleh dari Ditinjau dari sumbernya maka data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara lansung melalui pengukuran di lapangan, sedangkan data sekunder adalah data pendukung sebagai sumber acuan interpretasi dan analisis yang diperoleh dari

1) Struktur lapisan batuan

2) Bentuklahan

3) Satuan bentuklahan

4) Kemiringan lereng

5) Panjang lereng

6) Bentuk lereng

7) Tekstur tanah

8) Struktur tanah

9) Solum tanah

10) Konsistensi

11) Kedalaman muka air tanah

12) Penggunaan lahan

D. Teknik Pengambilan Sampel

Satuan pemetaan dalam penelitian ini adalah satuan lahan. Satuan lahan diperoleh melalui overlay peta satuan bentuklahan dengan peta lereng, tanah, litologi dan penggunaan lahan. Setiap satuan lahan yang bervariasi akan di ambil satu untuk mewakili sebagai sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Penentuan tingkat bahaya longsor Satuan pemetaan dalam penelitian ini adalah satuan lahan. Satuan lahan diperoleh melalui overlay peta satuan bentuklahan dengan peta lereng, tanah, litologi dan penggunaan lahan. Setiap satuan lahan yang bervariasi akan di ambil satu untuk mewakili sebagai sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Penentuan tingkat bahaya longsor

E. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dan penggolongan data primer adalah sebagai berikut :

1. Curah hujan Hujan adalah endapan yang jatuh dari dasar awan baik berupa

butiran air dan butiran es yang sampai ke permukaan bumi, sedangkan curah hujan adalah hujan yang jatuh dari atmosfer pada bidang datar ( horizontal ) belum menguap dan meresap dalam tanah sebesar satu liter pada setiap bidang seluas satu meter bujur sangkar ( Syafrizal dalam Zulfahmi, 2008 ).

Penentuan curah hujan daerah penelitian ini menggunakan data curah hujan Stasiun Buo Kabupaten Tanah Datar dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air ( BPSDA ) provinsi Sumatera Barat dan diklasikasikan menurut Jefri ( 2008 ) pada tabel III.2 berikut :

Tabel III.2 Klasifikasi Curah Hujan

Curah Hujan

No Kriteria Harkat

(mm / tahun)

1 <1000 Sangat rendah

5 >2500 Sangat tinggi

5 Sumber; Jefri ( 2008 ) dengan modifikasi.

2. Struktur lapisan batuan Struktur lapisan batuan merupakan salah satu faktor penentu terjadinya bahaya longsor, karena lapisan batuan dapat mendorong timbulnya

longsor. Arah kemiringan batuan yang searah dengan kemiringan lereng akan memberikan kemungkinan ketidakmantapan lereng dibandingkan apabila kemiringan batuan tersebut berlawanan arah dengan arah kemiringan lereng. Kondisi yang seperti ini akan semakin parah jika lapisan batuan tersebut berselang-seling antara keras dan lunak dan terletak pada lereng yang curam, hal ini akan membentuk bidang gelincir pada kondisi jenuh air dan akan mengakibatkan terjadinya tanah longsor. Klasifikasi struktur lapisan batuan menurut Dackombe dan Gardiner dalam Sutarman ( 2012 ) pada tabel III.3 berikut :

Tabel III.3 Kriteria Struktur Lapisan Batuan No

Sturktur pelapisan batuan Kriteria Harkat

1 Horizontal, tegak, miring, pada Baik-Sangat baik

1 medan datar berombak ( 0-8% )

2 Tidak berstruktur pada medan Sedang

2 curam ( 20% ), miring pada medan bergelombang ( 8-14% )

3 Miring dengan pelapisan keras dan Jelek

berombak/bergelombang ( 8-30% )

4 Miring dengan pelapisan keras dan Sangat Jelek

bergelombang/berbukit Sumber; Dackombe dan Gardiner dalam Sutarman ( 2012 ).

3. Bentuklahan Menurut Sutarman ( 1993 ), bentuklahan adalah salah satu objek kajian geomorfologi merupakan kenampakan lahan yang dibentuk oleh

proses alami yang mempunyai susunan tertentu dan karakteristik fisikal dan visual di manapun bentuk lahan tersebut di temukan. Bentuklahan merupakan data sekunder yang didapat dari peta bentuklahan. Peta bentuklahan didapat dari turunan peta Topografi dan peta Geologi tanpa menambah informasi baru didalamnya. Bentuklahan dapat diklasifikasikan menurut Paimin ( 2009 ) sebagai berikut :

Tabel III.4 Kriteria Bentuklahan No

Bentuklahan

Kriteria Harkat

1 Pergunungan dan perbukitan Sangat tinggi

2 Kipas dan lahar

Tinggi

3 Dataran, Teras

Sedang

4 Dataran Aluvial

Rendah

1 Sumber; Paimin ( 2009 ) dengan modifikasi.

5 Lembah Aluvial, Jalur kelokan Sangat rendah

4. Satuan bentuklahan Satuan bentuklahan merupakan data sekunder yang didapat dari peta. Peta satuan bentuklahan diperoleh dari overlay peta bentuklahan.

Klasifikasi satuan bentuklahan mempunyai karakteristik tertentu yang sangat tergantung pada skala peta yang digunakan. Semakin besar skalanya semakin detil karakteristik yang dapat mencirikan satuan geomorfologi atau satuan bentuk lahannya. Klasifikasi satuan bentuklahan menurut asal proses terjadinya berjumlah 10 ( sepuluh ) jenis, diantara kesepuluh jenis satuan bentuklahan diambil satu satuan bentuklahan yang sesuai dengan satuan bentuklahan lokasi penelitian. Diklasifikasikan berdasarkan satuan bentuklahan Vulkanik menurut sidiq ( 2012 ) pada tabel III.5 sebagai berikut :

Tabel III.5 Kriteria Satuan Bentuklahan No Satuan Bentuklahan

Sangat tinggi

2 Kerucut Gunung Api

Tinggi

3 Lereng Vulkanik

Sedang

4 Kaki Gunung Api

Rendah

5 Dataran Kaki Gunung

Sangat rendah

Api Sumber; Sidiq ( 2012 ) dengan modifikasi.

5. Kemiringan lereng Menurut G. Kartasapoetra ( 1985 ), lahan yang mempunyai

kemiringan lereng itu dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau rusak, apalagi derajat kemiringan lerengnya demikian besar pula. Kemiringan lereng dapat diukur dengan Abney Level, yang dinyatakan dalam persen

( % ) dan derajat ( 0 ). Pengukurannya dilakukan dengan 2 cara yaitu ( % ) dan derajat ( 0 ). Pengukurannya dilakukan dengan 2 cara yaitu

S = (n- 1) × Ic / Δh × 100% Ket; S: Kemiringan lereng ( % )

n: Jumlah kontur Ic: Interval kontur ( m ) Δh: Jarak horizontal ( cm )

Kemiringan lereng dapat diklasifikasikan menurut Van Zuidam dalam Rahman ( 2014 ) pada tabel III.6 berikut :

Tabel III.6 Kriteria Kemiringan Lereng No

Persen Derajat

2 Landai/miring

4 Sumber; Van Zuidam dalam Rahman ( 2014 ).

4 Sangat Curam

6. Panjang lereng Panjang lereng merupakan faktor yang sangat perlu untuk

diperhatikan, karena lahan yang mempunyai lereng yang panjang dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau rusak. Cara pengukuran panjang lereng dilakukan dengan mengukurnya menggunakan alat meteran dan diperhatikan, karena lahan yang mempunyai lereng yang panjang dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau rusak. Cara pengukuran panjang lereng dilakukan dengan mengukurnya menggunakan alat meteran dan

Tabel III.7 Penggolongan Panjang Lereng

No Panjang lereng ( m )

Sangat panjang

Sumber; Van Zuidam dalam Sutarman ( 2012 ).

7. Bentuk lereng Lereng sangat berpengaruh terhadap tingkat bahaya longsor, lereng yang bervariasi sangat mudah rusak dari pada lereng yang lurus.

Bentuk lereng dapat diketahui dengan cara pengamatan langsung di lapangan dan diklasifikasikan menurut Van Zuidam dalam Sutarman (

2012 ) sebagai berikut :

Tabel III.8 Klasifikasi Bentuk Lereng. No

Bentuk lereng

4 Variasi cembung cekung

Sumber; Van Zuidam dalam Sutarman ( 2012 ).

8. Tekstur tanah Tekstur tanah adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

kapasitas tanah untuk menahan air dan permeabilitas tanah serta berbagai sifat Fisik dan Kimia lainnya ( Arsyad, 1989 ). Asdak dalam Hendri ( 2001 ), mengemukakan bahwa tesktur tanah berkaitan dengan ukuran dan porsi partikel-partikel tanah dan akan membentuk tipe tanah tertentu.

Sarief ( 1985 ), mengatakan bahwa tekstur tanah adalah perbandingan kandungan partikel tanah primer berupa fraksi liat, debu dan pasir dalam suatu masa tanah. Tanah berstektur liat yang banyak mengandung air akan mengabsorbsi banyak air sehingga mempunyai nilai batas cair yang tinggi. Cara menentukan tekstur tanah di lapangan dapat dilakukan dengan cara menggosok-gosokkan tanah diantara ibu jari dan telunjuk atau jari lainnya ( Sutarman, 2012 ), dan dapat di klasifikasikan menurut Zuidam dan Concelado ( 1979 ) dalam Hermon ( 2012 ) seperti pada Tabel III.9 berikut:

Tabel III.9 Kriteria Tekstur Tanah No

Tekstur

Kriteria Harkat

1 Pasir Sangat Kasar

2 Pasir

2 berdebu, Pasir berliat

berlempung,

pasir Kasar

3 Lempung, lempung berdebu, Sedang

3 lempung berpasir, debu

4 berdebu Sumber; Zuidam dan Concelado ( 1979 ) dalam Hermon ( 2012 ).

4 Liat, Liat berpasir, Liat Halus

9. Struktur tanah Sarief dalam Zulfahmi ( 2008 ) menyatakan bahwa stuktur yang

baik adalah struktur tanah yang di dalamnya terdapat udara sekaligus mantap keadaanya supaya tidak mudah hancur oleh gaya dari luar seperti air hujan. Klasifikasi kriteria struktur tanah menurut Zuidam dan Concelado ( 1997 ) dalam Hermon ( 2012 ) adalah sebagai berikut:

Tabel III.10 Kriteria Struktur Tanah No

Struktur

Kriteria Harkat

1 Remah Sangat baik

2 Granular, gumpal

Baik

3 Lempeng dan tiang

Sedang

4 Butir tunggal, dan pejal/masif

Jelek

Sumber; Zuidam dan Concelado ( 1997 ) dalam Hermon ( 2012 ).

10. Solum tanah Solum menggambarkan suatu kedalaman dibawah permukaan

walaupun tidak begitu pasti. Tanah didaerah sedang memiliki kedalaman beberapa meter, dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah perubahan di bawah sub soil yang berangsur-angsur bercampur dengan bagian regolit yang kurang mengalami suatu pelapukan. Bagian regolit dinamakan bahan induk untuk bisa membedakan dengan lapisan yang ada diatasnya. Bahan induk ini mengalami pelapukan dan bagian yang atas akan menjadi sub soil, sedangkan bagian bawah tergolong bagian yang disebut solum ( Buckman dalam Blog h0404055, 2010 ).

Untuk memperoleh data tentang solum tanah dilakukan dengan menggali tanah atau melihat tanah yang terbuka dan mengklasikasikannya di lapangan sesuai dengan kriteria solum tanah. Menurut Dibyosaputro dalam Sutarman ( 2012 ), solum tanah dapat diklasifikasikan sebagai berikut ;

Tabel III.11 Kriteria Solum Tanah Solum tanah

Sangat dangkal

Sumber; Dibyosaputro dalam Sutarman ( 2012 ).

11. Konsistensi tanah Konsistensi adalah daya kohesi dan adhesi diantara partikel-

partikel tanah dan ketahanan ( resistensi ) massa tanah tersebut terhadap perubahan bentuk oleh tekanan atau berbagai kekuatan yang dapat mempengaruhi. Konsistensi tanah ditentukan oleh tekstur dan struktur tanah. Pentingnya konsistensi tanah ialah menentukan cara penggarapan tanah yanag efisien dan penetrasi akar tanaman dilapisan tanah bawahan ( Sutarman, 2012 ). Penentuan konsistensi menurut Arsyad dalam Sutarman ( 2012 ) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Tabel III.12 Klasifikasi Konsistensi No

Kriteria Konsistensi Lembab Klasifikasi Harkat

1 Sangat gembur; dipijit sedikit saja Sangat baik

1 mudah hancur

2 Gembur; dipijit kuat baru hancur

Baik

3 Lepas – lepas; tidak ada adhesi Sedang

3 diantara butir tanah

4 Teguh; dpijit sukar hancur

Kurang

5 Sangat teguh; ditekan kuat dengan Sangat Kurang

5 tangan sampai terasa sakit baru hancur

Sumber; Arsyad dalam Sutarman ( 2012 ).

12. Kedalaman muka air tanah Air tanah ( groundwater ) adalah air yang berada di bawah permukaan tanah di dalam zona jenuh ( saturation zone ) dimana tekanan

hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer ( Sutarman, 2012 ). Pengukuran kedalaman muka air tanah dapat dilakukan dengan pengamatan muka air tanah dengan melihat pada tanah yang terbuka atau dengan menggali tanah lalu sesuaikan dengan klasifikasi kedalaman muka air tanah pada tabel III.13 berikut :

Tabel III.13 Kedalaman Muka Air Tanah Kedalaman Muka Air Tanah

No Kriteria Harkat

3 100-250 Agak dangkal

4 Sumber; Zuidam dan Concelado ( 1997 ) dalam Hermon ( 2012 ).

Dangkal

13. Penggunaan lahan Penggunaan lahan ( landuse ) dapat diartikan sebagai campur tangan manusia terhadap lahan, baik secara menetap maupun berkala

untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual ( Arsyad, 1989 ). Menurut Suryono dalam Sutarman ( 2012 ) klasifikasi kriteria penggunaan lahan pada tabel III.14 berikut :

Tabel III.14 Kriteria Penggunaan Lahan No

Penggunaan Lahan

Harkat

1 Hutan

2 Belukar/Alang-alang

3 Tegalan/kebun campuran

4 Permukiman

Sumber; Suryono dalam Sutarman ( 2012 ).

F. Tahap-Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pra lapangan, tahap kerja lapangan dan tahap pasca lapangan.

1. Tahap Pra Lapangan Kegiatan yang dilakukan pada tahap pra lapangan adalah sebagai berikut:

a. Kajian Pustaka, kajian pustaka dilakukan untuk mendapatkan penguasaan teori, materi dan metoda yang dijadikan sebagai landasan berfikir dalam

penelitian ini.

b. Pengumpulan data sekunder, pengumpulan data sekunder dilakukan untuk mendapatkan bahan dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini.

Data sekunder dikumpulkan berupa data peta-peta dan data yang erat kaitanya dengan penelitian ini.

c. Mengidentifikasi bahan dan alat penelitian

d. Interpretasi Peta Topografi untuk memperoleh gambaran wilayah penelitian.

e. Penentuan jenis batuan daerah penelitian yang diperoleh dari Peta Geologi.

f. Menentukan titik sampel secara purposive sampling yang berdasarkan pada variasi satuan lahan.

g. Merencanakan jadwal kerja lapangan dan penyediaan alat-alat kerja lapangan

2. Tahap Kerja Lapangan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah : 2. Tahap Kerja Lapangan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah :

b. Pengamatan dan pengukuran pada daerah sampel yang telah ditentukan untuk mendapatkan data yang diperlukan.

3. Tahap Pasca Lapangan Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah :

a. Mengolah data lapangan untuk mendapatkan tingkat bahaya longsor dan membuat peta tingkat bahaya longsor.

b. Penulisan laporan penelitian

G. Teknik Analisis Data

Dari permasalahan yang dihadapi maka langkah-langkah yang dilakukan dalam penentuan tingkat bahaya longsor di lereng barat Panorama Puncak Pato Kabupaten Tanah Datar adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran Karakteristik lahan Karakteristik lahan meliputi; 1) iklim; curah hujan, merupakan data

sekunder yang didapat dari data Klimatologi Stasiun Buo dari tahun 2009- 2012 dan diklasifikasikan menurut Jefri ( 2008 ), 2) geologi; struktur lapisan batuan, datanya didapat dari peta geologi lembar Solok ( 1995 ) skala 1:250.000 yang diturunkan menjadi peta litologi kec. Lintau Buo Utara skala 1:110.000 dan diturunkan lagi menjadi peta litologi lokasi penelitian skala 1:10.000 menggunakan proses generalisasi khusus untuk mengambil informasi sesuai dengan lokasi penelitian tanpa merubah